#pemberhentian
Explore tagged Tumblr posts
Text
Pemberhentian Plt Kades Botumoputi Sudah Sesuai Aturan
Hargo.co.id, GORONTALO – Polemik yang terjadi di Desa Botumoputi, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo terkait pemberhentian Plt kepala desa (Kades) sudah sesuai aturan yang ada. Ini ditegaskan oleh Kepala Dinas Pemdes Kabupaten Gorontalo Zubair Pomalingo, Ahad (28/1/2024). “Pemberhentian terhadap Plt Kepala Desa Botumoputi sesuai dengan peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) nomor 66…
View On WordPress
0 notes
Text
اِسْتَوُّوا....
Bahwa disunnahkan mengumandangkan adzan pada telinga bayi saat ia baru lahir, baik bayi laki-laki maupun perempuan, dan adzan itu menggunakan lafadz adzan shalat.
—يُسْتَحَبُّ أَنْ يُؤَذِّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَيُقِيْمَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى.
“Disunnahkan mengadzani telinga bayi sebelah kanan dan mengiqamati telinganya sebelah kiri, sebagaimana iqamat untuk shalat.”
Lalu, pagi ini Syekh Izzuddin menjelaskan. Mengapa diadzani sebelah kanan dan diiqamati sebelah kiri, hal ini mengisyaratkan waktu hidup manusia di dunia ini sesingkat waktu antara adzan dan iqomah, sependek itu. Sesingkat panggilan untuk meluruskan shaf shalat,
اِسْتَوُّوا...
Lalu mengapa sebagai manusia aku kerap bertindak seolah-olah hidup di dunia untuk selamanya? Padahal sedari aku lahir, justru isyarat tentang kematianlah yang pertama kali aku dengar, telah lekat sejak lama, namun aku melupakannya begitu saja.
0 notes
Text
110 PPPK Formasi 2022 Cilegon Akan Dilantik Besok Pagi
CILEGON – Sebanyak 110 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk formasi optimalisasi tahun 2022 akan dilantik di lapangan Pemkot Cilegon sekira pukul 08.00 WIB besok. Kepala Bidang Pengadaan Pemberhentian dan Informasi Kepegawaian (PPIK) BKPSDM Kota Cilegon, Esih Yuandesih membenarkan pihaknya akan menggelar pelantikan ratusan PPPK formasi 2022. “Rencananya besok itu kami dari…
View On WordPress
#Esih Yuandesih#Kepala Bidang Pengadaan Pemberhentian dan Informasi Kepegawaian (PPIK) BKPSDM Kota Cilegon#Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja#pelantikan PPPK#PPPK Kota Cilegon
0 notes
Text
Tulisan: Dialog
Rangkaian usia yang semakin bertambah, kekhawatiran yang semakin banyak, entah perihal dunia atau pun lainnya. Terkadang ia akan menguras hati, malam yang tak kunjung bisa mengistirahatkan badan dan jiwa. Namun begitulah keadaannya, sebab dewasa itu berasal dari akumulasi masalah yang diselesaikan dengan baik dan tenang.
Ikhtiarkan apa yang hari ini masih bisa diikhtiarkan, perbaiki apa yang bisa diperbaiki, terutama soal mengenal diri sendiri lebih dalam lagi.
Andai lelah, istirahatlah sejenak. Andai sakit, sembuhkanlah meski harus menangis. Air mata itu adalah sumber kehidupannya hati.
Aku dan kamu pun sama, kita sedang berproses dan berjuang menuju takdir kita masing-masing. Semoga, pemberhentian akhir kita berujung pada tujuan yang sama. Kebaikan dan keberkahan.
@jndmmsyhd
512 notes
·
View notes
Text
[SEMOGA]
Seringkali ketidaksengajaan mempertemukan manusia-manusia asing untuk kemudian saling mengenal.
Seperti penumpang sebuah kereta, kau mungkin dipertemukan dengan seorang kawan duduk yang entah siapa, tapi waktu dan keadaan seperti mempersilakan kalian untuk setidaknya saling sapa.
Dan dalam keadaan yang kubilang tidak sengaja itu, aku menemukanmu sebagai seorang baru yang hadir dan berhasil menarik tanganku keluar saat aku kebingungan menentukan jalan.
Kebetulan yang kemudian membawa kita menjadi sepasang teman perjalanan. Mendiskusikan beberapa topik dengan banyak heran namun penuh candaan.
Kau menjawab semua pertanyaan konyolku dan aku selalu kaget dengan balasan pertanyaan konyol yang kau lontarkan.
Seperti membahas bagaimana limbah kedelai bisa diolah menjadi banyak macam olahan makanan dengan nama berbeda di berbagai daerah. Membahas bagaimana memaksimalkan peran sebuah hair dryer menjadi penghangat ruangan dan banyak lagi.
Berbagi cerita denganmu membuat perjalanan ini lebih indah. Rasanya bahagia berkali-kali.
Kita larut dalam perjalanan, menempuh setiap jaraknya dengan kesadaran bahwa masih banyak kurang yang harus ditambal. Kau bilang, bahwa jika kau bisa memilih maka kau ingin menemukanku dengan cara yang paling diridhoi Tuhanmu.
Aku selalu kagum pada Tuhan yang merancang semua kebetulan bagi manusia dengan begitu rapi. Mengatur setiap rincinya sebagai sebuah ketidaksengajaan yang nyatanya, semua telah tersusun sesuai takaran, perhitungan dan kehendakNya.
Dan dipertemukan denganmu, menjadi salah satu yang paling aku syukuri sampai saat ini.
Ada banyak sekali harap yang kusampaikan sambil mengadahkan kedua tangan dalam waktu-waktu mustajab. Satu-persatu doa itu kukirimkan lengkap dengan nama pemiliknya, walau kuyakin Tuhan lebih dulu tau kepada siapa doa-doa itu mengarah jauh sebelum aku melantunkannya.
Semoga pemberhentian terakhir kita berujung pada tujuan yang sama; kebaikan dan keberkahan.
Semoga niat kita dalam menapakinya selalu dijaga agar tetap dalam dan untuk kebaikan.
Semoga usaha-usaha itu yang akan merubah harapan menjadi sebuah kepastian.
Semoga, apa yang kita inginkan sejalan dengan apa yang Tuhan takdirkan.
—
19; 29. Serta mulia, semoga selalu dalam rahmat dan lindungan Allah 🍂
@sepertibumi
57 notes
·
View notes
Text
Kita dan Kata
Pada akhirnya kita saling beranjak bukan karena saling membenci, mungkin karena kita hanya kurang tepat untuk satu sama lain.
Setidaknya kita pernah menjadi mungkin walaupun pada akhirnya kita menjadi asing.
Jangan khawatir, aku akan mengenang kita dengan kata. Kisah kita mungkin telah usai, tapi aku tau bagaimana caranya merawat kenangan. Bukan, bukan untuk terus berlarut-larut dalam kenangan ataupun meratapi keasingan. Aku hanya ingin mengingat kita dengan cara yang baik.
Semoga kita bisa saling menemukan bahagia dengan orang yang pada akhirnya menjadi pemberhentian terakhir untuk kita. Orang yang tepat untuk kita.
Bekasi, 1 Juli 2024
@monicasyarah
22 notes
·
View notes
Text
Oh, Teman Baru.
Satu jam sebelum pukul tujuh belas tiga puluh sore, hari Jumat.
Aku sengaja datang sejam lebih awal dari jadwal ketibaannya di bandara. Tidak apa kok, aku tidak keberatan harus menunggu sedikit lebih lama dari balik pagar pembatas itu sembari memperhatikan orang-orang di sekeliling.
Mereka semua terlihat begitu biasa.
Ada segerombolan bule yang menggendong tas backpack segera menuju konter selular. Ada sepasang orang Korea yang bergandengan tangan buru-buru mengarah ke pemberhentian taksi. Ada ibu-ibu sosialita yang sedikit heboh berfoto-foto untuk mengabadikan momen tiba mereka. Dan orang-orang lainnya yang melenggang keluar dari terminal kedatangan internasional menuju tujuannya masing-masing.
Dan aku juga pasti terlihat biasa bagi mereka semua.
Tapi, hari ini aku akan bertemu seseorang—yang tidak biasa bagiku.
Aku mencoba menghilangkan rasa gugupku dengan mondar-mandir. Jujur, jantungku berdegup tak menentu. Setiap ada orang yang muncul, aku selalu menerka-nerka, apa itu dia? Lalu pikiranku maju jauh, membayangkan dia datang melalui pintu itu, keren dan atraktif.
“Sebentar ya, masih nungguin koper,” katanya di DM Instagram. “Okay. Take your time,” balasku.
Semakin deg-degan, hingga aku memutuskan untuk mencari tempat duduk yang kosong demi menurunkan rasa gelisahku. Lalu tiba-tiba, “Haaai Cindy!” terdengar. Aku mendongakkan kepala dan menemukan dia berjalan dengan riang ke arahku.
And, he planted roses on my cheeks. Suddenly, shyly, nervously.
Aku segera menyodorkan Matcha Latte yang kubelikan untuknya. Dia pasti cukup haus setelah penerbangan yang memakan waktu lebih dari 7 jam itu. Tapi, dia tidak mengeluh. Kami mencari taksi untuk segera menuju pemberhetian selanjutnya. Dan di dalam mobil itu, aku, baru tahu, bahwa satu obrolan santai dari dua orang asing yang baru bertemu itu bisa membuat senyum tak berhenti mekar seharian.
Sebelumnya, kami sudah janjian untuk sebuah meet up yang proper. Dia selalu tahu, aku ingin makan di salah satu restoran bintang 5. Jadi, kami random saja memilih di daerah terdekat. Restorannya cukup romantis dengan konsep taman eksotis yang menawarkan menu Asian-fusion yang nikmat. Perhatianku tertuju pada menu dessert-nya yang berbentuk seperti jamur. Dia yang menyadari aku menyukai segala hal yang berbau coklat segera memesannya.
Sambil menunggu makanannya disajikan, kami memulai pembicaraan dengan basa-basi singkat. Dan, kalian tahu, cara paling mudah untuk tahu apakah kita cocok dengan seseorang atau tidak adalah ketika kita lupa waktu. Di sanalah, aku tidak sadar telah mendamparkan diri pada caranya bercerita. Untuk kesekian detik, aku berusaha untuk menggenggam erat kewarasanku agar tidak gila bayang pada orang asing di hadapanku.
Ayolah, Cindy, dia hanya orang asing, kok.
Tapi, seberapa keras pun aku berusaha untuk mengenyahkan perasaan itu, aku tahu aku akan tetap memilih satu momen bersamanya untuk diabadikan. Cukup satu. Betapa aku rela menukarkan apa pun untuk kembali dipertemukan dengan dia dengan cara yang sama.
Tidak terasa 2,5 jam berlalu begitu saja, dan hanya dalam sejauh spasi pendek itu, aku tidak tahu apa yang membuatku ingin terus berbicara. Aku sudah terbiasa dengan stereotype introvert yang kagok ketika berkomunikasi. Tapi, waktu dengannya, aku menemukan diriku bebas berdiskusi, berargumen, berkisah, tentang apa saja. Dan ternyata untuk dia yang bisa menerima celotehanku dan tidak berekspektasi aku untuk menjadi seseorang yang agung, itu sudah cukup…bagiku.
Sebelum bertemu dengannya, aku telah bertemu banyak orang. Beberapa melewatkanku, beberapa kulewatkan. Beberapa menarik perhatianku, beberapa kutarik perhatiannya. Beberapa tiada, beberapa masih ada dalam hidupku. Beberapa nama masih tersimpan dalam kontak, beberapa terhapus tanpa pikir panjang. Dan, dia, seseorang yang siluetnya langsung membentuk mimpi di saat jumpa pertama, membangkitkan kembali perasaan yang sudah lama terkubur dalam hatiku, membuatku sadar bahwa selama ini aku hanya sedang menunggu.
Malam itu, aku ingin kembali mengalami…perasaan jatuh hati di antara begitu banyak omong kosong tentang cinta pada pertemuan pertama.
Setelah menyadari gerak-gerik pelayan yang mulai beberes piring-piring yang sudah tidak menyisakan makanan, dia bertanya, “Jadi, kita mau ke mana lagi?”
“Kita jalan ke mall seberang, mau?” pintaku.
Dia mengangguk, dan bilang, “Let’s go!”
Tadinya, kukira pertemuan ini hanya akan sesingkat makan malam lalu pulang ke tempat masing-masing lalu melupakan nama satu sama lain, tapi tampaknya, semesta telah mengabulkan desakan doaku kalau: I want more time with him.
Ternyata menyebrang di jalanan yang padat kendaraan tidak semudah yang dibayangkan. Tidak ada mobil yang mau mengalah untuk kedua pejalan kaki yang terlihat takut ini. Tapi, cara dia berdiri di arah kendaraan melaju kembali membuat hatiku berdetak dua kali lebih cepat. “Kamu di sebelah sini aja, kita pelan-pelan saja." Sesaat ada kesempatan untuk menyebrang, dia memegang canggung pergelangan tanganku lalu mengarahkanku untuk berjalan dengan cepat. Tanpa kata-kata, aku sejujurnya ingin mengisyaratkan bahwa detik itu juga, aku sudah jatuh kepada dia.
“Wanna have some ice cream again?” tanya dia, sejujurnya, malam itu aku sudah kenyang dari makan di restoran sebelumnya. But, we all broke our rules for someone, right?—hanya demi agar aku punya alasan untuk memiliki kegiatan lain dengannya. So, yes was an answer.
Jam menunjukkan hampir pukul 10.30 malam. Toko-toko di mall itu sudah banyak yang tutup. Sinar lampu perlahan-lahan meredup, tapi matanya memercikkan kilatan kesima di sana. Lucu ya, bagaimana kita bisa bertemu dengan seseorang. Satu hari, kita hanya saling mengagumi dari balik gaduhnya dunia maya, kemudian di hari lainnya lagi, kita bisa berdiri di sampingnya, merasakan kehadirannya nyata.
Aku percaya, itu bukan kebetulan. Masing-masing dari kita, jika diizinkan semesta, pasti akan saling bersinggungan, entah dengan cara apa pun, di mana pun, dan kapan pun.
And that’s how I met him.
Malam itu, aku pulang lebih larut dari biasanya. Aku menimbang-nimbang, apakah setelah malam ini dia akan menghubungiku lagi? Karena, jujur, aku ingin dia datang lagi.
Aku punya berbagai jenis ketakutan, seperti film horor, reptil, barongsai…; dan kehilangan seseorang yang baru kutemui semalam.
Pagi setelah pertemuan malam itu, kembali seperti pagi-pagi biasanya. Tidak ada satu pun pesan darinya. Sesingkat apa pun itu. Aku hanya bisa memandangi layar ponsel yang tidak memunculkan notifikasi apa-apa.
9 jam. Aku tidak bisa berhenti menghitung waktu yang bergulir tanpa kabar apa-apa darinya. Entah kenapa, aku merasakan hatiku pelan-pelan tergerus. Tidak, aku tidak bermaksud untuk melekat padanya. Alasan utamanya; siapa lah aku untuk boleh mendapat kabar darinya? Tapi, ketika melihat dia aktif di media sosialnya tanpa meninggalkan sepotong pesan untukku, membuatku sedikit merasa jauh darinya dan…terabaikan. Sungguh, aku ingin mengonfirmasi bahwa tidak ada yang istimewa dari dia.
Tapi, untuk kali pertama, dalam waktu sesingkat itu, aku mau tak mau harus mengakui perasaan itu. Cemburu.
Beberapa waktu berlalu, mungkin dia tidak menyadarinya bahwa aku tidak suka terlihat rapuh. Aku bukan siapa-siapa baginya. Aku tidak ingin mengambilnya dari keluarganya, dunianya, hobinya, pekerjaannya, sirkel-sirkelnya… Tapi, bolehkah dia sisihkan saja sedikit ruang untukku yang tidak terjamah siapa-siapa untuk letakkan aku di situ? Aku tahu, aku mulai egois ingin memilikinya.
Apakah dia mengerti perasaan semacam itu?
Namun, sebelum malam jatuh seluruhnya, aku mempertaruhkan diri untuk menyapanya di kesepian itu. Dan beruntunglah aku ketika… “Aku boleh ke rumahmu, sekarang? Kita makan nasi goreng kalau kamu belum makan,” muncul pada kotak notifikasi. Dia menjelaskan kalau dia kesusahan mencari jaringan wifi hingga tidak bisa mengabariku.
Secepat kilat, tanpa pertimbangan, hanya 3 kata yang tertulis sebagai balasan: “Oke, aku tunggu.”
“Menurutmu, aneh nggak, ngobrol apa aja dengan orang yang baru kamu temui 2 hari lalu?” tanyaku setelah diam menggigit sejenak. “Enggak, malahan kita jadi lebih banyak tahu tentang satu sama lain dibanding orang lain. Hubungan kita jadi eksklusif karena itu,” jawabnya ringan sambil menatap mataku.
Tidak pernah terbesit dalam pikiranku untuk merasakan lebih daripada itu. Ketika berhadapan dengan dia, aku tidak yakin apa yang harus kulakukan. Mungkin, dia hanya butuh seseorang untuk menghangatkan bayang kosong di sampingnya. Mungkin, aku juga hanya sedang butuh ditemani saja. Tapi, why not? Mungkin, yang kami butuhkan hanyalah; suasana, teman bicara, selera makan yang sama.
And, maybe, we should try.
Biasanya, aku tidak pernah membiarkan orang lain membaca buku bucket list-ku secara langsung. Namun, dia yang begitu penasaran terus meminta untuk membacanya. “Aku ingin tahu semua keinginanmu,” mintanya. Tidak pernah ada orang yang se-excited itu untuk bertanya tentang keinginanku. Aku melihatnya menggenggam buku kecil itu lalu membacanya kalimat demi kalimat, dan dia… benar-benar ingin tahu dan terlibat. Sungguh, aku sangat menyukai binar di matanya malam itu.
Begitu saja—ya, begitu saja, se-simple itu bahagia tercipta. And I miss the comfort of being loved…
Saat sedang sama-sama membaca, tak sadar poni rambutku terjatuh menyapu dahi dan menghalangi mataku. Reflek, dia mengulurkan jari-jarinya untuk menyelipkan rambut yang terjatuh itu di balik telingaku. Dan pada saat kulit kami bersentuhan, aku merasakan hatiku berdesir. Ini kontak fisik pertama kami. Tapi, sentuhan ringan itu terasa jauh lebih privat dari semua yang telah kami bagi selama ini. Aku telah merasakan berbagai jenis sentuhan. tapi kenapa ya, kali ini, aku tidak mampu menguraikan makna dari sentuhannya?
Dia tidak segera menarik tangannya, tetapi membiarkan jari-jarinya sedikit lebih lama mengelus lembut rambutku. Dia tidak gugup, tidak juga melakukan lebih dari itu. Dia terlihat sedikit menginterpretasi. Sampai pada dia kembali ke posisi semula, aku baru sadar, selama itu aku menahan nafas dan dentuman jantung yang tak karuan. Entah tersipu atau gelisah.
"Why don't you kiss me?" Aku sedikit gemetaran mengirimkan pertanyaan ini. Sejujurnya, aku tidak ingin menanyakannya, karena aku tidak berhak merasakan memiliki dia; aku hanya boleh merasa ragu.
Setelah drama mengelus rambut itu, kukira akan terjadi skenario seperti di film-film roman yang kutonton. Mungkin akan ada sebuah kecupan kecil mendarat di pipiku, tapi dia tidak. Hingga dia berlalu pulang, hatiku tetap mengganjal sesuatu.
Dan, di batas malam itu, sungguh aku menunggu jawabannya.
Lama dia mengetik—menghapus; mengetik lagi—menghapus lagi. Entah narasi apa yang sedang dia siapkan untuk menjawab pertanyaan tidak berdasarku itu. Atau, ucapan itu terlalu blak-blakan untuk dipertanyakan?
"Actually, I want to kiss you so badly—it's killing me, but I'm just afraid to make the first move (?). Aku mau sayang kamu dan kiss you at the right time."
Semburat merah jambu muncul pada pipiku setelah membaca jawabannya. Baiklah, aku mengakui aku kalah, pada dia. Aku merindukan aroma woody blend pada tubuhnya. Aku mencari-cari pertanda demam pada tubuhku sendiri, sebab mendadak tubuhku menghangat di hari berhujan ini. Tapi, justru di saat itulah, aku merasa lebih sadar dan sehat dari sebelumnya.
"I have a bad news," tulisnya via DM Instagram pagi berikutnya. "Ada apa?" tanyaku panik.
Kepulangannya ke negaranya ternyata harus dipercepat dari yang sebelumnya bisa sebulan menjadi 2 minggu saja di sini. Aku terdiam, tidak dapat mendefinisikan gemuruh di dadaku yang kini bercampur dengan emosi dan kesedihan yang tidak mampu aku utarakan. Ada jeda yang menggigit hingga aku sadar aku harus memberikan respons.
"Wah, terpaksa mesti balik ya?" Hanya itu respons paling biasa yang bisa aku berikan—meski sejujurnya, dalam hatiku betapa aku tidak ingin dia kembali lagi ke sana; ke tempat di mana seharusnya dia berada. Betapa jika aku punya tombol tunda, lorong waktu, atau apa pun itu lah alatnya untuk menahannya pergi, maka akan aku bayar mahal deminya.
Mendadak, ini menjadi perpisahan paling sepi yang pernah kualami seumur hidupku. Dan waktu tiba-tiba terasa lebih cepat larut dari sebelumnya.
Kenapa, waktu kami, tidak pernah tepat, ya?
Oh ya, aku belum menceritakan dengan jelas sosok dia yang sedari tadi aku sebut-sebut, ya. Kenalkan, seorang laki-laki kelahiran bulan Maret, berzodiak Pisces, pecinta warna oranye, penyuka makanan Korea, smart, terpelajar, mampu membawa diri, komunikatif, percaya diri, tipe kesukaan mertua, loyal, senang mengobservasi, sweet, loveable, caranya bercerita, caranya meraih respek sungguh tidak ada tandingannya.
Dia menyapaku dari balik Instagram pada suatu malam yang sudah telat. Hey Cindy, nice to know you—begitu isi pesannya. Waktu itu, aku terdiam sejenak, menimbang-nimbang apakah perlu aku membalasnya atau tidak. Pikiranku terbelah antara mengabaikan saja atau murni memulai pertemanan. Dan aku memilih yang kedua.
Atau, sesungguhnya, sempat aku merasa, kalau hari itu aku melepaskannya, mungkin aku akan menyesal…
Dia bilang dia akan pulang ke Indonesia bulan depan. Perkenalan kami memang baru sebulan lewat media sosial, tapi mengapa kehadirannya memberikan isyarat optimisme, aku juga tidak paham. Aku menganggapnya sebagai tawaran untuk menginterupsi waktu. Dan, tanpa sadar, aku mulai menghitung hari.
"Kamu itu unik, gimana jelasinnya, ya? Aku hanya perlu lihat sekilas dari profilmu, lalu ya muncul aja koneksi emosional itu. Aku mau ketemu kamu. Aku mau tau apa makanan favoritmu. Aku mau kenal kamu lebih dekat, lebih jauh, lebih akrab. Aku suka caramu menulis jurnal, caramu merencanakan segala hal, caramu meromantisasi hidupmu. Aku…belum pernah ketemu orang seperti itu dalam hidupku."
Berikut jawabannya ketika aku bertanya kenapa aku yang dia pilih, di saat ada banyak perempuan lainnya yang lebih baik untuk dikenalinya—pertanyaan semacam itu membuatku sedikit resah. Tapi, sering kali aku merasa skeptis, mungkinkah perasaan semacam ini hanya ilusi yang akan luntur suatu saat nanti, hanya seperti dopping yang memabukkan sesaat. Seperti memesan kue cantik dari balik etalase, lalu menemukan rasanya tidak seenak yang dipikirkan. Dan, dia akan kecewa. Bukankah, pada satu titik, rasa penasaran itu akan berhenti dan menghilang, menyatu kembali dengan oksigen, dan membuatnya merasa utang moral, investasi tenaga, waktu, dan perasaannya selama ini jadi sia-sia?
Aku takut.
Tidak ada yang istimewa dari dia, pada awalnya, sekali lagi aku ingin mengonfirmasi. Tapi, setelah sedikit mengenalnya, ada sebagian hati kecilku yang ingin menyusulnya ke alam abstrak tempat di mana hanya nafas kami yang bisa bertemu. Mari kita piknik, melihat bintang, pergi ke aquarium, main ski, melipat origami, naik kuda… Namun, jika boleh aku memilih satu: aku ingin menyentuh spasi di antara kedua alis tebalnya, atau mencuri waktunya, atau menyita perhatiannya, atau memilinnya masuk ke sel-sel tubuhku agar terjamin keberadaannya selalu.
Dan, satu balasan "Hey, nice to know you as well!" dariku itu kemudian menjadi gerbang untuk sebuah perjalanan baru yang panjang.
"Menurutmu, kita bisa berteman saja, nggak?" tanyanya sedikit ragu. "Kurasa, kita nggak bisa cuma berteman. Kita sudah berpandangan penuh makna. Kita telah meyakini adanya potensi untuk bersama. Lalu, kalau kita cuma temenan, kita pasti akan berhenti ketemu sering-sering dan aku nggak akan bisa tau kabarmu lagi, aku nggak bisa melihatmu seperti dulu lagi," selagi menjawab ini, aku tiba-tiba merasa sedih. "Aku pasti sedih kalau kita pada akhirnya nggak jadi," gumamnya pelan. Mataku bersaput air. "Ya, aku juga."
Kami menghabiskan sisa malam berpelukan. Saling mendekatkan kepala masing-masing seolah ingin mentransfer segala yang tengah dipikirkan. Deru napasnya bergerak lembut dan terasa hangat. Aku tidak ingin menyia-nyiakan hari ini, biarkan aku memeluknya lebih erat, karena setelah ini, sebentar lagi, semua tidak akan lagi bersisa.
Berapa jam lagi, hari akan berganti? Aku tidak ingin menghitungnya.
Aku tidak pernah merasa memilikinya.
Aku sudah memiliki kenangan mengenai pertemuan pertama di bandara, sebuah malam di tepi sungai sambil menyantap jajanan hangat, dua tiket film horor yang membuatku bergidik namun di dekapannya aku merasa lebih aman dari kepompong mana pun, atau percakapan dan hening yang terbagi pada setiap kedai kopi yang kami kunjungi. Itu saja telah cukup—
aku belajar untuk tidak mengharapkan lebih.
I will miss you. See you there. Let's meet again for the first time. I'll be waiting for you—kalimat pendek itu terdengar samar namun tertangkap jelas di pendengaranku, bagaimana satu laki-laki akan meninggalkanku lagi, seperti yang sudah-sudah.
Hanya saja, kali ini, tolong Tuhan, dia berbeda.
Jangan pergi—dua kata itu tertahan di lidahku. Dan, aku hanya sanggup menangis, hingga dia kebingungan, namun dia tetap memberiku ruang untuk mengumbar semua kesedihan.
Besok, dia akan kembali, menjalani perannya seperti sedia kala, karena itu adalah hal yang paling tepat. "Andai saja, aku ketemu kamu dari lama," gumamnya sambil menenangkanku. Maka semakin menjadi-jadilah tangisanku, sebab bentuk cinta yang boleh kumiliki saat ini hanyalah melepaskan dia.
"Kalau…kamu pergi…itu tandanya…aku kehilangan…kamu…iya kan? Terus…kenapa kamu harus…datang…kalau pada akhirnya…kamu pergi…juga?" Dengan sekuat tenaga, aku mengatakan kalimat ini meski harus sesunggukan. Pelukannya yang sedari tadi melingkupi sekujur tubuhku mengendur seketika. Maka bangkitlah ia, meraih wajahku yang kusut dengan air mata dan keringat, menatapku lama, menghapus sedikit demi sedikit air terjun dari mataku.
Pikiranku kembali ke perkataannya waktu itu—aku mau sayang kamu dan aku akan melakukannya di waktu yang tepat. Then, the "right time" was right now.
Dan, di bawah hujan malam itu, di balik tirai yang menyemburatkan lampu jalanan itu, dengan lagu Hati-hati di Jalan yang diputar di belakang itu,
…we kissed.
Semua berlalu seperti biasa.
Dia sudah kembali ke negaranya. Sementara, aku, kembali melanjutkan hidup seperti sebelum ada dia. Ah, aku pasti hanya butuh sedikit lebih banyak waktu untuk terbiasa saja.
Namun, seandainya, dia tahu—dia berutang padaku satu hal; satu kepastian bahwa dia akan tetap baik-baik saja di sana. Dan, aku—meskipun dia ragu untuk memintaku menunggunya—berani menjamin akan tetap ada di sini, menunggunya kembali dengan perasaan yang sama dan sebuah senyuman.
Begitu saja.
Malam itu, malam dimana aku menangis untuk pertama kalinya di hadapan dia, sesungguhnya aku ingin bertanya—yang mana yang lebih baik baginya; pernah bertemu lalu berpisah atau tidak pernah bertemu sama sekali? Karena, aku, tak pernah tahu apa jawabannya.
28 notes
·
View notes
Text
Memaksimalkan kesempatan dan peran.
Hari ini kembali silaturahmi bersama @saniyyaaa ke rumah keluarga kecil yang enam bulan lalu bertambah member baru.
Sedikit menyelami dunia pernikahan saat kuliah dan berbagai lika-likunya 🌹
Bertemu dan ngobrolin banyak hal cukup membawa kita ke memori lama yang terabaikan, titik mula kita bisa sampai pada peran yang sekarang.
Mengingat tempat bertumbuh dan berlandas sebelum akhirnya terbang mengudara. Al-Hikmah dan segala ceritanya. Hati kami hangat sekali, ternyata ada mimpi untuk kembali, memperbaiki generasi. Rusak sana sini bukan alasan untuk meninggalkan rumah sendiri.
Menyerap pengalaman dan nasihat guru kami, Ustadz Mifdlol, setelah kunjungan beliau ke rumah ini berapa waktu lalu. Semoga Allah jaga, dan bisa kami dengarkan lagi nasihatnya.
"Maksimalkan peran yang sedang dijalani sekarang dan jangan membatasi impian-impian, tetap pasang tujuan sebagai bahan bakar kita berjuang dan jangan berhenti belajar."
Setiap orang punya cara masing-masing untuk mempertahankan bara api menuju pemberhentian terakhir. Jangan memberi batas yang kemudian memicu kekhawatiran, akan jadi apa nanti?
"Terus belajar dan jangan khawatir dengan karir, seseorang yang memiliki ilmu akan dimuliakan derajatnya."
🏡 Ust Salim & Mba Shofi & Qiya 👶🏻
—berasa balik ke suasana karanggede
8 notes
·
View notes
Text
Selalu lebih
Sepanjang perjalanan dari rumah menuju ke tempat pemberhentian angkot, salah satu doa yang di lafadzkan adalah meminta semoga Allah perjalankan dengan angkot yang ga lama ngetemnya 😅, karena cukup memakan waktu meskipun kesempatan yg ada membuka kesempatan untuk hal lainnya. Tapi ya, nunggu angkot ngetem itu lumayan.
Sampai di tempat angkot biasa berhenti, Alhamdulillah ada angkot yg sudah siap berangkat. Rasanya doa kontan Allah jawab. Didalamnya diisi anak² SDN pulang sekolah. Sepanjang perjalanan cukup terhibur dengan jokes antara abang supirnya dengan anak-anak. Mereka saling timpal menimpali. Riuh tawa memenuhi.
Sampailah ketika angkot berhenti di depan SDN lainnya, sang supir meneriaki beberapa anak yg menunggu angkutan untuk pulang.
"Ga ada uang bang" sahut seorang anak yg diajak menaiki angkotnya.
"Dah pada masuk aja. Gratis" Dengan keramahan hatinya sang supir menawarkan tumpangan.
Spontan beberapa anak segera menaiki angkot abangnya. Memenuhi tawaran abangnya.
Satu persatu turun, dan anak² yang turun membanyarnya dengan "Makasi bang", bukan berupa uang.
Hah? Kebaikan macam apa ini?
Seorang supir yang barangkali (dan biasanya begitu) perlu menyetorkan uang nariknya, dengan ringannya memberi tumpangan secara gratis kepada para anak² thalabul ilmi!
Ah! Kalau bukan karena hidayah yang Allah ilhamkan untuk menghadirkan kebaikan ke hati sang supir, tentu pemandangan ini tak akan semenakjubkan ini.
Kebaikan yg barangkali dilihat kecil tapi menakjubkan secara batin.
Anak² yang ditumpangi pun tak sedikit yg membekali doa pada sang abang, "semoga kaya raya bang!" "Semoga hari ini lu dapet banyak bang" "gw doain abis nganter gw penuh ntar angkot lu bang", dan lain sebagainya.
Wah, bukan kah doa mereka yg dosa nya masih sedikit akan lebih mudah sampai pada pengabulan? Bukankah doa seorang penuntut ilmu akan mendatangkan keberkahan ? Bukankah doa seorang saudara kepada saudara lainnya akan diaminkan para malaikat di sekelilingnya, apalagi telah disenangkan hatinya, doa nya akan semakin tulus terpanjatkan, kan?
Kebaikan kecil yang sederhana selalu bersahaja diterima jiwa. Ia langsung menyentuh rasa. Kontan memberikan kesan keteladanan yang menghadirkan panjangnya kebaikan pada yang lainnya.
Begitulah Allah, doa "curhatan" sederhana yang dipanjatkan selalu di kabulkan dengan kebaikan yg berlipat. Tak hanya dikabulkan angkot untuk laangsung jalan, tapi di berikan pula keteladanan yang mengagumkan. Yang lahir dari sebuah kesederhanaan, tapi melahirkan kebahagiaan bagi banyak hati yang membayarnya dengan doa keberkahan.
Sebuah teladan nyata bahwa kebaikan—infaq, tak terbatas bentuknya. Wujudnya beragam, yang jelas ia lahirnya dari hati, sehingga Allah karuniakan sampai ke hati.
116 notes
·
View notes
Text
DPRD Kabgor Segera Tindak Lanjuti Aspirasi Warga Botumoputi, Terkait Pemberhentian Plh Kades
DPRD Kabgor Segera Tindak Lanjuti Aspirasi Warga Botumoputi, Terkait Pemberhentian Plh Kades #LegislatorMenara #SyarifudinBano #DPRDKabupatenGorontalo #TindakLanjut #Aspirasi #Warga #DesaBotumoputi #KabupatenGorontalo #Pemberhentian #PLHKades
Hargo.co.id, GORONTALO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo, dalam hal ini Komisi l akan segera menindaklanjuti apa yang menjadi aspirasi warga Desa Botumoputi, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo terkait digantinya pelaksana harian (Plh) kepala desa (Kades) diwilayah tersebut. Ketua Komisi l DPRD Kabupaten Gorontalo, Syarifudin Bano seusai menerima warga dari Botumoputi…
View On WordPress
#Apsirasi#Desa Botumoputi#DPRD Kabupaten Gorontalo#Kabupaten Gorontalo#Kecamatan Tibawa#Legislator Menara#Pemberhentian#PLH Kades#Syarifudin Bano#Tindak Lanjut#Warga
0 notes
Text
Aku masih mencintaimu dengan logika. Mencari tahu segala baik burukmu untuk mendapatkan label pantas. Senantiasa mempelajarimu untuk menemukan alasan mengapa harus memilihmu.
Lelah itu sudah pasti. Mencerna setiap gerakan yang kamu buat. Memastikan setiap tindak yang kau lakukan. Hanya untuk memberi makan logika yang masih di selubungi perihal rasa tak mudah percaya dan ranjau nyaman yang fana.
Ingin menjadikanmu tujuan. Tapi masih banyak yang lalu lalang. Ada banyak tempat pemberhentian. Yang masih ingin ku singgahi dan ku rasakan. Tentang mencintaimu dengan hati, itu masih ku pertimbangkan.
Kau tahu, diriku masih terjebak dalam pusaran badai keraguan. Dan sedang berusaha untuk melarikan diri dari sana. Sedangkan berlari ke arahmu, itu menjadi bagian dari rencanaku. Perihal bagaimana caranya, biar aku yang menyelesaikannya.
@suniyahdewi
#suniyahdewi#inspirasi#motivasi#nasihat#selfreminder#quotes#quoteoftheday#qotd#quote#tulisan#storyofsun#tumblr#writers on tumblr#ntms#in your orbit#in my orbit#mencintai#logika
19 notes
·
View notes
Text
Rapat Paripurna Pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Molor Dua Jam
SERANG– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Serang menggelar rapat paripurna, Rabu(1/11/2023). Agenda rapat ini adalah Pengumuman Usulan Pemberhentian Walikota Serang Periode 2018-2023 Karena Berakhir Masa Jabatan; dan Penetapan Pemberhentian dengan Hormal Wakil Walikota Serang Periode 2018-2023 Atas Permintaan Sendiri. Rapat ini sempat molor hampir dua jam dari jadwal. Rapat paripurna…
View On WordPress
0 notes
Text
Berjarak.
Sudah sekian waktu aku melepaskan harapan itu. Pada asa dan rasa yang pernah sedemikian rupanya tumbuh dan mengakar. Pada enggan dan segan yang berakhir jadi sungkan meski nala bersikeras ingin tahu segala keadaan.
Aku hanya manusia. Betapa serakah jika aku tetap ingin memaksa karsa. Wahai, kalaulah Puan boleh dan hendak memilih, maka bukankah begitu pula sang Tuan?
Satuan waktu kian terulur seiring jarak bertambah angka bentangannya. Juga aku yang masih tak mampu mengukur rindu meski telah kuhitung-hitung berapa jumpa yang sudah lewat masa tak kujamah.
Pada semua tanyaku yang tak pernah sampai alamat, masih pantaskah ia tetap kusimpan atas namamu? Adakah kecil kemungkinan terlintas sedikit 'aku' pada ramainya lalu-lalang kelindan di benakmu? Kalau-kalau suratan-Nya ternyata mengantarkanku menyampaikan semua tanya itu, akankah kamu seseorang yang membawa segala jawabnya?
Lagi, aku terjebak pusaran penasaran yang masih belum jelas dimana ujungnya itu.
Pada segala jarak yang tak bisa kudekap raga, aku merengkuhmu dalam doa. Dalam sunyi dua pertiga malam yang berusaha meredam rindu-rinduku yang teramat berisik, aku mencoba untuk tak banyak berisak.
Barangkali kita memang masih berjarak. Atau barangkali kita sedang berjarak saja. Atau barangkali pula, kita memang sudah berjarak. Entah kata mana yang lebih tepat kusandingkan jikalau menyoal jarak yang terhampar di antara kita.
Padamu, aku tak ingin meninggalkan apapun lagi. Karena akan merepotkan untukku menjemput apa-apa yang tertinggal di rumah lama. Rumah? Iya, bagiku sempat. Entahlah bagimu yang seringkali hilang kabar ditelan kesibukan itu.
Tapi karenamu, aku belajar berjalan membelakangi arah dari segala yang tengah menuju selesai. Ya, mungkin kamu salah satu pemberhentian sebelum aku melanjutkan perjalanan. Sebelum akhirnya, kita sekali lagi jadi dua orang asing di gerbong kereta, dan kembali merentangkan sebuah dimensi yang kita sebut sebagai jarak.
(Rumah, 18 Juni 2024. 18:25. Postingan dari draft bulan April lalu. Sisa-sisa lebaran Adha yang membuatku ingin berdiam diri lebih lama lagi di nyamannya rumah di Sukoharjo.)
8 notes
·
View notes
Text
Roller Coaster.
Kadang kita memiliki hari-hari yang jalan ceritanya terasa seperti sedang menaiki roller coaster. Silih berganti, menemui kondisi yang berbeda-beda tiap hari. Ada masa dimana kita seakan berjalan di lintasan datar. Lalu berubah menanjak, tiba-tiba menurun, menukik, berputar, hingga berbelok dengan tajam.
Ada di antara kita yang mencoba menikmati jalannya. Ada yang terkesima dengan pemandangan pada puncak lintasannya. Ada yang menutup mata karena takut akan ketinggian dan kecepatan keretanya. Dan, aku yakin, tidak sedikit dari kita yang akhirnya memilih berteriak sepanjang jalannya. Begitulah kita saat berada di dalamnya.
Roller coaster kehidupan yang membuat kita merasa excited, nyatanya dalam waktu bersamaan juga membuat kita lelah. Sebab dituntut untuk beradaptasi dengan cepat, memproses emosi satu ke emosi lainnya dalam waktu yang singkat. Hingga ada suatu titik akhirnya kita lelah dan muak. Rasanya, hanya ingin berteriak.
Kamu tahu? Kabar baiknya adalah bahwa setiap roller coaster pasti akan ada akhirnya. Kamu hanya perlu memenangkannya dengan terus bertahan pada keretamu hingga ia sampai pada stasiun pemberhentiannya.
Jika berteriak bisa membuatmu bertahan, jika menangis membuat hatimu lebih lapang, jika menghadirkan senyum membuatmu lebih kuat, maka lakukanlah. Apapun yang membuatmu dan keretamu tetap berjalan pada lintasannya, maka lakukanlah
Karena ia tidak akan selamanya. Suatu hari, roller coastermu pasti akan sampai, usai, di stasiun pemberhentian. Saat itu, kamu telah menang.
Bertahan sampai akhir, ya?
10 notes
·
View notes
Text
Kelipatan Persekutuan
Kurasa, cinta seperti angka kelipatan persekutuan.
Entah di langkah ke berapa atau di pemberhentian yang mana kita akan bertemu,
Entah hanya sekali atau berulang kali kita akan bertemu dalam masa hidup kita,
Atau bahkan langkah kita sudah harus berhenti sebelum kita pernah bertemu.
Walau begitu, untuk tahu kau adalah kelipatan persekutuanku atau sebaliknya, kita harus terus berjalan.
Sampai jumpa di pemberhentian manapun, kelipatan persekutuanku.
#quotes#poetry#poems on tumblr#puisi#sajak puisi#my writing#writers on tumblr#cinta#tulisan#sastra#kumpulan puisi#senandika#penulis
9 notes
·
View notes
Text
Masih Tertatih
Mungkin kita masih sama-sama belajar tentang bagaimana saling menautkan harap agar berjalan seirama dengan takut yang tak kalah banyak. Kadang kita berseteru dengan ingin masing-masing, mendiamkan hanya karena ketidak sanggupan untuk mengatakan. Padahal tak apa, mengatakan sesuatu bukan hal yang niscaya untuk akhirnya dapat dibicarakan dengan bijak.
Mungkin kita masih meniti waktu, untuk sama-sama saling memahami tentang bagaimana megendalikan perahu agar sampai kepada pulau impian yang sempat diceritakan.
Mungkin kapal kita tengah karam, dihantam ego dan perasaan yang tidak dapat divalidasi dengan baik. Kita perlu memperbaiki apa-apa yang berlubang dari kapal yang akan menghantarkan kita agar sampai kepada tujuan.
Mungkin kita sedang diajak bertumbuh, lewat perasaan kosong yang kecil, lewat bicara-bicara yang kadang membuat nyeri walau tak seberapa, bahkan lewat guluman senyum atau apresiasi yang mungkin masih dirasa bukan hal yang bisa untuk selalu dinampakan.
Kita masih tertatih untuk sama-sama tahu, jika pulau yang kita pilih adalah tempat pemberhentian yang tidak akan lagi meminta kita berpindah daripadanya.
Kita masih tertatih untuk sama-sama memeluk dan memberitahu, jika ruang yang kita tempati adalah ruang yang masih sama dan akan selalu sama untuk menjadi tempat pulang ternyaman.
Sudut kamar, Bandung 30 Januari 2022
105 notes
·
View notes