#kosong

[rezticia]

Aku,

Kredit foto: kumparan

kini terdiam menatap kursi kosong itu.

Kubayangkan diriku disana—mungkin dirimu, mungkin orang lain.

Perlahan aku keluarkan muntahan kata-kata yang dari dulu aku pendam,

"Aku ingin minta maaf kepadamu, aku tak sanggup kembali seperti dulu. "

Dan kursi kosong itu tetap diam.

"Apa yang kuinginkan sesederhana kabar dan pemberitahuan. Tak lebih dari itu."

Aku berpikir sejenak, lalu duduk di kursi itu. Menatap jauh kursi pertama yang kududuki.

"Aku sibuk."

Ruangan itu kembali dipenuhi hening kosong. Perlahan aku berdiri, kembali duduk di kursi pertamaku.

"Aku tak mampu membuat diriku berdarah lagi, sudah banyak kubangan air mata karenamu."

"Sudah kuperjuangkan sebagaimana semestinya, sudah sampai titik jenuh."

"Apakah aku menginginkan timbal balikmu? Sungguh betul, namun tidak banyak."

"Aku memikirkanmu! Aku tak mau membuatmu susah! Aku hanya memikirkan yang terbaik untukmu! Aku rela menyusahkan diriku sendiri, agar kau tidak sakit; aku rela membayar semuanya; aku telan semua kesalahan karena diriku sendiri, dan sekarang apa yang aku dapat?"

Teriakan itu bergema. Air mata dan lendir hidung sudah meleleh, tanda emosiku tak terkendali.

Setelah menghela nafas, diam kembali jadi bahasa ibu. Tepekur aku melihat kaki kursi itu, seolah-olah tak sanggup melihat senderannya.

Lega sekali rasanya.

[helloo-naa]

#6 Aku sedang tidak baik-baik saja

Tangisku tertahan

Pikirku melayang

Mataku tak terpejam

Kosong

Apakah aku kuat Ya Allah untuk hari esok

Apakah aku mampu Ya Allah untuk melewati segala ujian ini

Jujur aku tak sanggup Ya Allah

Rasanya hatiku hancur berkeping-keping

Disaat tawa sudah menyelimuti hariku belakangan ini

Tapi luka itu muncul kembali

Menggores ku bertubi-tubi

Apakah aku harus lari

Ataukah hanya memasrahkan diri

Ya Allah apakah untuk menjemput bahagia

Harus merasakan kekecewaan dan ujian seperti ini

Aku tak tahu harus meminta apa lagi

Aku tak tahu harus berbuat apa lagi

Aku hanya bisa berdiam diri

Meresapi setiap goresan luka yang menyayat hati

Aku rasa aku tak kuat untuk berdoa kepadaMu

[guratpena]

ruang

kadang yang disesali dari rasa adalah bekas saat ditinggalkan, meski ukurannya tergantung dari rasa itu sendiri.

ada rasa sederhana yang meninggalkan sepetak kenangan yang bahkan bisa ditertawakan begitu tangis mereda.

namun sedihnya, ada rasa yang lebih kompleks. yang meninggalkan ruang besar kosong. yang kemudian terus dibiarkan kosong.

kasihan.

[haridiva]

Nol vs Kosong: Perbedaan Makna dalam Matematika

Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa kita membaca 0,1 sebagai “nol koma satu” dan bukan “kosong koma satu“? Meskipun dalam percakapan sehari-hari kata “nol” dan “kosong” sering digunakan secara bergantian, ternyata keduanya memiliki makna yang berbeda dalam konteks matematika. Kata “nol” merujuk pada angka yang menunjukkan tidak adanya nilai, sementara “kosong” lebih merujuk pada konsep…

[golarve]

Jatuh Lainnya

Cara jatuh yang lainnya, sangat tidak biasa tapi menarik, meski hanya sebatas ucapan, bisa membuat hati berdebar cukup, lemas tak karuan, kemudian bisakah? Andai jika benar, Gantikan yang biasa terjadi? mematahkan semuanya, yang ditunggu. Tapi tidak, aku banyak kekosongan tak seperti yang kau lihat.

[bisakimia]

Mengapa es batu mengambang di atas air?

Pernahkah kalian berpikir, Kenapa es batu bisa mengambang di atas air ?? Alasan mengapa es lebih ringan daripada air adalah massa es tertentu yang terjadi lebih kosong daripada ketika massa yang sama sebagai air. Hal ini terkait dengan “ikatan hidrogen” Continue reading Mengapa es batu mengambang di atas air?

[hargo-news]

Isi Dua Jabatan Eselon II yang Kosong, Pemkab Gorontalo Segera Gelar Job Bidding

Hargo.co.id, GORONTALO – Pemerintah Kabupaten Gorontalo akan menggelar job bidding, guna mengisi dua jabatan eselon II yang kosong, yakni Dinas Ketahanan Pangan dan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). “Saat ini pemerintah daerah mengalami dua kekosongan jabatan, yakni Kadis Ketahanan Pangan, dimana Kadis Ketahanan Pangan sudah menjadi Kadis Perikanan yakni Gusti Tomayahu yang baru saja…

[dinaandme]

"Kudapan" Kepala

Meski saat itu tidaklah kosong, ia tengah mencabut sebuah buku yang tidak teratur dalam lemari, berniat hanya untuk merapikannya dengan sedikit mengubah posisi. Namun takdir berkata lain. Jarinya tergelincir sehingga satu halaman yang tidak terprediksi terbuka, dengan kata-kata yang cukup membuatnya sadar akan apa yang ia cari beberapa waktu lalu, beberapa masa lalu. Kalimat itu seakan menepuk pundak dan mengatakan bahwa memang harus bersabar. Menunggu waktu yang tepat. Karena hidup adalah bagian dari ujian.

Saat seseorang melihat orang lain dengan kagum karena pencapaiannya yang membanggakan, ia tersipu pada dirinya sendiri. Kadangkala berkata monoton, "Padahal waktuku dan waktunya ialah sama. Adapun langit dan bumi yang sama. Akan tetapi mengapa aku bukan dirinya?" Oh, sungguh jangan. Dimanakah rasa syukur yang memang harus terus digencarkan?

Hai diriku, engkau tahu mana yang benar dan mana yang salah. Engkau tahu bagaimana harusnya membuka mata, bagaimana harusnya bersikap, dan bahkan beretika ke setiap kalangan. Kamu paham betul karena memang Tuhanmu bersamamu jauh sebelum kamu tahu ilmu adab. Membedakan yang sopan dan bermartabat serta bersikap baik pada sesama atau pada Tuhan, semuanya sudah ada di bekal. Iya, itu di hati nuranimu.

Janganlah engkau mengangkat dagu. Sesungguhnya panutanmu pun perlu berdiskusi untuk mencapai suatu jawaban. Butuh 'orang lain', entah itu alat elektronikmu, keinginanmu, ketidaksengajaanmu, dan berbagai kisah lain. Semua manusia itu spesial, memiliki inang imannya sendiri. Lantas apa yang kamu khawatirkan?

Sungguh sayang, tolong jangan bersedih.

[sofeabl]

Hati ini sudah tidak berpenghuni,

Hati ini sudah mulai kosong,

Hati ini sudah mulai sepi,

Hati ini menunggu mati.

[achmad-ridoi]

Cahaya menembus kegelapan kehampaan kekosongan....???

Cahaya menembus kegelapan kehampaan kekosongan keluangan kerenggangan...??

[pengarangrahl]

"Singgasana"

Diam-diam ia menelisik ke dalam sukma yang telah lama bersemayam pada kursi kosong ini. Kekuasaannya hanya sebatas pandang yang tampak saja. Tak pernah terdengar olehnya jeritan-jeritan banyak orang yang tersungkur memohon di bawah kakinya.

Decaknya bising, menghina berbisik-bisik, menikmati liurnya sendiri yang mungkin manis sehabis meraup hak orang-orang. Menghirup udara di tempat tertinggi, memicingkan mata pada mereka yang terhimpit di antara kerumunan tuk menatap ke arah ia bersama singgasananya, di atas sana.

Aku, adalah bangku kosong itu, yang berkata lewat sajak-sajaknya yang pilu. Di perebutkan hanya untuk beradu lugu. Kapan yang menduduki aku berhenti bergurau? Mereka begitu kacau.

-Rahl, 16225

[nurlinaism]

Ber-ubah.

Setiap tahun diriku punya kebiasaan, melihat kembali photo-photo beberapa tahun yang lalu, kemudian memperhatikan setiap photo dengan seksama. Atau membaca tulisan-tulisan lama dan memahami lagi setiap kata yang tertulis.

"Mengamati perbedaan."

Iya, dari tahun ke tahun ternyata perubahan fisik manusia sangat nampak, pun secara pemikiran. Ku perhatikan setiap detailnya, diriku yang sekarang jauh berbeda dari diriku 4 tahun yang lalu, baik fisik maupun pemikiran. Eh 4 tahun yang lalu kejauhan, dari tahun kemarin saja ternyata sudah nampak perubahannya.

Memang, setiap proses berubahnya kecil dan sangat pelan, tapi berjalan terus setiap saat. Sehingga diriku atau bahkan mungkin kita semua, tidak merasakan perubahan yang signifikan, tau-tau, berubah saja. Ternyata benar ya, bahwa perubahan itu sebuah keniscayaan. Kepastian yang mutlak selain mati.

Sekali lagi, selamat mengulang hari lahir diriku. Apa-apa perubahan yang terjadi pada dirimu kuharap kamu dapat menerimanya dengan sebaik mungkin. Terima kasih sudah berproses, panjang umur, sehat selalu dan sekali lagi, terima setiap hal yang hadir dengan baik.

Ada yang bilang, kalau kamu tidak ber-ubah maka kamu tidak hidup.

nurlinaism || Mgt, 14 Maret 2024

[nexienurafifah]

Seakan-akan sedang berhenti, tapi realitanya terus berlanjut. Bagaimana cara melanjutkan hidup sementara seseorang sudah tak lagi menetap tinggal di bumi? Ini akan selalu menjadi luka yang tidak akan pernah tertutup, menjadi duka yang tak berujung.

[menaqueen]

[bebyarifien]

(16)

Aku dan Kursi Kosong

Aku terduduk di sini, memandang luasnya karunia-Mu. Orang-orang yang melihatku mungkin hanya akan melihat aku dan kursi kosong di sebelahku—sebuah pemandangan yang tampak sepi, mungkin bahkan menyedihkan. Tapi sungguh, aku memaknainya dengan cara yang berbeda.

Dulu, aku merasa kehilangan adalah sesuatu yang harus kutakuti. Namun, seiring waktu, aku mulai memahami sebuah kebenaran sederhana:

I can’t lose what I never had. Yang menyakitkan bukanlah kehilangan itu sendiri, tetapi rasa kepemilikan yang begitu lama kubangun atas seseorang yang sebenarnya tak pernah benar-benar hadir secara utuh. Dua puluh delapan tahun terbiasa dengan keberadaannya, meskipun seringkali hanya raga yang ada, sementara jiwanya melayang entah ke mana.

Dulu, aku dan dia dipertemukan. Sekarang, aku dan dia dipisahkan. Oleh Dzat yang sama. Allah.

Bagaimana cara-Nya memisahkan? Ah, itu suka-suka-Nya saja. Bukankah Dia Sang Sutradara kehidupan yang Mahakuasa? Lalu siapa aku, selain seorang pemeran yang hanya diberi script untuk dimainkan dengan sepenuh hati?

Seperti dalam sebuah cerita, ketika alurnya mulai datar, sering kali sutradara memperkenalkan tokoh baru. Mungkin saat ini aku hanya berada di babak pertengahan—bagian cerita yang terasa perih, yang dipenuhi dengan luka dan kehilangan. Tapi aku percaya, endingnya sudah ditentukan oleh Sang Sutradara. Aku hanya perlu mengikuti script-Nya, menjalani peran ini dengan sebaik-baiknya, dan percaya bahwa di akhir cerita, aku akan menerima bayaran yang sepadan. Bayaran berupa ketenangan, kebahagiaan, dan pemahaman bahwa segala sesuatu terjadi dengan maksud yang lebih besar dari yang bisa kupahami saat ini.

Maka, aku tak lagi khawatir. Aku tak lagi sedih. Aku mengerti bahwa ini adalah cara Allah mengajariku untuk tidak mengklaim kepemilikan atas sesuatu atau seseorang. Sebab ketika kita melepas keinginan untuk memiliki, kita juga membebaskan diri dari rasa kehilangan.

Jadi biarlah orang-orang melihat aku dan kursi kosong di sebelahku. Biarlah mereka menafsirkan apa yang mereka mau. Aku tak peduli. Aku sibuk menikmati pemandangan yang indah, merasakan angin yang menenangkan, membaca dengan tanganku, melihat dengan mataku, meresapi dengan hatiku. Dan yang terpenting—aku tersenyum, lebih sering dari sebelumnya. Bahkan, aku mulai bernyanyi...

Karena kenyataannya, aku tak pernah benar-benar sendiri. Allah selalu mengawasiku, membersamaiku dalam diam. Dan saat aku duduk di sini, di samping kursi kosong ini, aku bahkan merasa sedang dipeluk-Nya.

Aku dan kursi kosong—sebuah skenario yang tampak sunyi, tetapi sesungguhnya begitu penuh.

HASBIALLAH