Text
Seni Berbuat Baik
Anggap saja kamu sedang kelaparan, lapar sekali. lalu seseorang melemparkan sebungkus nasi kepadamu — terhambur berserakan. Apakah kamu tetap akan memakannya sekalipun sedang kelaparan?
Sebagian dari kita mungkin akan menjawab tidak. Sebab harga diri kita sebagai manusia tetap penting walau di tengah kelaparan.
Maka dengan analogi yang sama; apakah kamu merasa bahwa orang lain akan mudah menerima kebaikanmu sekalipun kamu menyampaikannya dengan cara yang serampangan? Sementara saudaramu bahkan tidak sedang merasa butuh akan kebaikan itu.
Melalui cara yang salah, kebaikanmu malah akan menjadi sembilu yang menyayat perasaan orang lain.
Berbuat baiklah dengan cara yang baik. Sehingga kebaikan itu mampu menenteramkan setiap hati yang menerima.
Aulia kepada Aulia
3 notes
·
View notes
Text
Kamu Tidak Perlu Merasa Bertanggungjawab untuk Hidup Orang Lain
Jangan-jangan yang membuat kamu merasa lelah secara konstan adalah perasaan yang kamu buat sendiri; salah satunya perasaan ingin bertanggungjawab untuk hidup orang lain.
Kamu tidak perlu mencoba untuk memahami semua orang dan berusaha ingin memperbaiki apa-apa yang menurutmu keliru. Orang-orang yang tidak ingin dibantu memang sebaiknya tidak perlu dibantu. Jangan menginvestasikan waktumu pada mereka yang bahkan tidak menghargai kehadiranmu.
Kamu tetap penting, kamu tetap berharga. Terlepas dari segala hal buruk yang kamu pikirkan tentang dirimu sendiri, terlepas dari komparasi yang membuatmu merasa hidupmu terhenti pun dari segala hal rumit yang terjadi di luar kendalimu sebagai manusia yang tidak bisa dan memang tidak perlu kamu jelaskan kepada orang lain.
Kamu penting, kamu berharga; selamanya.
— catatan dari ruang 17, Oktober 2024.
7 notes
·
View notes
Text
ULasan : Rahasia Salinem
Rahasia Salinem berfokus pada kisah hidup Salinem, seorang abdi dalem keluarga keraton yang menghabiskan hampir satu abad masa hidupnya untuk mengabdi dan bersetia pada keluarga sang gusti.
Premisnya sederhana. Setelah kematian Salinem, Tyo, “cucu” pertama Salinem baru mengetahui siapa Salinem sebenarnya. Lalu ketika Tyo hendak “menghidupkan” kembali Salinem melalui ide bisnis warung pecel dengan resep asli Salinem, kepingan cerita-cerita ini hadir saling tersusun serupa puzzle yang mengisi bagian-bagian kosong dari pemahaman keluarga tentang siapa sosok Salinem itu sendiri.
Salinem hidup berpindah-pindah, ibunya meninggal ketika Salinem lahir, ayahnya menyusul lima tahun kemudian. Lalu Salinem dibesarkan oleh banyak orang di pasar dan kewedanaan sebelum akhirnya menetap sebagai abdi dalem bagi Gusti Raden Sukatmo dan Gusti Kartinah.
Lebih dari pengabdian, hidup Salinem adalah tentang kesetiaan pada “keluarganya”.
Selain menceritakan tentang kehidupan Salinem dan pemeran penting di perjalanan hidupnya dalam genre yang berpadu dengan apik antara petualangan, sejarah, romansa, persahabatan, dan kuliner — jelas sekali bahwa buku Rahasia Salinem juga sarat akan kritik terhadap feodalisme.
Penulis meramu dan menjahit narasi cerita dengan sederhana namun tetap sarat akan diksi-diksi puitis. Sehingga kepingan cerita terasa amat nyata dan seolah-olah terputar di kepala.
Melalui kisah hidup Salinem, kita akan dibawa berpetualang sejak masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, RIS, Gestapu hingga di akhir masa hidupnya sekitar tahun 2012. Selain waktu, kita juga diajak berpindah-pindah latar tempat dari Sukoharjo, Solo, Ngemplak, Prawit, Jakarta dan lainnya. Alur buku ini maju-mundur dengan banyak selipan dialog bahasa Jawa sebagai penegas latar cerita — walau sangat disayangkan beberapa dialog tidak dilengkapi dengan terjemahan.
“Setiap harapan membawa kemungkinan kecewa. Tapi, kalau tidak punya harapan, lalu kita punya apalagi?” — Rahasia Salinem
2 notes
·
View notes
Text
Jelmaan Uji
“Maybe that’s what happens when a tornado meets a volcano. All I know is I love you too much to walk away” — Eminem
Aku menganggap diriku sebagai manusia yang Allah pertemukan dengan banyak manusia lain sebagai jelmaan uji; ujian kesabaran terutama.
Aku sering membayangkan bagaimana jika aku bertemu dengan diriku yang lain — yang persis sama sepertiku. Yang terlalu perasa, yang ingin menang sendiri, yang sulit mengaku salah, yang berubah-ubah setiap hari — dan daftar panjang yang jika kuteruskan bisa sampai dua hari. Sepertinya aku dengan sosok itu akan sama-sama enggan duduk berdua menghabiskan waktu.
Dari sekian banyak manusia yang kutemui, beruntungnya aku; ada sedikit manusia yang hingga kini sudi membersamai. Mengajakku bicara walau dalam topik yang mengada-ada. Mengajakku bertemu walau setelah itu bingung ingin melakukan apa. Mendengarkan ceritaku yang sama yang tanpa sadar kerap kuulang-ulang hingga bisa langsung diambil alih tanpa perlu jeda.
Maka yang paling kutakutkan adalah manusia lain mengenalku lebih dalam. Aku takut alasan mereka untuk meninggalkanku akan semakin banyak dan masuk akal. Aku takut seperti banyak yang telah lalu, mereka juga memilih untuk menyerah padaku.
Sebab aku adalah jelmaan ujian kesabaran.
Hari ini aku melakukan hal yang paling kubenci kepada manusia lain. Yaitu membuatnya kecewa dan sakit hati. Tiada pembelaan yang cukup untuk membenarkan apa yang kulakukan, terus terang aku telah bersiap-siap jika dia ingin menutup diri. Tapi hari ini, sekali lagi walau alasan untuk meninggalkan bertambah-tambah setiap kali, dia masih memilih bertahan.
Maka dengan derai air mata tulisan ini sampai kepada pembaca yang akan langsung sadar tanpa perlu diberi tanda; alih-alih karena penyesalan, namun lebih sebagai syukur sebab ia tidak meninggalkan.
Sebab sekali lagi, aku adalah jelmaan ujian kesabaran.
— those apologies were cold and flat, and you deserve more than that.
3 notes
·
View notes
Text
Maybe, marriage is not that scary.
Kemarin sembari menyimak sebuah agenda ketahanan keluarga, aku menyadari sesuatu bahwa pernikahan (seharusnya) tidak menyeramkan; yang menyeramkan adalah menikahi orang yang salah.
Orang yang tepat yang sepaham denganmu, sevisi denganmu dan takut kepada Allah akan menenangkan hatimu, membantumu lebih dekat dengan mimpi-mimpimu dan menentramkan jiwamu. Walau tetap dalam relasi saling uji; ujian yang dihadapi hanyalah tanda bahwa sepasang kekasih saling beruntung itu juga manusia. Punya salah dan kurang namun selalu bisa saling menemani dan bekerjasama untuk menjadi lebih baik setiap harinya.
Lalu atas izinNya, lingkar keluargamu akan membesar. Kau dan kekasihmu akan bersama menumbuhkan anak-anak yang hidup di kondisi yang baik. Yang melihat betapa ayah-ibunya saling mencintai dan juga mencintai mereka. Yang tertarik pada hal baik yang diupayakan sebagai keluarga. Yang bercita-cita ingin jadi seperti orang tuanya. Lalu mewariskan mimpi-mimpimu yang panjang; yang pangkalnya jauh dan ujungnya belum tiba.
Maka ketahanan keluarga adalah hal yang harus selalu diikhtiarkan sebab kekuatan atau kelemahan utama manusia kerap kali bersumber dari rumah; dari keluarga.
Orang-orang baik harus bersepakat untuk mengupayakan kebaikan agar selalu menyebar, mengakar, membesar, meluas dan terwariskan.
Pernikahan dan keluarga tidak boleh dibiarkan terus dianggap sebagai momok menyeramkan.
Aulia kepada Aulia
12 notes
·
View notes
Text
Merayakan Kegagalan
Sepekan ini energi terkuras habis karena sedang berupaya (kembali) merayakan kegagalan untuk suatu hal yang sudah kuusahakan sejak lama. Masih dalam proses menerima, aku berusaha mengalihkan setiap fokus perasaanku kepada hal lain yang sedikit banyak lumayan mendistraksi.
Di tengah proses ini, aku membangun dialog dengan Bapak terkait apa yang kurasa, yang kupikirkan dan yang kuharapkan tentang semua ini. Tentu saja Bapak menanggapi ceritaku dengan menegasikan semua kekhawatiran yang kusampaikan. Aku tahu itu adalah upaya Bapak untuk membakar kembali semangatku, walau kucoba sekuat hati untuk menepisnya, jujur saja untuk kali keberapapun; kegagalan dan penolakan memang selalu menyakitkan. Maka jadilah satu pekan ini doa yang paling sering kuulang adalah memohonkan kelapangan hati dan keridhoan diri atas segala takdir yang kujalani. Berulang-ulang; sampai tenang.
Lalu hari ini, di sebuah agenda aku mendapatkan nasihat yang lebih kurang seperti ini,
“kalo Allah menggagalkan rencana kita, berarti Allah ingin memasukkan kita ke rencana yang lebih baik”
Maha Baik Allah menegurku dan keakuanku yang terlalu cepat berputus asa atas rahmatNya dengan cara yang paling santun, paling mengena dan paling sederhana untuk direnungi.
Maka Allah, lapangkanlah hatiku untuk menerima dan berilah aku hidayah untuk terus berprasangka baik terhadap takdirku sembari meyakini bahwa ketetapanMu-lah yang pasti — dan selalu terbaik.
Sebab Engkaulah yang menguasai hatiku, maka jangan sesakkan ia dengan hal-hal yang membuatku terlupa atas tujuan penciptaanku.
Palembang, 17 Agustus 2024.
#ditulis
7 notes
·
View notes
Text
selamat berasumsi!
— hati-hati tersesat di pikiran sendiri.
1 note
·
View note
Text
Kabar baiknya, Allah lengkapi manusia dengan sebuah tools istimewa yang menjadi solusi bagi para pendosa. Ringan dilisankan tapi mampu membuka jalan pintas menuju luasnya ampunan.
— namanya istighfar.
#DITulis
9 notes
·
View notes
Text
Sebagaimana Nuh ‘alaihissalam
“Saat menti kita menjadi seorang kader dakwah, betapa bangganya kita. Tapi, saat menti kita menjadi seorang menti biasa, apakah kita tetap bangga, menerima apa adanya, dan tetap menyayanginya? Sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam membersamai anaknya” — @kamalique
Kurang lebih satu dekade sejak pertama kali diamanahi adik-adik, puluhan kepala sudah coba kuselami selagi membersamai mereka tumbuh. Kesimpulanku selalu hanya dua, manusia itu beragam dan kita benar-benar tidak pernah tahu apa yang tidak kita ketahui.
Terkadang momen menjadi kakak dan didengarkan lebih banyak adalah momen yang kutunggu-tunggu dalam setiap pekan. Dalam satu dekade, tak kuhitung berapa tumpukan buku dan tayangan video yang kulahap demi memantaskan diri sebagai seorang kakak.
Aku yang bahkan tidak bisa menyeberangi diriku sendiri di jalan raya, tiba-tiba ingin jadi yang serba bisa dan serba tahu di hadapan mereka. Kepada mereka — setiap mereka; aku selalu ingin hadir sebagai diriku dalam versi yang paling baik.
Ironisnya selama satu dekade, jika keberhasilan harus dikalkulasi dalam angka maka aku adalah kakak yang gagal. Aku berkali gagal dalam mentransfer pemikiran walau sekian kali pertemuan dilaksanakan. Aku gagal membuat adik-adikku bertahan. Jikapun menurutku aku sempat berhasil, rupanya keberhasilan itu juga sementara, hanya sekadar tiga-empat tahun paling lama.
Tapi bagiku mereka tetaplah adik-adik yang terbayang wajah-wajahnya ketika kuberdoa, kuamati dari kejauhan, kunantikan kabar baiknya dan selamanya kubanggakan. Membersamai mereka; apapun kondisinya tentu mengajariku banyak hal — dan selamanya aku akan terus belajar.
#DITulis
8 notes
·
View notes
Text
Pemutus Tawakal
Pernah dikisahkan kisah Khalid bin Walid -sang panglima yang tidak pernah kalah dalam memimpin perang baik sebelum beriman maupun sesudahnya- saat masa Umar bin Khattab, Khalid bin Walid pernah diberhentikan sebagai panglima.
Alasannya? Inilah menariknya.
Umar bin Khattab tidak mau ummat "menggantungkan" tawakalnya pada Khalid bin Walid. Berpikir bahwa ketika Khalid bin Walid yang menjadi panglima, pasti akan menang. Seolah-olah kemenangan dari Khalid bin Walid, bukan dari Allah.
Dari kisah itu, agaknya diri ini mulai berpikir.
Entahlah -ini bisa dibenarkan atau tidak- aku menghabiskan 100% tabunganku untuk keperluan yang sebenarnya bisa ditunda (membantu biaya adik kuliah) meski tidak banyak -karena tabunganku cuma segitu- tapi aku habiskan semuanya bulan ini.
Alasannya? Inilah -entahlah ini bisa dibenarkan atau tidak-
Sejak memiliki tabungan, aku merasa tawakalku berbeda. Berpikir bahwa setiap masalah bisa diselesaikan dengan uang. Seolah melupakan hakikat solusi adalah dari Allah. Kemudahan dari Allah.
Aku masih menabung -untuk hal-hal yang akan memakai uang tabunganku nantinya- semoga dengan ini aku bisa menggantungkan semua urusan pada Allah.
331 notes
·
View notes
Text
Tentang Hari Ini, Tujuh Tahun Lalu
Hari ini tujuh tahun lalu, jumat siang saat mengantarkanmu.
Jika hanya boleh ada satu kata yang mewakiliku, ialah hancur; kuyakin bagiku tak akan ada kesedihan lain yang lebih dari saat itu.
Walau hingga kini aku tak tahu harus menata hatiku mulai dari kepingan yang mana, setidaknya saat ini kau telah terlepas dari lelahnya dunia yang berkali membuatmu kecewa, Maha Baik Allah telah menghijabmu dari segala perkara kecuali yang tiga. Sehingga kau tak perlu lagi mengkhawatirkan apapun lagi termasuk aku.
Sebut saja aku tak tahu malu, tapi kuyakin aku tak pernah kehilangan doamu yang melampaui waktu; maka apapun yang kuhadapi, walau hidupku seolah terhenti berkali-kali, sebagaimanapun aku diuji — sebab doa dan amal baikmu yang dahulu, kuyakin Allah pasti mengasihaniku.
Jadi beristirahatlah, Mama. Sampai jumpa di keabadian.
Kelak kita akan berjumpa sebagai dua orang yang sebaya dan kembali bersahabat, bersenda gurau selamanya tanpa perlu melawan tipu daya waktu.
Hingga saat itu, hingga sisa usiaku; aku akan bertahan dengan upaya penuh untuk meneruskan segala tutur dan amal baikmu sebaik yang kumampu.
#DITulis
5 notes
·
View notes
Text
apapun sebabnya, kecewa tetaplah tanda bahwa kita pernah sepenuhnya menautkan rasa
— juga meletakkan percaya.
13 notes
·
View notes
Text
Kepada N: Sepuluh Tahun Dari Sekarang
Sepuluh tahun dari sekarang, kuharap kau tak lagi sering menghubungiku.
Kuharap duniamu berputar dalam roda damai dan kebahagiaan. Dihiasi kecukupan dan kelapangan. Kuharap hari-harimu diisi dengan sibuk-sibuk yang bermanfaat. Tahun demi tahunmu terisi dengan daftar kemenangan kecil yang kau rayakan; bukan sekadar berlalu seperti lipatan kain yang sepanjang apapun ujung dan ujungnya selalu mudah untuk disatukan — tanpa makna, tergilas rutinitas.
Kuharap keluh kesahmu selalu didengar, juga lelucon payahmu selalu berjumpa dengan tawa manusia itu; si beruntung yang dengan satu kalimat saja akan selamanya membersamaimu pada setiap rasa dan nuansa.
Kuharap hidupmu berjalan sesuai yang kau harap, dalam segala peran yang terus bertambah seiring kau dekap. Sehingga tiada ruang di pikiranmu yang tersisa untuk kuderap.
Sebab serupa payung, kelak aku hanya akan membersamaimu di kala terik dan hujan. Sementara selainnya, kuharap hidupmu telah sempurna dengan segala yang berjalan.
Kau tak perlu menghubungiku berkala untuk sekadar memastikan rasa; sebab selamanya, untukmu; aku akan selalu ada. Aku bahagia selagi kau juga. Doaku akan terus melangit untukmu melampaui segala jarak, waktu juga suasana.
Kau tak perlu sering menghubungiku, sungguh. Sebab sepuluh tahun dari sekarang, kuharap di setiap masanya kau bisa merayakan hidupmu dengan penuh; utuh — seluruh.
— saudarimu, yang walau tak ranggi berkata tapi selamanya takkan kehilangan cinta.
7 notes
·
View notes
Text
Kamu pasti pernah
Kamu pasti pernah menjadi alasan seseorang tersenyum. Entah karena perkataanmu yang lucu, atau tingkahmu yang mengundang gelak. Senyum yang kamu lihat dan kamu sadari, maupun senyum yang timbul tanpa sepengetahuanmu.
Kamu pasti pernah menjadi alasan hidup seseorang menjadi lebih mudah dan tak seberat biasanya. Entah karena bantuan yang kamu berikan, sapa hangat yang kau ucapkan, bisa pula karena kalimatmu yang menenangkan.
Kamu pasti pernah menjadi alasan semangat seseorang kembali menyala. Bisa saja karena tulisan yang kamu bagikan, atau energi positifmu yang mereka rasakan.
Kamu pasti pernah menjadi alasan seseorang ingin berubah menjadi lebih baik. Keinginan yang timbul itu datang karena melihat pribadimu yang bijak, atau juga karena ucapanmu yang menimbulkan renungan.
Saat kamu sibuk bertanya-tanya apa yang berharga dari dirimu, percayalah bahwa kehadiranmu pasti setidaknya pernah menjadi alasan seseorang bertahan.
Tanpa kamu sadari, ada orang-orang yang bersyukur telah mengenal kamu, walaupun bisa jadi kamu tak mengenal mereka. Orang-orang yang merasa bahagia karena kamu terlahir dan ada di dunia ini bersama mereka. Orang-orang yang merasa hidupnya terbantu, dan berubah semenjak kamu hadir di hidup mereka. Orang-orang yang telah menjadikan kamu sebagai salah satu hal yang ada dalam doa-doa mereka.
@milaalkhansah
107 notes
·
View notes
Text
Momentum
Pertemuan hari ini dimulai dengan mengulas judul kegiatan, “dengan momentum tahun baru islam, mari bersihkan hati, introspeksi diri, tingkatkan kontribusi” — karena peserta pertemuan semuanya perempuan, kajian ini dimulai dengan pertanyaan :
“kapan ibu-ibu merasa harus membersihkan rumah?”
sebagian menjawab saat hendak ada tamu, saat akan lebaran dan lain sebagainya namun jawaban yang paling tepat adalah saat kita merasa rumah sedang kotor.
Maka dengan analogi yang sama, hendak kehadiran tamu, lebaran dan hari besar adalah momentum. Momentum bagi orang beriman adalah hal yang menguatkan alasan untuk berbuat baik dan bergerak dalam ketaatan. Bukan menjadi alasan untuk menunda melakukan hal baik. Sebab yang membedakan orang beriman dan orang munafik adalah orang beriman akan terus menerus menambahkan alasan untuk bergerak dalam ketaatan sebagaimana orang munafik terus menerus mencari alasan untuk tidak melakukannya.
Sebab dorongan untuk membersihkan hati dan berintrospeksi tidak akan datang dari diri mereka yang merasa dirinya bersih.
Sementara untuk meningkatkan kontribusi, kita perlu menggeser satu kata kerja menuju kata kerja berikutnya; yaitu tahu menjadi tindak laku. Orang-orang yang sekadar tahu tanpa berlaku sesuai dengan pengetahuannya selamanya tidak akan berdampak; selamanya tidak akan mampu berkontribusi. Selamanya akan terus meminta tanpa pernah mengupayakan yang terbaik dalam memberi.
Aulia kepada Aulia
2 notes
·
View notes
Text
Ask Don’t Assume
kalo kamu punya asumsi, daripada asumsi itu kamu biarkan menguasai pikiran dan membuat kamu merasakan hal hal yang negatif; coba dikeluarkan dan tanya pada ahlinya.
misal kamu berasumsi jika tsunami datang kamu pasti meninggal, lalu kamu jadi takut dengan tsunami, terus kamu tanya sama ahlinya. terus ahlinya bilang tapi di Palembang ga ada laut maka probabilitasnya kamu terkena tsunami di kotamu nol. terus untuk apa kamu takut?
pikiran negatif seperti takut, cemas, sedih, itu valid dan memang harus ada. tapi, yang tidak boleh adalah membiarkan perasaan-perasaan itu mendominasi. apalagi kalau basisnya hanya asumsi, sekadar ketakutan yang bersumber dari hal-hal yang kamu tidak tahu.
kita itu harus bisa membedakan mana yang hanya pikiran dan tidak mungkin — atau setidaknya kemungkinannya kecil sekali untuk terjadi dan mana yang memang fakta. jikapun fakta, harus tetap dilihat dengan objektif. apakah yang terjadi selalu akan yang terburuk? kan tidak, kan belum tentu. bisa jadi pikiran buruk itu benar terjadi tapi “yaudah aja” bukan sesuatu yang semengerikan itu.
jadi kalau kamu memang khawatir dengan berbagai kemungkinan, sederhanakan. tanya saja. sebisa mungkin jangan biarkan asumsi memenuhi pikiranmu.
— catatan dari ruang 17, Juli 2024.
5 notes
·
View notes
Text
Memangnya susah itu apa?
Beberapa hari yang lalu ditengah forum diskusi, seorang penyaji mengatakan bahwa alasannya menentukan solusi tertentu untuk suatu masalah adalah sebab solusi tersebut tersusun dari formula yang sederhana.
Di dalam forum tersebut, ada seorang guru yang "kukenal" cukup baik dan aku langsung yakin bahwa beliau akan mempertanyakan pernyataan tersebut.
"Sederhana itu satuannya apa?"
Tentu tanggapan tersebut disahuti kembali. Diskusi terus berlangsung dengan baik tanpa ada rasa bersalah sebab memang itulah istimewanya diskusi. Semua sama dimata objektifitas. Sepanjang argumenmu logis dan berdasar, kamu benar.
Tapi sebenarnya bukan itu yang ingin kuceritakan hari ini, hehe.
Malam ini aku teringat potongan cerita dari peristiwa bertahun lalu. Saat itu karena sesuatu, aku terpaksa tidur di ruangan lain yang bukan kamarku. Tentu tanpa kasur yang layak juga tanpa pendingin ruangan yang biasa kugunakan. Dalam lini waktu yang berdekatan, seusai membaca kisah cinta penuh perjuangan milik seorang ustadz dan istri, seorang teman bertanya padaku. Bagaimana jika suatu hari aku "diminta" oleh seseorang untuk berjuang dan mendampinginya sehingga aku harus melalui banyak kesusahan? Pertanyaan itu kubawa pulang ke rumah. Kupikirkan dengan seksama saat aku bersiap tidur di kursi panjang.
"Memangnya susah itu yang bagaimana?"
Saat itu di usia 16 tahun, kupikir tidur di kursi panjang tanpa pendingin ruangan itu susah. Bangun paling pagi dan menyiapkan keperluan orang serumah itu susah, tidur larut sebab menyelesaikan urusan sekolah itu susah, menghadapi konflik di ekskul itu susah, disalahpahami oleh beberapa teman itu susah, berjuang mempelajari matematika untuk kuis hari rabu itu susah, kalau begitu sebenarnya susah itu yang bagaimana?
Setelah potongan-potongan ingatan itu terangkai di kepala, malam ini aku sampai pada suatu kesimpulan bahwa semua penilaian subjektif akan selalu bersifat relatif.
Jika bagiku tidur tanpa pendingin ruangan itu susah, di luar sana ada mereka yang harus tidur di ruang pengap penuh nyamuk dan gelap. Apakah mereka sudah pasti lebih susah? Bisa iya, tapi bisa juga tidak, kan? Buktinya mereka bisa tidur lebih lelap disaat aku yang tidur di kamarku sendiri malah sibuk memikirkan ini itu yang tak perlu.
Bagi sebagian orang makan nasi putih dengan satu lauk dan sejenis sayuran itu sederhana. Bagi sebagian sisanya adalah kemewahan yang mereka damba. Malah bisa jadi mereka butuh waktu khusus untuk bisa menikmatinya.
Susah, mudah, sederhana, rumit, dan semua hal tanpa skala yang kerap kali kita bandingkan pada akhirnya bernilai relatif.
Jadi sampai kapan kita rela menyiksa diri dengan komparasi?
4 notes
·
View notes