#disensus
Explore tagged Tumblr posts
Text
SOD WITH +02
1. Hal terplot twist yang pernah lu alamin di rp
Pernah pacaran sama faker goblog. Yang nyebelin adalah aku pernah beliin dia sesuatu dan dia kasih alamat fiktif. KENAPA GAK NOLAK AJA GITU SIH? BUANG BUANG UANGKU AJA.
2. What's your biggest red flag?
Idk ini red flag atau engga tapi aku sangat sangat sangat clingy. Bakalan keliatan kayak cwk high maintenance tapi ya gitu emang aslinya butuh banyak perhatian. 🙏🏻
3. What was the biggest lesson you learned from your last relationship
Walaupun udah temenan seru banget kayak pinang dibelah dua tapi gak menentukan pacarannya berhasil ya ges ya
4. Kiss, marry, kick member +02
Seperti byasa. Kiss and marry aisailee 🩷 kick semuanya (love you guys)
5. tag 1 member di sini yh dan bilang sesuatu (misal @odteu eh kocak)
JTAKE SPILL IDENTITASMU KOCAK. 👺
6. Spill chara dari selama main rp yang bikin nyaman dan ngerasa bahwa lo dia banget.
Choi Jisu a.k.a Lia ITZY. Akunnya masih ada sih tapi lemes. 😔
7. Ada chara yang lagi pingin lo mainin gak tapi belum kesampaian, kalau ada sebutin fc-nya
Naoi Rei, Anna Tanaka. Rei udah pernah tapi pengen lagi, Anna baru akunnya ajah wkwkwk.
8. Kalo misal bisa bebas milih pcr buat 3 hari, chara siapa yang kamu pengen?
Song Mingi, Choi San, Hwang Intak, Choi Jiung, Han Taesan. Banyak. ☺️
9. Ada fc yang bikin kalian trauma?
Ada. Chorong Apink sunbae-nim. 🙏🏻
10. How about toxic relationship
Capek tapi pas lagi di dalam beneran gak bisa keluar. Early screening(?) toxic relationship, coba pikir kamu takut gak curhat sama temenmu soal kelakuan pacarmu? Kalo iya, bisa jadi lagi di dalem toxic relationship.
11. Express your feelings to someone you've kept to yourself anonymously.
Gak ada deh...
12. Your opinion about age-gap rls (satunya fc legal, satunya fc minor)
Actually I don't really mind...? Bukan encourage juga, tapi untuk konteks yang sampai bawa-bawa grooming itu menurutku gak mashok aja kan gak pada tau umur writernya. Emang kurang etis aja diliat yang age gapnya terlalu jauh, apalagi kalau salah satunya minor. Tapi aku bukan yang really against it dan bakalan marahin orangnya. You do you lah gitu.
13. Say something to someone who isn't here anymore. (lrp atau move acc)
Baru aja sadar kalo salah satu kakakku deact acc rpnya tanpa bilang. Yaudah mau bilang apa lagi. Next time kalo punya hubungan di rp tolong jangan begitu dah.
14. random pic yang bikin kalian inget sm mantan
15. wajar ga sih benci orang di rp? terus gimana cara biar ga benci orang di rp versi kamu?
Wajar, yang gak wajar kalau sampai benci ke face claimnya alias idolnya. Gak ada caranya sih....tapi mungkin kalau benci kesel atau apapun gak usah jadi yang aktif melakukan sesuatu(?), cukup diem aja gak usah deketin dia atau gimana gimana.
16. biasanya akhir kisah cintamu di rp ditinggalin atau ninggalin?
Saling(?) wkwkwkwkwk
17. Gimana kesan pesan selama di +02?
Anak-anaknya rame. Masih mau menerima aku walaupun akunya rp meninggal. 😔🩷
18. What’s your biggest green flag?
Aku bukan tipe yang ngambekan dalan konteks dikabarin atau gimana. I really appreciate kalo meluangkan banyak waktu, tapi kalau emang lagi gak bisa ya gimana lagi. Intinya kalo melakukan kesalahan terus minta maaf dan gak terulang lagi, yaudah gak bakalan aku ungkit ungkit atau bikin proses(?) minta maaf jadi ribet cuma karena pengen ngambek lama.
19. Platform main RP mana yang paling berkesan?
X ia.
20. Chara terlama kalian apa?
Jennie Kim.
21. Spill chara inceran eak (chara aja gak perlu orangnya)
Kayak nomor 8, kenalin ye kalo ada. ^____^
22. Spill teh teraneh yang pernah kelen tau, alami, terlibat (viral atw egk gak masalah)
Dulu ada rp day6 yang ship chaser(?). Trus itu kalo disensus satu rpw pasti rp day6 yang charanya inceran dia pernah digodain WKWKWKWK. Kenal sampe jadian sama chara incerannya bisa gak nyampe seminggu bjir. Selalu bikin masalah dalam satu sirkel, alias menggatal dalam satu sirkel emang gila.
23. Spill lagu non kpop, non pop indo, dan west pop yang kalian suka.
24. Pribadi kalian gimana? (OC)
Sejujurnya tipe yang serius, sering bercanda tetep tapi sangat sangat suka pembicaraan serius. Sering oversharing, dan sering encourages people around me to do the same soalnya menurutku semakin banyak cerita yang kita bagi berarti semakin kita percaya satu sama lain. Meskipun loyo dan bukan tipe yang ngobrol tiap hari banget sama temen, tapi aku gak pernah menganggap gak ngobrol = gak temenan. Selama kita gak punya masalah, walaupun kita ngobrol seminggu sekali tetep temenku.
25. tag anak +02 yang first impressionnya terlihat akan susah didekati
Assalamualaikum ningning. 🙏🏻
26. Spill alasan kalian masih main RP.
Masih seru. :D
27. Spill 3 lagu yang mencerminkan suasana hati kalian saat ini.
Jujur gatau bjir tapi aku kasih lagu yang aku lagi suka banget aja ya.
0 notes
Text
Alternative Multioriented-Spectrum System (AMSS)
Are YOU tired of panphobia in the bi community and biphobia in the pan community? Are YOU tired of discourse about what each label means? Worry no more my friend, your friendly neighborhood m-spec person is here to help.
Three words to define your m-spec orientation without decades of more-or-less trans-friendly/nonbinary-friendly history behind them
Di- (disexual, diromantic, diplatonic, disensual, etc)
From ancient greek δι, meaning “two” or “double”
Attraction to two genders
Holo- (holosexual, holoromantic, holoplatonic, holosensual, etc)
From ancient greek ὅλος, meaning “whole”
Attraction to all genders
Pluri- (plurisexual, pluriromantic, pluriplatonic, plurisensual, etc)
From latin plures, meaning “numerous” or “multiple”
Attraction to multiple genders, but neither less than three nor all of them
If you don’t want to use these terms for any reason you may want to check the Juvelic System, to encompass both your orientation and your gender identity/a simplification of your gender identity.
If you see a problem with this system, or have any question about it, please feel free to send an ask to my blog or a pm.
If you decide to coin more terms fitting in the AMSS/design a flag or multiple flagsfor these words, please tag me or send me a link, I’d love to see this!
Please note that none of these definitons indicate how I define their equivalents in the traditional m-spec system. I do not think every bioriented person is attracted to exactly two genders (and/or that these genders are men and women).
#m-spec#bisexual#pansexual#polysexual#omnisexual#bisexuality#pansexuality#polysexuality#omnisexuality#biromantic#panromantic#polyromantic#omniromantic#multisexual#multisexual spectrum#disexual#diromantic#diplatonic#disensual#holosexual#holoromantic#holoplatonic#holosensual#plurisexual#pluriromantic#pluriplatonic#plurisensual#mspec#queer#lgbt
115 notes
·
View notes
Text
Demokrasi Zaman Now: Deliberatif vs Agonistik
Oleh: Daniel Jeremia
Tulisan ini merupakan upaya untuk dapat menelaah konsep dan praktik demokrasi dalam masyarakat plural di era modern melalui 2 perspektif keilmuan. Demokrasi Deliberatif dari Jurgen Habermas dan Demokrasi Radikal dari Chantal Mouffe.
Sumber: www.google.com
Secara etimologis, demokrasi berasal dari kata Yunani; demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan) yang artinya pemerintahan rakyat. Salah satu implementasi dari negara yang menggunakan sistem perpolitikkan demokrasi adalah dengan hadirnya deliberasi atau musyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan atau konsensus. Pada zaman kita hidup saat ini, konsep dan praktik demokrasi merupakan manifestasi dari gelombang demokratisasi ketiga yang terjadi pada tahun 1974.[1] Dari kudeta di Lisbon, Portugal, demokrasi bergema menjadi sistem perpolitikkan paling banyak diterapkan di dunia, dengan kontekstualisasi masing - masing negara. Dari keagungan para filsuf Yunani, kini praktik demokrasi pun dapat kita jumpai di warung kopi. Seiring berkembangnya sistem politik demokrasi dalam kehidupan yang plural hari ini, berbagai interpretasi demokrasi pun menawarkan babak baru akan perdebatan dari para intelektual. Salah satunya adalah benturan konsep demokrasi deliberatif menurut anak emas dari mazhab Frankfurt bernama Jurgen Habermas dan demokrasi agonistik dari mazhab Essex, yaitu Chantal Mouffe.
Demokrasi Deliberatif
“Umpamanya Desa Konoha, kedai mie ramen merupakan ruang publik yang dapat digunakan untuk membangun kehidupan desa” .
Jurgen Habermas memberikan pemikiran segar yang berkorelasi satu sama lainnya, dari konsep ruang publik, komunikasi rasional, dan tentunya yang menjadi pokok bahasan kita, yaitu demokrasi deliberatif. Habermas telah dianggap sebagai pemecah kebuntuan teori kritis dan modernitas, baik dari kritiknya terhadap Marx, Freud, dan sikap pesimistik para gurunya (Adorno dan Horkheimer) terhadap masyarakat modern era pencerahan, Hingga peletakkan ideologi-ideologi liberal dalam teorinya. Ia menilai bahwa praxis dalam orientasi Marx hanya berfokus terhadap aspek ekonomi dan kerja dalam menelaah modernitas, dan logika natural Marx mengenai masyarakat komunis merupakan bentuk positivistik yang baginya mengalir seperti teori – teori naturalis lainnya. Begitupula psikoanalisis Freud baginya kurang memiliki akses terhadap kebutuhan teoritis, terutama linguistik.[2] Habermas tidak begitu saja mengacuhkan pemikiran - pemikiran pendahulunya mengenai kondisi sosial. Ia melakukan rekonstruksi dari para pendahulunya tersebut melalui penelaahan terhadap dimensi komunikasi yang baginya merupakan dampak positif dari pencerahan.
Fokus Habermas untuk memperkaya demokrasi deliberatif merupakan penghubungan dimensi komunikasi sebagai jalan alternatif yang mempermudah partisipasi masyarakat sipil. Dalam bentuk masyarakat modern yang plural, deliberasi menjadi cara yang paling rasional untuk dapat memelihara hak - hak sipil bagi Habermas. Deliberasi sendiri sebagai sebuah terminologi berasal dari bahasa latin, yaitu deliberatio yang artinya menimbang-nimbang, konsultasi atau musyawarah (Hardiman, 2004:18). Ia merekonstruksi pandangan Kant dan Hegel mengenai makna dan diferensiasi rasio praktis-murni, dan menggagas rasio komunikatif sebagai wujud rasionalitas masyarakat modern. Namun, aktualisasi rasio komunikatif dalam masyarakat plural itu bukan dipraktikkan dengan komunikasi instrumental (memaksa/membujuk), melainkan komunikasi rasional. Pola komunikasi rasional yang dimiliki inidividu - individu ini yang akan berubah menjadi suatu perangkat politik, apabila terjadi suatu diskursus dalam tatanan politik demokratis antar masyarakat (civilized discussion). Arena dimana diskursus berlangsung inilah yang dinamakan rung publik (public sphere), dimana publik memperbincangakan pendapat-pendapatnya dengan bebas intervensi dari suatu golongan. Coffee Shop di Perancis merupakan gejala-gejala awal konsep ruang publik yang ditelaah Habermas. Ketika kelas atas dan kelas bawah mulai dapat memperbincangkan politik kenegaraan dengan wujud masyarakat sipil (civil society). Konsensus yang di dapat dari ruang publik ini yang nantinya akan menjadi menjadi opini publik (public opinion).
Habermas menegaskan bahwa sebuah proses intersubjektif antar masyarakat plural dan pemerintahan negara di era modern dapat menghasilkan suatu konsensus/kesepakatan yang menjadi sebab-akibat dalam kepentingan bersama, dengan prosedur-prosedur yang ada dalam ruang publik. Sehingga diskursus rasional itu menjadi diskursus etis, dapat menjadi praktik demokrasi kenegaraan, yaitu:
Tidak ada orang yang dapat mendapat pengecualian dalam melakukan kontribusi yang relevan.
Semua partisipan diberikan kesempatan yang sama untuk melakukan kontribusi.
Partisipan harus memaknai apa yang ia katakan.
Komunikasi harus bebas paksaan dari luar ataupun dalam. [3]
Berikut skema untuk mempermudah memahami konsep ruang publik dan demokrasi Jurgen Habermas yang dibuat oleh F. Budi Hardiman.
Sumber: www.google.com
Demokrasi deliberatif bukan bermakna intervensi langsung ruang publik ke dalam sistem politik (bukan demokrasi langsung) dan juga bukan depolitisasi ruang publik. Demokrasi deliberatif dapat dimaknai sebagai peran politis aktif warganegara yang membangun opini mereka secara publik dalam mengontrol dan mengendalikan arah pemerintahan secara tidak langsung melalui media hukum (bahasa hukum). Dalam hal ini demokrasi deliberatif menghormati garis batas antar negara dan masyarakat, namun ingin agar negara hukum demorkatis mencarikan komunikasi-komunikasi politis di dalamnya (Hardiman, 2009:150)
Pandangan normatif dan etis ini didapat Habermas dengan pembaharuan terhadap tradisi demokrasi liberal. Konsep demokrasi deliberatif Habermas ini terletak pada model demokrasi prosuderalis yang mengendepankan diskursus melalui institusionalisasi prosedur korespondensi dan kondisi manusia.[4] Dengan syarat-syarat komunikatif proseduralis itulah kedaulatan hukum antar negara dan diskursus rasional masyarakat sipil dapat membentuk ruang publik.
Demokrasi Agonistik
“Inti dari Demokrasi adalah disensus” - Robertus Robet.
Beralih 782km ke Essex kita dapat menemukan sosok Sakura dari kelompok 7 yang bernama Chantal Mouffe. Setelah peninggalan Sasuke (Badiou), murid titisan Kakashi (Althusser) ini bersama Naruto (Laclau) mewarnai demokrasi di dunia ninja dari akar jutsu radikal. Pemikiran demokrasi agonistik Mouffe bermuara dari kritiknya akan konsep demokrasi liberal yang digagas dan diperdebatkan tradisi liberal, yaitu Habermas dengan demokrasi deliberatif dan John Rawls dengan demokrasi agregatif. Peletakan konstruksi teoritis Mouffe juga berakar dari penelaahanya terhadap awal perkembangan new social movement. Jika Habermas sudah menjelaskan bahwa rasionalitas komunikatif dalam masyarakat plural dapat menjadi konsensus dengan terbentuknya ruang publik. Berbeda halnya bagi Rawls. Menurutnya, sistem demokrasi harus berjalan dengan ketentuan hukum yang sudah diatur negara, dikarenakan tidak ada namanya argumen rasional yang memungkinkan dan merepresentasikan keseluruhan dari masyarakat plural.[5] Mouffe melihat,pandangan mereka berdua pada demokrasi terlalu sempit, dan tidak dapat melihat perbedaan prosedur antara otonomi publik dan otonomi individu. Konsep deliberatif dan agregatif justru berusaha menyeragamkan logika deduktif dan induktif masyarakat plural. Jika Rawls jatuh dalam konsep independensi suatu lembaga pemerintahan, begitupula Habermas yang tidak dapat memastikan bahwa masyarakat dapat bekerja sesuai dengan prosedural yang ia gagas. Hal ini tercantum dalam pendapat Habermas yang dikutip Mouffe:
That there are issues that have to remain outside the practices of rational public debate, like existential issues which concern not questions of “justice” but the “good life”.[6]
Argumen ini dapat kita lihat dalam realitas masyarakat dari golongan sosialita misalnya yang berkumpul dalam ruang publik bukan lagi memperbincangkan fungsi partisipatif politik yang dapat menunjang kesejahteraan bersama, melainkan untuk sekedar membahas kemewahan dari Lucinta lun.
“Kesetaraan” dan “Keadilan” dalam pengkultusan demokrasi dari tradisi liberal ini yang justru menjadi penyakit bagi demokrasi. Maka dari itu, Mouffe berusaha merombak tradisi demokrasi modern ini dengan mencantumkan 1 konsep lagi untuk memahami demokrasi, yaitu : “Perbedaan”. Suatu disensus yang terjadi dalam praktik demokrasi lah yang membuat demokrasi itu mungkin. Dalam buku yang ditulisnya bersama Laclau dengan judul “Hegemony and Socialist Strategies”, Mouffe mengemukakan tesis sentral; “objektivitas sosial dibentuk melalui tindakan - tindakan kekuasaan.” Baginya, pluralisme agonistik jauh dari membahayakan demokrasi ,konfrontasi agonis sebenarnya adalah kondisi eksistensi. Demokrasi modern spesifisitas terletak pada pengakuan dan legitimasi konflik dan penolakan untuk menekannya memberlakukan perintah otoriter.
“Salah satu new social movement misalnya melakukan kampanye anti-rokok dan melakukan diskusi bahaya rokok, dari dampak bronchitis, hingga dampak menjadi komunis. Dan mengajukannya pada pemerintah untuk menciptakan Undang - Undang larangan merokok. Apakah opini publik ini merupakan konsensus menyeluruh? Apakah seluruh masyarakat harus datang ke ruang publik? Apakah ini merupakan opini publik? Apakah ini opini?”.
Maka melalui proses deliberasi dengan tujuan menciptakan konsensus itu bagi Mouffe, sejatinya melemahkan kekuatan diri manusia, relasi sosialnya, dan bahkan membuat identitas dirinya mengalami kontaminasi oleh kesepakatan yang tunggal. Suatu konsensus dalam demokrasi itu sejatinya bersifat modus vivendi (sementara). Karena masyarakat akan selalu mengalami konflik bagaimanapun sistem pemerintahan itu. Sedamai-damainya Desa Konoha, selalu ada konflik untuk dapat melanjutkan ceritanya. Namun, deliberasi ini tidak berdampak secara langsung, melainkan membawa unsur hegemonik, dan melalui pendekatan deliberatif, kita mendapatkan masyarakat plural yang menghilangkan perbedaan – perbedaan dalam relasi sosialnya menjadi kesatuan politis yang disebut hukum.
“We are trapped in our own imagined worlds and perspectives, and that there is no way we can fully understand other people, other groups and their claims”.[7]
Bagi Mouffe, demokrasi tidak dimaknai untuk menghilangkan kekuatan dan identitas diri masyarakat, namun untuk bagaimana mengkonstitusikan kekuatan diri manusia dengan bentuk baru dan nilai-nilai demokratis. Mouffe memberikan pengenalan terhadap distingsi antara “The Political ” dan “Politics” dalam konsep demokrasi. Konsep “The political” (sikap natural manusia) merupakan bentuk bentuk inheren dalam relasi sosial manusia dengan berbagai bentuk relasi sosial yang berbeda. Sedangkan “politics” (institusionalisasi) adalah bentuk pelembagaan, praktik, dan diskursus yang selalu berusaha mengatasi konflik antar manusia yang pada dasarnya merupakan identitas dan kekuatan diri dalam “The political”. Politik selalu mengacu pada pembentukan dari suatu kesatuan dalam konteks konflik dan perbedaan, itu selalu kuatir untuk pembentukan “kita” dan penghancuran “mereka”. Dalam konsep demokrasi agonistik, lawan/kawan dalam demokrasi dinamakan Mouffe “adversary”. Adversary berarti seseorang yang pemikirannya dapat kita lawan, namun berhak untuk bertahan tanpa perlu dipertanyakan. Hal ini membedakan makna “agonistik” dan “antagonisme”. Jika masyarakat bar-bar memandang antagonisme untuk menghacurkan, maka agonistik dalam tatanan demokrasi masyarakat plural merupakan cara untuk memberikan kesamaan hak antar pendirian untuk pelaku politik tanpa harus menjadi keseragaman. Namun, Mouffe tidak pernah memaksakan masyarakat mengikuti konsepnya, karena baginya diri masyarakat bebas memilih bentuk demokrasi yang mereka mau. Baik itu dari agregatif, deliberatif, hingga agonistik.
Catatan Kaki
[1] Samuel P. Huttington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Terj. Asril Marjohan (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997) hlm. 1
[2] Joel Whitebook. “The Marriage of Marx and Freud : Critical Theory and Psychoanalisis”, dalam The Cambridge Companion To Critical Theory (Cambridge University Press: Fred Rush, 2004), hlm. 92.
[3] Luke Good, Democracy and The Public Sphere. (London: Pluto Press, 2005) hlm. 73.
[4] Candra Kusuma, “Demokrasi Deliberatif Di Era Otonomi Daerah : Studi Kasus Forum Konstituen di Kabupaten Bandung” Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UI, 2012, hlm. 38.
[5] Chantal Mouffe, “Deliberative Democracy Or Agonistic Pluralism”, Institute for Advanced Studies, Political Series Science, 2000, hlm. 6.
[6] Ibid
[7] Kari Karippen et. all., “Habermas, Mouffe, and Political Communication A Case For Theoritical Eclecticism”, Javnost The Public, 2008, hlm. 7.
#habermas#mouffe#democracy#demokrasi#deliberatif#agonistik#radikal#modern#diskusikamissore#ruang publik#konsensus#disensus#politik#politics#partisipasi#kesetaraan#keadilan#kebebasan#liberal#pemilu
0 notes
Text
400
https://www.instagram.com/p/CGFOmZihTRH/?igshid=1uanom9jrdctn
Entah mengapa, patah hati ditinggal nikah menjadi bahasan yang membahana.
Mungkin jumlah patah hati jika disensus akan lebih membludak dari angka pertumbuhan positif covid-19.
Acuh yang ricuh sana sini, emosi rindu yang tak tergaransi, dimensi mimpi yang hampir bahkan sama sekali tidak terjadi.
Gambar hati terlalu mudah untuk retak, namun pada akhirnya tidak ada yang bisa disalahkan, juga tidak ada salahnya terlalu berharap, sebab sejatinya kita butuh tempat hinggap.
Meski kita mengerti bahwa tidak pernah punya sayap.
Berani gak tag teman kamu yang ditinggal nikah? Eh
(Kota Daeng, 08:10/20 • 20.56)
Uwais El Marosy
@catatanpinggir
1 note
·
View note
Photo
Seni tidak bisa berbuat apa-apa tanpa selera, kata Clement Greenberg. Di telatah dunia yang kian mengglobal, selera dengan cepat bertukar tempat, pengaruh-memengaruhi, mudah menggelinding dan menggumpal menjadi “konsensus selera”. Konsensus selera hadir dengan tengara yang tidak pernah stabil; persis ketika ia menjadi konsensus, pada titik itu juga ia siap-siap menyambut kehadiran—dan dengan segera akan mengalami—“disensus”. Hubungan yang tidak stabil antara pembentukan “konsensus” dan “disensus” dalam jagat selera memunculkan apa yang disebut penulis sebagai “demokratisasi selera” dalam seni. Memahami bagaimana demokratisasi selera bekerja di dalam gelanggang penciptaan karya seni adalah kunci untuk memasuki rimba tafsir yang lebat yang tidak mungkin ditembus secara utuh hanya dengan bekal satu atau dua pemaknaan. Karena itulah, kajian tentang seni belum dapat dianggap tuntas bila tidak mengakses selera sebagai titik paling pangkal dalam relasi antara karya seni dan manusia sebagai ‘subjek’ dari karya seni tersebut. Buku jilid pertama ini hadir dalam rangka mengakses internalitas selera yang menghasilkan karya seni sekaligus memainkan peran interpretatif atasnya. Ini tidak akan pernah bisa dihindari karena pada dasarnya: seni adalah kendaraan makna, dan selera bahan bakarnya. Yasraf Amir Piliang, Transestetika, Seni & Simulasi Realitas, Yogyakarta, Penerbit Cantrik, Juni 2022, 344 hlm, 115.000 #YAsrafAmirPiliang #Transestetika #Transestetikasenidansimulasirealitas #PenerbitCantrik (di Jual Buku Sastra-JBS) https://www.instagram.com/p/CgWxIesOcqS/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
Text
Seniman
Kalau aku boleh memilih, lebih baik aku menjadi wibu kalau tidak bucin. Biar aku tidak menjadi orang yang idealis, keras kepala, mati penasaran, gila riset, bermulut kritik, mencari logos, menolak disensus atas konsensus mereka, bahkan mendebatkan dan mengejahwantakan perihal cinta.
Ya...beruntungnya Tuhan memberikan jalan yang sampai huruf terakhir di tulisan ini masih saja aku perjuangkan. Diskusi. Literasi. Album. Pentas. Kritik. Buku. Apresiasi. Pikiran. Gagasan. Semuanya. Semuanya yang sekiranya berhubungan dengan...
Seni
Dibilang lama...ya mulai tahun 2007, dibilang barusan ya...silahkan. Dus yang membuat seseorang dikatakan "anak bau kencur" adalah tentang pengalaman dan gagasannya. Berulang kali dilimbungkan tentang eksistensi tapi tetap saja aku berulah, sekalipun diputus cinta juga karenanya. Mungkin.
Ketika seseorang berkata bahwa seni hanya untuk rekreasi, penghilang penat...ya silahkan. Masalahnya penat dalam seni itu sudah hampir saban hari mengetuki pintu kamarku. Sesekali aku bukakan, walau tidak sampai aku buatkan kopi biar tidak keterusan.
Dengan mengucap syukur, aku bahagia karena diberi jalan yang harus kupertanggung-jawabkan. Tidak sebagai makhluk konservatif. Tidak sebagai pengunjung wahana rekreasi. Tidak pula sebagai penunggang atas mata pencaharian. Tapi, sebagai...
Buaya Rawa
Tulisan ini dibuat saat keperihatinan diri melihat lingkungan seni yang "gitu-gitu" aja. Banci-banci seni yang mulai bertebaran di institusi dan kopi proletar
0 notes
Text
Última clase
¡Ante la ausencia, la creación!
Habrá ausencia y soledad, por supuesto. ¡Qué bonita es la soledad que no depende de estar rodeado o no de gente! No estaré solo y a pesar de eso habrá una soledad conmigo, una sombra escondida en mi apartamento que ya aparece en el día aunque no haya sol, en la noche aunque no haya luna, en la almohada arrinconada, en el vidrio empañado, en los ingredientes de buen gusto, en los poemas del, en las nubes en mí. No estaré solo, vendrán mis amigos, vendrán otras amantes, pero por ahora habrá una soledad: se sentirá muy sola esa parte de mí que emergía muy especialmente en el encuentro contigo, que sentía miedo y amor, fortuna y deseo, respeto y admiración.
¿Soledad o soledades? Soledades. Habrá una soledad por cada una de las fuerzas activadas en el encuentro con vos y tus múltiples devenires. ¿A cuál de ellas extrañaré más? Aquí es donde digo que la heteronimia existe como una unidad en ciertas personas, y no es posible separarlas sin desgarrar la condición existencial de un ser. Te extrañaré a vos, grandiosa y bruja, a Sabina, a la artista, la sacerdotisa y la incognita.
Esta es la Historia de una muerte, de un asesinato con tintes de filicidio, donde uno es capaz de matar lo que ha creado, lo que ha salido de sus entrañas. Es la historia de una relación puramente estética, de esas donde los afectos y los perceptos no son artificios teóricos sino experiencia sensible y espontánea, de esas donde los encuentros siempre son experiencias estéticas, de esas que eligen la muerte como acto disensual de libertad, un amor suicida. Así, el nombre de este blog ha hecho justicia con lo que permitió sentirse de manera inédita en este tiempo, aun en el valor de saber que es preciso aprender a morir a tiempo.
Ya dejo de quererte y paso a amarte, como aliado, como quien puede compartir con vos una ducha o la cama, un abrazo tierno y amoroso, tu condición humana, tu desastre de mujer, tu cansancio, tus miedos, hambres e inviernos. Hay mucho silencio ahora, como correlato de una muerte, pero no lo malinterpretes: no es desidia, ni hastío… si me vieras, si te viera y te abrazara, tal vez pudieras sentir ahora más amor que antes, tal vez me descargaría en más elogios sinceros después de conocerte, reconocerte y hasta desconocerte. Ya dejo de quererte y paso a amarte, en tu desastre, para que me sigas enseñando.
¡Ante el duelo, la creación! No siento ansiedad ni temor frente a lo que sigue. Nuestro duelo debe ser una guerra inteligente contra los afectos y perceptos regresivos, en un amor que supo hacer de la libertad el signo de su creación. No podrá sentirse igual el duelo en un amor como éste, hasta el punto en que sientas – en próximos encuentros – que no ha cambiado mucho: siento ahora mismo que tal vez desaparezca el miedo y la intimidación, pero siga habiendo mucho amor, respeto y admiración, y una consciencia de que ha sido muy afortunado que hayas sido amante.
Han quedado pendientes, V. Así que espero que haya posibilidad de recrearlos, revivirlos.
Extrañaré tu parte más profunda, tu piel, en su devenir gran-diosa.
En tu Catálogo de hombres, cuenta la del maestro que se volvió tu aprendiz.
1 note
·
View note
Text
0 notes
Text
Polemik Etnis Rohingya: Mulai dari Isu Kewarganegaraan hingga Politik Isolasi
Catatan Diskusi Publik “Rohingya: Apa, Mengapa, Bagaimana” oleh Khansa Asikasari (mahasiswa Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia) dan Muthmainnah (alumni pascasarjana studi Globalization and Labor Policies Universitat Kassel Jerman).
Pelanggaran HAM Berat yang Terjadi di Rohingya
Permasalahan yang terjadi di Rohingya telah menjadi keresahan berbagai pihak. Tahun 2017 seolah menjadi tahun terakumulasinya kompleksitas masalah yang menempa etnis Rohingya. Etnis Rohingya adalah etnis yang paling dipersekusi di dunia (the world’s most persecuted people), mengalami kekerasan yang berlipat ganda atau multiple violence yang mencakup: tidak punya kewarganegaraan, mengalami penyiksaan struktural dan sistematis, dan kekerasan fisik.
Pernyataan menggetarkan datang dari Uni Eropa yang mengatakan bahwa pembataian yang terjadi terhadap etnis Rohingya adalah kejahatan genosida yang terjadi di era modern. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi di Rohingya merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Data terakhir dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mmenunjukkan bahwa kurang lebih setengah juta etnis Rohingya telah mengungsi ke Bangladesh dalam kurun waktu satu bulan dari Agustus hingga Oktober 2017. Terdapat kurang lebih 700.000 orang yang mengungsi yang diperkirakan sekitar 200.000 orang berasal dari konflik terdahulu. Kondisi ini membuat Pemerintah Bangladesh mengalami kesulitan untuk menangani para pengungsi mengingat Bangladesh merupakan Negara yang juga mengalami permasalahan khususnya di bidang ekonomi. Oleh karena itu, suasana area pengungsian di Bangladesh sangat kacau. Bantuan kemanusiaan sangat diperlukan untuk membantu para pengungsi.
Di daerah Sungai Teknav, di bagian utara Myanmar, bantuan harus diberikan dengan dilemparkan dari atas mobil. Terdapat banyak bukit yang dihuni dengan tenda yang belum layak sama sekali. Terdapat bendera warna kuning yang menunjukkan bahwa tenda tersebut dihuni oleh ibu-ibu, manula, dan balita. Musim hujan mmembuat suasana semakin sulit untuk menangani para pengungsi. Para pengungsi harus pergi dari rumah mereka tanpa membawa apapun. Letak pengungsi Rohingya belum bisa diatur, pengaturan tenda masih dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berbagai organisasi non-pemerintahan, termasuk Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU). Beberapa tenda harus digusur karena berada di wilayah rawan longsor. Menjadi suatu tantangan untuk bisa memindahkan 10.000-15.000 dengan cepat agar tidak kalang kabut saat longsor.
Apa yang Terjadi di Rohingya?
Myanmar merupakan Negara dengan daratan terluas kedua di ASEAN setelah Indonesia. Myanmar memiliki heterogenitas dalam etnis, ras, dan juga agama. Agama mayoritas di Myanmar adalah Buddha dengan jumlah pemeluk agama kurang lebih 70 juta jiwa. Di sisi lain, dalam sensus terakhir, Rohingya tidak dimasukan ke dalam daftar etnis yang diakui, UNDP sebagai yang memiliki otoritas di organisasi internasional mendesak agar Rohingya dimasukan sebagai etnis yang harus disensus juga pada tahun 2014. Oleh karena itu, permasalahan utama dalam isu Rohingya adalah stateless people, etnis tanpa negara. Hal Ini yang menjadi akar permasalahan dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang ada. Di sisi lain, Myanmar juga berkonflik dengan etnis Syan Buddha (etnis minoritas lain) di timur dan Kachin (beragama Protestan) di bagian utara. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum Myanmar memiliki masalah laten mengenai penanganan terhadap etnis minoritas.
Selain isu stateless people, permasalahan lainnya yang memperburuk keadaan etnis Rohingya adalah kebijakan isolasi bagi para pengungsi. Pengungsi tidak diperbolehkan untuk keluar dari wilayahnya, tidak diperbolehkan bekerja atau menjual hasil kerja mereka ke kota, dan diisolasi dengan kawat. Hal ini menciptkan Restriction of Movement. Di sisi lain, terdapat banyak polisi di wilayah sekitar camp yang mengawasi orang asing. Hal ini semakin membuat sulit para pihak yang ingin memberikan bantua logistic.
Para pengungsi mengungsi dengan tidak membawa apapun dengan tinggal di tenda pengungsian, tinggal di rumah-rumah bamboo, dan bekas tahun 2012, sekarang juga terjadi tinggal di tenda-tenda tidak layak dan jerami-jerami. Pemerintah sudah menerbitkan larangan orang-orang asing dan lembaga kemanusiaan yang boleh masuk ke Rakhine, PBB yang biasanya menerbitkan bantuan distribusi makanan berhenti, larangan ini berlaku untuk semuanya. Mereka sangat menggantungkan harapannya dengan bantuan kemanusiaan. Daya dukung mereka di camp dan desa semakin menurun karena politik isolasi. Bukan hanya terjadi di Sitwe yang menjadi ibukota, etnis Rohingya di Pulau Chopjul, juga mengalami pengusiran dan pembunuhan. Di sisi lain, berbagai permasalahan terus muncul, ancaman gizi buruk terus terjadi dan pasokan pangan sangat sedikit sekali.
Identitas putih adalah identitas yang diberikan oleh Pemerintah berikan sebelum krisis tahun 201 untuk mengidentifikasi Rohingya. Sejak tahun 1982 pemerintah Myanmar menerapkan kebijakan tidak menerbitkan kartu identitas bagi etnis Rohingya. Oleh karena itu, terdapat etnis Rohinya yang punya identitas sebagai penduduk Myanmar tetapi anaknya tidak dianggap sebagai warga Myanmar. Meskipun masih punya kartu identitasnya tapi tidak diakui oleh pihak keamanan.
Bagaimana dengan Peran Pemerintah Indonesia?
Paragraf ke-4 pembukaan UUD memuat salah satu unsur paling penting yaitu tentang melaksanakan ketertibaban dan perdamaian dunia (participate in creation of world order). Arti merdeka bukan hanya tentang kemerdekaan individu, tetapi untuk bersama-sama merdeka, sebagai fitrahnya makhluk Tuhan YME. Di sisi lain, world order mengandung unsur kemerdekaan sejati, perdamaian abadi, dan hanya bisa dijamin dengan keadilan sosial. Hal ini yang menjadi pokok pikiran dari Politik Luar Negeri Bebas Aktif.
Politik Luar Negeri Bebas Aktif adalah politik untuk mewujudkan tata dunia yang bebas (merdeka, perdamaiannya abadi, dan yang berkeadilan sosial) sesuai dengan desain negara Indonesia dalam paragraf ke-4 pembukaan UUD, dan harus dengan aktif melalui segala daya dan upaya yang kita miliki apalagi penyelenggara negara. Bentuk peran aktif dalam isu Rohingya bukan hanya tentang memberikan pernyataan tentang menyesal, mengutuk, atau pun mengecam, tetapi suatu aksi yang lebih konkret. Sebagai contoh pendahulu pada tahun 1947 dan 1948, terdapat agresi militer I dan II oleh Belanda dan ada perang saudara juga, tetapi dalam kondisi seperti itu kita masih sempat mengirimkan pasukan kemanusiaan untuk bantuan ke India yang ketika itu sedang diadu domba oleh imperialisme Inggris yang melakukan politik pecah belah. Tidak hanya itu, seandainya saja kekuatan militer saat itu tidak dibutuhkan di internal, Indonesia bisa juga mengirimkan kekuatan militer.
Bagaimana Seharusnya Sikap Pemerintah Indonesia terhadap isu Rohingya?
Diplomasi memiliki arti tidak hanya sebatas kalimat tetapi juga kekuatan aksi nyata yang mencakup dua hal yakni perlakukan etnis Rohingya sebagai saudara kita, atau jika kita tidak bisa melakukan hal ini, jangan sampai Pemerintah Myanmar mendapatkan apa yang mereka inginkan,yaitu pencaplokan tanah, Berikan tanah kepada mereka yang mampu mengelolanya dan dalam hal ini etnis Rohingya adalah pihak yang pantas untuk mendapatkan hak tersebut yang dikarenakan mayoritas dari mereka adalah melakukan aktivitas bercocok tanam. Di sisi lain, terdapat beberapa aksi yang telah dilakukan oleh Pemrintah Indonesia, yaitu Program pemberdayaan khususnya di bidang pendidikan. Pemerintah Indonesia telah resmi 4 sekolah, tahun 2013 dibangun kemudian diresmikan penggunaannya oleh Menteri Luar Negeri RI tahun 2017.
Kesimpulan
Permasalahan yang terjadi di Rohingya tidak terlepas dari belum selesainya proses membangun jati diri bangsa Myanmar. Terhadap kasus Rohingya, Â permasalahan bukan terjadi dari tahun ini dan tahun lalu saja, tetapi konflik ini telah bergulir lebih dari 5 tahun. Ekses dari pelanggaran HAM terhadap etnis ini juga mencakup human smuggling dan human trafficking. Di sisi lain, charter tidak punya konstruksi yang cukup untuk melakukan intervensi yang aktif untuk menyelesaikan permasalahan di Myanmar.
Konflik yang terjadi pun beragm seperti konflik sumberdaya alam, ethnic cleansing untuk penguasaan lahan, penegasian HAM utamanya hak-hak sipil, juga hak-hak ECOSOC, Statelessness, dan long-running process of systematic discrimination. Pengakuan terhadap etnis Rohingya tidak pernah terjadi secara de facto tetapi tidak pernah secara de jure.
Pilihan penyikapan dapat diwujudkan dalam bentuk humanitarian intervention baik militer atau non militer, R2P responsibility to protect oleh ASEAN/Neighboring Countries, dan boikot secara ekonomi, politik, sosial budaya. Malaysiasa lah satu Negara yang paling keras dalam isu Rohingnya dengan tidak mau mengirimkan tim sepak bola untuk bertanding dengan tim dari Myanmar, sedangkan Indonesia lebih menggunakan pendekatan constructive engagement jalan yang lebih soft diplomacy. Penndekatan juga dapat dilakukan melalui sisi kemanusiaan seperti membangun sekolah dan rumah sakit. Dalam aspek keadian, keadilan pemerintah Indonesia harus simultan untuk menangkap pelaku kekerasan menggunakan prinsip to forgive but not to forget dengan pengadilan.
Rohingnya adalah bukti nyata bahwa imperialisme masih merajalela di semua lapisan masyarakat. Rohingya adalah produk imperialisme. Maka hanya ada satu kata yakni: Lawan!
6 notes
·
View notes
Text
Sensus Ekonomi Lanjutan, BPS Gresik Terkendala 220 Perusahaan Belum Bersedia Disensus
Carina Payue Sensus Ekonomi Lanjutan, BPS Gresik Terkendala 220 Perusahaan Belum Bersedia Disensus Artikel Baru Nih Artikel Tentang Sensus Ekonomi Lanjutan, BPS Gresik Terkendala 220 Perusahaan Belum Bersedia Disensus Pencarian Artikel Tentang Berita Sensus Ekonomi Lanjutan, BPS Gresik Terkendala 220 Perusahaan Belum Bersedia Disensus Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Sensus Ekonomi Lanjutan, BPS Gresik Terkendala 220 Perusahaan Belum Bersedia Disensus BPS Kabupaten Gresik tampaknya bakal tidak bisa menyelesaikan target menuntaskan sensus ekonomi lanjutan hingga akhir September. Ini sebabnya... http://www.unikbaca.com
0 notes
Text
397
https://www.instagram.com/p/CGFOmZihTRH/?igshid=1uanom9jrdctn
Entah mengapa, patah hati ditinggal nikah menjadi bahasan yang membahana.
Mungkin jumlah patah hati jika disensus akan lebih membludak dari angka pertumbuhan positif covid-19.
Acuh yang ricuh sana sini, emosi rindu yang tak tergaransi, dimensi mimpi yang hampir bahkan sama sekali tidak terjadi.
Gambar hati terlalu mudah untuk retak, namun pada akhirnya tidak ada yang bisa disalahkan, juga tidak ada salahnya terlalu berharap, sebab sejatinya kita butuh tempat hinggap.
Meski kita mengerti bahwa tidak pernah punya sayap.
Berani gak tag teman kamu yang ditinggal nikah? Eh
(Kota Daeng, 08:10/20 • 20.56)
Uwais El Marosy
@catatanpinggir
1 note
·
View note
Link
tobasatu.com, Medan | Badan Pusat Statistik (BPS) tengah melakukan sensus penduduk secara nasional. Untuk tahap awal, sensus dilakukan secara mandiri melalui cara online, yakni sejak 15 Februari hingga 31 Maret 2020.
Tak hanya Warga Negara Indonesia (WNI), Warga Negara Asing (WNA) yang berada di Indonesia juga akan disensus.
Menurut Kepala BPS Sumut Syech Suhaimi, sensus terhadap warga negara asing di Indonesia akan dilakukan pada Bulan Juli yakni pada tahap wawancara, dimana sensus akan dilakukan oleh petugas.
“Jadi mereka akan disensus oleh petugas pada bulan Juli. Saat ini sensus masih dilakukan secara mandiri melalui online,” tutur Syech Suhaimi, saat menyaksikan Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah melakukan pengisian sensus online, di ruang kerja Wagubsu Lantai 9 Kantor Gubsu Jalan Diponegoro Medan, Selasa (25/2/2020).
Dalam pengisian data secara online, selain disaksikan Kepala BPS, Wagubsu juga terlihat didampingi Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Ismail Sinaga, serta Pendamping SP Online Fransisca Weni.
Saat ini kata Kepala BPS, sudah ada kurang lebih 160.000 masyarakat Sumut atau sekitar 20 persen dari target, yang mengisi data di sensus penduduk mandiri. Namun dia optimis target akan terpenuhi mengingat waktunya masih cukup lama yakni 21 Maret 2020.
Sebelumnya, BPS Sumut juga telah mensosialisasikan sensus penduduk online kepada kepala daerah. Dikatakan Syech, sosialisasi kepada kepala daerah dilakukan agar menjadi contoh bagi masyarakat Sumut.
“Kita sosialisasikan ke seluruh masyarakat. Kita sosialisasi kepada kepala daerah. Kalau kepala daerah sudah mengisi sensus penduduk online, tentu masyarakat akan yakin,” kata Syech.
Sementara itu Wagubsu Musa Rajekshah mengajak masyarakat untuk menyukseskan Sensus Penduduk Online 2020 dengan mengisi data secara benar. Hal tersebut akan sangat membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan pembangunan yang akurat.
Wagub juga meminta BPS Sumut untuk bekerja keras mensosialisasikan sensus penduduk online, karena ini program baru yang belum diketahui semua masyarakat. “BPS harus rajin melakukan sosialisasi ke desa-desa, kelurahan hingga ke tingkat lorong. BPS juga tidak bisa bekerja sendiri. Karena itu seluruh aparatur mulai dari Desa, Kecamatan dan Kabupaten/Kota harus ikut membantu bersama-sama,” ujarnya.
Wagubsu juga mengimbau masyarakat untuk tidak perlu khawatir akan kerahasiaan data pribadi yang telah diimput, karena ada password yang kita buat sendiri sehingga keamanan data pribadi tetap terjaga. (ts-02)
The post BPS Sumut Dampingi Wagubsu Lakukan Sensus Online, WNA di Indonesia akan Disensus Bulan Juli appeared first on tobasatu.com.
0 notes
Text
Beberapa Budaya Serta Adat di Jawa Timur yang Harus Kamu Tahu
Beberapa Budaya Serta Adat di Jawa Timur yang Harus Kamu Tahu
Jawa Timur yang punya luas daerah seputar 47.922 km² serta jumlahnya penduduknya seputar 42.030.633 jiwa saat disensus pada tahun 2017. Propinsi ini punya daerah paling luas antara 6 propinsi yang berada di Pulau Jawa serta punya keseluruhan masyarakat yang paling banyak ke-2 sesudah Jawa Barat di Indonesia.
Dengan beberapa angka itu, tentu saja Jawa Timur punya budaya serta adat yang demikian…
View On WordPress
0 notes
Text
Ber-Demak Sekeluarga
(Sebuah Kajian Tentang Wisata Religi di Makam para Auliya’)
“Jangan pernah mencampakkan keluarga, walaupun keluarga mencampakkanmu”
Dominic Toretto
Setelah pada tulisan sebelumnya membahas tentang agenda ziarah bersama ayah ke Sunan Muria dan Sunan Kudus, sekarang sekedar ingin bercerita sedikit banyak tentang agenda yang kurang lebih sama. Yakni sama-sama ziarah namun dengan tujuan yang agak berbeda dan orang yang agak berbeda pula. Jika sebelumnya ke dua tempat yakni makam Sunan Muria dan Sunan Kudus, untuk kali ini ziarahnya mengunjungi dua tempat sekaligus, yakni makam Sunan Kalijaga dan Raden Fattah yang berada di kota Demak. Sehingga selama liburan ini, saya berhasil mengunjungi empat makam waliyullah, Yakni Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Raden Fattah.
Jalan-jalan atau wisata religi kali ini agak ramai, karena melibatkan hampir semua anggota keluarga minus suami kakak perempuan yang harus sudah berangkat ke tempat kerja nun jauh disana. Sehingga apabila disensus ada empat orang dewasa dan dua anak kecil namun mempunyai polah dan tingkah layaknya orang dewasa. Empat orang dewasa adalah aku, ayah, ibu dan kakak perempuan, sedangkan dua anak kecil adalah ponakan yang satu laki dan satunya perempuan. Kalau sewaktu sama ayah cukup menaiki kendaraan roda dua aka sepeda motor, maka sekarang rodanya dipangkat dua menjadi empat, roda empat aka mobil.
Namanya bepergian dengan banyak orang apalgi bonus dua anak kecil tentu berbeda dengan bepergian hanya berdua saja. Bila saat ke kudus sama ayah hanya bawa air minum saja sudah cukup, nah untuk agenda kali ini tidak cukup hanya bawa air minum, tapi juga bawa air minum, susu, air hangat, nasi, lauk, sambal, krupuk, cemilan dan lain-lain. Harap maklum semakin banyak orang tentu saja banyak hal yang harus disiapkan, apalagi ada dua anak kecil yang super aktif yang tentu saja membutuhkan “bahan bakar” yang super juga.
Sebenarnya bisa saja tidak usah repot bawa barang banyak, cukup bawa saja yang penting misalnya susu, air panas, air dingin dan keperluan anak-anak yang mungkin susah dibeli di jalan kemudian selebihnya misalnya makanan atau cemilan bisa beli di swalayan atau departemen store yang ada di jalan. Namun hal tersebut mungkin tidak terbesit dalam pikiran ibuku, maklum ibu-ibu, istri PNS pula, sudah pensiun pula jadi harus bisa mengatur pengeluaran dan pintar-pintar menyiasati segala kebutuhan. Selama bisa bawa untuk apa beli? Uangnya ditabut saja untuk hal-hal yang lebih penting, kurang lebih itulah hal yang dikatakan ibuku.
Hampir lupa selain semua hal yang sudah disebutkan diatas, barang yang dibawa juga adalah bantal dan guling. Tepatnya dua buah bantal dan satu buah guling. Pastinya bukan untuk yang dewasa, tapi untuk dua anak kecil yang super aktif agar mereka dapat langsung istirahat dengan nyaman ketika sudah capai beraktivitas. Perlu diketahui dua keponakanku ini super lincah dan aktif. Yang pertama cowok umur empat tahun dan yang kedua cewek umur tiga tahun. Jangan ditanya aktifnya, orang di dekatnya harus siap menjawab segala pertanyaan secara spontan dari mulut mereka.
Pertanyaan yang muncul dari mulut mungil mereka beragam, mulai dari jenis mobil yang lewat kegunaannya, bahan bakarnya, tujuannya, muatannya, hingga berapa jarak yang ditempuh. Bahkan pengamen dijalan tidak terlupa menjadi bahan untuk ditanyakan. Mengapa mengapa dijalan, bawa gitar, mengapa baju mereka kumal, mengapa mereka kelihatan belum mandi, mengapa mereka tidak sekolah dan pertanyaan spontan lain. Kadang saya curiga jangan-jangan kalau nanti mereka besar akan menjadi wartawan investigasi atau pengacara kasus korupsi. Terkadang ingin rasanya jalan yang dilewati kosong melompok, hingga mereka tidak punya bahan untuk ditanyakan.
Suatu kali mereka berdua pernah melihat seorang kakek-kakek yang sudah berumur berjalan tertatih-tatih sembari menuntun sepeda yang beliau bawa. Melihat hal tersebut kedua ponakanku bertanya terkait mengapa kakek tersebut tidak menaiki saja sepedanya dan malah lebih memilih untuk menuntunnya. Bukankah sepeda digunakan untuk mempercepat aktivitas dan mobilisasi manusia, namun kenapa kakek itu malah menuntunnya? Bukankah itu justru hal yang melelahkan. Kemudian apa manfaat sepeda yang beliau bawa? Itulah pertanyaan yang mereka tanyakan. Sumpah saya bingung untuk bagaimana bersikap. Untung saja kakek tersebut tidak mendengar apa yang diucapakan keponakanku.
Jarak Pati dan Demak sebenarnya tidak begitu jauh, apalagi kalau melewati jalan lingkar atau ringroad. Dengan melewati jalan lingkar maka perjalanan akan lebih cepat, karena minim lampu merah jadi kecepatan mobil jadi lebih maksimal. Bagi kota-kota yang tidak mempunyai jalan tol seperti Pati, Kudus, dan Demak tentu jalan lingkar adalah tempat yang bisa digunakan untuk menginjak pedal gas sedalam-dalamnya. Disamping medan yang halus, kontur jalan yang rata, dan tentu saja jalan yang cukup lebar. Sehingga mobil melaju di atas 80 Km/jam adalah hal yang biasa. Mungkin setidaknya harus hati-hati saja, karena namanya melaju di jalan lingkar, jadi “musuhnya” adalah kendaraan-kendaraan besar yang larinya kesetanan seperti bus-bus antar provinsi yang sedang kejar setoran, atau truk-truk dengan komposisi roda enam ke atas.
Waktu yang kami butuhkan untuk sampai ke Demak kira-kira dua jam perjalanan. Alhmadulillah semua lancar tidak terkendalaa macet di jalan, karena memang diusahakan berangkat sepagi mungkin dari rumah. Sampai dilokasi pertama yakni Makam Sunan Kalijaga keadaan masih lumayan sepi padahal sudah memasuki musim-musim liburan. Karena masih agak sepi jadi masih dapat tempat parkir mobil yang lumayan nyaman dan representatrif. Tapi namanya parkir yang dikelola swasta alias punya orang sekitar maka, jadi tarif yang dikenakan “semaunya” . Tapi tetap disegeramkan dengan kantong-kontong parkir di dekaktnya. Hal ini agar tidak terjadi perang harga. Dimana satu tempat ramai karena mematok biaya parkir yang murah, sedangkan yang lain sepi karena terlampau mahal mematok ongkos parkir. Mudahnya seperti BBM satu harga gitu lah. Jadi Jawa sama Papua harganya sama.
Tentu berbeda dengan kantong parkir resmi yang sudah ada pagu harga yang harus ditaati. Karena parkirnya tidak resmi alias swadaya masyarkat maka saya harus membayar Rp. 10.000 untuk parkir mobil. Tentu harga segitu untuk saya seorang yang belum profesi tetap tentu harga yang lumayan tinggi. Sebenarnya sudah mencoba menawar menjadi Rp 5.000 rupiah sembari pasang senyum paling manis saat menawar. Tapi ada daya, takdir berkata lain, senyum manis saya ternyata tidak cukup ampuh untuk meluluhkan hati sang penjaga parkir agar memberi diskon. Mungkin kalau yang pasang senyum manis kakak perempuan saya ceritanya akan berbeda. Seperti yang pernah kami alami di makam Sunan Kudus. Ketika sejenak berhenti disuruh bayar Rp. 5000, namun kakak saya menawar harga agar diberi lebih murah sembari pasang wajah senyum. Eh dikasih murah boleh bayar cuma Rp. 2000.
Berkunjung ke makam Sunan Kalijaga ibarat mengunjungi rumah kerabat. Sudah akrab, lumayan tahu rutenya jadi misal tersesat sekalipun insyallah bisa pulang. Selain itu karena memang budaya ziarah ke makam-makam ulama-ulama dan para auliya adalah tradisi yang sedari kecil diajarkan di keluarga saya. Selain sebagai sebuah wasilah dalam berdoa, dengan berziarah dapat menjadikan hati kita selalu ingat bahawasanya ada orang-orang yang banyak sekali jasanya terhadap apa yang sekarang ini kita alami dan nikmati. Khususnya dalam hal ini agama Islam. Yang anak sejarah pasti tahu bagaimana peran Sunan Kalijaga entah dalam penyebaran agama islam dan perkembangan budaya jawa islam yang sangat besar.
Kala berkunjung ke makam para auliya khususnya para wali yang lumrah ditemui adalah keramaian sekitar makamnya. Suasana hiruk pikuk, lalu lalang manusia yang berusaha mencari penghidupan dan rezeki dari setiap peziarah yang singgah. Mudah ditebak, dimana ada makam ulama atau tokoh besar pasti akan disertai dengan banyaknya penjual yang berusaha mencari rezeki di tempat itu. Mudahnya keberadaan makan tersebut menjadi penggerak ekonomi dan gairah perdagangan ditempat tersebut. Jadi terjadi rantai ekonomi disana, makam dikunjungi peziarah. Pedagang hadir sebagai orang yang mengambil keuntungan dari ramainya peziarah. Sama-sama saling diuntungkan, toh peziarah pasti juga membutuhkan sesuatu yang akan dijadikan oleh-oleh dari makam itu, entah itu berupa buah tangan, souvenir atau lain-lain. Sejauh ini makam para ulama dan para wali yang saya kunjungi pasti ramai dan mampu memberikan efek positif pada pergerakan ekonomi sekitar.
Mungkin inilah yang dinamakan orang yang ketika semasa hidup ataupun sudah tiada tetap dapat memberikan manfaat bagi orang-orang disekitarnya. Kala hidup para ulama, wali, dan tokoh besar memberikan manfaat beruapa ilmu, ajaran, dan nasehat-nasehat beliau, ketika beliau sudah tiada memberikan manfaat dalam bentuk lain yakni makam mereka menjadi sumber penghidupan bagi penduduk sekitar. Mungkin ini yang dalams satu literatur dikatakan orang yang berilmu itu sejatinya tidak pernah mati. Hal yang tidak dipungkiri pula tentunya ajaran-ajaran beliau-beliau tetap lestari tetap dipertahankan ditengah gempuran budaya-budaya asing yang terkadang tidak senilai dengan kepribadian bangsa. Tentu ingat bagaimana wayang, baju koko, kemudian tembang-tembang Jawa yang dikarang oleh Sunan Kalijaga.
Selesai berziarah di makam Sunan Kalijaga lokasi selanjutnya adalah makam Raden Fattah yang berada di dekat alun-alun kota demak. Makam ini paling mudah dituju apabila sampai atau melewati kota Demak, karena memang lokasi berada di dekat alun-alun yang menjadi titik pertemuan dari berbagai arah dari demak menuju kota-kota lain dengan catatan lewat kota atau tidak lewat ringroad. Karena misalnya lewat ringroad atau jalan lingkar pasti tidak melewati alun-alun kota Demak. Kalau misal berkunjung ke kota-kota di kawasan Pantura kalau ingin cepat lewatlah jalan ringroad. Namun kalau misalnya ingin mengenal lebih kota yang dilewati sembari berburu makanan khas, tempat bagus, oleh-oleh dan lain-lain maka lewat dalam kota tidak salah dicoba.
Agak berbeda dengan makam Sunan Kalijaga yang berlokasi di Kadilangu, makam Raden Fattah berada di belakang atau satu kompleks dengan Masjid Agung Demak. Jadi kalau misalnya ada yang ingin ziarah tapi bingung lokasinya, mudah saja tanya saja arah ke Masjid Agung Demak pasti akan ketemu tempatnya, karena keduanya menjadi satu kesatuan. Jadi tidak afdhol rasanya kalau sudah berkunjung ke Masjid Agung Demak tapi tidak ziarah ke makam Raden Fattah. Ini hampir sama dengan makan sunan kudus dan menara kuduz yang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan. Apalagi saat ini alun-alun Demak terus berbenah menjadi lebih indah dan ramah kepada setiap peziarah. Tempat parkir dibuat lebih luas. Alun-alunnya sekarang menjadi tempat yang cocok untuk beristirahat sembari bercengkerama
Selain dapat berziarah di makam Raden Fattah dan sholat di Masjid Agung Demak, tempat lain yang juga bisa dikunjungi adalah bangunan museum. Tapi sayang saya agak lupa apa naman museumnya. Museum tersebut menyimpan berbagai hal terkait sejarah Masjid Agung Demak, dan kompleks Makan Raden Fattah. Ada pula informasi terkait silsilah atau keturunan para wali-wali di tanah Jawa. Karena memang saat zaman para wali demak adalah tempat yang menjadi pusat kegiatan dan tempat para wali mengadakan musyawarah. Demak juga dikatakan sebagai kawasan berdirinya Kerajaan Islam pertama di tanah Jawa yakni tidak lain adalah Kerajaan Demak Bintoro dengan Raden Fattah sebagai Sultan pertamanya. Walaupun hal ini disanggah oleh Agus Sunyoto yang mengatakan Kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa adalah Kerajaan Lumajang di Jawa Timur yakni saat Singasari masih diperintah oleh Sri Kertanegara.
Namanya komples makam tokoh besar pasti selalu ramai oleh para peziarah, entah dari dalam kota atau bahkan luar kota hingga luar pulau. Saat saya sampai berbarengan dengan rombongan peziarah dari Pemalang, Cilacap bahkan ada rombongan dari Lampung. Hal itu saya ketahui dari logat dari intonasi bicara yang bervariasi dan tentu saja agak asing bagi telinga saya. Ibu saya juga mencoba untuk sekedar bercakap-cakap ringan dengan seorang anggota rombongan ang berasal dari Lampung. Tapi dari manapun asal kami, tujuan kami sama yakni berkunjung ke makam salah satu tokoh besar sekaligus waliyullah yang perannya sangat besar dalam menyebarkan Risalah Nabi Muhamad di tanah Jawa dan Nusantara.
Selesai berziarah, shalat Dzuhur, saya dan keluarga menyempatkan diri untuk meminum air dari mata air peninggalan Sang Raja Demak. Karena memang tenggorokan sedang haus, hal itu kami lakukan sebagai salah satu usaha ngalap barokah dari orang yang termasuk salah satu waliyullah. Bagi yang mungkin agak aneh mendengar istilah ngalap barokah, tidak apa-apa. Jangan dipikir terlalu berat. Air yang kami minum lumayan segar karena memang ditampung dalam sebuah gentong besar dari tanah liat. Tidak hanya minum, saya juga mengoleskan air tersebut ke muka saya. Saya berharap dengan mengoleskan ke wajah saya dapat menjadikan wajah saya bersih dan halus. Tidak hanya saya, ibu saya juga melakukan hal yang sama. Bedanya kalau saya mengoleskan ke muka saya sendiri, ibu saya mengoleskannya ke ponakan perempuan yang saat itu memang sedang kena alerg kulit. Sudah diobati dengan beberapa obat namun belum kunjung baik.
Setelah itu kami memutuskan untuk segera beranjak menuju parkiran mobil. Bagi yang senang mengabadikan moment untuk tetap eksis di media sosial, tidak usah khawatir, disamping Masjid Agung Demak juga terdapat beberapa spot-spot menarik yang sering kali digunakan para peziarah untuk berfoto ria. Kalau istilahnya, banyak tempat yang instagramable atau instagenic. Namanya zaman milenial sehingga semua hal harus diabadikan dan diberitahukan kepada semua orang. Saya melihat banyak orang mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa hingga paruh baya saling memegang smartphone masing-masing sembari memotret orang-orang yang mereka sayangi. Bahkan saya juga melihat seorang kakek dan nenek yang tanpa ragu untuk melakukan selfie dengan teman-teman seumuran beliau. Duh, kek, nek memang ingin diupload dimana? Punya sosial media kah? Sehat-sehat kek, nek.
Tepat jam makan siang kami merampungkan agenda kami di kompleks Masjid Agung Demak dan Makam Raden Fattah. Sehingga karena sudah siang, maka tentu saja “bahan bakar” harus diisi. Jadilah kami menuju parkiran tempat mobil kami diparkir. Bukan untuk segera pulang, melainkan untuk membuka bekal makan siang yang sedari dari rumah sudah dipersiapkan untuk disantap ketika siang sudah menjelang. Kami tidak mengambil foto bersama atau foto yang lain. Kalau foto mungkin ibu saya yang mengambil foto kedua cucunya ketika sedang bermain di dekat kolam. Saya tidak tahu akan diupload dimana. Saya hanya berharap ibu saya tidak menjadi gegar budaya dan berubah alay seperti ibu-ibu yang lain.
Menu makan siang kami sederhana, cukup nasi putih, nila goreng. Tapi namanya orang Indonesia terutama orang Jawa khususon orang Pati makan tidak akan sedap bila tidak pakai sambal sama krupuk. Tanpa keduany rasanya makan tidak sempurna apalagi nikmat tapi justru malah hambar. Apalagi makannya bareng satu keluarga tentu nikmatnya jadi berkuadrat-kuadrat. Kami makan cukup di bawah pohon yang lokasi persis di depan mobil kami terparkir. Sembari melihat para peziarah berlalu lalang. Alhasil agenda keluarga hari ini ziarah tapi rasa piknik atau ziarah sembari piknik. Tapi entah yang mana saja, atau dimana saja selama bersama keluarga semua berasa sempuurna. Bukankah liburan itu yang penting bukan dimana tempatny dan bagaimananya, tapi lebih dengan siapa kamu kesana dan menikmatinya.
0 notes
Link
El investigador venezolano, Oscar Lloreda, advirtió este domingo que las elecciones presidenciales en Brasil no definen únicamente el próximo "gobierno, sino la propia existencia de lo político, entendido como un acto disensual que expone, visibiliza y posibilita las diferencias sin anularlas". Lloreda, quien actualmente coordina en Venezuela el Observatorio Geopolítico de América Latina y el Caribe, afirma que las coordenadas tradicionales de "izquierda-derecha" utilizadas tradicionalmente para comprender el juego político, serían "insuficientes" para analizar la actualidad brasileña y, en particular, la emergencia del candidato favorito según las encuestas, Jair Bolsonaro. Siguiendo su argumento, Lloreda identifica una línea de continuidad entre Bolsonaro y Temer, quienes compartirían una "matriz colonial de relación con el otro, cuya resolución es la aniquilación, exclusión o subordinación de las diferencias", lo cual se evidencia en un discurso "profundamente discriminatorio y excluyente". Explica que se trata de una "imposición violenta" del consenso que, en su opinión, "no pretende conservar sino restaurar". En ese sentido, "el de Bolsonaro, más que un movimiento
0 notes