#Wajar
Explore tagged Tumblr posts
Text
Menangislah jika itu bisa membuatmu tenang. Jangan ditahan. Tidak apa apa, bersedih itu hal yg wajar untuk kita yg hanya manusia biasa..
#pekanbaru#esbatubulet#menangis#kisah sedih#kata sedih#Wajar#manusia#quote#life quote#renungan#kata bijak#quote bijak#motivasi#tulisan#quoteoftheday#tenang#nyaman#self reminder#selfreminder#pengalaman#pengingatdiri#self improvement#note to self#catatan#quotes#tumblr fyp#fypage
22 notes
·
View notes
Text
ridwan kamil plis stop ngiklan di tumblr or tumblr stop masang iklan nyoblos either one of those pedes mata gue liatnyaaaa
#gw jd penasaran klo di indo yg beli ad space di tumblr siape aje. kek iklan shopee oke lah wajar lah kalo iklan nyaleg#nggak mending duitnya buat yg lain?#chixtalks
2 notes
·
View notes
Text
Wakil Bupati Bengkulu Utara Terima LHP BPK Semester II 2024
Wakil Bupati Bengkulu Utara Terima LHP BPK Semester II 2024 KANTOR-BERITA.COM, BENGKULU UTARA|| Wakil Bupati Bengkulu Utara, Arie Septia Adinata, SE, MAP, menghadiri acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Semester II Tahun Anggaran 2024 di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Bengkulu pada Jumat sore, (17/01/25), Acara ini turut dihadiri oleh Ketua DPRD…
#BPK Bengkulu#Laporan Hasil Pemeriksaan#LHP BPK#Opini Wajar Tanpa Pengecualian#Perbaikan#Akuntabilitas Keuangan#Arie Septia Adinata#Bengkulu Utara#Pemerintah Daerah#Tata kelola keuangan daerah#Transparansi Keuangan#Wakil Bupati
0 notes
Text
Predikat WTP Diharap jadi Komitmen Pengelolaan Anggaran
Predikat WTP Diharap jadi Komitmen Pengelolaan Anggaran
Hargo.co.id, GORONTALO – Fraksi PDIP Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) berharap agar predikat WTP yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Gorut atas LHP tahun 2023 menjadi komitmen dalam pengelolaan keuangan daerah yang lebih maksimal lagi kedepannya. Harapan itu disampaikan oleh Daud Syarif sebagai juru bicara (Jubir) dari Fraksi PDI-P. Daud mengatakan, pihaknya…
#DPRD Gorontalo Utara#Fraksi PDI Perjuangan#Kabupaten Gorontalo Utara#Komitmen#Legislator Pantura#Opini WTP#Pengelolaan Anggaran#Predikat WTP#Wajar Tanpa Pengecualian
0 notes
Text
Pemprov Banten Kembali Raih WTP
SERANG – Pemerintah Provinsi Banten kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Banten Tahun Anggaran 2023. Capaian ini menjadikan Pemprov Banten meraih opini WTP delapan kali berturut-turut pada LKPD 2016 hingga LKPD 2023. “Terima kasih. Provinsi Banten berdasarkan hasil…

View On WordPress
0 notes
Link
Pemkab Tangerang meraih opini wajar tanpa pengecualian atau WTP yang ke 15 dari BPK Perwakilan Banten. Opini diraih secara berturut-turut.
0 notes
Text
Aku lupa baca dari mana, tapi ada satu quote menarik yang entah mengapa lewat di pikiran. Bunyinya gini :
Rasa suka kadang beriringan dengan munculnya rasa tidak pantas memiliki.
Kalau dipikir-pikir keknya bener juga ya, tapi setelah ngobrol dengan banyak orang dan berpikir secara objektif, sebenarnya kita ini pantas kok.
Alih-alih berpikir harus mencapai suatu standar tertentu, kita itu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, wajar tapi juga jangan kepedean. Tetep semuanya serahkan pada Allah, tugas kita berikhtiar memantaskan diri dengan bare minimum qowwam hehe.
Lalu tersadarkan quote ini :
Tidak ada pasangan sempurna, Tidak ada suami sempurna, tidak ada istri sempurna, yang ada adalah pasangan yang sama - sama tidak sempurna yang mereka diberi amanah oleh Allah untuk menyempurnakan satu sama lain.
Pria wanita paling mawaddah tak merasa telah mengenal pasangannya, baginya sepanjang hidup ialah ta’aruf yang menyediakan kejutan indah.
(Ust. Salim A. Fillah)
Ya kalau tidak bertemu di pelaminan, semoga bertemu di jalan-jalan kebaikan. Hehe.
421 notes
·
View notes
Text
Kita Selalu Punya Pilihan :)

Jika mungkin Allah tidak takdirkan kita lahir dari keluarga, sosok orang tua yang mampu memberikan segala kebaikan di masa kecil, hal itu bukan berarti kita kehilangan peluang menjadi orang yang kuat dan berarti.
Wajar kok jika kita tumbuh dengan hati yang dipenuhi pertanyaan: 'Mengapa perhatian itu terasa begitu jauh? Mengapa kasih sayang itu terasa begitu sulit digapai? Kenapa hidup seolah tidak adil bagiku?'
Seringkali mungkin hati ini tergoda untuk terus meratap dan mencari alasan atas kekurangan yang kita alami saat ini, tetapi yang harus kita ingat, bahwa di dalam setiap tantangan itu, selalu ada pilihan untuk bangkit dan menjadikan luka sebagai pijakan.
Ibarat sebuah pohon yang tumbuh di lahan tandus, bukankah mereka memiliki akar yang kuat? Mungkin kita seperti itu. Tumbuh dalam keadaan 'kurang' kasih sayang di masa kecil, tetapi kita diberi kekuatan untuk bertahan, diberi keberanian untuk melangkah, dan diberi kebijaksanaan untuk memahami hidup dengan cara yang lebih dalam.
Mungkin perlahan kita harus mulai betul-betul memahami bahwa, kehidupan adalah tentang bagaimana kita bersikap atas apa yang telah terjadi. Masa lalu sampai kapanpun tidak akan pernah berubah, tetapi masa depan ada dalam genggaman tangan dan keteguhan pada hati kita.
Jadi, meskipun kasih orang tua mungkin terasa kurang, kasih Allah tak pernah berkurang. Dalam setiap doa, dalam setiap usaha, Allah selalu dekat. Dia mendengar rintihan hati kita, Dia melihat setiap langkah kecil kita menuju perbaikan, dan Dia bangga ketika kita memilih untuk bangkit, meski dengan luka di hati.
Tetap semangat yaa, jangan lupa minta pertolongan jika memang berat :)
197 notes
·
View notes
Text
Sebaik apapun mertuamu, dia bukan orang tuamu. Adalah wajar dan manusiawi jika dia lebih menyayangi anak-anaknya daripadamu. Jangan jadikan hal sederhana dan manusiawi ini sebagai masalah yang mengotori hatimu. Coba posisikan dirimu sebagai seorang ibu, wajar jika seorang ibu menyayangi anak-anaknya bukan?
Alhamdulillah kamu masih punya orang tua yang menyayangimu, yang setia mendo'akanmu.
Mertuamu baik, dan itu cukup. Dia menerima kehadiranmu sebagai istri dari anak yang sudah dia besarkan dengan kasih sayang selama berpuluh tahun.
Sebaik apapun iparmu, dia bukan saudara kandungmu. Adalah wajar dan manusiawi jika mereka lebih menyayangi saudara se-kandungnya daripadamu, yang sudah tumbuh bersama mereka selama berpuluh tahun. Maka tidak perlulah baper atau apapun jika mereka lebih nyaman bersama saudara-saudaranya.
Iparmu baik, dan itu cukup. Mereka bisa diajak sharing, ngobrol bahkan kadang curhat. Mereka menerimamu sebagai saudara baru yang menemani saudara lelakinya yang telah berpuluh tahun tumbuh bersama dalam suka dan duka.
Jangan membesar-besarkan masalah sepele dan manusiawi semacam ini.
Kamu dan suamimu, beserta keluargamu dan keluarganya sudah menjadi satu keluarga besar. Maka menjaga aib menjadi kewajibanmu.
Jangan terpancing jika ada satu dua temanmu bercerita tentang mertuanya, atau di sosmed sudah mulai bermunculan saling menjelekkan antara mertua dan menantu. Naudzubillah
Keluarga suamimu baik, dan orang lain cukup tau itu.
Kalaupun ada konflik dalam keluarga, itu wajar. Di keluargamu pun ada konflik, orang lain tidak perlu tahu itu.
Bismillah, jaga hatimu untuk tetap bersih dari segala prasangka buruk :)
273 notes
·
View notes
Text
Berharap Sama Manusia: The Art of Hurting Yourself
Kadang kita tuh suka lupa kalau manusia itu ya manusia, nothing more, nothing less. Kamu pernah nggak sih, expect too much dari seseorang? Kayak berharap dia bakal selalu ada, always understand, atau nggak pernah ngecewain? And then, boom! Reality hits you hard, and you’re left there wondering, “Kenapa ya dia nggak kayak yang aku bayangin?” Well, welcome to the art of self-torture: hoping too much on people.
Here’s the thing: manusia itu nggak sempurna, termasuk kamu dan aku. Tapi anehnya, kita sering naro ekspektasi tinggi banget ke orang lain, seakan mereka superhero yang nggak bakal pernah salah. Padahal, news flash, mereka punya limit, sama kayak kamu. Terus, pas mereka nggak sesuai ekspektasi kita, apa yang kita lakuin? Ngambek, kecewa, overthinking, bahkan kadang jadi toxic ke diri sendiri. Sounds familiar, right?
Salah satu contohnya gampang aja: kamu chat temen buat curhat karena lagi bad day, terus dia slow respon atau bahkan nggak bales. Langsung overthinking, “Dia nggak peduli sama aku, ya? Apa aku terlalu merepotkan?” Padahal mungkin dia lagi sibuk atau capek, tapi kita otomatis ngerasa neglected. That’s what happens when you rely too much on people’s reactions.
It’s not their fault sih, tapi lebih ke bagaimana kita naruh terlalu banyak ekspektasi ke mereka. Harusnya kita sadar, kalau hidup tuh nggak fair. Nggak semua orang bakal ngerti kamu, nggak semua orang bakal ada buat kamu. Dan itu normal. They’re human, not your emotional support system on-demand.
Kalau udah gini, solusi terbaik adalah belajar self-reliance. Mulai belajar ngobrol sama diri sendiri, be your own best friend. Kalau kecewa, ya udah, kasih space buat diri sendiri. Kalau sakit hati, ya wajar, tapi jangan lupa move on. You don’t need anyone to validate your worth.
Jadi mulai sekarang, mungkin kita harus lebih bijak. Hope less, love more, and keep your peace. Bukan berarti nggak boleh percaya sama orang, tapi ya jangan lupa kalau manusia itu nggak sempurna. The only person you can fully rely on is yourself. Sisanya? Just let it flow. Kalau mereka ada buat kamu, syukur. Kalau nggak, ya udah. Life goes on.
128 notes
·
View notes
Text

Setelah semesta menghancurkan hidupmu berkali-kali meski kau sudah memohon dengan teramat sangat namun rasa perih itu tak kunjung juga berhenti, terkadang tak percaya lagi akan kekuatan doa menjadi hal yang rasanya wajar sekali.
Seperti halnya malam ini, selepas lembur, aku memutuskan untuk pulang kantor. Teman-temanku sudah pada menikah. Setelah bekerja, mereka akan pulang menuju keluarganya masing-masing. Sedangkan aku yang tidak punya siapa-siapa ini, sekarang mash duduk sendirian di parkiran mobil yang sudah lengang dengan sebotol bir, rokok murah, dan sepotong kue yang aku beli dari toko manisan dekat kantor.
Tidak ada yang menantiku di rumah. Di kota yang penuh gegap gempita ini, entah kenapa aku merasa sepi sekali. Hari-hari monoton dan ditutup dengan kesendirian, tampaknya lambat laun mulai membuat hidup tak lagi menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk dijalani.
Dulu, kupikir merantau ke Ibu kota akan mengubah hidupku menjadi lebih baik. Atau setidaknya bisa lebih hidup sebagai seorang manusia pada semestinya. Namun sekarang, bahkan di tengah pesta yang penuh dengan hingar bingar dan tawa lepas itu pun, aku selalu merasa sendiri.
Aku tidak pernah menyangka, kesepian ternyata bisa semembunuh ini.
Ini adalah kumpulan cerita dari orang-orang yang mudah digantikan;
mau membaca?
173 notes
·
View notes
Text
Kebutuhan Saat Dewasa
Menjalani kehidupan setelah lewat usia 30 rasanya lebih sepi. Nggak tahu si, apa karena setiap orang yang seumur juga lagi pada fokus sama keperluan hidupnya sendiri. Menjalani peran-peran orang dewasa yang dulu kukira sangat menyenangkan sewaktu kecil, ternyata sesepi ini.
Di tempat kerja memang bertemu banyak orang, tapi sepulangnya ya tetap rasanya berjuang sendiri. Orang lain mungkin tahu cerita hidup kita, tapi belum tentu mereka akan memikirkan setelahnya. Ya lagi-lagi, kita perlu menyelesaikannya sendiri.
Orang lain datang sewaktu membutuhkan bantuan kita, sudah terasa wajar. Karena kita pun mungkin demikian. Menjadi orang dewasa yang memiliki banyak hubungan transaksional, tidak ada salahnya. Justru malah lebih sedikit berurusan panjang dengan orang lain malah lebih tenang. Selesai urusan, selesai. Beres.
Beberapa kesempatan yang kemudian berlalu karena kita masih harus menyelesaikan peran dan tanggungjawab lain juga sudah bukan hal baru lagi. Sudah biasa terjadi. Bahkan mungkin beberapa kali harus merelakan peluang karena takut pun sudah bukan lagi sesuatu yang terlalu membebani pikiran. Memang demikian kadar keberanian kita untuk berhadapan sama risiko.
Nggak apa-apa. Menjalani kehidupan dewasa yang penuh dengan pertanyaan ini saja sudah cukup membuat kita kesepian. Jangan ditambah dengan harapan, apalagi berharap kepada manusia. Pasti kecewa.
Tidak ingin menebak-nebak masa depan, tapi khawatir.
Tidak ingin mengungkit-ungkit masa lalu, tapi terbayang-bayang.
Betapa bahagianya menjadi anak kecil. Tapi rasa-rasanya, baru beberapa hari yang lalu kita menjadi anak kecil, sekarang tiba-tiba harus di usia ini, dengan kita yang mungkin merasa belum siap atas segala tanggungjawab.
Tapi tidak ada yang bisa menghentikan waktu. Kita hanya perlu menghentikan pikiran yang liar saat sendirian.
280 notes
·
View notes
Text
Bukan kamu yang salah, tapi kata-kata mereka yang terlalu kejam.
Wajar hatimu patah, wajar kamu merasa ingin marah. Tapi kamu hebat tak ikut melemparkan kata-kata kasar dari mulutmu.
Memilih untuk membiarkan amarahmu perlahan menyurut. Padahal ombak kesal di dadamu sedang bergelombang besar. Kamu tau kamu berbeda.
Padahal sekali lagi kamu bisa dan berhak marah karena kamu manusia.
@ngasihjedaa
153 notes
·
View notes
Text
Sandwich Gen
Orang-orang yang mengalami bagaimana struggle-nya menjadi sandwich gen, tentu bukan hal yang mudah. Sudah berapa kali derai air mata jatuh, merasa lelah, drowned dan lain sebagainya. Semua itu wajar, rasa manusiawi yang hadir dan dikontrol oleh perasaannya.
Manusia dikaruniai akal dan perasaan. Sebuah rasa itu akan hadir secara fitrah di hati kita. Sedangkan akal bisa kita bentuk dengan ilmu (atas izin Allah). Allah mampu menenangkan perasaan gundah kita, ketika kita berusaha untuk mengisi akal pikiran dengan ilmu.
Itulah kenapa, pentingnya kita belajar. Seberapapun ilmu yang kita punya, kita tetap harus terus belajar, datang ke kajian, mendengarkan nasihat-nasihat yang memang seharusnya menjadi makanan sehari-hari kita.
Menuntut ilmu itu tidak berhenti ketika kita lulus dari pesantren. Tidak pula berhenti ketika sudah belajar dan mengenal ilmu agama.
Teringat pekan kemarin, saat aku menjelaskan materi tentang Allah Al-Muhyi, Allah Al-Mumit ke anak-anak, tak kuasa menahan air mata yang terbendung. Allah mampu menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya. Namun tidak hanya jasad, melainkan juga hati.
Hati manusia itu bisa mati, apabila tidak diisi dengan ibadah dan amal shalih. Hati itu bisa mati, apabila dibiarkan lalai begitu saja. Sungguh, nasihat terasa begitu indah ketika kita mau menerimanya dengan lapang.
Inilah kenapa alasannya, sampai sekarang, aku begitu nyaman menjadi guru. Bukan hanya tentang mengajar, justru disanalah aku turut serta menasihati diriku sendiri. Rasa tawakkal, percaya, bahwa apa-apa yang kita usahakan, yaitu untuk meraih ridha Allah, insyaaAllah akan diganti. Wallahi, Allah akan ganti dengan yang lebih baik.
Seberapa banyak narasi negatif tentang sandwich gen di luar sana, aku akan terus meyakini sebagai seorang muslim; bahwasannya apa yang sedang dijalani hari ini, merupakan jalan pahala bagi kita. Sedekah bisa menolak bala. Sedekah yang paling baik ialah kepada keluarga.
Kita memang tidak bisa memilih takdir, namun kita bisa memilih, jalan pahala mana yang ingin kita raih? Adakah hati kita bersyukur ketika diuji? Menikmati betapa nikmatnya seorang hamba, ketika dekat dengan Penciptanya.
Kalau lelah, coba diingat kembali, memangnya apa yang mau dikejar, kalau bukan ridha Allah?
Jakarta, 15 Februari 2025 | Pena Imaji
91 notes
·
View notes
Text
2023
Begitu sulit menggambarkannya dengan kata, dan begitu mudah dilukiskan dengan tangisan.
Tahun di mana diri ini merasa banyak diuji dari semua sisi kehidupan. Dan hal tersebut ternyata menjadi titik balik dari kehidupan ini.
Tahun di mana aku lebih 'egois' untuk diriku sendiri, tahun di mana aku mulai belajar berani menentukan keinginanku sendiri, tahun di mana aku belajar untuk membahagiakan diriku sendiri tanpa harus peduli dengan 'komentar' orang lain.
Hal-hal yang menjadi catatanku di tahun 2023 ini adalah :
Jangan letakkan 'dunia' dalam target nomor 1 mu
Bertemanlah secukupnya, berkomunikasi secukupnya, karena semakin kamu tidak tahu, maka akan jauh lebih baik.
Akan ada masanya saat memilih bersikap diam itu akan menenangkanmu.
Rangkailah kata dengan baik dan pikir ulang berkali-kali, karena terkadang yang kau anggap baik, juga tidak diterima dengan baik pula oleh orang lain. Kamu tidak pernah tau sedalam apa kata-kata dan sikapmu bisa menyakiti hati orang lain, bahkan bisa mengarahkannya untuk melakukan hal yang 'menyakiti dirinya sendiri'.
Kamu tidak perlu membuat dirimu bisa melakukan semua hal, karena setiap orang memiliki perannya masing-masing di dunia.
Kecewa itu wajar, marah dan sedih itu hal yang manusiawi, tapi kamu harus bisa mengontrolnya dan tidak mengikuti hawa nafsu untuk meledak-ledakkannya.
Menabunglah sebanyaknya, keluarkan secukupnya. Tidak berfoya-foya, tetapi juga tidak pelit kepada keluarga.
Ingatlah akan kebaikan seseorang, bukan tentang kekurangan atau keburukannya, karena setiap orang pasti punya kesalahan.
Menolak sesuatu yang kamu tidak sanggup itu tidak apa-apa dan jangan merasa bersalah bahkan menyalahkan diri sendiri.
Nikmatilah waktumu sebanyak mungkin dengan orang-orang yang kamu sayangi, karena kamu tidak akan tau bagaimana masa depanmu, sampai kapan waktumu, dan sampai kapan sehatmu.
30-12-2023 ; 01.53 wib ; @shafiranoorlatifah
466 notes
·
View notes
Text
Tentang Penolakan
Katanya, semakin dewasa kita semakin terbiasa dengan ‘penolakan.
Bentuk-bentuk penolakan dari orang dewasa lainnya bisa datang dalam bentuk:
- tidak merespon pesan (dengan asumsi sudah membaca pesan tersebut meski dari pop-up notification dilayar hape), semi mengabaikan untuk waktu yang cukup lama
- berkata “maaf, tidak” secara asertif dan bicara langsung atau menyampaikan penolakannya (bisa menyertakan alasan maupun tidak)
- mengalihkan pembicaraan, tidak mau menyinggung topik tertentu yang sebetulnya ia sedang ‘memberikan tanda penolakan’.
Setidaknya tiga hal ini yang seringkali muncul dari orang terdekat kita, teman kita, maupun kenalan kita. Aku pribadi sedang belajar untuk tidak mengambil hati ketika mendapatkan tanda-tanda penolakan seperti 3 hal diatas tersebut.
Aku perlu berlapang hati dan meluaskan penerimaan jika ada hal-hal yang tidak sesuai keinginanku.
Toh wajar sekali manusia punya respon yang berbeda ketika dihadapkan sesuatu. Mungkin aku juga pernah melakukan satu atau beberapa diantara cara penolakan tersebut baik kusadari atau tidak, aku mohon maaf jika itu membuatmu atau siapapun yang membaca tulisan ini menjadi tidak nyaman karena ‘perlakuanku’.
Jujur, memang tidak nyaman dan tidak enak ditolak itu. Entah dalam konteks sedang menjajakan barang ‘jualan’, sedang mengajak seseorang untuk berbuat sesuatu, maupun sedang meminta bantuan.
Tapi sebisa mungkin, tolaklah sesuatu dengan cara yang baik.
Cara yang tidak menyakiti, penolakan yang sopan yang membuat lawan bicara bisa mengerti. Upayakan saja, selebihnya respon lawan bicara bukan tanggungjawab kita.
Tangerang, 13 Desember 2024 | 11.46 WIB
79 notes
·
View notes