Text
Tolong, Dengarkan Aku
Besok di hari ulang tahunku, bolehkah kuminta hadiah untuk didengar keluh dan kesahnya?
Aku ingin sekali saja divalidasi perasaannya. Satu jam saja. Tidak, 30 menit saja sediakan telinga dan empatimu untuk memahami.
Aku juga ingin diupayakan.
Setelah itu aku akan pergi, bekerja seperti biasanya, berbenah seperti biasanya, dan mengikuti keinginanmu seperti biasanya.
Aku akan baik-baik saja hingga tahun depan di hari ulang tahunku, aku kembali meminta hadiah yang sama.
@oversharink
134 notes
·
View notes
Text
“Harap tenang, sedang (dalam) ujian”
— yang sudah selesai, silakan pulang duluan.
0 notes
Text
Pelajaran Bukan Dari Buku dan Kelas
“Mba tau Jungkook?”
“hah siapa pak?” (masa iya BTS—batinku)
“itu loh mba, BTS. lagi wamil dia mba. sebelumnya Jin yang wamil, terus sekarang Jungkook”
Setiap berkendara dengan mitra gojek, aku memulai perjalanan dengan berdoa dan mendoakan driver. Lalu setelah belokan pertama dari rumah tiba-tiba celetukan Jungkook di atas keluar begitu saja.
Sejak 2016 ber-gojek, alhamdulillaah aku hampir tidak pernah mendapat mitra gojek yang menyebalkan. Tapi karena aktifitas bergojek ini hampir setiap hari, percakapan yang kulakukan biasanya sekenanya saja, jarang-jarang ada yang istimewa.
Tapi, sesekali kalau beruntung, aku mendapat mitra driver yang berwawasan luas. Suatu ketika kami pernah berdiskusi tentang isu calon presiden, atau besarnya pengaruh kebijakan gojek terhadap kesejahteraan mitra, atau di saat yang lain kami berdiskusi tentang mengapa sekolah negeri kini jarang diminati oleh orang tua.
Nah hari ini, mitra gojek yang kutumpangi wawasannya luas dan talkative (in a good way). Sebut saja beliau Pak X. Pak X bahkan mengutip nasihat populer dari Buya Hamka, tentang seseorang hanya akan bertemu dengan apa yang ia cari. Pak X juga menceritakan keresahannya memiliki tiga orang anak perempuan yang diantaranya mulai memasuki usia remaja.
Dari Pak X aku belajar bahwa salah satu skill yang harus dimiliki oleh orangtua adalah memelihara rasa ingin tahu. Dengan rasa ingin tahu, gap antara generasi bisa diperkecil seiring pengetahuan dan pemahaman yang bertambah.
“Jadi manusia itu cuma dua mba, saat hidup harus bertanggungjawab nanti pas meninggal mempertanggungjawabkan. Nah anak adalah contoh tanggungjawab orangtua semasa hidup yang kelak dipertanggungjawabkan ketika meninggal”
Semoga Pak X dan keluarga sehat, selamat sejahtera dan bermanfaat. Semoga anak-anak Pak X Allah mudahkan untuk bisa menuntaskan keinginan orangtua mereka yaitu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Semoga semua orangtua yang terus memelihara rasa ingin tahu Allah rahmati dan Allah jadikan wawasannya sebagai sarana penjagaan paling berdaya bagi penerus generasi.
5 notes
·
View notes
Text
“dengan adanya agama saja, hawa nafsu manusia bisa sebejat itu. apalagi jika tidak ada agama”
— Ust. Nuruddin
0 notes
Text
Ternyata, Lewat Dia
Satu pagi di pertengahan tahun lalu, aku memulai hari dengan kelas pekanan ba’da subuh. Lalu guruku menyebutkan nama seseorang. Kemudian dari nama itu kutemukan banyak informasi — yang ternyata menyakiti diriku sendiri.
Di usia yang sama bagaimana bisa dia telah begini dan begitu? Apa salahku sehingga hidupku terhenti dan semua sisi seolah terus menghimpitku?
Di sudut kamar itu aku menangis sejadi-jadinya, baru kusadari bahwa pencapaian manusia bisa sebegitu menyakitkan untuk dibaca.
Lalu nama itu menjadi nama yang kuhindari.
Namun pena telah diangkat dan lembaran telah kering. Aku dan nama itu kembali beririsan. Kali ini irisan yang amat dekat dan tak mungkin kuhindari.
Perasaan kerdil itu muncul lagi, seolah-olah aku dan dia sedang berlomba dan aku yang kalah.
Padahal aku tidak sedang berlomba dengan siapapun kecuali diriku sendiri.
Tapi pertemuan demi pertemuan membuat kami saling mengenal hingga jadilah kami bersaudara.
Ternyata, lewat dia ada banyak sekali pertanyaan yang terjawab. Lewat dia, aku tersadar bahwa keresahan apapun yang kupunya tidak pernah mendefinisikan siapa diriku sebenarnya.
Lewat dia aku jadi kembali bertanya kepada diriku sendiri, jika benar tujuannya adalah ridho Allah, jalurnya boleh apa saja kan?
Maka aku hanya perlu terus bergerak dan berdoa semoga gerakku membawa dampak.
Tulisan ini akan kututup dengan nasihat seorang bijak;
“diantara indikator capaian salimul aqidah adalah kita tidak lagi terpenjara di dalam jeruji ketakutan akan masa depan.”
Aulia kepada Aulia
7 notes
·
View notes
Text
Seni Berbuat Baik
Anggap saja kamu sedang kelaparan, lapar sekali. lalu seseorang melemparkan sebungkus nasi kepadamu — terhambur berserakan. Apakah kamu tetap akan memakannya sekalipun sedang kelaparan?
Sebagian dari kita mungkin akan menjawab tidak. Sebab harga diri kita sebagai manusia tetap penting walau di tengah kelaparan.
Maka dengan analogi yang sama; apakah kamu merasa bahwa orang lain akan mudah menerima kebaikanmu sekalipun kamu menyampaikannya dengan cara yang serampangan? Sementara saudaramu bahkan tidak sedang merasa butuh akan kebaikan itu.
Melalui cara yang salah, kebaikanmu malah akan menjadi sembilu yang menyayat perasaan orang lain.
Berbuat baiklah dengan cara yang baik. Sehingga kebaikan itu mampu menenteramkan setiap hati yang menerima.
Aulia kepada Aulia
3 notes
·
View notes
Text
Kamu Tidak Perlu Merasa Bertanggungjawab untuk Hidup Orang Lain
Jangan-jangan yang membuat kamu merasa lelah secara konstan adalah perasaan yang kamu buat sendiri; salah satunya perasaan ingin bertanggungjawab untuk hidup orang lain.
Kamu tidak perlu mencoba untuk memahami semua orang dan berusaha ingin memperbaiki apa-apa yang menurutmu keliru. Orang-orang yang tidak ingin dibantu memang sebaiknya tidak perlu dibantu. Jangan menginvestasikan waktumu pada mereka yang bahkan tidak menghargai kehadiranmu.
Kamu tetap penting, kamu tetap berharga. Terlepas dari segala hal buruk yang kamu pikirkan tentang dirimu sendiri, terlepas dari komparasi yang membuatmu merasa hidupmu terhenti pun dari segala hal rumit yang terjadi di luar kendalimu sebagai manusia yang tidak bisa dan memang tidak perlu kamu jelaskan kepada orang lain.
Kamu penting, kamu berharga; selamanya.
— catatan dari ruang 17, Oktober 2024.
7 notes
·
View notes
Text
ULasan : Rahasia Salinem
Rahasia Salinem berfokus pada kisah hidup Salinem, seorang abdi dalem keluarga keraton yang menghabiskan hampir satu abad masa hidupnya untuk mengabdi dan bersetia pada keluarga sang gusti.
Premisnya sederhana. Setelah kematian Salinem, Tyo, “cucu” pertama Salinem baru mengetahui siapa Salinem sebenarnya. Lalu ketika Tyo hendak “menghidupkan” kembali Salinem melalui ide bisnis warung pecel dengan resep asli Salinem, kepingan cerita-cerita ini hadir saling tersusun serupa puzzle yang mengisi bagian-bagian kosong dari pemahaman keluarga tentang siapa sosok Salinem itu sendiri.
Salinem hidup berpindah-pindah, ibunya meninggal ketika Salinem lahir, ayahnya menyusul lima tahun kemudian. Lalu Salinem dibesarkan oleh banyak orang di pasar dan kewedanaan sebelum akhirnya menetap sebagai abdi dalem bagi Gusti Raden Sukatmo dan Gusti Kartinah.
Lebih dari pengabdian, hidup Salinem adalah tentang kesetiaan pada “keluarganya”.
Selain menceritakan tentang kehidupan Salinem dan pemeran penting di perjalanan hidupnya dalam genre yang berpadu dengan apik antara petualangan, sejarah, romansa, persahabatan, dan kuliner — jelas sekali bahwa buku Rahasia Salinem juga sarat akan kritik terhadap feodalisme.
Penulis meramu dan menjahit narasi cerita dengan sederhana namun tetap sarat akan diksi-diksi puitis. Sehingga kepingan cerita terasa amat nyata dan seolah-olah terputar di kepala.
Melalui kisah hidup Salinem, kita akan dibawa berpetualang sejak masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, RIS, Gestapu hingga di akhir masa hidupnya sekitar tahun 2012. Selain waktu, kita juga diajak berpindah-pindah latar tempat dari Sukoharjo, Solo, Ngemplak, Prawit, Jakarta dan lainnya. Alur buku ini maju-mundur dengan banyak selipan dialog bahasa Jawa sebagai penegas latar cerita — walau sangat disayangkan beberapa dialog tidak dilengkapi dengan terjemahan.
“Setiap harapan membawa kemungkinan kecewa. Tapi, kalau tidak punya harapan, lalu kita punya apalagi?” — Rahasia Salinem
2 notes
·
View notes
Text
Jelmaan Uji
“Maybe that’s what happens when a tornado meets a volcano. All I know is I love you too much to walk away” — Eminem
Aku menganggap diriku sebagai manusia yang Allah pertemukan dengan banyak manusia lain sebagai jelmaan uji; ujian kesabaran terutama.
Aku sering membayangkan bagaimana jika aku bertemu dengan diriku yang lain — yang persis sama sepertiku. Yang terlalu perasa, yang ingin menang sendiri, yang sulit mengaku salah, yang berubah-ubah setiap hari — dan daftar panjang yang jika kuteruskan bisa sampai dua hari. Sepertinya aku dengan sosok itu akan sama-sama enggan duduk berdua menghabiskan waktu.
Dari sekian banyak manusia yang kutemui, beruntungnya aku; ada sedikit manusia yang hingga kini sudi membersamai. Mengajakku bicara walau dalam topik yang mengada-ada. Mengajakku bertemu walau setelah itu bingung ingin melakukan apa. Mendengarkan ceritaku yang sama yang tanpa sadar kerap kuulang-ulang hingga bisa langsung diambil alih tanpa perlu jeda.
Maka yang paling kutakutkan adalah manusia lain mengenalku lebih dalam. Aku takut alasan mereka untuk meninggalkanku akan semakin banyak dan masuk akal. Aku takut seperti banyak yang telah lalu, mereka juga memilih untuk menyerah padaku.
Sebab aku adalah jelmaan ujian kesabaran.
Hari ini aku melakukan hal yang paling kubenci kepada manusia lain. Yaitu membuatnya kecewa dan sakit hati. Tiada pembelaan yang cukup untuk membenarkan apa yang kulakukan, terus terang aku telah bersiap-siap jika dia ingin menutup diri. Tapi hari ini, sekali lagi walau alasan untuk meninggalkan bertambah-tambah setiap kali, dia masih memilih bertahan.
Maka dengan derai air mata tulisan ini sampai kepada pembaca yang akan langsung sadar tanpa perlu diberi tanda; alih-alih karena penyesalan, namun lebih sebagai syukur sebab ia tidak meninggalkan.
Sebab sekali lagi, aku adalah jelmaan ujian kesabaran.
— those apologies were cold and flat, and you deserve more than that.
3 notes
·
View notes
Text
Maybe, marriage is not that scary.
Kemarin sembari menyimak sebuah agenda ketahanan keluarga, aku menyadari sesuatu bahwa pernikahan (seharusnya) tidak menyeramkan; yang menyeramkan adalah menikahi orang yang salah.
Orang yang tepat yang sepaham denganmu, sevisi denganmu dan takut kepada Allah akan menenangkan hatimu, membantumu lebih dekat dengan mimpi-mimpimu dan menentramkan jiwamu. Walau tetap dalam relasi saling uji; ujian yang dihadapi hanyalah tanda bahwa sepasang kekasih saling beruntung itu juga manusia. Punya salah dan kurang namun selalu bisa saling menemani dan bekerjasama untuk menjadi lebih baik setiap harinya.
Lalu atas izinNya, lingkar keluargamu akan membesar. Kau dan kekasihmu akan bersama menumbuhkan anak-anak yang hidup di kondisi yang baik. Yang melihat betapa ayah-ibunya saling mencintai dan juga mencintai mereka. Yang tertarik pada hal baik yang diupayakan sebagai keluarga. Yang bercita-cita ingin jadi seperti orang tuanya. Lalu mewariskan mimpi-mimpimu yang panjang; yang pangkalnya jauh dan ujungnya belum tiba.
Maka ketahanan keluarga adalah hal yang harus selalu diikhtiarkan sebab kekuatan atau kelemahan utama manusia kerap kali bersumber dari rumah; dari keluarga.
Orang-orang baik harus bersepakat untuk mengupayakan kebaikan agar selalu menyebar, mengakar, membesar, meluas dan terwariskan.
Pernikahan dan keluarga tidak boleh dibiarkan terus dianggap sebagai momok menyeramkan.
Aulia kepada Aulia
13 notes
·
View notes
Text
Merayakan Kegagalan
Sepekan ini energi terkuras habis karena sedang berupaya (kembali) merayakan kegagalan untuk suatu hal yang sudah kuusahakan sejak lama. Masih dalam proses menerima, aku berusaha mengalihkan setiap fokus perasaanku kepada hal lain yang sedikit banyak lumayan mendistraksi.
Di tengah proses ini, aku membangun dialog dengan Bapak terkait apa yang kurasa, yang kupikirkan dan yang kuharapkan tentang semua ini. Tentu saja Bapak menanggapi ceritaku dengan menegasikan semua kekhawatiran yang kusampaikan. Aku tahu itu adalah upaya Bapak untuk membakar kembali semangatku, walau kucoba sekuat hati untuk menepisnya, jujur saja untuk kali keberapapun; kegagalan dan penolakan memang selalu menyakitkan. Maka jadilah satu pekan ini doa yang paling sering kuulang adalah memohonkan kelapangan hati dan keridhoan diri atas segala takdir yang kujalani. Berulang-ulang; sampai tenang.
Lalu hari ini, di sebuah agenda aku mendapatkan nasihat yang lebih kurang seperti ini,
“kalo Allah menggagalkan rencana kita, berarti Allah ingin memasukkan kita ke rencana yang lebih baik”
Maha Baik Allah menegurku dan keakuanku yang terlalu cepat berputus asa atas rahmatNya dengan cara yang paling santun, paling mengena dan paling sederhana untuk direnungi.
Maka Allah, lapangkanlah hatiku untuk menerima dan berilah aku hidayah untuk terus berprasangka baik terhadap takdirku sembari meyakini bahwa ketetapanMu-lah yang pasti — dan selalu terbaik.
Sebab Engkaulah yang menguasai hatiku, maka jangan sesakkan ia dengan hal-hal yang membuatku terlupa atas tujuan penciptaanku.
Palembang, 17 Agustus 2024.
#ditulis
7 notes
·
View notes
Text
selamat berasumsi!
— hati-hati tersesat di pikiran sendiri.
1 note
·
View note
Text
Kabar baiknya, Allah lengkapi manusia dengan sebuah tools istimewa yang menjadi solusi bagi para pendosa. Ringan dilisankan tapi mampu membuka jalan pintas menuju luasnya ampunan.
— namanya istighfar.
#DITulis
9 notes
·
View notes
Text
Sebagaimana Nuh ‘alaihissalam
“Saat menti kita menjadi seorang kader dakwah, betapa bangganya kita. Tapi, saat menti kita menjadi seorang menti biasa, apakah kita tetap bangga, menerima apa adanya, dan tetap menyayanginya? Sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam membersamai anaknya” — @kamalique
Kurang lebih satu dekade sejak pertama kali diamanahi adik-adik, puluhan kepala sudah coba kuselami selagi membersamai mereka tumbuh. Kesimpulanku selalu hanya dua, manusia itu beragam dan kita benar-benar tidak pernah tahu apa yang tidak kita ketahui.
Terkadang momen menjadi kakak dan didengarkan lebih banyak adalah momen yang kutunggu-tunggu dalam setiap pekan. Dalam satu dekade, tak kuhitung berapa tumpukan buku dan tayangan video yang kulahap demi memantaskan diri sebagai seorang kakak.
Aku yang bahkan tidak bisa menyeberangi diriku sendiri di jalan raya, tiba-tiba ingin jadi yang serba bisa dan serba tahu di hadapan mereka. Kepada mereka — setiap mereka; aku selalu ingin hadir sebagai diriku dalam versi yang paling baik.
Ironisnya selama satu dekade, jika keberhasilan harus dikalkulasi dalam angka maka aku adalah kakak yang gagal. Aku berkali gagal dalam mentransfer pemikiran walau sekian kali pertemuan dilaksanakan. Aku gagal membuat adik-adikku bertahan. Jikapun menurutku aku sempat berhasil, rupanya keberhasilan itu juga sementara, hanya sekadar tiga-empat tahun paling lama.
Tapi bagiku mereka tetaplah adik-adik yang terbayang wajah-wajahnya ketika kuberdoa, kuamati dari kejauhan, kunantikan kabar baiknya dan selamanya kubanggakan. Membersamai mereka; apapun kondisinya tentu mengajariku banyak hal — dan selamanya aku akan terus belajar.
#DITulis
8 notes
·
View notes
Text
Pemutus Tawakal
Pernah dikisahkan kisah Khalid bin Walid -sang panglima yang tidak pernah kalah dalam memimpin perang baik sebelum beriman maupun sesudahnya- saat masa Umar bin Khattab, Khalid bin Walid pernah diberhentikan sebagai panglima.
Alasannya? Inilah menariknya.
Umar bin Khattab tidak mau ummat "menggantungkan" tawakalnya pada Khalid bin Walid. Berpikir bahwa ketika Khalid bin Walid yang menjadi panglima, pasti akan menang. Seolah-olah kemenangan dari Khalid bin Walid, bukan dari Allah.
Dari kisah itu, agaknya diri ini mulai berpikir.
Entahlah -ini bisa dibenarkan atau tidak- aku menghabiskan 100% tabunganku untuk keperluan yang sebenarnya bisa ditunda (membantu biaya adik kuliah) meski tidak banyak -karena tabunganku cuma segitu- tapi aku habiskan semuanya bulan ini.
Alasannya? Inilah -entahlah ini bisa dibenarkan atau tidak-
Sejak memiliki tabungan, aku merasa tawakalku berbeda. Berpikir bahwa setiap masalah bisa diselesaikan dengan uang. Seolah melupakan hakikat solusi adalah dari Allah. Kemudahan dari Allah.
Aku masih menabung -untuk hal-hal yang akan memakai uang tabunganku nantinya- semoga dengan ini aku bisa menggantungkan semua urusan pada Allah.
334 notes
·
View notes
Text
Tentang Hari Ini, Tujuh Tahun Lalu
Hari ini tujuh tahun lalu, jumat siang saat mengantarkanmu.
Jika hanya boleh ada satu kata yang mewakiliku, ialah hancur; kuyakin bagiku tak akan ada kesedihan lain yang lebih dari saat itu.
Walau hingga kini aku tak tahu harus menata hatiku mulai dari kepingan yang mana, setidaknya saat ini kau telah terlepas dari lelahnya dunia yang berkali membuatmu kecewa, Maha Baik Allah telah menghijabmu dari segala perkara kecuali yang tiga. Sehingga kau tak perlu lagi mengkhawatirkan apapun lagi termasuk aku.
Sebut saja aku tak tahu malu, tapi kuyakin aku tak pernah kehilangan doamu yang melampaui waktu; maka apapun yang kuhadapi, walau hidupku seolah terhenti berkali-kali, sebagaimanapun aku diuji — sebab doa dan amal baikmu yang dahulu, kuyakin Allah pasti mengasihaniku.
Jadi beristirahatlah, Mama. Sampai jumpa di keabadian.
Kelak kita akan berjumpa sebagai dua orang yang sebaya dan kembali bersahabat, bersenda gurau selamanya tanpa perlu melawan tipu daya waktu.
Hingga saat itu, hingga sisa usiaku; aku akan bertahan dengan upaya penuh untuk meneruskan segala tutur dan amal baikmu sebaik yang kumampu.
#DITulis
5 notes
·
View notes
Text
apapun sebabnya, kecewa tetaplah tanda bahwa kita pernah sepenuhnya menautkan rasa
— juga meletakkan percaya.
13 notes
·
View notes