#10 Universitas Ekonomi dan Finance Terbaik di Inggris | Explore Tumblr posts and blogs

miqro-blog · 7 years ago

Text

Idealisme Berkontribusi

"Cukup Gaji 1,5 Juta per Bulan untuk ke Belanda!"

Santai, tulisan ini bukan iklan travel ke Eropa. Tulisan ini hanya ingin sedikit bercerita bagaimana logika materialisme kadang tidak selalu tepat.

Awal tahun ini, sahabat dari sahabatnya saya mengisi sebuah camp anak muda banten yang namanya BEST 2017. Dia bercerita sedikit bagaiman hidupnya dimulai dari keberanian bermimpi. Kali ini, dia melengkapi ceritanya dengan perjalanan hidupnya selama 6 bulan setelah ia bercerita di acara BEST tersebut.

Ia memulai mimpi dengan bercita-cita masuk ke fakultas ekonomi terbaik di Indonesia, FEB UI. Dia hanya anak aksel biasa dengan nilai UN rata-rata 7. Jurusan IPA pula. Dengan keterbatasan yang dia punya ia ingin masuk manajemen. Kenapa? Karena dia percaya itu yang ia cintai.

Dia belajar dengan tekun di bimbel selama 3 bulan. Dan Alhamdulillah, Allah pertemukan dia dengan cintanya, yaitu jurusan Manajemen di FE UI.

Setelah itu dia sukses jadi mahasiswa yang luar biasa? Tidak juga. Dia bukanlah anak paling pintar. Buktinya dia tidak cum laude. Di kelas pun dia sering tertidur. Khususnya sejak menginjar semester 6. Ya, dia memang jadi asisten dosen, tapi bisa dibilang secata nilai, dia salah satu yang berada di paling bawah. Bahkan rekomendasi psikolog mengatakan tidak diterima. Ya mungkin rezeki Allah ya.

Namun, hingga sekarang dia tidak menyesali apa yang telah terjadi pada dirinya di semester 6, dimana IPnya terjun bebas dan nilai IPK tidak lagi cumlaude. Ya, karena di saat itu, dia menemukan sebuah cara bermanfaat untuk dunia menggunakan suatu hal yang dicintainya, yaitu manajemen dan ekonomi.

Hal itu bermula ketika di sebuah kesempatan ia ingin menulis sebuah paper. Tapi idenya buntu sampe di hari deadline paper tersebut. Jam 10 menjelang deadline pukul 12, dia menemukan sebuah ide untuk berfokus pada usaha kecil menengah (UKM), mengingat UKM di Indonesia sangat banyak dan butuh dikembangkan. Dia menulis abstrak untuk paper dan Alhamdulillah lolos 50 besar dari PPI UK. Sayangnya saat menulis full paper, paper-nya tertolak karena memang ia belum mengambil mata kuliah riset sehingga metodologi di papernya itu acak adul.

Tapi dia tidak menyerah, tahun depan ia membuat paper kembali dan Alhamdulillah berhasil berangkat ke Korea untuk mempresentasikan paper-nya.

Setelah itu, ia semakin jatuh cinta terhadap topik usaha kecil menengah. Di saat teman-teman yang lain memilih magang di perusahaan-perusahaan bonafit. Dia memilih magang di sebuah penelitian kampus yang kurang eksis, sebutlah UKM Center FEB UI. Hanya karena aktifitasnya berkaitan dengan UKM. Gajinya kecil. Ya, hanya mengejar kecintaannya saja.

Pun ketika skripsi, ia memadukan konsep usaha kecil menengah dan konsentrasi manajemen keuangan yang ia ambil. Skripsi ini jugalah yang membuatnya jatuh cinta terhadap riset. Ia percaya dengan belajar mengenai riset, ia bisa menemukan solusi-solusi baru untuk UKM di Indonesia. Hasilnya, skripsinya dipuji oleh dosen-dosen pengujinya karena sistematika dan metodologi yang rapi.

Kecintaan itu pulalah yang membuat ia memilih menjadi asisten dosen di Departemen Manajemen dan mengajar salah satu mata kuliah paling horor karena sangat kuantitatif yaitu Praktikum Riset Keuangan. Baginya inilah kesempatan ia belajar.

Keseriusannya di dunia riset membuat ia memutuskan menerima tawaran dan bekerja sebagai Koordinator Lab Komputasi Departemen Manajemen FEB UI ketimbang bekerja di perusahaan. Prinsipnya "saya tidak akan pernah mau bekerja di swasta, karena dalam konsep manajemen, tujuan perusahaan adalah memaksimalisasi kekayaan pemilik perusahaan." Pikiran polosnya berkata, untuk apa memaksimalisasi kekayaan orang yang sudah kaya? Pemilik perusahaan kan pasti kaya.

Mungkin beberapa dari kalian berpikir, gajinya gede ya karena itu di FEB UI.

You're totally wrong!!

Gaji dia hanya 1,5 juta. Lebih kecil dari UMR. Perlu dicatat, dia saat itu sudah menikah dan tinggal sendiri (meski ga jauh juga dari mertua dan ortu). Orang tuanya mengajarkan, kalo kamu menikah maka kamu harus siap lepas dari ummi abi. Karena di situlah izzahmu. Sejak akad itulah, ga pernah lagi ada uang hibah dari orang tua ke dia.

Tentu kalian bisa bayangkan, bagaimana gaji 1,5 bisa dipakai untuk hidup? Pas-pasang banget kan. Listrik aja bisa 200 sebulan. Beras 150. Belum air, gas dan kebutuhan masak lainnya. Ya, meski kadang dia juga dapat tambahan dari mengajar yang gajinya cuma 120 ribu sekali ngajar.

Tapi tahukah kalian? Satu tahun pas dia bekerja setelah itu, gaji 1,5 juta itulah yang mengantarkan dia mendapat kesempatan melanjutkan kuliahnya di usia 22 tahun ke suatu tempat di Eropa sana. Belanda.

Bagaimana bisa?

Ya, hal itu terjadi ketika interview dengan 3 interviewer LPDP.

I (interviewer): Saya lihat di formulir kamu, gaji kamu cuma 1,5 juta? Apakah benar itu?

D (dia): Ya pak.

I: Hmm. Kamu baru saja punya anak dan sudah menikah satu tahun. Bagaimana itu bisa cukup?

D: Sejujurnya tidak cukup pak. Banyak sahabat-sahabat saya sesama asisten dosen juga yang mengeluhkan bagaimana gaji akademisi terlalu sedikit. Apalagi untuk ukuran anak FEB UI yang terbiasa di doktrin dengan gaji selangit. Tapi buat saya gaji bukan prioritas. Prioritas saya adalah bagimana saya bermanfaat. Saya percaya saya bisa bermanfaat sebagai akademisi, maka di sinilah saya.

I: Hmm.. Oke. Lalu bagaimana kamu bertahan hidup?

D: Saya punya sebuah kepercayaan pak. Kalau kita mengerjakan sesuatu yang kita kerjakan untuk kebermanfaatan orang banyak, Tuhan akan memenuhi kebutuhan kita. Saya percaya itu.

I: Hm. Ya. Tapi bagaiman teknisnya?

D: Kalau teknisnya saya terlibat di banyak riset dan project mengenai UKM pak. Prinsip saya dalam memilih riset pun bukan dari honornya. Saya tidak pernah nanya honor. Yang saya tanya topik dan jobdescnya. Apabila saya bisa belajar dari sana, maka saya akan ambil. Ternyata Allah kasih bonus dalam bentuk uang juga pak. Alhamdulillah lumayan untuk bisa memenuhi kebutuhan bahkan untuk menabung.

I: Berapa kamu dapat setiap risetnya?

D: Ada yang 5 juta hingga 30 juta satu riset. Hanya saja keluarnya ga bisa diprediksj pak. Bisa sekarang. Bisa besok. Tergantung kepala risetnya.

I: I see, dalam 1 tahun ini saja kamu terlibat di 12 riset dan project. Bagaiman itu bisa terjadi?

D: Saya hanya terus belajar mengenai UKM dan metode riset. Tawaran-tawaran itu datang sendiri tanpa saya duga.

I: Baiklah. Semoga apa yang kamu akan terima nanti itu yang terbaik dan bermanfaat untuk karirmu.

Selesai.

Kalimat terakhir menjadi sebuah kode buat dirinya. Namun ia tidak berani berharap sampai sebulan kemudian dia mendapat pemberitahuan bahwa dia LULUS untuk menerima beasiswa di Tilburg University. Sebuah universitas dengan peringkat 50 besar dunia di bidang keuangan dan concern terhadap topik entrepreneurial finance yang ia ingin pelajari. Mengagetkannya, beberapa kenalan dia yang nilai kuliah dan lebih pintar ternyata tidak diterima.

Iealisme yang kolotnya pulalah yang mengantarkan ia berkeliling Indonesia 6 bulan terkahir. Seorang anak 22 tahun terbang ke NTT, Papua, Bali, Jawa, Sumatera (Selasa besok) dan Kalimantan (November tengah). Untuk riset mengenai UKM dan presentasi mengenai paper UKM. Ia dan dosennya pun diundang ke Bangladesh untuk paper yang ia buat, meskipun yang berangkat adalah dosennya. Saat ini dia pun memiliki beberapa paper yang on going published di jurnal internasional terkareditasi.

Ya, seorang 22 tahun yang tukang tidur di kelas, IPK ga cumlaude, IELTS (bahasa inggris) ngepas, gaji 1,5 juta dan menikah muda. Rasanya hidupnya berat dan ga ada hebatnya.

Tapi, idealismenya untuk berkontribusilah yang terus mengantarkannya berkembang. Berapa banyak pemuda di luar sana yang punya kepintaran dan pencapaian di atas rata-rata, tapi dia terjebak pada pencapaian individu saja. Gaji besar, pangkat tinggi, dan hal-hal material lainnya.

Padahal, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain (baca: berkontribusi).

-M-

Disclaimer: Tulisan ini dibuat bukan untuk mengatakan bahwa dia manusia hebat. Tulisan ini hanya nazarnya untuk bisa berbagi pengalaman. Dia selalu enggan menulis hal ini karena sadar banyak yang lebih hebat dari dia. Dia berpikir, nanti aja nulisnya kalo dah sukses banget. Tapi, dia sadar itu kelamaan, ia harus mulai berbagi dari sekarang.

0 notes