write those unsaid words like no one reads.
Last active 4 hours ago
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
“Aku Mengerti Apa Yang Kamu Rasakan”
Menurut Nonaka dan Takeuchi, dua ahli yang kerap dikutip dalam disiplin ilmu Knowledge Management, mengklasifikasi pengetahuan yang dimiliki manusia berdasarkan cara mendapatkannya menjadi dua.
Jika selama ini sebagian kita berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah apa-apa yang terdokumentasi dan dapat dipelajari, sehingga pengetahuan seolah-olah hanya berasal dari bahan ajar, manual book, laporan tahunan, lembar kerja, dll. Maka kita baru sampai di satu jenis klasifikasi pengetahuan. Pengetahuan sejenis ini diklasifikasi sebagai Explicit Knowledge, sifatnya formal, objektif, sistematis dan mudah disebarkan.
Sementara jenis pengetahuan lainnya adalah Tacit Knowledge, yaitu jenis pengetahuan yang bersifat internal dan pribadi. Merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman, intuisi, wawasan dll. Misalnya pengetahuan manusia atas rasa dan tekstur durian, juga pengetahuan manusia tentang rasanya berwisata arung jeram, atau bisa jadi pengalaman manusia dalam menghadapi kedukaan.
Setelah menyimak tayangan film yang sedang populer, aku menyoroti sebuah dialog yang disampaikan kepada karakter utama, lebih kurang seperti ini
“aku mengerti apa yang kamu rasakan”
Dialog itu terdengar berulang dan diucapkan oleh beberapa orang terdekat untuk “membatasi” gejolak perasaan karakter utama. Setiap dialog itu muncul, aku refleks mengernyitkan dahi, “bohong. mana mungkin”, batinku.
Walaupun bisa jadi membuat kita lebih baik dalam memberikan saran dan tanggapan (tentu hanya jika diminta), tetap saja pengalaman menghadapi segala emosi dan perasaan baik suka, duka, marah, cemas, takut dan lainnya adalah Tacit Knowledge, maka sifatnya selalu personal, unik dan khas.
Sehingga sadarilah bahwa kita tidak pernah benar-benar bisa mengerti perasaan orang lain.
Walau pernah menghadapi situasi serupa, apa yang dirasakan manusia tidak selalu sama — apalah lagi jika kita tidak pernah mengalaminya.
Jadi, jika kamu ingin hadir dan menemani perayaan juga kedukaan orang lain, ucapan yang lebih tepat adalah “aku ingin mengerti apa yang kamu rasakan”, kemudian biarkan mereka “mengalami” perasaannya tanpa merasa paling tahu dan berpengalaman.
Aulia kepada Aulia
36 notes
·
View notes
Text
Di Ini Januari
Satu bulan ini rasanya hidupku terhenti. Semua pintu seakan tertutup dan aku terhimpit oleh segala rasa yang melelahkan. Berkali aku mempertanyakan “kira-kira ini sebab salah dan dosaku yang mana?” berkali juga aku berusaha meyakinkan bahwa hidup memanglah perjalanan ragam uji dan aku memang hanya perlu melewatinya sebaik yang aku bisa.
Saat ini aku merasa sedang terluka dan yang kutahu orang yang terluka kerap tanpa sengaja melukai. Maka aku merasa perlu mengambil jeda; sebab menjelaskan perasaan ternyata melelahkan sementara aku butuh tenaga untuk menjalani hidup dan segala urusan di belakang nama besarnya. Hal ini rasanya baru, sebelumnya aku adalah pencerita, segala hal rasanya perlu diketahui mereka.
Namun walau perasaanku berubah untungnya mereka tetap sama; walau kerap luput dari lisan, aku merasa berterima kasih untuk kehadiran mereka yang terus saja mendoakan, menemani, merawat dan memastikan bahwa hidupku berjalan dengan baik. Aku menerimanya atas rezeki dari Allah. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa-siapa yang Dia kehendaki — maka selamanya aku akan mensyukurinya.
Singkat cerita, atas pertolongan Allah bulan ini berhasil kulalui dengan baik. Walau sulit rasanya menghimpit, walau sesak membangunkanku berkali-kali, walau segala hal terus saja kurasa tanpa benar-benar kutahu apa yang sedang terjadi; tapi dengan pertolongan Allah, aku percaya bahwa segala hal pasti akan terlewati; terang pasti ada di ujung sana.
7 notes
·
View notes
Text
Butuh
Suatu hari sekitar tahun 2017, dikala diskusi tentang ibu di rumah atau ibu berkarir sampai ke lingkaranku, seorang bijak pernah membandingkanku dengan temanku yang lain. Teman ini adalah kesayangan kami semua, lebih kurangnya hanya soalan preferensi. Tapi sepanjang usia pertemanan, hampir tidak pernah ada masalah yang ia dapatkan apalagi ia mulai duluan. Sementara aku; nyaris kebalikannya.
Di siang hari itu, aku mendapatkan terminologi baru dari percakapan, ialah aku disebut sebagai anak yang besar sendirian. Kemudian percakapan itu berakhir, ungkapan barusan tidak pernah kurenungi dalam-dalam. Anggap saja bercanda, anggap saja itu adalah bentuk perhatian mereka kepadaku — dan seterusnya.
Kemudian 2023 memberiku banyak hal, yang paling utama adalah kesempatan untuk kembali mengenal diriku sendiri; menguak sebuah sisi yang bahkan tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Di tahun ini, aku baru menyadari bahwa anak yang besar sendirian itu bukan sekadar istilah. Ternyata anak yang besar sendirian itu membawa terlalu banyak hal seiring ia mendewasa sebab ketidaktahuannya. Dan sebagai versi dewasa dari si anak, aku perlu menyadari dan menguraikan “bawaanku” satu per satu.
Salah satu yang menurutku perlu dengan serius harus segera kutanggalkan adalah perasaan ingin selalu terlibat dan dibutuhkan oleh orang lain. Mungkin alasan mengapa aku butuh waktu berduka sangat panjang setelah Mama pergi pun karena aku merasa telah kehilangan satu-satunya orang yang selalu membutuhkanku.
Mungkin bisa jadi itu juga alasan mengapa aku tidak pernah menolak ajakan “ingin bicara” atau “perlu bertemu” dari siapapun, berusaha menerima dan memaklumi relasi apapun walau terkadang tidak sesuai dengan keinginanku, terus saja berada di tempat yang kerap membuat orang lain menganggapku tidak menghargai diriku sendiri, sebab di sudut bagian hatiku — mungkin sebuah lubang kecil saja, ada sesuatu yang terisi; oleh perasaan berguna dan dibutuhkan orang lain.
Aku menutup 2023-ku tanpa ekspektasi apa-apa. Tidak pula berkhayal 2024 harus jadi seperti apa.
Selain ingin sehat jiwa raga dan terus bertumbuh dalam manisnya iman serta limpahan ridhaNya, aku hanya perlu satu hal lagi;
aku ingin hidup.
Aku ingin menikmati hidupku dengan baik tanpa perlu terlalu banyak menyesali masa lalu atau mengkhawatirkan masa depan — aku ingin hidup sebagai manusia yang paling baik dan paling menghargai diriku sendiri.
Aku butuh aku, aku selalu ada untukku. aku cukup; aku bisa mengandalkanku. aku layak. aku berguna.
Palembang | 31 Desember 2023
12 notes
·
View notes
Text
Kini Aku Tahu
Ma, aku tidak pernah meragukan hatinya. Kuyakin hingga hari ini namamulah yang bertakhta. Tapi seiring usiaku, aku semakin tahu betapa tak kasat rasanya kekasihmu.
Selepas kepergianmu, aku terus saja berusaha menyampaikan apa yang kurasa juga apa yang menggangguku, sebab aku selalu tahu yang memahamiku tanpa penjelasan sejak dulu memang hanya satu.
Namun sekeras apapun aku berusaha, aku semakin teringat akan pesanmu di siang hari di ruang tunggu itu; bahwa kelak ketika tiba masaku, jatuh cintalah kepada dia yang besar cintanya melebihi aku.
Kini aku tahu.
Ma, sebagai sesama perempuan dewasa, aku membayangkan betapa sepinya hatimu di hari-hari ketika engkau merindu cinta sebagaimana engkau mencintai. Berharap gegap gempita sebagaimana engkau selalu ingin dirayakan. Berharap hangat dari dingin tuturnya, juga berharap diupayakan sekeras kau berupaya.
Maka hari ini, sebagai sesama perempuan dewasa juga sebagai anak dari kekasihmu. Kuharap air mata dan doaku sampai sebagai permohonan maaf yang selalu layak untuk kau terima.
Ma, aku mencintainya, sungguh. Dengan segala lebih dan kurangku, aku selalu mencintai kekasihmu. Hanya saja, sesekali aku harap dia bisa membaca pikiranku sehingga aku tidak perlu berusaha sendirian.
Ma, ketahuilah kupastikan dia selalu mencintaimu — juga pasti mencintaiku; tapi dia memang tidak ahli dalam perkara cinta.
Kelak, di perjumpaan kita yang abadi, ketika kita semua menjadi sebaya, aku akan hadir sebagai sahabat yang terang-terangan menyampaikan apa yang kau rasa sehingga kau tak lagi perlu berusaha. Walau kelak di surga kuyakin hal ini bukan lagi masalah — tapi jika Allah izinkan, aku berjanji sedia.
5 notes
·
View notes
Text
Tolong, Dengarkan Aku
Besok di hari ulang tahunku, bolehkah kuminta hadiah untuk didengar keluh dan kesahnya?
Aku ingin sekali saja divalidasi perasaannya. Satu jam saja. Tidak, 30 menit saja sediakan telinga dan empatimu untuk memahami.
Aku juga ingin diupayakan.
Setelah itu aku akan pergi, bekerja seperti biasanya, berbenah seperti biasanya, dan mengikuti keinginanmu seperti biasanya.
Aku akan baik-baik saja hingga tahun depan di hari ulang tahunku, aku kembali meminta hadiah yang sama.
@oversharink
152 notes
·
View notes
Text
“Harap tenang, sedang (dalam) ujian”
— yang sudah selesai, silakan pulang duluan.
0 notes
Text
Pelajaran Bukan Dari Buku dan Kelas
“Mba tau Jungkook?”
“hah siapa pak?” (masa iya BTS—batinku)
“itu loh mba, BTS. lagi wamil dia mba. sebelumnya Jin yang wamil, terus sekarang Jungkook”
Setiap berkendara dengan mitra gojek, aku memulai perjalanan dengan berdoa dan mendoakan driver. Lalu setelah belokan pertama dari rumah tiba-tiba celetukan Jungkook di atas keluar begitu saja.
Sejak 2016 ber-gojek, alhamdulillaah aku hampir tidak pernah mendapat mitra gojek yang menyebalkan. Tapi karena aktifitas bergojek ini hampir setiap hari, percakapan yang kulakukan biasanya sekenanya saja, jarang-jarang ada yang istimewa.
Tapi, sesekali kalau beruntung, aku mendapat mitra driver yang berwawasan luas. Suatu ketika kami pernah berdiskusi tentang isu calon presiden, atau besarnya pengaruh kebijakan gojek terhadap kesejahteraan mitra, atau di saat yang lain kami berdiskusi tentang mengapa sekolah negeri kini jarang diminati oleh orang tua.
Nah hari ini, mitra gojek yang kutumpangi wawasannya luas dan talkative (in a good way). Sebut saja beliau Pak X. Pak X bahkan mengutip nasihat populer dari Buya Hamka, tentang seseorang hanya akan bertemu dengan apa yang ia cari. Pak X juga menceritakan keresahannya memiliki tiga orang anak perempuan yang diantaranya mulai memasuki usia remaja.
Dari Pak X aku belajar bahwa salah satu skill yang harus dimiliki oleh orangtua adalah memelihara rasa ingin tahu. Dengan rasa ingin tahu, gap antara generasi bisa diperkecil seiring pengetahuan dan pemahaman yang bertambah.
“Jadi manusia itu cuma dua mba, saat hidup harus bertanggungjawab nanti pas meninggal mempertanggungjawabkan. Nah anak adalah contoh tanggungjawab orangtua semasa hidup yang kelak dipertanggungjawabkan ketika meninggal”
Semoga Pak X dan keluarga sehat, selamat sejahtera dan bermanfaat. Semoga anak-anak Pak X Allah mudahkan untuk bisa menuntaskan keinginan orangtua mereka yaitu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Semoga semua orangtua yang terus memelihara rasa ingin tahu Allah rahmati dan Allah jadikan wawasannya sebagai sarana penjagaan paling berdaya bagi penerus generasi.
5 notes
·
View notes
Text
“dengan adanya agama saja, hawa nafsu manusia bisa sebejat itu. apalagi jika tidak ada agama”
— Ust. Nuruddin
0 notes
Text
Ternyata, Lewat Dia
Satu pagi di pertengahan tahun lalu, aku memulai hari dengan kelas pekanan ba’da subuh. Lalu guruku menyebutkan nama seseorang. Kemudian dari nama itu kutemukan banyak informasi — yang ternyata menyakiti diriku sendiri.
Di usia yang sama bagaimana bisa dia telah begini dan begitu? Apa salahku sehingga hidupku terhenti dan semua sisi seolah terus menghimpitku?
Di sudut kamar itu aku menangis sejadi-jadinya, baru kusadari bahwa pencapaian manusia bisa sebegitu menyakitkan untuk dibaca.
Lalu nama itu menjadi nama yang kuhindari.
Namun pena telah diangkat dan lembaran telah kering. Aku dan nama itu kembali beririsan. Kali ini irisan yang amat dekat dan tak mungkin kuhindari.
Perasaan kerdil itu muncul lagi, seolah-olah aku dan dia sedang berlomba dan aku yang kalah.
Padahal aku tidak sedang berlomba dengan siapapun kecuali diriku sendiri.
Tapi pertemuan demi pertemuan membuat kami saling mengenal hingga jadilah kami bersaudara.
Ternyata, lewat dia ada banyak sekali pertanyaan yang terjawab. Lewat dia, aku tersadar bahwa keresahan apapun yang kupunya tidak pernah mendefinisikan siapa diriku sebenarnya.
Lewat dia aku jadi kembali bertanya kepada diriku sendiri, jika benar tujuannya adalah ridho Allah, jalurnya boleh apa saja kan?
Maka aku hanya perlu terus bergerak dan berdoa semoga gerakku membawa dampak.
Tulisan ini akan kututup dengan nasihat seorang bijak;
“diantara indikator capaian salimul aqidah adalah kita tidak lagi terpenjara di dalam jeruji ketakutan akan masa depan.”
Aulia kepada Aulia
7 notes
·
View notes
Text
Seni Berbuat Baik
Anggap saja kamu sedang kelaparan, lapar sekali. lalu seseorang melemparkan sebungkus nasi kepadamu — terhambur berserakan. Apakah kamu tetap akan memakannya sekalipun sedang kelaparan?
Sebagian dari kita mungkin akan menjawab tidak. Sebab harga diri kita sebagai manusia tetap penting walau di tengah kelaparan.
Maka dengan analogi yang sama; apakah kamu merasa bahwa orang lain akan mudah menerima kebaikanmu sekalipun kamu menyampaikannya dengan cara yang serampangan? Sementara saudaramu bahkan tidak sedang merasa butuh akan kebaikan itu.
Melalui cara yang salah, kebaikanmu malah akan menjadi sembilu yang menyayat perasaan orang lain.
Berbuat baiklah dengan cara yang baik. Sehingga kebaikan itu mampu menenteramkan setiap hati yang menerima.
Aulia kepada Aulia
3 notes
·
View notes
Text
Kamu Tidak Perlu Merasa Bertanggungjawab untuk Hidup Orang Lain
Jangan-jangan yang membuat kamu merasa lelah secara konstan adalah perasaan yang kamu buat sendiri; salah satunya perasaan ingin bertanggungjawab untuk hidup orang lain.
Kamu tidak perlu mencoba untuk memahami semua orang dan berusaha ingin memperbaiki apa-apa yang menurutmu keliru. Orang-orang yang tidak ingin dibantu memang sebaiknya tidak perlu dibantu. Jangan menginvestasikan waktumu pada mereka yang bahkan tidak menghargai kehadiranmu.
Kamu tetap penting, kamu tetap berharga. Terlepas dari segala hal buruk yang kamu pikirkan tentang dirimu sendiri, terlepas dari komparasi yang membuatmu merasa hidupmu terhenti pun dari segala hal rumit yang terjadi di luar kendalimu sebagai manusia yang tidak bisa dan memang tidak perlu kamu jelaskan kepada orang lain.
Kamu penting, kamu berharga; selamanya.
— catatan dari ruang 17, Oktober 2024.
7 notes
·
View notes
Text
ULasan : Rahasia Salinem
Rahasia Salinem berfokus pada kisah hidup Salinem, seorang abdi dalem keluarga keraton yang menghabiskan hampir satu abad masa hidupnya untuk mengabdi dan bersetia pada keluarga sang gusti.
Premisnya sederhana. Setelah kematian Salinem, Tyo, “cucu” pertama Salinem baru mengetahui siapa Salinem sebenarnya. Lalu ketika Tyo hendak “menghidupkan” kembali Salinem melalui ide bisnis warung pecel dengan resep asli Salinem, kepingan cerita-cerita ini hadir saling tersusun serupa puzzle yang mengisi bagian-bagian kosong dari pemahaman keluarga tentang siapa sosok Salinem itu sendiri.
Salinem hidup berpindah-pindah, ibunya meninggal ketika Salinem lahir, ayahnya menyusul lima tahun kemudian. Lalu Salinem dibesarkan oleh banyak orang di pasar dan kewedanaan sebelum akhirnya menetap sebagai abdi dalem bagi Gusti Raden Sukatmo dan Gusti Kartinah.
Lebih dari pengabdian, hidup Salinem adalah tentang kesetiaan pada “keluarganya”.
Selain menceritakan tentang kehidupan Salinem dan pemeran penting di perjalanan hidupnya dalam genre yang berpadu dengan apik antara petualangan, sejarah, romansa, persahabatan, dan kuliner — jelas sekali bahwa buku Rahasia Salinem juga sarat akan kritik terhadap feodalisme.
Penulis meramu dan menjahit narasi cerita dengan sederhana namun tetap sarat akan diksi-diksi puitis. Sehingga kepingan cerita terasa amat nyata dan seolah-olah terputar di kepala.
Melalui kisah hidup Salinem, kita akan dibawa berpetualang sejak masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, RIS, Gestapu hingga di akhir masa hidupnya sekitar tahun 2012. Selain waktu, kita juga diajak berpindah-pindah latar tempat dari Sukoharjo, Solo, Ngemplak, Prawit, Jakarta dan lainnya. Alur buku ini maju-mundur dengan banyak selipan dialog bahasa Jawa sebagai penegas latar cerita — walau sangat disayangkan beberapa dialog tidak dilengkapi dengan terjemahan.
“Setiap harapan membawa kemungkinan kecewa. Tapi, kalau tidak punya harapan, lalu kita punya apalagi?” — Rahasia Salinem
2 notes
·
View notes
Text
Jelmaan Uji
“Maybe that’s what happens when a tornado meets a volcano. All I know is I love you too much to walk away” — Eminem
Aku menganggap diriku sebagai manusia yang Allah pertemukan dengan banyak manusia lain sebagai jelmaan uji; ujian kesabaran terutama.
Aku sering membayangkan bagaimana jika aku bertemu dengan diriku yang lain — yang persis sama sepertiku. Yang terlalu perasa, yang ingin menang sendiri, yang sulit mengaku salah, yang berubah-ubah setiap hari — dan daftar panjang yang jika kuteruskan bisa sampai dua hari. Sepertinya aku dengan sosok itu akan sama-sama enggan duduk berdua menghabiskan waktu.
Dari sekian banyak manusia yang kutemui, beruntungnya aku; ada sedikit manusia yang hingga kini sudi membersamai. Mengajakku bicara walau dalam topik yang mengada-ada. Mengajakku bertemu walau setelah itu bingung ingin melakukan apa. Mendengarkan ceritaku yang sama yang tanpa sadar kerap kuulang-ulang hingga bisa langsung diambil alih tanpa perlu jeda.
Maka yang paling kutakutkan adalah manusia lain mengenalku lebih dalam. Aku takut alasan mereka untuk meninggalkanku akan semakin banyak dan masuk akal. Aku takut seperti banyak yang telah lalu, mereka juga memilih untuk menyerah padaku.
Sebab aku adalah jelmaan ujian kesabaran.
Hari ini aku melakukan hal yang paling kubenci kepada manusia lain. Yaitu membuatnya kecewa dan sakit hati. Tiada pembelaan yang cukup untuk membenarkan apa yang kulakukan, terus terang aku telah bersiap-siap jika dia ingin menutup diri. Tapi hari ini, sekali lagi walau alasan untuk meninggalkan bertambah-tambah setiap kali, dia masih memilih bertahan.
Maka dengan derai air mata tulisan ini sampai kepada pembaca yang akan langsung sadar tanpa perlu diberi tanda; alih-alih karena penyesalan, namun lebih sebagai syukur sebab ia tidak meninggalkan.
Sebab sekali lagi, aku adalah jelmaan ujian kesabaran.
— those apologies were cold and flat, and you deserve more than that.
3 notes
·
View notes
Text
Maybe, marriage is not that scary.
![Tumblr media](https://64.media.tumblr.com/11375a3b3a053b1b20ea47f9b995c46b/a8672cc16369533a-d8/s540x810/d986dc800d202aa09922d2cfd9db9328502d4099.jpg)
Kemarin sembari menyimak sebuah agenda ketahanan keluarga, aku menyadari sesuatu bahwa pernikahan (seharusnya) tidak menyeramkan; yang menyeramkan adalah menikahi orang yang salah.
Orang yang tepat yang sepaham denganmu, sevisi denganmu dan takut kepada Allah akan menenangkan hatimu, membantumu lebih dekat dengan mimpi-mimpimu dan menentramkan jiwamu. Walau tetap dalam relasi saling uji; ujian yang dihadapi hanyalah tanda bahwa sepasang kekasih saling beruntung itu juga manusia. Punya salah dan kurang namun selalu bisa saling menemani dan bekerjasama untuk menjadi lebih baik setiap harinya.
Lalu atas izinNya, lingkar keluargamu akan membesar. Kau dan kekasihmu akan bersama menumbuhkan anak-anak yang hidup di kondisi yang baik. Yang melihat betapa ayah-ibunya saling mencintai dan juga mencintai mereka. Yang tertarik pada hal baik yang diupayakan sebagai keluarga. Yang bercita-cita ingin jadi seperti orang tuanya. Lalu mewariskan mimpi-mimpimu yang panjang; yang pangkalnya jauh dan ujungnya belum tiba.
Maka ketahanan keluarga adalah hal yang harus selalu diikhtiarkan sebab kekuatan atau kelemahan utama manusia kerap kali bersumber dari rumah; dari keluarga.
Orang-orang baik harus bersepakat untuk mengupayakan kebaikan agar selalu menyebar, mengakar, membesar, meluas dan terwariskan.
Pernikahan dan keluarga tidak boleh dibiarkan terus dianggap sebagai momok menyeramkan.
Aulia kepada Aulia
14 notes
·
View notes
Text
Merayakan Kegagalan
Sepekan ini energi terkuras habis karena sedang berupaya (kembali) merayakan kegagalan untuk suatu hal yang sudah kuusahakan sejak lama. Masih dalam proses menerima, aku berusaha mengalihkan setiap fokus perasaanku kepada hal lain yang sedikit banyak lumayan mendistraksi.
Di tengah proses ini, aku membangun dialog dengan Bapak terkait apa yang kurasa, yang kupikirkan dan yang kuharapkan tentang semua ini. Tentu saja Bapak menanggapi ceritaku dengan menegasikan semua kekhawatiran yang kusampaikan. Aku tahu itu adalah upaya Bapak untuk membakar kembali semangatku, walau kucoba sekuat hati untuk menepisnya, jujur saja untuk kali keberapapun; kegagalan dan penolakan memang selalu menyakitkan. Maka jadilah satu pekan ini doa yang paling sering kuulang adalah memohonkan kelapangan hati dan keridhoan diri atas segala takdir yang kujalani. Berulang-ulang; sampai tenang.
Lalu hari ini, di sebuah agenda aku mendapatkan nasihat yang lebih kurang seperti ini,
“kalo Allah menggagalkan rencana kita, berarti Allah ingin memasukkan kita ke rencana yang lebih baik”
Maha Baik Allah menegurku dan keakuanku yang terlalu cepat berputus asa atas rahmatNya dengan cara yang paling santun, paling mengena dan paling sederhana untuk direnungi.
Maka Allah, lapangkanlah hatiku untuk menerima dan berilah aku hidayah untuk terus berprasangka baik terhadap takdirku sembari meyakini bahwa ketetapanMu-lah yang pasti — dan selalu terbaik.
Sebab Engkaulah yang menguasai hatiku, maka jangan sesakkan ia dengan hal-hal yang membuatku terlupa atas tujuan penciptaanku.
Palembang, 17 Agustus 2024.
#ditulis
7 notes
·
View notes
Text
selamat berasumsi!
— hati-hati tersesat di pikiran sendiri.
1 note
·
View note
Text
Kabar baiknya, Allah lengkapi manusia dengan sebuah tools istimewa yang menjadi solusi bagi para pendosa. Ringan dilisankan tapi mampu membuka jalan pintas menuju luasnya ampunan.
— namanya istighfar.
#DITulis
9 notes
·
View notes