#berjualan
Explore tagged Tumblr posts
Text
Jualan Laris!!!
Mau tahu cara berjualan yang menarik dan unik, yang pastinya mendapatkan untuk yang memuaskan. Aku kasih tahu caranya, salah satu cara nya ada didalam artikel berikut ini. Artikel tersebut akan menjelaskan kriteria umum untuk medapatkan trafic dalam berjualan.
1 note
·
View note
Text
Eksploitasi anak: Dinsos dan DP3AP2KB Perketat Pengawasan dan Sanksi
Eksploitasi anak: Dinsos dan DP3AP2KB Perketat Pengawasan dan Sanksi KANTOR-BERITA.COM, KOTA BENGKULU|| Di Kota Bengkulu masih sering ditemukan Eksploitasi anak, anak-anak yang menjajakan barang seperti tisu atau makanan di lampu merah (traffic light), terutama di area persimpangan jalan. Ironisnya, beberapa dari mereka masih berstatus sebagai pelajar. Sahat menegaskan bahwa hal ini sangat tidak…
#Eksploitasi anak#Hak anak untuk pendidikan#Larangan anak berjualan#pekerja anak#Perlindungan anak#Program bantuan sosial#Sanksi hukum#Kota Bengkulu
0 notes
Text
"Tuku sapi oleh tali, tuku tali ora oleh sapi; orang yang membeli sapi pasti dapet tali, tapi belum pernah ada orang berjualan tali dapet bonus sapi"
Penjelasannya yang indah dan bikin senyum dari Ustadz Salim A Fillah saat menjelaskan bagaiman seharusnya kita beramal di dunia.
Beramalah, bekerjalah, menelitilah, belajarlah, dengan niat mendapat kebaikan di akhirat.
Dunia diibaratkan tali, dan akhirat diibaratkan sapi; sesiapa yang hanya mengejar dunia (- membeli tali saja), belum tentu mendapatkan akhirat (- dapat sapinya). Tapi sebaliknya, sesiapa yang mengejar, meniatkan untuk akhirat (- membeli sapinya), insyaAllah pulang juga bawa tali (dapet dunia) 😁
60 notes
·
View notes
Text
"Sekolah Is Bulshit??"
Potret Buram Pendidikan Kita: "Ketika sekolah tak lagi menjadi tempat belajar, tapi ladang profit, siapa yang sebenarnya dicerdaskan?"
Sebagai seorang guru yang juga seorang konten kreator, saya sering merasa gemas dengan wajah pendidikan Indonesia yang—alih-alih berkembang—justru terjebak di antara aturan kaku dan mentalitas yang tidak relevan dengan kebutuhan generasi saat ini. Pendidikan seharusnya membimbing dan membuka potensi anak-anak kita, tapi kenyataannya sistem pendidikan Indonesia malah sering berfokus pada kekurangan, bukan kelebihan anak. Setiap siswa diukur dengan standar yang sama meskipun keunikan mereka berbeda. Misalnya, ada anak yang luar biasa berbakat di bidang fotografi dan videografi, tetapi sistem mewajibkan mereka untuk mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam pelajaran menggambar. Bukannya didorong untuk mendalami potensi, mereka malah dicap "gagal" hanya karena bakat mereka tidak ada di jalur akademik konvensional.
Lebih parahnya, saya juga melihat anak-anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk merasakan realitas dunia kerja. Bayangkan saja, di SMK misalnya, mereka dipersiapkan untuk dunia kerja yang penuh tekanan deadline, disiplin tinggi, dan tuntutan kualitas, tapi banyak guru yang enggan memberikan latihan seperti itu karena khawatir akan Undang-Undang Perlindungan Anak. Ironisnya, akibat ketakutan itu, anak-anak malah tumbuh dengan mental "tempe" dan merasa mereka tidak perlu bekerja keras atau menerima teguran. Sejujurnya, dunia kerja tidak akan memperlakukan mereka sebaik itu, dan sikap menghindar ini tidak mendidik mereka untuk siap menghadapi tantangan hidup yang nyata.
Lalu ada lagi "jaminan" naik kelas yang dianggap seolah wajib, bahkan ketika siswa tersebut tidak memenuhi kualifikasi. Sebagai seorang guru, saya pernah tidak meluluskan sembilan siswa dan tidak menaikkan dua belas siswa lainnya—tentu saja ini kontroversial. Keputusan saya membuat beberapa siswa merasa malu, bahkan mereka akhirnya pindah sekolah. Kenapa ini jadi masalah besar? Karena banyak sekolah yang takut prosentase kelulusan mereka turun. Kenyataannya, sistem dapodik dan akreditasi sekolah masih sangat bergantung pada statistik kelulusan yang 100%. Jika anak tidak naik kelas atau lulus, sekolah bisa terancam nilainya, dan dampaknya, sekolah lebih memilih "memaksa" anak naik kelas, terlepas dari apakah mereka sudah layak atau belum.
Sekolah swasta, terutama, sering kali lebih mirip bisnis keluarga daripada lembaga pendidikan. Fokus utama mereka bukan lagi mencerdaskan bangsa, melainkan mengejar profit. Guru dituntut untuk bergelar S1, bahkan S2, tetapi gaji yang mereka terima jauh di bawah UMR. Dana BOS yang seharusnya untuk operasional guru, sering kali hanya lewat tanpa sampai pada guru yang benar-benar mengajar. Guru akhirnya harus bekerja sambilan, membuka les, atau bahkan berjualan online hanya untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup selama satu bulan. Bagaimana kita bisa berharap pendidikan berkualitas jika guru-gurunya justru harus membagi pikiran antara mengajar dan mencari penghasilan tambahan?
Selain itu, kita juga menghadapi tantangan dari orang tua yang terlalu campur tangan. Berdasarkan analisis pribadi saya, banyak orang tua yang lahir di tahun 70-an hingga 90-an tampaknya memiliki “dendam terpendam” terhadap pengalaman mereka dulu yang penuh disiplin keras. Mereka pernah merasakan hukuman fisik dari guru, yang saat itu dianggap wajar. Kini, ketika anak mereka mengalami masalah di sekolah, orang tua ini sering menolak pendekatan serupa, bahkan mendampingi anaknya secara berlebihan, dan guru pun jadi sulit mengambil sikap tegas.
Banyak variabel yang membuat sistem pendidikan kita kompleks dan berat untuk berkembang. Sekolah terjebak pada kebutuhan mencari keuntungan, guru harus berjibaku untuk bertahan hidup, dan pemerintah terus merumuskan kebijakan yang sayangnya tidak berbasis kondisi lapangan. Tanpa perubahan mendasar, pendidikan kita akan terus jalan di tempat. Pendidikan seharusnya membebaskan, tapi realitas yang terjadi malah sebaliknya.
12 notes
·
View notes
Text
Bagimu, Surga.
Ibuku sedang mengalami masa sulit.
Usianya sebetulnya masih muda (48 tahun), dan ia masih memiliki kedua orang tua. Meskipun jelas, kedua orang tua ibuku—yakni nenek-kakekku sudah sangat sepuh. Tapi keduanya masih menikmati masa tua bersama-sama. Definisi “growing old together”, susah senang dijalani bersama.
Tapi yang namanya usia, semakin senja ia maka tidak bisa dihindari akan adanya penurunan kognitif. Selain umumnya cepat lupa (pikun), kelakuannya beberapa ada yang memunculkan sifat kekanak-kanakkannya. Aku tidak tahu mengapa orang yang sudah sangat tua menjadi ‘begitu’.
Karena ada juga contoh lain yang kutahu, semakin tua ia semakin bijaksana dan tidak seperti sesepuh lainnya. Ingatannya terjaga meski ada penurunan, masih senang membaca, ngaji, bahkan ibadahnya semakin kencang karena tau diusianya tersebut kesempatan kematian untuk datang bisa kapan saja menjemput. Mereka makin bersiap-siap!
Aku tidak tahu akan seperti apa masa tua itu. Aku belum merasakannya, karena orang tuaku juga masih dibawah 60 tahun. Yang jelas, pada saat ini orang tuaku (terutama ibuku) sedang menunjukkan bakti tertingginya sebagai anak kepada kakek-nenekku.
Ibuku berhenti bekerja dan melanjutkan pekerjaannya sebagai ‘freelancer’ dibidang jahit-menjahit pakaian. Pengalamannya selama puluhan tahun, sejak ia usia SMP hingga kini bercucu satu anak lelaki dariku, cukup untuk menjadi bekal ia bekerja dari rumah.
Dan terbukti banyak orang memesan ulang jasa menjahit pakaian pada ibuku. Kualitas jahitan ibuku memang pantas disandingkan dengan butik. Aku tidak meragukannya.
Dulu, 90 % isi lemariku adalah pakaian yang ibuku jahit. Dari mulai jilbab (gamis), celana panjang hingga kerudung. Namun selepas aku menikah, karena aku merantau jadi tidak sesering dulu ibuku membuatkan pakaian untukku.
Namun pekerjaannya ini sementara perlu berjeda, karena kini ibuku sedang merawat kakekku yang terbaring lemah di rumah sakit.
Bagian sulitnya itu disini.
Sebab, perekonomian rumah tangga kakek-nenekku masih bergantung pada ibuku. Pada penghasilan ibu-bapakku. Dari sekian saudara-saudara ibuku, qadarullah hanya ibuku yang mampu dan bersedia membantu. Kalau istilah zaman sekarang, mungkin bisa disebut ibuku ini sandwich generation.
Agak kejam, tapi realitanya begitu. Sampai aku ingat, saat aku SMP entah SMA lalu, bapakku pernah berkata,
“Ay, gaji mama sama bapak itu bukan untuk kita berempat saja ya. Tapi ada abah sama nenek, dan X (sepupuku) yang perlu dibantu.”
Dari situ aku jadi paham kemana saja aliran uang keluargaku mengalir. Ibu bapakku tidak sekadar ‘memberi’, tapi mereka mentransfer uang tersebut ke rekening akhirat mereka. Dan sejak saat itu, aku tidak terlalu ingin mengandalkan uang jajanku dari pemberian orang tua.
Tapi aku coba cari sendiri dengan berjualan apa yang aku suka, dari uang beasiswa dan dari pekerjaan sampinganku dulu ketika masih jadi mahasiswa.
Setidaknya kalau aku belum bisa memberikan uang pada mereka, aku tidak memberatkan mereka. Sebab aku sudah punya uangku sendiri yang bisa kupakai untuk kebutuhanku dan jajanku.
Kembali ke bagian sulit, alhamdulillahnya ada BPJS bagi kakekku. Tertolong banget dengan adanya itu. Karena uang darimana untuk membayar semua biaya perawatan di rumah sakit bagi penyakit kakekku yang entah apa (?) aku juga belum tahu secara detail karena terhalang jarak dan kesempatan.
Saat ini, ibuku yang mengurus hampir semua kebutuhan sekaligus menjaga di RS. Aku tahu ia pasti kurang istirahat, kurang makannya, kurang tidurnya, kurang senangnya. Aku tahu ibuku juga kesulitan untuk mengandalkan tugas ini pada orang lain.
Jadi ibuku hanya mencoba menguatkan diri, bersabar menghadapi kakekku dengan segala drama yang ada. Sesekali ibuku menelpon, bercerita tentang situasi, dan puncaknya ia menangis memberitahukan sesuatu.
Katanya, ia sempat mengobrol bersama bapakku. Ibuku berkata, “Pak, anak kita cuma 2. Jangan sampai ketika nanti kita sudah tua, kita memberatkan anak-anak kita. Jangan sampai kita membuat anak kita kesulitan seperti ini.”
Tersedak isakan disebrang sana. Aku berusaha ‘biasa saja’ walau sebenarnya hatiku terenyuh. Aku menjawab,
“Iya mah, Ayu juga ngga mau menyulitkan mamah. Mamah juga pasti ngga mau menyulitkan Ayu. Kita sama-sama memudahkan satu sama lain saja ya, jangan saling memberatkan.”
Telepon itu kuakhiri dengan salam, karena sudah waktunya aku harus menyiapkan makan siang untuk suamiku.
Aku hanya mampu mendoakan untuk saat ini dan mensupport ibuku dengan segala sumber daya yang aku mampu. Aku belum bisa ke Bandung, tapi semoga segera aku bisa menemuinya.
Semoga Allah makin menguatkan pundakmu ya, Ma. Meluaskan sabarmu, dan memberimu rezeki dari arah yang tak diduga-duga. Hingga sempurna baktimu pada orang tuamu.
Aku melihat contoh kebaikan dari Ibuku sendiri, bagaimana birrul walidain-nya ia selama ini disaat yang lain masih memusingkan kehidupannya sendiri-sendiri.
Tapi ibuku tak pernah memalingkan sekalipun wajahnya dari kedua orang tuanya, masih memperhatikannya, menyayanginya dan mendukungnya meski dengan segala kepayahannya selama ini.
Semoga Allah memberimu pahala seluas langit dan bumi, Ma..
Semoga surga buatmu kelak ya, Ma..
Aamiin Allahumma Aamiin.
Tangerang, 28 November 2024 | 11.01 WIB
16 notes
·
View notes
Text
Teruntuk Anak Uma di Masa Depan,
Nak, siang tadi Uma menangis sejadinya melihat seorang bapak tua yang sedang berjualan es diperolok di depan umum. Hati Uma sedih, Nak, sedih sekali. Sungguh, Nak, Uma merasakan bagaimana sakit dan sedihnya bapak itu.
Orang miskin itu Nak tidak punya apa apa lagi selain harga diri. Jadi semisal harga dirinya dihina, tidak lagi ada yang tersisa darinya.
Tapi, Nak. Bukan itu yang ingin Uma ceritakan padamu. Dengarkan, Nak.
Pertama, adab di atas ilmu. Sungguh, Nak, sepintar apapun kamu, kalau menghina yang sama sama ciptaan Tuhan, kamu tidak ada artinya Nak. Pintarmu gagal menjadikanmu manusia.
Kedua, jangan pernah sekalipun merendahkan orang lain, sengaja atau tidak. Karena sungguh, Nak, mudah sekali bagi Allah memuliakan yang dihina manusia, dan menghinakan yang menghina manusia.
Tapi, Nak. Malam ini Uma bisa tidur tenang. Setidaknya banyak orang baik yang sudah membantu bapak itu. Benar kan Nak, Allah angkat derajat beliau.
3 Desember 2024
14 notes
·
View notes
Text
Mama Mertuaku Haus Akan Belaian
Sudah dua tahun ini aku menikah dengan Virni, dia seorang model iklan dan enam bulan lalu, dia menjadi seorang bintang sinetron, sementara aku sendiri adalah seorang wiraswasta di bidang pompa bensin. Usiaku kini 32 tahun, sedangkan Virni usia 21 tahun. Virni seorang yang cantik dengan kulit yang putih bersih mungkin karena keturunan dari ibunya. Aku pun bangga mempunyai istri secantik dia. Ibunya Virni, mertuaku, sebut saja Mama Mona, orangnya pun cantik walau usianya sudah 39-tahun. Mama Mona merupakan istri ketiga dari seorang pejabat negara ini, karena istri ketiga jadi suaminya jarang ada di rumah, paling-paling sebulan sekali. Sehingga Mama Mona bersibuk diri dengan berjualan berlian.
Aku tinggal bersama istriku di rumah ibunya, walau aku sndiri punya rumah tapi karena menurut istriku, ibunya sering kesepian maka aku tinggal di “Pondok Mertua Indah”. Aku yang sibuk sekali dengan bisnisku, sementara Mama Mona juga sibuk, kami jadi kurang banyak berkomunikasi tapi sejak istriku jadi bintang sinetron 6 bulan lalu, aku dan Mama Mona jadi semakin akrab malahan kami sekarang sering melakukan hubungan suami istri, inilah ceritanya.
Sejak istriku sibuk syuting sinetron, dia banyak pergi keluar kota, otomatis aku dan mertuaku sering berdua di rumah, karena memang kami tidak punya pembantu. Tiga bulan lalu, ketika istriku pergi ke Jogja, setelah kuantar istriku ke stasiun kereta api, aku mampir ke rumah pribadiku dan baru kembali ke rumah mertuaku kira-kira jam 11.00 malam. Ketika aku masuk ke rumah aku terkaget, rupanya mertuaku belum tidur. Dia sedang menonton TV di ruang keluarga.
“Eh, Mama.. belum tidur..”
“Belum, Tom.. saya takut tidur kalau di rumah belum ada orang..”
“Oh, Maaf Ma, saya tadi mampir ke rumah dulu.. jadi agak telat..”
“Virni.. pulangnya kapan?”
“Ya.. kira-kira hari Rabu, Ma.. Oh.. sudah malam Ma, saya tidur dulu..”
“Ok.. Tom, selamat tidur..”
Kutinggal Mama Mona yang masih nonton TV, aku masuk ke kamarku, lalu tidur. Keesokannya, Sabtu Pagi ketika aku terbangun dan menuju ke kamar makan kulihat Mama Mona sudah mempersiapkan sarapan yang rupanya nasi goreng, makanan favoritku.
“Selamat Pagi, Tom..”
“Pagi.. Ma, wah Mama tau aja masakan kesukaan saya.”
“Kamu hari ini mau kemana Tom?”
“Tidak kemana-mana, Ma.. paling cuci mobil..”
“Bisa antar Mama, Mama mau antar pesanan berlian.”
“Ok.. Ma..”
#ceritadewasa
11 notes
·
View notes
Text
Anak Pinak dari sebuah prasangka hati.
Pelajaran yang akan terus diulang agar tidak mudah meremehkan orang lain..
"Bagaimana bisa dia masih saja sibuk berjualan, sibuk update sekian menit di story Instagram dan media sosial lainnnya. Padahal ini sudah masuk 10 hari terakhir Ramadhan. Malam yang seharusnya dia pun paham bahwa malam-malam ini adalah hari-hari penting yang tidak boleh dilewatkan."
"Bagaimana bisa dia ambil pinjaman dimana itu adalah pinjaman riba. Padahal dia sudah tahu hukum riba itu seperti apa. Sekalipun terpaksa ya seharusnya dia tidak akan meminjam uang tersebut."
"Padahal dia sudah berumur, tapi bacaan Al-Qur'an ya Masih terbata-bata seperti anak kelas dua SD."
"Padahal dia sudah ngaji, sering ke kajian. Tapi ketika ditegur, dia galaknya minta ampun seperti nggak kenal majelis ilmu. Nggak mau menerima nasihat, nggak paham tentang inti dari nasihatnya. Padahal ini juga demi kebaikannya. Sudah baik aku kasih nasehat, tau gini nggak mau lagi ngasih nasehat kedia."
Tanggapan yang mungkin seringkali ada didalam hati yang tidak pernah diungkapkan. Dan beberapa tanggapan lainnya dengan berbagai versi sebagai prasangka.
Adakalanya memang iman itu naik turun. Saat iman kita sedang naik, bukan berarti kita lebih baik dalam beramal dari orang lain yang terlihat dimata kita tidak sedang beramal. Jangan pernah meremehkan orang lain. Sekecil apapun itu, sekalipun dalam hati. Baik ketika ia masih belum mengenal Sunnah, belum mengenal kajian, nggak tahu hukum bacaan idghom bigunnah (tajwid), baca Al-Qur'annya masih terbata-bata, penampilannya masih dari kata syar'i, atau terlilit pinjaman riba.
Sebab ketika Allaah sudah memberinya hidayah, barangkali ia bisa lebih Istiqomah dari diri kita hari ini. Barangkali tekadnya untuk berbenah lebih besar dari diri kita saat ini.
Sunnah tidak menjadikan diri kita lebih baik dari siapapun, Sunnah juga tidak menjadikan diri keras kepada orang lain dan bermudah-mudahan pada diri sendiri, Sunnah tidak menjadi diri kita mudah berprasangka buruk kepada orang lain sekalipun ia belum mengenal Sunnah sekalipun. Sebab seharusnya Sunnah membuat kita lebih lembut, lebih banyak udzur kepada orang lain, lebih banyak introspeksi diri atas prasangka yang mungkin tak mendasar.
Kita tidak riba, enggak bermusik, rajin ke majelis ilmu, enggak suka selfie ataupun upload foto diri ke media sosial, berpenampilan syar'i. Itu semua semata sebab pertolongan Allaah kepada kita. Bukan karena hebatnya upaya kita atas hal itu semua. Kalau bukan karena pertolongan Allaah kitapun sama, lelah dan menyerah saja dalam menapaki jalan ini.
Setelah kita hijrah, tugas kita adalah memperbaiki diri terus menerus. Tidak sibuk menilai orang lain, tidak sibuk menjadi hakim untuk orang lain hanya karena tak nampak pada diri mereka melakukan kebaikan. Kebaikan itu berproses, hijrah pun demikian, berproses.
Kita tidak pernah tahu hidayah Allaah akan menyentuh hati mereka melalui cara dan momen seperti apa. Yang terpenting tetaplah berbuat baik, santun dan penuh hikmah.
Merasa lebih baik sekalipun hanya dalam hati, itu bagian dari berbangga diri. Bukankah itu juga termasuk kesombongan sebab merasa lebih baik dari orang lain? Tuduh hati kita lekat-lekat.
Mereka yang saat ini tak terlihat di masjid sebab pekerjaan, sebab deadline lainnya, bukan berarti tidak sedang mengupayakan amalnya. Bisa jadi dia justru mengupayakan lewat harta yang ia mampu sebagai gantinya, ia memberi makan orang lain yang sedang berpuasa, mencukupi kebutuhan orang-orang yang sedang beri'tikaf. Bukankah itu adalah jalur amalan yang lain, yang mungkin saja kaupun tidak tahu sebab mereka melakukannya dengan tidak berisik.
"Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga." (HR Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192, Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Berjuang itu tidak selamanya harus berisik agar semua orang tahu. Beramal itu tidak harus nampak agar orang lain paham. Sebab melakukan ketaatan kepada Allaah ada banyak cara yang setiap orang berbeda-beda dalam melakukannya, sesuai kemampuan.
Tidak ada yang tahu akhir hayat kita bukan? Maka jalan terbaik salah satunya adalah dengan terus meminta pertolongan Allaah agar dikarunia hati yang selamat, hati yang tidak mudah berprasangka pada apa-apa yang tidak mendasar.
Imam Ibnu Hazm rahimahullaah berkata, "Barangsiapa diberikan musibah berupa sikap berbangga diri, maka pikirkanlah aibnya sendiri. Jika semua aibnya tidak terlihat sehingga ia menyangka tidak memiliki aib sama sekali dan merasa suci, maka ketauhilah sesungguhnya musibah dirinya tersebut akan menimpa dirinya selamanya. Sesungguhnya dia adalah orang yang paling lemah, paling lengkap kekurangannya dan paling besar kecacatannya."
Di Ramadhan ini, semoga Allaah memperbaiki hati kita, sebab tidak ada yang bisa kita banggakan dari diri kita kecuali semakin belajar tawadhu. Melembutlah wahai diri, merunduklah..
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى »
Penghujung Jumat dibulan Ramadhan || 24 Ramadhan 1444H
83 notes
·
View notes
Text
Luar Biasa
Pernahkah kamu melihat atau mengenal seseorang, lantas kamu menilai seseorang tersebut sangatlah biasa? Kata "biasa" di sini maksudku adalah biasa penampilannya, profesinya, atau apa pun yang (menurut pendapat kita) terlihat tidak lebih baik dari diri kita.
Memberi penilaian pada orang lain adalah hal yang manusiawi. Namun, yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa:
Setiap orang memiliki sisi luar biasa.
—Novita Widyastuti, dalam buku "The Art of Being Mediocre: Menjadi Orang Biasa dan Tetap Bahagia".
Kutipan kalimat tersebut begitu membekas di hatiku. Sampai-sampai, saat melihat penjual di pinggir jalan yang jualannya sepi pembeli, melihat tukang parkir, atau ketika bertemu dengan pemulung, aku selalu mengatakan dalam hati bahwa mereka punya sisi luar biasa.
Kita memang tidak bisa untuk tahu pasti sisi luar biasa dari setiap orang yang kita temui. Namun, dalam hal ini aku menilai dari perjuangan mereka. Lihatlah para penjual itu yang meskipun sedang sepi pembeli, tapi ia tetap berjualan dan dengan sabar menunggu ada yang membeli dagangannya. Atau, pemulung yang dengan sabar memilih sampah untuk kemudian dijual dan mendapatkan upah meski tidak seberapa. Mereka berjuang demi pundi-pundi rupiah yang barangkali dijadikan nafkah untuk keluarganya. Bagiku, semangat dan kemauan mereka untuk berjuang dan pantang mundur sesulit apa pun keadaannya adalah hal yang luar biasa.
Mungkin, bagi orang yang kerjanya di perusahaan bonafide, para penjual di pinggir jalan adalah orang-orang biasa. Mungkin, orang-orang yang sukses memandang pengangguran bukan siapa-siapa. Atau mungkin, orang yang berkecukupan menganggap biasa orang lain yang terlihat sangat sederhana.
Mulai saat ini, jika ingin menilai orang lain, ingatlah kutipan yang kuambil dari buku tadi, bahwa meskipun seseorang itu bukan siapa-siapa dan terlihat biasa saja di mata kita, dia tetaplah punya sisi luar biasa.
Mari belajar untuk menanamkan hal ini dalam hati. Dengan demikian, semoga kita termasuk orang-orang yang tidak mudah memandang orang lain sebelah mata, tidak mudah untuk meremehkan orang lain, dan senantiasa bersyukur atas apa pun anugerah Tuhan yang diberikan kepada kita.
Aku, kamu, mereka, kita semua punya sisi luar biasa.
(20 April 2024 | 16:35 WIB)
#life#tulisan#selfreminder#motivasidiri#daily reminder#life qoute#motivasi#nasehatdiri#cerita#writers on tumblr#penulisbuku#penulis#friendly reminder#reminder
9 notes
·
View notes
Text
DI UJUNG EROPA
by : vampwriter
Suara riuh pasar Batavia, keramaian orang berjualan, dan aroma rempah-rempah serta kain yang memenuhi udara. Di sudut pasar, Rizal, seorang pemuda tampan berdarah Minangkabau berusia awal dua puluhan, berdiri di depan lapak dagangnya. Ia mengenakan pakaian sederhana, terlihat rajin dan penuh semangat.
Rizal adalah seorang anak yatim piatu. Ketika masih kecil, ia menumpang di kapal dagang dari Sumatra ke Batavia. Hidupnya penuh perjuangan, tetapi semangatnya tak pernah padam. Kini, ia berdagang kain milik seorang pedagang dari kampungnya, berusaha untuk mengubah nasib.
(Rizal mengatur kain-kain yang terlipat rapi, berbicara dengan pembeli yang menghampirinya.)
Rizal: (tersenyum) "Ini kain terbaik dari Sumatera, bu! Sangat cocok untuk pernikahan, serat nya lembut dan tidak panas".
(Seorang wanita membeli kain, Rizal berterima kasih dan melayani dengan ramah. Tiba-tiba, Dewi, seorang wanita Batavia berdarah Jawa yang anggun, muncul di dekat lapak Rizal. Ia mengamati kain dengan minat.)
Dewi: (tersenyum lembut) Kain ini sangat indah, Tuan. Dari mana asalnya?
Rizal: (terkejut melihat Dewi) Terima kasih, Nona. Ini berasal dari kampung saya di Sumatra. Setiap motif memiliki cerita dan makna.
(Dewi tertarik, mendekat untuk melihat lebih dekat.)
Dewi: (bersemangat) Saya sangat suka dengan kerajinan tangan seperti ini. Keluarga saya juga memiliki banyak koleksi gaun gaun yang indah.
(Rizal merasa terhubung dengan Dewi, ada kesamaan minat yang membuatnya nyaman.)
Rizal: (dengan senyum) Benarkah? Kain adalah bagian penting dari budaya kita. Saya percaya setiap potongan kain bisa menceritakan kisahnya sendiri.
(Di tengah percakapan, Tuan van der Meer seorang pebisnis rempah yang baik hati menghampiri mereka karena tertarik dengan lapak milik rizal yang selalu ramai pengunjung .)
ilustrasi
Tuan van der Meer: (melihat Rizal dan Dewi) "Ah, pemuda! Senang melihatmu berbicara dengan Nona ini".
Dewi : ( menjabat tangan van deer meer karena mengenali van deer meer ) "Hai tuan van deer meer, lama tak jumpa, saya sedang di bantu oleh pemuda ini untuk memilihkan kain yang terbaik untuk gaun saya".
Tuan van der Meer: (tersenyum) "Senang bertemu kembali dengan Nona, Nona Dewi. saya melihat lapak ini sangat ramai pengunjung dan karena pemuda ini adalah pedagang yang jujur dan berbakat".
(Dewi melihat Rizal dengan rasa hormat.)
Dewi: (berbicara pada Rizal) "Saya sangat menghargai kejujuran dan dedikasi Anda. Ini kualitas yang sangat langka".
(Rizal tersipu mendengar pujian tersebut, dan merasa bangga.)
Rizal: (merendah) "Terima kasih, Nona. Saya hanya melakukan yang terbaik untuk pelanggan".
(Dewi dan Rizal saling bertukar pandang, suasana di antara mereka semakin hangat.)
Di tengah keramaian pasar, dua jiwa bertemu. Rizal, yang berjuang untuk mengubah nasib, dan Dewi, yang terlahir dalam keanggunan, keduanya memiliki suatu hal yang membuat mereka saling terkait.
(Tuan van der Meer berpamitan, dan Rizal serta Dewi tetap berdiri di dekat lapak, berbicara lebih lanjut.)
2 notes
·
View notes
Text
Jalan pagi
Beberapa bulan ini aku mulai membangun kebiasaan jalan pagi, mengelilingi jalanan di sekitar kampung rumahku. Saat aku memutuskan jalan kaki pertama kali di sekitar rumah, saat itu aku baru operasi patah tulang, masih cuti tugas dalam rangka pengobatan rutin ke rumah sakit. Aku tidak bisa melakukan olahraga yang banyak gerak. Akhirnya aku memutuskan jalan kaki saja sebagai ganti olahraga. Selain itu aku juga rindu kebiasaanku di penempatan saat menjadi Pengajar Muda yang kemana-mana jalan kaki, karena sebagai relawan, aku tidak punya motor di sana.
Saat jalan pagi ini, banyak yang kurasakan. Kadang aku takjub melihat perkembangan ekonomi di sekitar rumahku. Banyak toko/UMKM baru yang tak pernah kulihat sebelumnya sebelum aku berangkat penugasan. Begitu banyak variasi makanan, kadang aku berinisiatif menghitung seberapa banyak usaha laundry. Berapa banyak yang jual ayam krispi yang kutemui sepanjang jalan.
Suatu pagi aku jalan dengan fokus menghitung langkah kakiku secara manual. Cukup melatih mindfulness, karena ternyata aku cukup sering lupa berapa hitungan langkahku. "Langkah ke 78, 79, 89. Eh loh kok 89? Tadi kan 78?" Yah begitulah. Dengan segenap mengarahkan kefokusanku menghitung langkah, ternyata aku bisa berjalan sekitar 4000 langkah dalam sekali putaran.
Di pagi yang lain, aku fokus berjalan mengamati aktivitas orang-orang di sepanjang jalan yang kulalui, mencoba menerka apa yang sedang mereka lakukan. Ada raut wajah bersemangat meladeni pelanggan dengan dagangan sayurnya, juga ada raut wajah kelelahan tapi tetap memancarkan harapan agar jualannya laku. Ada orang tua yang tergopoh-gopoh mengantar anaknya sekolah.
Tak terasa di sepanjang jalan, aku jadi berdoa untuk kebaikan orang-orang ini. "Semoga dagangan sayur bapaknya laku banyak", "Semoga ibu itu bisa mengantarkan anaknya sukses hingga pendidikan tinggi". Aku sebagai orang asing, yang sekilas melihat kehidupan mereka, hanya bisa ikut mendoakan agar segala urusan mereka dilancarkan. Rasanya sudah lama sekali aku tak berdoa untuk orang yang tak kukenal, ternyata untaian doa ini membuat hatiku hangat dan menjadi suntikan semangat untukku melihat perjuangan hidup orang lain. Di dunia ini aku tidak berjuang sendirian, mereka pun sama, sedang berjuang mencari nafkah atau sedang berusahan menjalankan perannya dengan baik.
Di pagi yang lain, aku mencoba berjalan kaki dengan menggunakan perspektif kebijakan. Kira-kira kebijakan seperti apa yang bisa memihak pejalan kaki ya? Susah sekali rasanya rutin jalan kaki, jika bahu jalan saja digunakan berjualan kaki lima, atau bahkan tidak ada bahu jalan. Bagaimana bisa Indonesia ingin seperti Singapura yang rakyatnya rajin jalan kaki, kalau fasilitas bahu jalan, zebra cross saja sangat minim. Kenapa ya daerah rumahku ini terkenal susah ditertibkan..
Kemudian aku melihat para pejuang nafkah, mereka juga butuh untuk menyambung hidup dengan berjualan di bahu jalan. Alasan mereka menggunakan bahu jalan tentu tak punya uang untuk menyewa tempat secara legal, hanya fokus berjualan dari hari ke hari, untuk makan satu hari itu saja. Apakah adil menggusur UMKM ini supaya pejalan kaki lebih nyaman? Ah iya, memang untuk membuat kebijakan yang adil bagi berbagai pihak perlu mengakomodir berbagai perspektif dan mencari jalan tengahnya.
Ternyata rutin jalan pagi membuatku benar-benar melambat, berdialog dengan isi pikiran sendiri, kadang juga sekadar menjadi pengamat orang-orang yang terburu beraktivitas. Padahal, motivasi awal jalan pagiku hanya untuk menguruskan badan, tetapi setelah membiasakan ini beberapa waktu, aku justru mendapatkan banyak perspektif yang bisa kubawa pulang.
9 notes
·
View notes
Text
Pemerintah Kota Bengkulu Izinkan Pedagang Bendera Musiman Berjualan, dengan Syarat Berikut ini
Pemerintah Kota Bengkulu Izinkan Pedagang Bendera Musiman Berjualan, dengan Syarat Berikut ini KANTOR-BERITA.COM, KOTA BENGKULU|| Pemerintah Kota Bengkulu telah mengizinkan pedagang bendera musiman untuk berjualan di pinggir jalan dengan syarat tidak mengganggu ketertiban lalu lintas. Kebijakan ini diambil untuk memberikan kesempatan kepada pedagang dalam mempromosikan produknya sekaligus…
#Hari Kemerdekaan Republik Indonesia#Izin berjualan bendera#Ketertiban lalu lintas#Pedagang bendera musiman#Pengawasan pedagang jalanan#Pemerintah Kota Bengkulu#Peraturan Daerah Bengkulu
0 notes
Text
YaoiSociety rules.
1. YaoiSociety hanya untuk akun RP.
2. Dilarang mengirim menfess terror, SARA, suicidal, homophobic, politik, phobia kolektif, dan spam ( mengirim menfess yang sama dalam jangka waktu sehari. GUNAKAN CAPTION YANG BERBEDA. )
3. Dilarang mengirim gambar deepfake AI dan sebagainya. dilarang mengirim video. 4. Berjualan atau bertukar hanya untuk akun RP Yaoi / rated saja, selain itu tidak boleh. 5. WAJIB Sensor nama idol saat mengirim menfess. 6. Boypussy allowed tetapi DILARANG mengirim foto memek. Pict NSFW hanya diperbolehkan bagian tubuh laki laki saja seperti kontol dan lobang keriput. 7. Forbidden idol wajib memberi sensor pada nama idol.
8. Underage hanya boleh mengirim menfess mencari teman ngobrol atau mutuals.
9. Dilarang mengirim pic vulgar, hanya pic idol saja.
10. Dilarang memakai bahasa yang tabu, jika ingin mencari partner taboo kink harap gunakan kalimat “taboo kink” saja.
11. SANGAT DILARANG mengirim menfess mengajak meet up untuk sex di real life. ini base RP.
12 Chara lokal allowed.
Kritik dan saran dapat menghubungi Contact Person: @_ngh
2 notes
·
View notes
Text
Jika berumur
Siapa yang akan mengira, seorang lelaki yang agak tua yang senantiasa berangkat ke masjid Sungai Chinchin dengan sedikit berlari dan pakaian yang sederhana adalah seorang Professor Emeritus dan bekas dekan ISTAC tahun 2000-an. Siapa yang akan mengira jua, dari cara berbahasanya yang seperti lidah Indonesia ternyata ia berasal dari Kelantan yang memiliki lidah yang lebih dekat dengan Pattani. Dan kini beliau menghabiskan hari-harinya menghadiri salat lima waktu berjamaah di masjid, berbaur dengan jamaah yang lain. Tidak terlihat perbedaan status sosial antara jamaah masjid. Di antara mereka ada Bang Din, yang punya kedai sayur dan bahan dapur. Ada juga Pak Cik asal Payakumbuh, yang berjualan pisang goreng dan air kelapa. Di saat iqamah sudah berkumandang, semuanya ikut bertakbir mengikuti imam di belakangnya. Dalam perjalanan studi saya di Malaysia, sesekali saya mempertanyakan embali akan apa yang saya cari dalam dalam menjalanan aktifitas akademia. Jika semua akan berakhir, sirna segala pembeda. Di hadapan Allah, semua sama.
Sungai Chinchin, Gombak, 1 September 2024
2 notes
·
View notes
Text
Semakin umurku mendewasa, semakin sering aku memimpikan masa remaja. Benar sekali kata orang-orang perihal "Nikmati masa-masa sekolahmu, nanti ini yang akan paling kau rindukan." Meskipun saat itu pelajaran Matematika Peminatan adalah hal yang paling berat, aku yang selalu menangis di toilet sekolah ketika tau nilai ujianku jelek, merasa bersalah pada diri sendiri dan overthinking "Gimana mau lanjut kuliah kalau nilai Matematika Peminatanku hancur kayak gini?." Dulu, bebannya hanya soal itu, sisanya aku lebih banyak senangnya. Berada di lingkungan sekolah yang religius tentu saja sangat nyaman. Meskipun nilai Bahasa Arabku biasa saja, tapi aku yang sebagai anak madrasah kala itu senang sekali. Karena berada di lingkungan yang baik itu. Oh iya sama jajanannya juga tentu saja masih teringat sampai sekarang. Dulu waktu aku masih sekolah, ada penjual minuman dingin yang selalu mangkal di depan sekolah, terkadang ia suka memberiku nutrisari gratis. Padahal di umurku saat itu, aku masih mudah sakit hanya dengan meminum nutrisari atau pop ice dingin, tapi aku selalu senang menerima pemberian beliau (meskipun harus sembunyi-sembunyi dari mama hehehe). Sampai kabar terakhir yang aku tau adalah, Penjual Minuman itu masih menetap di MAN, kini ia punya kulkas baru, jualan minumannya lebih bervariasi, dan kata adik-adik di sekolah, Beliau tetap sering membagikan minuman gratis untuk para siswa. Begitulah, Kehidupan harus tetap berjalan. Kami para siswa telah lulus, mereka pun tetap berjualan demi mencari nafkah untuk keluarga. Selain soal jajanan, tentu saja yang paling utama kurindukan adalah teman-temanku. Benar saja, bukan karena orangnya, tapi karena moment yang dilewati bersama. Terutama dengan teman-teman Excellent yang selalu penuh support. Kami punya keahlian di masing-masing mata pelajaran, maka ketika beberapa diantara kami memiliki nilai jelek di mata pelajaran tertentu, kami akan mengajarkan satu sama lain. Ah.. nyaman sekali berada di lingkungan yang positif itu. Masa remajaku benar-benar berharga karena kulewati bersama mereka. Kami seangkatan pernah main hujan di hari sabtu, saat itu hujan deras. Kami dan beberapa guru mandi hujan di lapangan. Tawa riang yang terukir di hari itu, masih menjadi ingatan favoritku ketika aku berada dalam masa sulit. Sungguh, aku ingin kembali. Tidak apa-apa jika aku harus pulang kesorean hanya karena aku masih diajari matematika oleh temanku, tidak apa-apa jika aku harus menahan kantuk, belajar semalam suntuk di hari-hari Ujian Madrasah. Tidak apa-apa jika aku harus deg-degan, keringat dingin bila telah tiba jadwal kelasku yang memimpin untuk "Iqro' Together" dan aku yang dipilih untuk tilawah. Aku ingin kembali ke masa itu, dengan orang-orang yang sama. Liqo' dengan mem fitri, dan senior rohis yang lain. Perkemahan antar organisasi, meeting class, hari guru,hari kartini, acara 17-an, Milad Madrasah. Senang sekali ketika mengingat aku punya pengalaman menjadi panitia penyelenggara kegiatan-kegiatan tersebut, meski harus berbeda pendapat dan nangis-nangis sakit hati karena habis berdebat dengan yang lain, tapi ternyata masa-masa itu yang jadi core memories di usia menjelang dewasa ini. So, here we are. Menjadi orang dewasa yang dahulu kita inginkan. Masing-masing sudah berada di perjalanan ceritanya. Ada yang sudah berhasil mencapai tujuan, ada yang masih mengusahakan, bahkan ada yang pindah haluan namun tetap dengan tujuan yang tidak kalah kerennya. Semoga mereka sehat selalu dimanapun berada. Semoga langkah mereka selalu dimudahkan dalam menjemput mimpi yang pernah kita ceritakan di masa sekolah. Semoga mereka selalu berada dalam lindungan-Nya.
6 notes
·
View notes
Text
Manusia dengan Berbagai Urusannya
Hari kemarin begitulah melihat berbagai manusia dengan segala urusannya. Pagi hari membersamai teman yang Allah uji dengan kondisi keluarganya, menjelang siang menghadiri pernikahan teman. Kemudian lanjut hadir untuk acara wisuda teman seperjuangan. Pulang di sore hari, aku memperhatikan manusia yang hilir mudir. Ada ibu-anak yang saling menunggu, bapak-bapak yang mendapat rezeki dari menarik gas motornya, yang berjualan makanan ringan maupun toko kelontongan, yang sedang membongkar jalanan untuk saluran air, yang sedang mendorong gerobak, dan yang berhati-hati mengendarai mobil melalui gang sempit. Sementara aku yang menutup hari dengan memakan ramen di sore hari. Ah, manusia dengan berbagai urusannya. Apa kabar ia jika tanpa semua urusan-urusan itu? Akankah ia tetap merasa diri berharga? Merasa memiliki kebermanfaat dan bisa menunaikan tugasnya sebagai seorang hamba? Hamba dari siapa? atau apa? Apakah dari urusan-urusannya atau dari Tuhan Yang Maha Esa? Apakah urusan-urusan itu mendatangkan rasa suka, atau duka? bahagia atau menderita? bahagia atau menderita menurut siapa? pikiran apa yang mendasarinya? akan dibawa kemana semuanya? semoga amanah dan lillah senantiasa mengiringi~
2 notes
·
View notes