#tafsir ibnu katsir
Explore tagged Tumblr posts
Text
Di dunia ini kita harus punya proyek akhirat yang harus diselesaikan karena kita tidak tahu kapan kematian itu datang...
Ringkasan dari Kajian:
MENGEJAR HUSNUL KHATIMAH
Oleh Al Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. حافظه الله
﷽
1. BERDO’A KEPADA ALLAH ﷻ.
Do’a Nabi Yusuf عليه السلام,
تَوَفَّنِيْ مُسْلِمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَ
Artinya: “Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang-orang saleh.” (Yusuf/12: 101).
Do’a yang diucapkan oleh Rasulullah ﷺ,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ فِعْلَ الخَيْرَاتِ، وَتَرْكَ المُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ المَسَاكِينِ، وَأَنْ تَغْفِرَ لِي وَتَرْحَمَنِي، وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةً فِي قَوْمٍ فَتَوَفَّنِي غَيْرَ مَفْتُونٍ، وَأَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu taufiq agar bisa mengamalkan semua kebaikan, meninggalkan semua kemungkaran dan bisa mencintai orang miskin. Jika Engkau menghendaki bagi hamba-hamba-Mu ujian (fitnah), maka wafatkanlah aku tanpa terkena fitnah itu, dan aku meminta kecintaan-Mu dan kecintaan orang-orang yang mencintai-Mu dan kecintaan kepada suatu amalan yang mendekatkanku kepada cinta-Mu.” (H.R. Riwayat Ahmad no. 22109 dan At-Tirmidzi no. 3235 dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih At-At-Tirmidzi 3/318).
وَأَعُوذُ بِكَ أَن يَتَخَبَّطَنِي الشَّيطَانُ عِندَ المَ��تِ
“Aku berlindung kepada-Mu agar tidak disesatkan setan ketika kematian.” (HR. Ahmad 8667, Abu Daud 1554 dan dishahihkan al-Albani)
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ حُسْنَ الْخِتَام
“Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku kesudahan yang baik.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 7/138)
2. BERTAKWA KEPADA ALLAH ﷻ.
Takwa secara bahasa adalah penghalang; Engkau mengambil penghalang antara engkau dan Azab Allah. Sedangkan Takwa secara spesifik artinya meninggalkan kemaksiatan.
Allah ﷻ berfirman,
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (al-Maidah/2: 2)
Ibnul Mu’taz berkata: “Tinggalkanlah dosa, baik yang kecil maupun yang besar karena itulah arti taqwa dan berbuatlah seperti orang yang berjalan di atas tanah berduri. Sehingga ia berhati-hati tehadap apa yang ia lihat. Janganlah kamu meremehkan dosa kecil karena gunung itu berasal dari tumpukan kerikil kecil.” (Jami’ul Ulum Wal Hikam oleh Ibnu Rajab, I/402).
Jangan meremehkan dosa, sebagaimana firman Allah ﷻ,
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَاَنۡـتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (Ali 'Imran/3: 102)
Imam Ibnu Katsir رحمه الله menyebutkan suatu kaidah ketika menafsirkan firman Allah ﷻ,
وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali Imran: 102)
Beliau berkata,
حَافِظُوا عَلَى الْإِسْلَامِ فِي حَالِ صِحَّتِكُمْ وَسَلَامَتِكُمْ لِتَمُوتُوا عَلَيْهِ، فَإِنَّ الْكَرِيمَ قَدْ أَجْرَى عَادَتَهُ بِكَرَمِهِ أَنَّهُ مَنْ عَاشَ عَلَى شَيْءٍ مَاتَ عَلَيْهِ، وَمَنْ مَاتَ عَلَى شَيْءٍ بُعث عَلَيْهِ
“Jagalah Islam kalian dalam kondisi sehat dan keselamatan kalian agar kalian wafat dalam kondisi Islam. Sesungguhnya Allah yang Maha mulia telah menjalankan sunah-sunah-Nya / kebiasaan-Nya. Barang siapa yang hidup di atas sesuatu kebiasaannya, maka dia akan meninggal dunia di atas kebiasaannya tersebut. Dan barang siapa yang wafat dalam satu kondisi kebiasaan, maka dia akan dibangkitkan dalam kondisi tersebut.” (Tafsir Ibnu Katsir 2/87)
3. SERING MENGINGAT KEMATIAN.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ ditanya oleh seorang dari kaum Anshar,
فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟ قَالَ: أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ
“Siapakah orang beriman yang paling cerdas?’ Beliau ﷺ bersabda, ‘Orang yang paling banyak mengingat kematian dan orang yang paling baik persiapannya untuk bertemu dengan kematian, merekalah orang-orang yang cerdas’.” (HR. Ibnu Majah no. 4259 dan dihasankan oleh Al-Albani)
Kematian datang tidak mengenal tempat, tidak mengenal waktu, tidak mengenal sehat ataupun sakit. Contoh: Kisah Nabi Daud عليه السلام yang didatangi oleh malaikat maut dirumahnya,
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Nabi Daud عليه السلام memiliki sifat cemburu yang kuat. Jika dia keluar, dia akan menutup seluruh pintu rumahnya sehingga tidak ada seorang pun yang boleh menemui keluarganya sehingga dia kembali ke rumah.
Di suatu hari, Nabi Daud pergi ke luar. Istrinya lalu mengunci rumahnya. Tiba-tiba ada seorang lelaki berdiri di tengah-tengah ruang rumah. Kemudian istri Nabi Daud bertanya kepada orang-orang yang ada di dalam rumah itu, “Dari mana lelaki ini masuk, padahal pintu rumah telah ditutup? Demi Allah, Daud pasti akan marah.”
Setelah itu Nabi Daud pulang dan terus menemui lelaki yang berdiri di tengah-tengah rumahnya itu. Nabi Daud bertanya kepadanya, “Siapa kamu?”
Lelaki itu menjawab, “Aku adalah orang yang tidak pernah takut kepada para raja dan tidak ada yang mampu menghalangiku?”
Maka Nabi Daud berkata, “Demi Allah, engkau adalah Malaikat Maut. Saya ucapkan Selamat datang.”
Lalu Nabi Daud berjalan dengan cepat ke lokasi di mana dia akan meninggal dunia. Ketika Nabi Daud meninggal dunia, matahari pun terbit. Nabi Sulaiman berkata kepada burung-burung, “Naungilah Daud!” Lalu burung-burung itu pun menaunginya sehingga bumi menjadi gelap.
Nabi Sulaiman berkata pada burung-burung itu, “Peganglah kepak demi kepak.” (Riwayat Ahmad no. 9422)
Menurut para ulama keuntungan dari mengingat kematian, diantaranya adalah:
1. Semangat dalam beramal sholeh
2. Bertaubat kepada Allah
3. Qana’ah
4. SEGERA BERTAUBAT KEPADA ALLAH ﷻ.
Allah ﷻ berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Ali ‘Imran/3: 133)
Ibnu Al-Qayyim رحمه الله mengatakan,
أَنَّ الْمُبَادَرَةَ إِلَى التَّوْبَةِ مِنَ الذَّنْبِ فَرْضٌ عَلَى الْفَوْرِ، وَلَا يَجُوزُ تَأْخِيرُهَا، فَمَتَى أَخَّرَهَا عَصَى بِالتَّأْخِيرِ
“Bersegera untuk bertobat dari perbuatan dosa adalah (wajib fauri) kewajiban yang harus disegerakan dan tidak boleh ditunda. Apabila seseorang menunda tobatnya, sejatinya dia telah berbuat dosa dengan perbuatannya menunda-nunda tersebut.” (Madarijus Salikin 1/283)
5. MEMPERBANYAK AMAL RAHASIA (SIRR).
Di antara amalan yang dapat membantu husnul khotimah adalah dengan memperbanyak amalan sirr, yaitu amalan rahasia yang orang lain tidak mengetahuinya. Maka dari itu, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ تَكُونَ لَهُ خَبيئَةُ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ
“Barang siapa yang mampu untuk memiliki amalan saleh yang tersembunyi, maka lakukanlah.”
(HR. Abu Dawud no. 112 di dalam kitabnya Az-Zuhd dan An-Nasa’i no. 11834 di dalam As-Sunan Al-kubra mauquf kepada Az-Zubair bin Al-‘Awwam t . Disebutkan di dalam Munad Asy-Syihab no. 434 1/267 bahwa riwayat tersebut disandarkan langsung kepada Rasulullah)
Karena di antara sebab orang terjerumus ke dalam suul khatimah adalah melakukan amalan buruk yang tersembunyi. Sebaliknya, orang yang ingin meraih husnul khotimah, hendaknya melakukan amalan baik, yang orang lain tidak mengetahuinya dan hanya Allah ﷻ yang mengetahuinya.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
“Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang dari kalian melakukan amalan penduduk surga, sehingga jarak antara dia dengan surga adalah sehasta, lalu takdir mendahuluinya, maka dia melakukan amalan penduduk neraka, lalu masuk ke dalam neraka. Sesungguhnya salah seorang dari kalian melakukan amalan penduduk neraka, sehingga jarak antara dia dengan neraka adalah sehasta, lalu takdir mendahuluinya, maka dia melakukan amalan penduduk surga, lalu masuk ke dalam surga.” (HR. Ibnu Majah no. 76 dan disahihkan oleh Al-Albani)
6. BERUSAHA SEMAKSIMAL MUNGKIN UNTUK TIDAK MENZALIMI ORANG LAIN.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata, Nabi ﷺ bersabda,
وَاتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Takutlah kepada doa orang yang dizalimi, karena antara dirinya dengan Allah tidak ada penghalang.” (HR. Bukhari no. 1496)
Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِثْلُ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِم
“Tidak ada satu dosa yang Allah segerakan untuk menurunkan hukuman bagi pelakunya di dunia dan yang disisakan di dalam akhirat, seperti perbuatan zalim dan memutuskan tali persaudaraan.” (HR. Abu Dawud no. 4902 dan disahihkan oleh Al-Albani)
7. BERBUAT BAIKLAH KEPADA ORANG LAIN.
Dalam hidup ini kita berusaha mencari pahala dari sisi manapun yang bisa kita lakukan. Ketika bertemu dengan istri, 'bagaimana kita bisa mencari pahala dengan bermuamalah dengan istri?', bermuamalah dengan anak, berniat mencari pahala dengan menasehati, mengobrol, menemani. Atau ketika bermuamalah dengan pembantu atau ketika bermuamalah dengan teman.
Jangan batasi kebaikan dengan hanya sholat, pergi ke mesjid, mengaji, bersedekah tapi cari pahala dari yang sisi terdekat.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ﷺ bersabda,
صَنَائِعُ الْمَعْرُوفِ تَقِي مَصَارِعَ السَّوْءِ
“Perbuatan-perbuatan baik akan menjaga seseorang dari kesudahan-kesudahan (wafat) yang buruk.” (HR. Ath-Thabrani no. 6086 dan di sahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ As-Shaghir no. 3795 2/707)
Di dunia ini kita harus punya proyek akhirat yang harus diselesaikan karena kita tidak tahu kapan kematian itu datang. Betapa banyak ulama yang Allah wafatkan dalam keadaan belum menyelesaikan kitabnya, atau sedang merevisi hadist-hadist. Kita? Jangan sampai kita mati, tidak punya proyek akhirat sama sekali, atau lebih buruk lagi? Mati dalam keadaan sedang berbuat maksiat. Na'udzubillah.
📝 @flevr___ | بنت علي
#aqidah#islam#islamdaily#islamic#islampost#welcome to islam#islamquotes#manhaj salaf#salaf#salafi#salafiyyah#catatan#kajiansunnah#Youtube#kematian#quotes
14 notes
·
View notes
Text
MOTIVASI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN KEHIDUPAN
Sebagai seorang manusia, seringkali kita merasa dihadapkan masalah yang pelik hingga rasanya mencapai kebuntuan dalam mendapatkan solusi dari sebuah permasalahan. Entah itu permasalahan yang mungkin datang dari dalam diri, pasangan, keluarga, teman, pekerjaan, dll. Kebuntuan dalam mendapatkan solusi sebenarnya dapat timbul dikarenakan ketika manusia dalam kondisi stress maka dimungkinkan mengalami penurunan konsentrasi dan fokus, overthinking, emosi yang tidak terkontrol, kecenderungan menghindar, menutup diri, dll. Maka, dalam tulisan ini saya mencoba membagikan sedikit motivasi bagaimana sebaiknya kita berperilaku ketika menghadapi tantangan kehidupan dari sudut pandang psikologi islam.
Perlu kita ketahui pada hakikatnya manusia diciptakan semata untuk menyembah Allah, hal ini telah jelas tertuang dalam Al-Qur’an Surat Adh-Dhariyat ayat 56:
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
Sehingga, kita memiliki pondasi yang kokoh tentang makna “hidup” yang sedang kita jalani, dengan tujuan ini, kita dimungkinkan untuk tidak mudah goyah karena tantangan yang kita hadapi, sebab kita memiliki pegangan yang kuat tentang apa tujuan kita untuk hidup. Hal ini diperkuat juga dengan firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 286:
“Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.”
Melalui ayat ini, kita diingatkan bahwa setiap tantangan kehidupan yang kita hadapi adalah sesuai dengan kemampuan yang kita miliki untuk menghadapinya. Menurut tafsir Ibnu Katsir, hal ini merupakan salah satu dari lemah lembut Allah subhanahu wata’aala kepada makhluk-Nya dan kasih sayang-Nya kepada mereka, serta kebaikan-Nya kepada mereka. Jadi, baiknya kita tak perlu terlalu khawatir, karena Allah Maha Mengetahui. Ujian yang kita hadapi ini sebagai sarana dalam meningkatkan keimanan, kualitas diri, dan kita bisa terus belajar dari hikmah yang kita peroleh. Dengan kita meyakini bahwa ujian Allah tidak akan melebihi batas kemampuan manusia, maka artinya kita akan mampu senantiasa menerima dengan ikhlas dan bertawakkal. Hal ini dapat berkaitan dengan konsep self-acceptance (penerimaan diri) oleh Carl Rogers. Ketika kita telah mampu menerima diri kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya, maka kita dapat mengurangi rasa takut dan cemas. Sehingga, kita dimungkinkan untuk berpikir lebih rasional dalam pencarian solusi.
Kita juga diharapkan dapat selalu bersyukur dalam setiap kondisi, tidak hanya ketika keadaan sedang baik-baik saja, melainkan juga ketika kita sedang menghadapi ujian. Melalui proses bersyukur, kita akan lebih berpikir positif dan menghargai apa yang telah kita miliki dan lalui. Sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”
Harus kita yakini bahwa dengan bersyukur, Allah akan melipat gandakan nikmat yang akan diberikan kepada hambanya. Proses bersyukur bisa kita cerminkan dengan mengucapkan
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ (Alhamdulillah Ala Kulli Hal)
ketika menghadapi situasi yang tidak sesuai harapan, ucapan ini untuk mengungkapkan keridhaan dan kepasrahan seorang hamba atas takdir Allah, yang artinya Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan.
Dalam ilmu psikologi, bersyukur di pandang sebagai emosi positif yang dapat meningkatkan kesejahteraan mental. Lebih dari itu, bersyukur merupakan keterampilan diri yang dapat dilatih. Studi oleh psikolog Robert Emmons, salah satu pakar di bidang gratitude, bahwa syukur itu membahagiakan, membuat perasaan nyaman, dan bahkan dapat memacu motivasi.
Referensi:
Quran Tadabbur. Google Play. https://play.google.com/store/apps/detais?id=com.bekalislam.qurantadabbur&hl=en
http://etheses.uin-malang.ac.id/2211/6/08410007_Bab_2.pdf

5 notes
·
View notes
Text
UCAPAN NATAL DIANGGAP BERBUAT BAIK

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka" (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
Ihsan (berbuat baik) itu jauh berbeda dengan wala’ (bersikap loyal)
Berbuat baikpada non muslim adalah sesuatu yang dituntunkan tetapi loyal pada orang kafir adalah terlarang
Bolehnya memberi hadiah kepada saudara non muslim, menjalin hubungan dan berbuat baik dengan orang tua, kerabatdan tetangga non muslim
Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan agama kepada orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama
“…hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan (menganggap) Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (Q.S. Maryam: 90-92)
Sebagian orang beralasan bolehnya mengucapkan selamat natal pada orang nashrani karena dianggap sebagai bentuk ihsan (berbuat baik). Dalil yang mereka bawakan adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. Al Mumtahanah: 8). Inilah di antara alasan untuk melegalkan mengucapkan selamat natal pada orang nashrani. Mereka memang membawakan dalil, namun apakah pemahaman yang mereka utarakan itu membenarkan mengucapkan selamat natal? Temukan jawabannya pada pembahasan berikut.
Sebab Turun dan Makna Ayat
Untuk siapa sebab diturunkannya ayat di atas? Di sini ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsir. Di antara pendapat tersebut adalah yang menyatakan bahwa ayat ini turun pada Asma’ binti Abi Bakr –radhiyallahu ‘anhuma-, di mana ibundanya –Qotilah binti ‘Abdil ‘Uzza- yang musyrik dan ia diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap menjalin hubungan dengan ibunya. (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, 8/236-237).
Ibnu Katsir –rahimahullah– menjelaskan makna ayat tersebut, bahwa Allah tidak melarang kalian berbuat ihsan (baik) terhadap orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin dalam agama dan juga tidak menolong mengeluarkan wanita dan orang-orang lemah, yaitu Allah tidak larang untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muhaqqiq: Sami bin Muhammad Salamah, 8/90).
Loyal (Wala’) pada Orang Kafir itu Terlarang
Wala’ (loyal) tidaklah sama dengan berlaku ihsan (baik). Wala’ secara istilah bermakna menolong, memuliakan dan loyal dengan orang yang dicintai. (Al Wala’ wal Baro’, Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qahthani, hal. 307). Sehingga wala’ (loyal) pada orang kafir akan menimbulkan rasa cinta dan kasih sayang dengan mereka dan agama yang mereka anut. Di antara larangan loyal (wala’) pada orang kafir dapat kita lihat pada firman Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al Maidah: 51). Bahkan Ibnu Hazm telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa loyal (wala’) pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. (Al Muhalla, Ibnu Hazm, 11/138)
Perlu Dibedakan antara Ihsan (Berbuat Baik) dan Wala’ (Loyal)
Perlu kiranya dipahami bahwa birr atau ihsan (berbuat baik) itu jauh berbeda dengan wala’ (bersikap loyal). Ihsan adalah sesuatu yang dituntunkan. Ihsan itu diperbolehkan baik pada muslim maupun orang kafir.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi menjelaskan dalam kitab tafsirnya, “Berbuat baik dan berlaku adil tidaklah melazimkan rasa cinta dan kasih sayang pada orang kafir. Seperti contohnya adalah seorang anak tetap berbakti dan berbuat baik dengan orang tuanya yang kafir, namun ia tetap membenci agama yang orang tuanya anut. ” (Tafsir Juz Qod Sami’a , Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 166)
Contoh Berbuat Ihsan pada Non Muslim
Pertama: Memberi hadiah kepada saudara non muslim agar membuat ia tertarik pada Islam. Seperti ‘Umar pernah memberi hadiah pakaian kepada saudaranya ( ‘Utsman bin Hakim) di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (H.R. Bukhari no. 2619).
Kedua: Menjalin hubungan dan berbuat baik dengan orang tua dan kerabat non muslim
Dari Asma’ binti Abu Bakr –radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, “Ibuku mendatangiku, padahal ia seorang musyrik di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku ingin meminta nasehat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Aku berkata, “Sesungguhnya ibuku mendatangiku, padahal ia sangat benci Islam. Apakah aku boleh tetap menyambung hubungan kerabat dengan ibuku?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya boleh. Silakan engkau tetap menjalin hubungan dengannya.” (H.R. Bukhari no. 2620).
Allah melarang memutuskan silaturahmi dengan orang tua atau kerabat yang non muslim dan Allah tetap menuntunkan agar hak mereka sebagai kerabat dipenuhi walaupun mereka kafir. Jadi, kekafiran tidaklah memutuskan hak mereka sebagai kerabat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Q.S. Luqman: 15). Jubair bin Muth’im berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahmi (dengan kerabat).” (H.R. Muslim no. 2556)
Ketiga: Berbuat baik kepada tetangga walaupun non muslim
Mujahid berkata, “Saya pernah berada di sisi Abdullah ibnu ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing.” Dia lalu berkata, ”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu.” Lalu ada salah seorang yang berkata, “(Anda memberikan sesuatu) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisi anda.” Abdullah bin ’Amru lalu berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.” (Adabul Mufrod Imam Bukhari no. 95/128)
Ulama Sepakat: Haram Mengucapkan Selamat Natal (Selamat atas kelahiran Tuhan)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan (menganggap) Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (Q.S. Maryam: 90-92).
Perkataan Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah,
Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.
Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. (Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441)
Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan agama kepada orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama. (Majmu’ Fatawa wa Rosail, 3/28-29)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(Q.S. An Nisa’: 115).
Adakah ulama di masa silam yang menganggap bahwa ucapan selamat natal termasuk bentuk berbuat baik dan dibolehkan, padahal acara natal sudah ada sejak masa silam?!
Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal
Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
Inti dari pembahasan ini adalah tidak selamanya berbuat baik pada orang kafir berarti harus loyal dengan mereka, bahkan tidak mesti sampai mengorbankan agama. Kita bisa berbuat baik dengan hal-hal yang dibolehkan bahkan dianjurkan atau diwajibkan sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas. Semoga Allah selalu menunjuki kita pada jalan yang lurus. Hanya Allah yang memberi taufik.
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc., hafizhahullah
Diringkas dari buletin At Tauhid edisi V/49: https://buletin.muslim.or.id/mengucapkan-selamat-natal-dianggap-berbuat-baik/
2 notes
·
View notes
Text
Ramadhan Journal : 5. Be The Bridge
Di sela waktu kekosongan nabi dan rasul, diantara masa kenabian Isa ‘alaihissalam dan Rasulullah ﷺ kita mengenal bahwa dakwah tauhid diteruskan oleh 12 orang murid nabi Isa ‘alaihissalam yang dijuluki Hawariyyun sebagai pembawa risalah.
Sebagai murid nabi Isa ‘alaihissalam, tentu saja 12 orang ini merupakan para alim ulama yang tinggi ilmunya, baik adabnya dan membawa risalah yang benar; namun sebagaimana takaran rezeki yang berbeda bagi tiap-tiap manusia, begitu pula dalam kiprah dakwah; setidaknya ada satu kekurangan yang dimiliki para Hawariyyun ketika ingin memperluas dakwahnya yaitu adalah mereka berasal dari satu asal yang sama.
Kisah ini (diyakini) mengambil latar di Antakiya, sebuah kota di negeri Syam; di sudut tenggara Turki yang berbatasan dengan Suriah. Pada masa sekitar tahun 33 hingga 130-an masehi, setelah diangkatnya Isa ‘alaihissalam dan jauh sebelum dakwah Rasulullah ﷺ dimulai, kisah ini diabadikan beberapa ayat pada surah Yasiin.
“(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga (utusan itu) berkata, “Sungguh, kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.” — Yasiin : 14
Allah mengutus tiga Hawariyyun kepada mereka, lalu mereka mendustakannya. Pada masa itu dakwah sudah diancam dengan persekusi dan ancaman jiwa — di ayat-ayat selanjutnya dikisahkan bahwa tiga Hawariyyun mendapat ancaman rajam dan siksa yang pedih. Orang-orang tidak mau beriman pada risalah dakwah yang para Hawariyyun sampaikan sebab mereka hanyalah manusia biasa, bukan nabi dan bukan pula orang yang berasal dari kaum mereka.
Kemudian dengan penuh retorika, seorang pemuda dari ujung kota menyeru pada kaumnya,
“Wahai kaumku, ikutilah para rasul itu! Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Apa (alasanku) untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan. Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, pasti pertolongan mereka tidak berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak dapat menyelamatkanku. Sesungguhnya aku (jika berbuat) begitu, pasti berada dalam kesesatan yang nyata” — Yasiin : 17-24
Pemuda ini dalam tafsir Ibnu Katsir dijuluki sebagai Habib An Najar (seorang tukang kayu yang dicintai. Tanpa nama, tanpa gelar) ia adalah middle man, perantara, jembatan atas dakwahnya para Hawariyyun dan kaumnya. Yang ia lakukan hanyalah menyampaikan kembali apa-apa yang para Hawariyyun sampaikan yang sebelumnya telah didustakan. Namun atas izin Allah, melalui dakwahnya sebagian kota menjadi beriman.
Kemudian sebagaimana ancaman yang para Hawariyyun dapatkan, Habib An Najar pun menemui syahid setelah diinjak-injak sampai wafat. Kalimat terakhirnya (kepada para Hawariyyun) juga Allah abadikan dalam Al Quran,
“Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu. Maka, dengarkanlah (pengakuan)-ku” — Yasiin : 25
Lalu kelak ketika ia akan memasuki surga, Allah Yang Maha Mengetahui telah mengabarkan kepada kita apa yang nantinya akan ia lisankan kepada Allah pada dua ayat selanjutnya
“Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang telah dimuliakan” — Yasiin : 26-27
Bahkan ketika Allah muliakan ia dengan surga, yang pemuda ini inginkan adalah kembali berdakwah untuk memberi kabar gembira tentang surga bagi kaumnya yang ia cinta, agar dari kaumnya lebih banyak yang mau beriman; agar kaum — yang telah menginjak-injaknya sampai wafat — mendapatkan kenikmatan serupa dengan apa yang ia dapatkan.
Semoga Allah izinkan kita untuk turut berperan dalam dakwah; menyampaikan kembali apa-apa yang telah sampai kepada kita tersebab rasa cinta.
Menjadi jembatan yang menyelamatkan lebih banyak manusia.
7 notes
·
View notes
Text
Teruntuk jiwa-jiwa yg lelah, bersabarlah...
Masih banyak peluang pahala yg terlalu berharga untuk kau lewatkan begitu saja.
Bukankah kau yakin bahwa Allah selalu bersama orang-orang yg sabar?
...إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
"...sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (2: 153)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, Ali ibnul Husain Zainul Abidin mengatakan, apabila Allah menghimpun semua manusia dari yang pertama hingga yang terakhir, maka terdengarlah suara seruan, "Di manakah orang-orang sabar? Hendaklah mereka masuk ke surga sebelum ada hisab (tanpa hisab)!" Maka bangkitlah segolongan manusia, lalu mereka bersua dengan para malaikat yang bertanya kepada mereka, "Hendak ke manakah kalian, hai anak Adam?" Mereka menjawab, "Ke surga." Para malaikat bertanya, "Sebelum ada hisab?" Mereka menjawab, "Ya." Para malaikat bertanya, "Siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang yang sabar." Para malaikat bertanya, "Apakah sabar kalian?" Mereka menjawab, "Kami sabar dalam mengerjakan taat kepada Allah dan sabar dalam meninggalkan maksiat terhadap Allah, hingga Allah mewafatkan kami." Para malaikat berkata, "Kalian memang seperti apa yang kalian katakan, sekarang masuklah kalian semua ke dalam surga, maka sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal adalah kalian."
https://quran.firanda.com
2 notes
·
View notes
Text


Doa
Karena saat ini aku sedang berhalangan alias haid, jadi aku membaca Qur'an melalui HP. Perihal boleh tidaknya membaca al qur'an ketika haid, aku mengambil pendapat yang boleh membacanya asal tidak menyentuh mushaf secara langsung (more info about it please kindly check book of fiqh).
Ketika aku tilawah sampai surah al baqoroh ayat 186, hatiku tergerak untuk membaca tafsirnya. Tafsir ibnu katsir yang cukup panjang (ini aku pake aplikasi Qur'an Tadabbur by Ust. Firanda hafidzahullah, bagus banget).
Ayat ini menjadi landasan penguatku sebelum aku menerima kabar hari ini.
Dan Apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka katakanlah, bahwasannya Aku dekat... (Qs. Al baqoroh :186)
Hari ini ak mendapat kabar bahwa orang yang akan berproses denganku tiba-tiba mundur. Rasanya mak dheg, tapi tak seperti sebelum-sebelumnya. Hari ini, rasanya hati menjadi lebih lapang. Sebab aku yakin bahwa segala sesuatunya telah Allah atur dengan sebegitu baiknya.
Apa hubungannya dengan ayat itu ?
Iya, aku jadi merasa nggak sendiri. Ada Allah yang begitu dekat. Allah menjauhkan seseorang itu dari hidupku karena Allah sayang aku. Bukankah begitu ?
Beberapa minggu terakhir memang aku getol sekali ber-istikhoroh. Termasuk saat sedang haid, setiap malam aku lafadzkan doa istikhoroh itu untuk meminta petunjuk yang sejelas-jelasnya pada Dzat Yang Meha mengetahui masa depan.
Sedikit kaget memang, tapi sudah lebih 'legowo'. Alhamdulillah.
Satu hal yang ingin terus ku genggam erat, "Allah itu dekat, Dia Maha Pengasih, tak mungkin dzolim denganku". Itu saja.
Blora, 18 ramadhan 1445 H
4 notes
·
View notes
Text
Day 12 #Ramadhan1445H
[Beradab terhadap Al Quran]
Al Quran adalah kitab suci umat islam. Ia dimuliakan dan barang siapa yang bersamanya ia juga akan mulia. Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Quran maka ia merupakan bulan mulia. Begitu pula, Al Quran akan memberi kemuliaan bagi orang-orang yang mempelajarinya. Selain itu, Mekkah dan Madinah merupakan tempat diturunkannya Al Quran dan menjadi tempat mulia bahkan hingga sekarang menjadi tempat yang dicita-citakan banyak umat islam dunia untuk dikunjungi. Ya Allah mudah-mudahan suatu saat Engkau panggil kami ke Mekkah dan Madinah dari arah yang tidak disangka-sangka, aamiin. Adakah yang ingat dimana pertama kali Al Quran diturunkan? Iya, benar. Di Goa Hira yang berada di Mekkah.
Ibnu Katsir rahimahullah memaparkan bahwa,
“Diturunkan Kitab yang paling mulia (Al-Qur`an) dengan bahasa yang paling mulia, diajarkan kepada Rasul yang paling mulia, disampaikan oleh malaikat yang paling mulia, diturunkan di tempat yang paling mulia di muka bumi, diturunkan pula di bulan yang paling mulia sepanjang tahun, yaitu bulan Ramadhan. Dengan demikian sempurnalah Kitab suci Al-Qur`an dari berbagai sisi.”
(Tafsir Ibnu Katsir)
Karena ia mulia maka kita sebagai pembaca, penghafal, pembelajar Al Quran juga harus memuliakannya. Salah satu cara kita memuliakan adalah dengan beradab terhadapnya. Mungkin di depan mata kita ia hanya terlihat lembaran-lembaran saja namun di dalamnya terdapat ayat demi ayat yang tersusun dengan sempurna dan suci. Jika kita bersikap dan berperilaku baik kepada orang yang lebih tua, orang baru, pejabat, presiden dengan baik dan sopan maka demikian pula seharusnya kita bersikap terhadap Al Quran. Jika hendak bertemu guru di sekolah saja kita malu jika berpakaian tidak rapi, begitu pula Al Quran. Jika berbicara dengan guru harus sopan dan santun, demikian pula terhadap Al Quran.
Maka, adab seperti apa yang bisa kita lakukan terhadap Al Quran?
1. Jika hendak berinteraksi dengan Al Quran, maka tutup auratmu dan gunakanlah pakaian yang sopan.
Yaitu dengan memakai pakaian tertutup. Jika perempuan dianjurkan menggunakan kerudung atau penutup kepala. Laki-laki pun demikian, jika ia menggunakan celana pendek maka bisa ia tutup dengan sarung. Standar kerapian dan kesopanan masing-masing orang mungkin berbeda tapi insyaaAllah tidak jauh berbeda, bukan?
2. Membaca Al Quran dalam keadaan suci dari hadast kecil atau dalam keadaan berwudhu.
Hendaknya dalam keadaan suci atau berwudhu jika ingin membaca Al Quran.
3. Bacalah Al Quran dengan tenang dan tidak terburu-buru.
Meskipun bulan Ramadhan adalah bulan mulia karena Al Quran turun pada bulan ini dan banyak orang ingin mengkhatamkan Al Quran sekian kali tetap perlu diperhatikan cara membaca Al Quran. Bacalah dengan tenang dan pelan, perhatikan hak-hak setiap hurufnya, serta hukum tajwid tidak boleh lupa.
Sekiranya 3 poin di atas bisa kita praktekan terlebih dahulu. Mungkin terlihat mudah, tapi bagi sebagian orang akan terasa sulit meski sederhana. Mari kita upayakan beradab dalam berinteraksi terhadap Al Quran.
Ia mulia dan memberi kemuliaan, maka kita pun perlu memuliakannya.
Semoga Allah mampukan untuk mewujudkan niat baik kita. Aamiin
#klip2024#kelasliterasiibuprofesional#maret2024#22032024#ibuprofesional#sinergiwujudkanaksi#ip4id2024#hikmahkehidupan#ntms#ramadan#ramadhan1445h#target ramadhan
2 notes
·
View notes
Text
#Catatan.Ramadhan 2
Hari-hari ini akrab sekali telinga kita dengan kata pemboikotan.
Boikot suatu hal, berarti memilih untuk tidak memakainya. Tidak membeli. Tidak mendekati. Tidak menggunakan. Tidak meyakini bahwa hal itu membawakan manfaat. Mengganti manfaat dari hal tersebut ke hal lain yang lebih dirasa memberikan manfaat. Selama ini, bukan hanya produk zionis laknatullah yang telah kita boikot. Tetapi ada perkara besar yang telah kita boikot juga.
Sadar atau tidak, selama ini kita telah melakukan pemboikotan terhadap Quran 😰 Sampai-sampai saking parahnya kita dalam memboikot, Rasulullah mengadukan perkara itu kepada Allah di surat Al Furqon 😢
Tentu saja kadar pemboikotan orang-orang terhadap Quran berbeda kadarnya. Imam Ibnu Katsir membuat tingkatan orang-orang yang "memboikot" Quran sebagai berikut
Orang yang mengingkari dan tidak mengimaninya. Bisa sampai ke derajat kafir
Orang yang mengimani Quran, tapi tidak memiliki keinginan dan tidak berupaya untuk mempelajarinya. Bahkan tilawah pun enggan, bahkan membacanya pun masih banyak ditemukan lahn jali dan tidak mau untuk memulai belajar
Orang yang punya kemampuan untuk belajar, sumber dayanya ada, energinya ada, lingkungannya ada, tapi malas untuk mendekat pada Quran. Orang seperti ini mendapatkan hukuman yang sangat keras
Orang yang sudah membacanya, tapi tidak mau menadabburi dan tidak mau tergerak untuk memahami. Celaan bagi orang ini disamakan dengan kaum munafik yang setiap hari dibacakan ayat Quran tapi tidak tergerak untuk menadabburi.
Padahal mempelajari tadabbur ayat Quran bermanfaat untuk menambah keimanan. Dan suatu upaya kita meloloskan diri dari golongan orang yang melakukan pemboikotan terhadap Quran. Tingkatan pemboikotan itu, mari kita kurangi setahap demi setahap.
Tidak mau menghafalkan Quran (atau malas murojaah 😭) juga salah satu bentuk pemboikotan. Dikatakan dalam hadits, orang yang tidak memiliki hafalan sama sekali ibarat rumah yang roboh. Dan salah satu ciri orang berilmu ialah memiliki hafalan Quran. Tentu saja urusan menghafal ini dilakukan setahap demi setahap dan bersabar terhadap prosesnya.
Mengingat banyaknya kewajiban kita terhadap Quran, maka semakin banyak waktu yang kita berikan untuk Quran harapannya jadi semakin sedikit pemboikotan yang kita lakukan hingga sampai ke derajat nihil.
Karena perumpamaan orang yang membaca Quran namun tidak mengetahui tafsirnya bagaikan suatu kaum yang diberi surat dari Raja mereka pada malam yang gelap. Mereka bingung karena tidak tahu apa isi surat tersebut. Sedangkan perumpamaan orang yang memahami Tafsir bagaikan orang yang membawa sebuah lentera untuk mereka hingga mereka dapat membaca surat tersebut. -Iyas Bin Muawiyah-
Para ulama berlomba-lomba menulis tafsir sebagai bentuk berkhidmat pada agama demi memudahkan umat memahami kandungan firman Allah. Tugas kita ialah mempelajari dan mengajarkan Kitab yang diturunkannya kepada kita, juga memahami dan memahamkannya kepada Umat.
Apakah kita sebagai umat tidak tertarik menikmati perjuangan mereka dengan mempelajari tafsir tersebut atau malah abai dengannya?
Karena menafsirkan Al Quran dengan akal semata hukumnya haram. Kemampuan kita sangat kecil sehingga alih-alih menafsirkan sendiri lebih baik mengkaji dari para ulama yang sudah kredibel.
4 notes
·
View notes
Text
Membaca, Mengamati, dan Menulis
Sebuah patung di Jepang dibangun dengan sebuah kedalaman makna, “Bobotmu ditentukan oleh seberapa banyak buku yang kau baca.” Berderet-deret buku menghiasai almari bapakku. Deret paling atas kitab-kitab tebal berbahasa Arab, Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir Ibnu Katsir, kitab hadis Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan Ihya` Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali. Deret kedua…

View On WordPress
#Anies#Anies Baswedan#Anies Rasyid Baswedan#Calon Presiden#capres#pemilihan presiden#Pilpres#relawan
2 notes
·
View notes
Text
MASALAH LANSIA, PENSIUNAN, dan PENYINTAS KANKER, dalam PERSPEKTIF AL QUR'ÂN
Dalam perspektif Al-Quran dan tafsir, masalah psikologis yang dialami oleh pensiunan, penyintas kanker payudara, atau lansia dapat dipahami melalui prinsip-prinsip Islam yang menekankan kesabaran, syukur, tawakal, dan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat. Berikut adalah penjelasan berdasarkan perspektif Al-Quran dan tafsir, serta tinjauan pustaka yang relevan:
---
1. Depresi dan Kecemasan
Perspektif Al-Quran:
- Kesabaran (Sabr):
- Al-Quran mengajarkan bahwa kesabaran adalah kunci menghadapi ujian hidup, termasuk masalah psikologis. Allah berfirman:
> **وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ**
"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya (shalat) itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (QS. Al-Baqarah: 45).
- Tafsir Ibn Katsir menjelaskan bahwa sabar dan shalat adalah cara untuk menghadapi kesulitan, termasuk depresi dan kecemasan.
- Tawakal (Berserah Diri kepada Allah):
> **وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ**
"Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)." (QS. At-Talaq: 3).
- Tawakal membantu mengurangi kecemasan karena meyakini bahwa Allah akan memberikan yang terbaik.
Tinjauan Pustaka:
- Al-Qurtubi, dalam tafsirnya *Al-Jami' li Ahkam Al-Quran*, menjelaskan bahwa sabar dan tawakal adalah solusi utama untuk menghadapi kesulitan hidup, termasuk masalah psikologis.
---
2. Kesepian dan Isolasi Sosial
Perspektif Al-Quran:
- Pentingnya Silaturahmi:
- Al-Quran menekankan pentingnya menjaga hubungan sosial dan silaturahmi. Allah berfirman:
> **وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ**
*"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki."* (QS. An-Nisa: 36).
- Ayat ini mengajarkan pentingnya menjaga hubungan sosial untuk menghindari kesepian.
- Dukungan Komunitas:
- Islam mendorong umatnya untuk saling membantu dan peduli terhadap sesama, terutama mereka yang merasa terisolasi.
Tinjauan Pustaka:
- Tafsir Al-Misbah oleh Quraish Shihab menjelaskan bahwa silaturahmi dan hubungan sosial yang baik adalah bagian dari ajaran Islam yang dapat mencegah kesepian dan isolasi.
---
3. Penurunan Harga Diri
Perspektif Al-Quran:
- Nilai Manusia di Sisi Allah:
- Al-Quran mengajarkan bahwa nilai manusia tidak ditentukan oleh status atau pekerjaan, tetapi oleh ketakwaan. Allah berfirman:
> **إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ**
*"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa."* (QS. Al-Hujurat: 13).
- Ayat ini mengingatkan bahwa pensiunan tetap memiliki nilai di sisi Allah.
- Syukur:
- Bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dapat meningkatkan harga diri dan kesejahteraan psikologis.
> **لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ**
*"Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu."* (QS. Ibrahim: 7).
Tinjauan Pustaka:
- Tafsir Ibn Kathir menjelaskan bahwa syukur dan ketakwaan adalah kunci untuk meraih kebahagiaan dan ketenangan hidup.
---
4. Gangguan Tidur
Perspektif Al-Quran:
- Dzikir dan Doa:
- Al-Quran mengajarkan bahwa dzikir dan doa dapat menenangkan hati dan pikiran. Allah berfirman:
> **الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ**
*"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."* (QS. Ar-Ra'd: 28).
- Dzikir sebelum tidur, seperti membaca ayat Kursi atau doa tidur, dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
Tinjauan Pustaka:
- Tafsir Al-Azhar oleh Buya Hamka menjelaskan bahwa dzikir dan doa adalah sarana untuk meraih ketenangan batin, termasuk dalam menghadapi gangguan tidur.
---
5. Rasa Kehilangan dan Penurunan Kognitif
Perspektif Al-Quran:
- Mengingat Akhirat:
- Al-Quran mengajarkan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, dan akhirat adalah tujuan akhir. Allah berfirman:
> **وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ**
*"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?"* (QS. Al-An'am: 32).
- Mengingat akhirat dapat membantu mengurangi rasa kehilangan terhadap hal-hal duniawi.
- Stimulasi Mental:
- Al-Quran mendorong umatnya untuk terus belajar dan berpikir:
> **اقْرَ��ْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ**
*"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan."* (QS. Al-Alaq: 1).
- Aktivitas seperti membaca Al-Quran dan mempelajari ilmu agama dapat membantu menjaga kesehatan mental.
Tinjauan Pustaka:
- Tafsir Al-Maraghi menjelaskan bahwa Al-Quran mendorong umat Islam untuk terus belajar dan berpikir sebagai cara untuk menjaga kesehatan mental dan spiritual.
---
Kesimpulan
Dalam perspektif Al-Quran dan tafsir, masalah psikologis seperti depresi, kecemasan, kesepian, dan penurunan harga diri dapat diatasi melalui prinsip-prinsip Islam seperti sabar, syukur, tawakal, dan menjaga hubungan sosial. Al-Quran juga menekankan pentingnya dzikir, doa, dan mengingat akhirat untuk meraih ketenangan batin. Pendekatan ini tidak hanya membantu mengatasi masalah psikologis, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup secara spiritual.
---
Referensi Utama
1. Tafsir Ibn Kathir – Penjelasan mendalam tentang ayat-ayat Al-Quran terkait kesabaran, tawakal, dan syukur.
2. Tafsir Al-Misbah oleh Quraish Shihab – Analisis modern tentang hubungan sosial dan kesejahteraan psikologis.
3. Tafsir Al-Azhar oleh Buya Hamka – Penjelasan tentang pentingnya dzikir dan doa dalam kehidupan sehari-hari.
4. Tafsir Al-Maraghi – Pembahasan tentang pentingnya belajar dan berpikir dalam Islam.
0 notes
Text
*🪷MUTIARA HIKMAH*
Ramadhan adalah bulan istimewa .. bulan penuh berkah, di mana Al Qur’an dan kitab-kitab suci lainnya diturunkan sebagai petunjuk hidup bagi umat manusia.
▪︎Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:
“Bulan Ramadhan adalah bulan pilihan diturunkannya Al-Qur’an yang mulia. Bahkan kitab suci ilahiyah juga diturunkan oleh Allah di bulan Ramadhan pada para nabi.”
(Tafsir Al-Qur’an Al-Ázhim, 2:57)
▪︎Dari Watsilah bin Al-Asqa’, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Shuhuf Ibrahim diturunkan pada awal Ramadhan. Taurat diturunkan pada awal-awal Ramadhan. Injil turun pada 13 Ramadhan. Sedangkan Al-Qur’an diturunkan oleh Allah pada 24 Ramadhan.”
(HR. Ahmad, 4:107, dihasankan oleh Imam As-Suyuthi. Syaikh Al-Albani menyebutkan hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1575)
*Semoga kita dapat memanfaatkan bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya, memperbanyak ibadah dan memperdalam pemahaman kita terhadap Al Qur’an dan kitab-kitab Allah lainnya. Aamiin.*
#Ramadhankareem
1 note
·
View note
Text
Kisah Laba-Laba
Terdapat dalam QS. Ankabut ayat 41
"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui."
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia:
Perumpamaan orang-orang yang menjadikan berhala-berhala sebagai penolong selain Allah yang mereka harapkan pertolongannya adalah seperti laba-laba yang membuat sarang bagi dirinya agar dapat menjaganya, namun sarang itu tidak memberikan manfaat sedikit pun ketika ia membutuhkan (perlindungan) nya. Demikian pula keadaan orang-orang musyrik, para penolong mereka yang mereka ada-adakan selain Allah itu tidak dapat memberikan bantuan sedikit pun. Dan sesungguhnya selemah-lemah rumah adalah rumah laba-laba, seandainya mereka mengetahui hal itu, pasti mereka tidak menjadikannya sebagai penolong-penolong. Tuhan-tuhan itu tidak memberikan manfaat bagi mereka dan tidak dapat mendatangkan mudarat terhadap mereka.
Referensi : https://tafsirweb.com/7267-surat-al-ankabut-ayat-41.html
Kisah Laba-Laba
Ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur, mereka khawatir akan ditemukan oleh orang-orang Quraisy yang sedang mencari mereka. Namun, Allah SWT mengirimkan seekor laba-laba untuk membantu mereka. Laba-laba itu membuat sarang di mulut gua, sehingga orang-orang Quraisy yang mencari mereka berpikir bahwa tidak ada orang di dalam gua karena sarang laba-laba yang masih utuh.
Sarang laba-laba yang dibuat oleh laba-laba itu sangat lemah dan rapuh, namun sarang itu berhasil menipu orang-orang Quraisy. Hal ini diibaratkan seperti berhala yang disembah oleh kaum musyrik, yang tidak memiliki kekuatan atau kemampuan apa pun, namun masih disembah oleh mereka.
Pelajaran dari Kisah Laba-Laba
Kisah laba-laba yang menolong Rasulullah SAW dengan sarangnya mengajarkan kita tentang beberapa pelajaran, antara lain:
1. Keajaiban Allah SWT yang dapat terjadi melalui makhluk-Nya yang paling lemah sekalipun.
2. Pentingnya tawakal dan bersandar kepada Allah SWT dalam menghadapi kesulitan.
3. Kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan dan tantangan.
Sumber
1. Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim.
2. Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam.
3. Tafsir Al-Qur'an karya Ibnu Katsir.
Semoga kisah laba-laba yang menolong Rasulullah SAW dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita semua.
#H1Ramadhan
0 notes
Text

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham dapat mengungguli seratus ribu dirham“. Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau jelaskan, “Ada seorang yang memiliki dua dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan. Ada pula seseorang memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari kantongnya seratus ribu dirham untuk disedekahkan.” (HR. An Nasai no. 2527 dan Imam Ahmad 2: 379. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Sumber https://rumaysho.com/5740-sedekah-saat-susah.html
Pelajaran Hari Jumat di Bulan Rajab 1446 H. Ternyata, bersedekah itu membuat yang kecil tidak berkecil hati dan yang kaya tidak berbangga diri karena Islam mengajarkan presentasi bukan nominal. Bila kamu memiliki 1000 dan kamu beri 500 maka presentasenya adalah 50%, sedangkan yang memiliki 100.000 dan memberikan 20.000 maka presentasenya adalah 20%. Jadi? ......
Jadi intinya, sedekah itu dilihat dari keluasan rezeki setelah mengeluarkan nafkah yang wajib pada keluarga. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” (QS. Al Baqarah: 219). Al ‘afwu dalam ayat di atas bermakna sedekah itu di luar kebutuhan pokok (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 2: 145)
Sumber https://rumaysho.com/5740-sedekah-saat-susah.html
0 notes
Text
PERBANYAK BACA AL-QUR'AN
Sebagian orang malas membaca Al Quran padahal di dalam terdapat petunjuk untuk hidup di dunia. Sebagian orang merasa tidak punya waktu untuk membaca Al Quran padahal di dalamnya terdapat pahala yang besar. Sebagian orang merasa tidak sanggup belajar Al Quran karena sulit katanya, padahal membacanya sangat mudah dan sangat mendatangkan kebaikan.
Allah Ta'ala telah berfirman :
{الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30)}
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
قال قتادة رحمه الله: كان مُطَرف، رحمه الله، إذا قرأ هذه الآية يقول: هذه آية القراء
“Qatadah (wafat: 118 H) rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdullah (Tabi’in, wafat 95H) jika membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran” (Lihat kitab Tafsir Al Quran Al Azhim).
Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah berkata,
أي: يستمرّون على تلاوته ، ويداومونها
“Maksudnya adalah terus menerus membacanya dan menjadi kebiasaannya”(Lihat kitab Tafsir Fath Al Qadir).
Semoga kita bisa istiqomah dalam membaca Al Qur'an dan bisa mengamalkan kandungannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Aamiin.
Sumber : https://muslim.or.id/8669-keutamaan-membaca-al-quran.html
👉 @ikhtiartakwa x @thequran_path
0 notes
Text
Halaqah 20 - Kitab Al-Quran Bagian 6
Halaqah yang ke-20 dari Silsilah Beriman Dengan Kitab-Kitab Allāh adalah Kitab Al-Qurān (bagian 6). Diantara Hak-hak Al-Qurān : ■ HAK 03 Mentadaburi Allāh telah menurunkan Al-Qurān untuk dimengerti maknanya & di Tadaburi Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Kitab yang Kami turunkan kepadamu ber- Barakah supaya mereka Mentadaburi ayat-ayat nya & supaya orang-orang yang berakal mengingat” [Surat Sad 29] Orang yang tidak Mentadaburi Al-Qurān maka ini menunjukkan kesesatan hati Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Apakah mereka tidak Mentadaburi Al-Qurān, ataukah didalam hati-hati tersebut ada kunci-kunci nya ” [Surat Muhammad 24] Semakin seseorang banyak Mentadaburi Al-Qurān dan memahami maknanya maka akan semakin bertambah keimanannya, keyakinannya & kedekatannya kepada Allāh. Semakin yakin tentang kebenaran agama ini dan semakin yakin bahwa Al-Qurān adalah dari Allāh Ta’ala. Oleh karena itu seyogyanya seorang muslim & Muslimah mempelajari bahasa Arab yang dengannya dia bisa memahami Al-Qurān dan meluangkan waktunya untuk memikirkan & Mentadaburi ayat-ayat Allāh, membaca tafsir-tafsir Al-Qurān yang sesuai dengan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti : ⇒ Tafsir Muyyasar Yang diterbitkan Kompleks Percetakan Al-Qurān Kerajaan Raja Fahd di Madinah dan ini adalah Tafsir yang ringkas. ⇒ Tafsir Ibn Katsir Untuk Tafsir yang agak luas Dan mengikuti kajian-kajian yang membahas tentang Tafsir Al-Qurān dengan pemahaman yang benar, pemahaman para shahabat dan para salaf. Dan Apabila seseorang ingin membaca terjemah Al-Qurān didalam bahasa Indonesia maka hendaklah ia berusaha untuk memilih terjemah yang paling bagus, yang sesuai dengan pemahaman yang benar, seperti : Terjemah Al-Qurān dalam bahasa Indonesia yang dicetak oleh Kompleks percetakan Al-Qurān Kerajaan Raja Fahd di Madinah. Dan perlu dia mengetahui bahwasanya tidak ada terjemah yang tidak memiliki kekurangan karena terjemah adalah amalan manusia. Diantara hak-hak Al-Qurān adalah,
■ HAK 4 | MENGAMALKANNYA Al-Qurān tidaklah diturunkan hanya sekedar dibaca dengan tartil dan tajwid, dihafal dan ditadabburi, akan tetapi juga: ✓Diamalkan. ✓Dilaksanakan perintahnya. ✓Dijauhi larangannya. ✓Dibenarkan kabar-kabarnya, baik dalam masalah ‘aqīdah, ibadah, akhlaq, mu’āmalah dan lain-lain. Dahulu, para shahābat radhiyallāhu ‘anhum selain membaca Al-Qurān dan mengilmui, mereka juga mengamalkan. Berkata ‘Abdullāh Ibnu Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu:
كَانَ الرَّجُلُ مِنَّا إِذَا تَعَلَّمَ عَشْرَ آيَاتٍ لَمْ يُجَاوِزْهُنَّ حَتَّى يَعْرِفَ مَعَانِيَهُنَّ وَالْعَمَلَ بِهِنَّ
“Dahulu seseorang dari kalangan kami (yaitu para shahābat) apabila mempelajari 10 ayat maka dia tidak meninggalkannya sehingga mempelajari maknanya dan beramal dengannya.
◆ Kalau kita tidak mengamalkan Al-Qurān maka Al-Qurān bisa menjadi hujjah atas kita. Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“Dan Al-Qurān menjadi hujjah untukmu atau atasmu.” (HR Muslim) ⇒ Menjadi hujjah untukmu yaitu apabila kita amalkan maka bisa kita bermanfaat bagi kita di hari kiamat. ⇒ Menjadi hujjah atasmu yaitu apabila tidak kita amalkan maka akan memudharati kita di hari kiamat. Kita memohon kepada Allāh ‘Azza wa Jalla semoga Allāh menjadikan kita termasuk orang-orang yang memiliki perhatian yang besar terhadap Al-Qurān, baik membaca dengan tartil, menghafal, memuraja’ah, mentadabburi maupun mengamalkannya. Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
0 notes
Text
Ibnu Katsir (w. 774) tentang penyembuhan hati dengan Al-Qur'an:
"Al-Qur'an mengusir segala penyakit, keraguan, kemunafikan, kemusyrikan, penyimpangan, dan kecenderungan berbuat dosa dari hati. Al-Qur'an menyembuhkan semuanya."
[Tafsir Ibnu Katsir (5/82)]
0 notes