arumpuspa29
Nighthawks
333 posts
Sebuah catatan sederhana mengenai perjalanan belajar memaknai samudera kehidupan.
Last active 3 hours ago
Don't wanna be here? Send us removal request.
arumpuspa29 · 5 days ago
Text
Aku kadang menghilang. It's my thing. Tak ada yang memperhatikan, tapi ada hari di mana aku memilih untuk menutup pintu hati, dan fokus mencoba melewati hujan dan pikiran sedih yang selalu menemukan jalannya ke permukaan.
Ada saat-saat ketika orang-orang mungkin membutuhkanku namun aku tidak dapat dijangkau. Ketika telepon berbunyi, aku hanya akan menatap penelepon dan menunggu untuk berhenti karena aku tidak ingin berbicara. Kuharap mereka tidak keberatan. Aku tidak pernah bagus dalam hal membuka diri kepada orang lain, atau dengan berbagi beban duniaku, dan kupikir itu seharusnya tidak apa-apa. Kita semua berjuang dalam pertempuran yang tidak kita ceritakan kepada siapapun.
Jangan salah sangka, hidupku banyak momen bahagia. Tapi kadang-kadang aku menghilang untuk menyelamatkan diriku, dan aku berharap itu bukan hal yang egois untuk dilakukan. Aku hanya ingin memenangkan pertempuranku juga.
— Jun Mark Patilan
129 notes · View notes
arumpuspa29 · 7 days ago
Text
Turbulensi.
Rasa-rasanya di setiap fase hidup, pasti ada cobaannya masing-masing. Pas sekolah cobaannya ya seputar konflik pertemanan, pas kuliah lebih kompleks lagi ke percintaan dan skripsi, kelar kuliah cobaannya di tempat kerja, belum lagi urusan tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan banyak lagi seterusnya.
Dan kalau diinget-inget, ya memang cobaan yang dihadirkan-Nya ke kehidupan kita tuh emang yang sesuai kadar kemampuan dan kapasitas problem solving kita.
Trus jadi keinget sama sebuah kalimat yang pernah diucapkan oleh salah satu pembicara favoritku di CC pas dulu sesi deeptalk (semoga Allah rahmati beliau dan keluarga, aamiin).
Turbulensi itu hanya bisa terjadi dan kita rasakan ketika kita sudah lepas landas.
Waktu itu konteksnya adalah menghadapi dewasa dan masalah-masalahnya.
Sekarang menyadari bahwa, setelah lolos dari 'guncangan' hidup satu, bakal ada next-level turbulensi lagi di depan. Dan hidup ini memang ujian, kan? Baik di kala lapang maupun sempitnya, hakikatnya adalah untuk menguji bagaimana kita memaknai takdir dan percaya pada Sang Maha, yang Memegang penuh kemudi kendali hidup kita.
So, selamat lepas landas mendewasa! Semoga tetap teguh mengudara ke tujuan meskipun hidup selalu punya kejutan-kejutan dan goncangannya. Dan semoga, bisa mendarat dengan lancar di akhir hayat untuk sampai di tempat-tempat yang mulia dan ditinggikan-Nya. Aamiin.
(Semarang, 16 November 2024, 19:55. Malam minggu hujan. Hari ini seharian mendung dan gerimis. Ditulis pas lagi ngerasa kangen rumah dan pengen cuti buat ngecamp.)
2 notes · View notes
arumpuspa29 · 28 days ago
Text
Rambu Abu-Abu.
Setiap kali menemui ragu atau ambigu, setiap itu pula benakku gatal ingin mencari kejelasan dan menggariskannya ke kertas.
Setiap kali langitku dipenuhi kelabu, rasa-rasanya tak sabar untuk menumpahkan warna merah kuning jingga hingga ungu dan melukisnya di kanvas.
Itu aku, di depan ketidakpastian. Terombang-ambing perasaanku sendiri. Kalut pada segala kemelut yang rumit antara kita.
Dibilang tidak tapi iya, dibilang iya tapi tidak. Aku payah menebak-nebak, sedangkan kamu ucap sepatah kata pun tidak.
Kamu boleh bilang aku terlalu perasa, atau sebut aku penyair yang sedikit gila. Tapi jangan buat si penyair yang sudah hampir gila ini semakin menjadi-jadi gilanya dihujani ribuan tanda tanya.
Katakan, kamu mau bagaimana? Apa yang kamu perlukan?
Jangan hanya diam dan menungguku pulang. Jangan mencari alasan untuk menundaku lebih lama kembali ke pekerjaan. Jangan hanya sekedar membalas pesan yang lebih dulu kukirimkan. Jangan hanya sembunyi, berlindung dibalik senyum canggungmu itu.
Ceritakan segala yang jadi isi kepalamu hari ini. Tanyakan apa yang ingin kamu ketahui. Tuangkan segala carut marut itu jika harimu berat. Biarkan aku sedikit masuk ke kehidupanmu, sedikit mengkawatirkanmu, sedikit memperhatikanmu. Katakan dengan jelas maksud dan tujuanmu agar aku tak salah menangkap inginmu.
Aku bisa berbagi sedikit bebanmu itu tanpa merasa terbebani. Aku ingin dilibatkan pada pertimbangan-pertimbangan untuk keputusan besarmu. Dan akan senang hati mendengar cerita-ceritamu.
Mari kita pertegas garis putus-putus itu. Mana yang boleh kita lewati batasnya, mana yang perlu kita lindungi wilayahnya. Mana yang hanya untukmu, hanya untukku, dan mana yang untuk kita.
Diantara rambu abu-abumu yang kamu pasang itu, aku tak ingin jadi seorang yang salah baca pertanda. Aku tak ingin menyimpulkan sendirian tentang semuanya, tanpa kamu tahu segalanya.
(A short point of view. Semarang, 26 Oktober 2024, 21:22. Lagi rindu sama geng Trah Mbah Adam tapi ya masa aku terus yang nelpon duluan? hfft.)
11 notes · View notes
arumpuspa29 · 1 month ago
Text
Lyfe-updating.
(Ditulis sebagai emotional-dumping dan uneg-uneg curcol belaka. Warning : akan ada banyak ketikan alay, please bear with me or just kindly skip this post.)
Dua-tiga bulan terakhir, hidupku (baca: real life) lagi "seru-seru"-nya. Alias super-duper ada-ada ajaa ceritanya. Makanya lama ga nulis disini karena energi udah terkuras di huru-hara hectic-nya kesibukan duniawi (astaghfirullah *mode tobat). Jadinya ya cuma baca postingan adem temen-temen disini, scroll bentar, udah deh lanjut ke kehidupan nyata lagi.
Tapi ner bener deh. Dua bulan kerasa lama karena banyak cerita dan hal-hal yang cukup mengejutkan terjadi berurutan, tapi di waktu bersamaan juga ngerasa 2 bulan ini cepet banget kaya ga kerasa apa-apa saking banyaknya kerjaan dan hal yang kudu w selesein.
Emang ya, kehidupan dewasa kadang kerasa monoton karena rutinitas. Eh tapi juga ada aja gebrakan dar-der-dor nya pas lagi di keadaan yang ga siap.
Berasa mau ga mau, tiap waktu kudu mempersiapkan diri buat sigap kalo tiba-tiba semesta ngasih kejutan tanpa aba-aba sambil bilang, "Surprise! Selamat belajar bab baru kehidupan yahh! Nih gw kasi pelajaran dikit biar kaga kaget-kaget amat kedepanye!"
Lah, w sebagai manusia yang sedang menjalani hidup seberusaha-berusahanya jadi terkedjoet kan. Paling nggak pake pertanda dulu deh kalo mau surprise-in, napa nrobos ae sih? Hati mungiel w jadi sering olahraga spot jantung. Otak juga jadi sering berkabut.
Tapi yang paling bikin gempar kamar kos w (soalnya kalo ini kaga bisa detil cerita ke siapa-siapa dulu) adalah, tetiba muncul beberapa mak comblang dalam hidup gw. Kayak, ga ada yang lebih mengejutkan apa? Menang undian umroh, kek! (Plis bantu Aamiin-in yang kenceng). Dapet trip gratis ke Raja Ampat, kek! Apa gitu yang lebih wow dan bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa? Ini kek, woy kenape tiba-tiba ada makcomblang? Dan ga cuma satu? Huhu (*emot nangis).
W sadar penuh kok, kalo umur udah memenuhi. Tapi ya, emangnya melayar di bahtera rumah tangga syaratnya umur minimal 25, berpenampilan menarik, dapat bekerja sendiri maupun dalam tim dan menyukai tantangan kek loker-loker diluar sana? Kaga atuhh :((
Boleh gak, kalo w rikues doain aja yang baik-baik, ketemunya sama yang sholeh dan bertanggung-jawab, gitu? Plis banget yang nanyain "kapan? kapan?" itu, w lama-lama pasang tarif juga nih, per pertanyaan 25rebu. Nah loh, bangkrut lu pada ntar kan.
Yuk, ah, lebih bijak dan hati-hati kalo mau nyomot topik pembicaraan. Kadang, beberapa hal cukup sensitif buat orang lain. Kadang melelahkan juga jawab pertanyaan yang sama yang kita sendiri juga belum tahu jawabannya apa.
Well, sebenarnyaa, aku gapapa banget kalo misal ada pihak atau siapapun yang niatnya baik mau membantuku "meluaskan networking" (baca: nyomblangin). Tapi tolong, pakai kata-kata yang ngga ofensif lah. Ameh nulung opo menthung, jane ki? (Translate: mau nolong apa ga sih, sebenernya?).
Aku pribadi sangat sangat open. Ya kalau bisa nambah temen, kenapa engga? Siapa tahu bisa nambah silaturrahim dan terbuka luas rezeki, who knows?
Kita ga tahu kan, dari mana jalan Allah membukakan pintu itu? Bisa jadi ada tangan-tangan perantara-Nya dari teman, saudara, bahkan kenalan yang memang ditakdirkan Allah untuk membantuku.
Yang jelas, entah siapapun itu nantinya, semoga jalannya menujuku dan jalanku menujunya selalu Allah jaga di koridor yang benar. Aamiiin.
Udah dulu lyfe-update dear diary episode kali ini. Berharap besok-besok udah lebih longgar buat corat-coret lagi. Byeee, take care!
(Semarang, 24 Oktober 2024. Tanggal cantik, 00:10. Kamar kos. Udah agak ngantuk tapi lagi kepikiran beberapa hal.)
2 notes · View notes
arumpuspa29 · 3 months ago
Text
KDRT
Waktu berita KDRT kemarin viral dan videonya sampai ke fyp-ku, aku langsung peluk suami dan bilang, "makasih ya kamu udah sayang sama aku. Ga pernah pukulin aku meski aku nyebelin. Makasih ya udah jadi suami yang ga pernah kasar sama istri..."
Aslinya mau lanjut ngomong aku sayang sama kamu banget-banget tapi ketahan, udah kadung mewek di pelukannya. Ga pelukan juga sih, aku yang meluk. Dia berdiri aja bingung, ga bergerak kaya gedebog pisang😂😂
Aku juga mau terima kasih ke abah, makasih ya abah udah pilihin aku suami yang nggak pernah main tangan..
Inget banget pas suami ngelamar aku, abahku bilang gini sebelum mengiyakan.
"Kamu boleh menikahi anak saya, tapi saya tidak akan segan ambil kembali anak saya kalau kamu melanggar dua hal. Pertama, kamu ajak anak saya keluar dari syariat dan menjauhi Allah. Kedua, kamu main tangan dengan anak saya. Seumur hidup saya, saya didik anak saya dengan kasih sayang. Kalau kamu kasar sama anak saya, saya akan bawa dia kembali."
Pas ada video ayah Cut Nabila datang, terus Cut Nabila nangis di pelukan ayahnya. Sepanjang video aku nangis banget Ya Allaaah😭😭
Tolong lindungi semua istri di muka bumi ini dari suami-suami kasar, mokondo, dan manipulatif. Tolong lindungi semua suami di muka bumi ini dari godaan berbuat jahat kepada istri dan anaknya.
283 notes · View notes
arumpuspa29 · 4 months ago
Text
Pemantik Rindu.
Rasa-rasanya gemerlap duniawi sudah berhasil mengelabui hati, bahwa memasang angka dan pencapaian tinggi adalah harga diri yang harus mati-matian diperjuangkan.
Tapi malam ini, aku tertampar oleh VR berdurasi 15 menit, dengan judul 'Hijra'. Aku datang dengan niat semoga bisa kembali menyemangati diriku yang merasa sedang futur dan butuh diingatkan kembali.
Di VR —yang sejujurnya terlalu- singkat itu, dipaparkan sekilas narasi dan highlight kisah hijrahnya Rasulullah SAW. dari Mekkah ke Madinah. Aku seolah ikut merasakan ketegangan saat rumah Rasulullah SAW. dikepung kaum kafir Quraisy.
Aku turut merasakan takut dan cemas saat Rasulullah SAW dan sahabat beliau, Abu Bakar Ash-Shidiq bersembunyi dari kejaran musuh di gua Tsur. Kemudian merasakan tenang yang mengalir ke jiwa saat tahu bahwa pertolongan Allah sedekat itu, lewat perantara bantuan laba-laba dan burung merpati.
Dan puncaknya, ketika video VR 'mengajak'ku berjalan di pelataran masjid Nabawi, mengajakku duduk di Rhaudhah, dan akhirnya tangis yang kutahan-tahan pecah saat melihat makam Rasulullah SAW. dan kedua sahabat beliau, Abu Bakar Ash-Shidiq RA dan Umar bin Khatab RA.
Meski hanya visualisasi dari VR, hatiku rasanya ada gejolak yang besar sekali. Perasaan yang aneh bagiku. Karena bagaimana mungkin kita bisa merindukan sesuatu yang belum pernah kita lihat lamgsung dengan mata kepala sendiri?
Iman yang setitik ini, dengan tatih-tatih langkah, kembali 'disentuh'-Nya dengan lembut. Seperti Allah sedang berbisik, "Kamu sudah jauh, hamba-Ku.. Kemari, pulanglah ke rumah-rumahKu. Kamu boleh mengadu dan menangis sepuasmu. Kemarilah, Aku akan menerimamu, hamba-Ku."
Sungguh, aku tak tahu dampak video VR durasi 15 menit bisa semenggetarkan ini. Lalu sehebat apa rasanya bila bisa lamgsung bertamu ke rumah-Nya disana? Sehebat apa rindu dengan Rasulullah SAW. di Raudhah sana kalau melihat makamnya via VR saja sudah se-menggebu ini perasaanku?
Yaa Rabbi, panggil kami. Panggil hati-hati kami yang mulai dilalaikan oleh urusan duniawi. Panggil hati-hati kami yang seringkali lupa memupuk rindu untuk mengusahakan berkunjung ke rumah-Mu. Panggil hati-hati kami agar senantiasa berbenah dan memantaskan dan mempersiapkan diri untuk menemui-Mu.
Mungkin seharusnya memang rindu-rindu macam ini yang mestinya rajin dipupuk dan terus berusaha mencari pemantiknya.
Ya Allah, izinkan kami menuju-Mu, mengunjungi rumah-Mu, dan menjadi tamu-Mu. Aamiin.
(Semarang, 9 Agustus 2024, 21:12. Perasaan rindu sepulang menonton VR Hijra yang rasanya kurang lama durasinya.)
2 notes · View notes
arumpuspa29 · 4 months ago
Text
Tak Sebanding.
Kalau kita mencari-cari apa yang kurang dan tidak ada dalam diri kita, akan selalu ada serentetan daftar panjang yang mudah sekali terpikirkan.
Lalu, daftar panjang itu entah sadar tak sadar membuat kita melihat kesempurnaan yang dipunya orang lain. Seolah kita tak punya apa-apa, dan orang lain punya segalanya.
Kalau kita sibuk menghitung karunia milik orang lain, maka di detik yang sama, rasa syukur kita akan menguap seketika. Yang semula cukup menjadi kurang, yang semula lapang jadi sesak. Lantas lupa akan tak terhitung banyaknya nikmat yang kita punya, yang boleh jadi orang lain sedang usahakan.
Kalau kita selalu mengukur dan menakar apa-apa yang tak tertulis untuk kita, maka hanya akan menjadi pembandingan tiada akhir. Kekhawatiran dan kegelisahan kita jadi hanya sebatas hal-hal yang nampak dan terukur oleh parameter manusia. Lupa bahwa nanti, bukan semata-mata itu yang diperhitungkan dan dipertanyakan-Nya.
Padahal, kita tak berhak membanding-bandingkankan hidup kita dengan yang lain. Kita tak punya kapasitas untuk memberi penilaian hidup siapa yang lebih baik dari hidup siapa. Kan, kita hanya menjalani hidup kita sendiri dan bukan mereka. Terlalu dangkal bila semua hal di standardisasi dengan satu variabel yang tak pasti.
Apa yang sudah jadi ketetapan Allah adalah adil. Sudah diukur, ditakar, ditimbang, dan dihitung sesuai dengan perhitungan-Nya.
Kalau-kalau sedang di fase comparing begini, memang rasanya seolah kita sendiri yang tertinggal sedangkan orang lain sudah melangkah jauh di depan sana. Karir, keuangan, percintaan, keluarga, jodoh, kesehatan, fisik yang rupawan, jejaring hebat, studi, dan apalah itu kamu sebut saja semua.
Padahal kalau mau mengingat-ingat lagi, berhasil sampai di titik ini pun, kita juga melewati dan mencapai banyak hal. Bergelut dengan pikiran dan perasaan diri sendiri juga bukan hal mudah, tapi buktinya bisa kita lalui meski beratus-ribu kali remedinya.
Malam-malam panjang diisi tangis yang ditahan supaya tak ada orang lain yang dengar, luka-luka menganga yang coba kita obati sendirian, perasaan-perasaan tak berharga yang kita simpan rapat-rapat, serta pikiran-pikiran yang ingin sekali kita singkirkan dari kepala —kalau bisa semudah itu. Semua itu, apa tak bisa juga kita sebut sebagai pencapaian yang sepatutnya diapresiasi?
Semua perjuangan yang jungkir-balik kita lakukan itu, tak sebanding dengan hal-hal yang sering kita banding-bandingkan dengan orang lain itu.
Boleh, kalau pembandingan itu adalah bentuk motivasi diri. Sebagai inspirasi. Tapi sudah, tarik garismu dan tentukan batas. Jangan terlarut lalu hanyut pada pembandingan-pembandingan yang hanya akan menyakiti dirimu sendiri.
Dearself, semua orang punya waktunya, begitupun kamu. Kamu boleh jalan, boleh lari, berbelok arah, berhenti sebentar, atau bahkan putar haluan. Tapi sekali lagi, jangan bandingkan jalurmu dengan yang lain. Semua lajur yang kamu pilih punya jurang dan bukitnya masing-masing.
Tak perlu mengukur yang tak bisa kita ukur, atau menghitung yang tak bisa kita hitung. Kalau mau mengukur dan menghitung, coba pakai milik sendiri. Jangan bandingkan apa-apa yang tak sebanding, ya?
(Semarang, 8 Agustus 2024, 20:03. Self reminder setelah melihat orang-orang yang sudah tiba duluan pada fase-fase pencapaian penting di hidup mereka. Sebuah catatan overthinking malam ini.)
7 notes · View notes
arumpuspa29 · 4 months ago
Text
Berlindung (dari) Diri.
Kadangkala, kita sebagai orang dewasa merasa bahwa apa-apa yang kita yakini dan lakukan adalah hal-hal yang selalu benar.
Padahal, menjadi dewasa bukan berarti lantas terbebas dari bias pada cara kita berfikir, cara kita memandang sesuatu, bahkan cara kita melakukan sesuatu.
Dan bias-bias itulah yang seringkali membuat kita menjadi tidak menyadari ketika memang langkah kita tergelincir sehingga melakukan kesalahan.
Boleh jadi, kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari itu ternyata melukai hati orang lain, atau bahkan sampai merugikan baik secara material maupun non-material. Betapa mengerikan kalau kita selama ini merasa aman-aman saja, padahal diam-diam dzolim kepada orang lain? Na'udzubillahimindzalik, ya Allah..
Kadang takut sekali kalau membayangkan diri bisa tidur nyenyak dan lahap makan sedangkan di waktu yang sama sedang dzolim. Yang berusaha kita jaga saja seringkali tak sengaja menggores hati orang lain, apalagi kalau serampangan dalam berlisan dan bertingkah laku.
Semoga, diri kita Allah jaga dari ucapan, sikap, tulisan, dan apapun yang kita lakukan dari menyakiti orang lain.
Semoga, Allah tunjukkan pada kita kejelasan antara yang benar dan salah supaya langkah kita tak terjerumus pada jalan-jalan yang dibenci-Nya.
Semoga, Allah lembutkan hati-hati kita untuk terus menjaga apa-apa yang dititipkan-Nya pada kita, termasuk hati, lisan, akal pikiran, dan seluruh anggota tubuh kita, agar tak bermudah-mudah mencemarinya dengan dosa.
Dan semoga, Allah lindungi kita dari diri kita atas segala ketidaktahuan dan kecerobohan yang seringnya tidak kita sadari. Kalaupun kita sebagai manusia khilaf melakukan kesalahan, semoga Allah bukakan hati kita untuk segera menyadarinya, Allah lapangkan hati kita untuk segera meminta maaf, dan Allah bantu kuatkan diri kita untuk senantiasa memperbaikinya dan mengambil pelajaran.
Allohumma arinal haqqo haqqon warzuqnat tibaa'ahu, wa arinal bathila bathilan warzuqnaj tinaabahu. Wa laa taj'alhu multabisan 'alayna fanadlilla, waj'al a lilmuttaqiina imaama. Artinya: “Ya Allah tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dan bantulah kami untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kepada kami yang batil itu batil dan bantulah kami untuk menjauhinya. Janganlah Engkau menjadikannya samar di hadapan kami sehingga kami tersesat. Dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
(Semarang, 6 Agustus 2024, 16:25. Ditulis sebagai catatan untuk diri sendiri. Posisi masih di kantor, sambil merenung akibat kecerobohan diri sendiri yang kusesali. Lain kali semoga nggak ceplas-ceplos dan grusa-grusu soal apapun ya, Rum! Plis jangan merasa selalu benar juga karena kan kita ga tahu semua hal yang ada di bumi ini :" biasain tabayyun atau konfirmasi yuk!)
5 notes · View notes
arumpuspa29 · 4 months ago
Text
JOMO
Well, udah beberapa waktu aku berhenti ngikutin igs orang-orang, terutama teman yang kukenal. Mungkin udah sekitar 3-4 tahun (?) dan awal mulanya dipicu oleh that so called 'anxiety' hit me when I was doing my Final Project as a final year college student during pandemic.
Iya, kabar-kabar bahagia yang bertebaran di linimasa dan instagram story (igs) berandaku pada waktu itu ternyata berefek sebegitunya pada 'kewarasanku'. Bukannya aku tidak senang melihat teman dan orang-orang yang kukenali pada waktu itu berbahagia, hanya saja, kondisiku yang waktu itu diambang ketidakpastian dan bercampur kelelahan psikologis, membuatku justru menyalahkan diri dan jadi membanding-bandingkan. Which is a big red-flag buat diriku sendiri.
Waktu itu, akhirnya aku memutuskan untuk berhenti 'kepo' pada story mutualku, dan juga mute, block, hide story orang-orang tsb. Dan ditengah 'pelarian diri' dari hiruk-pikuk instagram yang menyilaukan, aku menemukan Tumblr sebagai tempat amanku bercerita tanpa harus cemas akan siapa-siapa saja yang melihat storyku atau menyukai postinganku. Di sini, aku bisa menulis tanpa khawatir harus bagus, atau harus membanggakan, berprestasi, dan hal-hal memukau lainnya —yang mana itu juga bagus.
Tumblr justru membuatku lebih tenang kalaupun aku harus ketinggalan trend viral tiktok maupun instagram. Karena ya di pandanganku, penghuni laman biru ini cukup ramah. Atau setidaknya minim perang di kolom komentar, minim gosip, dan jarang sekali ada trend aneh-aneh. Malahan, banyak nemu akun yang tulisannya adem.
Hal lain yang kusuka di sini yaitu, aku jadi ga perlu takut untuk menunjukkan kekurangan, kelemahan, perasaan-perasaanku yang punya tone negatif, dan bahkan luka yang kupunya lewat tulisan-tulisanku disini.
Ya intinya, kalau aku sering liat igs orang, biasanya adalah akun-akun yang menurutku inspiratif atau menghibur. Aku hampir tak pernah lagi memantau igs teman-temanku. Meskipun begitu, kami tetap berhubungan baik saat ketemu, kok. Aku cuma merasa life-updating kayanya bakal terasa lebih berarti kalau ketemuan langsung, karena ya siapa sih jaman sekarang yang bikin story lengkap soal kehidupan pribadi ke sosmed? We only share what we permit, right?
Kalaupun aku misalnya sekali-dua kali cek story ig temen, itu mungkin karena memang dia bagian penting di kehidupanku, atau aku lagi sekangen itu sama orangnya.
Yah, intinya (lagi), aku udah nyaman sama ke-JOMO-an ini. Aku juga udah ga terlalu merasa tertinggal kalau ada mutual-ku yang ternyata lebih dulu sampai ke impiannya (yang kadang-kadang adalah mimpiku juga).
Setiap orang punya alasan dan peta perjalanannya, kan?
So, lets just cherish our own journey and appreciate them as much as we could. Tanpa harus menjatuhkan yang lain, tanpa harus comparing progres satu orang dengan lainnya. Shall we?
1 note · View note
arumpuspa29 · 4 months ago
Text
Anticipatory Grief.
youtube
Sal Priadi-Gala Bunga Matahari.
Lagu ini adalah salah satu lagu yang bikin aku cirambay tiap dengernya setelah lagunya Eric Clapton-Tears in Heaven, Saybia-The Second You Sleep, Ada Band-Yang Terbaik Bagimu (Ayah), dan Melly Goeslaw-Bunda (Potret).
Setiap kali mendengar kabar duka dari keluarga, kerabat, sahabat, atau bahkan seseorang yang personally tidak terlalu dekat tapi kenal/tahu baik di dunia nyata maupun dari media sosial, setiap itu pula seperti ada yang menekan tombol aktif trigger 'anticipatory grief' yang selama ini seolah terbenam di diriku.
Sudah sejak cukup lama, aku punya ketakutan ini. Ketakutan akan ketidaksiapan diri untuk kehilangan orang-orang yang teramat penting di hidupku, terutama kedua orangtuaku. Dan memang mungkin tidak ada yang siap kehilangan orangtua mau sedewasa apapun kita nantinya.
Aku menulis ini di hari aku mendengar kabar duka yang datang dari salah satu sobatku, dan kebetulan bertepatan dengan hari ulang tahunku. Kutulis unggahan yang mungkin akan panjang ini dengan kecamuk hati yang sulit dijelaskan.
Aku jadi membayangkan bagaimana kalau seandainya itu terjadi kepadaku, dan seandainya aku yang ada di posisinya.
Kematian adalah niscaya. Pun sama halnya dengan kehilangan. Entah sudah berapa ribu kali kumainkan skenario di kepalaku seandainya hari menakutkan itu tiba, namun sebanyak apapun aku berlatih, tetap saja rasanya sesak walau hanya membayangkannya saja.
Tentu, aku sadar betul bahwa hari itu akan tiba di masa depan sana, kalau memang Allah takdirkan bukan aku yang pergi duluan. Aku tahu momen itu akan datang. Yang aku tidak tahu adalah, bagaimana aku menghadapinya, bagaimana aku mempersiapkannya, bagaimana nanti aku hidup setelah hari itu, bagaimana nanti aku bisa mengatasi rasa sedih dan kehilangan yang dalam itu.
Aku selalu berdoa semoga orang-orang terdekatku Allah beri panjang umur dan Allah limpahkan anugerah kesehatan sampai usia senja. Supaya aku punya lebih banyak waktu untuk menata hatiku dan menyiapkan ruang ikhlas yang besar saat hari itu tiba. Supaya aku punya ketegaran yang lebih besar dan kokoh ketika harus memuliakan saat-saat terakhir orang-orang tersayangku sebelum mengantarkannya pulang ke haribaan Sang Maha Pengasih dan Penyayang.
Dari beberapa literatur singkat yang kubaca sekilas, anticipatory grief yakni kedukaan yang dirasakan lebih dini. Adalah sebuah perasaan berduka atau kehilangan yang terjadi sebelum benar-benar kehilangan. Seperti tengah mengalami duka padahal kenyataannya sedang tidak di fase berduka. Biasanya dipicu oleh pikiran-pikiran, kekhawatiran, atau kenyataan mengenai keadaan kesehatan yang cukup parah dari orang yang kita sayangi.
Kita tahu, duka adalah bagian dari emosi manusia yang dirasakan ketika kita kehilangan. Dan berduka merupakan bagian dari proses how we deal with the loss that we experience.
Tapi berduka sebelum kehilangan juga menurutku adalah perasaan yang cukup menakutkan dan menyedihkan, in a complicated way. Dan kita semua juga tahu, ngga ada obat dari berduka. Yang kita mampu adalah terus berjalan melanjutkan hidup, memulung bekal perjalanan, sembari menghargai momen-momen yang masih bisa kita habiskan dengan orang-orang tersayang itu.
Teruntuk sobatku yang tengah berduka, aku memelukmu lewat doa.
Semoga Almarhum Bapak disana sudah sehat dan muda lagi, ya. Semoga Bapak sudah bisa istirahat lebih tenang sambil mengawasi putra kesayangannya yang sudah tumbuh dewasa. Meskipun bagi Bapak, barangkali kamu tetap jadi putra kecil menggemaskan bagi beliau.
Kuat-kuat, ya, Sobat. Jauh, jauh di suatu waktu di depan sana, mungkin aku akan bertanya satu-dua pertanyaan yang boleh jadi tak ingin kamu dengar. Pertanyaan yang sebenarnya pun sama sekali tak ingin aku tanyakan karena takut.
Mari lanjutkan bakti, meski lubang menganga di hatimu itu tetap akan disana dan tak ada yang bisa mengganti. Tetap saling doa, ya. Take your time, the world can wait.
(Semarang, 29 Juni 2024. Kabar duka tak terduga dari ayahanda salah seorang Sobatku. Di post 25 Juli 2024 22:06 setelah hampir sebulan baru berhasil mengumpulkan keping-keping keberanian. Allahummaghfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa robbayaani saghiiraa. Al Fatihah.)
3 notes · View notes
arumpuspa29 · 4 months ago
Text
Barangkali memang hidup yang bikin keluargamu tenang itu, hidup yang dijalani oleh sumber rezekimu yang baik.
Rezeki yang selama ini kamu pikir hanya membuat keluargamu cukup dan bertahan untuk hidup yang biasa-biasa saja.
Tapi bisa jadi disitulah letak keberkahannya, ketenangan mejalani ibadah rumah tangga dengan penuh rasa syukur.
Anak-anak dan keluarga yang sehat. Kedamaian berumah tangga tanpa begitu banyak pertengkaran dan kerelaan hati menjalaninya.
Bisa jadi hidup keluargamu yang biasa-biasa saja saat ini, adalah hidup yang dirindukan banyak orang diluarsana dengan segala keberlimpahannya.
Keberlimpahan yang hanya membuatnya sulit tidur dan tidak bisa membuat ruang keluarganya penuh tawa dengan segala kesederhanaannya.
Sering-sering periksa lagi, jika sumbernya baik mudah-mudahan mengalirnya juga jernih.
��ibnufir
354 notes · View notes
arumpuspa29 · 4 months ago
Text
Lebih Mudah.
Ada suatu titik ketika hidup kita akan berada di sebuah titik yang belum pernah kita lalui sebelumnya. Titik-titik yang sulit dan rumit, yang agaknya tak kita kuasai sedikitpun.
Akan ada masanya kita menjalani sebuah peran yang bagi kita teramat berat di permulaannya. Entah peran yang dimulai dari rumah, tempat menimba ilmu, tempat kerja, atau pada skala lain yang lebih besar dan lebih luas manfaatnya.
Di suatu waktu di masa depan sana, kita akan menghadapi sebuah permasalahan keruh yang sulit kita jernihkan. Masalah yang kadang membuat kita lupa untuk kembali pada pondasi kokoh yang mendasari segala jawaban di muka bumi ini.
Dan akan tiba saatnya, kita akan mulai mengemban amanah-amanah berat yang baru. Amanah-amanah yang mungkin akan terlalu berat kita pikul sendirian.
Oleh karenanya, bersamailah seseorang yang membuatmu merasa lebih mudah melewati fase demi fase pendewasaanmu. Seseorang yang dengannya kamu lebih mudah meningkatkan iman dan ketaqwaan. Yang dengannya lebih mudah untuk mengingat-ingat kebaikan.
Temukan seseorang yang juga mampu membersamaimu untuk bisa lebih mudah merenda syukur dan merajut sabar. Seseorang yang membuatmu lebih mudah berbagi teduh. Seseorang yang bersamanya, membuatmu lebih mudah untuk menguatkan diri meski barangkali ada hal pelik yang perlu kamu selesaikan.
Karena pada akhirnya, hidup tak mungkin tanpa masalah. Kita tak sedang berlayar di lautan mati yang tanpa ombak dan karang. Kita tak sedang melaut yang tanpa badai dan angin kencang. Entah apa yang nantinya lebih dulu menerjang, semoga kita masih sempat untuk mengusahakan sekuat mungkin untuk berpegang pada tali-Nya.
Namun, sebelum itu semua, pertama-tama mari kita buat diri kita untuk lebih mudah membuka mata hati untuk menerima nasihat-nasihat kebaikan. Mari buka pintu itu lebar-lebar tiap kali hidayah mengetuk. Persilakan mereka masuk dan jamu sebaik mungkin. Jangan hanya tunggu, tapi mari kita hampiri selangkah demi selangkah. Buat diri kita lebih mudah untuk meminta dan memberi maaf, juga berterima kasih. Dengan itu, kelak kita juga akan membuat siapapun seseorang itu jadi lebih mudah untuk membimbing dan mengarahkan.
Aamiin.
(Semarang, 22 Juli 2024. 20:35. Baru tiba di kamar kos. Sebuah tulisan untuk diri sendiri yang buru-buru dituang dari kepala karena terlintas pas lagi perjalanan motor ke kosan. Terinspirasi dari percakapan dan nasihat tak terduga dari bapak penjaga parkir di pertigaan Masjid Agung Pandanaran. Terimakasih bapak!)
38 notes · View notes
arumpuspa29 · 5 months ago
Text
Berjarak.
Sudah sekian waktu aku melepaskan harapan itu. Pada asa dan rasa yang pernah sedemikian rupanya tumbuh dan mengakar. Pada enggan dan segan yang berakhir jadi sungkan meski nala bersikeras ingin tahu segala keadaan.
Aku hanya manusia. Betapa serakah jika aku tetap ingin memaksa karsa. Wahai, kalaulah Puan boleh dan hendak memilih, maka bukankah begitu pula sang Tuan?
Satuan waktu kian terulur seiring jarak bertambah angka bentangannya. Juga aku yang masih tak mampu mengukur rindu meski telah kuhitung-hitung berapa jumpa yang sudah lewat masa tak kujamah.
Pada semua tanyaku yang tak pernah sampai alamat, masih pantaskah ia tetap kusimpan atas namamu? Adakah kecil kemungkinan terlintas sedikit 'aku' pada ramainya lalu-lalang kelindan di benakmu? Kalau-kalau suratan-Nya ternyata mengantarkanku menyampaikan semua tanya itu, akankah kamu seseorang yang membawa segala jawabnya?
Lagi, aku terjebak pusaran penasaran yang masih belum jelas dimana ujungnya itu.
Pada segala jarak yang tak bisa kudekap raga, aku merengkuhmu dalam doa. Dalam sunyi dua pertiga malam yang berusaha meredam rindu-rinduku yang teramat berisik, aku mencoba untuk tak banyak berisak.
Barangkali kita memang masih berjarak. Atau barangkali kita sedang berjarak saja. Atau barangkali pula, kita memang sudah berjarak. Entah kata mana yang lebih tepat kusandingkan jikalau menyoal jarak yang terhampar di antara kita.
Padamu, aku tak ingin meninggalkan apapun lagi. Karena akan merepotkan untukku menjemput apa-apa yang tertinggal di rumah lama. Rumah? Iya, bagiku sempat. Entahlah bagimu yang seringkali hilang kabar ditelan kesibukan itu.
Tapi karenamu, aku belajar berjalan membelakangi arah dari segala yang tengah menuju selesai. Ya, mungkin kamu salah satu pemberhentian sebelum aku melanjutkan perjalanan. Sebelum akhirnya, kita sekali lagi jadi dua orang asing di gerbong kereta, dan kembali merentangkan sebuah dimensi yang kita sebut sebagai jarak.
(Rumah, 18 Juni 2024. 18:25. Postingan dari draft bulan April lalu. Sisa-sisa lebaran Adha yang membuatku ingin berdiam diri lebih lama lagi di nyamannya rumah di Sukoharjo.)
8 notes · View notes
arumpuspa29 · 6 months ago
Text
Kepada Juni, dan Segala yang Tentangnya.
Juni menyambutku dengan aroma 'basah' khas petrichor yang singgah di indra penciumanku. Ia tiba tepat beberapa saat sejak rinai hujan mulai mengetuk-ngetuk jendelaku, seolah sedang memanggil namaku.
Aku tahu sejak awal bahwa selalu ada yang istimewa dari bulan ini. Sama halnya seperti Allah yang menyiapkan waktu ajaib untuk kita memilin pinta, Dia buka lapis-lapis langit itu hingga awan tak kuasa menahan tangis. Dan mantra-mantra yang kita sebut dengan doa saling melesat tanpa tirai ke tempat yang jauh lebih jauh dari angkasa sana.
Setelah berhasil melewati Mei yang cukup lelah, panjang, dan panas itu, Dia tiupkan angin supaya dengan kehendak-Nya angin-angin itu menggiring mendung-mendung hitam berkumpul layaknya penggembala yang menggembala. Dia gantikan segala panas dan penat itu dengan menurunkan hujan dan kesejukan, serta keberkahan-keberkahan yang menyertainya. Maka begitu pula Dia, setelah mendapatimu teguh dan bersabar atas ujian dari-Nya, selalu Dia hadiahkan hal-hal baik setelahnya. Sekarang tinggal bagaimana kau mengeja dan merayakan syukur atas itu.
Petang ini ada satu-dua tetes hujan yang jatuh di hatiku. Dan aku sedang sibuk menafsirkan perasaan yang tiba-tiba hadir seperti kilatan cahaya sebelum guntur. Apa namanya jika dadamu terasa sedikit sesak dan berdebar, lalu isi kepalamu mengingat dengan jelas satu-dua orang yang seolah sedang berbicara dan tersenyum kepadamu?
Kalau jawabanmu adalah 'rindu', maka kita sependapat. Entah, Hujan Bulan Juni kali ini aku merasa lebih nyata bahwa waktu benar-benar tidak terasa berlalu. Benarlah, bahwa waktu di dunia sebagai manusia amatlah singkat dan berlalu amat cepat.
Ingatanku lalu terlempar jauh di tahun-tahun awalku menjalani hidup sebagai manusia. Beberapa memori emas masa kecil yang terputar kembali, beberapa wajah familier yang sudah tak bisa kujumpai lagi, juga beberapa tempat yang tak lagi bisa kukenali karena sudah berubah total.
Ah, hujan di hatiku juga kian jadi deras. Hujan itu bahkan mengalir hingga membasahi kedua pipiku. Semakin berusaha kubendung alirannya, semakin besar ia berarus, menganak sungai.
Di sepanjang hidupku, aku percaya, meski dengan atau tanpa sepengetahuanku yang amat dangkal ini, ada tak terhitung jumlahnya doa-doa yang singgah dan 'menyelamatkan' hidupku. Doa-doa itu terus mengalir seperti sungai-sungai abadi yang Dia ceritakan di Kitab-Nya.
Dan atas izin serta kehendak Allah, doa-doa itu yang mengantarkanku pulang ke rumah meski telah tersesat. Doa-doa itu yang mengirimkan orang-orang baik kepadaku saat aku butuh pertolongan. Doa-doa itu yang membimbingku memilih jalan mana yang paling baik dan paling cocok untukku. Doa-doa itu yang menarik tanganku keluar dari kegelapan menuju cahaya. Dan kalau kau memintaku menulis sejuta lagi 'bentuk penyelamatan doa-doa yang singgah' itu di hidupku, maka sepertinya aku harus pula menulis seumur hidupku karena tak akan selesai aku menghitungnya.
Sekali lagi, kilatan cahaya disusul suara guntur yang ku dengar di langit sana bergemuruh-riuh. Rasanya seperti mereka sedang menyorakiku, si gadis cengeng yang sedang dilanda rindu.
Maka dengan ini, surat ini aku tulis mewakili diriku sendiri. Untuk Juni, dan orang-orang di dalamnya. Untuk Juni, dan kenangan-kenangan yang diukirnya. Untuk Juni, yang telah menerimaku dari entah berapa ratus milyar manusia lain yang juga hadir di dunia bulan ini dan merayakan syukur setiap kali mengulang bulan ini dari tahun ke tahun. Serta untuk Juni, dan semua doa-doa yang singgah maupun menetap disini.
Kepadamu, Juni, terima kasih telah menjadi bagian dari diriku.
Allah, tolong izinkan juga diriku mengirimkan doa-doa yang singgah di kehidupan (baik kehidupan dunia maupun akhirat) orang-orang yang kusayangi, orang-orang baik yang yang hadir di hidupku, orang-orang yang doanya sering singgah ke hidupku.
Dan segala yang tentang Juni, aku ingin kembali merayakan diriku sendiri dengan penuh rasa syukur.
(Semarang, 2 Juni 2024. 18:50. Kamar kos, hujan, dan guntur. Aku yang mellow sekali setelah iseng mencari di peta sebuah kota kecil bernama Padangsidimpuan. Semoga Allah merahmati semua tetangga & orang baik yang sudah seperti keluarga kami disana.)
49 notes · View notes
arumpuspa29 · 6 months ago
Text
Kamu lebih bisa powerful justru ketika tidak semua hal kamu share di media sosial.
When you build in silence, people don't know what to attack. Oversharing bisa terlalu membuka dirimu sehingga banyak celah lemahmu dipelajari dengan baik oleh mereka yang tak suka padamu.
Maka lagi-lagi saatnya mengingatkan diri saya dan kita tentang nasihat Imam Asy Syafi'i...
"Terlalu membuka diri bisa membuatmu berkawan dengan circle buruk. Menutup diri total bisa mencipta permusuhan. Maka, jadilah orang yang tahu kapan membuka diri, kapan punya privasi." (Hilyatul Auliya)
789 notes · View notes
arumpuspa29 · 6 months ago
Text
Walk-mode on my life-treadmil.
Dewasa ini, aku nggak lagi maksa apa-apa yang kuikhtiarkan dan kudoakan selalu berhasil. Lebih sering minta ke Allah supaya Allah mampukan, pantaskan, dan siapkan diriku supaya apapun hasil yang atas izin-Nya nanti, aku bisa menerima dengan hati yang lapang serta belajar dari pengalaman itu.
Supaya kalau gagal, aku bisa belajar lebih soal hakikat rezeki -bahwa punya kesempatan untuk mencoba dan berusaha adalah bagian dari privilege juga-, dan bisa introspeksi bagian mananya dari aku yang masih bisa aku improve. Pun supaya kalau aku berhasil, aku juga makin giat belajar untuk mengemban pencapaian amanah baru dari keberhasilan tersebut, dan manfaatnya meluas agar nggak mandeg di aku saja, supaya bisa melaksanakan tanggung jawab dengan lebih baik lagi juga.
Iya, mungkin aku udah capek kalo terus-terusan maksa untuk memenuhi ekspektasi orang lain supaya terus-terusan berhasil pada apapun yang kucoba (*eh, atau sebenarnya ekspektasi diriku sendiri yang seiring waktu menjelma jadi beban di alam bawah sadar? wkwk).
Dari kecil, aku terbiasa mengejar nilai, rangking, dan segala yang bisa diukur dengan angka dan pencapaian (meski ya kalau kupikir-pikir sekarang, sebenernya aku ga sepintar itu juga sih wkwk). Harus dapat nilai jauh di atas KKM lah, harus dapat rangking 10 besar, harus masuk sekolah favorit, dan semua keharusan-keharusan lainnya yang akan mengular kalau kutulis satu per satu. And unconsciously, I tend to set a high standard for myself, which is nothing wrong about that —at very first.
Tapi lama kelamaan kok ya jadi merasa guilty dan unworthy tiap kali aku harus menerima kenyataan pahit bernama penolakan ya? Seolah keberhargaan diriku ditentukan oleh keberhasilan-keberhasilan semata, dan sekalinya bertemu kegagalan 'kecil' dalam hidup, aku merasa teramat terpukul dan merasa bodoh karena tidak bisa apa-apa, trus jadi men-diskreditkan keberhasilanku yang lain.
Akhirnya, lambat laun, aku mulai membenahi cara pandangku terhadap kegagalan dan penolakan supaya ngga terlalu alergi-alergi amat sama dua realita hidup yang emang asem-pait itu wkwk. Karena hidup nggak selalu menjanjikan jalan terang dan lurus, kan?
Sekarang sih, alhamdulillah aku udah lebih chill ya menghadapi berbagai bentuk, macam, jenis penolakan dan kegagalan yang baru akhir-akhir ini kusadari ternyata banyak ragam rasa dan variannya (udah kayak rasa Pop Ice aja dah huhu). Emang kadang masih beberapa kali kepikiran juga sih kalo misal hal tsb punya nilai yang besar buatku. Tapi setidaknya aku udah nemu mantra ajib biar pas perasaan gundah gelisah resah karena rasa bersalah dan tak pantas itu muncul, aku tahu aku harus bagaimana memperlakukan diriku.
Jugaa satu hal yang aku syukuri lagi adalah, aku jaaauuh lebih ngerasa 'yauda biasa aja' kalo aku kebetulan tau ada seseorang yang ga suka atau julid(?) ke aku. Udah kek, dude or gurls, w udah ga mempan digituin heii selama emang w tidak melakukan kesalahan. Trus aku mikirnya ya yaudah itu hak mereka sih, yang penting aku tetep ngehormatin dan bersikap sebagaimana mestinya manusia ke manusia lain. Hidup tanpa beban soal gimana orang berpikir tentang kita tuh super tenangg banget. Aku ga perlu 'ngoyo' lagi untuk memaksa supaya semua orang di muka bumi suka dan baik sama aku.
Well, ya pada akhirnya, hidup tenang itu sebenernya adalah kekayaan yang intangible sih nilainya. Kita ga perlu jadi orang kaya yang hartanya 271T dulu (*ups) buat bisa chill menikmati hidup. Punya tempat tinggal untuk berteduh, punya bahan makanan buat hari ini dan besok, punya orang-orang tersayang dan tau bahwa ada orang yang sayang sama kita dan menanti kita pulang, itu juga adalah karunia yang teramat mewah.
Sebagai penutup tulisan seorang 'mediocre in her mid-way to adult' ini, mau mencantumkan salah satu ayat yang reminder banget supaya diri selalu bersyukur.
“Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih” (QS. Ibrahim [14]: 7).
(Sukoharjo. Jumat, 24 Mei 2024, 20:51. Mendengar melodi hujan di sofa ruang tengah bersama ibu. Dan obrolan soal daster di live tiktok yang muncul di explore ibu wkwkw.)
1 note · View note
arumpuspa29 · 6 months ago
Text
Tumblr media
Hari ini biar jadi giliran tanganku yang menengadah. Semoga Dia limpahkan segala kebaikan untukmu, di hari istimewamu ini. Karena tak ada doa yang tak sampai.
Masih belum terlambat, kan?
(Semarang, 19 Mei 2024, 23:50. Hari dimana aku menjadi pembaca mantra ajaib paling rahasia di ujung penghabisan hari.)
2 notes · View notes