#perjalanan riset
Explore tagged Tumblr posts
Text
Sebuah Perjalanan Penuh Harap dan Pelajaran di Vienna *)
Kisah ini menjadi refleksi selama enam bulan saya melangkahkan kaki keluar rumah untuk bertualang dan menetap di luar negeri hingga kurang lebih 3 tahun ke depan. Saya memulai perjalanan ini dari sebuah mimpi untuk melanjutkan sekolah doktoral di luar negeri. Sudah itu saja. Ada seorang guru yang terus memotivasi saya. Beliau yang selalu menyalakan bara api semangat untuk terus bersiap menempuh pendidikan lebih tinggi ke tempat terbaik. “Saya yang ndak pandai Bahasa Inggris jak bise S3 di Spanyol, masa’ Danu yang pintar ndak bise,” kata beliau.
Ini selalu jadi kalimat andalan Pak Dodi Irawan setiap kali bertemu atau berdiskusi tentang pengalaman S3 beliau. Beliau dulunya guru SMP saya, tapi saat ini perjalanan karir dan takdir Tuhan menjadikannya Rektor Universitas Muhammadiyah Pontianak. Tidak ada yang berubah dari sosoknya yang saya kenal sejak 18 tahun lalu. Ramah dan bersahaja.
Sejujurnya tidak pernah ada mimpi akan ke Austria. Kalau pun saya pernah terpikir untuk bermimpi, maka tujuannya adalah ke Spanyol, tepatnya Barcelona. Karena ada klub sepakbola favorit saya di sana. Saya tahu tentang Austria hanya dari seorang kolega di Universitas Tanjungpura yang merupakan alumni dari salah satu kampus di sini. Pak Zairin Zain, beliaulah sosok selanjutnya yang menjadi salah satu pembuka jalan untuk sampai di luar negeri. Pada sebuah diskusi, beliau menjelaskan bahwa Austria memang bukan di Eropa Barat, cenderung di tengah. Tidak terlalu besar dan semegah negara-negara favorit, seperti Jerman, Perancis, Italia, atau Inggris, tapi kalau sudah di Eropa standar pendidikan tingginya sama saja. Toh, jalan-jalan keliling Eropa juga bisa asal sudah sampai di sana. Beliau juga yang akhirnya memperkenalkan saya dengan skema beasiswa Indonesia-Austria Scholarship Programme dan ASEA-UNINET. Kalimat beliau sederhana sekali: “Bang Adit, coba nia ada beasiswa ke Austria. Berkas-berkasnye ade kan?”
Itu kalimat yang mengawali perjalanan saya. Sejak itulah harapan untuk ke Austria dimulai. Petualangan dimulai dengan mengumpulkan berkas-berkas hingga berkomunikasi dengan calon pembimbing doktoral di University of Vienna. Akhirnya pada 29 September 2020 menjadi tanggal bersejarah karena seorang anak dari Kota Pontianak dinyatakan menerima beasiswa untuk studi lanjut di Austria tepatnya kota Vienna. Perjalanan itu dimulai tepat pada 30 September 2021 setelah setahun persiapan keberangkatan.
Vienna adalah sebuah kota yang indah dan nyaman untuk ditinggali. Setidaknya itu kesan saya dari sejak pertama menginjakkan kaki pada tanggal 1 Oktober 2021. Kota ini adalah perpaduan cuaca cerah dan mendung dengan sesekali angin bertiup menghembuskan udara dingin. Sarana transportasi sangat mudah. Berbelanja bahan makanan atau menemukan restoran halal bukan perkarasa susah, banyak pilihan.
Kota ini memberikan banyak pelajaran berharga. Baik secara ilmu di kampus formal maupun kampus kehidupan. Institusi tempat saya menempuh pendidikan memiliki sistem administrasi berbasis daring yang luar biasa. Fasilitas referensi dengan basis data di laman perpustakaan daring juga memadai. Saya merasa mudah sekali mengakses buku atau artikel jurnal berkualitas dengan akun yang diberikan. Banyak juga ditawarkan mata kuliah atau kuliah tamu yang begitu bermanfaat untuk menunjang perkembangan sekolah doktor. Kolega di kantor juga baik sekali. Para staf akademik dan tim program doktor di fakultas serta program studi yang sangat ramah dan membantu proses administrasi, teman-teman sesama mahasiswa dan peneliti yang juga sama baiknya mengajarkan proses adaptasi selama di kantor, serta pembimbing disertasi yang begitu peduli. Saya amat bersyukur berada di lingkungan kerja dan kampus ini.
Hidup di Vienna juga tentang belajar menyeimbangkan waktu kerja dan menikmati hidup. Sebuah tren work life balance yang tidak hanya basa-basi. Jarang sekali ada interaksi tentang pekerjaan di luar jam kerja. Akhir pekan adalah milik keluarga. Bahkan toko dan pasar tutup di hari Minggu. Kecuali restoran karena biasa digunakan masyarakat untuk bercengkrama menikmati waktu libur atau toko-toko sembako di titik tertentu yang esensial, seperti stasiun besar. Di sini kami belajar untuk menikmati akhir pekan sebagai hadiah dari lima hari kerja yang melelahkan.
Selain itu, orang di Vienna sangat tepat waktu. Kenapa? Karena semua sarana transportasi tepat janji saat tiba dan berangkat. Kita dengan bantuan aplikasi transportasi atau peta di Google dapat dengan presisi mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai di satu lokasi. Tidak ada alasan untuk telat karena alasan macet seperti di Indonesia.
Pelajaran kehidupan lainnya yang didapat selama di perantauan adalah bertemu dan bercengkerama dengan sesama mahasiswa atau penduduk Indonesia. Sejak awal tiba di Austria, saya dan teman langsung disambut oleh Mas Jaya Addin Linando, Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Austria (PPIA). Pada malamnya kami juga diundang oleh sesama mahasiswa untuk makan malam dengan menu khas Indonesia. Hari-hari selanjutnya juga diwarnai dengan berbagai pertemuan bersama orang-orang Indonesia lainnya, mulai dari sesama anggota PPIA hingga Warga Pengajian Austria (Wapena). Bahkan jika dihitung, di komplek asrama mahasiswa yang saya tempati terdapat sekitar 10 orang pelajar Indonesia. Tidak jarang kami mengobati rindu dengan obrolan santai tentang kampung halaman. Kami juga rutin berkumpul sambil memasak makanan Indonesia dan menikmati kota bersama dengan jalan santai atau berbelanja. Salah satu yang paling berkesan adalah ketika dua teman terjangkit COVID-19, kami saling mengirimkan makanan dan obat selama fase karantina.
Meski demikian, jangan tanya soal rindu. Ini yang paling berat. Rindu istri dan anak-anak, keluarga, makanan, teman, dan suasana kampung halaman. Istri dan anak-anak yang dengan penuh kerelaan melepas saya berangkat. Mereka pula yang terus memberikan semangat tanpa putus. Anak-anak yang masih usia di bawah 6 tahun, tapi begitu dewasa bersikap saat mengantar keberangkatan. Istri yang harus berjibaku dalam mengurus anak tanpa saya. Perjalanan ini akan selalu jadi pengingat betapa saya harus banyak membalas dengan lebih banyak kebaikan dan kasih sayang.
Rindu kadang terobati dengan panggilan video atau mengamati lini masa media sosial, tapi tidak jarang ia begitu memuncak. Karena saya hanya bisa melihat perkembangan anak-anak dari layar kaca, mendengarkan kisah istri selama mengasuh mereka, dan mendengar kabar keluarga yang sakit atau perkembangan COVID-19 di Pontianak. Rindu itu jadi sungguh sangat berat. Akhirnya semua itu menyisakan doa-doa dan harapan agar hati kembali kuat. Sehingga saya bisa bilang perjalanan ini amat penuh harap. Harapan untuk bisa berkumpul dengan keluarga dan mengobati kerinduan.
Satu kejadian yang begitu berkesan dari kisah tentang rindu adalah ketika pembimbing saya, Prof. Petra Dannecker, menanyakan kondisi keluarga di Indonesia. Ketika beliau tahu kalau kami sedang menanti kelahiran anak ketiga. Responnya adalah menyuruh pulang karena saat musim dingin juga tidak ada aktivitas apa-apa di kampus. Kalimat setelahnya yang membuat saya begitu terenyuh dan tersentuh. “Penting untuk anakmu tahu kalau dia punya seorang ayah,” ucap beliau dalam Bahasa Inggris.
Rindu yang dipendam pun seketika pecah, runtuh sudah pertahanan. Saya menangis di dalam hati ketika mendengar kalimat itu, begitu terharu. Beliau amat memperhatikan kondisi psikologis bimbingannya selama di sini. Perasaan seorang ayah yang menanti dengan harap cemas akan proses kelahiran anak yang hanya tinggal dua bulan, tapi harus tetap memfokuskan diri untuk memulai sekolah di perantauan.
Tuhan selalu punya jalan-jalan terbaik. Tidak pernah terbayangkan buda’ Pontianak ini akan pulang pergi ke luar negeri dalam hitungan bulan. Dalam rencana awal pun, kami sudah merelakan akan saling menatap layar kaca saat proses melahirkan tersebut. Tuhan begitu baik memberikan kesempatan kepada saya menemankan istri selama proses melahirkan dan menyambut putri kecil kami secara langsung. Hingga untuk mengenang persiapan dan perjalanan ini, kami menyematkan Vienna sebagai nama tengah untuk anak ketiga yang lahir pada bulan Desember 2021.
Kisah-kisah di Vienna pada akhirnya mengajarkan saya untuk senantiasa belajar bersyukur dengan semua yang telah diterima hingga saat ini. Lima bulan ini begitu banyak cerita yang begitu berharga untuk dijadikan bahan pendewasaan diri. Tentunya masih ada puluhan bulan penuh harap yang akan saya lalui. Pembelajaran diri pasti terus didapatkan seiring berjalannya waktu di kota yang indah. Seperti judul di atas, perjalanan di kota ini penuh harap dan pelajaran.
Adityo Darmawan Sudagung, 1 Maret 2022
*) Tulisan ini dikirimkan pada Writing Contest PPI Edufest 2022 dengan tema "Sepenggal kisah dari penjuru dunia, sejuta inspirasi untuk Indonesia" dan mendapatkan honorable mention.
2 notes
·
View notes
Text
Terkadang terlalu cepat menarik kesimpulan, seolah kita tahu apa yang terbaik. Saat sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, ada rasa kecewa yang muncul. Padahal mungkin keputusan yang terasa tidak baik adalah cara-Nya melindungi kita dari sesuatu yang tak kita pahami.
Dalam setiap kejadian, entah kita anggap baik atau buruk, ada rencana besar-Nya. Mungkin hanya melakukan riset sederhana, berharap segalanya sesuai harapan. Namun, ketika hasilnya berbeda, sering kali terjebak dalam asumsi dan ekspektasi.
Saya sadari, menemukan kelapangan hati butuh waktu. Itu tidak datang tiba-tiba. Ketenangan hati rupanya muncul ketika terus belajar percaya, bahwa apa pun yang terjadi adalah kehendak-Nya. Ini bukan tentang cepat memahami atau menerima, tetapi tentang proses terus-menerus untuk melatih hati agar tetap tenang.
Pada akhirnya, saya kembali diingatkan bahwa ini adalah perjalanan. Latihan sabar, latihan percaya. Mungkin tidak mudah, tapi di situlah proses menemukan ketenangan sejati, perlahan, dari dalam diri sendiri.
| 13 Oktober 2024 |
35 notes
·
View notes
Text
Penolakan Kesekian
Hari ini salah satu naskahku ditolak penerbit. Mereka menyertakan alasan, naskahnya terlalu puitis untuk nonfiksi dan pula bukan fiksi. Naskah ini adalah naskah pertama yang kuselesaikan, berisi banyak tulisan afirmasi sebagaimana aku menulis jurnal di awal-awal aku menulis di tumblr.
Isinya itu nyaris semuanya katarsisku di masa itu, yang setelah kufilter cukup layak untuk dibagi. Judul naskahnya sendiri aku buat Tetaplah Hidup, sesuai dengan judul akun ini.
Perjalanan naskah ini udah panjang, pernah diterima penerbit semi mayor tapi dianggurin satu tahun dan akhirnya aku tarik kembali. Sudah ditolak empat penerbit mayor. Tapi baru kali ini memberikan alasan penolakan, jadi itu cukup membuat aku merasakan sesuatu, semacam tulisanku nggak cukup puitis jadi puisi, tapi terlalu puitis sebagai buku pengembangan diri.
Sebelum mengirimkan naskah biasanya aku selalu riset penerbit itu gimana, jadi bukan asal kirim. Sebisa mungkin aku pilih yang tulisanku sesuai dengan tipe buku-buku yang mereka terbitkan. Baru kali ini akhirnya aku merasa, mungkin memang tulisanku yang itu bukan sejenis tulisan yang disukai pasar sehingga nggak banyak penerbit yang menerbitkan tulisan sejenis, tulisan yang tiba-tiba pengen kusebut sebagai afirmatif/reflektif puitis. Atau sepertinya, emang mainku masih stagnan di penerbit yang itu-itu aja.
Kalau ditanya apa akhirnya aku merasa sesuatu yang buruk, ada sedikit, perasaan di mana aku merasa asing untuk diterima, seolah nggak sesuai pasar. Tapi bisa jadi, itu justru hal yang menarik dari caraku menulis, meski kemungkinan besar tetap banyak tulisan semisal yang masih jarang kutemui diterbitkan penerbit-penerbit yang kuketahui.
Sekarang, tulisanku sudah nggak banyak yang reflektif, sepenuhnya aku bergeser ke tulisan puisi dan fiksi lainnya. Entah mungkin karena aku merasa selesai mengeksplor diri aku dalam bentuk tulisan yang reflektif, atau bisa jadi aku sudah menggeser caranya aja dan menjadi benar-benar puitis.
Tapi omong-omong soal menulis reflektif, itu adalah momen paling menyenangkan saat beberapa orang menyampaikan bahwa meraka juga merasakan dan mengambil pelajaran dari tulisanku. Aku merasa lebih berdampak. Alasan yang kupakai untuk benar-benar menjadi penulis, setelah pernah mimpi itu aku tidurkan bertahun-tahun lamanya.
Aku harap, apapun yang kutulis sekarang, tetap memberikan dampak, setidaknya penghiburan untuk jiwa-jiwa yang lelah, entah karena cinta, entah karena negara.
Omong-omong, insyaAllah masih dalam bulan ini, kalau nggak ada aral melintang buku pertamaku akan segera rilis. Meski aku mungkin rada sungkan promosi di sini, karena sepertinya pengikut akun ini adalah pembaca tulisan afirmatifku yang dulu atau pembaca tulisan sajak / suratku yang menye sekarang. Sedangkan buku yang mau terbit ini adalah buku puisi yang isinya kebanyakan satire dan sarkas, dengan tema sosial. Tapi sebagai akun media sosialku yang paling menjangkau banyak orang, kalian lagi membaca naskah promosi pertamanya sekarang, hehe.
46 notes
·
View notes
Text
Bisikan
Dalam perjalanan riset buat menulis sebuah naskah di tahun 2020 lalu, ada beberapa statement yang sama - terjadi di beberapa orang sekaligus. Yaitu ia kayak mendengar bisikan di dalam kepalanya kalau ada orang yang tidak suka dengannya, ada orang yang membicarakannya di belakang. Padahal tidak ada.
Merasa diri tidak perlu dikasihani, padahal tidak ada yang mengasihani. Merasa diri memiliki perspektif yang benar, padahal tidak ada yang menyalahkan.
Pikiran itu memumpuk rasa tidak percaya yang berlebih, bahkan saat orang lain berniat baik pun disangka ada kepentingan. Yang kemudian terjadi adalah kesulitan-kesulitan yang dihadapi untuk menjalani relasi di berbagai bentuk. Padahal relasi ini mungkin tidak menetap dan akan terus berkembang. Sebagaimana kata bijak yang mengatakan : siap fase ada temennya, setiap teman ada fasenya. Tentu hal yang paling di rekomendasikan untuk mengatasi hal itu adalah minta bantuan ke layanan kesehatan mental yang profesional Akan tetapi, fokusku bukan itu kemarin saat melakukan riset, tapi berusaha untuk menyelami cara berpikir dan cara pandang yang demikian. Cara pandang yang terasa sangat menyakiti diri, hanya saja hal-hal seperti ini memang tidak mudah untuk seketika meniadakannya.
Akan menjadi semakin besar layaknya bara api yang disiram minyak, kalau tipikal orang yang serupa bertemu, saat asumsi-asumsi itu divalidasi. Semakin bias antara khayalan dan kenyataan. Berat menjalani hidup yang demikian. Rasanya dulu waktu membaca lembar demi lembar cerita yang masuk, aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjalaninya.
65 notes
·
View notes
Note
Hai kak! Salam kenal, aku baru baca tulisan kakak, dan aku suka banget!
Aku baca tulisan kakak tentang gelisah. Aku punya pemikiran yang sama, bahwa kegelisahan ku hari ini, (semoga benar) adalah petunjuk spesifik buat aku melangkah lebih jauh. Tapi kadang juga, aku ragu kak.
Gimana ya kak, merawat keyakinan soal hal yang pengen kita perjuangkan itu?
Oiya kak, mohon doanya ya semoga bisa melanjutkan studi dengan bantuan LPDP juga~ hihi.
Barakallahufiik, kakak! ✨
Merawat Gelisah
Doa
Tuhanku, Engkau telah berfirman dalam ayat muhkam pada Kitab-Mu, "Memohonlah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan." Ini aku, menghadap-Mu tanpa sedikitpun kekuatan dan kuasa. Aku memasrahkan diri kepada-Mu, agar Engkau sudi menghidupkan hati segenap umat kami; laki-laki dan perempuan, kaum tua dan muda, pemimpin dan rakyat.
- Dr Majid al Kilani (Model Kebangkitan Umat Islam)
Rawatlah kegelisahan itu dengan doa. Doa ini menjadi bentuk penegasan bahwa standing position kita — sehebat atau setinggi apapun — tidak lain hanyalah seorang hamba. Justru ketika mengaku tiada daya dan upaya melainkan karena Allah, di situlah Allah berikan kekuatan. InsyaAllah.
Sebagaimana kegelisahan mendalam Dr Majid al Kilani perkara kondisi ummat, menjadi mutiara doa pada kata pengantar di karya fenomenalnya.
Aku memohon, berilah mereka cahaya yang akan menerangi perjalanan mereka di tengah bangsa-bangsa dunia yang setiap saat berbuat makar terhadap mereka, mengintai kelemahan diri dan keagamaan mereka, menghiasi perbuatan buruk mereka, mencibir kenyataan hidup mereka dalam setiap sidang dan konferensi, dan menertawakan musibah yang menimpa mereka dalam setiap pertemuan.
Beliau ini, adalah sosok yang amat gelisah dengan kondisi ummat. Rasa keprihatinannya itu menjadi energi melakukan riset komprehensif dan tertuang dalam warisan tulisannya. Sampai-sampai buku beliau dikaji serius dan ditayangkan massal di televisi zi*nis dengan bahasa Ibrani, karena dianggap ancaman bagi mereka. Karena dianggap membahayakan bagi mereka. Tak terbayang bagaimana kesulitan dan ujian atas dakwah ulama asal Jordan ini, tapi beliau teguh dalam keyakinannya hingga ketika Allah panggil.
Membaca doa beliau itu, aku terhenyak. Bahwa seiring kegelisahan yang besar yang Allah titipkan pada dirinya, diiringi dengan dia yang begitu mendalam. MasyaAllah. Sungguh apalah aku yang masih bolong-bolong dalam berdoa secara khusyuk meminta pada Allah.
Bersabarlah
Tuhanku, aku tidak akan pernah berputus asa untuk mendapatkan belas kasih-Mu, karena tiada yang berputus asa untuk mendapatkannya kecuali orang-orang yang kafir kepada-Mu. Juga, karena di antara sunnah-Mu dalam beramal salih adalah ‘bersabarlah, kuatkan dirimu dengan kesabaran, bertahanlah, dan bertakwalah kepada Allah agar engkau berhasil!'
Lagi-lagi nasihat dari beliau ini menggetarkan. Sebagai gen Z yang terbiasa instan, aku perlu melatih sabarku. Bahwa apa yang kita tanam saat ini, mungkin perlu puluhan tahun untuk tumbuh dan berkembang. Bahkan.. bisa jadi, tidak sampai usiaku untuk menuai hasilnya.
Tak masalah, yang penting memastikan diri tetap bertahan dalam gerbong kebenaran. Karena kita tidak dituntut memastikan datangnya keberhasilan.
Jadi apapun kegelisahan yang dihadirkan di hati, betapapun merasa sendiri dalam perjalanan ini.. rawatlah dengan kesabaran yang indah. Hingga keberhasilan itu kita raih, jika tidak di dunia.. di alam abadi akhirat nanti.
Wallahu a’lam
-h.a.
Salam kenal ya! Selalu senang bisa berjumpa disinii. Semoga jadi perantara kebaikan yang menghampiri. Ditunggu kabar baik LPDPnya✨ selamat beramal shalih tawakkal.
26 notes
·
View notes
Text
Day 6
24 Juli 2024
Selama satu tahun belakangan ini, aku menjadi asisten di Biro Pengembangan Instrumen dan Analisis Data Fakultas. Satu tahun yang terasa cepat sekali. Satu tahun yang tiba-tiba mau selesai. Kontrakku setahun, dan meski senyaman apa, aku tau aku ngga akan memperpanjang. Terus aku sedang merasa sedih, karena kudu pisah sama asisten" lain di saat kami sedang hangat-hangatnya, saat chemistry dan bondingnya tersusun erat. Tapi waktu bilang, saatnya kamu selesai :)
Di biro ini aku belajar banyak sekali tentang analisis data kuanti, suatu hal yang berguna untuk riset dan kepenulisan ilmiah. Selain belajar itu, aku juga bertemu dengan kemungkinan lain di sini. Kemungkinan yang ingin aku usahakan, sekaligus ingin aku pendam saja. Di sini juga, kita sering hanya duduk saling diam dengan buku masing-masing, ataupun saling menghadap layar dengan tugas masing-masing.
Saat tidak ada klien, kami biasa bercengkerama di kantor, entah ngobrol kesana kemari, atau main ludo yang kadang disertai umpatan sopan (mana ada?! hahah). Atau ketika menemukan kasus unik, grup akan ramai dan penuh dengan "terus ini gimana?" yang akan berujung kami konsultasi pada Pak au, dosen pembina di biro yang masih muda sekali. Sesekali kami nongkrong di luar jam kuliah dan kantor. Kadang di susu segar, hari lalu di mie yamin. Obrolannya ngga jauh-jauh dari ngomongin topik riset, psikologi, kurikulum baru, dll. Hal yang kusadari belakangan: bercanda sama mereka seringkali disisipi gurauan ytta karena pakai istilah dalam statistika. Yang bikin kami geleng-geleng lalu bilang "bisa ngga, gausah ngomongin statistik lagi??".
Aku juga sangat terbantu dengan workshop-workshop dan upgrading yang diadakan oleh biro. Kadang diadakan secara resmi bekerjasama dengan fakultas, kadang upgrading dadakan karena 'kasus-kasus unik' dalam analisis data yang bikin kita merasa bodoh karena gatau cara menyelesaikannya.
Manis. Memang. Tapi sekali lagi, waktu udah minta kita untuk rampung. selesai. ikhlas atau tidak. sedang hangat atau dingin. waktumu untuk pergi. Aku berusaha "tidak apa, memang begitu siklus hidup, seringkali memaksa kita pergi saat kita merasa sudah fit", tapi tetap saja aku sedih dan berujung membuang air mata dalam perjalanan pulang. mungkin salah satu sebabnya, aku khawatir kemungkinan lainku menemui kemungkinan lainnya di kemudian hari. ah, rumit.
7 notes
·
View notes
Text
Panduan Pembelian Kripto untuk Pemula: Langkah-langkah Praktis Menuju Aset Digital
Investasi dalam mata uang kripto telah menjadi tren yang semakin populer di kalangan investor baru yang mencari diversifikasi portofolio mereka. Bagi pemula, memahami langkah-langkah praktis untuk membeli kripto menjadi kunci untuk memulai perjalanan mereka dalam dunia aset digital. Artikel ini menyajikan panduan langkah-demi-langkah bagi pemula yang ingin terlibat dalam pembelian kripto.
1. Pendidikan Dasar tentang Kripto:
Sebelum memulai pembelian kripto, penting untuk memiliki pemahaman dasar tentang teknologi blockchain, kripto, dan konsep-konsep terkaitnya. Mempelajari istilah-istilah seperti wallet, private key, dan public key akan membantu Anda merasa lebih percaya diri selama proses pembelian dan penyimpanan aset digital.
2. Memilih Platform Pertukaran (Exchange):
Pilih platform pertukaran kripto yang andal dan aman. Beberapa platform terkenal termasuk MEXC, Binance, dan Bytrade. Periksa apakah platform tersebut menyediakan kripto yang ingin Anda beli dan apakah mendukung mata uang fiat yang akan Anda gunakan untuk pembelian. Contoh: Anda bisa membeli koin DTE di MEXC dan Bytrade.
3. Membuat Akun pada Pertukaran:
Daftar dan buat akun pada platform pertukaran yang Anda pilih. Isilah informasi yang diperlukan, seperti alamat email, kata sandi yang kuat, dan informasi identifikasi yang diminta. Beberapa pertukaran mungkin memerlukan verifikasi identitas untuk keamanan tambahan.
4. Menyiapkan Wallet Kripto:
Sebelum melakukan pembelian, Anda perlu memiliki tempat untuk menyimpan kripto Anda. Ada dua jenis utama wallet: hot wallet (online) dan cold wallet (offline). Hot wallet lebih cocok untuk transaksi sehari-hari, sementara cold wallet merupakan opsi yang lebih aman untuk penyimpanan jangka panjang. Contoh: koin DTE memiliki E-Wallet yang bernama Staking Hous.
5. Menghubungkan Metode Pembayaran:
Kaitkan akun bank atau metode pembayaran lainnya ke akun pertukaran Anda. Ini memungkinkan Anda mentransfer dana dari rekening bank Anda ke platform pertukaran untuk membeli kripto. Pastikan untuk memeriksa biaya transaksi dan kebijakan pertukaran terkait pembayaran.
6. Pilih Kripto yang Ingin Dibeli:
Sebelum membeli, tentukan kripto yang ingin Anda tambahkan ke portofolio Anda. Bitcoin dan Ethereum adalah pilihan umum, tetapi ada ribuan kripto lain yang dapat dipertimbangkan. Lakukan riset tentang kripto yang Anda pilih untuk memahami karakteristiknya. Contoh: baca White Paper Drive to Earn di lejellabs.io dan beli koin DTE di MEXC dan Bytrade atau telfon telemarketing dari Lejel Labs Global.
7. Lakukan Pembelian:
Pada platform pertukaran, pilih jumlah kripto yang ingin Anda beli dan konfirmasikan pembelian Anda. Pastikan untuk memeriksa ulasan dan harga terkini sebelum menyelesaikan transaksi. Setelah pembelian selesai, Anda dapat melihat saldo kripto Anda di akun pertukaran atau wallet Anda.
8. Keamanan dan Manajemen Aset:
Amankan akun Anda dengan menggunakan otentikasi dua faktor (2FA) dan simpan informasi login dengan aman. Pertimbangkan untuk mentransfer kripto Anda dari akun pertukaran ke wallet pribadi Anda untuk tingkat keamanan yang lebih tinggi.
Kesimpulan:
Mengikuti langkah-langkah praktis ini akan membantu pemula meraih pemahaman dasar tentang cara membeli dan menyimpan kripto. Selalu lakukan riset, pertimbangkan risiko, dan mulailah dengan jumlah investasi yang Anda merasa nyaman. Dengan waktu dan pengalaman, Anda dapat memperluas pengetahuan Anda tentang dunia kripto dan mengelola portofolio investasi Anda dengan lebih efektif.
16 notes
·
View notes
Text
Jasa Backlink Edu Terbaik di Indonesia
Jasa Backlink Edu Terbaik di Indonesia - Ketika pertama kali terjun ke dunia SEO, saya ingat betapa bingungnya mencari cara untuk meningkatkan peringkat website saya. Salah satu hal yang paling sering dibicarakan adalah pentingnya backlink, khususnya yang berasal dari domain edu. Setelah mencoba berbagai cara, saya akhirnya menemukan Devanseo, yang menjadi titik balik dalam strategi SEO saya. Mari kita bahas kenapa jasa backlink edu ini sangat berharga, terutama di Indonesia.
Saat saya memulai, saya terlalu terfokus pada konten. Memang, konten yang berkualitas itu penting, tetapi tanpa backlink yang baik, semua usaha saya seolah sia-sia. Saya ingat satu momen frustrasi ketika artikel yang saya tulis dengan penuh hati-hati hanya mendapatkan sedikit traffic. Di situlah saya mulai menggali lebih dalam tentang manfaat backlink, terutama dari universitas atau lembaga pendidikan.
Mengapa backlink dari domain edu itu istimewa? Pertama, backlink ini biasanya dianggap lebih kredibel dan otoritatif oleh mesin pencari. Ketika Anda mendapatkan tautan dari situs pendidikan, seperti .ac.id, itu memberikan sinyal positif kepada Google bahwa konten Anda layak dipercaya. Di sinilah Devanseo berperan. Mereka menawarkan paket jasa backlink edu terjangkau yang dapat membantu Anda meraih otoritas tersebut tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.
Devanseo Jasa Backlink Edu Terbaik di Indonesia
Selama perjalanan saya dengan Devanseo, saya belajar beberapa hal penting. Pertama, Anda tidak perlu selalu mengandalkan konten viral untuk mendapatkan backlink. Terkadang, pendekatan yang lebih strategis seperti menghubungi universitas atau lembaga terkait bisa sangat efektif. Mereka sering kali memiliki program yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan backlink. Dengan Devanseo, saya merasa didukung dalam proses ini. Mereka memiliki jaringan yang luas dan dapat membantu saya mengakses backlink berkualitas dari universitas.
Selain itu, salah satu pengalaman menarik yang saya alami adalah ketika salah satu artikel saya tentang digital marketing berhasil mendapatkan tautan dari sebuah universitas terkemuka. Rasa senangnya luar biasa! Traffic website saya meningkat drastis, dan itu memberikan saya pelajaran berharga tentang kekuatan backlink. Itu membuat saya menyadari bahwa link building dengan backlink dari universitas itu bukan hanya sekadar teori—ini benar-benar bisa berdampak pada visibilitas website Anda.
Satu hal yang sering saya lihat adalah banyak blogger yang terjebak dalam kesalahan saat mencoba membeli backlink. Mereka tergoda untuk menggunakan layanan yang menawarkan backlink murah tanpa mempertimbangkan kualitasnya. Tentu, Anda bisa saja beli backlink di tempat jasa backlink ac.id dengan harga yang sangat terjangkau, tetapi Anda harus memastikan bahwa tautan tersebut berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Devanseo menawarkan jasa backlink kampus yang telah teruji, sehingga Anda tidak perlu khawatir akan kualitas tautannya.
Untuk para pemula yang baru terjun ke dunia SEO, saran saya adalah jangan ragu untuk menggunakan layanan yang tepat. Misalnya, jika Anda mencari jasa backlink edu terbaik di Indonesia, pastikan untuk melakukan riset dan memilih yang sudah terbukti memberikan hasil. Devanseo, dengan reputasi baik dan banyak testimoni positif, bisa menjadi pilihan yang tepat.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, membangun backlink dari sumber yang berkualitas seperti domain edu adalah salah satu strategi SEO yang paling efektif. Dengan dukungan dari Devanseo, saya bisa lebih fokus pada pengembangan konten berkualitas, sementara mereka membantu mengurus aspek teknis yang tak kalah pentingnya. Inilah yang membuat saya merasa bahwa bekerja sama dengan mereka adalah keputusan yang tepat.
Jadi, jika Anda ingin meningkatkan visibilitas website Anda di mesin pencari dan mendapatkan traffic yang lebih berkualitas, jangan ragu untuk mempertimbangkan jasa backlink edu seperti Devanseo. Dengan pendekatan yang tepat dan dukungan dari layanan yang terpercaya, Anda bisa mencapai tujuan SEO Anda dengan lebih efektif. Selamat mencoba dan semoga sukses!
2 notes
·
View notes
Text
Beberapa hari ini baca banyak paper karena pengen nulis Framework Desain untuk Serious Game berbekal setahun pengalaman ngedesain bareng temen-temen.
Hampir setahunan ini beneran ngurusin Desain Game sampe weekend kadang masih di kampus. Jadi akademisi di Indonesia tuh kayak perjalanan sunyi. Sering kena gaslight karena pencapaiannya rendah. Padahal untuk riset itu butuh waktu, uang dan juga sistem. Setahun ini nggak dapet dana riset sama sekali. Jadi pake duit sendiri untuk banyak keperluan riset seperti subscribe Miro, subscribe scispace, connected paper, dst dst.
Dari mana modalnya? Ya pake project kanan kiri. Sampai gue ga yakin bisa ambil PhD 🤣 Karena gue udah tenggelam di lab.
Selama memperjuangkan riset ini, gue memaklumi banget kenapa ada akademisi yang tidak produktif. Nggak akan nge-gaslight atau nuntut mereka apapun. Karena gue sendiri waktu riset juga sambil ngeluh ke project manager w:
"Kayaknya aku nyerah sama karirku sebagai dosen. Aku mau projekan sama riset aja. Ga ngurus lingkungan sekitar"
Karena kalo kita beneran ngerjain semua kerjaan di kampus ya ga bakal bisa riset. Apalagi ijazah gue masih S2. Ga punya mahasiswa S2 yang mikirnya bisa sampe ke framework.
Tahun ini pengen ngejar PhD. Meski dengan porto minim, sepertinya layak buat diperjuangin biar gue kelak bisa settle jadi akademisi yang fokus ke dunia riset dan produksi game.
12 notes
·
View notes
Text
Pesan Mas Prof. Bambang Antropologi UGM
Beliau cerita soal pengalamannya di UGM mereview calon-calon Guru Besar. Kerannya sudah dipermudah, tapi ada saja memang masalah orang yang sangkut di isu plagiasi. Integritas itu penting!
Beliau juga pesan bagi yang muda-muda ini cepat urus dan beliau mendorong segera Guru Besar karena kualitasnya mumpuni.
Pesan lainnya adalah beliau mewacanakan membangun jejaring dengan kolega di tanah air. Tidak mengesampingkan hubungan antar kampus di daerah karena sibuk kerja sama luar negeri. Dosen zaman sekarang ada yang ndak kenal dengan teman di Indonesia, lebih fokus keluar. Padahal dulu era beliau jaringan lokal dipupuk terus sampai sekarang. Makanya kalau riset bisa kolaborasi. Dan juga penyedia dana hibah penelitian sekarang mencari kemitraan lintas kampus, khususnya di lokasi riset tersebut.
Wien, Juli 2024
0 notes
Text
Menulis Untuk Apa?
Aku percaya bahwa pengalaman menulis adalah suatu proses panjang yang tidak bisa dinilai mudah. Orang tidak bisa menulis tanpa membaca.
Dari buku ke buku. Dari jalan ke jalan. Dari alam ke alam. Dari sejarah dan masa depan.
Kalau orang bilang menulis itu gampang, ya tergantung.
Menulis apa, untuk siapa, dan bagaimana.
Seorang mahasiswa pernah merasa campur aduk saat mengerjakan skripsinya. Perasaannya selalu dag dig dug karena tema skripsinya adalah hal yang baru ia pelajari dengan device yang kurang mumpuni. Setiap detiknya tegang oleh bunyi “dret-dret” notifikasi WA dari sang dosen. Di lain sisi, ia merasa bersyukur. Ia bersyukur karena dulu telah berani melamar sang dosen, di saat yang lain pasrah untuk dipilihkan. Ia bersyukur dibenturkan dengan banyak hal yang sepertinya dulu tidak akan sanggup dilalui. Ia bersyukur diajarkan cara berpikir dan menulis, sampai-sampai di meja dosen ia berkata, “Wah, jadi begitu, ya, Bu, caranya. Jujur selama kuliah 4 tahun ini saya baru bisa merasa menulis bagus waktu dibimbing Ibu. Empat tahun kemarin saya nulis apa dong, Bu, kalau begitu?” Beliau terkekeh. Meskipun begitu, anak yang baru belajar menulis ini selalu disuruhnya ikut ini-itu. “Ayo, coba apply saja. Nggak usah takut.”
Selepas seminar dan sidang, alih-alih merayakan euforia, ia lekas-lekas pergi ke loteng agar tak bertemu siapa-siapa. Ia merasa skripsinya terlalu payah untuk ditukar dengan sebuah gelar. Ia merasa tidak maksimal dalam mengerjakan, padahal support sang dosen sungguh besar. Namun, ia juga merasa sayang jika jerih payahnya hanya teronggok di perpustakaan yang suram. Perpustakaan yang berfungsi sebagai ‘gudang skripsi’ alih-alih tempat membaca buku yang menyenangkan.
Setiap orang yang meninggalkan kampus dengan gelar, berjuang dengan tidak mudah. Ada yang riset berbulan-bulan. Ada yang harus melalui medan berat, waktu yang panjang, pengerjaan berulang yang membosankan dan kelelahan sampai hampir-hampir mengetuk pintu keputusasaan, lalu mengapa hasil riset ini TIDAK ADA YANG BACA?
Karena ngga menarik.
Karena terlalu rumit dimengerti.
Karena orang merasa tidak penting untuk dibaca.
Padahal setiap orang yang melakukan penelitian, mereka berkeyakinan bahwa riset ini penting, bukan untuk dirinya, tapi untuk orang lain, untuk umat. Jadi, bagaimana membuat orang lain mengerti bahwa ini adalah hal penting yang harus mereka tahu? Sesederhana membuatnya menjadi menarik.
Jadi kalau ditanya, kamu menulis untuk apa, Tantra?
Coba ingat-ingat kembali perjalanan panjang itu. Niat-niat baik itu. Dan tujuan-tujuan panjang yang mungkin hanya kamu dan Tuhan yang tahu. Coba ingatlah pesan Bung Hatta: “Pahlawan yang setia itu berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita” atau “Apa yang membuatmu takut, hadapilah dengan berani”. Juga jangan lupakan Tan Malaka pernah berkata, “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda.” Teruslah bertumbuh, seperti padi yang tidak berisik.
2 notes
·
View notes
Text
Sebulan ini, dari semua rencana, negosiasi yang tidak berhasil, harapan yang tidak berbalas, komunikasi yang menggebu-gebu dan tidak wajar, rasa ingin mundur selangkah atau berbelok dari perjalanan yang nggak menentu ini... dari semua ini, salah satu yang aku takutkan adalah nggak produktif dan nggak bisa happy lagi ketika riset.
Ternyata, sebesar itu nilai belajar dan riset untukku.
Bukan karena terasa mudah, justru sampai hari ini masih sulit dan banyak ragunya.
Tapi dunia riset ini macam tempatku sendiri, persembunyianku.
Itu kenapa.. salah satu kriteriaku adalah orang tersebut bukan orang medis atau dari keluarga medis, biar nggak ada orang terdekatku yang berada di ruangan yang sama denganku.
Tolong ya Ya Allah <3
2 notes
·
View notes
Text
Menjadi Doktor
Menuliskan ini teringat bahwa dulu ada iklan dari susu Boneeto bahwa bagi siapa yang mengirim bungkus susu boneeto, akan berkesempatan jalan-jalan ke Eropa apabila beruntung. Saya ingat sekali. Saat itu saya masih TK dan tinggal di rumah kontrak di selatan rel kereta. Ternyata 21 tahun kemudian saya ada di Jerman. Siapa yang menyangka.
Memulai perjalan PhD ini ternyata sangat pahit. The first 3 months is a total disaster. Saat itu saya yang baru saja menikah 1.5 bulan dan harus merasakan LDM. Selisih waktu 6 jam terasa sangat menyiksa karena ketika di Jerman jam 6 sore, di Indonesia sudah pukul 12 malam, yang artinya tidak ada yang bisa ditelepon. Sepi yang menyeruak di rongga hati sangat menyiksa. Praktis saya hidup di kamar kotak ukuran 19 sqm dengan sepi dan kesendirian. Istri saya yang paling tahu berapa kali saya menangis di rentang waktu 3 bulan tersebut. Masalah demi masalah datang bertubi-tubi mulai dari administrasi hingga masalah riset.
Dulu saya benar-benar tidak mengerti kenapa setiap eksperimen selalu gagal. Padahal pengalaman riset saya di Taiwan sudah sangat tinggi. Saat di Taiwan, mungkin sudah 500 an baterai pernah saya buat. Namun di sini, direntang waktu 3 bulan tersebut, hampir sebagian besar baterai yang saya buat gagal.
Saya ingat-ingat lagi kaidah hidup bahwa seringkali kita terjebak dan tersesat bukan karena kita tak tahu rute jalan yang mana yang harus kita tempuh. Tapi karena kegelapan membuat kita kesulitan mengenali jalan yang kita tempuh.
Waktu berlalu dan saya menyesuaikan dengan keadaan, toh manusia diberi kemampuan beradaptasi untuk bertahan hidup. Saya sadar saat itu saya kesulitan mengenali rintangan. Karenanya saya bercerita ke pembimbing dan kolega. Meski terseok-seok di awal, pada akhirnya pelangi muncul juga setelah lebatnya hujan.
26 Juni 2023.
Tanggal tersebut menjadi salah satu sejarah hidup yang akan selalu saya ingat. Setelah menjalani PhD selama 2 tahun 3 bulan, akhirnya saya berhasil mendapatkan gelar Dr. rer. nat. Saya harus banyak bersyukur karena berhasil menyelesaikan PhD dalam waktu singkat dan diumur yang relatif muda (26 tahun). 4 paper sebagai penulis pertama di jurnal yang (sangat) top dan H-index 6 di google scholar juga menjadikan prestasi tersendiri.
Apabila ada yang bertanya bagaimana bisa? Saya juga tidak tahu. Sayapun tidak bisa menuliskan lebih panjang lagi. Begitu banyak kesan dan cerita, namun begitu susah untuk diilustrasikan dengan kata-kata.
Di tulis saat perjalanan Münster ke Dresden
7 notes
·
View notes
Text
Sehangat dan Sesederhana Telor Dadar
Pontianak. 13:43. 20012024.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillahilladzi bini'matihi tattimush shalihaat.
Tugas #30haribercerita kali ini temanya makanan. Sekilas mudah, namun inilah manusia, ketika merasa terlalu banyak pilihan, bingung-bingung deh.
Padahal kita cukup tau apa yang kita perlu, apa yang kita punya.
Kalau gini kan jelas... tentu saya akan memilih bercerita tentang TELUR DADAR.
Coba deh kita bikin riset, manusia-manusia lebih suka telor dadar atau telor ceplok. Eh ndak ndak ndak. Gini aja... manusia pasti ada yang ndak suka telor ceplok, tapi nampaknya tak akan ada yang menolak telor dadar. Nah kalau pernyataannya seperti ini kan terkunci nih. 🤭
Telur dadar resep warisan Mamanya teman saya, masih favorit selama beberapa bulan terakhir.
Bicara telor dadar, tentu akan membawa kenangan personal tiap orang.
Resep telor dadar khas tiap keluarga. Ada yang pakai bawang banyak-banyak dengan modus orang tua ingin menambah gizi anak. Ada yang polosan garam aja, karena gradak gruduk terburu-buru sebagai bekal. Ada yang diiris tipis-tipis supaya terkesan banyak dan mesti berbagi 1 telur dengan saudaranya. Aaah bermacam-macam kan?
Kalau kita sedang dalam perjalanan jauh dari rumah berhari-hari, pasti terbayang nanti kalau sudah tiba di rumah, maunya makan nasi berlauk telur dadar kan?
Telur dadar juga ya jalan tengah ketika saya dan Mama matigaya mau makan lauk apa. Telur dadar tak pernah salah. Namun demikian, saya selalu tak akan pernah lupa telur dadar signature Nenek Rahimahullah, yang banyak irisan bawang, serai, cabe, dan rendang tumbuk di dalamnya.
Kisah telur dadar, mengingatkan saya pada kisah telor Koh Edward Suhadi di masa pandemi dulu. Telur kok ya bisa menenangkan hati 🍳.
youtube
Otentu saya jadinya tadi pagi bekal telur. Cocokloginya karena merasa kepikiran mesti bikin cerita tentang telur. Sa ae. Dua biji telur yang dikolaborasikan dengan 3 tahu singkawang. Dimasukkan kotak bekal bersama daun-daun bayam.
Oh si mbak-mbak ginuk berbekal telur ini sibuk-sibuk, jadi telur bekalnya dibawa pergi ke acara selanjutnya, acara rapat bersama datok nenek mesjid yang sedang menyiapkan rumah masa depan. Tapi kok mesjidnya ada aroma makanan? Ternyata nenek-nenek bikin dapur umum di belakang, jadilah ku mampir dan ditawari makan. Otentuuuu tanpa ragu kuiyakan 😆. Alhamdulillaaah.
Akhirnyaaa... telur bekal itu malu-malu (yang malu tentu bukan telurnya) kupersembahkan ke geng nenek-nenek untuk dimakan sama-sama, berkali-kali lipat terasa lebih enaaaaakk. Alhamdulillaaah.
Salam,
ayuprissakartika-geng telur dadar, telur rebus, telur ceplok hayu aja-
2 notes
·
View notes
Text
15 Desember 2023
Gue dulu sebelum akhirnya mulai "kembali lagi ke keyakinan", agak percaya gak percaya tuh sama yang namanya konsep rezeki gak kemana. Kek gue tuh udah jadi si paling logika banget deh pokoknya. Gue yakin bisa mengandalkan kemampuan, pengalaman, sama sertifikasi buat dapet kerja. Gak perlu mahan-mohon minta segala.
Tapi kan belakangan ini tobat ya kan. Gue mulai kembali lagi percaya sama konsep agama dan alam semesta ini bekerja. Mulai meyakini kalo dunia ini gak semuanya tentang gue dan ada banyak hal sekali yang menyebabkan gue belum dapet kerja nyampe sekarang. Gak melulu harus jawabannya selalu dari gue yang tidak qualified dimana-mana. Mindset itu bikin gue jadi lebih legowo karena gue gak perlu merasa harus bisa mengontrol semuanya untuk mendapatkan apa yang gue mau. Gimanapun juga, gue gak bisa denial bahwa luck itu salahsatu faktor penting dari pencapaian seseorang.
Nah kemaren, kayaknya gue merasa gue lagi ketemu timing gue sama rezeki yang emang diperuntukkan buat gue itu.
Hari senin kemarin kan gue ke perpus. Mana ke perpusnya juga agak siangan, tapi tetep ke perpus tuh untuk mengurangi rasa bersalah karena masih nganggur. At least meskipun gue nganggur, gue gak leha-leha gitu. Di perpus selain baca sama riset buat proposal tesis, gue juga apply-apply lamaran di jobstreet. Gak cuma fulltime, internpun selama ada tulisan gajinya gue apply (meskipun cuma satu-dua juta tapi lumayanlah ya kan). Gue blind apply aja gitu. Asal apply dengan 1 cv marketing yang sengaja gue bikin general biar gak perlu customized cv lagi kalo mau apply beda perusahaan.
Selasa paginya, gue dikontek sama salahsatu perusahaan yang gue apply. Perusahaan inituh menaungi brand makeup focallure sama pinkflash. Gue ditanya masih berminat apa engga buat jadi content creator intern disana. Gue jawablah, masih. Terus gue disuruh buat ngisi form dan dikirim lagi ke dia maksimal hari rabu jam 12 siang.
Gue isi lah itu form ya kan. Mana malem rabu itu lagi debat pilpres pertama pula. Sambil ngisi sambil nonton tuh gue. Ini bukan pertama kalinya gue ngisi form gituan jadi gak berharap banyak sepanjang isi. Selesai semuanya di malem itu juga. Gue kirimnya rabu, jam 10.
HRDnya langsung request buat jadwalin interview di hari kamis. Sebenernya hari rabu itu tadinya gue mau ke perpus lagi, tapi gue bangun dalam keadaan demam karena flu berat. Gue iyain buat jadwal interviewnya karena toh gue juga udah minum obat flu sama antibiotiknya. Jadi kayaknya udah enakan juga. Kita deal ketemu interview hari kamis jam setengah 11.
Nah hari kamis ini, gue ngerasa sangat magical banget. Entah kenapa.
Gue bangun pagi masih nyala videocall-an sama gerry. Dari subuhan, mandi, nyampe siap-siap, itu google meet masih nyala. Bahkan gue make up an juga sambil dengerin gerry ngeluh soal tugas laporan dia yang susah. Terus video call mati karena gerry berangkat duluan di jam 7. Gue keluar kossan setengah 8. Sengaja lebih awal karena gak mau ketar-ketir mepet sama biar bisa selaw dengerin musik sepanjang jalan.
Dari kossan jalan ke halte, gue dengerin 2 musik; better up sama sonar. Sempet joget-joget mungil sepanjang jalan, sempet nyapa sama senyum juga ke satpam. Beda sama interview dulu-dulu, kemaren sepanjang perjalanan gue bener-bener gak mikirin atau khawatir kalo gue gak bisa jawab pertanyaan interview. Gue beneran ngerasa kalo kejawab syukur, gak kejawab yaudah gapapa.
Sepanjang jalan gue sempet scroll tiktok sama nyatet beberapa trend dan sound yang lagi hype in case di interview ditanyain perihal itu. Sisanya gue stalk sekilas mengenai perusahaannya. Bahkan gue sempet ketiduran 5 menitan di busway, saking ngerasa selawnya.
Gue turun di halte podomoro. Kantornyatuh nyatu sama mall central park. Tapi gue melipir dulu ke fotocopy-an terdekat sama ngopi bentar di lawson. Jam 10 setelah gue ke toilet, baru gue masuk gedungnya. Registrasi di lobby, naik lift, nyampe kantornya jam 10:15.
Gue di lift sendirian kan. Selama naik ke lantai 38 itu gue mikir, gue dari mulai berangkat nyampe barusantuh ngerasa kayak lagi "dibaikin" gitu sama semua orang. Dimulai dari satpam komplek kossan, petugas halte, kang fotocopy, mba-mba lawson, mba toilet, nyampe satpam gedungtuh kerasa kayak lebih ramah gitu nanggepin gue. Hari itu gue ngerasa ringan langkah sama dimudahin banget.
Nyampe kantor gue langsung ngabarin HRDnya kalo gue udah nyampe. Gak lama dijemput terus dibawa ke ruang interviewnya kan. Gue di interview sama dua orang, HRD sama user. Usernya cici-cici gitu. Ramah sekali. Sangat welcome dan interview kerasa kayak ngobrol santai vibesnya. Apalagi kan posisi yang gue apply marketing ya, gue sengaja gak menjadikan vibes ruangan kaku dan membuat diri gue lebih fun sepanjang interviewnya.
Interview selesai di jam 11 pas. Gue langsung pamit dari ruangan. Turun dari gedung dengan perasaan lega. Terus jalan ke halte lewat central park lagi. Sepanjang jalan gue sambil ngetik thankyou letter buat HRDnya. Gue mikir mau menutup interview tersebut dengan kesan yang baik terlepas dari gue diterima atau enggaknya.
Gue tuh tadinya rencana mau langsung lanjut ke perpus buat apply lagi ke perusahaan lain kan. Cuma gak lama gue send thankyou letternya, HRDnya ngebales. Ngucapin makasih juga. Tapi gak cuma itu, dia ngabarin kalo gue lolos. Diterima.
Gue nyampe nanya karena kek.... GAK ADA SEJAM UDAH DITERIMA AJA???
Gue langsung refleks nlp mama dan ngabarin sambil nunggu bis dateng. Gak lupa ngechat gerry dengan full capslock.
Di perjalanan pulang gue mikir, kayaknya ini kali ya yang namanya rejeki tuh gak bakal kemana. Karena sepanjang gue apply sama interview di perusahaan, interview itu tuh jujur prosesnya paling singkat dan sat-set. Gak ada basa-basi atau test kemampuan apalah itu. Gajinya juga lumayan, lock di 1,5. Buat jobdesc fokus di take konten, nulis caption, sama editing, best deal banget kalo dibandingin waktu gue magang di media sebelumnya yang ngerjain hampir seluruh proses pembuatan konten dengan nominal gaji cuma 1 juta.
Gue gak berharap banyak sih disana selain semoga gue cocok sama timnya, usernya, dan lingkungannya. Bahkan ya tolonglah gue pengen aja gitu rasanya berkarir disana setelah periode intern gue ini selesai. Gue pengen ngebangun relasi seluas-luasnya sama buktiin skill gue sih biar gue gak perlu ngalamin apply sana-sini lagi.
Dah gitu.
Jujur masih gak percaya gue senin first day as interns di focallure.
5 notes
·
View notes
Text
HAP-3: To Go Off the Rails.
Karakter yang kujumpai di serial The Flash yang kutonton untuk menyemangati SBMPTN pernah berkata, "There are only four rules you need to remember: make the plan, execute the plan, expect the plan to go off the rails, throw away the plan." Caranya dia mengatakan itu lucu banget, termasuk reaksi para rekan timnya. Itu lucu karena pada akhirnya, yang dia katakan itu nyata, karena rencana mereka jadinya buyar. XD
Kurang lebih, itulah spirit selama aku nulis NaNoWriMo. Rencanaku tuh ... dibandingkan eksekusinya ... entahlah, deh. Kalau aku bisa mendatangi diriku-1-November, aku akan bilang, "Hai, aku dari masa depan, dan membawa kabar baik dan kabar buruk. Kabar baiknya adalah kita bisa memenuhi target 50K kata di NaNoWriMo. Tapi, kabar buruknya, novel kita tuh, kayak gini." Entahlah gimana ekspresinya selama baca novel yang kami buat bersama.
Mmm, aku perlu cerita soal rencana novelku, yak. Agak malu, sih, ceritanya, HAHAHA. XD Ini sudah mengendap di kepalaku sejak kira-kira tahun lalu, bahwa aku mau nulis novel dengan latar Yogyakarta, dimulai pada akhir abad ke-18. Awalnya, rencanaku adalah menjadikan "Yogyakarta" sebagai porosnya, dan nanti tokoh-tokoh akan datang dan pergi, lalu ceritanya berakhir pada masa-masa awal setelah merdeka ketika kedatangan NICA.
Terus, perubahan pertama terjadi ketika aku mau memulai NaNoWriMo. Aku sadar kalau aku belum punya kapabilitas yang dibutuhkan untuk bisa "berjarak" dengan tokoh yang kubuat. Padahal, kalau aku mau menulis dengan rencana awal, aku nggak boleh "sayang" sama tokoh-tokohku---atau setidaknya, itu yang kupikirkan. Sementara itu, kalau aku mau memastikan tokoh-tokoh yang kubuat akan menemaniku sampai akhir, maka perlu kupersempit latarnya.
Akhirnya, aku mulai "Make The Plan," aku merampingkan latar waktu jadi akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19, tepatnya akan memuncak pada Perang Sepehi 1812. Kususun tokoh-tokohnya sambil mulai nulis NaNoWriMo. Awalnya masihlah aku di tahap "Execute The Plan." Ada dua tokoh yang sudah ada di kepala, dan kupastikan mereka punya latar belakang dan pengalaman yang berbeda jauh sehingga butuh waktu untuk bisa bertemu. Sebut saja tokoh itu A dan B.
Nah, selama NaNoWriMo berjalan ... aku masuk tahap "Expect The Plan To Go Off The Rails," dan ternyata itu mewujud menjadi kenyataan: sebab, aku jadi sangat, sangat inveeeestt dengan perjalanan si A. Sampai-sampai B-nya terlupakan. XD Si A ini sudah punya saudara, punya adik angkat, punya seseorang yang menyayanginya, punya mimpi, punya masalah hidup ... dan B-nya belum muncul, saudara-saudara. :) Pada akhirnya, ketika rencanaku adalah menamatkannya pada Perang Sepehi 1812, justru mereka baru bertemu di Perang Sepehi 1812 itu ... Nah, sampai sinilah semua berubah.
Akhirnya, karena aku bingung(????), kuputuskan untuk memanjangkan cerita di novelku sampai ... Perang Diponegoro 1825-1830. Otomatis aku perlu riset, karena tahu-tahu bertambah belasan tahun. Yang mana nggak kulakukan dengan maksimal (baca HAP-2), dan ... inilah saat-saat aku "Throw Away The Plan" ... XD
Anyway, pada akhirnya novelku selesai.
Dengan segala kebubrahannya, novelku selesai ... XD
2 notes
·
View notes