anyyatul
57 posts
Tak ada remedial dan nilai A+ dalam kehidupan, hanya berisi setumpuk buku pelajaran yang entah kapan akan terselesaikan
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Kesedihanmu, tidak perlu semua orang harus tahu. Perih dan letihnya hari-hari yang kamu jalani, juga tidak perlu terpublish agar semua orang melihatnya. Sebab keduanya adalah bagian dari sabar.
Ingat saja, ujian dan cobaan itu semakin diumbar maka akan semakin besar, sebab akan ada banyak angin yang meniup dan membesarkannya. Tenangkanlah gemuruhnya.
@jndmmsyhd
285 notes
·
View notes
Text
Yakinlah, ada sesuatu yang indah menantimu selepas kesabaran yang kamu lakukan selama ini. Bukan tidak mungkin Dia memintamu menanti selama ini, kecuali sudah ada sesuatu yang indah dipersiapkan untukmu. Khusus untukmu.
Sebuah skenario yang indah nan menawan, yang akan membuatmu terpana hingga lupa betapa pedihnya rasa sakit yang kamu derita selama ini. Kemudian di saat itu kamu akan tersadar, betapa Maha Adil-Nya Dia terhadapmu.
Hanya saja, semua itu tidak akan sempurna jika kesabaran yang telah kamu ukir selama ini tidak kamu sertakan keyakinan yang utuh pada-Nya, di awal, pertengahan, dan juga ujungnya.
Oleh karenanya, betapapun mungkin proses yang kamu jalani saat ini mungkin terlihat sukar, berliku seolah tidak ada titik temu, atau apapun itu, tetaplah pupuk keyakinan itu di dalam hati.
Yakinlah, janji-Nya akan datang ketika Dia menilaimu sudah layak untuk menerima kado terindah itu. Di waktu yang tepat, di keadaanmu yang sudah siap. :)
404 notes
·
View notes
Text
Afirmasi pagi :
"Lepaskan apa yang menjadi beban pikiran, relakan apa yang tidak ditakdirkan, maafkan keadaan yang menyakitkan, lupakan hal yang membuat hidup berantakan, mari berdamai dengan segala takdir dan masa yang terlewatkan, fokus saja dengan diri, tak perlu merisaukan apa yang belum menjadi takdirmu."
195 notes
·
View notes
Text
"Allah tidak mengujimu untuk menghancurkanmu. Ketika Ia mengambil sesuatu darimu, tujuannya adalah mengosongkan tanganmu untuk memberimu hadiah yang lebih besar lagi."
Segala sesuatu selalu memiliki konsekuensi yang musti dijalani. Adakalanya sukar, adapula yang mudah untuk dilalui. Pada intinya, di setiap keputusan yang kita ambil selalu ada konsekuensi yang harus dihadapi, termasuk konsekuensi yang harus kamu hadapi dalam upaya mencintai Rabbmu, Allah Swt.
Ya, mencintai-Nya artinya bersiap memberikan segalanya, merelakan segalanya untuk merengkuh-Nya. Tidak peduli mau itu kecil atau besar, walaupun di keadaan sempit maupun lapang. Sebab, hanya cinta yang dapat dikatakan tuluslah yang diiringi kesiapan untuk berkorban.
Di antara bentuk cinta dan esensi pengorbanan, selalu ada ujian keikhlasan. Pada titik ini, seringkali manusia merasa berat ketika harus merelakan sesuatu yang sangat ia cintai. Namun, justru di situlah letak ujian keikhlasan yang sesungguhnya. Ketika kita mampu melepaskan dengan tulus, itulah bukti cinta sejati kepada-Nya. Di balik setiap senyuman yang kita paksakan dalam mengikhlaskan, ada keyakinan yang tidak boleh pupus, yaitu keyakinan bahwa Dia tidak pernah mencabut sesuatu dari genggamanmu tanpa maksud. Ketika tanganmu kini terasa hampa, bukan karena Dia ingin melihatmu kehilangan, tetapi karena Dia tengah mempersiapkan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang hanya bisa kamu terima dengan tangan yang lapang. Mencintai-Nya berarti siap untuk kehilangan, bersedia untuk memberi tanpa mengharap kembali, dan terbuka untuk menerima takdir dengan lapang dada. Karena sesungguhnya, dalam kehilangan itu, kita tidak benar-benar kehilangan. Sebaliknya, kita sedang disiapkan untuk menerima anugerah yang jauh lebih besar, yang hanya bisa diraih oleh hati yang ikhlas, yang mampu melihat cahaya di balik setiap kegelapan.
280 notes
·
View notes
Text
Semoga kamu mencintai peran yang sedang kamu jalani saat ini. Kalaupun belum cinta, semoga kamu selalu dikelilingi hal-hal baik saat menjalani peranmu. Kalaupun belum ditemukan kebaikan itu, semoga kamu bisa mensyukurinya.
Ini doa baik sebelum tidur. Selamat istirahat semuanya. Terima kasih sudah berjuang dalam berperan hari ini dan seterusnya. :)
940 notes
·
View notes
Text
53 notes
·
View notes
Text
"Mendidik anak yang diasuh oleh Tiktok, Instagram, dan media sosial lainnya."
Terhitung tiga puluh empat hari sejak pertama kali kembali ke rumah yang pernah kutinggali selama enam tahun lamanya ini.
Berinteraksi dengan santri yang memiliki sifat dan karakter yang beragam menyadarkanku banyak hal, salah satunya adalah kenyataan bahwa cara pendekatan untuk menghadapi santri zaman sekarang, sedikit berbeda dengan menghadapi santri ketika zamanku dahulu.
Sejauh ini, yang terlihat dipandanganku adalah media sosial sangat berpengaruh pada kehidupan mereka, pertanyaan tentang trend yang sedang ramai di Tiktok atau laman Instagram menjadi hal yang lazim mereka tanyakan. Belum lagi ekspresi heran mereka ketika aku menjawab bahwa aku tidak memiliki akun atau bahkan aplikasi Tiktok di gawaiku. Seolah aplikasi yang berisi tayangan berdurasi pendek itu menjelma kebutuhan pokok, dan panduan hidup yang mereka ikuti, namun mirisnya hanya beberapa dari mereka yang paham tentang bagaimana cara menyaring konten yang mereka konsumsi itu.
Hal itu mungkin terjadi karena minimnya sentuhan literasi pada enam tahun fase awal kehidupan anak, atau adanya miskonsepsi tentang makna literasi, dan boleh jadi tempat belajar tidak lagi menjadi zona nyaman dan menyenangkan lagi bagi anak. Lingkungan menuntut mereka menjadi orang seperti itu. Sehingga mereka lebih tertarik dengan gadget dan menghabiskan waktu mereka untuk melihat atau mendengar apa yang layar mereka tayangkan.
Dari situlah pentingnya peran orang tua, tenaga pendidik, pembuat kebijakan, politikus, dan seluruh lapisan masyarakat untuk mencontohkan bagaimana cara menggunakan media sosial yang baik. Kita semua bertanggung jawab atas konten yang anak-anak kita konsumsi. Bagi saya, mendidik anak tidak cukup hanya dengan memberi informasi tentang peraturan-peraturan dasar cara berkehidupan yang baik atau berperilaku yang seusai norma, lebih dari itu hadirnya sosok yang bisa anak teladani juga menjadi kunci kesuksesan dalam mendidik anak. Bukan hanya diawasi dengan ketat selama 24/7 dengan banyak peraturan, tapi juga memberi anak ruang untuk berkomunikasi dan berdiskusi, ingat bukan hanya dari satu arah melainkan dua arah, anak juga perlu diberi waktu untuk mencurahkan isi pikirannya bukan hanya duduk mendengar nasehat dari orang dewasa, dari situlah kita bisa mengasah cara anak untuk berpikir secara kritis. Pun, anak akan menyadari betapa kita percaya pada potensi yang mereka miliki. Berharap dengan begitu anak akan tumbuh menjadi sosok yang kritis, optimis, dan dapat berempati dengan baik.
Wallahu a'lam bishawab.
🌼👋🏻
4 notes
·
View notes
Text
"Every Life is a Piece of Art"
Saya selalu penasaran bagaimana bisa ada orang dewasa, atau seorang pengasuh anak, atau bahkan orang tua melakukan tindak kekerasan pada seorang anak. Sebab bagaimanapun juga membesarkan anak dengan cara yang baik adalah inti dari tujuan dan makna kemanusiaan kita. Lalu apa yang mendorong orang dewasa atau orang tua dengan sengaja menyakiti atau mengabaikan anak-anaknya?
Seorang bayi, ia memasuki dunia ini dalam keadaan menangis, dingin, kebingungan, tanpa sehelai pakaian apapun, kemudian Allah memberikannya kemampuan untuk bisa bertumbuh dan belajar. Seiring berjalannya waktu anak itu akan memiliki cara bersenang-senangnya sendiri, memiliki dunianya sendiri sehingga ia akan semakin susah dihibur (ketika ia menangis), mudah merengut, dan bahkan mulai bisa menentang sikap orang tuanya, ketika anak memasuki fase tersebut, tanpa disadari dalam waktu yang bersamaan orang tuanya juga akan semakin frustasi, mereka akan merasa kalah dan tidak berdaya ketika berinteraksi dengan sang anak. Puncaknya adalah ketika orang tua tidak lagi melihat anak sebagai partner dalam sebuah hubungan, melainkan sebagai sumber rasa frustasi, kemarahan, bahkan menganggapnya sebagai orang asing. Ketika hal itu terjadi, maka mereka tidak akan segan-segan untuk melakukan tindak kekerasan kepada sang anak.
Begitulah orang tua menjelma sebuah ujian atau menjelma karunia tiada tanding bagi seorang anak. Apapun itu, seorang anak akan selalu terikat dengan orang tuanya, dengan pola asuh mereka, pelajaran dari mereka, orang tua akan menjelma suara-suara yang berputar dikepala mengikuti sang anak seumur hidupnya. Imitation is our most fundamental social kill, begitu katanya. Begitulah anak akan tumbuh dan belajar merawat dirinya (secara fisik atau emosinya) dari bagaimana cara ia dirawat. Seorang anak bisa mengontrol dirinya juga tergantung pada seberapa baik interaksi awal mereka dengan orang tuanya atau para pengasuhnya. Namun tidak selalu seperti itu, terkadang seorang anak dapat merespon hal-hal negatif dengan menunjukan sifat-sifat yang berlawanan dengan orang tuanya, tapi tentunya perlu waktu untuk melupakan hal-hal negatif tersebut.
Saya teringat sebuah ungkapan, no parent is perfect, hal itu betul adanya. Bukan menoleransi kekerasan kepada anak, tidak. Kekerasan adalah tindakan yang sepenuhnya salah. Tapi sebagai seorang anak, kita harus belajar menerima kekurangan orang tua kita tanpa membenci mereka. Bahkan jika kita mengalami hal-hal yang lebih berat dibandingkan orang lain, kita harus berhati-hati untuk tidak menganggap seluruh masa kecil kita sebagai trauma dan melupakan cinta dan belas kasihan yang diberikan kepada kita pada saat kita mungkin berada dalam kondisi paling rentan (baca: bayi).
Adapun sebagai seseorang yang kelak akan menjadi orang tua, atau telah menjadi orang tua ada baiknya untuk terus mempelajari dan memahami jalan berpikir seorang anak. Melihat mereka sebagai karunia dari Allah, bukti kekuasaan-Nya, amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya, sebagai sebuah takdir indah yang telah Allah ciptakan, karena;
"مَا مِن نَفسِ تُبدِيهِ اِلَّا وَ لَهُ قَدَرُ فِيكَ يُمضِيهِ"
"Not a breath will you take except that a decree of destiny has made it go forth."
And last but not least, remember that you are not your parents, you have own personality an qualities. It’s time for you to embrace your whole childhood as an opportunity for your own spiritual growth. To find the best version of ourselves.
🌼👋🏻
1 note
·
View note
Text
Mimpi dan perjalanan.
Jika ada mimpi dalam benakmu yang ingin kau wujudkan, maka ingatlah beberapa kalimat ini;
Niatkanlah mimpi itu untuk mendapat ridha Tuhan.
Kau tidak perlu berlari terburu-buru mengejarnya, sehingga di tengah perjalanan merasa seperti kehilangan dirimu sendiri, karena tergesa-gesa.
Selama kau sudah tahu apa tujuan perjalananmu, maka berjalanlah sesuai kapasitas kemampuanmu. Jangan takut tertinggal, sebab kau tidak sedang beradu lari dengan siapapun.
Jangan terlalu memaksakan diri dalam perjalanannya. Jika dirasa tubuhmu lelah, maka istirahatlah. Jika dirasa kau perlu jeda, maka menepilah. Jika dirasa ketakutan menyergap kepercayaan dirimu, maka jernihkanlah pikiranmu dengan mengingat kebesaran Tuhan. Sebab, tujuanmu takkan kemana-kemana. Ia selalu ada di depanmu untuk kau perjuangkan, doakan dan pasrahkan pada saat bersamaan.
Jika memang mimpimu bagian dari takdirmu, maka ia pasti akan menghampirimu melalui cara yang mungkin akalmu tidak pernah terpikirkan sebelumnya,
Jika memang mimpimu bagian dari takdirmu, maka kau pasti akan mampu mewujudkannya meski dengan tertatih,
Tuhan Maha melihat apa yang kau upayakan, usaha memang mampu berkhianat terhadap hasil, namun Tuhan tak pernah luput daripada melihat ikhtiar dan kepasrahan hamba-Nya. Maka jika tidak berbuah nyata, semoga para malaikat mencatatnya ke dalam bagian dari amal kebaikan.
Maka jangan menyerah, jalan masih panjang teman!
Pagi, 21 Februari 2024 07.05 wita
198 notes
·
View notes
Text
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهٖۗ وَهُوَ الْحَكِي��مُ الْخَبِيْرُ
Do'a dan Kelayakan
Sebelum Allah mendatangkan sesuatu yang kita pintakan, terkadang Allah akan menguji dulu faktor kelayakan kita sebagai pemohon dan penerima. Seberapa layak diri kita untuk menerimanya bahkan disaat itu juga.
Kelayakan itu termanifestasi menjadi dua hal; pertama berupa kelurusan niat kenapa harus mendapatkannya, dan yang kedua adalah keseriusan yang tak ternoda pada hal-hal bathil dalam menjemputnya.
Kita harus selalu punya keyakinan, bahwa jika Allah belum kunjung hadirkan do'a itu maka artinya sesederhana memang kita belum selayak itu untuk menerimanya, dan Allah dengan segala Ilmu yang dimiliki-Nya tahu, bahwa jika hal itu tetap dipaksakan saat itu juga, barangkali justru malah berbuah keburukan bagi kita.
Mungkin kita jadi akan lupa dengan-Nya, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, ditundanya sesuatu itu karena ke Maha Adilan-Nya Allah sedang berlaku pada kita. Dia tahu kapan dan apa yang tepat. Maka, selalu berikan opsi kesabaran pada tiap-tiap penantian.
443 notes
·
View notes
Text
Teruntuk seseorang dari masa depan, yang belum kuketahui siapa dirimu.
Halo, perkenalkan ini aku 🖐🏻🌼
Aku lahir dari keluarga yang amat sederhana. Meski sederhana, kasih sayang dan cinta yang kudapatkan sejak kecil mengalir dengan begitu derasnya.
Aku lahir di desa yang berada satu setengah jam dari keriuhan kota. Orang-orang disana kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani, almarhum kakekku salah satunya, kami punya beberapa petak sawah dan ladang yang kami kelola secara pribadi. Petak-petak sawah itu biasanya kami tanami padi, jika musim padi telah selesai kami menggantinya dengan jagung, begitu seterusnya. Untuk hasil panen biasanya kami konsumsi secara pribadi, tapi jika hasil panen melimpah biasanya kami menjualnya ke tengkulak untuk dijajakan kembali di pasar.
Oh iya, jangan kaget jika nanti kamu berkunjung ke sana dan kamu mendengar adzan dzuhur yang berkumandang pukul satu siang (telat dari jam semestinya). Sebab, orang-orang bertani biasanya butuh waktu untuk membersihkan diri dari lumpur atau sekedar mengisi perut sebelum mereka melaksanakan sholat berjamaah di langgar kecil yang ada disana. Mengisi tenaga untuk beribadah juga bisa terhitung pahala, bukan?
Aku tumbuh dari tempat yang jauh dari riuh dan gegap gempita perkotaan. Aku dekat dengan alam dan hal-hal yang berbau tradisional. Jadi, mohon pengertiannya ya, jika nanti kamu merasa seleraku jadul (hehe). Namun aku tidak selamanya tinggal di desa, aku juga tumbuh di kota yang memiliki julukan planet lain, Bekasi. Aku menghabiskan waktu yang lama disana, sampai-sampai aku kehilangan kemampuanku untuk berbicara bahasa Jawa. Iya. Aku keturunan asli Jawa yang tidak bisa berbicara bahasa Jawa.
Abahku lama bekerja di Bekasi, beliau bekerja sebagai penjaga dan pengurus di sebuah masjid komplek perumahan. Mereka menyediakan ruangan untuk kami tinggali ketika disana. Berbekal ilmunya sebagai seorang santri yang telah mondok bertahun-tahun, setiap sore Abah juga mengajari anak-anak di sana untuk mengaji. Selain alam, masa kecilku juga diisi dengan kegiatan seru seperti mencuci karpet masjid, menemani Abah menyapu dan mengepel lantai masjid. Kami tinggal cukup lama di Bekasi, cukup bagi Abah untuk menyelesaikan program sarjananya, cukup bagiku untuk menyelesaikan sekolah dasar, cukup bagi Mama untuk berdamai dengan masa lalu, pun cukup bagi kami untuk menyambut kehadiran adik laki-lakiku satu-satunya. Abah adalah sosok laki-laki yang hebat, sosok yang begitu penyayang, murah senyum, apa adanya, dan juga bersahaja. Kelak ada banyak pelajaran hidup yang bisa kita ambil darinya.
Sebenarnya masih ada banyak hal yang ingin kuceritakan, tapi aku pikir kali ini cukup sampai sini dulu. Di luar sudah hampir gelap, hari ini Kairo sangat berangin dan sepuluh menit lagi adzan Maghrib berkumandang.
Nb: Tenang, tidak semua cerita akan kutuliskan. Beberapa hal penting yang akan kusampaikan langsung jika kelak kita telah bertemu.
Salam hangat, dari aku.
🐇
0 notes
Text
'Ala thul
Jika dalam idiom bahasa Inggris menyebutnya dengan for good, maka kami menyebutnya dengan 'ala thul, yang berarti pulang selamanya—ke tanah air—. Beberapa hari lalu juga baru dengar istilah baru dari kawan Gontor, istilah ini masyhur di pondoknya; 'ala dawam, begitu katanya.
Apapun istilahnya, intinya tetap sama. Pulang.
0 notes
Text
The Little Piece of Time That is Your
وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)
Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (Al-'Asr: 1-3)
Tulisan ini bukan berisi tentang cara mengolah waktu yang baik dan benar, sebab saya yakin setiap dari kita sudah tahu bagaimana cara mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat, saya juga meyakini jika setiap dari kita sudah lebih paham untuk membedakan mana kegiatan yang harus dilakukan dan mana kegiatan yang hanya membuang-buang waktu. Karena toh sebagai manusia, saya sendiri kerap terlena dengan kelonggaran waktu yang saya miliki dan jujur saya mempunyai sederet alasan untuk mendukung 'kemalasan' saya (tolong bagian ini jangan ditiru ya, hehe). Meski begitu, saya pun meyakini bahwa setiap kita juga sudah berusaha untuk mengisi hari-hari kita dengan hal-hal baik. Meskipun terdengar berat, tapi kita harus tetap berusaha untuk berjanji tidak lelah melakukan hal baik dan bermanfaat.
Beralih dari harapan-harapan di atas, saya yakin jika setiap dari kita juga memiliki sebagian kecil dari waktu berharga yang kita miliki dalam sehari. Waktu ketika terbangun dari tidur lalu menyeduh secangkir kopi, misalnya. Atau sore hari ketika pulang dari sekolah atau tempat bekerja. Sebelum tidur dan mengobrol dengan orang terkasih di rumah. Waktu-waktu berharga yang akan selalu dirindukan di setiap harinya. Sebagian waktu yang membuat hati kalian tenang dan damai.
Bagi saya, sebagian kecil waktu yang berharga itu adalah ketika dirimu terbangun ditengah kesunyian dan gelapnya malam, ketika kamu sempatkan dirimu bangkit lalu bersujud, menangis, dan bercerita sepuas-puasnya kepada Sang Maha Pendengar ceritamu, kepada Dzat Yang Paling Mengetahui isi hati dan pikiranmu. Sebagian kecil waktumu ketika dirimu duduk bersimpuh meresapi kehadiran-Nya, sebagian kecil waktumu yang akan selalu berhasil membuat perasaanmu lega hanya dalam beberapa detik, seolah beban masalah yang menggangu hari-harimu terangkat begitu saja dan dirimu akan merasa dipeluk dengan begitu hangat, lalu dalam sekejap mata Allah akan redakan semua risau dan sedihmu, sehingga kamu akan merasa kuat dan langkahmu akan terasa ringan untuk menjalani hari-harimu kedepannya.
Bagiku sepertiga malam adalah sebagian waktu yang pantas untuk dirindukan dari dua puluh empat jam waktu yang telah Allah sediakan dalam sehari untukmu, waktu yang pantas untuk kau peluk dengan erat dalam sepanjang hidupmu.
1 note
·
View note
Text
نحنُ في الجنَّاتِ نَلْعَبْ ➡️ Instagram - Telegram
117 notes
·
View notes
Text
Knowing Your Limits
"Life is about rhythm. We vibrate, our hearts are pumping blood. We are a rhythm machine, that's what we are."
─Mickey Hart
"Jadi manusia itu harus gak ada capeknya kaya si A gak sih?" Itulah pertanyaan salah satu kawan asramaku, dia berbeda unit kamar denganku, tapi sesekali ia mampir ke kamarku, duduk dan membicarakan banyak hal. Tentu saja aku menjawab tidak dengan tegas, sebab sebagai manusia jelas kita memiliki batas yang berbeda-beda. Kemampuan orang setiap pun pasti berbeda-beda, oleh karena itu mengenali diri kita sendiri menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Aku merasa bahwa kita juga harus bisa menilai limit diri kita sendiri. Bukan berarti kita harus terus memaksakan kehendak kita kalau keadaannya tidak memungkinkan. Memaksakan diri di luar batasan kita juga bukan keputusan yang baik. Kemampuan untuk bisa mendengarkan diri dan tahu kapan kita harus rehat juga sama pentingnya. Tetap percaya pada diri sendiri walaupun mungkin kita belum bisa menggapai impian kita di saat yang kita targetkan juga adalah bentuk kepercayaan diri. Kita selalu bisa coba lagi setelahnya kalau sekarang ternyata belum berhasil. Tapi hal ini bisa jadi berbeda jika berkaitan dengan berbuat baik, dalam berbuat baik kita tak boleh lemah dan harus bisa mengatakan ‘no limit’ pada diri kita sendiri dan jangan sampai memberi batasan pada sebuah niat yang baik.
"Jangan pernah capek untuk berbuat baik, Kak. Selagi kamu masih mampu untuk melakukannya. Kerjakan." Itulah yang selalu Abah tegaskan padaku berkali-kali.
3 notes
·
View notes
Text
Avenoir.
Pada suatu masa, kau pernah bersikukuh menunggu seseorang, yang di dalam benakmu sendiri kau tahu bahwa ia takkan pernah datang kepadamu. Namun, egomu kala itu tak mau kalah, sebab kau pikir bisa jadi saat kau tetap menunggu--maka perasaannya akan berubah dan menuju padamu.
Pada suatu masa, kau pernah keras kepala memperjuangkan seseorang dengan bertaruh pada doa-doa yang tak hentinya beradu dengan waktu yang terus berlalu. Kau merayu-Nya, berharap keinginan hatimu akan jadi kenyataan. Namun, kenyataan itu terjawab dengan kesadaranmu untuk melepaskan.
Pada suatu masa, hari-hari yang berisi tanda tanya tentang perasaan pernah bergemuruh dalam isi kepalamu; Apakah kelak kau akan menemukan cinta yang berbalas sepadan? Apakah kelak kau akan dicintai dengan menenangkan? Apakah kelak kau akan teramat disyukuri kehadirannya oleh seseorang?
Pada suatu masa, yang telah berlalu jauh, ingatan perjalanan dan pelajaran itu begitu membekas dalam benakmu; menghabiskan waktu menunggu seseorang yang tak pernah menoleh kepadamu, memperjuangkan seseorang yang tak pernah menghargaimu dan merasa kisah cintamu berwarna kelabu.
Pada masa kini, takdir telah memberi banyak jawaban dan alasan dibalik seluruh perjalanan di belakangmu yang telah berhasil kau lalui. Bahwa segalanya adalah proses menuju dewasa yang begitu sarat pelajaran untuk lebih bijaksana dan mensyukuri masa kini.
Pada akhirnya, kini kau diterima seseorang, dicintainya dirimu dengan sepadan, dirangkulnya dengan utuh segala kurang dan rumpangmu, bertumbuh jiwamu bersamanya dan disyukurinya kehadiranmu setiap waktu.
(Terinspirasi dari Lagu Nadin Amizah; Tapi diterima)
Penghujung Oktober, 26/10/2023 09.21 wit
359 notes
·
View notes
Text
Catatan wisudawan: Jangan bangga dulu!
“…the majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interest of large corporations and secretive government, and worst of all, they completely unaware of it…”
─Erica Goldson
Kelulusan sejatinya adalah melepas hak untuk mengakses tempat-tempat kajian yang diisi oleh para Masyaikh Al-Azhar. Melepas kesempatan untuk mendatangi seminar-seminar besar. Melepas hak untuk berpergian ke tempat bersejarah dengan biaya jauh lebih murah dari harga normal. Melepas izin tinggal di Mesir. Melepas semua kenyamanan yang kita dapatkan sebagai mahasiswa untuk melangkah menjajaki kehidupan yang serba baru dengan gelar sarjana.
Kemudian wisuda sendiri adalah prosesi yang menjadi awal dari perjalanan hidup seseorang yang harus menghadapi peliknya kehidupan kerja. Sebab, dunia kerja tak selamanya indah. Kita akan berhadapan dengan sulitnya mendapat pekerjaan, kejamnya tragedi orang dalam, seramnya pergunjingan dunia kerja, dan peliknya gaji pertama.
Mari kita jadikan wisuda sebagai momen perenungan yang sakral. Tentang sudah berapa judul kitab yang khatam anda baca dan diskusikan? Bisakah anda kini menuliskan sebuah karya tulis? Berapa? Seberapa luaskah anda membangun relasi? Mampukah anda kini menjawab pertanyaan persoalan agama? Seberapa banyak tempat talaqqi yang pernah dikunjungi? Seberapa sering anda berbaur di ruang-ruang diskusi?
Mari kita rayakan wisuda dengan rasa berbahagia dan syukur. Tentunya tidak dengan berlebihan, melainkan dengan khidmat dan penuh perenungan, bahwa gelar yang didapatkan adalah sebuah tanggung jawab besar. Bahwa perjuanganmu masih panjang. Karena, pada akhirnya kita akan sadar bahwa tidak ada yang menjamin sebuah keberhasilan kecuali diri kita sendiri.
Tidak seorangpun mampu. Hanya dirimu.
Angkat topi, Anyyatul. M
1 note
·
View note