#puisi islami
Explore tagged Tumblr posts
Text
Cahaya
Tak ada yang tahu,
Dari mana aku berasal..
Dunia adalah penjara, bagi orang mukmin
Berat, namun harus dijalani
.
Takut, ya kita semua takut akan gelap,
Namun kita membawa cahaya masing-masing,
Jikalau redup, datanglah ke cahaya lain agar saling menerangi.
Begitulah cara kita hidup.
.
Semburat Sore,
02.06.23
#puisi#puisi kehidupan#poems on tumblr#poemsoftheday#sajak#sajak kehidupan#motivasi islami#puisi islami
9 notes
·
View notes
Text
Mencintai Buku, Sejak Kapan?
Biasanya, pertanyaan yang sering didapatkan oleh pecinta buku adalah "Buku apa yang pertama kali membuatmu jatuh cinta pada dunia perbukuan?"
Sejujurnya, jika pertanyaan itu ditujukan padaku, aku dengan sangat yakin menjawab, "Aku tidak tahu." Aku bahkan tidak ingat buku pertama yang bisa aku baca itu buku apa. Aku juga tidak ingat bagaimana awal mula aku bisa jatuh di dunia perbukuan yang bagiku tidak ada jalan keluarnya ini.
Bagiku, sejak aku bisa mengingat, hal yang aku tahu hanya aku suka buku, aku suka menghabiskan waktu bermainku di dalam rumah sambil membaca atau dibacakan buku oleh ibuku. Berbicara tentang ibu, tentunya dia sosok yang sangat berperan besar dalam hobiku ini. Dengan kondisi geografis tempat itnggal kami yang kurang mendukung, ibuku benar-benar berhasil membuatku mencintai buku.
Aku tinggal dan tumbuh di desa daerah pesisir Jawa Timur paling utara. Benar-benar daerah paling ujung. Hence, the name of the village itself. Alhasil, akses buku waktu itu sangat terbatas. Ada pun, hanya buku pelajaran. Atau kalau sedikit beruntung, akan ada bazar buku di sekolah dengan deretan buku mulai dari Sari Kata, Pepak, atau buku tentang siksa neraka.
Aku ingat kalau ayah dan ibu ke kota sebab ada urusan satu dan lain hal, mereka pasti menyempatkan mengajakku mampir ke toko buku. Salemba, nama toko bukunya. Gerai toko buku yang ada di salah satu mal di kota. Jangan harap ada Periplus atau Gramedia, Togamas yang cabangnya di mana-mana saja tidak ada.
Selain kondisi geografis domisili yang tidak mendukung, keadaan ekonomi keluarga kami pun pas-pasan. Alhasil, jatah jajan bukuku juga amat terbatas. Dalam sekali beli, aku hanya boleh membawa pulang maksimal 2 buku. Itu juga ayah dan ibu belum tentu sebulan sekali pergi ke kawasan kota. Dari dulu sampai sekarang pun, rupanya buku masih menjadi sebuah barang yang dimiliki oleh orang-orang yang punya privilese.
Alasan lain aku bisa menyukai buku sebegininya adalah sifat ayahku yang cenderung protektif saat aku masih kecil. I rarely went outside playing with my friends. Jadi, kompensasi darinya adalah mengenalkan hobi baru yang bisa aku nikmati di dalam rumah.
Selain buku yang dibelikan ayah dan ibu itu, aku juga mengoleksi buku cerita seukuran buku saku yang aku dapat dari susu kemasan yang rajin aku minum. Forget Majalah Bobo, forget KKPK, I didn't have any idea about those things.
Saat beranjak remaja, aku mulai bisa memahami bacaan dari majalah islami yang ayah koleksi. Meskipun yang kucari hanya bagian cerpen di dalamnya, aku selalu rajin membaca satu persatu majalah berjudul Mimbar itu.
Di masa remajaku ini, aku juga mulai rajin membaca kisah-kisah inspiratif sufi. Lalu meluas ke genre nonfiksi terkait biografi, sejarah, dan keislaman. Aku masih ingat, saat aku duduk di bangku MTs itu, ada satu buku yang membekas sampai sekarang. Buku itu satu dari sekian buku yang dibawa oleh salah satu siswa ayah yang sudah bekerja di luar kota. Judulnya Gus Dur: Perjalanan Hidup Sang Guru Bangsa.
Saat itu, tidak hanya buku ayahku yang bertambah, koleksi buku dari om dan mas sepupuku pun bertambah. Mereka sering pulang membawa buku kisah sufi dan novel islami. Aku ingat karena saking aku kehabisan bahan bacaan, aku nekad membaca Ketika Cinta Bertasbih milik omku. Setelah kubawa ke mana-mana, khatam juga 2 buku itu meskipun dalam waktu yang tidak singkat.
Bertambah usia, akses buku mulai lebih mudah saat aku di bangku SMA. Aku bisa meminjam buku dari para teman di ma'hadku. Bahkan aku juga pernah pergi ke Salemba dengan beberapa temanku, lalu sengaja membeli buku yang berbeda agar kami bisa saling meminjam.
Masa kuliah, tentunya akses buku semakin lebar dan mudah. Hidup di perkotaan sangat mendukung hobiku ini. Genre bacaanku pun mulai meluas. Yang mulanya hanya kenal Teen-lit dan romansa, aku pun mulai merambah ke fiksi sejarah, puisi, dan roman (yang satu ini akibat tuntutan mata kuliah).
Hobiku ini mulai terfasilitasi lebih baik lagi saat aku sudah bekerja. Meskipun budget buku masih tetap harus dibatasi, setidaknya sekarang aku bisa mengakses buku lewat beberapa platform digital berkat sekitar tiga tahun lalu aku mulai mengenal dunia booktwt. Aku juga mulai aktif mengikuti komunitas perbukuan baik secara daring maupun luring.
Sampai aku menulis unggahan ini, rasanya aku masih tidak bisa menaksir sejak kapan aku mencintai buku. Aku sudah lama berteman dengannya, dan kekhawatiranku setiap harinya adalah "Apakah pertemanan kami ada tanggal kedaluwarsanya?"
8 notes
·
View notes
Text
PUISI EKOLOGIS DAN POPULIS ATAS PENCARIAN KEBARUAN DALAM ANTOLOGI PUISI PERCAKAPAN DI DASAR SUNGAI
Oleh: Muhammad Irwan Aprialdy
Lahirnya buku antologi Percakapan di Dasar Sungai sejatinya memang tidak lepas dari tradisi penyelenggaraan tahunan Aruh Sastra Kalimantan Selatan yang tahun ini berumur 20 tahun. Tahun ini, penyelenggaraan diadakan di Kota Banjarmasin, setelah sebelumnya diadakan di kota yang sama pada tahun 2012 lalu. Lokalitas masih menjadi tema sentral penyelenggaraan acara dari tahun ke tahun. Dalam Aruh Sastra Kalimantan Selatan tahun ini, sungai yang menjadi trademark Kota Banjarmasin diangkat sebagai tema besar acara. Dapat ditebak karya-karya sastra, baik karya peserta lomba maupun puisi-puisi dalam antologi ini, banyak membicarakan wacana ekologis yang menyaran pada keberadaan hati nurani penduduknya di tengah duka tangis bukit, gunung, hutan, laut, sungai atau penduduk lokal yang kehilangan tempat di tanah lahirnya sendiri oleh oknum-oknum tertentu. Selain subtema lokalitas yang telah disebutkan, mistisisme masyarakat Banjar, baik di kota maupun di pedalaman, serta puisi-puisi bernapas islami atau sufisme kerap menjadi alternatif.
Sebelum dilakukan pembedahan atas puisi-puisi yang terhimpun dalam antologi puisi Percakapan di Dasar Sungai, pembedah merasa perlu untuk menegaskan pengertian puisi dari sudut pandangnya sebagai pengamat dan tujuan dikumpulkannya 200 sekian puisi dalam antologi bersangkutan. Namun puisi, sebelum ditegaskan makna atau ditinjau-tinjau isinya, perlu dirujuk pula pengertian dari kerja seorang penyair itu sendiri: seseorang yang menulis puisi atau sajak, begitu sederhananya. Puisi atau sajak itu sendiri merupakan jenis sastra tertua yang terikat baris, bait, rima, irama, matra, dan unsur-unsur fisik atau batin lainnya. Namun, pada praktiknya dewasa ini, puisi atau sajak ditemukan dalam bentuk-bentuk yang beragam: terlampau panjang atau pendek; tipografi yang ikut menegaskan unsur batin/fisik puisi dengan beragam pola; penggunaan slang, penggunaan istilah asing, penggunaan bahasa lokal atau bahkan penggunaan bahasa denotatif di seluruh baris puisinya. Penggunaan bahasa-bahasa kasar atau umpatan juga sesuatu yang kian hari kian lumrah digunakan dalam puisi sebagai penanda pada dunia yang jungkir balik. Lalu, apa kerja penyair memang mengotak-atik piranti bahasa dan kemungkinan estetika yang segar dan baru dalam puisi?
Fakta tentang tren puisi hari ini yang sudah berani menanggalkan perangkat bahasa estetik untuk berusaha mencapai level kebaruan seperti halnya Chairil Anwar di era Pujangga Baru semakin menciptakan kesenjangan pada pengertian konkret puisi (yang secara awam dianggap sebagai bentuk penulisan yang indah dengan segala teka-teki artinya). Hal ini tidak lantas menyebabkan pengukuran kualitas antara puisi baik dan buruk sulit untuk dikejar ketika sekian juta penyair telah menawarkan beragam tema dan bentuk dalam tubuh kekaryaan masing-masing, teori puisi diperbaharui, dan selera terhadap suatu karya selamanya subjektivitas yang dipersenjatai pengalaman membaca.
Apabila ada tulisan serupa percakapan daring dan penulisnya menyatakan itu adalah puisi, maka jadilah ia puisi. Hal itu sah, seperti yang diterangkan Sapardi Djoko Damono dalam pengantar buku puisi Melihat Api Bekerja karya M. Aan Mansyur. Licentia poetica menjadi dalih yang membebaskan penyair melakukan bermacam eksperimen sastrawi di laboratorium puitikanya. Pertanyaannya, sejauh mana licentia poetica mampu mengakomodir kebebasan penyair atas bahasa, bila bahasa adalah piranti yang digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu, bahkan dalam puisi?
Apabila dipahami pengertian bahwa penyair adalah man speaks to men, menurut William Wordsworth, penyair era Romantik Inggris, atau, pembakar utama menulis puisi adalah keputusasaan, merujuk pada penjabaran penyair dan esais peraih Nobel 2020, Louise Glück, maka, apa para penyair dalam antologi Percakapan di Dasar Sungai telah berhasil membicarakan apa yang ingin dibicarakan lewat puisi atas dasar keputusasaan? Apabila digugat balik pertanyaan tersebut, apakah puisi harus selalu berhasil membicarakan sesuatu? Dan betapa kusamnya puisi apabila dasar penulisannya selalu berawal dari keputusasaan atau perasaan-perasaan nelangsa yang tak diangkat atau dibicarakan dalam konvensi komunikasi sehari-hari? Atau jangan-jangan topik wicara puisi diutarakan karena keharusan atau rasa penasaran untuk mengejar kebaruan? Seolah suatu topik bicara tidak dapat dikomunikasikan dalam bentuk-bentuk lain dan penyair mengidap sindrom Fear of Missing Out atas tema-tema segar dan bentuk baru sebagai respons atas hidup modern dalam tren berpuisi hari ini?
Berdasarkan keresahan pada wacana kebaruan dan kesegaran pada variasi tema, bentuk, dan jenis puisi yang semakin beragam pilihannya sekarang ini, dengan segala keterbatasan, pembedah melakukan pembacaannya atas Percakapan di Dasar Sungai dengan harapan menemukan kesegaran pada tema lokalitas yang pasti dominan dalam antologi ini.
Seperti yang telah diungkapkan, dari tahun ke tahun, penulisan antologi puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan awet dengan tema-tema lokalitas. Apabila ini dipandang sebagai upaya pemertahanan budaya dan menumbuhkan semangat lokalitas dalam diri penyair, maka, upaya yang dilakukan dianggap lebih dari cukup. Upaya tersebut juga memiliki efek samping yang menimbulkan kemandekan dalam menggarap tema-tema lain dan pemberontakan dalam memandang dominasi tema lokalitas sebagai penyirat identitas kelahiran para penyair. Apa bedanya penyair sebagai agen promotor kebudayaan dan lingkungan hidup?
Mudah ditemukan nama-nama penyair yang akrab bertutur dengan tema dan istilah lokal dalam antologi ini. Mudah pula ditemukan nama-nama penyair yang menolak sama sekali konsep lokalitas dan membicarakan perihal lain, yang bisa dipandang remeh atau bentuk karya romantisasi atas kontemplasi berkehidupan sehari-hari. Bisa juga puisi-puisi dipaksakan menyaran pada tema agar ikut termaktub dalam antologi ini. Man speaks to men. Apa penyair bicara lewat sastra atau atas nama sastra atau karena acara Aruh Sastra ia bicara (menulis)?
Penghayatan atas sungai, alam atau kota sebagai bagian tak terpisah dari ruang hidup masyarakat di Kalimantan Selatan sebagian besar memang hanya dilukiskan. Apakah dalam pelukisannya yang purna dan keluar-masuk antara lanskap alam atau kota yang jadi bermacam analogi memang dibarengi penghayatan hidup serupa yang dilukiskan dalam puisi?
Saya membayangkan para penyair yang karya-karya masuk dalam antologi ini sebagai seorang flaneur yang melakukan plesiran ke berbagai tempat di tanah lahirnya dan membaca banyak wujud konkret yang ditandai sebagai kata atau frasa yang keluar masuk dalam sensor puitikanya untuk dimodifikasi lalu memberi tawaran perspektif atau dimensi baru dalam memandang kota atau alam. Dalam arti lain, tidak menjadikan lanskap semata objek lukisan atau topik dalam wacana populis atau ekologis, yang hanya dijejali fakta dan berita mentah tanpa diolah lewat puisi yang sejatinya mampu menawarkan dimensi yang mencerahkan pembaca dalam memandang kenyataan, pun dalam konteks lokalitas. Kalimantan Selatan sendiri dalam perkembangannya telah menjadi melting pot beragam kultur, sistem, dan warna hidup yang berbeda-beda. Percakapan di Dasar Sungai harusnya mampu memuat puisi-puisi yang memberi warna yang berbeda-beda atas ekspektasi untuk menemukan kesegaran dalam penulisan puisi di tahun 2023, di provinsi ini.
“Kapan Sungaiku Benar-benar Merdeka” karya A. Rahman Al-Hakim menjadi puisi pembuka. Puisi ini tak hanya mengembuskan suara yang terus terang dari seorang penduduk Banjarmasin yang kecewa sungai-sungai di kotanya digusur oleh jalan-jalan aspal, bangunan beton, dan bentuk pembangunan infrastruktur lainnya. Puisi ini menampilkan suara yang menuntut pengembalian citra kotanya yang dikenal sebagai kota seribu sungai. Penjejeran nama-nama sungai di Banjarmasin yang sepertinya dikumpulkan dengan cukup cermat dan tekun cukup menambah wawasan indeks nama-nama sungai di Banjarmasin. Namun, daya tarik pengumpulan nama-nama sungai itu menggusur pula ciri utama puisi sebagai medium sastra berdaya ungkap tak langsung.
Setelah puisi “Kapan Sungaiku Benar-benar Merdeka”, seperti biasa ditemukan puisi-puisi lain yang sebagian besar menyiratkan keprihatinan penduduk pada ekosistem sungai dan alam lainnya. Bolak-balik satu penyair ke penyair lainnya menjadikan objek alam tersebut sebagai modal personifikasi dan depersonifikasi dalam puisi mereka.
Pengulangan tema ekologis dan populis tadi menyebabkan kegembiraaan ketika akhirnya ditemukan dua puisi yang menandakan jejak lintas kultur dalam ranah media atau seni yang memengaruhi suasana batin dalam puisi “Hujan, Sihir, Malam, dan Trompet Armstrong” karya Dewi Alfianti dan “Bulan Larut di Sungai Kerokan yang Kusebut Zafri Zamzam” karya Munir Shadikin.
Hujan lesap di daun jendela, sementara aku membayangkan tawamu yang serupa/ denting piano di kafe yang sepi pengunjung, begitu enggan, begitu acuh./ Namun, tak ada yang lebih menawan daripada ritme suaramu yang menghentak/ mengalahkan improvisasi Amstrong./ Bagiku kau lebih memukau dari alunan jazz di antara hujan/ yang menaklukkan sepi. Demikian Dewi menampilkan ruang puitika yang tidak berkelindan sama sekali dengan sungai, seperti yang diharapkan. Puisi “Hujan, Sihir, Malam, dan Trompet Armstrong” ini menyatakan selera referensi musik yang tak harus sejalan dengan laku tradisi. Puisi ini juga menyiratkan suara bahwa di 2023 sangat mungkin nama Ella Fitzgerald dan Neil Armstrong dipuja-puja di daerah buncu Pulau Kalimantan.
Atau perhatikan bagaimana Munir menuliskan: Bulan tersenyum mendengarku, Angelina/ kami beranjak menjadi Jesse & Julie/ Entah bulan sedang apa/ dan aku kembali larut dalam pasang sungai/ “Before Sunrise” dengan diriku sendiri. Seperti Dewi, Munir menyiratkan generasi yang terpapar oleh pengaruh globalisasi pada distribusi industri hiburan Barat ke tanah Banjar. Apa itu salah? Indeks Fitzgerald, Armstrong, Jesse dan Julie, Jazz, Before Sunrise memunculkan kesan bahwa kota ini memang tidak setertinggal itu. Masih ada oknum-oknum yang mengejar pemaknaan estetika dengan referensi-referensi luar, tidak menjadikannya sekadar catatan kaki belaka, namun substansi yang akrab dengan imajinasi dan penghayatan hidup yang terasa remeh-temeh namun terjadi sehari-hari. Meski, penggunaan piranti bahasa dalam dua puisi tersebut belum diramu dengan matang. Atau, jangan-jangan upaya melawan konvensi terhadap bunga kata-kata puisi warisan Pujangga Baru?
Kejutan muncul dari puisi Maria Roeslie yang memberi suara yang jarang diangkat dalam gelanggang puisi Kalimantan Selatan, yaitu perspektif warga peranakan Tionghoa tentang sungai:
Sesuatu meronta-ronta dalam jiwa mengumandangkan rindu
Rindu mentari pagi yang menghidupi cermin anak sungai tepekong
Bertalu-talu rinduku mengiang menggelitik dada
Tak mampu lagi mengukur dalamnya riak gelombang jukung tiung
Walau kuteropong dari ketinggian jembatan ulin yang semampai
Sirna
Tiang-tiang rumah bahari yang berbaris rapi
Oleh sang empunya si taci si engkoh si encim dan si encek
Perlahan sirna
Akar pohon jingah yang menggurita di tepian
Dan tali-temali akar gantung beringin yang menggelayut
Serta manis getir buah kasturi yang mewarnai subuh
Telah pula sirna
Mungkinkah suatu saat nanti kita akan bertemu kembali
Tuk menguraikan isak tangis air dan udara di seputaran jalan veteran
Semoga angin terus bertiup
Dan bumi mengijinkan
Entahlah
Banjarmasin, 24 Agustus 2023
(Puisi “Sungai Tepekong” karya Maria Roeslie)
Kehadiran puisi “Sungai Tepekong” memberi suara pada the other yang akrab kita beri label chindo, mengesampingkan fakta bahwa mereka telah hidup berdampingan dengan penduduk lokal selama ratusan tahun dan memiliki suara asli mereka sebagian dari populasi; bahwa suara mereka ada dan valid untuk berbicara tentang rindu dan juga sungai.
Cara Diang Anggrek mengambil Pantai Jodoh yang bukan pantai, melainkan tepian sungai dalam puisi “Pantai Jodoh Tak Jodoh” juga menarik. Kehadiran puisi ini menjadikan buku antologi ini tak terasa baku. Tema yang bisa jatuh dikritisi sebagai karya picisan ini memberi kelenturan dan contoh bagaimana fragmen kehidupan sehari-hari digubah menjadi puisi. Ia memberi sorotan pada latar tempat nongkrong yang dijadikan titik kencan muda-mudi Kota Banjarmasin. Terkesan remeh untuk diangkat jadi puisi? Pembedah memandang Diang memberi gambaran yang abai tentang potongan kehidupan kota ini. Diang juga menambahkan deskripsi kehidupan sehari-hari lewat baris-baris: motor biru kita dorong/ lorong kampus hingga kayu tangi ujung/ duhai pujaan hati yang tak rendah hati. Puisi Diang tak hanya jujur, ia juga dekat.
Selain pendekatan pada sesuatu yang jarang diliput lampu spot puisi lokal, pengenalan lanskap kota dan alam sebagai sosok ibu juga muncul pada antologi ini, seperti Micky menulis dalam puisi “Banjarmasin”: Banjarmasin,/ kehilanganmu sebagai ibu/ tak lagi kusesali// juga mesti berulang kutangisi/ kutulis sajak ini untukmu/ sebagai isyarat aku makin menyayangimu/ tersebab kau adalah surga bagi cintaku.
Pengandaian alam sebagai ibu juga muncul dalam puisi “Sungai Adalah Rahim Ibu” karya Rahmat Akbar: Sungai ialah rahim Ibu, mengalirkan doa leluhur/ Sesekali batu bertafakur/ Menyimpan sakit bercampur/ Bahwa gemercik air yang melebur kini telah kabur.
Kekerabatan intelektual pada sosok alam atau kota yang diumpamakan ibu sebenarnya kerap terjadi, seperti pada cerpen pemenang Aruh Sastra terdahulu “Rahasia Sedih Tak Bersebab” karya Harie Insani Putra atau yang paling anyar buku puisi Kekasih Teluk karya Saras Dewi. Tak jemu-jemu konsep Ibu Bumi atau Ibu Pertiwi muncul dalam karya sastra, menganalogikan tiap kerusakan alam sebagai aksi durhaka yang melukai suwung nurani ibu, yang tanpa pamrih melahirkan dan membesarkan jiwa-jiwa yang melukainya.
Kerusakan alam yang kerap menjadi tema favorit para penyair yang karyanya tampil dalam buku-buku puisi bertema lokalitas menyaran pada fakta bahwa kondisi alam Kalimantan yang kaya dan tak henti-henti dibulangkir isinya. Di sini peran sastra sebagai media aktivisme para penyair mengambil tempat untuk menyuarakan atau setidaknya mencatat masalah hari ini yang tak kunjung menemu jalan tengah atau solusi. Selain itu, tradisi yang mulai kikis dan adab yang tumpang tindih dengan suara-suara sinis dan individualis juga mengisi halaman demi halaman di buku antologi ini. Namun, bukan berarti puisi-puisi berisi harapan dan doa redup digusur puisi bernada sinis. Simak puisi “Sungai Purba” karya Ratih Ayuningrum berikut ini:
Sungai di mataku
Mengalir purba
Sungai-sungai yang kujaga sejak lama
Hingga mata berkerut nyata
Tak tercemar, mengalir ke cabang-cabang kehidupan
Udara memanas
Sesekali deru pickup berhenti di sungai utama
Membawa ke kota-kota, ke rumah-rumah
Kini tak hanya sesekali
Puluhan kali deru pickup menggema
Membawa sungai-sungai hilir mudik masuk ke rumah-rumah
“Semua mulai tak lagi mengalir”
Sungai di mataku tetap setia
Tak tercemar
Meski banyak deru pickup bertamu dan membawa serta
alirannya pergi
Ke kota-kota, memasuki rumah-rumah
Kotabaru, 30 Agustus 2023
Sungai yang dibawa mobil pick up. Sungai yang memasuki rumah-rumah. Sungai yang menolak dikira tercemar. Puisi Ratih ini bisa menandakan kedigdayaan sungai sebagai subjek yang mampu memilih aksinya sendiri di tengah ancaman deru mobil pick up, yang entah membawa tanah untuk menimbun dan membawa sungai sebagai sisa dongeng rumahan. Atau menghadirkan sungai sebagai banjir bah yang masuk rumah atas hasil dari hilir mudik mobil pick up yang datang membawa substansi-substansi penting si Sungai yang telah defect fungsinya dalam ekosistem sebagai penampung air serapan. Dalam ambiguitas yang terjaga hingga akhir, Ratih berbicara tentang harapan yang cenderung gelap.
Tema mistik khas Banjar tentang hantu banyu juga tak luput tercatat, dihadirkan dalam puisi “Nyanyian Hantu Banyu” karya Aluh Srikandi. Selain menggambarkan dengan deskripsi suasana muram tentang mitos masyarakat Banjar pada hantu banyu, “Nyanyian Hantu Banyu” cukup menghentak dengan bait penutupnya yang berbunyi:
…
Ah,
Aku si Hantu Banyu sang penunggu tumbukan banyu
Kini hanya bisa bernyanyi pilu
Mendendangkan lagu-lagu rindu
Akan indahnya masa dahulu
Sembari menunggu waktu
Kembali ke hadapan Tuhanku
(“Nyanyian Hantu Banyu”)
Hantu yang bertuhan. Religiusitas yang jadi subtema yang khas dalam gubahan penyair lokal tampil tanpa untaian doa yang ditulis indah berbunga kata-kata. Dengan sederhana, Aluh menyandingkan hantu banyu dengan Tuhan, seperti kerap puisi religius ditulis penyair lokal. Bait terakhir ini efektif memberi tawaran tentang asumsi lain yang mampu digarap dan dibicarakan dalam puisi: gelap yang menjunjung Tuhan.
Cukup banyak sebenarnya yang dapat dibahas mengenai Percakapan di Dasar Sungai sebagai sebuah produk pencatatan para penyair Kalimantan Selatan tentang masyarakat, hidup mereka masing-masing, dan ekosistem yang melingkupinya. Meski pengulangan tema adalah siklus yang pasti terjadi dan kesegaran dalam segi bentuk dan tema masih menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah selesai di ranah puisi Kalimantan Selatan maupun nasional, namun, yang dapat disyukuri: puisi masih ditulis; penyair-penyair baru lahir kembali.
Sebagaimana saya membaca keluguan dalam pemilihan diksi para penyair muda yang karyanya tampil dalam buku antologi ini, muncul harapan bahwa puisi dari penyair-penyair Kalimantan Selatan mampu berbicara banyak di kancah nasional atau internasional, mewakili dirinya sendiri atau khalayak sastra sekalian. Tentunya harapan itu disematkan pula pada para sepuh penyair yang puisinya terbaca sebagai kematangan tutur puitik, yang tentunya dicapai dari usia sepak terjang pembacaan mereka atas sastra dan jejak kepenyairan mereka.
Berbicara mengenai pembacaan, tentunya penulisan puisi dalam Percakapan di Dasar Sungai merefleksikan seberapa dalam para penyair menyelam ke sungai sastra untuk muncul ke permukaan, menulis tentang sastra sungai di buku ini. Muncul pertanyaan: apa sungai itu selamanya berwarna kecoklatan saja?
Puisi-puisi yang judulnya disebut pada penjabaran di atas barangkali adalah riak-riak lain, di samping banyak juga puisi-puisi yang tak disebutkan dan menjadi gelembung-gelembung yang muncul dari dasar pembacaan yang cukup dalam. Kapan sungai itu berwarna bening? Barangkali ketika kita memutuskan untuk menyisihkan sampah-sampah yang tak perlu dan membiarkan sungai pembacaan mengalir dan surut sebagaimana mestinya cuaca tak selamanya menyaran pada hujan atau panas semata.
Puisi adalah media dengan berbagai kemungkinan daya ungkapnya untuk berbicara tentang sesuatu. Apa sesuatu itu? Saya teringat alasan mengapa Jon Fosse dihadiahi Nobel Sastra tahun ini: untuk upayanya memberi suara pada hal-hal yang tak terucapkan. Bagaimana hal itu mungkin? Mari sama-sama mengingat bagaimana kita dulu mengumpulkan patahan fonologi sebagai produk suara di sudut-sudut mulut untuk membentuk kata, kata jadi susunan kalimat, kumpulan kalimat membentuk wacana merujuk pada bermacam tema dan stilistika. Penemuan pada hal-hal tak terkatakan itu tentunya dilakukan bertahap, tanpa paksaan, dan terus dilakukan. Seperti dulu kita belajar bicara, penyair sebaiknya memang terus belajar agar puisinya mampu terus berbicara pada sesama.
Sejatinya membaca dan menulis puisi adalah siklus yang berulang, namun juga tak pasti. Melalui Percakapan di Dasar Sungai dan penghelatan Aruh Sastra Kalimantan Selatan yang sudah menginjak usia dua puluh, ia menjadi bukti puisi masih terus digeluti dan ditulis lagi, pekerjaan rumah literasi dan meja kerja puitika yang tak pernah selesai dan selalu beregenerasi. Tentang kebaruan yang dicari-cari dalam antologi ini? Menurut hemat saya, hal itu akan terjadi ketika membaca dan menulis puisi mencapai kulminasi titik jemu, namun tak redup atau memutuskan mati.
4 notes
·
View notes
Text
#QuoteOfTheDay (20230523):
“Aku tahu Allah mengujiku karena Allah mencintaiku. Aku tahu Allah bisa memaafkanku karena aku tahu Allah juga mencintaiku.” (Boona Mohammed)
Inilah sikap positif yang diajarkan Boona Mohammed, seorang seniman muslim Kanada yang berdakwah melalui puisi, teater, dan film islami. Bahwa seorang hamba semestinya yakin bahwa kejadian buruk yang menimpanya adalah tanda cinta Allah agar kita kembali kepada-Nya, mungkin karena dosa/ kesalahan yang kita perbuat; dan kelak Allah memaafkan setelah kita bertobat.
Ketahuilah bahwa, “Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka.” (At-Tirmidzi: 2320); dan, “Jika kamu jatuh pada perbuatan dosa maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertobatlah kepada-Nya karena seorang hamba bila dia mengakui telah berbuat dosa lalu bertobat, maka Allah pasti akan menerima tobatnya.” (Al-Bukhari: 2467)
#know #that #Allah #tests #us #because #He #loves #can #forgive #tawba
Telegram Channel https://t.me/x_QoTD
2 notes
·
View notes
Text
Appreciation Day: Munaqasyah Pendidikan Al-Qur'an, Tahfidz Juz 30 Metode Ummi di SD Muslim Cendekia
Di SD Muslim Cendekia, acara Hari Apresiasi menjadi momen yang sangat ditunggu-tunggu setiap tahun. Dalam rangka merayakan pencapaian siswa dan pengembangan pendidikan agama, acara ini kali ini mengusung tema "Munaqasyah Pendidikan Al-Qur'an Tafidz Juz 30". Munaqasyah sendiri berarti diskusi atau perdebatan yang bertujuan untuk menggali pemahaman dan pengetahuan mendalam mengenai ajaran Al-Qur'an. Acara ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi, tetapi juga sebagai sarana untuk memperdalam pemahaman siswa tentang kitab suci dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Persiapan untuk Hari Apresiasi ini melibatkan seluruh elemen sekolah, mulai dari guru, siswa, hingga orang tua. Tim panitia bekerja keras dalam menyusun agenda acara, memilih tema, dan menentukan format diskusi yang akan digunakan. Selama beberapa minggu sebelum acara, siswa-siswa dilatih untuk memahami ayat-ayat tertentu dari Al-Qur'an yang akan dibahas dalam munaqasyah. Guru-guru memberikan bimbingan dan materi yang relevan, memastikan bahwa siswa siap untuk berdiskusi dengan percaya diri.
Selain itu, dekorasi sekolah juga dipersiapkan untuk menciptakan suasana yang meriah dan penuh semangat. Banner dan poster yang menggambarkan nilai-nilai Al-Qur'an menghiasi aula, menambah nuansa religius sekaligus akademis. Pada hari H, seluruh siswa mengenakan pakaian adat atau busana yang mencerminkan kebudayaan Islam, menambah keindahan acara.
Acara dibuka dengan sambutan dari kepala sekolah, yang menyampaikan pentingnya pendidikan Al-Qur'an dalam pembentukan karakter siswa. Beliau juga mengingatkan bahwa Al-Qur'an adalah pedoman hidup yang harus dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan penampilan siswa yang menampilkan nasyid dan puisi Islami. Penampilan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menggugah semangat religius di antara semua yang hadir.
Sesi munaqasyah berlangsung dengan sangat interaktif. Siswa menunjukkan antusiasme tinggi, menjawab pertanyaan, dan memberikan tanggapan.
Setelah sesi munaqasyah selesai, acara dilanjutkan dengan pengumuman siswa berprestasi. Penghargaan diberikan kepada siswa-siswa yang menunjukkan kemajuan luar biasa dalam pemahaman Al-Qur'an dan keterampilan mengajar. Penghargaan ini tidak hanya berbentuk piagam, tetapi juga hadiah menarik yang memotivasi siswa untuk terus belajar.
Kepala sekolah juga memberikan penghargaan kepada guru-guru yang telah berkontribusi besar dalam pendidikan Al-Qur'an. Ini adalah bentuk pengakuan atas usaha mereka dalam mendidik dan membimbing siswa agar lebih dekat dengan Al-Qur'an.
Appreciation Day di Muslim Cendekia, Munaqasyah Tahfidz juz 30 menjadi momen yang sangat berarti bagi seluruh civitas sekolah. Acara ini tidak hanya merayakan pencapaian siswa, tetapi juga memperkuat pemahaman mereka tentang ajaran Al-Qur'an dan nilai-nilai Islam. Melalui diskusi yang interaktif dan inspiratif, siswa diharapkan dapat menginternalisasi pelajaran yang didapat dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan semangat untuk terus mengembangkan pendidikan Al-Qur'an, diharapkan acara seperti ini akan menjadi tradisi yang berlangsung setiap tahun, menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga kaya akan nilai-nilai agama. Mari kita terus dukung pendidikan yang mendalam dan menyeluruh, agar siswa-siswa Muslim Cendekia dapat tumbuh menjadi pribadi yang berkualitas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi masyarakat.
#SekolahTerbaikKotaBatu#SekolahIslamKotaBatu#SekolahUnggulanKotaBatu#PrestasiMuslimCendekia#PrestasiSekolahKotaBatu#SekolahIslamTerbaik#SDIslamKotaBatu
0 notes
Text
Penyair Muslimah Kuatkan Mata Rantai Sastra Islami
Sajak-sajak religius dan sufistik Indonesia tidak hanya ditulis oleh para penyair Muslim tapi juga para penyair Muslimah. Demikian dikatakan Ahmadun Yosi Herfanda dalam diskusi buku antologi puisi Berbagi Zikir, di Auditorium JICA FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Rabu (28/9) lalu.
Buku yang berisi sajak-sajak Islami karya 36 penyair Muslimah itu diterbitkan oleh Lembaga Seni dan Sastra Reboeng pimpinan Nana Ernawati. "Sajak-sajak dalam buku ini membuktikan bahwa penyair Muslimah punya peran penting dalam memperkuat tradisi penulisan puisi Islami di Indonesia," kata Ahmadun.
Apresiasi dan Diskusi Buku Puisi Berbagi Zikir itu diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra UPI bekerja sama dengan LSS Reboeng dan didukung oleh Komunitas Penulis Perempuan Indonesia (KPPI). Acara dimeriahkan musikalisasi puisi Sanggar Ari Kpin dan pembacaan puisi para penyair Muslimah, antara lain Rini Intama, Dian Hartati, Nenden Lilis Aisyah, Nana Ernawati, Nurul Ilmi Elbana, Heni Hendrayani, Terena Oktaviani, dan Ratna M Rochiman.
Selain Ahmadun, pembicara yang membahas sajak-sajak dalam Berbagi Zikir adalah Mamur Saadi, dosen UPI. Acara juga diisi sambutan Dekan FPBS UPI DR Syihabuddin MPd, yang mengatakan bahwa peran puisi sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam.
Sebelumnya, menurut Nana Ernawati, antologi puisi Berbagi Zikir telah diluncurkan di Taman Budaya Yogyakarta dan didiskusikan di Balai Bahasa Yogyakarta dengan pembicara Katrin Bandel dan Jamal D Rahman. Buku tersebut dikuratori oleh Ulfathin Ch dan Ahmadun Yosi Herfanda.
Kualitas estetik
Selaku kurator, Ahmadun mengaku tidak hanya memilih puisi berdasarkan nilai keislamannya, tapi juga kualitas estetiknya. "Saya menghindari puisi yang hanya mirip penggalan teks khutbah atau tausiah," kata pemimpin redaksi portal sastra litera.co.id itu.
Tentang lebih banyaknya puisi sufistik di dalam Berbagi Zikir, menurut Ahmadun, itu membuktikan peran penting para penyair Muslimah dalam ikut menyambung mata rantai puisi sufistik di Indonesia. "Ini kenyataan yang luput dari perhatian para pengamat sastra. Dalam mewacanakan tradisi puisi sufistik selama ini mereka cenderung hanya memperhatikan para penyair pria," katanya.
Dengan begitu, tambahnya, terbitnya buku Barbagi Zikir sangat penting untuk menggarisbawahi peran penting para penyair Muslimah dalam meneruskan tradisi puisi sufistik di Indonesia.
0 notes
Text
Seharusnya kemarin di paltform ini ada satu tulisan yang ku buat, entah kenapa sekarang ini ingin lebih merutinkan kembali kegiatan tulis menulis, niatnya sih setiap hari ada satu tulisan yang ku buat.
Baik berupa narasi pendek atau pun panjang sekalipun, dan walau sebenernya masih bingung mau menarasikan apa dalam tumblr ini, sesekali ingin menuliskan puisi di sini, aku mulai menggemari menulis puisi ketika tak sengaja menjumpai buku puisi karya ajip rosidi di pasar senen, pasar senen ini juga yang merupakan gelanggang berkeseni juga untuk pak ajip rosidi dan sastrawan angkatan 45 lainnya.
Bisa jadi juga disini membuat draft untuk pembuatan cerpen, seperti pak kuntowijoyo, menulis novel seperti habiburahmam el shirazi, menulisan kisah roman bernuansa islami, bisa pula seperti dewi lestari membuat kisah mengenai filosofi kopi, yang pada akhir kisahnya filosofi-filosofi itu dikalahkan kesedarhanaan yang tulus dari kopi tiwus.
Ada juga yang paling seru adalah menulis layaknya eka kurniawan, menuliskan kisah yang tak terduga jalan ceritanya seperti manusia harimau, bahkan yang lebih seru adalah ketika kau membaca raden mandasia si pencuri daging sapi karya yusi paraemon, semua kisah maupun dongeng dilebur menjadi satu dalam bukunya tersebut, sungguh hebat mereka semua.
Dan ini pun tanpa saya sadari sudah menjadi kalimat yang panjang, padahal saya kebingungan tadi ingin menuliskan apa.
0 notes
Link
Doa Sehelai Daun Kering
Jangankan suaraku, ya Aziz
Sedangkan firmanMupun diabaikan
Jangankan ucapanku, ya Qawiy
Sedangkan ayatMupun disepelekan
Jangankan cintaku, ya Dzul Quwwah
Sedangkan kasih sayangMupun dibuang
Jangankan sapaanku, ya Matin
Sedangkan solusi tawaranMupun diremehkan
Betapa naifnya harapanku untuk diterima oleh mereka
Sedangkan jasa penciptaanMupun dihapus
Betapa lucunya dambaanku untuk didengarkan oleh mereka
Sedangkan kitabMu diingkari oleh seribu peradaban
Betapa tidak wajar aku merasa berhak untuk mereka hormati
Sedangkan rahman rahimMu diingat hanya sangat sesekali
Betapa tak masuk akal keinginanku untuk tak mereka sakiti
Sedangkan kekasihMu Muhammad dilempar batu
Sedangkan IbrahimMu dibakar
Sedangkan YunusMu dicampakkan ke laut
Sedangkan NuhMu dibiarkan kesepian
Akan tetapi wahai Qadir Muqtadir
Wahai Jabbar Mutakabbir
Engkau Maha Agung dan aku kerdil
Engkau Maha Dahsyat dan aku picisan
Engkau Maha Kuat dan aku lemah
Engkau Maha Kaya dan aku papa
Engkau Maha Suci dan aku kumuh
Engkau Maha Tinggi dan aku rendah serendah-rendahnya
Akan tetapi wahai Qahir wahai Qahhar
Rasul kekasihMu maíshum dan aku bergelimang hawaí
Nabi utusanmu terpelihara sedangkan aku terjerembab-jerembab
Wahai Mannan wahai Karim
Wahai Fattah wahai Halim
Aku setitik debu namun bersujud kepadaMu
Aku sehelai daun kering namun bertasbih kepadaMu
Aku budak yang kesepian namun yakin pada kasih sayang dan pembelaanMu
Emha Ainun Nadjib
Jakarta 11 Pebruari 1999
Voice over: Muh Yusuf Alfiyanto DOA SEHELAI DAUN KERING - Puisi Karya Emha Ainun Nadjib | Musikalisasi Puisi
Tetap terhubung dengan saya di: Instagram: https://www.instagram.com/muhyusufalfiyanto/ Kumpulan puisi karyaku: https://www.wattpad.com/story/218202675-kumpulan-puisi-karya-muh-yusuf-alfiyanto
Silahkan berkunjung ke Channel Youtube saya ya, jangan lupa Subscribe. terima kasih :)
#cak nun#puisi cak nun#doa sehelai daun kering#puisicinta#puisi sedih#puisi#puisisenja#puisi islami#kumpulan puisi#puisipendek#sastra#sajak#sajakpendek#sajakkata#sajak puisi#sajakcinta#sajakrindu#muh yusuf alfiyanto
4 notes
·
View notes
Text
"Akan Lebih Baik"
Akan lebih baik.
Belajarlah untuk selalu berprasangka baik. Sebab, sebanyak apapun fakta akan kalah dengan prasangka.
Fakta bahwa Allah adalah segala Maha Yang Baik, akan kalah jika prasangka buruk yang selalu kita petik untuk dijadikan titik.
Kita pernah menemukan, ketika seseorang menganggap dirinya lah yang paling berat beban hidupnya, dirinya lah yang paling jatuh tersungkur, pada akhirnya bertanya: “Apakah Hidup Ini Adil? “
Wajar, hampir setiap orang pernah mengalaminya. Dari kalangan manapun; para anak pinggiran, anak-anak perumahan, si melarat, si konglomerat, para ustadz, para pejabat, pelacur, si brokenhome, budak hedonisme.
“apakah hidup ini adil? “
Hidup ini teramat sangat adil. Penjelasannya akan sulit terungkap, karena keadilan banyak ragamnya. Kita akan menemukan jawaban bahwa hidup ini adil adalah nanti; saat kita tidak lagi sibuk membangun anggapan tentang diri, saat kita mengetahui bahwa hidup bukanlah tentang menang dan kalah, saat kita telah pandai memaknai dengan detail setiap kejadian yang menimpa diri entah baik maupun buruk.
Pertanyaan-pertanyaan hidup akan sulit terjawab, ketika kita terlalu mencintai kehidupan itu sendiri.
Hidup yang makin terpuruk, atau syukur yang makin memburuk?
Padahal, jika kita mau mengalahkan ego sedikit untuk memahami hakikat hidup, maka dengan sendirinya hidup akan mudah dan tenang.
Kehidupan dunia menjadi sulit dan membingungkan;
Ketika kita menganggapnya sebagai rumah tinggal, bukan ladang amal.
#islami#ibu#ramadhan#idulfitri2022#tulisan#tumblr#nature#photography#photogram#30harimenulis#30haribercerita#poem#poetry#sajak#puisi#senja#jokopinurbo#fiersabesari#kurniawangunadi#love#lfl#fyp#follow#pendaki#jakarta#kota#indonesia#sajakmalam#puisimalam#ayah
18 notes
·
View notes
Text
Semakin dewasa, kau akan mengerti, bahwasannya kesederhanaan dalam memaknai kebahagiaan adalah suatu yang sangat istimewa.
Karena tidak ada parameter kebahagiaan selain apa yang kita gambarkan pada diri kita sendiri.
Bukan harta, bukan paras yang tampan atau cantik karena kau tau kedua indikator itupun bersifat relatif.
Kebahagiaan tidak memiliki parameter khusus untuk kita raih, karena kebahagiaan adalah tentang cara kita bersyukur dan menerima suatu keadaan dengan apa adanya. Maka bibit-bibit kebahagiaan pun akan tumbuh seiring dengan lirihan kalimat syukur yang terus bermekaran dengan cemerlang di dalam hati-hati setiap insan.
-Cakrawala
133 notes
·
View notes
Text
Mengapa Rusia pura-pura lemah di perang Ukraina? Padahal Rusia bisa menaklukan ibu kota Ukraina dalam waktu 3 hari.
Bukan pura-pura lemah. Tapi emang sengaja dibikin lama perangnya. Anda semua kan pada ketipu sama Putin. Juga ketipu sama Barat dan Zelensky. Anda semua ketipu dengan banyaknya berita kekalahan yang diderita Rusia lewat media. Bukan berarti beritanya hoax, beritanya bener, tapi anda ketipu sama tujuan akhir adanya perang yang berlarut-larut ini.
Perang ini sesungguhnya pesanan Oligarki Rusia, dan Barat sudah tau betul karena mereka juga nempatin banyak intelijen buat mengetahui pokok masalah ini. Makanya sejak awal perang, Barat terutama AS sibuk membekukan aset dan kekayaan milik Oligarki Rusia di luar negri. Barat sudah tau sejak awal, perang ini emang pesanan Oligarki, bukan murni ide Putin buat melemahkan atau menginvasi Ukraina.
Kalau Rusia mau serius hancurin Ukraina maka fokus utamanya langsung menuju ibukota Kiev yaitu lewat perbatasan utara, bukan lewat timur. Selain itu Rusia juga bisa langsung bombardir ibukota dengan rudal berhulu ledak tinggi, saya berani jamin 3 hari Ukraina tumbang. Tapi selama ini kan yang kita lihat justru rudal tanpa hulu ledak berjatuhan di Kiev. Banyak rudal berjatuhan masih dalam kondisi utuh tidak meledak. Walau beberapa rudal memang meledak dan menghancurkan gedung.
Memang beritanya beneran lho, banyak tentara Rusia itu mati terbunuh, helikopternya jatuh ditembak, tank-tank mereka juga hancur beserta kru di dalamnya kena rudal Javelin dan aneka kehancuran lainnya, itu semua benar. Tapi bagi Oligarki ya gak peduli mau tentaranya mati berapa pun.
Ada dugaan dengan semakin lamanya perang maka bisnis minyak dan gas yang dimiliki para Oligarki Rusia ini untung besar. Semakin lama perang, semakin banyak sanksi maka bisa mempengaruh harga minyak dunia dan akhirnya mereka semakin untung besar. Di saat Rusia sibuk perang, kapal dan pipa gas Rusia sibuk menyalurkan minyak dan gas mereka. Bahkan Rusia berani nyuruh konsumen untuk membeli pakai Rubel, bukan Euro atau Dollar.
Selain ke Eropa, Rusia juga mulai menjual minyaknya ke India dan Cina. Walau harga minyak dunia turun, namun jika volume penjualan naik, maka mereka akan tetap untung. Terbukti penjualan minyak ke dua negara ini naik sejak perang Rusia-Ukraina dimulai.
"menurut beberapa sumber"
#Russia#beritaviral#beritaislam#filsafatislam#filsafat#sajakkata#motivasi islami#nasehatislam#new poets society#puisi
4 notes
·
View notes
Text
YAKIN INGIN DILIHAT?
Buat apa berakit-rakit,
Terlalu keras,
Hingga ingin,
Dilihat orang,
Mencapai kepuasan diri,
Kepuasan orang lain,
Tanpa ada,
Kesakinahan.
Coba pikir ulang,
Buat apa?
#selfreminder
Semburat Sore,
17.04.20
#self reminder#reminder#pengingat diri#pengingatdiri#sajak#sajak pribadi#sajak nasihat#sajak islami#sajak islam#sajak kehidupan#puisi#puisi kehidupan#puisi islami#islami#syair#syair islami#prosa#prosaislami#prosa islami
14 notes
·
View notes
Text
—— Pesan Untukmu Yang Khawatir Akan Masa Depan ——
Ketika hari ini kita bingung masalah rezeki
Ketika hari ini kita masih galau perihal jodoh
Ketika hari ini kita terlalu khawatir menatap masa depan
Cobalah gantungkan harapan dan langitkan doa hanya kepada-Nya
Supaya diturunkan kedamaian dan ketentraman di hati kita
Yakinlah bahwa rezeki mu sudah dijamin
Percayalah bahwa jodohmu tak akan tertukar
Takut lah bahwa ajalmu tak bisa di majukan atau di mundurkan
Sehingga diri tak lagi khawatir akan masa depan
Ya ada ialah mempersiapkan nya dengan sebaik-baik bekal
Dan menjemputnya dengan cara yang berkah dan halal
Semuanya sudah di jamin oleh-Nya, percayalah dan berusahalah
Semarang, 19 Oktober 2020
Kontemplasi 20-an
#Islam#indonesia#welcome to islam#islamicquotes#islami#islamic#islampeacelove#nasehat#insecure#quarter life crisis#Sajak#Puisi#puisiromantis#puisirindu#masadepan#Cinta#Akad#Nikah#Jomblo#jomblofisabilillah#Pemuda#pemudatauhid#pemudahijrah#Galau#sajakrasa#tulisan#Goresan#motivasiislam#motivasi#semangat
104 notes
·
View notes
Text
Bahkan diantara malam yang gelap selalu ada bintang yang gemerlap.
Begitupun diantara tanah yang tandus selalu ada rumput yang tumbuh.
Pastilah pula diantara berlumurnya seorang manusia sebab dosa, akan selalu ada kebaikan yang masih tersisa didalamnya.
243 notes
·
View notes
Text
Tak ada yang salah jika kau ingin berkeluh kesah, sebab kita manusia yang sewaktu-waktu dapat merasakan lelah.
Tak masalah jika kau ingin menangis menumpahkan segala resah, sebab kita hanyalah manusia yang lemah.
Tak apa sungguh, jika kau sesekali merasa terpuruk lantaran berbagai problema hidup yang menumpuk.
Berkeluh kesahlah, menangislah, mangaduhlah.
Sebab kau bukanlah malaikat, tapi hanyalah seorang manusia yang kadang merasa tak kuat atas segala rasa sakit yang menyayat.
Namun ingat, bahwa kau harus tetap dalam koridor-Nya saat kau merasakan nestapa yang tak ada habisnya. Sebagaimana Nabi Ya'qub yang mengadukan segala susah dan sedihnya hanyalah pada Dia yang Maha Kuasa.
"Hanya kepada Allahlah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku."
Sungguh segala pilu akan berlalu seiring waktu. Dan kehidupan di dunia ini hanyalah sekejap, sedangkan di akhiratlah yang akan tetap.
Jadi, tetaplah tegap meski napasmu mulai terasa pengap. Sebab Allah akan senantiasa mendekap siapa saja yang menjadikan-Nya tempat berharap.
@penaalmujahidah
#sedih#galau#puisi#islami#inspirasi#penaalmujahidah#quoteoftheday#nasihat#motivasi#bangkit#keluh#kesah#resah#nestapa#semangat#tekad
68 notes
·
View notes
Photo
Memahami "Life is games" dari sudut pandang yang lain. Kalau ada pandangan lain dari sudut-sudut yang lain, boleh bagi di kolom komentar. Ditunggu, ya! Jangan serius-serius. Hidup cuma main-main? Tabik! @agoytama #agoytama #agoytamaquotes #kutipan #puisi #prosa #cerita #quotes #melankolis #dramatis #cinta #rindu #hidup #mati #hayat #maut #islami #pengingat (di Gedangan) https://www.instagram.com/p/CNPyfh5hc4T/?igshid=sp0ekdi3d2c3
#agoytama#agoytamaquotes#kutipan#puisi#prosa#cerita#quotes#melankolis#dramatis#cinta#rindu#hidup#mati#hayat#maut#islami#pengingat
2 notes
·
View notes