#ekaristi
Explore tagged Tumblr posts
Text
Diambil, Diberkati, Dipecah-pecah, Dibagikan
Pada waktu malam menjelang ditangkap, Yesus makan bersama dengan dua belas murid. ”Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikan kepada mereka, kata-Nya: ”Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk. 22:19). Setelah bangkit dari antara orang mati, ada kesaksian Yesus menemani perjalanan dua murid ke Emaus. “Lalu…
View On WordPress
0 notes
Link
0 notes
Text
Sejarah dan Asal Usul Wine
Wine adalah minuman beralkohol yang dibuat dari fermentasi anggur, dan telah menjadi bagian penting dari budaya manusia selama ribuan tahun. Berbagai jenis anggur menghasilkan beragam varietas wine, yang setiap jenisnya memiliki karakteristik unik dalam hal rasa, warna, dan aroma. Wine tidak hanya dinikmati sebagai minuman tetapi juga memiliki peran dalam gastronomi, agama, seni, dan sejarah. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai apa itu wine, bagaimana proses pembuatannya, berbagai jenis wine, serta dampaknya terhadap kesehatan dan budaya.
1. Sejarah dan Asal Usul Wine
Sejarah wine sangat panjang dan kaya. Wine diperkirakan telah ada selama lebih dari 8.000 tahun, dengan bukti arkeologis menunjukkan bahwa wine pertama kali dibuat di wilayah Kaukasus, yang sekarang meliputi Georgia, Armenia, dan Iran. Dari sana, teknik pembuatan wine menyebar ke Mesopotamia, Mesir, Yunani, dan Romawi. Wine kemudian menjadi bagian integral dari budaya Eropa, terutama di negara-negara seperti Italia, Prancis, Spanyol, dan Portugal, yang hingga saat ini terkenal sebagai produsen wine berkualitas.
Dalam agama dan budaya, wine juga memiliki tempat yang istimewa. Dalam tradisi Kristen, wine digunakan dalam sakramen Ekaristi, sedangkan dalam budaya Romawi dan Yunani kuno, wine dianggap sebagai minuman para dewa.
2. Proses Pembuatan Wine
Wine dibuat melalui fermentasi buah anggur, yang dilakukan oleh mikroorganisme alami bernama ragi. Proses pembuatan wine melibatkan beberapa tahap, yang masing-masing mempengaruhi karakteristik akhir dari minuman ini. Berikut adalah tahapan umum dalam pembuatan wine:
a. Pemanenan (Harvesting)
Langkah pertama dalam membuat wine adalah pemanenan anggur. Waktu pemanenan sangat penting karena kematangan anggur memengaruhi kadar gula dan asam, yang menentukan rasa dan keseimbangan wine. Anggur bisa dipanen secara manual atau menggunakan mesin.
b. Penghancuran dan Perasan (Crushing and Pressing)
Setelah dipanen, anggur dihancurkan untuk melepaskan jusnya. Pada tahap ini, kulit anggur bisa dibiarkan bersama jus untuk membuat wine merah, atau dipisahkan lebih awal untuk membuat wine putih. Dalam pembuatan wine merah, fermentasi biasanya terjadi bersama dengan kulit anggur, yang memberikan warna merah dan tanin pada wine.
c. Fermentasi (Fermentation)
Pada tahap ini, ragi mengubah gula dalam jus anggur menjadi alkohol dan karbon dioksida. Fermentasi dapat berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung pada jenis wine yang dibuat dan kondisi fermentasi. Proses ini dapat terjadi secara alami menggunakan ragi liar, atau dengan menambahkan ragi komersial.
d. Pematangan (Aging)
Setelah fermentasi selesai, wine disimpan untuk proses pematangan. Wine bisa dimatangkan dalam tong kayu ek, tangki baja, atau botol. Pematangan dalam tong kayu ek memberikan karakteristik rasa yang lebih kompleks seperti vanila, kayu, atau rempah-rempah. Lamanya pematangan juga mempengaruhi kualitas dan rasa wine.
e. Penyaringan dan Pembotolan (Filtering and Bottling)
Sebelum wine dijual, biasanya dilakukan proses penyaringan untuk menghilangkan sedimen atau partikel yang mungkin tersisa. Setelah itu, wine dikemas dalam botol dan disegel untuk distribusi.
3. Jenis-Jenis Wine
Wine dapat dikategorikan berdasarkan beberapa faktor, seperti jenis anggur yang digunakan, metode produksi, dan warna. Berikut adalah beberapa jenis wine yang umum:
a. Wine Merah (Red Wine)
Wine merah dibuat dari fermentasi anggur merah atau hitam dengan kulitnya. Kulit anggur memberikan warna merah pada wine serta memberikan tanin, yang berkontribusi pada rasa dan tekstur wine. Beberapa varietas wine merah yang terkenal antara lain Cabernet Sauvignon, Merlot, Pinot Noir, dan Syrah.
b. Wine Putih (White Wine)
Wine putih dibuat dari anggur hijau atau anggur merah yang dipisahkan dari kulitnya sebelum fermentasi. Wine putih cenderung lebih ringan dan segar dibandingkan wine merah. Beberapa varietas wine putih yang populer adalah Chardonnay, Sauvignon Blanc, dan Riesling.
c. Wine Rosé
Wine rosé berada di antara wine merah dan putih. Wine ini dibuat dengan membiarkan kulit anggur merah kontak dengan jus hanya untuk waktu singkat, sehingga menghasilkan warna merah muda yang khas. Wine rosé biasanya ringan dan cocok untuk cuaca panas.
d. Wine Berkilau (Sparkling Wine)
Wine berkilau, seperti Champagne, mengandung gelembung karbon dioksida yang dihasilkan dari fermentasi sekunder. Proses ini memberikan wine tekstur yang berkilau dan segar. Champagne adalah wine berkilau terkenal yang berasal dari wilayah Champagne di Prancis.
e. Wine Manis (Dessert Wine)
Wine manis atau dessert wine memiliki kadar gula yang lebih tinggi, sering kali disajikan bersama makanan penutup. Wine jenis ini mencakup varietas seperti Port, Sauternes, dan Moscato.
4. Manfaat dan Dampak Wine terhadap Kesehatan
Wine, terutama wine merah, sering kali dikaitkan dengan manfaat kesehatan jika dikonsumsi dalam jumlah sedang. Beberapa studi menunjukkan bahwa wine merah mengandung senyawa antioksidan seperti resveratrol yang dapat membantu melindungi jantung dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
Namun, meskipun ada manfaat kesehatan, konsumsi wine secara berlebihan dapat berdampak negatif. Alkohol dapat merusak hati, menyebabkan kecanduan, dan meningkatkan risiko beberapa jenis kanker. Oleh karena itu, wine harus dikonsumsi secara bijak dan dalam jumlah yang moderat.
5. Wine dalam Budaya dan Gastronomi
Wine bukan hanya sekadar minuman, tetapi juga bagian penting dari budaya kuliner di banyak negara. Wine sering kali disajikan bersama makanan, dan pemilihan wine yang tepat dapat memperkaya pengalaman bersantap. Misalnya, wine merah sering dipadukan dengan daging merah, sementara wine putih cocok disajikan dengan makanan laut atau daging putih.
Di beberapa negara, seperti Prancis dan Italia, wine menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan identitas budaya. Wine juga sering menjadi bagian dari perayaan, ritual agama, dan acara sosial, mencerminkan pentingnya minuman ini dalam kehidupan manusia.
6. Kesimpulan
Wine adalah minuman yang memiliki sejarah panjang dan kaya, serta telah menjadi bagian penting dari budaya, seni, dan gastronomi di seluruh dunia. Dari proses pembuatannya yang melibatkan fermentasi anggur hingga berbagai jenis wine yang tersedia, minuman ini menawarkan pengalaman yang unik dan beragam. Wine tidak hanya dinikmati karena rasanya, tetapi juga karena nilai budaya dan kesehatannya, asalkan dikonsumsi dengan bijak.
Namun, di balik semua keistimewaannya, penting untuk diingat bahwa wine mengandung alkohol, dan konsumsi berlebihan dapat memiliki dampak negatif bagi kesehatan. Dengan pemahaman yang tepat dan konsumsi yang seimbang, wine dapat menjadi bagian dari gaya hidup yang sehat dan memperkaya pengalaman kuliner serta sosial kita.
0 notes
Text
Sebenernya kesalahan besar gua baca isi pesan obrolan adeku dengan pacarnya. Aku patah hati dan gelisah banget. Sungguh nggak membuatku nyaman.
Hamil??????????? Sungguhlah membuatku nggak nyaman.
Minta cek kehamilan.
Bercumbu.
Nginep di apartemen di Jakarta Utara.
245 ribu, jangan pakai nama panjangku ya.
Tuhan, maaf aku nggak bisa ke gereja hari ini. Tapi aku akan nonton misa di rumah. Aku nggak merasa layak menyambut ekaristi hari ini.
Tuhan Yesus, aku nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Aku terlalu terkejut dan syok dan marah dan panik dan tidak bisa berhenti memikirkannya. Sedangkan aku harus berbagi pikiranku ini.
Mami — aku nggak cukup tega menceritakannya, bahwa anaknya selaknat itu.
Masb — lagi sibuk.
Adeku juga mangkir di tugasnya. Di kampus. Yang dia sendiri pengen masuk kampus itu.
Aku nggak tau gimana memproses ini semua. Tapi, anjir betul, aku sakit kepala.
0 notes
Text
Kalender Liturgi 02 Jun 2024
Minggu Hari Raya
Warna Liturgi: Putih
Bacaan I: Kel 24:3-8
Mazmur Tanggapan: Mzm 116:12-13.15.16bc.17-18
Bacaan II: Ibr 9:11-15
Bait Pengantar Injil: Yoh 6:51
Bacaan Injil: Mrk 14:12-16.22-26
Bacaan I
Kel 24:3-8
Inilah darah perjanjian yag diikat Allah dengan kamu.
Bacaan dari Kitab Keluaran:
Ketika Musa turun dari Gunung Sinai,
dan memberitahukan kepada bangsa Israel
segala firman dan peraturan Tuhan,
maka seluruh bangsa itu menjawab serentak,
"Segala firman yang telah diucapkan Tuhan itu,
akan kami laksanakan!"
Lalu Musa menuliskan segala firman Tuhan itu.
Keesokan harinya, pagi-pagi,
didirikannyalah mezbah di kaki gunung itu,
dengan dua belas tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel.
Kemudian disuruhnyalah orang-orang muda dari bangsa Israel
mempersembahkan kurban bakaran
dan menyembelih lembu-lembu jantan
sebagai kurban keselamatan kepada Tuhan.
Sesudah itu Musa mengambil sebagian dari darah itu,
lalu ditaruhnya ke dalam pasu,
sebagian lagi dari darah itu disiramkannya pada mezbah itu.
Lalu diambilnya kitab perjanjian itu dan dibacakannya,
dan bangsa itu mendengarkan.
Lalu mereka berkata,
"Segala firman Tuhan akan kami laksanakan dan kami taati!"
Kemudian Musa mengambil darah itu
dan memercikkannya kepada bangsa itu seraya berkata,
"Inilah darah perjanjian yang diikat Tuhan dengan kamu,
berdasarkan segala firman ini."
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 116:12-13.15.16bc.17-18
R:13
Aku akan mengangkat piala keselamatan
dan akan menyerukan nama Tuhan.
*Bagaimana akan kubalas kepada Tuhan
segala kebaikan-Nya kepadaku?
Aku akan mengangkat piala keselamatan,
dan akan menyerukan nama Tuhan.
*Sungguh berhargalah di mata Tuhan
kematian semua orang yang dikasihi-Nya.
Ya Tuhan, aku hamba-Mu!
Aku hamba-Mu, anak dari sahaya-Mu!
Engkau telah melepas belengguku!
*Aku akan mempersembahkan kurban syukur kepada-Mu,
dan akan menyerukan nama Tuhan;
aku akan membayar nazarku kepada Tuhan
di depan seluruh umat-Nya,
Bacaan II
Ibr 9:11-15
Darah Kristus akan menyucikan hati nurani kita.
Bacaan dari Surat Kepada Orang Ibrani:
Saudara-saudara terkasih,
Kristus telah datang sebagai Imam Agung
demi kesejahteraan masa yang akan datang:
Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan lebih sempurna,
yang bukan buatan tangan manusia,
-- artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, --
dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya
ke dalam tempat yang kudus
bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu,
tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri.
Dan dengan itu Ia telah mendapat pelunasan yang kekal.
Sebab, jika darah domba jantan dan lembu jantan
dan percikan abu lembu muda
mampu menguduskan mereka yang najis,
sehingga mereka disucikan secara lahiriah,
betapa lebihnya darah Kristus,
yang atas dorongan Roh Abadi
telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah
sebagai persembahan yang tidak bercacat;
Betapa darah ini akan menyucikan hati nurani kita
dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia,
supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.
Karena itu
Kristus adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru,
supaya mereka yang telah terpanggil
dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan,
sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran
yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama.
Demikianlah sabda Tuhan.
(Madah Ekaristi, fakultatif).
Bait Pengantar Injil
Yoh 6:51
Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga.
Barangsiapa makan roti ini,
ia akan hidup selama-lamanya.
Dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku,
yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.
Bacaan Injil
Mrk 14:12-16.22-26
Inilah tubuh-Ku, inilah darah-Ku.
Inilah Injil Suci menurut Markus:
Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi,
pada waktu orang menyembelih domba Paskah,
murid-murid berkata kepada Yesus,
"Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi
untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?"
Lalu Yesus menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan,
"Pergilah ke kota!
Di sana kamu akan bertemu dengan seorang
yang membawa kendi berisi air.
Ikutilah dia,
dan katakanlah kepada pemilik rumah yang dimasukinya:
Guru berpesan: Di manakah ruangan yang disediakan bagi-Ku
untuk makan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku?
Lalu orang itu akan menunjukkan kepadamu
sebuah ruangan yang besar,
yang sudah lengkap dan tersedia.
Di situlah
kamu harus mempersiapkan perjamuan Paskah untuk kita!"
Maka berangkatlah kedua murid itu.
Setibanya di kota, didapati mereka semua
seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka.
Lalu mereka mempersiapkan Paskah.
Ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan,
Yesus mengambil roti,
mengucap berkat,
membagi-bagi roti itu lalu memberikannya kepada para murid
seraya berkata,
"Ambillah, inilah tubuh-Ku!"
Sesudah itu Ia mengambil cawan,
mengucap syukur, lalu memberikannya kepada para murid,
dan mereka semua minum dari cawan itu.
Dan Yesus berkata kepada mereka,
"Inilah darah-Ku,
darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang.
Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya Aku tidak lagi akan minum hasil pokok anggur
sampai pada hari Aku meminum yang baru, yaitu dalam Kerajaan Allah."
Sesudah menyanyikan lagu pujian,
pergilah mereka ke Bukit Zaitun.
Demikianlah sabda Tuhan.
#jdogomo#katolikroma#katolikkukeren#bacaanharian#bacaanliturgi#bacaanhariankatolik#kalenderliturgikatolik#kalenderliturgi#bacaankatolik
0 notes
Text
Babinsa kelurahan Tirtohargo Pelda Bekram sertu Triyana dan Bhabinkamtibmas melaksanakan pengamanan perayaan Ekaristi Minggu Palma bertempat digereja Kapel Baros yang dipimpin oleh RM. Raymudus Sugiarto dengan tema Mengenang Sengsara Tuhan
0 notes
Text
youtube
Renungan 3Mar2024
Bacaan Injil Yoh 2,13-22
Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku." Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: "Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?" Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.
Demikianlah sabda Tuhan
Terpujilah Kristus
Di tengah kehidupan kita yang serba cepat dan penuh dengan berbagai godaan, seringkali kita lupa akan esensi sejati dari keberadaan kita di dunia ini. Kisah yang tercantum dalam Yohanes 2:13-25, dimana Yesus membersihkan Bait Allah, dan bacaan pertama dari Keluaran 20:1-17, yang memuat Sepuluh Perintah Allah, mengajarkan kepada kita tentang pentingnya kembali kepada inti dari iman kita dan menghormati kekudusan ruang dan waktu dalam hubungan kita dengan Allah.
Kedua bacaan ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya menjaga kesucian dalam hubungan kita dengan Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, ini bisa berarti menghindari perilaku yang merusak diri sendiri atau orang lain, menjauhi praktik yang tidak jujur atau tidak adil, dan menjalani kehidupan yang mencerminkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
Dalam bacaan Injil malam ini, kita mungkin ‘shock’ melihat apa yang Yesus perbuat jauh 180’ dari apa yang kita kenal sebagai sosok yang penyabar, penuh kasih namun kali ini Ia marah besar mengusir semua pedagang dan binatang, membuat porak poranda barang dagangan mereka. Dalam ayat 16 Yesus menyatakam kekesalan-Nya karena Bait Allah digunakan untuk berdagang. Yesus mengajarkan bahwa Bait Suci adalah tempat kudus dimana Allah tinggal dan memperdengarkan sabda-Nya sehingga orang yang ambil bagian dalam persekutuan dengan-Nya akan dikuduskan, oleh sebab itulah Ia marah ketika melihat rumah Bapa-Nya dijadikan tempat berjual beli dan mencari keuntungan duniawi dan bukan menjadi tempat untuk memuliakan nama Allah.
Dalam ayat selanjutnya Yesus menyatakan “Hancurkan Bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan membangunnya kembali”, dan membuat orang Yahudi heran atas kuasa apa hingga Ia boleh membuat ‘heboh’ di Bait Allah dan marah kepada-Nya hingga berusaha untuk membinasakan Yesus. Mereka berpikir ‘sombong’ amat ya mau membangun Bait Allah dalam tiga hari padahal perlu 46 tahun untuk membangun Bait Allah ini, dan Engkau akan membangunnya dalam waktu tiga hari?” Orang Yahudi gagal paham bahwa yang dimaksud Yesus dengan Bait Allah adalah tubuh-Nya sendiri (ay 21) yang akan dikorbankan dan bangkit pada hari ketiga karena begitu besar kasih Allah kepada manusia hingga Ia merelakan Anak Tunggal-Nya untuk menebus dosa kita. Yesus menjanjikan jalan keselamatan dan hidup menjadi ‘manusia baru’ setelah kita mau merendahkan hati meruntuhkan ‘manusia lama’ kita yang penuh dengan dosa dan menyerahkan diri menerima kehadiran-Nya dalam hidup kita. Hanya melalui persekutuan dengan Roh Kudus dan kehadiran Yesus dalam diri kita melalui sakramen Ekaristi lah kita meletakkan dasar bangunan bait Allah dalam diri kita.
Bacaan hari ini mengingatkan kita untuk membersihkan 'Bait Allah' dalam diri kita, membuang segala yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya, dan mempersiapkan hati kita sebagai tempat yang layak bagi-Nya. Dengan demikian, kehidupan kita akan menjadi saksi nyata dari cinta dan kasih karunia Allah kepada dunia.
Mari kita renungkan: bagaimana cara kita menjaga kesucian hubungan kita dengan Allah? Apakah kita telah membiarkan hal-hal duniawi mengalihkan kita dari kekudusan yang Dia inginkan bagi kita? Di tengah kesibukan dan kebisingan dunia, marilah kita berusaha untuk kembali kepada esensi iman kita, menjaga hati dan pikiran kita tetap fokus kepada Allah, dan hidup sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan-Nya. Dengan demikian, kita tidak hanya akan mendekatkan diri kepada Allah tetapi juga menjadi terang bagi sesama, memancarkan kasih dan kebenaran-Nya dalam segala yang kita lakukan.
Berkah Dalem
0 notes
Text
Babinsa Kal.Sumbermulyo Serka Widayadi melaksanakan pengamanan kegiatan Ekaristi di Gereja HKTY Ganjuran Sumbermulyo
0 notes
Text
Kue, Lilin, dan Doa di Malam Jakarta yang Basah
Tanggal 4 November, menjelang perayaan hari ulang tahunku, Jakarta diguyur hujan deras yang membentang hingga ke jalan Gatot Subroto. Meski hujan mengguyur, tekadku untuk menemuimu tidak tergoyahkan. Aku menembus hujan dan angin, menapaki jalan dari Gatot Subroto hingga Poltangan Raya, dengan harapan bahwa malam itu akan menjadi istimewa.
Setelah mengikuti ibadah minggu ekaristi di Gereja Katedral bersama rekanku, aku bergegas menuju ke tempatmu. Sesampainya di sana, aku cukup terkejut. Ketika pintu terbuka, mataku disambut oleh kilatan lilin yang menyala di atas kue ulang tahun. Kamu, dengan senyum hangat, menyambutku dalam kehangatan rumah.
Tidak hanya sekadar kue ulang tahun, tetapi juga doa yang tersemat di langit-langit malam hujan itu. Bersama-sama, kita meringankan hati dan membiarkan doa kita terbang tinggi, melebur dengan setiap tetes air hujan yang turun dari langit. Suara gemuruh petir seperti iringan harmoni untuk setiap doa yang kita panjatkan.
Malam itu, di tengah guyuran air dari langit, aku merasa diberkahi. Kamu, dengan kue ulang tahun dan doa, menjadi hujan yang meresap ke dalam hatiku. Aku bersyukur atas kehadiranmu dan momen istimewa itu. Perayaan ulang tahunku bersamamu menjadi kenangan yang tumbuh dalam kehangatan dan cinta di tengah malam yang bersemi dengan doa dan harapan.
1 note
·
View note
Text
"QUATTUOR NOVISSIMA" (EMPAT HAL TERAKHIR) BAG.1
Dalam tradisi Gereja Katolik Sejati, ketika memasuki masa Advent, maka Gereja Katolik dalam setiap kotbah para Pastor pada Perayaan Ekaristi selalu mengingatkan kepada umat beriman untuk merenungkan apa yang disebut dengan “Quattuor Novissima” atau Empat Hal Terakhir, yaitu: Kematian, Penghakiman, Surga dan Neraka. Pada tulisan kali ini, akan disajikan tulisan dari Fr. Martin Von Cochem, O.S.F.C,…
View On WordPress
0 notes
Text
Pastor Adrianus: "Rendah Hati dalam Mengalami Hidup adalah Modal Utama Membangun Institusi"
memberikan spirit penguatan rohani pengurus Yayasan Putri Hati Kudus (YPHK) Pematangsiantar dalam sesi Perayaan Ekaristi Hari Studi Pengurus YPHK Periode 2019-2024 yang berlangsung di Samosir Village Tuktuk, Kabupaten Samosir pada tanggal 30 Agustus -1 September 2019. Pastor Adrianus mengajak peserta Hari Studi untuk menyadari betapa sikap rendah hati adalah modal manusia dalam mengalami dan…
View On WordPress
0 notes
Text
Dari Ajang DDFF 2023, Wawali Arya Wibawa : “Denpasar Siap Wadahi Kreativitas Sineas Muda Lahirkan Karya Hebat”
BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR - Denpasar Documentary Film Festival (DDFF) kembali digelar. Pada gelaran yang ke-14 kalinya, tahun ini DDFF menjadi bagian dari Makin Dekat Film Festival, yang perhelatannya dirangkaikan bersamaan dengan ajang D’Youth Fest 3.0. Beberapa kegiatan pun turut digelar dalam rangkaian DDFF 2023, antara lain pelatihan, pameran, dan kompetisi film, termasuk juga di dalamnya "Malam Anugrah DDFF", yang memuncaki rangkaian kegiatan itu pada Sabtu (21/10/2023) di Taman Kota Lumintang. Hadir langsung pada kesempatan itu, Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa. Wawali Arya Wibawa dalam kesempatan itu mengemukakan, Kota Denpasar melalui perhelatan DDFF siap untuk untuk menjadi wadah aktualisasi kreatifitas para sineas, tak terkecuali kalangan pelajar dalam menelurkan karya-karya perfilman. "Kita perlu bangga, karena Kota Denpasar lewat DDFF ini bisa merangkul para sineas berbakat di bidang perfilman untuk menunjukan karya karyanya. Dihadirkan di kegiatan D'Youth Fest 3.0, pelaksanaan DDFF tentu sejalan dengan komitmen Pemerintah Kota Denpasar untuk dapat memfasilitasi anak muda dalam berkreasi dengan karya-karya yang hebat," ungkapnya. Arya Wibawa menambahkan, selaras dengan hal tersebut, Kota Denpasar senantiasa konsisten menjadikan ekonomi kreatif sebagai salah satu poros kebangkitan pembangunan. Potensi para generasi muda yang berkarakteristik kreatif, adaptif, dan inovatif adalah pondasi kuat menjadikan Kota Denpasar sebagai kota kreatif berbasis budaya. Direktur DDFF, Maria Ekaristi menjabarkan, pada gelaran tahun ini, pihak penyelenggara DDFF sebelumnya telah mengelompokkan karya dari para sineas berbakat tersebut menjadi dua kategori. Yakni, Kategori Umum dan Kategori Pelajar. "Pada DDFF tahun ini kami menerima banyak karya para sineas, baik kategori umum sebanyak 79 film maupun kategori pelajar sebanyak 35 film. Ada 10 nominasi karya unggulan yang diputar di Ruang Audio Visual Dharma Negara Alaya. Pemutaran film-film unggulan disertai juga dua film tamu dari Perancis, yakni film Bali Aga dan film Rahasia Fixer karya Henri Boudart bersama Halida Illahude," katanya. Adapun jawara kompetisi film dokumenter DDFF 2023 untuk kategori umum jatuh pada “Memories of Moluccas” karya Sutradara Risang Panji Kumoro. Film ini menyisihkan empat film unggulan lain yakni “Lahbako” karya Daris Dzulfikar, “Ludruk Dahulu, Kini dan Nanti” (Reni Apriliana), “Sang Punggawa Laut Sumbawa” (Harsa Perdana dan M.Farhan), dan “Wulla Poddu dan Padi” (Widya Arafah). Sedangkan pada kategori pelajar tampil sebagai Juara 1 adalah “Topeng dalang Klaten” karya Latifah Rahma. Untuk juara 2 dan 3 diraih oleh “Story of bus Scalper” (Muhammad Ardi Rizqi), dan “Nguri Uri” (Auliya Qori'ah Dzulkarnaen). Para tokoh yang terlibat sebagai juri pada kompetisi tersebu adalah Tonny Trimarsanto, Erlan Basri, Rio Helmi, I Wayan Juniartha, Dwitra J Ariana, dan Agung Bawantara. Seperti disebutkan di awal, perhelatan DDFF yang menjadi bagian dari Makin Dekat Festival Film (MDFF), penyelenggaraannya dirangkaian dengan D’Youth Fest 3.0. MDFF sendiri merupakan festival yang mendekatkan beberapa festival dan aktivitas yang terkait dengan film. Acara tersebut antara lain menghadirkan pemutaran dan diskusi film dokumenter tentang Bali era 1930-an. Film-film tersebut merupakan hasil repatriasi (pemulangan kembali) film-film dokumenter lama tentang Bali produksi sineas Barat yang tersebar di berbagai museum dan lembaga arsip di seluruh dunia. Repratriasi tersebut dilakukan oleh Yayasan Arsip Bali 1928 pimpinan Marlowe Bandem. “Film-film tersebut merupakan rekaman tentang lingkungan alam dan masyarakat Bali pada tahun 1930-an dari berbagai aspek budaya, tradisi, hingga kehidupan sehari-hari,” ujar Marlowe Bandem. Selain itu, diputar pula film “Mesatya” karya Rai Pendet dan Gung Ama Gama (Produksi Silur Barong) serta pemutaran film-film pendek produksi Komunitas Searah Creative Hub.(bpn) Read the full article
0 notes
Link
0 notes
Text
Napak Jero 2023
Anda telah ditambahkan dalam grup “Napak Jero 2023”
Tetiba ponsel menampilkan notifikasi demikian. Nomor WhatsApp telah ditambahkan kembali ke dalam grup Napak Jero 2023 untuk memudahkan koordinasi antar peserta serta penyelenggara. Romo Irtikandik sesegera mungkin membagi informasi terkait hal-hal teknis dalam Napak Jero. Kali ini, perjalanan dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 5 Juni 2023, dengan rute Novisiat Batu – Kolumbarium Parantijati (Pandanlandung) – Gereja Katolik St. Yusup (Ngrejo) – Gua Maria Sendang Purwaningsih (Donomulyo).
Sehari sebelum keberangkatan para peserta yang datang dari berbagai kota berkumpul dan mendengarkan instruksi serta tips perjalanan. Hari pertama di Novisiat Batu diakhiri dengan ibadat malam dan devosi kepada Sakramen Mahakudus. Matahari sama sekali belum terlihat di hari selanjutnya, hal ini dikarenakan para peserta memulai perjalanan pada pukul 04.00 WIB. Mereka akan memulai perjalanan pertama mereka menuju Kolumbarium Paranti Jati, Pandanlandung Malang. Para peserta harus menempuh sekitar kurang lebih 20 km untuk sampai ke Kolumbarium. Medan yang ditempuh pun beragam termasuk tanjakan dan bebatuan yang cukup terjal. Sesekali mata dimanjakan dengan pemandangan gunung yang menyembul dari balik hamparan perkebunan jeruk yang siap panen. Di hari pertama para peserta mendapat kesempatan untuk singgah di Rumah Sosial Belas Kasih untuk sejenak mengistirahatkan kaki. Setelah singgah, segera saja para peserta melanjutkan perjalanan mereka menuju tujuan akhir di hari itu.
Kolumbarium dan Taman Doa Paranti Jati, menjadi tempat istirahat mereka di malam hari. Setelah menutup kegiatan di hari pertama dengan perayaan Ekaristi, para peserta berbagi pengalaman berjalan mereka di hari yang pertama. Ada yang merasakan kram, sehingga harus tertinggal dari teman seperjalanan namun malah mendapat kesempatan untuk berkontemplasi. Salah satunya adalah Christian yang baru pertama kali mengikuti kegiatan ini. Ia merefleksikan sesuatu hal tentang berjalan naik dan turun. Ketika berjalan naik, tubuh butuh tenaga dan perjuangan lebih di jalan menanjak, namun ketika berjalan turun, tubuh tak perlu banyak tenaga. Demikian pula dengan “naik” untuk menjadi baik butuh banyak perjuangan tak semudah “turun” lalu jatuh ke dalam dosa.
Keesokan harinya para peserta memulai perjalanan lebih awal. Pemanasan dilakukan pada jam 03.10 dan mereka mulai berjalan meninggalkan Kolumbarium pada pukul 03.30 WIB. Hari ini mereka berjalan menuju Gereja Katolik St. Yusup, Ngrejo, Kepanjen. Tercatat di peta Google, mereka harus menempuh kurang lebih 30 km untuk bisa sampai ke tujuan. Ritme berjalan tak semulus hari pertama, wajar karena rasa sakit di kaki yang masih tersisa setelah menyelesaikan perjalanan hari pertama. Tak sedikit yang harus berjalan dengan langkah terseok. Tak banyak pula peserta yang saya jumpai. Pasalnya, ketika berjalan mereka banyak menemukan jalur selain yang tertera pada peta Google. Begitulah Napak Jero, prosesnya akan berbeda pada masing-masing pribadi namun bertujuan sama. Hal ini diamini oleh beberapa peserta yang saya jumpai di titik temu. Pengalaman mereka berbeda satu dengan yang lain, ada yang melewati sungai kecil, ada yang tersesat di rimbunnya perkebunan tebu, ada pula yang tertidur di kios milik warga. Bu Ari dan Pak Agus Sur adalah yang pertama kali sampai di pintu gerbang gereja. Pak Agus Sur sampai dengan membawa buah tangan, yakni satu batang tebu untuk melepas dahaga. Semakin sore para peserta berdatangan. Beberapa peserta harus dijemput dengan paksa karena hari semakin gelap dan tidak memungkinkan untuk mereka menyelesaikan perjalanan di hari kedua. Setelah seluruh peserta kembali, malam itu ditutup dengan perayaan Ekaristi bersama umat Stasi Ngrejo.
Pada hari terakhir, rute yang harus ditempuh sekitar 33 km untuk sampai ke tujuan akhir. Dari Stasi Ngrejo, para peserta memulai perjalanan pada pukul 04.15 WIB. Seperti pada hari sebelumnya, mereka memulai perjalanan dengan pemanasan dan doa. Suasana masih gelap dan hening karena penduduk setempat belum memulai aktivitas mereka di luar rumah.
Ada yang menarik terkait rute di perjalanan hari ketiga. Para peserta diharuskan menyeberang dengan menggunakan perahu motor untuk memangkas jarak kurang lebih sekitar 12 km. Jika hanya dengan perjalanan darat tanpa menyeberang danau, mereka harus menambah 12 km untuk sampai ke tujuan. Dermaga penyeberangan terletak di sebuah tempat wisata bernama Wisata Rajut Indah tepatnya di Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung. Penyeberangan ini memangkas perjalanan sehingga bisa langsung sampai di Kecamatan Kalipare. Cuaca panas dan kondisi jalanan yang berdebu menambah lika-liku perjalanan hari itu. Satu persatu para peserta saya temui dengan langkah yang tak seoptimis hari-hari sebelumnya. Dalam perjalanan, perkebunan tebu di kanan dan kiri tak sengaja menjadi peneduh perjalanan mereka.
Ketika berjalan, ada satu cerita menarik tentang buah semangka. Salah satu frater yang turut menjadi peserta membawa buah semangka utuh dari sebelum menyeberang danau. Semangka tersebut ia beli dipasar. Ia berpikir bahwa meski buah ini menambah beban bawaan, ia meyakini semangka tersebut bisa menjadi pelepas dahaga nantinya. Benar saja, setelah beberapa kilometer berjalan dari dermaga Kalipare, semangka tersebut menjadi penghilang dahaga di tengah panas terik. Semangka tersebut juga menjadi cerita tersendiri untuk Santy, salah satu peserta Napak Jero dari luar kota. “Semangka yang dibawa frater kemarin adalah semangka terenak seumur hidup saya!” begitu ujarnya. Buah yang selama ini hanya sekadar buah tiba-tiba menjadi penyegar di teriknya matahari. Itulah Napak Jero, membuat para pelakunya kembali menyadari secara penuh hal-hal sederhana yang ternyata sangat berharga.
Singkat cerita, para peserta satu persatu sampai ke tujuan akhir, Gua Maria Sendang Purwaningsih, Donomulyo. Kali ini ada hal menarik tentang siapa yang menjadi paling akhir mencapai tujuan. Waktu semakin malam bahkan menjelang hari selanjutnya, beberapa peserta mengkonfirmasi belum dekat dengan tujuan di hari terakhir. Mau tak mau mereka harus dijemput demi keamanan dan keselamatan mereka. Satu peserta bersikeras untuk tetap menyelesaikan perjalanan. Dengan segala sisa tenaga yang ia punya, ia berhasil sampai di Gua Maria sebelum tengah malam. Ia berhasil mengalahkan dirinya, ia berhasil melampaui batas dirinya.
Selalu ada cerita-cerita menarik dari Napak Jero. Cerita tentang semangka, cerita tentang mengalahkan ego diri, cerita tentang kontemplasi dan masih banyak lagi. Satu benang merah kembali saya dapatkan dari kegiatan ini, mungkin dalam praktiknya kita akan bersama-sama dalam berjalan, menemukan teman seperjalanan, bergurau dan saling berbagi dengan teman seperjalanan. Sampai pada akhirnya lelah mengharuskan untuk fokus dengan diri masing-masing. Pada saat itulah masing-masing pribadi berkesempatan untuk mencari/menemukan jawaban, berkontemplasi, dan menyadari hal-hal yang menjadi tujuan menyelesaikan perjalanan.
Napak Jero menjadi kesempatan untuk kita yang sudah terlalu riuh dan membutuhkan kesempatan untuk melambat dan menikmati. Hal yang selama ini sangat sederhana seperti keberadaan buah semangka di tengah terik matahari adalah hal yang (mungkin) jarang disadari dan disyukuri. Mungkin banyak hal yang kita lewatkan termasuk senyum dan kemurahan hati seseorang yang menawarkan tempat berteduh dan segelas air. Napak Jero membantu Anda menyadari hal-hal sederhana itu.
0 notes
Text
Suatu Pandangan Sesama Jenis pt 2
Apakah Homoseksual adalah suatu penyimpangan modern ? Tidak juga , beberapa ada yang bisa ditarik dari sejarah hingga ke jaman mesir kuno , ataupun bisa lebih dari pada itu , hanya saja aku akan berbicara tentang hal itu lain waktu , kembali kepada agama , bagaimanakah pandangan Bapa Gereja awal mengenai hal ini ? Pandangan Tulisan awal dan Bapa Gereja akan menguatkan banyak Ayat Perjanjian baru mengenai homoseksual ini
Didache
Jangan melakukan pembunuhan, jangan melakukan perzinahan, jangan melakukan pederasty, jangan melakukan percabulan, jangan mencuri, jangan sekali Kali mempraktekkan sihir, jangan mempraktekkan ilmu sihir, jangan membunuh anak dengan aborsi ataupun membunuh anak yang telah lahir” (Didache 2:2 [A.D. 70]
Didache adalah ajaran2 para Rasul , penulis tidak diketahui , mengandung 3 bagian penting , yaitu Baptisan, Ekaristi dan Organisasi Gereja , Teks ini sempat hilang , dan baru ditemukan abad ke 18 ( Puji Tuhan) , dan keberadaan Teks ini dibenarkan Oleh kutipan2 Bapa Gereja .
Pederasty adalah Praktik Umum di Yunani Kuno dan Romawi Kuno dimana Lelaki dewasa mengambil remaja pria sebagai kekasih , ada yang mengatakan bahwa ada selain ada komponen seksual yang dilakukan dalam hubungan ini , diharapkan lelaki dewasa dapat menjadi guru bagi remaja ini. Dalam pandangan modern ini bisa dikatakan sebagai Pedofilia , dan praktek ini sangat mirip dengan Bacha Bazi di Afghanistan.
Justinus Sang Martir
“[Kami] telah diajari bahwa mengekspos anak yang baru lahir adalah bagian dari kejahatan sekelompok orang; dan ini telah diajarkan kepada kita agar kita jangan menyakiti siapa pun dan jangan sampai kita berbuat dosa terhadap Tuhan, pertama, karena kita melihat bahwa hampir semua yang terpapar (tidak hanya perempuan, tetapi juga laki-laki) dibawa ke prostitusi. Dan untuk praktik kotor ini banyak wanita dan hermafrodit, dan mereka yang melakukan kejahatan yang tidak dapat disebutkan, ditemukan di setiap negara. Dan Anda menerima hasil sewa ini, dan bea dan pajak dari mereka, yang harus Anda musnahkan dari wilayah Anda. . . . Dan ada beberapa yang bahkan melacurkan anak dan istri mereka sendiri, dan beberapa dimutilasi secara terbuka untuk tujuan sodomi; dan mereka mengarahkan rahasia ini kepada ibu para dewa” (First Apology 27 [A.D. 151]).
Yang dimaksud mengekspos disini adalah bahwa ada suatu kondisi dimana para bayi sudah disiapkan dan dibesarkan sebagai pelacur atau mungkin anak2 yang lahir dari komunitas pelacuran disana , dan Pemerintah Romawi pada abad ke-2 memang mengatur dan mengambil pajak dari Prostitusi tersebut karena prostitusi adalah hal yang legal disana.
Bagaimanakah dengan Yustinus Martir ? , Ia terlahir dari keluarga berlatar belakang Yunani dan beragama Pagan , Yustinus juga tidak disunat dan ia pada akhirnya meninggal dipancung karena membela agamanya , Santo Yustinus Martir doakanlah kami
Clement dari Alexandria
“Maka, bukan tanpa alasan para penyair memanggilnya [Hercules] orang jahat yang kejam dan bajingan jahat. Sangat membosankan untuk menceritakan semua jenis perzinahannya, dan pelecehan terhadap anak laki-laki. Karena dewa-dewa Anda bahkan tidak menjauhkan diri dari anak laki-laki, yang satu mencintai Hylas, yang lain Hyacinthus, Pelops yang lain, Chrysippus yang lain, Ganymede yang lain” (ibid.).
Clement menarik contoh dari kisah Hercules , sesungguhnya sungguh terkejut aku sebagai penulis dan tidak menyangka bahwa ternyata Hercules mempunyai kekasih lelaki yaitu Hylas , Clement juga mengkritik Dewa Yunani yang juga mempunyai hasrat terhadap anak lelaki seperti Hyacinthus yang adalah kekasih Dewa Apollo , dan Pelops kekasih Dewa Poseidon , Chrysippus kekasih Laius , dan Ganymede kekasih Zeus.
John Chrysostom
“[Orang-orang kafir] kecanduan cinta anak laki-laki, dan salah satu orang bijak mereka membuat hukum yang pederasty . . . tidak diperbolehkan untuk budak, seolah-olah itu adalah hal yang terhormat; dan mereka memiliki bangunan untuk tujuan ini, di mana hal itu dipraktikkan secara terbuka. Dan jika semua yang dilakukan di antara mereka saling berkaitan, akan terlihat bahwa mereka secara terbuka membuat marah (alam), dan tidak ada yang menahan mereka. . . . Mengenai kegemaran mereka terhadap anak laki-laki, yang mereka sebut pedica, tidak pantas disebutkan namanya” (Homilies on Titus 5 [A.D. 390]).
Praktik Pederasty adalah Praktek yang melibatkan lelaki yang lebih Tua ( erastes) dan yang lebih mudah ( Erosmenos) , Praktik Homoseksual yang dilawan oleh Bapa Gereja adalah Praktik Pederasty ini , umumnya karena Praktik ini mengakar dalam budaya Yunani dan Romawi , Komponen Homoseksual yang dominan adalah Homoseksual jenis kelamin lelaki dalam Budaya Yunani , hal itu juga terlihat dalam mitologi Yunani , hanya saja Lesbian atau homoseksual jenis kelamin wanita sangat minim dalam kebudayaan tersebut, sehingga Kebanyakan kritik tulisan bapa Gereja berpusat pada Homoseksual lelaki.
Kebudayaan Yunani dan Romawi
Budaya Yunani dan Budaya Romawi memang berkaitan erat hal itu terjadi setelah perang Achaean tahun 146 bc terjadi dimana Macedonia jatuh ke tangan romawi , yang berarti daerah Yunani kuno jatuh kedalam kekuasaan Romawi , hanya saja bangsa Yunani adalah Bangsa terpelajar dan bukanlah Bangsa Barbar sehingga banyak kebudayaan Yunani dan segala aspeknya diadopsi oleh budaya Romawi hingga dinamakan Greco-Roman Culture
Mitologi Roma pun juga dipengaruhi dengan Mitologi Yunani yang artinya aspek Homoseksual juga terserap dalam Mitologi tersebut , pada akhirnya praktek Homoseksual terutama Prostitusi Pria dilarang oleh Kaisar Filipus sang Arab pada abad ke-3 , dikatakan bahwa Kaisar Filipus adalah seorang Kristen atau mungkin orang yang toleran tinggi pada Kristen, dan di akhir abad ke 4 , ketika Kristen mendominasi , Hukuman lebih berat diterapkan pada pelaku Homoseksual baik Pasif maupun Aktif dengan hukuman pembakaran dan hukuman mati dengan pedang hingga abad ke-6 pandangan moral mengenai Homoseksual menjadi sangat "abrahamik" sehingga pelaku Homoseksual dihukum mati
1 note
·
View note
Text
Tentang Pencucian kaki pada Kamis Putih – katolisitas.org
Tentang Pencucian kaki pada Kamis Putih

Belakangan ini ada banyak orang bertanya, mengapa dalam dua tahun ini, di perayaan Ekaristi hari Kamis Putih, Paus melakukan hal yang di luar kebiasaan: tahun lalu Paus membasuh kaki 12 orang penghuni penjara remaja, di antaranya 2 orang remaja putri, dan salah satunya bahkan non-Katolik. Lalu tahun ini, Paus juga membasuh kaki 12 orang di panti jompo dan cacat, beberapa di antaranya non-Katolik dan seorang wanita.
Lalu orang bertanya, apakah sebenarnya Paus boleh melakukan hal itu, adakah ketentuannya?
Untuk membahas tentang hal ini, pertama- tama perlu kita sadari terlebih dahulu bahwa kunjungan ke penjara dan ke panti jompo merupakan perbuatan yang baik dan diajarkan oleh Tuhan Yesus (lih. Mat 25:36-40). Maka di sini Paus nampaknya ingin menekankan misinya sebagai pelayan dan pembawa Kabar Gembira kepada segala bangsa. Namun tidak bisa dipungkiri, tindakan ini menimbulkan beberapa pertanyaan. Beberapa pertanyaan dan pembahasan di bawah ini, kami sarikan dari beberapa sumber, yaitu dari penjelasan apologist Katolik, Jimmy Akin, yang selengkapnya dapat dibaca di link ini, silakan klik, dan juga dari sumber lainnya, yaitu penjelasan ayat-ayat tentang pembasuhan kaki :
1. Apakah yang dikatakan dalam dokumen Gereja tentang pencucian kaki?
Terdapat dua dokumen kunci yang menyebutkan tentang pencucian kaki, demikian:
1. Dokumen yang menuliskan ketentuan perayaan yang terkait dengan Paskah, yang disebut Paschales Solemnitatis, yang dikeluarkan oleh Congregation of Divine Worship (Kongregasi Penyembahan Ilahi), 1988:
“51. Pencucian kaki dari para laki-laki dewasa yang terpilih, menurut tradisi, dilakukan pada hari ini [Kamis Putih], untuk menyatakan pelayanan dan cinta kasih Kristus, yang telah datang “bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.”
Tradisi ini harus dipertahankan, dan pentingnya maknanya dijelaskan secara sepantasnya.”
2. Dokumen Roman Missal/ Missale Romawi:
10. Setelah Homili, ketika alasan pastoral menyarankan, pencucian kaki dilangsungkan.
Para laki-laki dewasa yang telah dipilih, diarahkan oleh para pelayan untuk duduk di kursi yang telah dipersiapkan di tempat yang layak. Lalu Imam (menanggalkan kasula jika perlu) mendatangi satu persatu, dan dengan bantuan para pelayan, menuangkan air kepada setiap kaki mereka dan mengeringkannya.
Sementara itu sejumlah antifon berikut ini atau lagu-lagu lain yang sesuai dinyanyikan. […]
13. Setelah Pencucian Kaki, Imam mencuci dan mengeringkan tangannya, mengenakan kasulanya kembali dan kembali ke kursinya dan ia melanjutkan dengan Doa Umat.
Maka di sini dapat dilihat bahwa:
1. Teks memang mengatakan bahwa yang dibasuh/ dicuci kakinya adalah laki-laki. Istilah Latin yang digunakan adalah “viri“, yang artinya adalah laki-laki dewasa.
2. Ritus ini adalah optional , bukan keharusan melainkan disarankan (ketika alasan pastoral menyarankan).
3. Tidak disebutkan berapa banyak jumlah orang yang dicuci kakinya. Tidak dikatakan harus 12 orang.
4. Antifon yang disertakan di sana tidak menyebutkan “rasul”. Antifon tersebut menggunakan istilah yang lebih umum, yaitu “murid”, atau kalau tidak, tidak menyebutkan istilah apapun, hanya menunjukkan teladan Yesus untuk kita ataupun perintah-Nya untuk mengasihi satu sama lain.
2. Bagaimana keputusan Paus Fransiskus terkait dengan dokumen ini?
Keputusan Paus Fransiskus dalam hal ini memang tidak sesuai dengan apa yang ditentukan oleh teks dokumen. Dalam kunjungannya ke penjara remaja, Paus memutuskan untuk tidak membasuh laki-laki dewasa, namun remaja putra dan termasuk dua orang remaja putri. Namun fakta bahwa salah satu dari mereka adalah muslim, tidak bersangkutan dengan teks, sebab teks tidak menyebutkan apakah yang dibasuh kakinya harus Katolik. Adalah wajar jika orang menyimpulkan bahwa yang dibasuh kakinya semestinya Katolik, namun secara eksplisit memang tidak disebutkan.
Juga, dari point 1, kita ketahui bahwa hal pembasuhan kaki bukanlah merupakan bagian yang mutlak harus ada dalam liturgi perayaan Kamis Putih. Dikatakan di sana, adalah bilamana/ ketika alasan pastoral menyarankan (“where a pastoral reason suggest it“). Nampaknya, Paus Fransiskus memutuskan untuk melakukannya dengan cara yang berbeda dari para Paus pendahulunya, demi menyampaikan maksud pastoral untuk menjangkau kaum muda yang tersisih di penjara dan juga kaum manula, tanpa membeda-bedakan agamanya. Pada akhirnya Paus, sebagai wakil Kristus, berhak untuk menginterpretasikan teks dokumen ketentuan Gereja, sesuai dengan maksud utamanya.
3. Apakah Paus melakukan hal itu karena mengembalikan tradisi “Mandatum Pauperam?”
Gereja abad-abad awal telah mempunyai kebiasaan membasuh kaki pada perayaan Kamis Putih. Caremoniale episcoporum (ii, 24) menyerahkan kepada Uskup keputusan untuk membasuh kaki 13 orang miskin -yang kemudian dikenal sebagai tradisi Mandatum Pauperam– atau membasuh 13 orang yang ada di bawah kepemimpinannya, menurut kebiasaan Gereja setempat yang dipimpinnya. Tahun 694 di Sinoda Toledo semua uskup dan imam superior diharuskan melakukan pembasuhan kaki, orang-orang yang ada di bawah kepemimpinan mereka. Di abad ke-12, dimulai kebiasaan membasuh kaki 12 orang sub-diakon (Mandatum Fratrum) oleh Paus dalam perayaan Misa yang dipimpinnya, dan kemudian Paus membasuh kaki 13 orang miskin (Mandatum Frateram) setelah makan malam. Nampaknya di zaman itu terdapat dua jenis pembasuhan kaki pada hari Kamis Putih tersebut, untuk penjabaran selanjutnya, silakan klik di link ini.
Mungkinkah tradisi membasuh kaki kaum miskin/ tersisih ini yang ingin dilakukan oleh Paus? Mungkin saja. Hanya saja karena Paus memasukkan upacara pembasuhan kaki kaum tersisih ini ke dalam liturgi Kamis Putih, maka banyak orang mempertanyakannya. Namun di sini kita melihat secara obyektif, bahwa hal mencuci kaki para kaum tersisih itu bukan ide Paus yang baru ada saat ini. Hal itu sudah dilakukan sejak lama, hanya saja, dulu memang tidak dilakukan di dalam perayaan Ekaristi.
4. Jika Paus melakukan hal yang melampaui apa yang dikatakan oleh Missale Romawi, apakah boleh?
Ya, boleh saja. Paus tidak butuh meminta izin untuk membuat kekecualian tentang bagaimana suatu ketentuan gerejawi itu dipenuhi. Sebab Paus adalah pembuat hukum Gereja, maka ia merangkap sebagai legislator, interpreter dan executor/ pelaksana hukum tersebut, yang dapat memutuskan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan pertimbangan kebijaksanaannya sendiri untuk menyampaikan pesan utama Injil, sesuai dengan keadaan Gereja pada saat tertentu.
Juru bicara kepausan, Fr. Thomas Rosica, mengatakan bahwa maksud Paus Fransiskus merayakan Misa Kamis Putih di penjara Roma (tahun 2013) adalah untuk menekankan esensi makna Injil di hari Kamis Putih, dan suatu tanda sederhana dan indah dari seorang bapa yang ingin merangkul semua yang terpinggirkan di masyarakat…. Itu hendaknya dipandang sebagai tanda sederhana dan spontan dari seorang Uskup Roma, untuk maksud menunjukkan kasih, pengampunan dan belas kasih.
Adalah hak Paus untuk memutuskan sesuai dengan keadaan Gereja di Roma, bagaimana ia hendak menyampaikan maksud utama pesan Injil di hari Kamis Putih tersebut.
5. Kalau Paus dapat melakukan hal itu, dapatkah imam yang lain melakukannya?
Secara teknis, tidak. Jika seorang Paus menilai bahwa sesuai dengan keadaan khusus dari perayaan yang dipimpinnya maka sebuah kekecualian dibuat, namun hal itu tidak menciptakan pola hukum yang memperbolehkan semua Uskup dan imam yang lain untuk melakukan hal yang sama.
Sebab tidak semua orang memiliki keadaan seperti Paus. Mereka tidak mempunyai keadaan pastoral dan otoritas hukum yang sama dengan Paus, maka wewenang merekapun berbeda dengan wewenang Paus dalam hal ini.
6. Bagaimana kita memahami ritus ini?
Umumnya orang berpandangan bahwa ritus pembasuhan kaki berhubungan dengan peringatan Yesus membasuh kaki ke-12 murid-Nya, dan karena itu, disebutkan sebagai alasan mengapa yang dibasuh kakinya adalah hanya laki-laki. Namun teks dokumen di atas (lihat no.1) memang tidak menyebutkan angka 12 orang. Kisah pencucian kaki diambil dari Injil Yohanes dan di perikop itu disebutkan istilah “murid-murid” dan bukan “rasul-rasul”, namun kalau Injil tersebut dibaca dalam kesatuan dengan ketiga Injil lainnya, dapat dimengerti bahwa peristiwa pembasuhan kaki pada saat Perjamuan Terakhir itu, memang dilakukan Yesus dengan ke 12 rasul-Nya. Sebab Injil Matius dan Markus menyebut bahwa di Perjamuan Terakhir itu Yesus makan bersama dengan ke-12 murid-Nya (lih. Mat 26:20; Mrk 14:17); dan Injil Lukas menyebutkan bahwa Yesus makan bersama dengan rasul-rasul-Nya (lih. Luk 22:14). Namun adalah fakta bahwa Yohanes memilih kata “murid-murid”, bukan “rasul-rasul” untuk mengisahkan peristiwa pembasuhan kaki dalam Injilnya; dan memang hanya Injil Yohanes yang mengisahkan tentang pembasuhan kaki ini. Maka kemudian Gereja melestarikannya upacara pembasuhan kaki untuk maksud yang lebih luas, dan tidak terbatas kepada para rasul. Sebagaimana dicatat dalam sejarah, ada pembasuhan kaki juga dilakukan kepada sejumlah kaum miskin. Bahkan upacara ini dilestarikan juga di zaman Abad Pertengahan oleh para raja dan ratu Katolik -seperti yang dilakukan oleh para Raja Inggris dan Ratu Isabella II dari Spanyol ((Lih. Thurston, Herbert, Lent and Holy Week (London: Longmans, Green, 1856-1939). p. 306-307))- yang mencuci kaki para bawahannya/ para kaum miskin di kerajaan mereka. Namun tentu tidak pada saat perayaan Misa kudus.
Dengan demikian, nampaknya pembasuhan kaki memang memiliki arti yang lebih luas daripada mandat Kristus kepada para Rasul untuk mengenangkan peristiwa kurban Tubuh dan Darah Kristus dengan mengucap syukur/ berkat, memecah-mecah roti dan membagi-bagikan roti tersebut, yang terjadi oleh perkataan konsekrasi dalam perayaan Ekaristi. Sebab untuk hal yang kedua ini, Injil jelas menyebutkan “keduabelas murid” atau “rasul-rasul”, dan dengan demikian, meng-institusikan Ekaristi kepada kedua belas Rasul-Nya, yang kemudian diteruskan oleh mereka kepada para penerus mereka, yaitu para Uskup dan imam melalui tahbisan. Kepada merekalah Tuhan Yesus memberikan kuasa untuk menghadirkan kembali kurban Tubuh dan Darah-Nya (lih. Luk. 22:19).
Sedangkan tentang pembasuhan kaki penekanannya tidak untuk menghadirkan kembali peristiwa itu, tetapi untuk memberikan teladan pelayanan dan kasih Kristus.
Maka tak mengherankan, jika Paschale Solemnitatis kemudian mengatakan:
“51. Pencucian kaki dari para laki-laki dewasa yang terpilih, menurut tradisi, dilakukan pada hari ini [Kamis Putih], untuk menyatakan pelayanan dan cinta kasih Kristus, yang telah datang “bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.”
Tradisi ini harus dipertahankan, dan pentingnya maknanya dijelaskan secara sepantasnya.”
Karena maksud pencucian kaki ini adalah untuk menyatakan pelayanan dan cinta kasih Kristus, maka tidak ada kaitan langsung antara upacara pembasuhan kaki ini dengan tahbisan imam. Maka sekalipun dari 12 orang yang dibasuh oleh Paus itu ada wanitanya, tidak dapat dikatakan bahwa Paus setuju untuk menahbiskan wanita. Ketika ditanya perihal tahbisan wanita, Paus Fransiskus menjawab, “Sehubungan dengan tahbisan wanita, Gereja telah memutuskan dan mengatakan tidak. Paus Yohanes Paulus II telah mengatakan demikian, dengan rumusan yang definitif. Pintu itu sudah tertutup.” Paus Fransiskus mengacu kepada dokumen yang dituliskan oleh Paus Yohanes Paulus II, Ordinatio Sacerdotalis. Di sana Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa Gereja tidak berhak menahbiskan wanita, dan pandangan ini harus dipegang oleh semua, sebagai sesuatu yang definitif.
7. Kesimpulan
Pada akhirnya baik diingat bahwa ritus pembasuhan kaki adalah ritus optional, dan baru dimasukkan ke dalam bagian Misa pada tahun 1955 oleh Paus Pius XII. Maka walaupun memiliki sejarah yang panjang, namun detail pelaksanaannya memang mengalami perubahan dari masa ke masa. Namun karena tidak menjadi ritus yang mutlak, maka hal tersebut memungkinkan untuk disesuaikan oleh pihak Tahta Suci, jika kelak memang diputuskan demikian.
Jika hal pencucian kaki ini menimbulkan banyak pertanyaan baik dari kalangan umat maupun imam, tentunya ini akan ditanyakan kepada Kongregasi Penyembahan Ilahi, yang berwewenang untuk menjelaskannya lebih lanjut. Namun sejauh ini, sepanjang pengetahuan kami, belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Kongregasi tersebut, selain dari ketentuan Paschales Solemnitatis, 51, seperti telah disebutkan di atas. Maka sebelum dikeluarkan penjelasan lebih lanjut, sebaiknya kita berpegang kepada ketentuan tersebut, namun tetap menghormati keputusan Paus yang pasti mempunyai pertimbangan tersendiri, jika ia memutuskan untuk melakukan kekecualian ataupun penyesuaian dari ketentuan itu.
0 notes