#refleksi akhir tahun
Explore tagged Tumblr posts
Text
Pintu yang Ditutup
Beberapa hari lalu, merasa sangat beruntung karena bisa mendapatkan perspektif ini saat ngobrol dengan salah seorang guru kami.
Tak akan ada seorang manusiapun yang pernah bisa mengambil rezeki kita. Mau bagaimapun caranya. Meski ia menutup semua pintu yang kita miliki, rezeki itu akan tetap datang dengan jalan yang lain.
Kalau saat ini, kita melekatkan rezeki pada pekerjaan, pada hal-hal yang sedang kita lakukan. Semua itu bisa tiba-tiba hilang entah karena bencana alam, karena kemalingan, karena kecelakaan, karena di PHK, dsb. Mungkin kita akan jatuh, keyakinan kita ikut jatuh. Pikiran kita kalut, berujung depresi. Berujung ketakutan untuk mengambil keputusan-keputusan besar yang baik. Dan berbagai macam hal yang tak mampu kita lakukan karena takut rezeki yang telah kita genggam, hilang.
Ketakutan yang membuat hidup terasa semakin sempit, menilai diri begitu kecil, hingga tidak lagi memberi arti-arti besar pada mimpi-mimpi sewaktu kecil. Tak mampu lepas dari keterpurukan yang berlarut-larut. Karena takut, hilang rezeki.
Jangan takut.
Mau dunia sebentar lagi berakhir. Jika ada sesuatu yang memang jadi rezekimu, ia akan datang menghampirimu. Selama kita memiliki iman dan islam, maka itu sudah lebih dari cukup.
Cukuplah untuk terus berpikir baik pada diri kita sendiri dan Sang Pencipta. Karena Ia yang mampu menciptakan alam semesta ini, apa yang kita mintakan di dunia ini tidak sulit sama sekali bagiNya. <3
283 notes
·
View notes
Text
Pemkab Bengkulu Utara Gelar Doa Bersama dan Tausiyah, Refleksi Akhir Tahun 2024
Pemkab Bengkulu Utara Gelar Doa Bersama dan Tausiyah, Refleksi Akhir Tahun 2024 KANTOR-BERITA.COM, BENGKULU UTARA|| Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkulu Utara menggelar acara doa bersama dan tausiyah sebagai bentuk syukur sekaligus refleksi atas pencapaian selama tahun 2024, Acara yang berlangsung di Balai Daerah Bengkulu Utara pada Jumat, (27/12/24), ini dihadiri oleh berbagai elemen…
#Acara doa#Doa bersama#Mian#Refleksi akhir tahun#Rencana kerja#Syukur pencapaian#Tausiyah#Bengkulu Utara#Bupati#Pemkab Bengkulu Utara
0 notes
Text
Pemikiran Sejumlah Tokoh KAHMI Gorontalo dalam Peringatan Hari Ibu dan Refleksi Akhir Tahun
#Kahmi #Forhati #RefleksiAkhirTahun Pemikiran Sejumlah Tokoh KAHMI Gorontalo dalam Peringatan Hari Ibu dan Refleksi Akhir Tahun
Hargo.co.id, GORONTALO – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dan FORHATI (Forum Alumni HMI Wati) memperingati Hari ibu dan refleksi akhir tahun, Sabtu (30/12/2023). Kegiatan yang berlangsung di Graha KAHMI Kota Gorontalo itu diisi dengan dialog yang mengusung tema ‘Menjaga dan membangun bangsa : Gagasan KAHMI Gorontalo menuju Indonesia Emas 2045’. Dimana, sejumlah Tokoh senior KAHMI dan…
View On WordPress
0 notes
Text
Desember: Abidah yang Perlahan-lahan Berubah
Baik, ini adalah catatan bulanan terakhir di tahun 2024. Alhamdulillah. Sejak awal tahun, aku memang bertekad untuk menulis setidaknya satu kali dalam sebulan dan tulisan ini adalah penghujungnya. Apakah itu berarti proyek mencari yang ke-12 juga sudah berakhir? Sayangnya, tidak. Eh, mungkin lebih tepatnya belum.
Karena ini adalah tulisan terakhir di tahun 2024, aku akan menulis soal refleksi perjalanan dalam mencari yang ke-12 sejauh ini, senilai puluhan purnama. Jadi, harap bersabar jika tulisannya cukup panjang ya. Lagipula, kamu juga tidak perlu terburu-buru, tidak harus selesai membacanya dalam satu kali duduk.
Baik, bicara tentang berubah, aku ingat betul saat SMP dulu, guruku pernah bilang bahwa berubah itu adalah hal yang pasti terjadi dalam kehidupan. Manusia itu bergerak dan bertumbuh. Tapi paradoksnya, manusia juga menyukai kestabilan dan ketenangan. Jadi, apapun yang berubah dalam hidup itu adalah suatu hal yang wajar sekaligus menantang bagi kita untuk hadir dan memberikan respon terbaik.
Seperti Abidah yang perlahan-lahan berubah. Abidah sebelas bulan yang lalu, tentu berbeda dengan Abidah yang sekarang. Perbedaan itu juga terjadi entah dengan proses yang perlahan-lahan, maupun seketika karena adanya kejadian luar biasa.
Dalam proses mencari yang ke-12 sejak akhir tahun 2020 lalu, dan diakselerasi sejak awal tahun ini, aku mencatat empat poin yang dirasa telah berubah secara perlahan-lahan, namun pasti.
Pertama, aku dulu tidak suka dipanggil dengan sebutan Ibu. Aku lebih suka dipanggil dengan sebutan Mbak, Kak, atau langsung panggil nama saja karena menurutku, memang begitulah adanya, aku bukanlah seorang ibu dari siapapun. Namun, entah sejak kapan, beberapa orang yang kutemui di tempat umum mulai memanggilku dengan sebutan 'Bu'.
Saat awal-awal dulu, responku lebih sering baper atau ngedumel dalam hati. "Memangnya aku setua itu? Ibu darimana wong nikah aja belum," ucapku dalam hati setiap kali aku dipanggil Bu Abidah. Meski aku pun tahu bahwa mereka memanggilku dengan sebutan itu hanya demi memberikan kesan respek, tidak lebih, tidak kurang.
Bedanya saat ini, setiap kali namaku dipanggil dengan sebutan 'Bu', aku aminkan kencang-kencang dalam hati. Bahkan terkadang terbisik dalam lisan sambil berdoa, "Aamiin, semoga aku beneran jadi Ibu, ibunya anak-anak yang shalih dan shalihah" hehe. Ternyata, dengan begitu efeknya jauh lebih menenangkan dan menyenangkan.
Tentu saja, Abidah yang dulu dan Abidah yang sekarang hingga bisa merespon dengan cara yang berbeda bukan tercipta dalam satu malam, melainkan proses yang terjadi secara perlahan-lahan dan terbentuk menjadi suatu kebiasaan baru. Terlebih, aku memang setiap harinya jadi semakin cinta dan ngefans sama Ibuk, jadi aku bercita-cita bisa menjadi ibu yang baik juga kelak di masa depan.
Mari aminkan bareng-bareng yuk, hehe. Aamin yaa Rabbal'alamin.
Kedua, aku dulu alergi setiap kali ditanya kapan nikah? Sebenarnya sekarang juga masih agak alergi sih hehe, terutama kalau pertanyaannya cuma untuk basa-basi. Semacam mau tegas bilang, "I wish I also knew when" or "That's not your business, neither mine, only Allah knows".
Tapi setidaknya, alih-alih melengos dan pasang muka jutek lantas kepikiran berhari-hari, Abidah yang sekarang bisa meresponnya dengan lebih santai dan berimbang. Sederhananya, aku tinggal lempar senyum manis dan bilang, "Tahun ini, doakan saja ya" atau kalau yang bertanya adalah orang yang sudah cukup kukenal, aku bisa dengan santai bilang, "Aku juga penasaran kapan ya? Kamu ada calon yang bagus gak buat aku?"
Jadi, kalau gak mau dapat PR/beban hidup tambahan buat bantu nyariin kandidat yang bagus, kamu bisa berhenti menanyakan hal itu dan lebih baik fokus mendoakan saja, hehe. Aku pun berdoa, ayah ibukku lebih lagi, tanpa henti.
Menariknya, dibandingkan dengan orang-orang yang sibuk menanyakan pertanyaan keramat itu, Abidah (yang dulu) sendiri-lah yang lebih sering bertanya. Kapan ya aku nikah?
Dengan jujur aku beri tahu, pertanyaan kapan ya aku nikah sangat jauh lebih sulit untuk dihadapi dibanding pertanyaan kapan nikah dari orang lain. Aku pernah sampai di titik, apa iya jodohku sudah tiada jadi aku memang tidak akan bertemu dia di dunia? Atau pertanyaan lain yang lebih menyakitkan, mungkin aku memang tidak pantas/tidak cukup layak menikah dengan siapapun di muka bumi ini? Mengingat sudah puluhan kegagalan yang terjadi dalam lima tahun perjalanan mencari yang ke-12.
Aku berlindung kepada Allah dari godaan (bisikan) syaitan yang terkutuk.
Sungguh, wahai diri, dengan jujur dan rendah hati aku beri tahu, Allah Yang Maha Tahu itu juga Maha Bijaksana dan Maha Penyayang dari segala yang penyayang. Lebih dari rasa sayang seorang ibu kepada anaknya, lebih dari sekadar tingginya ego manusia untuk mencintai/membenci dirinya sendiri.
Maka dengan kasih sayang Allah, sejak awal 2024, aku pun mulai fokus pada apa yang bisa kulakukan daripada sibuk bertanya kapan. Aku mulai membuka diri untuk belajar dan menerima kekurangan daripada fokus mencari kesempurnaan dan validasi dari siapapun selain Allah. Semoga istiqomah dan Allah selalu rida.
Aku juga doakan, semoga kamu menemukan dan selalu bersama Allah dalam setiap langkah hidupmu. Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang, bukan?
Ketiga, aku dulu selalu takut dan khawatir tidak akan menemukan yang lebih baik dari seseorang yang aku temui saat ini.
Mungkin kamu pernah dengar kisah pencari kayu bakar, dia masuk ke dalam hutan untuk menemukan kayu bakar terbaik yang akan digunakan untuk menghangatkan diri malam hari nanti. Ada banyak pilihan kayu bakar yang ada di dalam hutan, sayangnya dari sekian banyak kayu yang ditemui sepanjang perjalanan, tidak ada yang sempurna sesuai dengan harapan si pencari kayu bakar. Mulai dari ukuran kayunya yang terlalu besar atau kecil, asal pohonnya yang mudah terbakar atau tidak, atau kayunya yang tidak cukup kering. Hingga malam pun tiba dan si pencari kayu bakar pun keluar dari hutan tanpa membawa apa-apa.
Bukannya menempatkan kisah itu pada tempat yang seharusnya yaitu memberikan semangat untuk berani mengambil keputusan, aku malah menangkapnya dengan cara yang berbeda dan mengubahnya menjadi ketakutan bahwa akulah si pencari kayu bakar itu. Pulang tanpa membawa apa-apa.
Meski setiap kisah 'gagal' yang terjadi selama proses mencari yang ke-12 berhasil membuat hatiku makin terbiasa dengan penolakan, entah itu aku yang menolak atau ditolak, saat Allah (melalui takdir terbaiknya) menyudahi proses dengan seseorang yang menurutku baik, Abidah yang dulu akan selalu diliputi rasa khawatir dan terus bertanya "Mengapa aku harus dipertemukan dengan orang baik ini, jika memang pada akhirnya tidak disatukan?" dan "Bagaimana jika nanti tidak ada lagi yang lebih baik dari orang ini?"
Dengan izin dari Allah, aku memilih untuk berjalan sedikit lebih jauh lagi dan menemukan jawabannya. Kini Abidah akan bilang, tidak semua orang baik yang Allah hadirkan dalam hidup kita itu membersamai kita selamanya, bisa jadi dia hadir hanya sebagai pelajaran. Lalu, untuk pertanyaan kedua yang selalu muncul, Abidah yang sekarang akan dengan yakin bilang, "Tentu saja! Dengan izin Allah, dari 8 miliar manusia di bumi, kamu hanya perlu 1 saja dan akan Allah kirimkan padamu, entah bagaimana pun caranya."
Dan memang itulah yang Allah buktikan padaku di awal Bulan Oktober lalu.
Meski lagi-lagi, jika memang dia harus pergi, aku ikhlas insha Allah, asalkan bukan Allah yang pergi.
Keempat, aku dulu sangat tergesa-gesa. Hampir dalam segala hal: sekolah, pekerjaan, menyelesaikan setiap tugas, mengambil keputusan, dan lain sebagainya.
Tidak terkecuali dalam mencari yang ke-12.
Beberapa proses hanya bertahan dalam hitungan pekan, bahkan ada yang hari atau jam saja. Ketemu, ngobrol, menemukan ketidakcocokkan, coret. Ditawari calon dari kenalan ayah, lihat detail tentang orangnya, gak sreg, tolak. Bahkan di saat orangnya belum kulihat dan kutemui secara langsung. Ada beberapa juga yang aku memang sudah merasa kurang klik dari awal, tapi orangnya baik, langsung saja kualihkan ke ayah, biar ayah yang menilai. Dan seperti yang dapat diprediksi, hasil akhirnya adalah kami tidak melanjutkan proses.
Hingga awal tahun 2024, setelah membuka diri untuk serius ikut kelas pra-nikah, Abidah yang sekarang mengusahakan untuk rutin istikharah, sehingga tidak ada satupun keputusan yang diambil tanpa melibatkan Allah di dalamnya. Entah singkat atau lama prosesnya, entah dengan perasaan yakin atau ragu saat pertama kali memulainya. Tapi ternyata ujiannya tetap saja ada.
Dari sekian banyak keputusan Allah untuk menyudahi proses, selesai dengan Cahaya yang Baik misalnya, menjadi pukulan yang cukup membekas di dalam memori. Aku merasa Cahaya yang Baik adalah seseorang yang terbaik setelah empat setengah tahun aku mencari. Tapi qadarullah, prosesnya harus diakhiri dengan alasan yang syar'i meski pemicu utamanya berkaitan dengan sifat manusia yang cenderung suka tergesa-gesa.
Saat itu, Abidah sudah lelah dan hampir menyerah. Tapi Allah Yang Maha Penyayang hanya ingin Abidah mengambil jeda dan belajar satu hal baru.
Ternyata, sifat tergesa-gesa tidak hanya bisa diobati dengan bersabar (menahan diri), tetapi juga dengan bersyukur (mengapresiasi apapun yang Allah beri). Abidah yang sekarang belajar hal baru tentang mendidik diri untuk lebih banyak bersyukur. "Kamu itu, Da, punya banyak teman yang baik-baik, lingkungan suportif dan positif, gak semua orang lho punya itu. Jadi, jangan lupa bersyukur," kata Ibuk saat aku bercerita tentang aktivitasku bersama teman-teman. Mulai dari teman SMP sampai teman S2, termasuk rekan-rekan di kantor.
Ya, ketergesaan untuk segera menemukan yang ke-12 membuatku lupa bahwa sepanjang dua puluh sembilan tahun aku hidup, karunia Allah itu berlimpah dan tidak terhingga nilainya, bahkan hampir semua tanpa aku minta. Allah berikan begitu saja. Masha Allah.
Mungkin, Allah ingin aku tahu, bahwa bukan level kesabaran yang saat ini Allah uji lewat proses lima tahun pencarian, tetapi level rasa syukur yang aku lupa untuk memupuknya dengan baik. Ya Allah, maafkan hamba.
Terlebih, bersyukur pun bisa diterapkan bukan hanya saat kita menerima nikmat, tetapi juga saat diuji oleh Allah untuk mendekat. Seperti seorang temanku di Bulan Oktober lalu yang lututnya dislokasi saat sedang bermain bola, respon pertama yang dia ucapkan adalah Alhamdulillah. Aku dibuat bingung karenanya. Bukankah sakit itu musibah? Bukankah ucapan yang paling tepat adalah Innalillahi atau Astaghfirullah?
Tapi, setelah ikut kajian di pertengahan Desember, Abidah yang perlahan-lahan berubah pun mengerti bahwa apapun yang terjadi di dunia ini entah itu tangis, luka, sedih, sakit, tawa, maupun bahagia, selama itu mendekatkan diri kita pada Allah, itu berarti kebaikan. Jadi, segala perkara, bagaimana kondisi kita saat ini atau kejadian apapun yang menimpa kita, semuanya Allah tahu dan selalu baik di mata Allah.
Karena yang mengatur dan memelihara segala apa yang ada di langit dan di bumi serta yang ada diantara keduanya adalah Dia, Allah Yang Maha Pemelihara, Maha Penyayang dari semua yang penyayang. Alhamdulillaahirabbil'alamin.
Terima kasih sudah membaca sampai akhir, semoga Allah mudahkan kita agar menjadi hamba yang pandai bersyukur.
Depok, 24 Desember 2024.
#menulis#catatan#desember#abidah yang perlahan-lahan berubah#mencariyangke12#bersyukur#bersabar#refleksi#akhir tahun#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat
8 notes
·
View notes
Text
Let The World Wait.
Menuju akhir dan pergantian tahun, barangkali kita tak asing dengan istilah refleksi dan resolusi. Refleksi untuk kilas balik hal-hal yang tercapai selama dua belas bulan berjuang, serta resolusi untuk kembali memasang target dan segala harapan di dua belas bulan berikutnya.
Aku pun demikian. Selama ini, bergantinya angka satuan di empat digit penanda tahun kalender, ternyata kumaknai sebatas refleksi, resolusi, yang tak jauh-jauh dari target dan pencapaian. Lantas jika target-target itu meleset dari lingkaran, aku kembali memberi label "kurang", "gagal", atau kalimat-kalimat bernada serupa pada diriku sendiri.
Sampai suatu hari, ada sebuah nasihat yang lewat di beranda media sosialku. Nasihat yang aku tak tahu selama ini aku butuhkan. Bahwa dunia masih bisa menunggu.
Iya, let the world wait. Biarkan dunia yang menunggumu, bukan malah dirimu yang terbalik menunggu-nunggu dan mengejar dunia. Apapun definisi "dunia" dalam bayanganmu, ia masih bisa menunggu nanti, esok, lusa, bulan depan, bahkan tahun berikutnya. Segala target, cita-cita, keinginan dan semacamnya masih bisa diusahakan lagi dan lagi sepanjang nafas masih dikandung hayat.
Let the world wait. Urusan dunia bisa nanti-nanti. Kalau salah masih bisa revisi. Kalau meleset, bisa atur ulang strategi. Kalau gagal, ya tinggal coba lagi. Hidup tak akan semudah itu hancur lebur karena laju kita tak sebalap orang-orang.
Dan, nasihat ini cukup membuatku kembali menilik diri sendiri. Kalau ada target yang belum tercapai di 2024, mari kita upayakan lagi di 2025. Entah dengan tujuan yang sama, atau perlu mempertimbangkan kembali arah langkah.
Kalau di 2024 masih ada yang belum terlaksana, insyaAllah masih ada kesempatan-kesempatan baik berikutnya di 2025. Malah barangkali, akan Allah ganti dengan yang jauh lebih indah dan tak bisa kita bayangkan di depan sana.
Kalau ada rencana-rencana yang ditakdirkan gagal di 2024, mari kita buat rencana-rencana baru di 2025. Selama yang kita usahakan dan harapkan adalah kebaikan, insyaAllah nanti Allah yang akan tunjukkan jalan entah bagaimanapun caranya.
Hidup ini maraton. Terlalu singkat bila hanya dipersempit maknanya sebagai sprint tahunan dan kejar-mengejar dengan dunia. Akan ada banyak kejutan di depan sana. Akan ada banyak kelokan, tanjakan, turunan, begitu seterusnya. Dan karena itulah, mari gunakan sebaik-baik energi dan sumber daya yang Allah berikan untuk bisa berhasil menginjakkan garis finish dengan hati yang tenang, lapang, ikhlas, dan ridho atas segala ketetapan takdir-Nya.
Let the world wait, so that we know Hereafter is waiting for every single decisions we make in this Dunya.
Let the world wait, but dont take everything for granted, because this Dunya is part of our test to be passed.
(Semarang, 20 Desember 2024. 11:27. Dalam kontemplasi akhir tahun, kepikiran karena lagi ngisi form capaian kinerja pegawai dan tetiba jadi tulisan corat-coret curcol ini. Menanti libur panjangg untuk pulang.)
5 notes
·
View notes
Text
Tema Refleksi Akhir Tahun "Indonesia Baru - Bogor Istimewa", Sambut Paslon Rudy-Ade?
RASIOO.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor menggelar refleksi akhir tahun 2024 bertemakan “Indonesia Baru – Bogor Istimewa” di Auditorium Sekretariat Daerah, Senin 30 Desember 2024. Tema pada refleksi jelang tahun peralihan masa jabatan kepala daerah itu, mengutip jargon pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Bogor terpilih Rudy Susmanto – Ade Ruhandi yakni “Bogor Istimewa”. Pj Bupati Bogor,…
0 notes
Text
Life Update: Perjalanan Menjadi Dewasa
Sebuah pesan masuk dari seorang teman, "Put, kemana aja? Kok jarang update apa pun di sosmed sih?"
Dalam hati bilang, "Loh, kan dari dulu juga emang jarang update sosmed anaknya haha,"
Pesan lain masuk lagi, "Life update atuh!"
Tunggu sebentar, dimintai life update, membuatku merefleksi hal-hal yang sudah kulalui sepanjang tahun ini. Serentetan peristiwa, pengalaman, orang-orang dan perspektif baru di tahun ini bermunculan dalam kepala.
Life update ini akan kumulai dari cara baruku dalam berpikir saat benar-benar memasuki fase dewasa. Kini aku baru paham kenapa banyak orang bilang menjadi dewasa itu menakutkan.
Karena ternyata ada langkah berat untuk memulai perjalanan sambil mempertimbangkan arah mana yang bisa cepat sampai tujuan. Belum lagi runtutan peristiwanya yang selalu memaksa kita lekas mengambil keputusan, sedangkan pelajaran tentang pengambilan keputusan tak pernah kita dapat di bangku sekolahan.
Seraya berhadapan dengan banyak tuntutan, kita selalu bertanya-tanya manakah yang sebaiknya kita putuskan? Sampai rasanya tak ingin cepat-cepat bertemu hari esok karena semuanya begitu membingungkan.
Namun, kenyataan tetaplah menjadi kenyataan. Setiap detiknya terus berjalan, bergantian dengan keharusan. Kini yang bisa diandalkan ialah keyakinan bahwa kita akan selalu baik-baik saja jika tetap mengikuti kata hati, bukan? Setidaknya, kata hati akan selalu menuntun kita pada jalan-jalan untuk dilalui atas kehendak Tuhan.
Walau mungkin nanti di pertengahan jalan akan selalu ada ketidaksesuaian, tapi ada keyakinan yang tetap dipertaruhkan. Sampai waktunya akan dipertemukan dengan hal-hal seru penuh makna yang menumbuhkan.
Pada akhirnya kita akan tetap melanjutkan perjalanan ini sambil menjinjing keyakinan bahwa Dia tak akan membawa kita sampai sini hanya untuk bertemu kesia-siaan.
1 note
·
View note
Text
“PT PLN (Persero) UIP JBTB Adakan Acara Refleksi Akhir Tahun 2023”
Dengan Menggelar Tasyakuran Bertajuk Coffee Morning General Manager PLN UIP JBTB dan Tasyakuran Project Suramadu Associated. Surabaya || Transisinews – General Manager PT PLN (Persero) UIP JBTB Anang Yahmadi menyampaikan bahwa acara tasyakuran ini merupakan refleksi akhir tahun sebagai wujud syukur atas keberhasilan sepanjang tahun ini sehingga tercapai keseluruhan target tahun 2023. Ditandai…
View On WordPress
#Coffee Morning#Project Suramadu Associated.#PT PLN (Persero) UIP JBTB#Refleksi Akhir Tahun 2023#Tasyakuran
0 notes
Text
Deactivated
Kalau dihitung-hitung, ini udah ketiga kali aku deactivated IG . Deactivated pertama akhir tahun lalu sampai awal tahun ini dalam waktu kurang dari tiga bulan. Deactivated kedua waktu bulan Agustus selama satu bulan lebih. Sedangkan yang ketiga kali ini gak tahu akan berapa lama.
Alasan deactivated pertama karena di waktu-waktu itu energi sosialku benar-benar kekuras habis. Setelah dipakai untuk sosialisasi, demi kepentingan promosi buku, dan juga aku lagi mengalami begitu banyak kehilangan beberapa bulan lalu. Seperti biasa, 'menghilang' sejenak dari peredaran orang-orang yang kukenal dan mengenalku dan juga mengurangi aktif main sosmed adalah salah satu caraku buat memulihkan diri. Sedangkan alasan deactivate kali ini selain karena aku lagi pengen punya banyak waktu buat belajar nulis, juga karena aku lagi mencoba untuk kembali digital detoks: mengurangi informasi-informasi tidak penting yang akhir-akhir ini sering membuatku sakit kepala.
Sebagai seseorang yang terlalu sering melakukannya, gak ada kesulitan berarti yang kurasakan. Mungkin ini juga salah satu efek gak lagi punya crush siapa-siapa awokawok jadi gak merasa punya alasan buat selalu hadir di media sosial, gak merasa punya kebutuhan buat 'mantau' seseorang, apalagi keperluan buat membalas pesan seseorang segera. Hidupku akhir-akhir ini lumayan damai: tanpa notifikasi, tanpa tau banyak hal, tanpa tekanan buat membalas pesan. Sesuatu yang bagi sebagian orang membosankan.
Dibanding deactivate sebelumnya, sepertinya deactivated kali ini yang membuatku lebih banyak punya bahan buat refleksi. Mungkin karena akhir-akhir ini aku mengalami begitu banyak kejadian yang secara aku sadari mengubah sudut pandangku akan beberapa hal. Sesuatu yang membuatku menjadi lebih dewasa dan juga mindful.
Beberapa refleksi yang aku dapatkan
Baca versi English nya di sini
1. I don't have many friends, i just know a lot of people.
Saat aku deactivate, ada beberapa orang yang menyadari hal itu dan segera mengirimkanku pesan. Mereka bertanya apakah aku baik-baik saja setelah merasa tidak pernah lagi melihatku online WhatsApp, ig ku deactivate, dan juga gak pernah lagi melihatku update story. Bahkan ada satu orang yang mengaku bahwa aku salah satu orang yang story nya gak dia mute karena dia selalu nungguin aku update story karena menurut dia bermanfaat >< mengetahui hal itu aku lumayan terlalu dan sempat nangis *dikit hahaha. Aku belajar kalau ternyata ya, kita suka gak sadar kalau kehadiran kita di hidup beberapa orang sepenting itu. Kita gak tahu kalau ternyata selama ini kita punya 'impact' dalam hidup orang, sekecil apa pun itu.
Dari situ juga aku belajar bahwa saat kita menghilang dari peredaran, beberapa orang mungkin akan menyadarinya dan mencari kita, tetapi sebagian besarnya tidak akan peduli. Alasannya bisa saja karena kehilangan kita gak membawa pengaruh apa-apa di hidup mereka alias kita gak sepenting itu dan it's okay. Hidup mereka akan tetap berjalan dengan ada atau tidak adanya kita. Kita gak perlu menjadi penting bagi semua orang. Karena kita pun juga pasti gak menganggap semua orang penting.
2. Waktu 24 jam selalu cukup bahkan lebih kalau gak kita pake buat main sosmed
Aku terbiasa baca satu buku sehari dengan jumlah 200-300 halaman. Tetapi semenjak deactivate kebiasaan itu nambah sampai jadi dua buku sehari. Goal baca 50 buku aku tahun ini udah tercapai dua bulan yang lalu, dan di tiga bulan menjelang ganti tahun ini alhamdulilah aku udah baca 75 buku. Karena gak punya banyak kegiatan selain bekerja, waktu yang dulu aku pakai buat main sosmed sekarang aku pakai buat baca lebih banyak buku, menulis, dan juga kegiatan produktif lainnya.
3. Media sosial adalah pemicu terbesarku untuk lebih mudah stres hahaha.
Aku tipikal orang yang mudah untuk menyerap sesuatu. Sehingga apa yang aku lihat, dengar, dan juga ketahui dari media sosial seringkali terlalu dalam aku rasakan dan juga pikirkan. Kaya berita tentang Palestina awal-awal tahun ini tuh sampe bikin aku gak berani buat buka sosmed saking takut dan gak bisa nahan nangis. Dan itu gak sehat sama sekali.
Beberapa tahun ini udah lumayan membaik karena karakter aku yang sekarang menjadi lebih bodo amat. Tapi tetap saja, ada beberapa hal yang gak berada dalam kontrol ku sama sekali, meskipun aku udah cukup berusaha untuk membatasi apa-apa yang mau aku tahu. Jadi ketika aku udah merasa kewalahan, aku sudah cukup paham bahwa itu adalah saatnya aku mengambil jeda sebentar.
Sebagai seseorang yang bekerja di creativity industry, aku tahu berhenti total main sosmed bukan keputusan yang bijak. Karena aku juga gak memungkiri bahwa dari media sosial jugalah aku dapat banyak kesempatan bagus, seperti dapat pengetahuan baru dan juga terhubung dengan banyak orang baik dan juga menginspirasi.
Yang perlu aku lakukan kini ialah menggunakan media sosial sebijak dan semindful mungkin. Memanfaatkannya sebagai tool yang bisa membantuku untuk berkembang menjadi lebih baik, alih-alih membiarkannya 'mengonsumsiku' sebebas mungkin.
61 notes
·
View notes
Text
Akhir tahun ini ditutup dengan pengejawantahan amor fati ya hehe. Nggak nyangka, sampe ditahap yang verifiying ini beneran? Serius? Ngelag bentar buat adaptasi dan realize that "was it true(?)". Jadi keinget momen bareng beberapa waktu yang lalu. Nanggis sih engga, lebih ke mixed feelings dan seolah olah dunia jadi monochrome.
Bentar, engga mau denial atas emosi ini. Refleksi atas rasa harap, lambungan doa, memanage interaksi, dan puncaknya kudu nglepas di atas peraduan takdir (ngela napas lebih berat). Ternyata kita nggak bersama. Definisi sakit tapi gak berdarah.
"Jatuh cinta dan patah hati itu energinya dahsyat banget. Bisa jadi dopamin bahkan endorphin, tapi juga berpotensi jadi kortisol, source of stress" biasanya ngomong begitu ke temen, tapi sekarang bisa ngerasain sendiri. Ternyata luar biasa sekali sensasi ambyarnya.
Kisahnya berakhir di sini. Cukup.
Mari diusahakan sembuh secara wajar dan utuh. Biarkan rapalan doa menjadi mantra di tengah jiwa yang lagi nelangsa. Derap kaki sudah seharusnya terus melangkah, menjumpai garis takdir terbaik dari Sang Penulis Skenario Hebat.
Gusarnya hanya sementara, akan pulih saat sudah masanya. Pelan pelan.
Mengenalmu adalah salah satu karunia yang tak pernah alpha ku syukuri. Ku nikmati kepergianmu, seraya memupuk ikhlas, sampai tandas.
Selamat berlayar…
13 notes
·
View notes
Text
2024
Asli baru bisa punya waktu lagi di hari ke-4 Januari 2025 karena kemiskoman w dengan bibi baru membuatnya pulang dari Selasa-Jumat, meninggalkan w dengan Mama bersama dua bayi 10 minggu yang gabisa ditinggal-tinggal ;~; jadi walaupun udah masuk tahun 2025 mari aku tuliskan sepatah-dua patah tulisan refleksi diri mengenai tahun 2024.
2024 tema besarnya emang hamil dan melahirkan, sih. Diawali dengan testpack positif bulan Maret, USG pertama di bulan April dan mendapatkan berita mengejutkan bahwa kehamilan pertama w adalah kehamilan kembar, lanjut 7 bulan hamil sendirian karena S2-nya Gio baru beres akhir Agustus. Bersyukur banget sih walaupun w hamil kembar yang menurut netizen dan Google biasanya berkali-kali lipat lebih berat, bahkan banyak juga yang harus resign, mengurangi aktivitas signifikan, sampai bedrest total - kehamilan w berjalan dengan alhamdulillah cukup lancar kecuali waktu pendarahan di minggu ke-16.
Sebagai orang yang ngga pernah ke dokter dan jarang ke RS, 2024 isinya adalah hospital visits 🤣 Mulai dari 2x seminggu pas awal, jadi sebulan sekali, terus 2 minggu sekali, terus seminggu sekali pas udah deket HPL - mengunjungi banyak dokter di Bandung, Jakarta, dan BSD, dan akhirnya balik ke Bandung waktu hamil udah masuk 34w karena takut keburu lahiran di BSD 😢 I wanna be home.
Kerjaan-wise, bagi w sekarang masih berada di kondisi limbo karena masih juga belum punya head of investment 😭 terus ya emang ga terlalu fokus juga sama kerjaan karena banyak yang w pikirin terutama tentang kehamilan dan persalinan wkwk maafkan aku kantor.
Tahun ini merasakan betapa beruntungnya w yang kantornya ngasih fasilitas asuransi kesehatan yang tahun polisnya mulai bulan Agustus jadi technically selama hamil dan lahiran w dapetin 2x plafon hhuw zuzur mahal sih perkontrolan dan pervitaminan bumil ini.... terus lahiran yang jadinya sesar pun bisa tercover lumayan dari asuransi kantor - cuma nambah buat bill bayi 1. Bayi 2 aku udah urusin asuransi kantornya jadi bisa di-reimburse. Mayan bu, sembilan juta karena masuk NICU 4 hari :(
W juga jadi banyak reach out ke fellow ibu-ibu hamil dan ibu-ibu in general untuk benchmarking, terutama ke kakak kelas yang punya anak kembar juga karena gimana sih cara navigasi kehidupan yang tidak disangka-sangka ini? Btw alhamdulillah banget dapet banyak bantuan secara finansial dan juga berbagai macam kado buat menyambut bayi-bayi ini hhu makasi ol semoga dibalas Allah dengan rizki berlipat ganda.
Gio pulang awal September, sempet sebulan break dulu aja sambil menemani w hamil, bayi lahir, terus alhamdulillah dia keterima kerja dong di dunia kerja yang lagi sulit ini😭 Memang rizkinya Lumi dan Isla aja hhuh karena jujur salah satu kekhawatiran w dikasih anak kembar adalah mengenai.... biaya. Mungkin ini ya hikmah menikah dan punya anak di umur matang (nikah umur 28 mepet 29 dan melahirkan di umur 30) karena mikirnya tuh jadi jauhhh ke depan, jadi lebih dewasa sih.
Dua bulan terakhir 2024 isinya cuma Isla sama Lumi aja sih. Menggegerkan hidup ya emang punya bayi tuh, apalagi langsung dapet dua. Wkwkkwkw.
Oh iya, di akhir 2024 ini pun akhirnya w bikin TikTok dengan ambisi untuk mendapatkan secondary income dan barang gratisan WQWQ cukup bangga dengan achievement bisa dapet hampir 100k likes dalam durasi sebulan lebih aja🤣 🤣 Udah dapet 3 produk gratisan dituker VT dan MoU endorse nanoinfluencer sama brand ASI booster wkwkwk plis gapapa aku jadi IRT ngurus bayi asal ada ART 2 biji. Tanggal 3 Februari aku balik kerja, sekarang lagi nabung ASIP di freezer mama karena nanti mereka harus minum ASI... mellow deh meninggalkan dua bayi lucu di rumah, semoga aku bisa jadi ibu yang baik walau di jam kerja aku nggak bersama mereka 😭 😭
Emang aku ada ambisi pribadi ingin jadi ibu bekerja sih karena itu yang aku nggak punya. Dulu mamaku sempet kerja pas punya anak tapi cuma tiga tahun doang, dan aku merasa kondisi ini tuh mempengaruhi persepsiku tentang peran perempuan dan laki-laki, dan aku tuh sebenernya orang yang gak pede banget buat apply-apply kerja karena selalu mikir bisa ga ya? Aku mau jadi role model buat anak-anak perempuanku, bahwa kita harus jadi perempuan berdaya!!
Yah pokoknya bismillah aja deh untuk semuanya!! Mohon maaf tulisan 2024 kayak gini aja, ditulis apa adanya tapi emang kalau ditanya 2024 kaya apa w gabisa jawab detil juga sih, it went by in a flash.
16 notes
·
View notes
Text
Refleksi 2023
@coklatjingga
2023 memang tak menjanjikan banyak ceria, namun setidaknya aku tetap melangkah di tengah suka dan duka hingga akhir masanya.
2023 memang tak berjanji ia bebas air mata, namun baiknya ia masih menyelipkan tawa di sela-sela duka.
2023, terima kasih atas sekumpulan rasa dan kisah yang tak terlupakan.
@aisyatulr
Sebab hidup tentang rangkaian terbatas serta intruksi yang rumit maka tahun kebelakang adalah kesusahan untuk menghadapinya, semoga banyak hal-hal baik yang datang menghampiri agar kesusahan lainnya bisa teratasi tanpa harus terluka dan tersiksa
@penaalmujahidah
Tahun lalu aku terluka, tapi gak apa-apa. Semoga luka itu menjadi penyiram kebahagiaan yang bisa kupanen di tahun ini.
@midnight-thought-and-daydreaming
2023 memang bukan yang terbaik, tapi juga bukan yang terburuk. Mungkin saja yang terbaik sudah lewat atau malah memang belum datang. Semoga berani dan kuat menjadi pengingat untuk tetap semangat.
@tulisanmimi
2023 rasanya nano-nano ya. Kamu menemukan versi terbaik, juga mengakui kelemahan-kelemahan yang ada pada dirimu. Kamu sekeren itu loh. Jadi hadapin tahun ini dengan hati yang lapang ya! ☺
@hexrtz0
2023 terima kasih telah hadir sebagai tahun yang penuh perjuangan. Perjalanan masih panjang, banyak yang perlu dibenahi untuk menjadi versi terbaik. Atau mungkin tiada akhirnya untuk terus jatuh bangun. Tapi, aku berharap tahun ini perjuanganku lebih menyenangkan dibanding tahunku sebelumnya.
@ceritajihan
Kupeluk hangat segala yang terjadi di 2023, kita berjuang bareng lagi yah. 2023 ngajarin aku untuk lebih berani ngambil tindakan sebelum banyak penyesalan terjadi, maaf karena aku belum semaksimal itu memanfaatkan waktu di tahun kemarin.
@philoshofy
Terima kasih 2023. Tahun yang telah mengantar aku untuk berani mengarungi pasang-surut badainya, membawa aku jauh lebih legawa untuk menjalankan dan menerima apa-apa yang sudah ditetapkan Sang Pencipta, juga membekali dengan hikmah dari se-inci langkah yang aku ambil.
@sitijubaedahputrimanguntur
Di 2023 kemarin aku sering sekali egois pada diri sendiri, aku mengambil keputusan yang enggak dipikirin dulu dan aku kehilangan banyak hal setelahnya, tahun ini semoga aku tidak ceroboh dalam bertindak pun dalam hal yang mendesak. Semoga aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik di tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang.
@nonaabuabu
Aku melihat lebih banyak hal-hal yang belum selesai di tahun yang telah berlalu namun aku melihat hati yang lebih kuat ketika tahun berakhir, pada dirimu sendiri.
@everyone_n.a
Tidak apa di tahun lalu tidak terwujud, percayakan semuanya pada tuhan mu dan dirimu, yakinkan bahwa kamu bisa kamu kuat, di tahun ini harapan dan keinginan mu itu bisa kamu raih.
@yulianti-rh
Tahun sudah berganti, dan perjalanan masih berlanjut. Akan ada banyak tawa yang menemani, mungkin juga tangis tak kalah dalam mengiringi. Semoga langkahmu kokoh, bahumu kuat. Meski terseok, tetaplah berjalan. Kau pasti bisa.
@sindilestariputrisworld
Kita mengarungi waktu demi waktu. Detik demi detik yang terus berdetak maju. Hingga penghujung tahun berlalu. Menjemput waktu yang baru, dipengawal tahun yang akan terus melaju.
Bagiku, tak ada yang istimewa. Kecuali segala yang dimaknai karena-Nya. Berusaha menyadari bahwa; berganti hitungan tahun, berarti menuju semakin dewasa, berarti semakin dekat untuk berpulang kepada-Nya.
Satu hal kegelisahan pada tahun itu, aku hampir kehilangan diri sendiri. Aku kehilangan jati diri.
Aku menjadi hamba, untuk tiap pasang mata yang harus khidmat menatap juga menetap pada segala pandang.
Namun pada tahun itu, aku menemukan arti dewasa. Bahwa menjadi dewasa berarti, mampu menangkap makna dalam setiap kejadian yang menimpa juga tabah pada apa-apa yang diberikan-Nya.
Duhai tahun yang baru, hadirmu sama sebagai yang telah berlalu. Bagiku, engkau adalah kesempatan, yang harus kulalui dengan kedewasaan, keikhlasan dan kesempurnaan dalam berbekal. Semoga, cinta hadir lebih banyak. Hikmah diraup tak terhitung, dan, teka-teki dalam setiap tanya terlengkapi tanpa harus aku menduga-duga (lagi).
I'm Hope.
Ketika 2023 telah berlalu.
41 notes
·
View notes
Text
Tahun Baru
Hidup di akhir zaman begitu kompleks.
Betapa banyak media sosial kita dijejali aib manusia yang diumbar-umbar, perseteruan ormas Islam, kezaliman yang merajalela, dan yang akhir-akhir ini adalah kebodohan pemimpin yang tidak amanah urusan orang banyak.
Dalam beberapa bulan ini, aku akhirnya menyadari perkataan Rumi :
Kemarin aku menjadi pintar. Aku ingin merubah dunia. Hari ini aku menjadi bijak. Aku ingin merubah diriku sendiri
Meski tak ku telan mentah-mentah. Aku berpikir kita bisa merubah diri sendiri dan beriringan merubah keadaan, akan tetapi porsi perbaikan diri harus prioritas.
Ambil rehat sejenak, muhasabah atas perjalanan yang telah dilewati. Saat kita siap, kita jadi lebih mantap mengubah dunia, menuju tak terbatas, dan melampauinya.
Selamat Tahun Baru Islam 1446 H.
***
Oiya dalam perenungan beberapa bulan ini, aku menulis buku berjudul "Tapak Mula : Refleksi Menuju Separuh Abad"
Kamu bisa membacanya gratis di :
15 notes
·
View notes
Text
Halo Oktober!
Banyak hal yang ingin kulakukan bersamamu di bulan ini. Salah satunya aku ingin mengendurkan beberapa ego, mencoba melihat sesuatu dari perspektif berbeda.
Beberapa lainnya kamu masih tonggak dasar yang ingin kujadikan garis mulai untuk kembali memenuhi impianku yang pernah sekarat di tangan korporat.
Sekarang aku di Aceh, setelah dua tahun lebih berdamai dengan bising kota Medan. Semoga aku menelusuri tempat ini sesuai rencana, dan kesempatan untuk pindah kota di akhir tahun tercapai.
Aku juga kembali menulis kisah cinta, dan sedang belajar banyak agar tak serampangan menulis opini. Mungkin aku akan lebih jarang menulis puisi, sebab hatiku sedang tidak penuh-penuhnya.
Bulan lalu pelajaran ku soal bahasa Jepang masih terhenti, pelajaran filsafat juga terhenti, aku masih saja di dasar. Tapi bertemu kamu justru aku ganti pelajaran ingin menjahit. Iya, aku tahu aku banyak maunya.
Entah sejak kapan aku ingin jadi generalis saja, soalnya bidang yang ingin kugeluti semakin jauh dan gelap. Formasi CPNS untuk kelautan nol besar, adapun hanya di BIN, dan aku tak berencana jadi analis.
Memang sudah saatnya berdamai, jika aku tidak akan kesana, menjadi salah satu konservator di negeri ini. Tidak apa-apa, masih banyak hal yang bisa kulakukan.
Hubunganku dengan ibu tak kunjung membaik, sepertinya sudahlah, biar saja begini adanya. Emosiku sudah terkuras dengan banyak hal. Aku sudah mencoba memahami beliau belasan tahun lamanya, jika akhirnya aku yang gagal dipahami barangkali perjuanganku cukup sampai disini.
Rasanya aku seperti mengadu nasib di sini, seolah tak ada yang mendengarkan. Tenang saja, aku masih tahu kok caranya berdoa, lalu setelahnya menelpon Ayah dan mengeluh panjang lebar untuk akhirnya refleksi diri. Sayangnya belum ada suami saja yang bisa kujadikan sandaran sambil marah-marah atau sayang-sayangan, semoga segera dipertemukan.
Tidak buru-buru kok, aku mau menikah saja sudah dianggap kemajuan pesat oleh Ayah dan temanku. Mengingat seberapa skeptis aku dulu. Jadi jika pun datang tahun depan atau sepuluh tahun lagi, tidak masalah, banyak hal yang bisa kulakukan sekarang. Meski urusan bertemu dengan yang kuingin masih harga mati. Maklum saja ya soal ini, aku masih keras kepala.
Hufth, sebenarnya banyak yang ingin kucurahkan, tapi ini saja dulu. Aku belum siap jadi diriku yang banyak bacot sampai rasanya over sharing. Biarlah itu bagian bagaimana aku tumbuh, meski sekarang aku harus terus belajar untuk terus tumbuh.
Aceh, 01 Oktober 2023
29 notes
·
View notes
Text
Refleksi 2024: Bangkit dari Kehilangan
Tahun ini, menjadi tahun untuk kembali bangkit. Bangkit dari titik bawah dalam hidup, berjuang kembali ke jalan semula. Kalau dari judulnya, bangkit dari kehilangan, ya.. bangkit, bangun. Sebelumnya, maaf kalau hal ini terus dibahas. Tapi, izinkan untuk menoreh kata demi kata tentang ini.
“Selalu ada hal yang bisa dipelajari”. Bahasa sederhananya, hikmah. Kata yang bijak untuk sebuah kehilangan. Menghadapi kehilangan, setiap orang punya cara yang berbeda-beda untuk bertahan. Satu cara untuk bertahan adalah BANGKIT. “Membangunkan” jiwa dan raga dari “tepiannya”. Yang awalnya bersembunyi dari keramaian, lalu ia mencoba kembali muncul ke permukaan. Mencoba kembali ke aktivitas biasa, walau butuh waktu dan proses yang lama sekalipun.
Sekilas mengingat momen-momen yang dilalui setahun ini. Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah, rasa kehilangan itu pelan-pelan bisa terobati. Tidak instan, tidak langsung sembuh 100 persen, tapi sedikit demi sedikit bisa dilalui. Proses akan menjawab dengan sendirinya, pernah suatu ketika salah seorang sahabat melontarkan kalimat ini. Benar juga. Dengan mau berproses, berarti kita mau untuk melangkah lebih jauh. Kalau bukan karena Allah, kalau bukan karena dorongan orang-orang di sekitar, mungkin sudah dari jauh-jauh hari stres dan rasa takut terus menghantui. Meratapi terus apa yang terjadi, tanpa berusaha untuk keluar dari kondisi itu.
Hikmah besar yang dirasakan dari kehilangan ini, adalah timbul keinginan untuk menulis dan menerbitkannya menjadi sebuah karya. Memberanikan diri ikut event menulis di @30haribercerita, sebuah platform di instagram dimana yang ikut event ini mengunggah cerita 1 day 1 story di feed instagramnya dalam satu bulan penuh di bulan Januari. Hasilnya, benar-benar belajar konsisten dan berani untuk menulis hingga dibaca oleh khalayak di dunia maya. Bahkan ada peserta event ini yang berhasil mengangkat cerita-cerita yang diunggahnya selama beberapa tahun menjadi buku dan diterbitkan. Kemudian, mengikuti event menulis antopologi “Puisi untuk Palestina” bersama puluhan author lainnya dari seluruh daerah di Indonesia, dan bukunya Alhamdulillah sudah terbit di Juni lalu. Walaupun baru di penerbit lokal, tapi ini sudah menjadi pencapaian luar biasa bagi diri sendiri. Semoga suatu saat bisa menerbitkan karya orisinil sendiri di penerbit nasional, bahkan kalau bisa menjangkau pasar internasional, Aamiin.
Dari ini, tersadar bahwa menulis rasanya bisa sedamai itu. Menulis, bisa menjadi jembatan bangkit dari rasa kehilangan. Menulis, bisa jadi kekuatan sendiri dalam proses menyembuhkan batin. Kita tak perlu merasa dihakimi, hanya perlu keberanian kuat untuk itu. Mengalir saja, tanpa perlu merasa terbebani. Lebih bersyukurnya lagi, tulisan kita bisa jadi penguat bagi orang lain yang mungkin sedang mengalami hal yang sama dengan kita.
Di luar daripada itu, mengoleksi buku bacaan lagi menjadi hikmah berikutnya. Menengok sebentar ke arah kumpulan buku bacaan. Tahun ini banyak juga koleksi bukunya, gumam si hati. Biasanya jarang beli buku, paling dalam setahun hanya 1-2 buku, atau bahkan tak ada yang dibeli. Tiap mampir, kalaupun ada buku yang diinginkan, hati menahan untuk tidak membelinya. Namun sejak momen itu, kebiasaan berkunjung ke toko buku balik lagi, meskipun sekadar menengok buku-buku yang sedang terpajang di sana. Kalau ketemu yang bagus, tanpa pikir panjang langsung membelinya. Teringat di masa kecil, alm ayah suka mengajak kami mampir ke toko buku, beliau mengizinkan kami membeli komik, yang digandrungi oleh anak-anak seusia kami kala itu. Bagi beliau, yang penting kami gemar membaca, baca buku apapun yang disukai.
Menjelang akhir tahun, ada tawaran mengajar privat untuk mahasiswa di kampus sini. Awalnya sempat ragu, takut, khawatir tak bisa maksimal, tapi akhirnya diambil juga kesempatan itu. Setelah menjalani dan menyelesaikan pembelajarannya, ternyata mengajar juga bisa jadi obat untuk menyembuhkan hati. Dengan kembali melakukan aktivitas yang menghadirkan atau dihadirkannya perasaan trauma, sedih, kehilangan, dan sebagainya, justru kita hendak mengembalikan perasaan itu dan berusaha menggantinya dengan syukur dan sabar. Jadi, kita tak kabur, sebaliknya kita hadapi situasi itu lagi.
Balik ke pernyataan di atas, “selalu ada yang bisa dipelajari”. Jika kita pandai mengambil hikmah dari setiap ujian, tantangan yang hadir, kita akan merasakan betapa besarnya nikmat dibalik semuanya. Kita tidak akan mudah terperosok ke lubang yang dalam. Kita akan tenang dalam mengambil sikap. Kita akan lebih bijak dalam menyoroti segala aspek yang ada dalam hidup kita. Kita akan lebih bisa mengeksplor diri kita lebih jauh lagi. Dari kacamata manusia biasa, tak bisa dipungkiri bahwa kepergian orang yang dicintai adalah kehilangan mendalam. Akan tetapi, yang harus selalu diingat, Allah akan selalu ada untuk kita. Rencana Allah itu pasti lebih baik, dan itu jadi misteri untuk kita telusuri dan hadapi. Kenangan, akan jadi penguat bagi kita untuk melangkah ke depan. Berkawan dengan diri sendiri, jadi teman paling nyata untuk mengarungi perjalanan berikutnya. Tapi.. jangan lupa juga, kita tidak sendirian. In sya Allah di luar sana masih banyak yang mau mendukung kita, menghargai proses yang sedang kita lalui, dan tidak mudah menghakimi keputusan apa yang kita ambil.
Terima kasih banyak 2024, telah menjadi kawan dalam bertumbuh, merasakan hadirnya perasaan itu, melepasnya pelan-pelan. Tidak apa-apa kalau lambat, tidak apa-apa kalau lama. Jangan terlalu mengikuti ekspektasi, sebab setiap individu punya waktunya masing-masing untuk berproses dalam hidupnya.
Hai, 2025. Kita berkawan ya, semoga banyak hal-hal baik yang datang, dimudahkan menggapai asa dan harapan yang belum terwujud di tahun-tahun sebelumnya, dimudahkan dalam menghadapi berbagai tantangan berikutnya, serta terus menjadi yang lebih baik setiap harinya.
#refleksi#renungan#2024#bangkitdarikehilangan#menghargaiproses#kenangan#berkawandengandirisendiri#bertumbuh#asadanharapan#menjadiyanglebihbaik
6 notes
·
View notes
Text
Sebuah Perjalanan Penuh Harap dan Pelajaran di Vienna *)
Kisah ini menjadi refleksi selama enam bulan saya melangkahkan kaki keluar rumah untuk bertualang dan menetap di luar negeri hingga kurang lebih 3 tahun ke depan. Saya memulai perjalanan ini dari sebuah mimpi untuk melanjutkan sekolah doktoral di luar negeri. Sudah itu saja. Ada seorang guru yang terus memotivasi saya. Beliau yang selalu menyalakan bara api semangat untuk terus bersiap menempuh pendidikan lebih tinggi ke tempat terbaik. “Saya yang ndak pandai Bahasa Inggris jak bise S3 di Spanyol, masa’ Danu yang pintar ndak bise,” kata beliau.
Ini selalu jadi kalimat andalan Pak Dodi Irawan setiap kali bertemu atau berdiskusi tentang pengalaman S3 beliau. Beliau dulunya guru SMP saya, tapi saat ini perjalanan karir dan takdir Tuhan menjadikannya Rektor Universitas Muhammadiyah Pontianak. Tidak ada yang berubah dari sosoknya yang saya kenal sejak 18 tahun lalu. Ramah dan bersahaja.
Sejujurnya tidak pernah ada mimpi akan ke Austria. Kalau pun saya pernah terpikir untuk bermimpi, maka tujuannya adalah ke Spanyol, tepatnya Barcelona. Karena ada klub sepakbola favorit saya di sana. Saya tahu tentang Austria hanya dari seorang kolega di Universitas Tanjungpura yang merupakan alumni dari salah satu kampus di sini. Pak Zairin Zain, beliaulah sosok selanjutnya yang menjadi salah satu pembuka jalan untuk sampai di luar negeri. Pada sebuah diskusi, beliau menjelaskan bahwa Austria memang bukan di Eropa Barat, cenderung di tengah. Tidak terlalu besar dan semegah negara-negara favorit, seperti Jerman, Perancis, Italia, atau Inggris, tapi kalau sudah di Eropa standar pendidikan tingginya sama saja. Toh, jalan-jalan keliling Eropa juga bisa asal sudah sampai di sana. Beliau juga yang akhirnya memperkenalkan saya dengan skema beasiswa Indonesia-Austria Scholarship Programme dan ASEA-UNINET. Kalimat beliau sederhana sekali: “Bang Adit, coba nia ada beasiswa ke Austria. Berkas-berkasnye ade kan?”
Itu kalimat yang mengawali perjalanan saya. Sejak itulah harapan untuk ke Austria dimulai. Petualangan dimulai dengan mengumpulkan berkas-berkas hingga berkomunikasi dengan calon pembimbing doktoral di University of Vienna. Akhirnya pada 29 September 2020 menjadi tanggal bersejarah karena seorang anak dari Kota Pontianak dinyatakan menerima beasiswa untuk studi lanjut di Austria tepatnya kota Vienna. Perjalanan itu dimulai tepat pada 30 September 2021 setelah setahun persiapan keberangkatan.
Vienna adalah sebuah kota yang indah dan nyaman untuk ditinggali. Setidaknya itu kesan saya dari sejak pertama menginjakkan kaki pada tanggal 1 Oktober 2021. Kota ini adalah perpaduan cuaca cerah dan mendung dengan sesekali angin bertiup menghembuskan udara dingin. Sarana transportasi sangat mudah. Berbelanja bahan makanan atau menemukan restoran halal bukan perkarasa susah, banyak pilihan.
Kota ini memberikan banyak pelajaran berharga. Baik secara ilmu di kampus formal maupun kampus kehidupan. Institusi tempat saya menempuh pendidikan memiliki sistem administrasi berbasis daring yang luar biasa. Fasilitas referensi dengan basis data di laman perpustakaan daring juga memadai. Saya merasa mudah sekali mengakses buku atau artikel jurnal berkualitas dengan akun yang diberikan. Banyak juga ditawarkan mata kuliah atau kuliah tamu yang begitu bermanfaat untuk menunjang perkembangan sekolah doktor. Kolega di kantor juga baik sekali. Para staf akademik dan tim program doktor di fakultas serta program studi yang sangat ramah dan membantu proses administrasi, teman-teman sesama mahasiswa dan peneliti yang juga sama baiknya mengajarkan proses adaptasi selama di kantor, serta pembimbing disertasi yang begitu peduli. Saya amat bersyukur berada di lingkungan kerja dan kampus ini.
Hidup di Vienna juga tentang belajar menyeimbangkan waktu kerja dan menikmati hidup. Sebuah tren work life balance yang tidak hanya basa-basi. Jarang sekali ada interaksi tentang pekerjaan di luar jam kerja. Akhir pekan adalah milik keluarga. Bahkan toko dan pasar tutup di hari Minggu. Kecuali restoran karena biasa digunakan masyarakat untuk bercengkrama menikmati waktu libur atau toko-toko sembako di titik tertentu yang esensial, seperti stasiun besar. Di sini kami belajar untuk menikmati akhir pekan sebagai hadiah dari lima hari kerja yang melelahkan.
Selain itu, orang di Vienna sangat tepat waktu. Kenapa? Karena semua sarana transportasi tepat janji saat tiba dan berangkat. Kita dengan bantuan aplikasi transportasi atau peta di Google dapat dengan presisi mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai di satu lokasi. Tidak ada alasan untuk telat karena alasan macet seperti di Indonesia.
Pelajaran kehidupan lainnya yang didapat selama di perantauan adalah bertemu dan bercengkerama dengan sesama mahasiswa atau penduduk Indonesia. Sejak awal tiba di Austria, saya dan teman langsung disambut oleh Mas Jaya Addin Linando, Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Austria (PPIA). Pada malamnya kami juga diundang oleh sesama mahasiswa untuk makan malam dengan menu khas Indonesia. Hari-hari selanjutnya juga diwarnai dengan berbagai pertemuan bersama orang-orang Indonesia lainnya, mulai dari sesama anggota PPIA hingga Warga Pengajian Austria (Wapena). Bahkan jika dihitung, di komplek asrama mahasiswa yang saya tempati terdapat sekitar 10 orang pelajar Indonesia. Tidak jarang kami mengobati rindu dengan obrolan santai tentang kampung halaman. Kami juga rutin berkumpul sambil memasak makanan Indonesia dan menikmati kota bersama dengan jalan santai atau berbelanja. Salah satu yang paling berkesan adalah ketika dua teman terjangkit COVID-19, kami saling mengirimkan makanan dan obat selama fase karantina.
Meski demikian, jangan tanya soal rindu. Ini yang paling berat. Rindu istri dan anak-anak, keluarga, makanan, teman, dan suasana kampung halaman. Istri dan anak-anak yang dengan penuh kerelaan melepas saya berangkat. Mereka pula yang terus memberikan semangat tanpa putus. Anak-anak yang masih usia di bawah 6 tahun, tapi begitu dewasa bersikap saat mengantar keberangkatan. Istri yang harus berjibaku dalam mengurus anak tanpa saya. Perjalanan ini akan selalu jadi pengingat betapa saya harus banyak membalas dengan lebih banyak kebaikan dan kasih sayang.
Rindu kadang terobati dengan panggilan video atau mengamati lini masa media sosial, tapi tidak jarang ia begitu memuncak. Karena saya hanya bisa melihat perkembangan anak-anak dari layar kaca, mendengarkan kisah istri selama mengasuh mereka, dan mendengar kabar keluarga yang sakit atau perkembangan COVID-19 di Pontianak. Rindu itu jadi sungguh sangat berat. Akhirnya semua itu menyisakan doa-doa dan harapan agar hati kembali kuat. Sehingga saya bisa bilang perjalanan ini amat penuh harap. Harapan untuk bisa berkumpul dengan keluarga dan mengobati kerinduan.
Satu kejadian yang begitu berkesan dari kisah tentang rindu adalah ketika pembimbing saya, Prof. Petra Dannecker, menanyakan kondisi keluarga di Indonesia. Ketika beliau tahu kalau kami sedang menanti kelahiran anak ketiga. Responnya adalah menyuruh pulang karena saat musim dingin juga tidak ada aktivitas apa-apa di kampus. Kalimat setelahnya yang membuat saya begitu terenyuh dan tersentuh. “Penting untuk anakmu tahu kalau dia punya seorang ayah,” ucap beliau dalam Bahasa Inggris.
Rindu yang dipendam pun seketika pecah, runtuh sudah pertahanan. Saya menangis di dalam hati ketika mendengar kalimat itu, begitu terharu. Beliau amat memperhatikan kondisi psikologis bimbingannya selama di sini. Perasaan seorang ayah yang menanti dengan harap cemas akan proses kelahiran anak yang hanya tinggal dua bulan, tapi harus tetap memfokuskan diri untuk memulai sekolah di perantauan.
Tuhan selalu punya jalan-jalan terbaik. Tidak pernah terbayangkan buda’ Pontianak ini akan pulang pergi ke luar negeri dalam hitungan bulan. Dalam rencana awal pun, kami sudah merelakan akan saling menatap layar kaca saat proses melahirkan tersebut. Tuhan begitu baik memberikan kesempatan kepada saya menemankan istri selama proses melahirkan dan menyambut putri kecil kami secara langsung. Hingga untuk mengenang persiapan dan perjalanan ini, kami menyematkan Vienna sebagai nama tengah untuk anak ketiga yang lahir pada bulan Desember 2021.
Kisah-kisah di Vienna pada akhirnya mengajarkan saya untuk senantiasa belajar bersyukur dengan semua yang telah diterima hingga saat ini. Lima bulan ini begitu banyak cerita yang begitu berharga untuk dijadikan bahan pendewasaan diri. Tentunya masih ada puluhan bulan penuh harap yang akan saya lalui. Pembelajaran diri pasti terus didapatkan seiring berjalannya waktu di kota yang indah. Seperti judul di atas, perjalanan di kota ini penuh harap dan pelajaran.
Adityo Darmawan Sudagung, 1 Maret 2022
*) Tulisan ini dikirimkan pada Writing Contest PPI Edufest 2022 dengan tema "Sepenggal kisah dari penjuru dunia, sejuta inspirasi untuk Indonesia" dan mendapatkan honorable mention.
2 notes
·
View notes