#selamat hari pendidikan
Explore tagged Tumblr posts
karanganyarkota · 7 months ago
Text
Tumblr media
0 notes
jejaringbiru · 7 months ago
Text
Selamat Hari Pendidikan Nasional
Tumblr media
Aku menghabiskan waktu belasan tahun untuk belajar di sekolah, dan bertahun-tahun untuk mengajar di sekolah. Sampai aku sadar bahwa, pendidikan adalah cara terbaik untuk membangun peradaban.
Lebih dari itu, proses ini mengajarkan bahwa jalan menemukan cahaya adalah dengan belajar, dan jalan memberikan cahaya adalah dengan mengajar, dan aku masih akan terus melakukannya.
@yurikoprastiyo x @padangboelan
52 notes · View notes
kaktus-tajam · 8 months ago
Text
Berguru
Pernah gak kalian mendengar suatu nasihat, yang sebenarnya sudah pernah didengar, tapi tetap menohok seakan baru pertama kali mendengar nasihat tersebut?
Haha iya itu aku, dalam percakapanku hari ini dengan seorang kakak pembimbingku di SPI:
“Kak, aku mau berangkat S2 ke Amerika, nanti minta rekomendasi buku-buku untuk dibaca ya.”
“Wah jangan baca buku saja, gak semua bisa dipahami lewat buku. Dan lagipula yang utama kan bukan itu.”
“Oh iya ya kak..”
“Iya yang utama tetap berguru.”
Nasihat Kak Rani membuatku merenung. Dulu sekali guru kami Ustadz Akmal Sjafril, pernah menulis di akunnya @malakmalakmal:
"Ilmu semestinya didatangi, bukan 'disuruh datang'. Tanpa bermaksud menafikan pola pendidikan di sekolah, namun sangatlah pantas kiranya jika kita menghidupkan kembali tradisi keilmuan Islam yang begitu mulia.
Kita bisa mendapatkan ilmu dari tulisan-tulisan seorang ulama tentang pentingnya shalat, misalnya. Tulisan tersebut bisa saja berhasil memaparkan sekian banyak dalil tentang pentingnya shalat dan cara pelaksanaannya.
Akan tetapi, jika Anda ingin melihat bagaimana seorang 'alim menangis dalam shalat, tentu Anda harus hadir dan melihatnya sendiri, berbaris dalam shaf bersamanya. Anda bisa saja melihat rekamannya di video, namun kesannya akan berbeda, sebab yang menonton video tidak turut merasakan apa yang dirasakan oleh yang sedang shalat.
Jika Anda di barisan yang sama, merasakan bagaimana ayat-ayat Al-Qur'an berbicara dan membongkar kegelisahan dalam jiwa, maka mungkin Anda akan turut menangis. Jika Anda berkesempatan untuk ngobrol berdua dengan sang ahli shalat, maka mungkin Anda akan tahu mengapa ia menangis."
Kata ibu:
Iya dulu ibu halaqah di rumah ustadzah. Idealnya seperti itu. Karena ibu bisa saja dapat materi tentang menjadi ibu yang baik atau materi bagaimana taat dengan suami atau materi adab yang lain.. Tapi tentu materi itu akan jauh lebih dahsyat ketika ibu menyaksikan sendiri bagaimana ustadzah menyambut anak-anaknya ketika pulang sekolah, bagaimana beliau menjawab panggilan abi-nya dengan lembut kemudian pamit sejenak dan masuk ke dalam menutup tirai lalu berbincang pelan dan santun.
MasyaAllah. Kita bukanlah murid dari buku, tapi murid dari guru. Betapa pentingnya memiliki guru, karena membaca buku saja tanpa guru maka pemahaman kita (aku, yang masih bodoh ini) dapat keliru. Karena membaca buku saja, tanpa guru maka pemahaman kita akan terkotakkan. Juga tidak dapat bertanya. Juga mudah menyimpulkan seenaknya.
Semoga Allah mampukan. Semoga Allah ridhai perjalanan rihlah ilmiah. Semoga Allah pertemukan dengan guru, para ulama yang menjadi wasilah ilmu dan petunjuk itu.
Selamat berjuang memperbaiki adab.
-h.a.
Semoga Allah jaga guru-guru kami.
69 notes · View notes
juliarpratiwi · 9 months ago
Text
Prophetic Parenting
Suatu waktu ketika saya masih menjadi mahasiswi yang kalau baru dapet ilmu baru tuh pengennya dibahas terus, berasa paling tahu, berasa paling paham ketika diskusi tuh hahaha. Apalagi kalau tentang psikologi perkembangan anak yang belajarnya tentang dasar teori dari tokoh-tokoh yang membahas individu secara kognitifnya, secara behavioristicnya, secara psikoseksualnya, secara psikososialnya dll. Beuh berasa banyak plan nanti kalau jadi ibu mau ini mau itu. Lalu mulai lah fomo follow-follow praktisi parenting yang kece-kece.
Satu waktu saya follow seorang ibu, iya seorang ibu biasa yang masyaAllah beliau keren lah pengasuhan dan pendidikan anak pra sekolahnya tuh. Saya jadi ngeh dengan teori yang saya pelajari di kelas, oh prakteknya tuh kaya ibu ini toh. Istilah psikologinya adalah pengasuhan montessori.
Kemudian setelah beberapa lama belajar dari apa yang beliau bagikan di media sosialnya. Saya kaget dengan postingan baru dari beliau yang menyatakan "selamat tinggal pada montessori", lalu saya tertegun dengan alasan dibaliknya. ⬇
Tumblr media
Lalu saya teringat dengan perkataan salah satu dosen favorit saya.
"Mungkin sekarang kamu akan banyak menemukan teori-teori dengan berbagai value. Tapi nanti setelah kamu lulus dari sini, genggam dan tebarkanlah pengetahuan yang kamu punya yang sejalan dengan value dirimu."
Dan menurut saya value diri ini, harus sejalan dengan value agama.
Maka, sejak hari itu saya pun seolah diajak untuk berbenah. Saya diajak untuk lebih hati-hati ketika menebarkan apa yang saya pelajari. Tidak ada teori yang paling relevan dengan diri manusia selain teori yang bersumber pada panduan Kitabullah dan As-Sunnah. Tidak ada rumah tangga, pendidikan anak dan keluarga yang paling ideal untuk dijadikan teladan selain apa yang dijelaskan dalam al-Quran dan hadits.
Saya bersyukur, Allah mempertemukan saya dengan postingan beliau yang mana bisa menjadi wasilah saya belajar dan jalan hidayah untuk saya kembali, kembali mengembalikan segala perkara pada perspektif agama termasuk psikologi dan pengasuhan.
Semoga Allah menjaga beliau dan membalasnya dengan banyak kebaikan.
26 notes · View notes
ruang-bising · 1 year ago
Text
Tumblr media
Jika tidak ada lagi orang yang mau menjadi guru,
Selamat hari guru,
dari kami yang 24 jam digugu dan ditiru,
katanya.
.
"Mau jadi apa kamu saat besar nanti? "Celoteh guru muda dengan penuh semangat serta mata yang berbinar-binar.
“Pengusaha..”
“Programer..”
“Masinis...”
“Dokter...” jawaban beragam dari seisi kelas.
Tetiba guru muda tersebut terdiam, dia adalah lulusan terbaik pada almamater sekolahnya dulu, dan hari ini berakhir menjadi pembina santri, guru, atau disebut sebagai musyrif di salah satu pesantren ternama di kota ini. ada sesuatu yang mengambil alih pikirannya. Kenapa diantara banyaknya jawaban mereka, tak ada satupun yang menginginkan menjadi guru? Pikirnya. Hinakah profesi ini? hinakah bekerja, membersamai santri 24 jam, membuat raport, mengajar dengan over jobdesk, mengingatkan santri nilai-nilai budi pekerti, mendidiknya agar lebih dekat kepada tuhannya, menerima setoran hafalan setiap hari?
hinakah menjadi seseorang yang membangunkan santri di sepertiga malam, Membersamai puasa, mengantar ke dokter tatkala sakit, membelikan bubur, mengajar dari sebelum matahari muncul bahkan sampai matahari terpendam di pelukan nabastala, bahkan dengan gaji yang mungkin jauh dari nilai “UMR” perbulan, hinakah?
Selamat hari guru,
kata presiden.
Sementara itu,
di pelosok sana, seorang guru tua, sedang kehabisan bumbu dapur,
“maaf ya de, mas belum bisa bawa uang banyak hari ini” ucap guru tua tersebut, yang bahkan gajinya cair 3 bulan sekali, jika dihitung satu gajinya pun tak mampu membeli 5 bungkus sampoerna mild.
“gapapa mas, kita masih bisa rebus singkong malam ini, yang penting kan perut terisi,” ucap sang istri menenangkan dengan welas asih.
Selamat hari guru,
kata remaja tanggung di lini masanya, dengan foto berbagai macam buket bunganya.
sementara di pelosok sana, guru tua pun sedang mendorong roda dua mogoknya, karena setiap hari lewati jalan curam tanpa aspal, konon motor butut tersebut pemberian dari walimurid atas keikhlasan jasanya 15 tahun mengabdi, alias 15 tahun menaiki sepeda tua susuri lembah demi mendidik anak negeri, terlihat di mata guru tua tersebut secuil harapan, semoga satu diantara muridnya, ada yang berani menampakkan tapak kakinya di depan bangsat bangsat parlemen.
Selamat hari guru,
“guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, takkan kami lupakan jasa kalian” caption beberapa petinggi negara ini, dan ini yang paling lucu.
Di bagian mana mereka mengenang jasa guru, sementara mereka lebih memilih mengalokasikan dana negeri ini untuk pencitraan berkedok pembangunan? Mereka lebih memilih mensubsidi orang dengan pantopel, dasi, jas, agar menaiki MRT dan LRT setiap hari yang bahkan pedagang asongan, kuli bangunan tak pernah sekalipun berpikir untuk menaikinya. Sementara di pelosok sana sekolah-sekolah dengan atap yang hampir roboh sedang membutuhkan donasi ketimbang subsidi, “aksimu lebih berarti, ketimbang harapanmu pada petinggi negeri, riskan” celoteh guru tua.
Selamat hari guru,
ujar paslon presiden kali ini dengan segenap janji tai kucingnya,
Lupa mereka, bahwa yang pertama kali harus dibenahi ialah pendidikan.
Imajinasi guru muda tersebut buyar, setelah salah seorang santri menyeletuk,
“ustadz, cita-citanya jadi apa?”
“jadi guru.” Jawabnya. Walau batin guru muda tersebut berkata bahwa tak sepatutnya ia berhenti ditempat ini hanya karena salary-nya lebih terjamin, dibandingkan di lembaga lain. Menjadi tua dan bodoh adalah hal yang paling ditakutkan dia. Ia ingin mencoba peruntungan di tempat lain, ada banyak impian yang mesti dibiayai.
Sementara itu kalian sedang membaca tulisan ini, dan berpikir bahwa si guru muda bukanlah seorang guru, karena bernada tak ikhlas, mengungkit-ngungkit. BEGITULAH nasib guru di negeri ini, sekali mereka menuntut sesuatu, maka mereka akan dicap seolah penjahat negeri ini, diberi label “dasar tidak ikhlas” sedih sekali.
Selamat hari guru,
Kata mereka,
katamu,
Matamu.
25 notes · View notes
aliviazahra · 3 months ago
Text
Permasalahan Dunia Islam Masa Kini
Rasulullah SAW. membawa risalah kenabian sekitar 1.400 tahun lalu untuk menyempurnakan agama tauhid yang telah ada sejak manusia pertama diciptakan yaitu Adam AS.  Agama tersebut merupakan Islam yang berasal dari akar kata Salam, yang berarti selamat. Islam merupakan agama yang sempurna dengan menurunkan kitab Al-Qurán yang merupakan kabar gembira dan peringatan bagi manusia, sebagai peta atau arah jalan yang benar. Apabila manusia telah mengikuti Al-Qurán dan Sunnah (segala hal yang dicontohkan Rasulullah SAW) maka ia akan selamat.
Al-Qurán diturunkan sebagai solusi atas seluruh permasalahan dalam hidup,  namun di masa kini umat Islam semakin jauh dari petunjuk yang benar yakni Al-Qurán. Hal ini dikarenakan lemahnya kepemimpinan Islam di dunia Internasional. Merujuk pada sejarah, setelah terjadi perang dunia kedua muncullah negara super power yaitu Amerika Serikat dan sekutunya. Dunia seakan dibuat tunduk dengan Amerika dan nilai-nilai yang dibawanya. Nilai-nilai itu adalah sekularisme dan liberalisme yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Perang pemikiran (ghawzul fikr) yang dibawa oleh pengaruh barat secara tidak langsung merubah tatanan dunia. Dunia di cekoki dengan hal-hal semu seperti food, fashion, and fun. Anak muda Islam dengan akidah yang belum kuat mudah tergoda dengan pemikiran-pemikiran ini. Standar kesuksesan saat ini telah bergeser menjadi hal-hal yang bersifat materialistis. Sosial media yang berkembang dan tantangan arus globalisasi yang kuat tidak diimbangi oleh kualitas SDM yang baik membuat anak muda saat ini mudah terombang-ambing.   
Pemikiran-pemikiran self oriented yang menggembor-gemborkan pencapaian diri sangat terasa di kehidupan anak muda Islam saat ini. Dengan massifnya sosial media membuat seluruh anak muda haus akan capaian-capaian duniawi yang seakan tidak ada habisnya. Isu-isu mental health juga menambah sederet permasalahan anak muda. Jika kita melihat kembali sejarah saat ummat Islam mengalami masa-masa emasnya, anak muda memiliki kekuatan yang besar. Kita bisa mencontoh Muhammad Al Fatih, di usianya yang masih 21 tahun dapat menaklukkan Kota Konstantinopel. Di zaman Nabi Muhammad SAW, anak-anak muda menjadi kekuatan dakwah. Kita bisa melihat Ali bin Abi Thalib, Musháb bin Umair dan masih banyak lagi sahabat nabi yang memeluk Islam di masa muda dan ikut bersama-sama dengan Nabi berdakwah menegakkan Islam. Namun, saat ini anak muda disibukkan dengan dirinya sendiri sehingga tidak memiliki kekuatan.
Pemikiran-pemikiran sekularisme tidak hanya menjangkiti anak muda, di dunia pemerintahan baik Indonesia secara khusus maupun negara-negara lainnya seakan berlomba-lomba meningkatkan pendapatan negaranya melalui jalan apapun. Uang seakan menjadi ukuran segalanya. Peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) selalu menjadi indikator dalam menentukan maju atau tidaknya suatu negara. Peningkatan PDB selalu diikuti oleh ketimpangan yang tinggi dikarenakan orang-orang yang memiliki pendapatan menengah ke atas semakin mudah mendapatkan uang dan suka menumpuk harta sedangkan masyarakat menengah kebawah sulit mencari sumber rezeki. Penguasaan kekayaan yang timpang ini dikarenakan masyarakat masih belum memasukkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Pejabat-pejabat rakus dengan membuat kebijakan yang menguntungkan diri sendiri tanpa melihat kemaslahatan ummat.
Ghawzul fikr yang semakin massif ini berdampak pada banyak hal. Di dunia pendidikan, kurikulum pendidikan yang masih jauh dari nilai-nilai fitrah dan masih suka berganti-ganti. Kurikulum pendidikan saat ini membentuk anak Indonesia menjadi mental pekerja yang tujuannya hanya menghasilkan uang. Nilai-nilai karakter sulit untuk ditanamkan. Di dunia kesehatan, semakin banyak trend-trend makanan fast food yang membuat kesehatan ummat semakin buruk. Trend kulineran dan makan-makan sangat mudah di temui di youtube. Padahal jika kita melihat nilai-nilai Islam, makanan dapat melemahkan nafsu dan akan melemahkan iman. Thibbun nabawi yang seharusnya menjadi pola hidup sehat dengan meniru pola hidup Rasulullah seakan-akan jauh dari masyarakat.  
Permasalahan lain yaitu belum bersatunya ummat Islam. Ego antar golongan yang tinggi dan menganggap dirinya paling baik membuat ummat Islam sulit bersatu. Tak jarang antar satu ulama dan ulama yang lain apabila berbeda pendapat saling menghujat dan saling melemahkan. Adanya kelompok ummat islam yang telah disusupi oleh pemahaman-pemahaman liberal juga mempersulit persatuan ummat Islam. Saat ini ummat Islam juga dilanda oleh permasalahan penjajahan Israel atas Palestina. Masjidil Aqsha, yang merupakan kiblat pertama ummat Islam dan bumi Syam yang merupakan tanah yang di berkahi saat ini masih dalam masa-masa konflik. Selain di Palestina, terdapat wilayah-wilayang lain dengan kondisi ummat muslim yang masih dalam tekanan penjajahan bahkan genosida, yaitu Rohingya, dan Uighur. Pengaruh geopolitik sangat besar mempengaruhi kondisi ummat Islam. Amerika Serikat saat ini mulai dalam masa-masa krisis dan ketidak stabilan ekonomi, sementara kekuatan China mulai mengganti. Kondisi ini yang mengakibatkan ketidakstabilan kondisi di dunia. Negara-negara Islam masih memiliki pengaruh yang lemah di dunia Internasional.Upaya diplomasi maupun mengutuk keras atas tindakan Israel yang disuarakan oleh negara-negara Islam seakan tidak berpengaruh terhadap Israel. Negara-negara Islam belum bisa bersatu dan menekan Israel. Di antara umat Islam sendiri, juga masih banyak perbedaan berkaitan dengan pembelaan terhadap saudara-saudara kita di Palestina.
4 notes · View notes
chocohazel · 1 day ago
Text
Pelajaran Bukan Dari Buku dan Kelas
“Mba tau Jungkook?”
“hah siapa pak?” (masa iya BTS—batinku)
“itu loh mba, BTS. lagi wamil dia mba. sebelumnya Jin yang wamil, terus sekarang Jungkook”
Setiap berkendara dengan mitra gojek, aku memulai perjalanan dengan berdoa dan mendoakan driver. Lalu setelah belokan pertama dari rumah tiba-tiba celetukan Jungkook di atas keluar begitu saja.
Sejak 2016 ber-gojek, alhamdulillaah aku hampir tidak pernah mendapat mitra gojek yang menyebalkan. Tapi karena aktifitas bergojek ini hampir setiap hari, percakapan yang kulakukan biasanya sekenanya saja, jarang-jarang ada yang istimewa.
Tapi, sesekali kalau beruntung, aku mendapat mitra driver yang berwawasan luas. Suatu ketika kami pernah berdiskusi tentang isu calon presiden, atau besarnya pengaruh kebijakan gojek terhadap kesejahteraan mitra, atau di saat yang lain kami berdiskusi tentang mengapa sekolah negeri kini jarang diminati oleh orang tua.
Nah hari ini, mitra gojek yang kutumpangi wawasannya luas dan talkative (in a good way). Sebut saja beliau Pak X. Pak X bahkan mengutip nasihat populer dari Buya Hamka, tentang seseorang hanya akan bertemu dengan apa yang ia cari. Pak X juga menceritakan keresahannya memiliki tiga orang anak perempuan yang diantaranya mulai memasuki usia remaja.
Dari Pak X aku belajar bahwa salah satu skill yang harus dimiliki oleh orangtua adalah memelihara rasa ingin tahu. Dengan rasa ingin tahu, gap antara generasi bisa diperkecil seiring pengetahuan dan pemahaman yang bertambah.
“Jadi manusia itu cuma dua mba, saat hidup harus bertanggungjawab nanti pas meninggal mempertanggungjawabkan. Nah anak adalah contoh tanggungjawab orangtua semasa hidup yang kelak dipertanggungjawabkan ketika meninggal”
Semoga Pak X dan keluarga sehat, selamat sejahtera dan bermanfaat. Semoga anak-anak Pak X Allah mudahkan untuk bisa menuntaskan keinginan orangtua mereka yaitu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Semoga semua orangtua yang terus memelihara rasa ingin tahu Allah rahmati dan Allah jadikan wawasannya sebagai sarana penjagaan paling berdaya bagi penerus generasi.
4 notes · View notes
ceritasiolaa · 6 months ago
Text
Cerita Buku
Tumblr media
Saatnya Ibu Menjadi Ibu, atau biasa disebut sebagai buku SIMI. Buku ini ditulis oleh Teh Febrianti Almeera. Ada juga versi untuk seorang ayah, yaitu buku Saatnya Ayah Mengasuh yang ditulis oleh suami teh pew, Kang Ulum.
Dua bulan lalu aku baru selesai membaca buku SIMI ini. Setelah setahun yang lalu aku beli, aku baru membacanya ketika Ramadhan kemarin. Karena terlalu sering terdistraksi dengan buku yang lain, hm dasar aku.
Buku ini sangat membuka cara pandangku mengenai mendidik dan menemani tumbuh-kembang anak, bagaimana sikap sebagai orang tua, lebih tepatnya seorang ibu.
Ya meskipun mungkin sebelumnya sudah pernah membaca buku yang sejenis buku SIMI ini, tetapi menariknya buku ini memberikan solusi yang dapat menjadi opsi atau bahkan pilihan kita menjadi orang tua nantinya. Apa itu? Pendidikan berbasis rumah dan Pendidikan berbasis fitrah.
Sebagaimana kita tahu, ustadz Harry Santosa merupakan orang yang mensyiarkan pendidikan berbasis fitrah (fitrah based education). Begitu juga dengan teh febrianti dan kang ulum yang mengenalkan hal itu pada buku atau seminar dan kelas yang mereka isi.
Pendidikan berbasis rumah atau home based education ini tidak sama dengan home schooling. Teknisnya ayah merupakan kepala sekolah, sedangkan ibu menjadi sistem sekolah. Ibu akan menghabiskan waktunya dirumah bersama muridnya, yaitu anaknya. Sementara ayah akan membuat kebijakan dan keputusan arah pendidikan rumah, sesekali juga mengajak anak mengenal 'alam' untuk diterapkan dalam pemahamannya.
Begitu pun Fitrah based education, sebuah pendidikan yang bermodel untuk merawat, mendidik, dan menumbuhkan potensi-potensi fitrah agar tidak menyimpang dari potensi dasarnya. Bahkan menguatkannya menjadi peran terbaik dan akhlak mulia.
Jika penasaran, silakan baca buku ini ya temen-temen. Karena cukup banyak penjelasan mengenai home based education dan fitrah based education ini.
Di buku ini nantinya akan membahas klasifikasi potensi fitrah, penerapannya bagaimana, dan ada juga penjelasan mengenai tahapan-tahapan penerapan pendidikan tersebut.
Dengan berakhirnya cerita buku di tulisan ini, aku mau mengucapkan selamat hari buku nasional yaa semua ~
Membaca buku akan menambah wawasan kita dan membuat diri kita semakin merasa kurangnya ilmu, sebab betapa luasnya ilmu beserta pengetahuan di bumi ini.
5 notes · View notes
menungguminggu · 6 months ago
Text
Tentang Obrolan Selasa Malam dan Kehidupan Setelah Wisuda
Dayen, Azham, dan beberapa mahasiswa yang baru lulus Maret kemarin tiba-tiba ngajak ngopi beberapa hari yang lalu. “Pengen ngobrol soal hidup setelah lulus, Mas. Pengen sharing bareng”, katanya. Datang di kafe tempat ketemuan dengan ekspektasi bahwa malam itu akan berjalan sebagaimana acara ngopi lainnya: guyon nggak jelas sambil mentertawakan konyolnya kehidupan. Ternyata saya salah besar. Hasilnya adalah obrolan deep talk yang sisa keraknya masih tertinggal di kepala sampai hari ini. Dan tulisan ini adalah hasil refleksi saya berdasarkan obrolan hari itu. Soal kehidupan setelah kelulusan yang nampak begitu luas dan dingin serta harus dihadapi dengan kesendirian. Dan mungkin posisi saya yang hingga saat ini masih belum bisa mengerti kenapa otak ini mau-maunya memikirkan rumitnya kehidupan mahasiswa.
Ngomong-omong, pada suatu ketika saya pernah membaca sebuah quote di Instagram yang berbunyi “ Hidup Itu dijalani ke depan tapi hanya bisa dimaknai dengan melihat ke belakang”. Tulisan itu rasanya nampol banget bagi saya yang tahun ini masuk usia 34 tahun. Sejak lebaran kemarin saya jadi banyak menghabiskan sore dengan siram-siram tanaman atau bengong di teras sarungan (udah fix jadi bapak-bapak) sambil nglamun mikir macem-macem. Dan banyak dari lamunan itu sebenarnya adalah upaya saya untuk memaknai hidup yang sudah berjalan sejauh ini. Ngelamun soal jalan hidup yang membawa saya pada detik ini, juga memikirkan kawan lain yang saya yakin juga sibuk berjibaku dengan hidup keseharian. Dan dalam lamunan itu saya jadi sadar akan beberapa hal soal kehidupan sebagai orang dewasa. Hal-hal yang kemudian saya bayangkan juga agaknya akan menjadi bagian kehidupan mahasiswa saya nanti setelah lulus.
Sendiri di Lautan Tuntutan dan Ekspektasi
Sesaat kita lulus, rasanya hampir semua orang di sekitar saya bicara bersemangat soal masa depan yang harus berhasil diraih. Soal janji kesuksesan yang ditiupkan dalam ubun-ubun kita selama panjangnya proses pendidikan tinggi. Rektor bicara panjang lebar di acara wisuda soal opportunity, kesempatan untuk meraih mimpi, potensi diri yang harus diwujudkan, dan kata-kata motivasi yang nyaring memekakakkan telinga. Tapi di balik hiruk pikuk suara itu, yang jarang dibahas adalah perasaan sendiri dan kesepian yang kita alami saat tubuh ini tiba di stasiun sunyi bernama kehidupan nyata. Yang saya sadari setelah kelulusan dan menjadi dewasa adalah ini: perasaan kesendirian dan sepi di tengah luasnya realita hidup beserta semua kemungkinan dan percabangan jalannya. Walaupun raga kita ada di dalam sebuah acara ngopi atau kumpul-kumpul bersama teman yang lain, meskipun kita tertawa pada lelucon yang sama, tapi sejatinya semuanya hidup dalam dunianya masing-masing. Selamat datang di realita hidup, guys.
Kalau dipikir-pikir, menjadi dewasa berarti  harus siap menerima semua ekspektasi yang diberikan dunia di pundak kita. Menjadi dewasa berarti pribadi yang kuat, kompetititf, dan mampu bertahan dari apapun yang diberikan hidup. Dan kita semua berupaya berupaya berlari mengejar imaji itu. Salut dan puja-puji diberikan pada sosok-sosok yang berhasil mencapai puncak setelah kelulusan, yang pialanya ditampilkan dengan foto di kantor perusahaan multinasional dengan lanyard keanggotaan mengkilat, foto mobil baru atau keluarga kecil yang tertawa lepas di depan rumah, atau foto diri di depan kampus luar negeri. Sementara itu sosok lain yang masih kesulitan berjuang dan terseok dalam hidup kan menatap foto-foto itu dengan nyeri di ulu hati dan memutuskan untuk mundur dan menarik diri.
Dunia setelah kelulusan adalah kompetisi tanpa henti yang harus dihadapi sendiri.
Mungkin itu alasannya kenapa rasanya semakin sulit untuk bisa mencapai kebahagiaan sejati di dunia ini. Di dunia yang rasanya semakin menekankan pada persaingan dan ekspektasi untuk ‘tampil dan bersinar’, semua orang sejatinya merasa sendirian serta tidak memiliki tempat untuk bercerita dan didengarkan. Semua upaya untuk keluar dari lintasan kompetisi ini akan dianggap sebagai tanda kelemahan, termasuk meminta pertolongan pada orang lain atau memilih untuk hidup sederhana. Orang yang menolak untuk ikut dalam balapan imajiner akan dianggap sebagai orang yang menyerah kalah. Dan di dunia dimana cerita di media sosial telah menjadi penanda kesuksesan utama, tidak ada satu orang pun yang mau kelihatan lemah atau kalah. Padahal sejatinya semua orang dipenuhi dengan pertanyaan dan keraguan soal hidup, tanpa terkecuali. Sebagai akibatnya hidup sebagai orang dewasa terasa kering dan dingin, dimana satu-satunya sumber kebahagiaan yang paling populer adalah perasaan superior jika merasa kehidupan kita lebih dari orang lain.
Saya bayangkan hidup mahasiswa sekarang kok rasanya akan lebih rumit lagi setelah lulus. Atau seenggaknya jauh lebih rumit dari pas jaman saya lulus 2013 dulu. Dimana-mana sekarang banyak konten yang bicara soal ‘sukses di usia muda’ terus dilanjutkan ke cerita anak-anak muda yang udah mapan banget padahal usianya dua puluh tahunan. Belum lagi hidup di medsos rasanya kalau nggak update hidup yang sok sibuk atau ikut kegiatan tertentu pasti rasanya kayak ketinggalan sama temen-temen yang lain. Padahal realitanya sangat berbeda dan kompleks. Kebanyakan anak-anak muda yang sukses dan sok jadi motivator itu punya privilege yang nggak dimiliki orang banyak, tapi mereka sengaja tidak mengakuinya dengan tujuan agar kesuksesan yang mereka punya sekarang nampak lebih heroik dan dramatis. Ekonomi cenderung mengkerut sehingga membuat cari kerja nggak segampang dulu. Seorang alumni angkatan 2019 yang terkenal pinter banget dengan pandangan pahit bahwa ia menghabiskan sisa waktu enam bulan terakhir untuk datang ke berbagai wawancara kerja dan berakhir dengan penolakan. Apalagi inflasi nggak setara dengan peningkatan upah (pernahkan kamu nyoba lihat harga rumah sekarang?). Di dunia yang semakin menghimpit dan keras, orang-orang malah saling sikut-menyikut dan membandingkan diri lewat imaji-imaji palsu serta tidak bisa melepaskan diri dari adiksi validasi media sosial.
“Kenapa Kok Mau Repot Gitu Mas?”
Pertanyaan Rista soal kenapa kok diri ini mau repot-repot peduli sama kehidupan mahasiswa ternyata saya bawa terus sampai pulang ke rumah. Pertanyaan itu nggak pernah saya pikirkan sebelumnya. Lha, kenapa ya? Kok saya mau repot-repot mikir hidup anak orang? Kayak nulis di blog ini misalnya. Sepanjang perjalanan pulang otak ini rasanya diputer-puter, tapi sampai pas di rumah pun rasanya nggak ketemu jawaban yang memuaskan. Satu sisi otak mengatakan kalau semua yang saya lakukan itu hanyalah bagian dari idealisme sebagai dosen muda. Semacam sebuah upaya untuk mempertahankan keinginan masa lalu untuk bisa jadi seorang dosen yang ‘baik dan berpengaruh ke anak didiknya’. Mungkin juga sebenarnya yang saya lakukan ini hanyalah sebuah upaya ‘pemberontakan sunyi’ bagi dosen senior yang (di mata saya) hidup materialis dan melihat segala upaya untuk memahami hidup mahasiswa sebagai tindakan sia-sia dan konyol karena toh kan nggak ada honornya. Sisi otak yang lain berupaya menjelaskan kalau mungkin apa yang saya lakukan ini adalah upaya untuk membalas pengalaman saat kuliah S1, dimana dosen pembimbing saya nggak pernah membimbing sama sekali. Boro-boro mbimbing, pas tahun lalu ada acara di UNAIR beliau datang aja nggak inget kalau pernah ngajar saya di kelas S1 atau S2. Jadi mungkin yang saya lakukan ini semacam cara untuk berkompensasi dengan trauma masa lalu.
Setelah dipikir-pikir lagi, mungkin jawaban dari pertanyaan Rista itu lebih sederhana. Dalam dunia yang rasanya semakin rumit dan menekan seperti sekarang, saya hanya ingin membantu kalian sedikit. Nggak ngerti juga ya. Mungkin karena di wajahmu saya melihat diri saya sendiri 10 tahun lalu. Selain itu mungkin semua yang saya lakukan ini adalah janji pribadi yang saya ucapkan beberapa tahun yang lalu. Ada  satu kejadian penting saat saya jadi dosen sekitar empat tahun yang lalu. Saat itu saya mengajar mata kuliah periklanan pada angkatan 2017, dan kebetulan saya memberikan tugas in-depth interview pada kating kalian. Tugas itu juga yang akhirnya menjadi inspirasi saya untuk membuat tugas akhir komunikasi filsafat (yang entah bagaimana reaksi dan efeknya jauh lebih besar dari yang saya bayangkan sebelumnya). Dalam tugas in-depth interview itu, saya meminta mahasiswa untuk bertanya pada mahasiswa lain soal ‘apa hal paling buruk yang pernah dikatakan orang padamu’ atau ‘hal paling penting dan membahagiakan yang pernah dikatakan seseorang padamu’. Dalam satu tugas yang dikumpulkan dan rasanya tak akan pernah saya lupakan, saya membaca hasil wawancara dari seorang mahasiswi yang luar biasa depresif, menolak menikah dan menjalin hubungan, dan berpandangan sangat minim soal masa depan hanya karena sebuah satu ucapan jahat yang tanpa sengaja dilontarkan ibunya pada waktu ia masih kecil. Dan cerita dengan nada yang mirip saya temukan di beberapa hasil tugas yang lain. Tugas itu mungkin nampak sederhana dan remeh-temeh untuk mahasiswa, tapi itu adalah pengalaman yang sangat berpengaruh buat saya. Saya menyadari bahwa kata-kata yang dilontarkan bisa menentukan seluruh hidup seseorang. Dan sepanjang tahun-tahun berikutnya, saya semakin sadar bahwa kadang yang diinginkan oleh mahasiswa kadang hanyalah sebuah kalimat afirmatif sederhana. Yang mereka butuhkan adalah seseorang yang berupaya untuk memahami mereka seutuhnya, dan dengan tulus mengatakan bahwa ada seseorang yang percaya dan menghargai apa yang mereka lakukan, betapapun kecil dan tidak signifikan prestasi yang mereka tunjukkan. Seseorang yang mau mengajukan pertanyaan yang tepat, seperti "Kamu nggak papa ta?" atau "Apa sih yang kamu dapatkan selama empat tahun terakhir? Apa kamu punya penyesalan? Adakah yang ingin kamu sampaikan dalam soal hidup?". Seperti yang sudah sering saya tuliskan sebelumnya, dunia ini nggak kekurangan suara dan teriakan. Yang sulit didapatkan adalah seseorang yang mau mendengarkan. Kalau memang kalian nggak punya orang yang mau mencoba memahami hal terdalam yang ingin kalian ceritakan atau sampaikan, maka biarkan dosenmu ini aja yang mencoba mendengarkan dan memahamimu. Sama seperti yang berupaya saya lakukan dengan membaca cerita-ceritamu di tugas akhir komfil. Rasanya cuma itu yang bisa saya lakukan untuk membantumu. Sebagai dosen walimu, dan lebih dari itu, sebagai seseorang yang pernah merasakan berada di posisimu sekarang.
Dalam tulisan kali ini, saya izin buat sekalian ngepost beberapa potongan tulisan yang pernah kalian tulis soal saya. Tulisan-tulisan yang rasanya terlalu besar dan agung untuk orang yang kayak saya. Sebenarnya sampe sekarangpun saya merasa nggak sehebat seperti yang kalian tulis. Aku yo mek ngene iki tok rek, ndak yoi atau hebat atau kerenseperti yang kalian tuliskan. Tapi lewat blog ini saya mau berterima kasih karena tulisan-tulisan kind yang sudah kalian tulis itu sudah ‘menyelamatkan’ saya dalam banyak hal, terutama saat saya berjibaku dengan pertanyaan apakah memang apa yang saya lakukan sebagai dosen selama ini memang sudah benar. I hope so.
Suwun, rek. Semoga kita bisa bertemu dan bicara soal hidup lagi di pada saat kamu sudah bisa menjawab hal-hal penting dalam hidup. *6 Mei 2024 - Ditulis sambil mendengarkan Waiting For The End-nya Linkin Park".
------------------------------------------------------------------------------
Tumblr media
~~~
Tumblr media
~~~
Tumblr media Tumblr media
6 notes · View notes
nailassirri · 5 months ago
Text
Tumblr media
Here is a letter that i write for you ✨
Semoga saja tulisan ini berkenan untuk diterima.
Teruntuk Ka Musliha, hai ka muse! Bagaimana perasaannya setelah beberapa menikah? Semoga menyenangkan ya hihi. Gak kerasa ya ka, kita udah kenal dari tahun 2018. Lama juga ya. Ternyata, sudah selama ini kita saling kenal. Nail tau, kakak in syaa Allah adalah perempuan sholehah yang keyakinannya atas kuasa Allah tuh tidak perlu diragukan lagi. Terima kasih ya ka, selama ini sudah menjadi panutan Nail dari segala macam sisi; keimanan, keislaman, kehidupan, bahkan pendidikan. Jujur, banyak hal yang pengen Nail tulisin tentang kakak, tapi kata-kata aja gak mampu menggambarkan betapa beruntungnya Nail bertemu, kenal, bahkan dekat dengan kakak. Makasih ya ka, selama ini sudah menjadi figur kakak perempuan yang Nail dambakan :”
Di hari akhirnya kakak menggenap ini, Nail cuman mau bilang, barakallah ka Muse. You finnaliy find your new home. You finally found him. Nail harap, pernikahan kakak menjadikan kakak semakin dekat dengan Allah, semakin menjadikan kakak sebagai muslimah yang berdaya baik sebagai istri dan kelak sebagai ibu (aamiin). Semoga Allah merahmati permikahan kalian ya ka. Serta, apa apayang kalian impikan bersama, bisa terwujud. Aamiin.
Teruntuk Ka Mualim!
Hai mas bro! Selamat ya, anda sudah menemukan berliannya Handil Bakti. Kamu keren lho, bisa memenangkan hatinya Ka Muse yang sulit ditembus ini. Ka Mualim sangat beruntung bisa jadi partner menuju Syurga-Nya Ka Muse, meskipun beliau ini cengeng, tapi masakkannya ENAK BANGET wkwkwkk. Btw, udah denger bacaan Qur’annya Ka Muse kah? Gimana? Makin terpesona kah? Hahahaa. Nail yakin, akan selalu ada hal yang membuat kakak bersyukur menikahi Ka Musliha setiap harinya.
Di tulisan kali ini, Nail mau berpesan aja, jangan galak galak ya sama Ka Muse, hatinya terlalu lembut. Kalau ada hal hal yang kurang disukai, tolong sampaikan secara halus, biar Ka Muse gak nangis mulu :(. Jaga kakakku baik baik ya ka, bimbing dia, kalau mau ngajarin satu ilmu, jangan dikarasi dulu, kena patah; hatinya, harapannya, tulang rusuknya. Paham ai lo pian apa jar ulun nih huhu. Intinya, jaga akan Ka Muse lah. Ulah sidin bahagia dan bersyukur bisi pian sebagai laki sidin :D. Titip ka Muse lah ka. Maap nah, timbul bahasa banjar hahaha.
Pesan terakhir untuk kalian berdua:
Semoga, bersatunya Ka Mualim dan Ka Musliha menjadikan kalian semakin dekat dengan Allah, makin dekat dengan syurga-Nya Allah, semakin membari manfaat, besar, dan bestari tuk sekitar.
Semoga, kelak Allah berikan kalian keturunan yang sholeh dan sholehah, keturunan yang membawa kebahaiaan, ketentraman, kenyamanan, kegembiraan dunia dan akhirat.
Terakhir, selamat bertumbuh, menua, dan mendekati-Nya bersama ya ka…..
With luv
Ading pian nang paling bungas hihihi
4 notes · View notes
nidadisini · 1 year ago
Text
umi
i love seeing my mom.
hari ini, aku tak sengaja melihat foto lama umi. tersimpan dalam memori kamera jadul yang sengaja kubawa untuk kurawat dan kuperbaiki.
my mom is a passionate, brave, and independent woman ever.
i still didn't believe how she survived saat ditinggal abi di kalimantan, passionate and professional at her work, yet still managed mendidik anak-anaknya dengan cara terbaik beliau.
umi is everything at home. umi yang masak walaupun nggak jago-jago amat. umi yang membenarkan motor mogok. umi yang membenarkan atap bocor. umi yang mengantar anak-anaknya sekolah, lomba, ngaji, main. umi yang menyetir sendiri saat mudik, menjemput abi pulang dinas—menyetir samarinda-balikpapan, solo-pemalang, membantu teman-temannya yang butuh. umi yang mengajarkan nida matematika, mengajarkan nida membaca koran setiap hari sambil mengisi tts, mengajarkan nida untuk mencintai buku, mengajarkan nida untuk disiplin dalam pembinaan diri.
tapi umi juga everything saat di luar rumah. umi yang semangat dan profesional dalam bekerja. umi yang supel dan punya segudang teman—ibu soto, pak satpam, masmas cs, ibu koran, atasan kerja, teman seruangan. umi yang bisa mengimbangi abi dan menjadi partner sharing abi dalam bekerja. umi yang menjadi partner sharing nida dalam segala urusan—kuliah, cinta, kesehatan, pendidikan, ekonomi, politik, kultural. umi yang mengajarkan nida untuk hidup sebagai perempuan mandiri dan tangguh. umi yang menguatkan nida ketika rapuh.
dalam foto yang diambil belasan tahun yang lalu itu, senyum umi sangat lebar. umi masih muda dan sangat cantik. umi yang selalu menjadi wanita berani dan berdikari. umi yang mungkin masih menyimpan mimpi-mimpi besar yang menyala saat masih muda. maaf ya mi, kalau nida menjadi alasan salah satu atau beberapa mimpi umi kemudian padam.
terima kasih yaa mi. nida beruntung sudah dilahirkan dari seorang umi yang hebat dan keren abis. terima kasih yaa mi sudah membesarkan nida dan adik-adik dengan kasih sayang tak hingga. terima kasih yaa mi sudah memahami masalah-masalah nida walaupun mungkin rumit dan susah diterima. terima kasih yaa mi sudah membersamai langkah nida dengan ridho, dukungan, dan doa tak henti yang nida nggak tau harus membalasnya dengan bentuk apa.
semoga di usia umi yang ke-49 ini, Allah selalu membersamai umi dalam ridho, rahmat dan barakah-Nya sepanjang waktu. semoga Allah selalu melimpahi umi dengan hal-hal baik.
selamat ulang tahun yaa uminya nida tersayang <3
--------
(masih h-4 sih, nggak papa ditulis duluan hehe)
12 notes · View notes
kaktus-tajam · 10 months ago
Text
Dakwah dengan Data
“Selamat kak...setelah melalui beberapa proses penilaian Karya Tulis kak Habibah terpilih menjadi 10 Tugas Akhir Terbaik angkatan 13.”
Suatu pesan masuk dari kakak pengurus sekolah pemikiran islam (SPI), beberapa hari sebelum acara puncak (rihlah).
Haha tidak menyangka. Alhamdulillah.. biidznillah.
Langsung kilas balik ke awal semester 1, kepala SPI (Ustadz Akmal) memesankan kami bahwa tugas karya tulis di SPI ini salah satu tujuannya adalah: dapat menjadi landasan ketika diundang jadi pembicara, ngisi materi dan berargumentasi di forum, atau bahkan berdebat.. kita memiliki data, kita punya kajian ilmiah.
Nampaknya beliau bicara dari jam terbang dan pengalaman menghadapi para aktivis islam liberal dan pengalaman keliling menjadi narasumber ya.. bahwa ternyata dakwah tidak boleh tanpa data.
“Misal kita bilang film Barbie itu propaganda feminisme, mana ulasan yang bisa jadi buktinya? Mana datanya? Kajian risetnya?”
“Misal kita bilang buku Secrets of Divine Love itu kontroversial. Lalu dimana letak salahnya yang perlu dikritisi?”
Wah denger itu aku tuh jleb. Berat sih ya. Tapi penting ya. Sebagai yang sama-sama memiliki latar belakang pendidikan di sains (beliau S1 di ITB), jadi menarik. (Oh ya dua topik di atas sudah ditulis oleh teman SPI saya).
Akhirnya itulah salah satu poin yang menjadi motivasiku.
Sempet ragu? Iya. Tentunya. Sempet banyak bertanya, ini sudah benar belum ya? Kalau aku salah malah dianggap diskriminatif tidak ya haha.. dan lain-lain.
Tapi ternyata paling penting bertanya: kira-kira… Allah ridha tidak ya?
Akhirnya sembari meluruskan niat, aku refleksi ulang. Mengingat keresahanku yang hendak studi S2 (walau masih proses cari LoA).. dan pernah takut sendiri: gimana yaa kalau nanti malah involved di suatu research yang produknya dipakai untuk hal-hal buruk? Teknologinya disalahgunakan untuk melanggar aturan Allah?
Akhirnya lahirlah satu paper tentang dilema etika pada metode pencegahan HIV/AIDS, dari perspektif Barat yang sekular dan perspektif Islam.
Selama prosesnya benar-benar menikmati kesusahan menulis (yang akhirnya sampai 20an halaman juga), kesulitan menurunkan abstraksi pikiran dalam tulisan. Mungkin aku keenakan menulis lepas di Tumblr, atau menulis receh di X, yaa? Hehe astaghfirullah. Semoga yang di sini pun bisa menjadi amal jariyah.
Bismillah. Meminta kepada Allah swt. sebagai Yang Memiliki Ilmu, Al-‘Alim. Meminta kepada Yang Memberikan Hidayah dan Petunjuk.
Alhamdulillah Allah berikan kakak pembimbing yang luar biasa beserta beberapa rekomendasi buku authoritative yang bisa dijadikan rujukan, teman-teman diskusi, bahkan inspirasi tokoh-tokoh.
Hari H presentasi deg-degan! Padahal dibanding penyuluhan, dibanding forum di kampus, ini hanya forum kecil. Malah terasa sedang sidang ya haha.
Bersyukur ternyata selain apresiasi, Ustadz Akmal menegaskan kembali apa yang kusampaikan, memberikan highlight hal-hal yang penting. Pertanyaan dari teman-teman juga menambah khazanah pribadi tentang hal-hal yang belum kupikirkan.
Semoga Allah ridha dengan karya kami. dan semoga karya tersebut bermanfaat untuk ummat. Semoga Allah berikan taufiq agar karya kami jadi awal untuk karya-karya lainnya. Menjadi angin sejuk dalam musim semi peradaban Islam, menjadi karya yang menghidupkan jiwa umat yang sedang tertidur, dan menjadi bingkai kokoh dalam kebangkitan umat.
-h.a.
Sebuah kata pengantar. Hehe. Tunggu rilisnya(?).
Tumblr media Tumblr media
14 notes · View notes
aisyaharminia · 5 months ago
Text
Mungkin bisa dibilang ini adalah surga. Seperti yang tuhan firmankan dalam kitab suci, bahwa setelah ada kesulitan akan ada kemudahan. Kalimat itu bahkan dituliskan dua kali, memang seperti memberikan harapan besar untuk hamba-Nya. Pun aku mengaminkan ayat suci tersebut. Aku mendapatkan kebahagiaan yang tak ternilai setelah kesedihan dan keletihan mengurungku selama enam bulan. Tanpa jeda tuhan benar-benar menggantinya dengan kebahagiaan.
Aku kira malam itu hanyalah sebuah mimpi. Seperti lupa bagaimana kebahagiaan bisa memenuhi rongga dada. Wajah yang aku pun mengaguminya sebagai hasil ciptaan tuhan datang untuk menjadikan aku separuh agamanya. Aku pikir ini adalah posisi tertinggi dari sebuah kata cinta.
Tembok putih dengan atap merah itu menunduk ikut memberikan ucapan selamat. Dua bagian yang terasa dingin selama enam bulan lalu akhirnya bisa bernafas lega dengan kehangatan. Aku tersenyum malam itu, tapi entah bagaimana dengan rupaku. Aku lupa bahwa ada seorang yang mungkin masih bersedih dan tidak ikut berbahagia atas kebahagiaanku. Lalu setelah beberapa tahun nantinya aku meras naif atau mungkin bersalah.
Malam itu dan beberapa hari kedepan aku terus meyakinkan diri bahwa yang sedang aku lalui bukanlah mimpi. Kebahagiaan seperti bukan menjadi jatah hidupku namun aku terus saja diberi kebahagiaan oleh tuhan selama beberapa hari dan tahun itu. Wajah tirus dengan rambut lurus itu menemani dan memelukku setiap malam. AH, bolehkah aku menangis pada bagian ini?
Kalau aku diberi ujian seperti seorang murid yang sedang menempuh pendidikan bukankah itu adalah sebuah kemakluman dan kewajaran? Bukankah tahun-tahun berikutnya setelah kepedihan yang kulewati bisa saja menemui kerikil yang tidak hanya satu atau dua? Bukankah dengan begitu tuhan masih menginginkanku untuk dekat dengannya? Lalu mengapa harus ada kata mengeluh setelah kebahagiaan terbesar itu tuhan berikan untukku?
4 notes · View notes
lia-vishaka · 7 months ago
Text
Tumblr media
Semoga pendidikan kita tidak lagi dijadikan industri untuk meraup keuntugan semata. Pendidikan seharusnya menjadi hak setiap warga negara yang dijamin pemerintah. Setidaknya itu yang diatur Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1-5.
Selamat Hari Pendidikan!
Semoga yang terdidik bukan hanya para siswanya, tapi juga semua manusia di tanah air tercinta ini.
2 notes · View notes
hanyaaingin · 9 months ago
Text
Aku akhirnya menikah...
Betapa aku sangat sadar akan kebesaran dan kekuasaan Allah melalui pernikahan, sampai menuliskan judul tulisan ini, air mataku sudah menetes. Maha Romantis Allah dalam perjalanan 7 bulan pernikahan ini, Maha Suci Allah atas segala nikmat dan kebaikan-Nya kepada kami dalam perjalanan ibadah panjang ini.
Setelah lulus sarjana di tahun lalu, tidak pernah ada rencana menikah dalam list-ku, target menikah pun sangat jauh dari rentang waktu yang kurencanakan. Sampai akhirnya, satu pekan setelah yudisium, seorang laki-laki yang sedikitpun tidak pernah terdengar namanya ditelingaku, menyampaikan niat baiknya ingin mengkhitbahku setelah aku wisuda.
Aku menolak, yang kutahu tentangnya hanya background pendidikan S1-nya dan tahun lulusnya. Selebihnya dia asing. Aku sampai kebingungan, atas landasan apa dia ingin mengkhitbahku sedangkan kami tidak mengenal satu sama lain, kami tidak pernah saling melihat secara langsung, bahkan namanya-pun tidak pernah terdengar, sekalipun ternyata dia datang dari lingkungan yang cukup dekat denganku.
Terlepas karena itu, alasan utama aku menolak karena aku ingin melanjutkan pendidikan S2, itu target ku setelah lulus. Aku hanya ingin fokus untuk pendaftaran S2 dan beasiswa yang sekiranya bisa menjadi penopang untuk biaya pendidikanku.
Tapi ternyata, Allah berkehendak lain. Setelah melalui begitu banyak pertimbangan besar, begitu banyak pergejolakan perasaan yang kulewati, begitu banyak penyesuaian, begitu banyak ketakutan yang kurasakan, aku akhirnya memutuskan menikah.
Aku masih mengingat dengan jelas, bagaimana aku berperang dengan perasaanku untuk memilih antara melanjutkan S2, atau menikah, atau melanjutkan S2 dan menikah. Hingga Allah berikan petunjuk-Nya, jalan terbaik dari-Nya, yang akhirnya mengantarkan aku untuk menikah dan tetap melanjutkan S2.
Meskipun dengan itu, ada banyak hal yang harus dikorbankan, ada banyak hal yang rasanya menjadi sangat berat untuk dibayangkan, ada banyak hal yang harus ditunda. Tetapi, InsyaAllah kami setiap harinya berjuang dan berusaha untuk yakin bahwa takdir yang sedang kami jalani adalah skenario terbaik yang telah Allah siapkan.
Terima kasih ya Kak, sejak awal kita percaya bahwa hidup bersama adalah dengan tidak mematikan cita-cita masing-masing. Terima kasih karena memilih untuk menikahiku dengan cepat, meskipun dengan cepat pula kamu harus merelakan kita berpisah sementara dan mengizinkanku untuk melanjutkan S2.
Ini tidak pernah mudah, benar-benar tidak mudah, tapi semoga Allah selalu menguatkanmu, menguatkanku, menguatkan kita. Terima kasih sudah memberikan support dan nafkah penuh untukku sebagaimana yang kamu janjikan dulu. You are the best.
Semoga Allah selalu melindungimu, memberikanmu kesehatan, memudahkan pekerjaanmu, melancarkan rezekimu. Semoga hari-hari yang kamu jalani disana selalu dipenuhi keberkahan.
Selamat menabung sabar ya Kak, till we meet again. May Allah subhanahu wata'ala always be with you wherever & whenever you are.
Bogor, 15 Februari 2024
Merindukanmu, dipenghujung sore.
5 notes · View notes
ranah-upaya · 2 years ago
Text
Pendidikan Dan Refleksi Kedigdayaan Sebuah Bangsa
Selamat Hari Pendidikan Nasional.
Bulan Mei, selalu identik dengan momen nasional bangsa Indonesia. Hampir setiap hari, memiliki peristiwa penting dalam sejarah. Baik itu dalam bidang pendidikan, juga kebangkitan bangsa kita yang besar. Menimbang, kemajuan dan kekuatan sebuah bangsa berbanding lurus dengan tingkat pendidikan bangsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan, dipastikan bahwa bangsa tersebut lebih kuat dan maju dibanding bangsa – bangsa lainnya. Perlu dijadikan catatan, bahwa kualitas pendidikan sebuah bangsa merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan bangsa dalam berbagai spektrum, baik itu di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, pertahanan, dan keamanan atau disingkat dengan akronim POLEKSOSBUDHANKAM.
Pertanyaannya, bagaimana bisa proses pendidikan dijadikan tolak ukur tingkat kedigdayaan sebuah bangsa?
Untuk menjawab pertanyaan ini mari terlebih dahulu melakukan pendekatan pada pendidikan itu sendiri. Sebenarnya apa itu pendidikan? Banyak definisi tentang pendidikan tersebar dalam buku maupun internet. Namun sederhananya, pendidikan merupakan berbagai kegiatan yang bersifat natural maupun nurtural yang dilakukan atau dibentuk sebagai sebuah upaya dalam mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan.
Kegiatan pendidikan mencakup spektrum yang cukup luas, tidak hanya kegiatan yang terjadi di dalam kelas saja. Tanpa kita sadari, berbagai kegiatan yang terjadi di luar kelas pun memiliki hubungan yang erat dengan proses pendidikan itu sendiri, karena sekali lagi pendidikan adalah upaya yang dilakukan oleh manusia dalam rangka mencari ilmu pengetahuan. Pola hidup merupakan salah satu proses dalam serangkaian proses pendidikan yang saling berhubungan. Pendidikan dan pola hidup memiliki hubungan yang tidak terpisahkan, sebagaimana seorang pelajar dengan performa belajar yang baik memiliki kecenderungan yang sama dalam hal pola hidup, mereka memiliki keteraturan dan disiplin dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Mereka sama-sama berusaha membangun pola istirahat yang baik, menjaga asupan nutrisi, begitu juga selalu berusaha untuk menjaga tingkat kebugaran tubuh. Sehingga tidak salah jika dikatakan, bahwa kualitas sebuah bangsa tercermin dari kualitas pendidikan mereka. Kualitas makanan, istirahat, kebugaran tubuh, kemampuan pengelolaan finansial, memiliki pengaruh besar dalam pendidikan.
Ya, fisik kuat, moral kuat, intelijensi kuat.
Kemampuan seorang siswa dalam menyerap pelajaran di kelas dipengaruhi oleh berbagai faktor dan kondisi yang terjadi di luar kelas. Kita tidak bisa serta merta menyalahkan guru, atau sarana fasilitas belajar, bila seorang pelajar kurang bisa menyerap materi pelajarannya. Karena secara alami, manusia akan selalu berusaha untuk membebaskan dirinya dari kekurangan, apabila hal tersebut terjadi, justru kita perlu mencurigai faktor-faktor eksternal dari proses pembelajaran. Hal tersebut telah dibahas oleh seorang ulama’ kita; Imam Syafii ratusan tahun lalu, secara satir dalam sebuah syair menjelaskan: “Wahai saudara-saudaraku kalian tidak akan mendapatkan tanpa melengkapi enam perkara ini; kecerdasan, ketamakan, kerja keras, harta, hormat terhadap guru, dan sepanjang waktu”.  Dari ke enam perkara yang disebutkan, hanya dua perkara yang secara eksplisit memiliki keterkaitan degan kegiatan pendidikan, yaitu kecerdasan dan hormat terhadap guru. Untuk perkara-perkara lain yang disebutkan secara kasat mata, tidak memiliki hubungan dengan dunia pendidikan, namun sejatinya memiliki dampak besar terhadap proses pendidikan.
Dari berbagai hal tersebut, tidak salah jika kita beropini, bahwa kondisi POLEKSOSBUDHANKAM saat ini, adalah refleksi dari kondisi dan kualitas pendidikan sebuah bangsa, begitu juga sebaliknya. Sebagaimana Imam Syafií menegaskan, bahwa terdapat enam aspek yang perlu diperhatikan dalam sebuah proses pendidikan. Bila di perhatikan kembali setiap aspek dari keseluruhan, memiliki relasi dengan aspek yang lain dalam kehidupan, terangkum dalam akronim POLEKSOSBUDHANKAM.
Dengan ini, dapat dikatakan bahwa peduli terhadap kondisi sosial dan berupaya membangun lingkungan sosial yang kondusif, juga merupakan kontribusi dalam dunia pendidikan. Baik upaya untuk mengumpulkan materi, harta benda, menjaga kesehatan dan kebugaran diri juga masyarakat juga merupakan kontribusi dalam dunia pendidikan.
Peduli terhadap dunia pendidikan tidak harus berwujud seruan membaca buku, kepedulian kita terhadap pendidikan sejatinya tercermin dalam tingkat kepedulian kita terhadap kondisi lingkungan dan kondisi sosial masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan berpolitik juga dapat dikatakan sebagai bentuk nyata kepedulian kita terhadap dunia pendidikan. Bukankah meningkatnya kesejahteraan sosial merupakan tolak ukur dari keberhasilan sebuah program pendidikan? Barangkali, kita pernah mendengar pepatah  “Pendidikan adalah kasta tertinggi dalam dunia politik”, juga bisa jadi, karena stabilitas iklim politik pun memiliki pengaruh terhadap pendidikan.
Bukan bermaksud mengajak pembaca untuk terjun dalam ranah politik. Namun, semoga bisa membuka cakrawala pembaca bahwa ada banyak hal yang perlu kita perhatikan dan pastikan untuk berfungsi dengan benar, hanya untuk semata-mata menjaga kualitas pendidikan sebuah bangsa. Seraya menyatakan, bahwa kualitas pendidikan merupakan cerminan atas kesejahteraan dan kedigdayaan sebuah bangsa, sejarah mencatat bahwa dari sekian banyak klasifikasi masyarakat, hanya kaum intelektual yang peduli terhadap nasib rakyat kecil atau tertindas. Sehingga, wajar bila rakyat selalu rindu terhadap golongan intelektual yang hakiki sesungguhnya.
Oleh: @m.yfz
15 notes · View notes