Tumgik
#liturgi sakramen
poetrafoto · 4 years
Photo
Tumblr media
(via Upacara Tata Liturgi Sakramen Perkawinan di Gereja Katolik ST. Franciscus Xaverius Kidul Loji Yogyakarta) Upacara Tata Liturgi Sakramen Perkawinan di Gereja Katolik ST. Franciscus Xaverius Kidul Loji Yogyakarta
https://poetrafoto.wordpress.com/2017/04/01/37-foto-pemberkatan-nikah-nilagigih-di-gereja-katolik-jogja/foto-sakramen-pemberkatan-perkawinan-nila-gigih-di-gereja-kristen-katolik-kidul-loji-yogyakarta-5/
#UpacaraSakramenPerkawinan #TataLiturgiSakramenPerkawinan #UpacaraPerkawinan #SakramenPerkawinan #TataLiturgiSakramen #LiturgiSakramen #PerkawinanGereja #PerkawinanKatolik #GerejaKidulLoji #PerkawinanYogyakarta
0 notes
henrikussojo · 6 years
Text
Minggu Sukacita Dalam Roh dan Kebersamaan
Minggu Sukacita Dalam Roh dan Kebersamaan
 Seperti para Rasul, mewartakan “Yesus Kristus, Dia yang disalibkan…..
Bukan dengan kata-kata yang muluk-muluk, melainkan dalam menampilkan Roh.”
Maksudnya ialah mengungkap apa yang telah kita renungkan dalam hati,
Dan mengajarkan apa yang telah kita sendiri hayati.
                                                                                                                               -1826-
                                                                                               +St. Eugenius de Mazenod+
 Hari ini matahari bersinar cerah. Cuaca yang amat baik ini semakin membakar semangat sejumlah orang yang sudah berkumpul di Novisiat OMI Bto. Joseph Cebula pada Minggu, 17 Desember 2017 sejak pukul 06:00 WIB. Hari ini komunitas Novisiat mengadakan ziarah ke Gua Maria Bunda Tahkta Kebijaksanaan, Ngembesan, Somohitan, Yogyakarta. Turut hadir dalam ziarah ini anggota komunitas novisiat, 2 orang suster SDC, 2 orang suster FCJ, 2 orang suster PIJ, beberapa awam dan juga sejumlah kaum muda yang tergabung dalam Putra-Putri de Mazenod (red. PPdM) Yogyakarta.
Rombongan mulai berangkat dari novisiat pukul 07.30 WIB dan tiba di lokasi pukul 08.15. WIB. Setelah sejenak menyapa umat sekitar dan melakukan beberapa persiapan, segera kami memulai perayaan Ekaristi Minggu Advent III- Minggu Sukacita bersama umat di sSasi Ngembesan Paroki Somohitan ini. Perayaan Ekaristi yang berlangsung meriah-sederhana dilanjutkan dengan sembah bakti para Oblat di hadapan Taman Doa Gua Maria Bunda Tahta Kebijaksanaan dengan mendoakan doa O Domina Mea dan menyanyikan lagu Salve Regina. Tak lupa kami mengabadikan momen kebersamaan ini di lokasi tersebut. Setelah sembah bakti kepada Bunda Maria, rombongan langsung berpindah ke lokasi outbond yang berjarak 10 meter dari Taman Doa. Di sana kami menikmati makanan ringan dan bersantai sejenak sebelum melanjutkan kegiatan selanjutnya.
Setelah menikmati snack, acara dilanjutkan dengan penanaman pohon. Lima buah bibit pohon buah-buahan dibawa dari novisiat dan ditanam di sekitar lokasi outbond sebagai bentuk sumbangan novisiat pada ibu bumi. Memang saat ini kepedulian ekologis perlu mendapat perhatian.[1] Acara berikutnya adalah permainan outbond untuk mempererat persaudaraan. Semua peserta mengikuti acara outbond ini dengan penuh sukacita dan antusiasme yang tinggi.
Minggu Gaudette-Minggu Sukacita pada akhirnya mendapatkan pemenuhan maknanya yang sejati tidak hanya dari segi liturgi di sekitar altar, tetapi sukacita itu hidup di antara kami. Maksud ungkapan ini adalah, (1)Perayaan Liturgi Minggu Sukacita dirayakan melalui perayaan liturgis dengan segala ritusnya. (2)Perayaan Minggu Sukacita hidup di antara kami melalui kebersamaan dan persaudaraan.
Apabila kita melihat acara kebersamaan dan persaudaraan ini dengan kacamata iman, kita akan menemukan bahwa acara ini bukanlah sekedar acara sukacita manusiawi belaka, melainkan sungguh-sungguh acara yang dipenuhi dengan sukacita Roh Kudus. Dalam ritus penutup Ekaristi kita menerima “Berkat Tuhan” dan juga “Perutusan” untuk mewartakan kasih dan sukacita bagi sesama kita. Maka, sudah tentu ketika kita merasakan adanya sukacita di antara kita melalui acara ini, sukacita itu berasal dari Allah sendiri yang menurunkan berkat-Nya dalam rupa Roh Kudus melalui perantaraan tangan tertahbis.[2]
Apabila direnungkan, memang dapat kita temukan bahwa (1)Tanpa penyelenggaraan ilahi, acara ini tentu saja tidak akan terlaksana, (2)Dia yang hadir dalam Roh Kudus, menerangi hati setiap orang sehingga setiap orang memiliki sukacita yang sama, yaitu sukacita dalam Roh. (3)Tanpa dorongan Roh Kudus, orang tidak tergerak untuk terlibat dalam kebersamaan ini. Mau tidak mau harus diakui bahwa ada suatu dorongan dalam hati yang membuat masing-masing dari kami untuk secara sadar dan bebas ingin turut bergabung dalam acara kebersamaan ini. Beberapa orang mungkin saja dalam kesadarannya menganggap dirinya terlibat dalam acara karena “toh sedang gak ada kerjaan”, tetapi siapa yang membuat orang tersebut “sedang tidak ada pekerjaan”? Tentu saja itu karya Roh Kudus yang memampukan orang untuk melaksanakan tugas sehari-hari sehingga pada tanggal 17 Desember 2017 ini, mereka memiliki waktu luang untuk turut dalam kebersamaan ini.
Bagi yang tidak ikut bukan berarti tidak memiliki dorongan Roh Kudus untuk terlibat. Perlu diingat bahwa Roh Kudus berkarya dengan unik dalam diri kita masing-masing. Rasul Paulus berkata, “Kepada tiap-tiap orang dikaruniakan pernyataan Roh untuk kepentingan bersama.” (I Kor 12:7.11). Dengan peranannya masing-masing, mereka yang tidak turut dalam acara ini, menerima dorongan Roh Kudus yang lain, yang kepada mereka dipercayakan tugas yang menyangkut kepentingan bersama. Ada yang sudah kembali ke kampung halaman untuk membagikan karunia Roh tersebut kepada keluarganya. Ada yang sedang menjalankan tanggung-jawabnya secara intens, entah karena perkuliahan atau pekerjaan, Roh Kudus mengutus mereka untuk memberi kesaksian sejati seorang beriman Katolik yang sungguh bertanggung jawab.
Pada dasarnya, komunio dan universalitas Gereja Katolik tidak terbatas dalam ruang dan waktu tertentu.[3] Begitu juga kesatuan hati di antara anggota kelompok ini, khususnya PPdM Yogyakarta adalah sebuah kesatuan yang melampaui ruang dan waktu karena di dalamnya ada sharing. Dalam setiap kesempatan acara ada teman-teman yang membagikan kenangan mereka melalui grup bersama di sebuah media sosial, sehingga mereka yang pada saat itu tidak dapat turut hadir bersama, tetap dapat merasakan sensasi kebersamaan yang muncul.
Minggu Sukacita penantian akan datangnya Tuhan, semoga selalu menjadi sukacita bersama seluruh umat beriman Kristiani. PPdM Yogyakarta dan Novisiat OMI melaksanakannya dengan ziarah dan acara kebersamaan, tentu setiap orang, kelompok katergorial juga mempunyai bentuk kegiatannya masing-masing. Apapun bentuknya, semoga sungguh-sungguh menjadi sukacita bersama, yaitu sukacita di dalam Roh Kudus.
 Sc. Henrikus Prasojo, OMI
 Referensi:
 Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2008 Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: Dep. Dokpen  
KWI- Obor, 201
Paus Santo Yohanes Paulus II. Novo Millenio Ineunte. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana  
SJ. Jakarta: Dokpen KWI, 2001
[1] Tantangan-tantangan zaman milenial, salah satunya propek krisis ekologis yang menjadikan bumi tidak bersahabat. Paus Santo Yohanes Paulus II.Novo Millenio Ineunte. Diterjemahkan oleh : R. Hardawiryana, SJ. (Jakarta: Dokpen KWI, 2001). 57
[2] Karena Sakramen Tahbisan, para imam dijadikan secitra dengan Kristus Sang Imam, sebagai pelayan Sang Kepala (PO Art. 12). Dokumen Konsili Vatikan II. diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ. (Jakarta: Dep. Dokpen  KWI- Obor, 2012). 498  
[3] Upacara-upacara Liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan Gereja sebagai Sakramen kesatuan, yakni umat kudus yang berhimpun dan diatur di bawah para Uskup (SC Art. 26). Ibid. 13
0 notes
gitarkece · 7 years
Video
#Repost @indonesianyouthday with @repostapp ・・・ #Repost from @katolikmedia with @regram.app ... *ralat teks terakhir* . . Ibadat Tuguran berakhir pada pukul 24.00. Semua cahaya dipadamkan, kecuali LAMPU ALLAH yang menandakan kehadiran SAKRAMEN MAHAKUDUS. . . Katekese Satu Menit: Apa makna dari Tuguran? . . . [Baca caption untuk teks yang lebih tepat.] . . Tri Hari Suci menyimpan kekayaan iman yang tidak ternilai harganya, salah satunya, ibadat yang hanya dapat ditemui pada Kamis Putih: Ibadat Tuguran. . . . . . Misa Kamis Putih tidak diakhiri dengan ritus penutup atau berkat dari Imam. Sebagai gantinya ada ritus pemindahan Sakramen Mahakudus, dari altar utama ke altar (atau tabernakel) lain. . . Tuguran memiliki arti "berjaga-jaga", seturut dengan perintah Yesus bagi murid-muridNya untuk menemaninya berdoa dan berjaga-jaga sembari Ia berdoa di Taman Getsmani, hal itulah yang dikenang pada Ibadat Tuguran. . . Ibadat Tuguran merupakan salah satu bentuk adorasi, dimana memiliki aturan dalam Tata Liturgi yang mengkehendaki suasana hening. . . Bila diinginkan, dapat dibacakan bagian-bagian Injil Yohanes 13-17. Injil dibacakan dengan khidmat, dan umat mendengarkan. . . Adorasi artinya mengagumi, memuja, menyembah. . . Ibadat Tuguran berakhir pada pukul 24.00. Semua cahaya dipadamkan, kecuali Lampu Allah yang menandakan kehadiran Sakramen Mahakudus. . . . Share video ini dengan teman2 kalian. . . . . . #katolikmedia #omk #omkindonesia #Jesus #Christ #bible #gospel #gereja #gerejakatolik #katolik #katholik #katolikindonesia #salib #ekaristi #Tuhan #Yesus #Kristus #Jesus #Christ #nice #renungan #amazing #injil #alkitab #pray #doa #cinta #katekese (at Jakarta, Indonesia)
1 note · View note
serafinalovejoshua · 7 years
Photo
Tumblr media
Mengenal Hari Minggu Palma Oleh : Yeremias Jena Segera setelah mendapatkan kebebasannya di abad ke-4 Masehi, umat Katolik di Yerusalem kembali merayakan kemeriahan masuknya Tuhan Yesus ke dalam kota mereka di hari Minggu sebelum minggu Paskah. Umat tumpah ruah di jalanan kota dalam prosesi meriah, memegang daun-daunan sambil berseru Hosanna (Mat 21: 1-11). Pada masa awal Gereja Katolik Latin, umat menghadiri misa meriah pada hari Minggu Palma ini sambil memegang ranting-ranting zaitun, yang pada masa itu memang tidak diberkati imam. Prosesi hari Minggu Palma dan pemberkatan daun-daun palma tampaknya bersumber pada Kerajaan Frank di Jerman (451-843). Praktik paling awal dari kebiasaan perayaan ini dapat ditemukan dalam karya Sacramentary yang ditulis oleh Rahib Bobbio dari Italia Utara (abad ke-8 masehi). Ritus dan praktik hari Minggu Palma ini kemudian diterima di Roma dan disatukan dalam liturgi. Doa-doa yang digunakan sekarang berasal dari tradisi ritus Roma. Di masa ini, misa hari Minggu Palma terlebih dahulu dirayakan di gereja-gereja di luar tembok kota Roma. Daun-daun palma yang digunakan dalam perayaan itu terlebih dahulu diberkati oleh imam. Setelah pemberkatan daun palma dan perayaan di gereja-gereja di luar tembok kota Roma, umat melakukan prosesi menuju Basilika Lateran atau Basika Santo Petrus. Di sanalah dilanjutkan perayaan misa yang kedua oleh Sri Paus. Dalam perkembangan selanjutnya, misa pertama ini ditiadakan dan diganti dengan perayaan pemberkatan daun palma. Sampai saat ini, ritus pemberkatan daun palma masih mengikuti struktur misa minggu Palma, sejak awal hingga bagian Kudus. Di setiap gereja selama abad pertengahan, mengikuti tradisi dan kebiasaan orang Romawi, hari Minggu Palma dirayakan dalam sebuah prosesi saat kaum klerus dan umat berarak dari sebuah kapel atau gereja di luar kota tempat daun-daun palma diberkati, menuju gereja utama. Selama prosesi itu, kehadiran Tuhan Yesus disimbolkan oleh Sakramen Mahakudus atau Salib. Simbol ini kemudian disembah dengan berbagai kembang yang dibawa para pemimpin misa. Di zaman abad pertengahan, muncul kebiasaan menyertakan patung Yesus terbuat dari kayu sambil menunggang keledai dalam prosesi itu. Banyak patung semacam itu (disebut Keledai Palma) yang masih tersimpan di museum-museum di banyak kota di Eropa. Begitu prosesi mendekati pintu gerbang kota, sekelompok anak laki-laki dalam sebuah koor akan melantunkan lagu sebagai ucapan selamat datang kepada Tuhan Yesus. Biasanya yang dinyanyikan adalah lagu Latin berjudul Gloria, Laus et Honor. Himne ini, yang memang masih digunakan dalam liturgi Minggu Palma hingga dewasa ini, ditulis oleh seorang Rahib Benediktin bernama Theodulph di tahun 821 masehi. Pujian pun terlantun dari himne itu: Kemuliaan, pujilah dan muliakan/ O Kristus, Raja dan Penebut Kita/ Kepada-Mu dalam keagungan Hosanna/ Mengilhami anak-anak untuk bernyanyi. Setelah himne ini diperkenalkan, berbagai himne lainnya pun bermunculan. Semuanya bermaksud memuji dan memuliakan Tuhan secara dramatis di hadapan Sakramen Mahakudus atau di hadapan gambar maupun patung Kristus, ketika para klerus dan awam membungkukkan badan dan sujud dalam doa. Demikian pula tradisi membentangkan pakaian dan karpet di jalan, menabur kembang dan ranting-ranting saat prosesi lewat. Tidak ketinggalan bunyi lonceng bertalu-talu dari menara gereja diikuti sorak-sorai umat menyanyikan lagu Hosanna ketika prosesi memasuki katedral. Perayaan misa meriah pun segera dimulai. Selama masa abad pertengahan perayaan Minggu Palma yang sifatnya dramatis dibatasi hanya di sekitar halaman gereja. Salib yang ada di halaman gereja biasanya dihiasi secara meriah menggunakan bunga-bunga. Dari sanalah perarakan dimulai dan bergerak memasuki ruang gereja. Ketika kaum klerus menyanyikan himne dan antifon, umat menyebar di antara kubur dan setiap keluarga akan berlutut di samping kubur sanak saudaranya. Pemimpin upacara akan memercikkan air kudus ke para hadirin yang sedang berlutut di samping kubur anggota keluarganya itu. Setelah itu umat kembali bergerak memasuki gereja. Di Prancis dan Inggris, tradisi menghiasi kubur menjadi berwarna-warni dan mengunjungi makam di hari Minggu Palma masih dipelihara hingga saat ini. Upacara dan perayaan di masa kuno sudah tidak dipraktikkan lagi dewasa ini, kecuali teks-teks suci yang digunakan dalam liturgi. Belakangan ini, pemberkatan daun palma dan prosesi (jika ada) dilakukan langsung di dalam gereja sebelum misa dimulai. Di Amerika Serikat dan di banyak negara lainnya, gereja atau paroki menyediakan dan membagikan daun palma kepada umat yang hadir (Catatan: di Paroki MBK, ada rencana supaya umat menyediakan dan membawa sendiri daun palma). Berbagai nama untuk hari Minggu sebelum Paskah berasal dari tanaman yang digunakan - Palma (Minggu Palma) atau ranting-ranting pohon pada umumnya (Minggu Ranting-ranting). Di sebagian besar negara Eropa daun palma asli memang tidak tersedia. Sebagai ganti, mereka menggunakan ranting zaitun (di Italia), ranting cemara atau pohon willow (semacam cemara). Bahkan karena praktik semacam ini maka meskipun daun atau ranting yang digunakan bukan daun palma asli, istilah daun palma tetap digunakan bersamaan dengan penggunaan daun atau ranting dari pohon-pohon lain. Demikianlah, umat Irlandia dan Inggris menyebut daun palma mereka dengan nama palm-willow atau di Jerman dengan nama palmkatzchen. Dengan begitu, hari minggu palma disebut sebagai hari minggu cemara atau willow Sunday di Irlandia dan Polandia. Orang Lithuania menyebutnya sebagai Verbu Sekmadienis (hari minggu ranting cemara). Gereja Yunani menyebutnya dengan nama Hari Minggu Membawa Palmaatau dan Minggu Hosanna. Umat Katolik di Indonesia pernah menggunakan istilah hari minggu daun-daun, dan sekarang digunakan hari minggu palma. Akhirnya, hari Minggu Palma disebut demikian karena umat Katolik menggunakan daun palma atau cabang dan ranting pohon lainnya ketika mereka memperingati Tuhan Yesus memasuki Yerusalem. Injil mengabarkan bahwa Yesus memasuki Yerusalem menunggang seekor keledai. Ribuan orang menyambut dia dalam sorak-sorai. Mereka melambaikan ranting-ranting zaitun dan membentangkan pakaiannya di jalan. Ranting zaitun atau daun palma melambangkan perdamaian dan kemenangan. Keledai melambangkan kedatangan yang rendah hati dari seorang tokoh pembawa damai. Kemenangan yang dibawa Kristus adalah kebangkitan-Nya mengalahkan maut demi membebaskan dosa manusia. Kemenangan itu tidak diperoleh melalui perang dan kekerasan, tetapi dengan kerendahan hati dan penyerahan diri. – View on Path.
0 notes
seputarbisnis · 8 years
Text
Peragaan Busana Etnik di Pertemuan Kapusin Se-Asia di Pematangsiantar
Pematangsiantar (SIB)- Peragaan busana etnik mewarnai pertemuan Ordo Saudara Dina Kapusin (OFMCap) Se-Asia di Pematangsiantar, akhir Februari - awal Maret 2017. Sejumlah biarawan ikut memeragakan busana khas asal daerahnya. Dari Sumut, seorang biarawan yang memeragakan busana adat Kalimantan yakni Fr Benno didampingi Fr Herry dan Fr Alfonsus Hia asal Nias. Di arena serupa, digelar perjumpaan anak-anak remaja di Bukit Sinaksak, Kompleks Seminari Tinggi St Petrus (STSP) Pematangsiantar, Sumatera Utara, pada Minggu (12/2). Pertemuan menyambut perayaan syukur HUT ke-35 tahun Seminari Tinggi St Petrus pada 22 Februari. Di pertemuan itu hadir sekira 750-an orang, yang berasal dari 17 paroki di wilayah Keuskupan Agung Medan dengan ketua panitia Fr Fransiskus Arisyanto yang calon imam Keuskupan Tanjungkarang. Pertemuan diawali perayaan Ekaristidi Gereja St. Petrus dipimpin Rm Laurentius Totok Subiyanto didampingi Diakon Iwan Swanto Lumban Gaol dan Rm Paulus Halek Berek SSCC. Fr Fransiskus Arisyanto yang aktif dalam pendampingan anak jalanan di Pasar Horas bersama Kelompok Sandi Kelana itu mengatakan, kegiatan diisi penampilan seni budaya dan pengumuman pemenang hasil lomba membuat doa untuk keluarga, untuk perdamaian dunia, lomba menulis cerpen dan puisi  bertema tujuh sakramen dan masa Liturgi. "Harapannya agar tumbuh benih-benih panggilan di antara remaja yang juga anggota misdinar, baik menjadi imam maupun biarawati" tutupnya. Penampilan para pengembala yang paham busana etnik beroleh apresiasi dari netizen seperti diutarakan Yunita Chairani Elvarette Silalahi dan Rey Deslin Simbolon - Tuan Parpusuk Natam. (rel/R9/f) http://dlvr.it/NbdXtH
0 notes
wahyuadiputra · 8 years
Video
undefined
tumblr
Ini adalah penggalan video tentang Panggilan Imamat. Video ini ada di Youtube dengan judul "Ordinasi-Ordination" dari www.mediakatolik.com. Video ini sudah saya lihat sejak tahun 2012an dan muncul kembali di timeline Youtube saya. Video ini "berkemungkinan" yang meneguhkan saya ingin menjadi imam. Benih itu tumbun dan berkembang, walaupun tertutupi debu, tanah, sampah-sampah duniawi. Tetapi Tuhan dengan cara-Nya yang indah selalu memberi jalan dan pintu dan kesempatan sudah tersedia. Ya video ini membuat merinding sekaligus prihatin. Panggilan imamat kurang didukung oleh keluarga-keluarga modern katolik itu sendiri. Sangat disayangkan. Tanpa penerus imamat, iman umat dan sakramen akan hilang dan mati. Tentu gereja sedang mengalami krisis panggilan imamat. Namun dengan berbagai cara dan media, seluruh keuskupan bergencar menjaring calon-calon imam masa depan. Beberapa waktu lalu saya pernah membagikan tulisan tentang bagaimana kita mematikan panggilan imamat di keuskupan kita. Sangat menyedihkan zamab modern ini ketika gereja membuka diri justru panggilan itu menurun drastis! Apa yang terjadi? Kemaskulinan seorang Imam luntur oleh inovasi-inovasi "liar" pasca Konsili Vatikan II. Tentu Konsili Vatikan II bukanlah konsili dogmatis namun konsili pastoral. Ada nilai-nilai "tradisional" yang dilupakan oleh penerus imamat zaman ini. Salah satunya adalah misdinar putri . Membuat ruang gerak misdinar putra menjadi lebih sempit. Mengapa demikian? Sekarang lihat, apa fungsi misdinar? Ya, untuk menanamkan benih-benih imamat dalam diri mereka. Apakah seorang perempuan diperbolehkan menjadi imam dalam gereja katolik? Jelas tidak, oleh sebab itu sebenarnya pelayan altar cukup anak-anak lelaki. Anak-anak perempuan bisa dialihkan sebagai anggota koor atau dilatih menjadi seorang organis. Menjadikan seorang imam "cool" di wajah umat adalah pembawaannya. Apakah seorang imam ketika homili atau sedang membawakan perayaan ekaristi dengan sambil menari atau menyanyi secara profan di depan altar dan di sakristi adalah perbuatan terpuji? Mungkin bagi saya atau anak laki-laki lainnya malu akan aksi syarat pelanggaran liturgi itu. Imam terlihat dan terkesan lemah akan pembawaannya. Tegas perlu dimiliki seorang imam tanpa harus menjauh dan tertutup terhadap umat. Jika kita melihat konteks masyarakat katolik sekarang ini, iman seorang umat sudah sangat terbuka dan terkesan kebablasan. Mengapa demikian? Kurang tegas dan sifat "kemayu" keuskupan untuk menegur sifat kebablasan dalam umat. Hal ini yang membuat perayaan ekaristi terkesan hanya acara membagi-bagikan hosti. Kesan kemaskulinan dan peran utama imam hilang dan sirna oleh inovasi-inovasi yang jelas kontradiksi dengan Konsili Vatikan II. Sangat disayangkan. Semoga dengan semakin banyaknya umat-umat muda yang peduli akan tradisi dan kesakralan sakramen menjadi benih-benih yang terus tumbuh dan berkembang hingga buah-buah keselamatan semakin nyata.
0 notes
poetrafoto · 4 years
Photo
Tumblr media
(via Foto Misa Syukur Tata Liturgi Sakramen Pemberkatan Pernikahan Perkawinan di Gereja Katolik Padokan Madukismo Jogja Wedding Galuh+Vishnu) 😍 Foto Misa Syukur Tata Liturgi Sakramen Pemberkatan Pernikahan Perkawinan di Gereja Katolik Padokan Madukismo Jogja Wedding Galuh+Vishnu
https://poetrafoto.wordpress.com/foto-misa-syukur-tata-liturgi-sakramen-pemberkatan-pernikahan-perkawinan-di-gereja-katolik-padokan-madukismo-jogja-wedding-galuhvishnu/
#MisaSyukurPernikahan #MisaSyukurPerkawinan #MisaSyukurWedding #MisaPernikahan #MisaPerkawinan #MisaWedding #SakramenPerkawinan #SakramenPernikahan #PemberkatanPerkawinan #PemberkatanPernikahan #TataLiturgi #LiturgiPernikahanKatolik #PernikahanKatolik #PerkawinanKatolik #WeddingKatolik #GerejaKatolikJogja #WeddingJogja #PerkawinanJogja #PernikahanJogja
0 notes
poetrafoto · 4 years
Photo
Tumblr media
(via Foto Misa Pemberkatan Pernikahan Liturgi Sakramen Perkawinan Gereja Katolik Pengantin Adat Jawa Wedding Jogja Vishnu+Galuh) 😍 Foto Misa Pemberkatan Pernikahan Liturgi Sakramen Perkawinan Gereja Katolik Pengantin Adat Jawa Wedding Jogja Vishnu+Galuh
https://poetrafoto.wordpress.com/foto-misa-pemberkatan-pernikahan-liturgi-sakramen-perkawinan-gereja-katolik-pengantin-adat-jawa-wedding-jogja-vishnugaluh/
#FotoMisaPernikahan #FotoPemberkatanPernikahan #FotoSakramenPerkawinan #MisaPernikahanKatolik #MisaPernikahanJogja #PemberkatanNikah #PemberkatanNikahJogja #PemberkatanPernikahan #PemberkatanPernikahanJogja #SakramenPerkawinan #SakramenPerkawinanKatolik #SakramenPerkawinanJogja #PerkawinanKatolik #PernikahanKatolik #FotoPernikahanKatolik #FotoPernikahanJogja #PengantinAdatJawa #WeddingJawa #WeddingJogja
0 notes
poetrafoto · 4 years
Photo
Tumblr media
(via Suasana Tata Liturgi Upacara Sakramen Perkawinan dalam Ekaristi Pernikahan di Gereja Katolik Bedog Jogja) Suasana Tata Liturgi Upacara Sakramen Perkawinan dalam Ekaristi Pernikahan di Gereja Katolik Bedog Jogja
https://poetrafoto.wordpress.com/2017/02/26/17-foto-sakramen-pemberkatan-pernikahan-di-gereja-katolik-bedog-jogja/foto-pemberkatan-sakramen-pernikahan-di-gereja-katolik-bedog-jogja-8/
#TataLiturgi #SakramenPerkawinan #LiturgiPerkawinan #SakramenPernikahan #EkaristiPernikahan #EkaristiPerkawinan #PerkawinanKatolik #PernikahanKatolik #PerkawinanJogja #PernikahanJogja #GerejaBedog #UpacaraSakramen #UpacaraEkaristi
0 notes
poetrafoto · 4 years
Photo
Tumblr media
(via Pemasangan Cincin Pernikahan Pengantin dalam Tata Liturgi Sakramen Perkawinan di Gereja Katolik Bedog Yogyakarta) Pemasangan Cincin Pernikahan Pengantin dalam Tata Liturgi Sakramen Perkawinan di Gereja Katolik Bedog Yogyakarta
https://poetrafoto.wordpress.com/2017/02/26/17-foto-sakramen-pemberkatan-pernikahan-di-gereja-katolik-bedog-jogja/foto-pemberkatan-sakramen-pernikahan-di-gereja-katolik-bedog-jogja-7/
#PemasanganCincinPernikahan #CincinPernikahan #CincinNikah #TataLiturgiPerkawinan #SakramenPerkawinan #SakramenPernikahan #PengantinKatolik #SakramenKatolik #PernikahanKatolik #PerkawinanKatolik #GerejaKatolik #PerkawinanYogyakarta #PernikahanYogyakarta #PengantinYogyakarta
0 notes
henrikussojo · 6 years
Text
HR Santa Maria Imakulata
HR Santa Maria Imakulata Perayaan yang Menggembirakan
 8 Desember merupakan hari yang istimewa bagi Keluarga Besar Oblat Maria Imakulata, sebab pada hari tersebut Gereja Universal merayakan Hari Raya Santa Maria Imakulata yang adalah pelindung Kongregasi OMI.
 Sekilas Dogma Maria Immakulata
Praksis penghormatan kepada Maria Imakulata sudah berkembang dalam tubuh Gereja jauh sebelum Dogma Maria Imakulata definitif diserukan bagi Gereja, bahkan Kongregasi Oblat Maria Imakulata (OMI) berdiri lebih dahulu daripada Dogma tersebut. Doktrin tentang kesucian Maria yang sejak lahir tidak bernoda dikembangkan oleh para Bapa Gereja Kuno pada abad Keempat. Sebutlah diantaranya Santo Ephrem, Santo Ambrosius dan Santo Agustinus, yang masing-masing memiliki pemikiran teologis bahwa Maria adalah suci dan tak bernoda.[1]
Seringkali Doktrin ini mendapat serangan balik karena Kitab Suci tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa Maria dikandung tidak bernoda. Dasar alkitabiah yang dapat menjelaskan keutamaan Maria ini bisa kita lihat dalam Injil Lukas 1:28 yaitu ungkapan malaikat Gabriel kepada Maria, “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan Menyertai Engkau.”
Bila melihat teks asli dari Injil Lukas Bahasa Yunani, frasa tersebut berbunyi κεχαριτωμενη (kecharitomene) yang berarti “yang diberkati”. Dalam terjemahan Latin (Vulgata) frasa tersebut diterjemahkan “gratia plena” yang berarti “penuh rahmat”. Frasa ini secara inplisit memberi kesaksian tentang keunggulan Maria yang diakui oleh Malaikat Gabriel yaitu “diberkati, penuh rahmat, atau dikaruniai”.  Dari teks ini, mau ditekankan peranan Allah yang menguduskan Maria dan secara khusus memilihnya untuk mengandung, melahirkan dan merawat Sang Juruselamat.
Dengan berpegang pada teks ini, banyak teolog yang mengungkapkan bahwa Maria memiliki segala rahmat yang diberikan Allah. Dari pemikiran bahwa Maria menerima rahmat penuh dari Allah, para teolog menarik bermacam-macam pemikiran misal bahwa Maria tidak berdosa, tidak membawa dosa asal, dikandung tanpa noda.[2]
Doktrin ini terus berkembang dengan pro dan kontranya melalui zaman ke zaman hingga puncaknya ketika berkembang gerakan doa yang berdevosi kepada Bunda Maria Imakulata dengan rumusan” O Maria yang dikandung tanpa noda, doakanlah kami yang memohon pertolonganmu.”[3]
Barulah melalui Bulla Ineffabilis Deus pada 8 Desember 1854 yang dikeluarkan oleh Paus Pius IX, Gereja menghormati Maria secara definitif sebagai pribadi “Yang Terberkati” – “Yang Penuh Rahmat” – Yang suci dan Tak bernoda dan menjadikan Maria Imakulata sebagai salah satu Dogma dalam Gereja Katolik. Konsili Vatikan II pun menegaskan keutamaan yang dimiliki Maria ini. Dalam Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium dikatakan, “Maria yang menerima Yesus dalam rahimnya adalah suci seutuhnya dan tidak tercemar dosa mana pun juga, bagaikan makhluk yang diciptakan dan dibentuk baru oleh Roh Kudus.” (LG 56).
 Maria Imakulata Bagi Kongregasi OMI
           Santo Eugenius de Mazenod-pendiri OMI, memiliki devosi yang kuat kepada Santa Perawan Maria sejak masa mudanya. Di masa-masa awal kongregasi OMI hadir, Santo Eugenius de Mazenod membiasakan komunitas untuk saling memberi salam dengan mengatakan “Terpujilah Yesus Kristus, dan Maria Imakulata”. Salam ini juga pernah digunakannya ketika mendampingi asosiasi kaum muda di Aix, juga dalam misi parokinya.[4]
Dalam Konstitusi dan Aturan Kongregasi OMI No.10 dikatakan, “Bunda Maria Tak Bernoda adalah pelindung Kongregasi.....Kita akan memandang Maria sebagai ibu kita, Dalam kedekatan yang mendalam dengan Maria, Bunda Belaskasih, kita menghayati penderitaan dan kegembiraan sebagai misionaris. Dalam Konstitusi dan Aturan ini terlihat peranan dan kedudukan Maria dalam Kongregasi OMI serta bagaimana seorang Oblat bisa meneladan hidup iman Maria.”[5]
Perlu diingat kendati menyandang nama Maria, spiritualitas yang paling utama dalam Kongregasi OMI adalah mewartakan Kristus yang tersalib. Maria Imakulata berperan sebagai pelindung karya misi dan hidup bakti OMI. Maria menjadi model persembahan diri Oblat, sebagaimana Maria mempersembahkan dirinya sendiri sebagai hamba Allah yang rendah hati.
Berkat kesucian yang diterimanya dari Allah, Maria menghadirkan Yesus Sang Allah Putera bagi dunia. Para Oblat yang menyandang nama Maria dengan penuh cinta dan rasa bangga juga menerima perutusan yang sama, yaitu untuk menerima rahmat kesucian Allah lewat pengudusan diri dan menjalankan karya misioner mewartakan Kabar Sukacita Yesus bagi mereka yang tidak terlayani.
 Sebuah Perayaan yang Menggembirakan
           Merayakan Hari Raya Santa Maria Imakulata pada tanggal 8 Desember adalah sebuah momen untuk meneguhkan iman kita sebagai seorang beriman. Merayakan momen ini menegaskan kesadaran betapa besarnya peran Allah bagi keselamatan manusia. Allah pertama-tama memilih orang yang dikehendaki, menguduskannya, dan menjadikannya alat bagi Allah untuk membawa keselamatan dan semua itu nampak dalam diri Maria Imakulata yang dirayakan pada hari ini. Perayaan ini juga menjadi sebuah perayaan yang menggembirakan bukan karena semata-mata dirayakan dengan liturgi meriah, pesta besar ataupun hiruk-pikuknya, tetapi terutama karena dalam perayaan ini kita diingatkan siapa jati diri kita yang sejati.
           Melalui perayaan ini, kita semua diajak untuk mengingat kembali siapa jati diri kita yang sesungguhnya. Kita adalah para Oblat-Nya (baik religius maupun awam), dipilih dari tengah dunia, dikuduskan dengan berkat dan rahmat-Nya, serta diutus-Nya mewartakan kabar sukacita melalui perkataan maupun perbuatan kita. Kita diundang untuk melaksanakan karya perutusan yang dipercayakan kepada kita dengan penuh sukacita dan tanggung jawab, juga dengan perlindungan Bunda Maria Imakulata kita akan menerima kekuatan untuk mengatasi segala kesulitan yang kita hadapi.
           Bunda Maria Imakulata melindungi setiap karya hidup bakti kita, baik bagi para Imam yang menguduskan dunia lewat pelayanan sakramen, bagi para bruder dan suster yang membawa kesaksian hidup religius yang sejati serta melayani dunia dengan keahlian di bidangnya masing-masing, juga melindungi segenap Oblat Awam yang berjuang di tengah dunia memberi kesaksian hidup seorang Kristiani sejati yang penuh cinta kasih. Dengan peran dan panggilan yang kita miliki masing-masing, kita semua diajak untuk seperti Bunda Maria, menghadirkan Yesus bagi sesama.
           Sungguh momentum iman yang luar biasa. Semoga kita semua bisa menjadi berkat dan sukacita bagi setiap mahkluk yang kita jumpai. Terpujilah Yesus Kristus dan Maria Imakulata.
 “Semoga kita mengerti dan menyadari siapa kita ini sesungguhnya! Saya berharap Tuhan akan menganugerahkan rahmat ini dengan bantuan dan perlindungan Bunda kita yang kudus, Maria Imakulata.” (Santo Eugenius de Mazenod).
 -Skolastik Henrikus Prasojo, OMI-
 Referensi:
O’Carrol, Michael
           1987    Theotokos: A Theological Encyclopedia of the Blessed Virgin Mary. Quezon
                     City: Claretian Publications.
Eddy Kristiyanto OFM, A
           1987    Maria Dalam Gereja. Yogyakarta: Kanisius.
Lembaga Alkitab Indonesia
           1989    Kitab Suci Perjanjian Baru Yunani-Indonesia. Jakarta: LAI.
Ciardi OMI, Fabio dkk
           2000    Dictionary of Oblate Values. Rome.
Asodo OMI, Henricus
           Draft Terjemahan Prancis-Indonesia Konstitusi dan Aturan Kongregasi OMI.
Hardawiryana SJ, R. (Penerjemah)
           2013    Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor.
 [1] Michael O’Carrol. Theotokos: A Theological Encyclopedia of the Blessed Virgin Mary. (Quezon City: Claretian Publications, 1987). Hlm. 180
[2] A. Eddy Kristiyanto OFM. Maria Dalam Gereja. (Yogyakarta: Kanisius, 1987). Hlm. 39
[3] Michael O’Carrol. Hlm.182
[4] Fabio Ciardi OMI, dkk. Dictionary of Oblate Values. (Rome, 2000). Hlm. 535
[5] Henricus Asodo OMI (penerjemah). Draft terjemahan Prancis-Indonesia Konstitusi dan Aturan Kongregasi OMI.
0 notes
seputarbisnis · 8 years
Text
Tahun Formasi Spiritual GKPI 2017
Topik Formasi Spiritual merupakan tema penting sepanjang sejarah umat Allah. Formasi spiritual, berarti pembentukan/penataan kehidupan rohani/batin umat Tuhan. Formasi spiritual juga berdimensi pada adanya daya tahan umat Tuhan dalam menghadapi kondisi hidup sosialnya yang berubah-ubah. Sebab pada faktanya, kemajuan teknologi saat ini, sangat mempengaruhi pola hidup dan kehidupan iman jemaat dan pelayanan gereja. Pada konteks tertentu, kemajuan teknologi telah menempatkan pola hidup manusia pada tataran mekanis, ekonomis dan pragmatis. Realitas demikian akan dapat berujung pada kehidupan yang mekanis, tanpa makna, kehilangan roh, spiritualnya. Sesungguhnya, realitas sosial beriman demikianlah menjadi pokok penting dari seruan Harvey Cox dalam mencermati semakin sekulernya sebuah komunitas umat beriman. Menurutnya, realitas sosial yang semakin maju dalam teknologi telah menjadikan manusia menjadi anonim, pragmatis. Hidup manusia menjadi dangkal, hanya mementingkan hasil tanpa berkomitmen kuat terhadap suatu nilai, keberimanan. Dalam kesadaran akan realitas demikianlah, maka GKPI menempatkan Formasi Spiritual sebagai Program Kerja Pelayanan untuk tahun 2017. Penetapan ini didasarkan pada adanya kesadaran fundamental akan makna Spiritual setiap umat beriman dalam menjalani panggilan hidupnya, maupun dalam merespon kasih Tuhan setiap umat GKPI dalam komunitas bergereja dan bermasyarakat. Itu juga berarti bahwa formasi spiritual bermakna proses pembentukan kehidupan rohani sepanjang hidup untuk semakin serupa dengan Kristus (Like-Christ). Formasi Spiritual merupakan respon manusia terhadap anugerah Allah dalam proses menjadi seperti Kristus. Makna Spiritual Umat Alkitab mencatat kisah PENCIPTAAN manusia, menurut gambar dan rupa Allah. Walaupun manusia jatuh ke dalam dosa, Allah tidak membuang manusia. Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia. Setelah merespon karya keselamatan Yesus Kristus, ada tenggang waktu menantikan janji kedatangan-Nya untuk menjemput kita dan hidup bersama-sama dengan Dia selama-lamanya. Dalam masa tenggang waktu ini orang-orang percaya, yang mempunyai kecenderungan berdosa, mempersiapkan kehidupan rohani dalam menanti Kristus. Itulah sebabnya, disiplin rohani menjadi begitu penting bagi orang percaya untuk benar-benar siap bertemu muka dengan muka dengan Kristus. Oleh karena itu, pembentukan rohani menjadi tugas setiap orang percaya sampai janji itu dinyatakan.  Atas pendasaran defenisi demikian, akan berdimensi pada intensitas relasi pribadi setiap umat Tuhan dengan Roh Allah (Kudus) yang memberi hidup. Relasi, hubungan pribadi demikian akan menghidupkan roh, spiritual umat dan menjadi faktor fundamental kehidupan serta daya dorong utama (drive) dalam menyadari dirinya dalam kehidupannya. Relasi yang intens tersebut memampukan setiap umat Tuhan untuk menemukan makna fundamental (ultimate meaning) kehidupannya sebagai umat Tuhan dan anggota persekutuan gereja (GKPI). Itu berarti, Spiritual tidak semata-mata berdimensi pada doa, nyanyian dan ibadah personal tetapi juga berdimensi pada konteks hidup umat. Dalam konteks ini, Spiritual setiap umat Tuhan mendapat pemaknaan yang baru yaitu tentang mewujudkan kasih dalam panggilan sebagai garam dan terang. Pemaknaan Spiritual GKPI Mengafirmasi gagasan Leonardo Boff (Teolog Amerika Latin), kita diingatkan bahwa gereja adalah sakramen Roh Kudus dan alat untuk menandakan realitas kerajaan Allah. Oleh karenanya, gereja tidak dapat hidup dari dirinya sendiri, dari kekhusukan maupun hebatnya liturgi yang dibuat manusia. Gereja juga tidak boleh menganggap liturgi sebagai sesuatu yang baku dan final. Sebab gereja selalu bersifat sementara dan harus berubah dalam konteksnya. Pada titik ini kita disadarkan akan "Communion Sanctorum" Dietrich Bonhoeffer. Menurut teolog Jerman ini, "Gereja hanya menjadi gereja apabila Roh Kudus diterima oleh umat untuk bekerja dengan bebas". Penerimaan eksistensi Roh Kudus akan membuat umat merasakan persekutuan yang "transendental", yang meneguhkan dan memberi sukacita bagi setiap pribadi. Implikasi imperatif kesadaran demikian, akan menempatkan gereja pada kemauan untuk memperbaharui strukturnya, tata ibadah (liturginya) sehingga Roh Kudus bekerja secara sempurna dan umat merasakan kehadiran-Nya. Tahun Formasi Spiritual adalah tahun di mana GKPI akan membangun dan mengembangkan hubungan spiritual (rohani) dengan Tuhan yang dinampakkan dan direfleksikan dalam hubungan dengan sesama melalui aksi atau tindakan nyata. GKPI sangat menekankan keseimbangan antara personal dan komunal. Formasi Spiritual individu/personal terdiri dari Disiplin Berpuasa, Bersaksi, Beribadah, Ketaatan dan Disiplin Penderitaan. Formasi Spiritual Komunal/Jemaat terdiri dari Disiplin Bersaksi, Melayani, Penyembahan, Pemuridan dan Disiplin Ibadah. Dalam hal ini, GKPI memahami bahwa spiritualitas bersifat pribadi, namun dengan demikian bukan berarti melalaikan akan spiritualitas yang bersifat komunal. GKPI selalu melihat bahwa perjalanan iman seseorang tidak lepas dari persekutuan sesama orang percaya. Semua praktek disiplin rohani yang dilakukan, selalu mengarah kepada satu pengalaman bersama Tuhan, menikmati kehadiran Tuhan dan bagaimana menghidupi Tuhan di dalam setiap aspek hidup. Kesalehan praktis atau eksperimental dijewantakan melalui suatu ungkapan iman dalam sikap hidup yang terilhami oleh prinsip "to glory God and to enjoy forever". Secara sederhana GKPI mengamini bahwa iman harus nyata dalam pengalaman atau dialami, selain itu iman harus mentransformasi hidup seseorang untuk membawa kepada satu pertobatan sejati yang dapat dilihat dari perubahan signifikan dalam hidup seseorang yaitu change of  mind, change of heart, change of life and change of affection. GKPI berusaha untuk menghidupi Allah dalam hidup, sebagai murid Kristus yang terus bertumbuh dan hidup dalam anugerah Allah melalui sikap hidup yang benar dan berperilaku (outward). Perbuatan nyata ini adalah wujud dari kerinduan untuk hidup seperti Kristus dan meneladani-Nya yang merupakan refleksi hidup yang sesuai dengan karakter Kristus. Demikian juga pengetahuan tentang Allah yang diformulasikan melalui doktrin-doktrin yang kuat diimbangi dengan sikap hati yang memuliakan Allah (Glory to God). Penekanan yang kuat terhadap doktrin-doktrin tidak sekedar suatu pengetahuan kognitif tetapi dibarengi dengan sikap hati yang berusaha untuk mengaplikasikan pemahaman tersebut di dalam kehidupan yang benar. Menjawab Tantangan Zaman Sebagai gereja yang berada dalam dunia, maka GKPI selalu memaknai kehadirannya dalam wujud panggilan dalam aspek Apostolat, Pastorat dan Diakonat. Itu berarti, pencanangan program pelayanan GKPI pada tahapan Formasi Spiritual didasarkan pada pergulatan iman atas kondisi zaman yang sangat dinamis. Realitas pergulatan demikian akan berdampak pada kehidupan rohani umat Tuhan secara pribadi maupun kehidupan umat Tuhan dalam komunitas GKPI. Kesadaran terhadap makna Spiritual juga berdimensi pada adanya kemauan untuk menyadari diri sebagai umat yang diberkati. Kesadaran demikian juga menuntut adanya pertobatan, perubahan dalam diri setiap umat. Oleh karenanya, pembekalan spiritual terhadap seluruh elemen GKPI, para pendeta, penatua, pengurus jemaat dan jemaat di setiap gereja menjadi tugas penting dan mendesak untuk diwujudkan dan disesuaikan dengan kebutuhan jemaat. Keyakinan demikianlah yang akan menempatkan GKPI mampu menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks. GKPI dalam praktek bergerejanya, akan menjadi bagian terpenting dalam mewujudkan panggilan menggarami dan menerangi kehidupan sosial bergereja. Selamat menjalani Tahun Formasi Spiritual....!!! Syalom. (q) http://dlvr.it/NQJnDC
0 notes