#Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini
Explore tagged Tumblr posts
foreverkindathing · 1 year ago
Text
Jepretan Bapak
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Bukan model papan atas, hanya model papan seluncur. Nggak juga deh. Aku dan adik itu udah kayak modelnya Bapak. Bapak itu paling rapi dalam dokumentasi. Bapak suka mengabadikan momen. Jadi kami selalu difoto sama Bapak dimomen apapun. Dari gigi kami ompong, sampai saat kacamataku jaman SD yang modelnya kayak boboho itu pecah pun Bapak punya fotonya. Maklum, dari kelas 1 SD aku harus pakai kacamata karena sudah minus, akibat suka nonton TV terlalu dekat dan membaca buku sambil tidur :(
Foto pertama dan kedua itu adalah foto ala-ala di tempat tidur. Lumayan lah ya hasilnya? Lumayan estetik untuk foto tahun 2000an T_T Hahahah.
"Ayo gaya tiduran di sini, Bapak foto" Lalu menata rambut kami agar kelihatan natural. Begitulah kira-kira gambarannya.
Foto ketiga itu kami difoto dengan background payung merah HAHAHA pakai jaket biru hadiah dari acara natal anak karyawan rumah sakit. Masih inget banget ya aku. Foto itu kini terpasang rapi di dekat cermin samping ruang tamu rumah. Entah apa alasannya sehingga foto ini yang dipajang di rumah. Hehehe.
Kalau foto ketiga, itu kami foto dengan background kursi yang ditutupi selimut. HAHAHA. Kreatifnya Bapak, walaupun modelnya ompong yah 👍🏻
Tumblr media Tumblr media
Nah, ada juga foto anjing peliharaan pertamaku, yaitu Bee-Doo. Fotonya jelas banget sampe-sampe kelihatan lah itu beleknya si Bee-Doo. Hahaha. Kepikiran nama itu karena dulu sesuka itu sama kartun Scooby-Doo. Kangennya sama Bee-Doo. Karena suatu alasan, dulu dia cuma sebentar di rumah dan akhirnya dititipkan di rumah saudaraku. Dulu sering banget jenguk dia, tapi dia sudah di surga sekarang. Karena difoto sama Bapak, jadi inget deh sama si Bee-Doo.
Foto-foto masa kecil sampai remajanya aku dan Adik, masa muda Bapak dan Ibu, bahkan foto masa kecilnya Bapak semua Bapak punya. Disimpan rapi oleh Bapak di album foto. Sampai pernah pas lihat-lihat album kaget, “Loh Bapak kok nyimpen foto ini?” Karena aku aja lupa punya fotonya T_T
Karena jaman sekarang udah canggih, jadi yah beberapa ada di Google Drive. Tapi, sebenernya emang sensasinya liat di album fisik sama digital itu beda aja gitu yah. Hehe. Terima kasih Bapak, karena Bapak aku jadi bisa mengingat momen-momen itu! 🩵
0 notes
sebarisjejak · 5 years ago
Text
MASAK Dulu Yuk! | Masak (ber)Canda.
Tumblr media
Huft!
Hari ini melelahkan sekali. Setelah seharian berkutat dengan setumpuk pekerjaan, akhirnya aku bisa merebahkan tubuh di kasur mungil kesayanganku. Sepertinya Ibu baru saja mengganti sprei kasurku. Wangi dan menenangkan, membuat ototku yang tegang rileks seketika.
Melihat langit-langit kamar, tiba-tiba pikiranku berkelana membawa pada suatu kisah. Sebenarnya aku sedang malas untuk kembali mengenang. Namun entah mengapa, malam ini sangat pas untuk bernostalgia.
Aku kembali mengingat-ingat kapan terakhir kali aku melihatmu tertawa lepas? Sepertinya sudah lama sejak terakhir bertemu ( @arbysword ). Ah iya, sudah lama sekali rupanya. Tanpa sadar, kedua ujung bibirku saling menarik satu sama lain. Aku tersenyum.
Tidak sampai disitu. Asal kamu tahu, memori tentangmu masih tersimpan rapi diingatan. Keplak lengan cubit tangan acak rambut ( @halfofmacchiato ), ternyata kita pernah sekonyol itu dalam bercanda. Acak rambut, hal yang membuatku tersipu tanpa kamu sadari. Pipiku menghangat mengingatnya.
Semua hal yang kita lewati bersama, tak luput diabadikan oleh bidikan kamera. Tak jarang hasil foto itu menampilkan gaya-gaya kita yang konyol. Hanya akan ada beberapa gaya yang normal. Aku teringat masih menyimpan foto kita semasa kecil dulu. Senyum tulus khas anak-anak tercipta di bibir masing-masing. Terlihat sumringah yang tercipta diantara keduanya ( @residurasa ).
“Kamu jelek, tapi aku sayang wkwk ( @sebarisjejak ).” ejekku saat kita sedang menikmati chatting dimalam yang dingin. Tanpa perlu menunggu balasan pesanmu, sebenarnya aku sudah tahu jawaban apa yang akan kamu berikan. Kelewat hafal asal kamu tahu!
Ting! You have 1 new message from Hiro.
"Haha wkwk wqwq wgwg lol rotfl ( @kertasnasi )." balasmu.
Kamu dan aku selalu menertawakan hal-hal receh. Seperti suara kentut, misalnya. Bagaimana bisa suara kentutmu membuatku bahagia? ( @sepatahaksara ). Meski sedikit kesal, kukerucutkan bibirku, berpandang lalu tertawa ( @sepatahaksara ). 
Aku selalu suka dengan kita yang saling melempar canda berujung tawa ( @hujanrinduu ). Bahkan sekadar melihat foto masa kecilmu pun tertawa ( @coretanpenamaya ). Ini adalah bukti nyata hahahihi sama kamu menyenangkan ( @halfofmacchiato ).
Tapi, tetap saja aku adalah seorang perempuan. Selalu menunggu akan sebuah kepastian, aku pun perlu keseriusanmu. Kita ini sebenarnya apa? Sekadar teman? Jika iya, apa ada hubungan pertemanan yang kedekatannya seperti sepasang kekasih dimabuk asmara?
Sore itu, ketika kamu mengajakku bersantai di kedai kopi, akhirnya kuberanikan diri untuk menanyakan hubungan apa yang sedang kita jalani.
“Kenapa harus serius ketika bercanda menyenangkan ( @sebarisjejak ).” jawabmu dengan kekehan yang sedikit membuatku kesal.
“Kamu masih sama, tak bisa serius. Perasaanku saja kamu anggap lelucon ( @maroondoe ).”
Karenanya aku tertawa, karenanya aku kecewa ( @residurasa ). Ini pertama kalinya kami berdebat cukup serius setelah 21 tahun bersama. Kami memang sudah bersahabat ketika sama-sama memasuki Taman Kanak-kanak. Hingga tanpa sadar, aku mulai menaruh harap padanya, mengisi hatiku perlahan dengan segala tentangnya. Seharusnya aku sadar, melabuhkan hatiku padanya sama halnya aku harus siap menelan kekecewaan.
Kisah masa kecil kami tidak jauh berbeda. Kehilangan makna dari sebuah kata ‘keluarga’. Hanya saja, ia masih asyik berkubang di luka hatinya. Membuatnya selalu menghindari hubungan yang serius. Entah, akan sampai kapan ia terjebak. Kupikir aku mampu merubah itu. Tapi nyatanya, selama kita bersama tak ada satupun hal yang berubah diantara aku dan dia.
Napasku terasa berat ketika kenanganku akhirnya jatuh pada hari di penghujung bulan Juni tahun lalu. Dibawah rintik hujan, kamu berkata bahwa kamu akan pergi.
“Melanjutkan studiku.” ujarmu.
Aku mengerucutkan bibir. 100% yakin itu hanya alibi untuk menghindariku karena tempo hari aku dengan bodoh dan bar-bar menyatakan perasaanku yang sudah lama terpendam.
“Jangan aku. Jangan pilih aku. Aku takut jika denganku kau menangis hingga tersedak-sedak ( @fktmadang ). Lukaku belum kering sepenuhnya, masih basah dan menganga. Aku tak mau melihat tatapan kecewamu.” 
Dengan segala rasa yang berkecamuk dalam dada, aku berusaha mengikhlaskan kepergiannya. Berusaha bijak dalam menerima keputusannya. Sepenuhnya aku sadar, ia memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyembuhkan luka.
Bagiku, kamu adalah sumber tawa yang dikirimkan Tuhan untukku. Bahkan kamu tak perlu jadi badut untuk melucu ( @coretanpenamaya ). Semua tingkah lakumu selalu saja sukses buatku bahagia. Bersamamu pernah semenyenangkan itu rupanya ( @hujanrinduu ). Ya, dan kini aku sukses kembali mengenangmu dengan segala sesak yang tertinggal di dada.
Satu harapku dimanapun kamu berada, kamu baik-baik saja. Temukanlah seseorang yang bisa membuatmu bercerita banyak hal, melepas suka maupun duka. Hingga bersamanya kau terbiasa tertawa terbahak-bahak ( @fktmadang ), menyembuhkan luka yang ada.
Berbahagialah. Meski tanpa aku di dalamnya.
Sebuah kolaborasi iseng meMASAK (Main Sambung Kata). Selamat menikmati masakan yang dibuat dengan berCANDA.
112 notes · View notes
nrlaindh · 4 years ago
Text
2. Dimensi Ara
Tumblr media
Pagiku cerahku Matahari bersinar Ku gendong tas hitam ku Dipundak… “Tas merah Ra….” Tukang parkir mengkritik nyanyian Ara yang baru saja melancarkan rem sepeda motornya di parkiran, “Cuka-cuka Ara dong Om, tas Ara kan nggak walna melah” dibuat dengan gaya anak kecil baru belajar ngomong. “eh, lupa ngucap salam, selamat pagi Om, kali ini Ara datang cepat dong” “hari ini cepat, besok juga udah telat lagi” sahut istri tukang parkir tersebut yang hendak mengantarkan anak nya pergi sekolah. “hehe” Ara hanya nyengir “Hai Faniaaaaaaaaa” sapa Ara pada anak Om parkir tersebut. “Halo kak Ara” Fania menjawab namun dengan tidak bersahabat. Karna bete sama Ara yang selalu nyubitin pipi nya. “dah ah, Ara mau langsung masuk ke sekolah aja” ucap Ara asal, ntah ditujukan pada siapa. Parkiran ini sebenarnya adalah dua ruko besar tempat penjualan dan pembuatan Furniture kayu, rotan maupun bambu. Namun sejak beberapa bulan yang lalu di buka untuk tempat parkiran sekolah dengan bayaran 1.000/hari. Benda-benda yang dijual di dalam ruko tersebut seperti kursi, meja, dan lainnya digeser agak kesudut ruangan. Penjualan furniture masih berjalan, namun menunggu pesanan dari konsumen. Ara berjalan dengan santai memasuki pagar sekolah sambil mengingat lekat-lekat setiap detail saat dia berjalan. Gerbang berwarna abu rokok, pak satpam sekolah, batako berwarna merah bata. Pasir putih di pinggiran lapangan. Bunga kertas, pohon cemara, tiang bendera dengan bendera nya yang sudah terpasang, pintu kelas yang sebagian masih tertutup, udara dingin dan sampah di depan kelas. Semuanya tanpa terkecuali, yang terlihat dengan kasat mata disimpan dalam amigdala dengan sebaik-baiknya. Pagi ini belum banyak warga sekolah yang datang. Dalam hati Ara bergumam “kelak aku akan merindukan tempat ini”. Jam menunjukkanvpukul 06.50 dan lonceng masuk berbunyi pada pukul 07.15 WIB “Selamat pagi pak” sapa Ara pada pembersih sekolah “pagi” dengan ramah bapak itu menjawab. Namun langsung lalu begitu saja dengan gerobak dorong yang berisikan sampah. Ara sampai di depan kelas, dia masuk dan melihat kelasnya sangat berantakan.” Ini hari apa sih?” gumam nya, “ah iya. hari selasa, bukan aku dong yang piket kelas” dia meletakkan tas nya sembarang. “oke, saat nya beraksi” sambil berlari Ara bersiap duduk pada persimpangan jalan menuju toilet, duduk tenang, pantat ketat, dan nyaman. Jam menunjukkan pukul 07.02 WIB Target pertama, 3 orang cowok berjalan dari arah jam 02.00. Salah satunya hitam manis, punya kumis tipis, tinggi jangkung, rambut panjang dan sedikit berantakan, pasti akan dipotong jika ketauan dan ada pemeriksaan “hmm itu dia santapan empuk” gumam Ara. Saat target berada 1,5 meter dari tempat duduk Ara “Halo bang, kenalin nama aku Ara. Ya ampun. Ganteng banget sih kamu” yang di panggil hanya diam dan terus berjalan kearah tujuan, Sambil melihat Ara dengan aneh. “senyum sikit dulu ah” pinta Ara, ketiga cowok tersebut tersenyum salah tingkah, memperbaiki rambutnya dan sedikit mesem-mesem “ya Ampun, sombong banget sih, si akang. Hati-hati mas di depan kamu ada pot bunga” ujar Ara Gubrak, hampir saja cowok yang menjadi target si penggoda Ara ini terjatuh, namun di tangkap oleh teman disampingnya, “tuh kan, jangan liatin Ara terus… nanti jatuh kan” sambil mengerucut kan bibirnya, Ara berekspresi seolah kasian. Dalam hati mungkin laki-laki itu sudah mengumpat Ara, (cantik sih, tapi nyebelin). Target kesekian muncul dari arah jam 00.00. Cowok kulit putih, ganteng, bulu mata melentik, baju belum dimasukin, rambut masih acak tapi sepertinya sudah di oles dengan minyak rambut. “kalau dilihat lihat ni orang tipe periang dan penyayang nih yak kan?” tanya Ara pada sekelompok perempuan yang duduk disampingnya dengan jarak 1 meter, sejak tadi menikmati pertunjukan Ara. Yang ditanya hanya diam dan tersenyum,kenal aja kagak, gimana mau dijawab. “ah maka nikmat tuhan mu yang mana lagi, yang engkau dustakan” ujar Ara, sambil mengacungkan jempolnya menyentuh hidung. Bersiap untuk melakukan aksi godaan. Target tepat berada dalam radius 1 meter, “Hai sayang” Cowok itu
menoleh, dengan muka datar. “jangan dingin gitu dong sama Ara, Ara tuh baik hati lho, cantik, bijaksana dan cocok jadi ibu rumah tangga” cowok itu masih dingin tidak menoleh lagi ke Ara. “ya udah deh, si akang dah punya dede gemes buat di jaga perasaan nya. Ara Cuma bisa bilang -Ku Menangis membayangkan betapa kejam nya dirimu pada diriku-“ Ara menyanyi di lorong tersebut dengan keras, jika sudah lama kenal, maka akan memaklumi tingkah Ara yang di luar dari kebiasaan manusia normal. Ada yang tertawa ada yang hanya senyum. Padahal Ara tidak memiliki teman disampingnya, namun si gila yang satu itu memang tidak tahu malu. “Woy” sahut suara dari kejauhan, “hallo, sahabat Ara paling baik hati” “cieee….Ara di kacangin?” Cella duduk disamping Ara “iya, padahal jarang-jarang orang cantik nyapa dia, udah ganteng dingin lagi, kan Ara jadi anu” “ra, target baru kamu banyak nih, tuh liat” Target keseribu kian, segereombolan cowok, ada yang tinggi, ada yang gemuk, ada yang badan atletis, ada yang bibir seksi, dan ada yang baju rapi. “cella, banyak banget cogan nya, Ara jadi susah mau pilih” “yang tinggi badan Atletis mantap tuh,” “ah gk suka gelay, Ara lebih suka yang bibirnya ampe jatuh kebawah seksi ew” “yang gemuk aja ra, gemoy” Target berada dalam radius 2 meter. “halo abang-abang yang unyu-unyu,” ujar Ara dengan senyum manis “hai Ara yang manis, baik hati, cantik, bijaksana dan cocok jadi ibu rumah tangga” sahut mereka dengan kompak bak paduan suara “hehe, kompak banget” sahut Ara yang merasa gk enakan. “Ara udah sarapan?”, tanya salah satu dari segerombolan laki-laki yang kini sudah mengelilingi tempat duduk Ara dan Cella. “udah dong sarapan nasi goyeng”, jawab Ara “jangan di kepung-kepung dong Ara nya, kan jadi susah nafas” sahut Ara lagi. “oh gitu ya, Ara jadi susah nafas” sahut cowok dengan badan atletis sambil mengerucutkan bibirnya dengan ekspresi kasihan. “ampun om, Ara janji gk goda-godain lagi” Ara yang mulai berakting seolah, sedang di tindas “ah masa sih” sahut cowok dengan badan gemuk “ampun om, Ara masih polos” Segerombolan laki-laki itu tertawa dengan ketidak berdayaan Ara dan meregangkan barisan mereka yang menyesakkan, cella yang duduk disampingnya juga mau hampir mati ngakak. Segerombolan Laki-laki itu adalah anak STM yang sudah berkali-kali jadi target program acara AGD (Ara Godain Dong). Setiap pagi dan istirahat Ara selalu melakukan aksinya, yang jadi kesenangan sendiri, kadang orang lain juga menikmati hal absurd yang dilakukan Ara. Sekolah Ara adalah sebuah Yayasan, SMA dan SMK berada dalam satu lingkungan. Ara selalu mengganggu setiap anak STM yang lewat dan hendak ke toilet, Ara bilang, kasian mereka dikelas gk ada yang cewek. Gk bisa cuci mata. Meski cewek dikelas sendiri gk pernah kelihatan cantik. Karna rumput tertangga jauh lebih menarik. Lonceng berbunyi, suara grusak grusuk terdengar berasal dari seluruh siswa kelas. Bu Noni masuk, kelas mendadak diam dan semua siswa memberikan salam. “Heh, krucil tukang tidur”, ujar ucok pada Ara “apa sih ucok marcucok” jawab Ara. “hayuuu…. Kena marah kemarin 3 les kemana kau kunyuk”, dengan nada manakuti Ara “weeekkk” Ara memelet kan lidah nya “gk takut” “dari mana kau tadi kunyuk” tanya ucok lagi pada Ara “kayak gk tau Ara sama Cella aja, tepe tepe lah sekalian godain anak STM lewat” potong Eko yang lagi memasukkan bajunya ke dalam celana. “tau aja temen Ara paling kece ini, jadi sayang deh” “Eko Satya Budi, kau ini lompat pagar lagi kah?” tanya Ucok “iya, udah tutup pagar di depan” "mantap bos ku", ucap Ucok ,Cella dan Ara bersamaan “buk noni yang cantik, ini pelajaran seni budaya ibuk, bukan bahasa Indonesia,” ucok memberitahukan dengan nada khas batak. “saya juga tau ucok marcucok, tetapi bu indah tidak datang, jadi ibu yang menimpal disini” bu noni meniru nada bicara ucok. “anak-anak ibu sedang ada urusan di kantor, kalian jangan ribut ya, bu Indah tidak dapat hadir dikarenakakan sedang ada acara keluarga" “baik bu” seluruh siswa kelas menjawab dengan kompak Tapi perkataan -baik bu- hanya lah sampah belaka, Semua siswa
di kelas berhambur melakukan kegiatan masing-masing, tiduran, saling cerita, bermain game atau bahkan… Walau Ucok Cuma supir ojek Cinta Ara tak absen meski hujan dan becek (assek assek jos) Walau Ucok Cuma supir bajaj Hati Ara senang tiap kali di belai (assek assek jos) Percuma Eko jadi pilot Makin tinggi cintamu makin melorot Apalagi kau jadi nahkoda Jarang pulang ku takut kepincut janda Suara ribut terdengar dari kantin yang masih sepi. lonceng istriahat belum berbunyi. hanya anak dari jam kosong yang ada disini, Ara sebagai penyanyi, gendangan meja oleh Eko, pukulan galon air mineral oleh ucok, Cella yang joget-joget gk jelas hampir kayak tari ular. serta dipenuhi sorak-sorakan dari makhluk-makhluk lain yang berada di kantin. “noh Al, doi mu emang gk waras gitu ya” usik laki-laki yang sedang memakan semangkuk bakso pada teman nya yang menikmati pertunjukan dangdut dadakan di tengah kantin “emang gitu bawakan nya jay,” jawab Aldo yang akrab dipanggil Al “bawakan lahir?” ledek Rey pada Aldo “dede Ara emang cantik sih Al, tapi yang lebih cantik kan banyak,” ajay melanjutkan “lah gue sukanya dia” Ajay dan rey bersalaman bak konstruksi babel dan kejaksaan wusang yang bekerja sama. Sambil berkata, “susah emang bicara sama orang yang jatoh cinta, oke dah kita diam aja” Dia Aldo. Suka sama Ara semenjak pindah dari Jakarta dan awal masuk SMA. Bukan bad boy dengan rambut Panjang berantakan dan gk pakai dasi. Tapi tetap cabut setiap mata pelajaran lintas minat Ekonomi. Bukan ketua organisasi. Tapi bisa dicoba kalau masalah desain web komputasi. Bukan cowok dingin yang ngomongnya nyelekit, bukan cowok nerd dengan kacamata tebal. Dan juga bukan kapten futsal. Dia hanya Aldo yang masih susah buat ngerubah kata gue jadi kata aku. Dia hanya Aldo yang sejak dua minggu lalu melihat ke anehan pada diri Ara. Pada diri Arabella Salsabil. Cewek ramah, dengan perawakan tegas, sedikit berperilaku absurd, tidak bisa main bola, tidak menjadi pemenang olimpiade nasional, bukan merupakan aggota grup musik, tapi kalau adu debat, bicara didepan umum dan membuat voice acting dan cabaret drama. Kalau itu bisa dicoba. Jam kosong kali ini sukses merilis pertunjukan dangdut ambyar dengan tajuk lagu Cikini Gondangdia dibawakan oleh Ara Anggrek. Setelah selesai makan dan konser dangdut tersebut, Cella pamit pada teman-temannya ke perpustakaan untuk persiapan olimpiade Matematika. Eko dan Ucok masih tetap di kantin Ngalor ngidul. Sementara Ara pergi sendirian kelapangan menonton pertandingan basket dadakan antar kelas berjam kosong. “nih” sapa seorang cowok yang membuat Ara terkejut dan ngajuin sebotol air mineral “gk butuh,” Ara menaikkan alisnya, sambil nunjukin botol minum yang diletakkan disamping “oke, satu kosong” jawab Aldo yang di balas Ara dengan senyum simpul, “belum masuk kelas?” “masih jam kosong Al” “Ra…” panggil Aldo yang sudah duduk disamping Ara, tapi tatapannya melihat pertandingan yang tersaji di hadapan. “hmm?” Ara menoleh ke arah Aldo, tapi yang memanggil memang seperti tak niat untuk bicara “Ra…” panggilnya lagi, tatapannya masih lurus melihat pertandingan. “Apaan?” ketus Ara “gk ada, nge tes doang” “ishh…manggil kok gk bertanggung jawab, udah manggil tapi gk ngomongin apa-apa, capek Ara noleh tapi gk mau ngomong apa-apa” “Lo cantik,” nadanya rendah, terdengar serius. Namun masih melihat kearah lapangan Deg.. jantung Ara seperti terhenti bak di pukulkan bogem dengan ukuran dua kepalan orang dewasa. Mendapat pujian dari siapapun tentang kecantikannya, Ara sudah biasa. Tapi Aldo ini yang pertama kali. “ya iyalah, siapa emang yang bilang Ara jelek” jawabnya dengan sombong “tapi bo’ong” “oke, satu sama” jawab Ara berdecih. Seperti ada rasa yang kurang, seperti tidak enak, dan nyesek yang berkepanjangan. “Al..” panggil Ara “dihidung kamu ada bekas tipex” lanjutnya Aldo mengangkat tangan nya, dan ketika sudah menyentuh hidung “tetot” suara Ara menirukan bunyi klakson dan terkikik “kenaa tipu… kena tipuu… barangg palsu” Ara mendramatisir keadaan. “oke, dua satu” jawab Aldo tertawa renyah ֎֎ Suara kuda
pacu berderet-deret menggerayangi telinga, berdegup kencang menghempas tanah. Mayat begelimpangan. Rasyidah, si kutu buku yang mencintai ilmu dengan segenap tenaganya, yang berpegang teguh bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban. Sedang bersembunyi dibalik tiang-tiang brankas dan tumpukan tinggi kertas manuskrip-manuskrip terjemahan dari seluruh penjuru dunia. Jantung nya berdegup kencang melihat jeritan dan minta tolong dari luar ruangan. Kehidupan bukan sesuatu yang di junjung tinggi saat ini. Nyawa hanyalah helaian bulu yang tak berharga. Apa yang akan terjadi kali ini. Sudah banyak peperangan yang terjadi, dan ini yang terparah. Apa memang tidak ada lagi keadilan dan sikap kemanusiaan. Benak Rasyidah dengan miris. jika memang sesuatu sudah di tetapkan sebelumnya. Jika memang begitu makna takdir yang sesungguhnya, maka bisakah bertanya untuk apa rasa sakit di cipta?, bisakah bertanya untuk apa dosa di catat oleh malaikat dalam aksara?, bukankah terdzolimi seseorang yang masuk neraka? Nyatanya daun yang gugur akan jatuh karna menguning, daun yang gugur akan jatuh karna tertiup angin, daun yang gugur akan jatuh karna tak kuat tangkainya melekat di ranting. Setiap hal yang terjadi memiliki alasan dan setiap alasan benarkah berasal dari Tuhan?, yang mana disebut takdir? Alasan nya atau kejadiannya? Maka tetaplah percaya bahwa kehidupan suci oleh sang pemberi. Tidak perlu terlalu berpikir bagaimana kedepannya nanti, bukankah hanya perlu membalas budi? atas setiap tarikan nafas, pergerakan jantung, kedipan mata, gerakan tangan maupun langkah kaki. Teruslah berbuat kebaikan dan menjadi penghamba, karna setiap manusia memiliki cara berbeda dalam berbuat dosa. Rasyidah sudah tercekik menahan lapar, lidahnya seperti ditarik kedalam kerongkongan karna tak satupun masuk dalam suapan. Dia terus berjinjit dan melangkah tanpa membuat suara. Mencari tempat sembunyi didalam ruangan, namun tak ada ruang rahasia di dalam perpustakaan ini. Air mata terus mengalir dari sudut matanya, tangan nya terus-terusan menutup mulut agar tak mengeluarkan suara. Pedang yang memutuskan leher dengan sekali libasan. Sebagian berhamburan dari dalam perpustakaan sebagian lagi masih sembunyi di bawah kolong-kolong meja baca. Rasyidah memilih tempat dibalik guci besar di sudut ruangan. Sudah dua hari dia berada di balik guci tersebut. Tidak makan tidak minum, badan lemas terkulai dan tak berdaya. Keringat yang hari pertama bercucuran sangkin takutnya. Kini setetes cairan pun, tidak ada yang bisa di keluarkan oleh tubuhnya. Gaun berwarna biru muda yang ia pakai ujungnya menjutai terlihat melewati guci. Srak… mulut Rasyidah ditutup dengan kain. Matanya sempat beradu dengan pemilik mata biru yang hidung dan mulutnya tertutup dengan kain hitam. Orang itu menyeret dengan sangat kuat, kepalanya pusing, bayangan -bayangan benda yang terpantul serasa memiliki vignete hitam tebal. Dan tiba-tiba semua gelap sunyi tanpa suara. Rasyidah membuka matanya dan merasa lemas, dia bahkan tidak ingat apa yang terakhir kali ia lakukan. Dia melihat sekelilingnya. Ini seperti Gudang penyimpanan gandum dan bahan makanan. “ini, minumlah” menyodorkan segelas air “dimanan aku” tanya nya ntah pada siapa, bahkan pada si pemberi air minum pun dia tak sadar. "di tempat pengrajin roti" Rasyidah tertawa “bagaimana mungkin kau mengatakan pembuat roti dengan pengrajin” “bukankah maknanya sama?” “ya kau benar” masih dengan sisa tawanya. Rasyidah memakan roti yang di berikan Zein dengan lahap, rasanya seperti roti dengan tepung semolina, Rasyidah teringat tepung roti semolina sering dipakai untuk pesta dan perayaan masyarakat, tepung putih degan tekstur lembut untuk kalangan istana kesultanan, dan tepung kasar sering dijual pada hari-hari biasa di perkotaan. “Zein, boleh aku bertanya, apa” “hmm” tanda mengiyakan, Zein terlampau sulit berbicara panjang “apa kau yang menyeret ku tadi?” “iya, aku pura-pura di pihak mereka supaya bisa menyelamatkan mu” jawab zein “terimakasih, apakah perang akan segera usai?” “kurasa perang ini akan menghancurkan kesultanan yang sudah
dibangun selama 600 abad” “zein, apa kau akan selamat?” “sejak kapan kau peduli dengan keselamatan ku?” “anggap saja ucapan itu rasa terimakasih karna kau telah menolongku” “ego mu memang sangat besar,” jawab Zein dengan menatap Rasyidah dan tersenyum simpul "sampaikan salam ku pada paman" Rasyidah membalas tatapan itu. Zein memerintahkan Rasyidah untuk bersembunyi di tempat penyimpanan tepung. Dekat dengan mesin pembuat adonan. Mesin itu digerakkan oleh kincir Air, karna dekat dengan pinggiran sungai. Biasanya pabrik ini memproduksi 30.000 ton pertahun. namun kali ini pabrik ini tidak beroperasi, hasil produksi yang terakhir dibawa untuk bekal tentara perang. Didalam ruang penyimpanan tepung. Rasyidah sedang bersembunyi dengan posisi meringkuk, air mata tak henti mengalir dari sudut matanya. Suara kuda pacu, dentingan pedang, teriakan, dan jeritan terus terdengar. Zein sudah kembali ke medan pertempuran, berpesan pada Rasyidah untuk tidak keluar sampai Zein sendiri yang membuka pintu ruangan. Rasyidah ingin memasukkan sepotong roti sisa yang belum habis ke dalam saku pakaian rajutnya. “hmmm apa ini” gumam Rasyidah sambil mengeluarkan secarik kertas dari kantongnya. Ahh dia ingat, Surat itu dari Fariha yang dititipkan pada seseorang sebelum kejadian pengepungan dihari pertama. Sudah 3 hari berlalu.
Assalamualaikum Wr Wb Rasyidah, semoga berkah Tuhan dan keimanan selalu menyertaimu hingga berpisah roh dan jasad. Benteng sudah ditembus. lebih dahulu pinggir dilewat baru lah sampai kita ke tengah.
Rasyidah, dua tiang utama rumah sudah tiada. Pelita malam tiada nyala. Secepat kilat cahaya merambat gelap tetap sampai lebih dahulu tanpa terlambat. Bawalah lampu untuk penerang. Saudaramu fariha
Rasyidah bingung apa yang harus ia lakukan. Lebih dahulu pinggir dilewat adalah kata kiasan bahwa penyerangan hari pertama itu sudah lebih dulu memporak-poranda kan pinggiran kota. Rumah Fariha berada di pinggiran kota berbatasan dengan hutan dan aliran sungai. Dua tiang rumah yang sudah tiada artinya kedua orang tua Fariha sudah mati dalam pengepungan dan pembantaian tiba-tiba ini. Fariha masih bertahan hingga dia bisa menulis surat. Dan meminta tolong pada Rasyidah untuk datang kerumah membantunya. Tapi bagaimana mungkin. Hendak keluar dia telah berjanji kepada Zein untuk jangan keluar sampai Zein sendiri yang membuka pintu penyimpanan ini. Rasyidah kalut tak bisa berpikir jernih. Dia tetap keluar. Pemberontakan benar-benar sengit. Rasyidah berlari dan bersembunyi dari balik puing-puing rumah yang berserakan. Menuju arah rumah Fariha. jleebb… anak panah sukses menancap di perut kanan nya. Rasyidah merintih kesakitan. Dia terjatuh di tengah-tengah kerumunan perang. Air matanya tak lagi bisa ditahan, seseorang laki-laki dari golongan pemberontak menendang nya dengan kuat saat anak panah masih tertancap. Para suku tartar itu menyeretnya tiada ampun ketengah padang pasir. Bergabung dengan warga lain yang sudah hampir mati. Pertumpahan darah terus terjadi. Khalifah pemimpin kesultanan sudah balik menyerang di daerah Bashira. Namun dalam empat jam pertempuran ini menghasilkan 12.000 tentara tewa Rasyidah tak tahan lagi, tak bisa bergerak. Dia pingsan ketika melihat pedang tepat menghunus perut paman nya daru jauh. Rasyidah terkulai.. semua sunyi. ֎֎ “Ahh… dimana aku, apakah paman masih bisa selamat…” Ara merintih kesakitan memegang perutnya. "ra.. lo ngelindur? Mata biru menatap dengan sangat dekat, memukul-mukul pipi kanannya. “Zein, tolong Ara” Ara memeluk Aldo, “heyy.. sadarlah ini gue Aldo” “Zein? siapa dia, lo udah punya pacar?” tanya Aldo “Aldo gila, udah ah“ Ara langsung diam menyapu keringat di dahi nya. dan sisa air mata yang dia sendiri tidak yakin akan apa yang terjadi. “Ara, kamu kenapa sih?” “gk apa-apa?” “oh, jadi orang tiba-tiba pingsan di parkiran, terus tidak sadarkan diri selama 4 jam itu gk kenapa-napa ya?” “Ara pingsan selama 4 jam?” “enggak ra, Ara gk pingsan. Kamu sadar kok sayang” “apa sih Aldo,” “oke kita pulang, liat di parkiran tinggal kita berdua sekarang” “kenapa gk laporin ke guru aja sih, terus Aldo nunggui Ara disini selama 4 jam” “iya” “buat apa, ih kurang kerjaan, aturan tuh laporin ke Cella atau guru dong” “Woy ra.. lo itu parkiran di luar sekolah bukan didalam, mana sempat gue laporin guru” "eh iya ya.." jawabnya cengengesan "yaudah ayok pulang" “Ara bawa motor kok” “siapa juga yang mau nganterin yee… ke pe-de an lo” Ara membersihkan debu dari pakaiannya, karna di tidurkan di tumpukan barang furiniture, Ara bergegas ke posisi motornya, Aldo mengikuti di belakang dengan jarak 1 meter. Motor Ara melaju dengan kecepatan normal menyapu jalan, sementara Aldo mengikuti nya dari belakang menjaga jarak. Jam menunjukkan pukul 18.05 jalanan mulai sepi. Sesampainya di depan rumah. Aldo menunggu sampai Ara benar-benar masuk ke dalam rumah, hingga punggungnya lenyap di balik pintu.
Aldo memutar balikkan motor dan menuju rumah. angin malam mulai terasa, hewan sambar mata juga sudah keluar karna waktu beranjak magrib "ah sial, gue gk bawa helm" "gue yakin Ada sesuatu yang disembunyiin Ara" gumam Aldo "Zein, siapa itu Zein",Aldo berusaha mengingat semua laki-laki yang dekat dengan Ara "Kenapa Ara meluk gue terus bilang gue itu zein" "gue bersumpah akan menghabisi laki-laki itu".
6 notes · View notes
dewie-sudarsh · 4 years ago
Text
Paviliun Kamboja
Tumblr media
“Hallo teman-teman, perkenalkan saya Ken Surya Abbas. Biasa dipanggil Ken. Saya pindahan dari SMA Bintara―”
“Kenapa pindah sekolah ke sini, apa udah miskin?” celetuk salah satu murid sebelum Ken melanjutkan perkenalannya. Ken sudah menduga akan terjadi seperti ini.
“Sttt, tenang anak-anak. Tidak usah ikut campur urusan pribadi orang. Menjadi kaya atau miskin itu bukan kesalahan. Yang salah itu di mana pun kalian sekolah tetapi tidak bisa belajar dengan baik dan tidak bisa menghargai. Paham.” Wali kelas 12 IPA 1 benar-benar galak. Seketika murid langsung saja terdiam.
“Ken, ibu sudah lihat laporan dari sekolah kamu sebelumnya dan hasilnya cukup bagus. Semoga kamu juga bisa ngikuti pelajaran di sini ya. Silahkan kamu duduk di situ. Di samping Ara, dia adalah ketua kelas IPA 1.” Wali kelas Ken menunjukan bangku kosong yang hanya ada di samping Ara.
Ken segera duduk dan memperhatikan Ara secara detail. Dari postur tubuh tidak jauh beda dengan Ana, wajahnya pun sama. Hanya saja Ara mengurai rambutnya dan menjepitnya dengan kupu-kupu berwarna biru. Ken menjadi sedikit geli melihat penampilan Ara yang masih saja dianggap itu adalah Ana.
Ara yang merasa diperhatikan oleh Ken, segera mengalihkan wajahnya untuk menatap Ken. Seketika itu juga Ken jadi terkejut dan salah tingkah.
“Kenapa kamu lihatin aku kaya gitu?” tanya Ara. Ken mengernyitkan keningnya. Gaya bicaranya pun juga berubah batin Ken.
“Heh, gadis licik. Lo pikir dengan berubah gaya rambut, berubah sok manis dan menjadi sok polos gue bakal terpesona gitu sama lo. Gak bakal.” Ken masih belum percaya kalau Ara dan Ana itu adalah dua orang yang berbeda.
“Kamu belum kenal sama aku udah berani bilang seperti itu sama aku, sakit jiwa ya?” tanya Ara lagi.
“Udah deh, lo gak usah pura-pura sama gue. Gue tahu bokap lo sultan, dia bisa lakuin apa aja―”
“Buk, maaf apa saya boleh pindah tempat duduk.” Tiba-tiba saja Ara mengangkat tangan dan mengadu pada Guru.
“Kenapa Ara?”
“Anak baru ini berisik Bu,” kata Ara. Ken melihat Ara dengan tatapan sinis. Benar kan dugaan Ken kalau gadis ini akan membuatnya menderita lagi.
“Tidak Bu, saya hanya bertanya buku apa saja yang akan di pakai Bu,” bantah Ken.
“Ara, sebagai teman dan ketua kelas kamu bantuin dong Ken. Jangan seperti itu.” Wali kelas Ara justru membela Ken dan itu yang membuat Ken memberi wajah ejakan pada Ara.
Hari itu rasanya Ara sangat kesal karena terus di ganggu oleh Ken. Dan apapun yang dibicarakan oleh Ken sama sekali tidak bisa dimengerti oleh Ara. Begitu sebaliknya, apapun yang dilakukan Ken untuk memancing Ara mengakui bahwa itu Ana sama sekali tidak berhasil.
Sampai jam pelajaran telah selesai, Ken tidak henti-hentinya menggagu Ara, itu karena rasa benci Ken terhadap Ana sudah mendarah daging di tubuh Ken.
“Ara,” panggil Felicia.
“Hai Fel,” jawab Ara dengan nada lembut. Sementara Ken masih berjalan di belakang Ara sembari memperhatikan tingkah Ara dan tidak peduli dengan Felicia yang mengacungkan tinju kepadanya.
“Lo hari ini jadi ikut gue jalan?”
“Maaf Fel, hari ini Papa aku ada di rumah. Kamu tahu sendiri, Papaku gak ngizinin aku kemana pun.” Ara bicara dengan nada sedih, Ken terus menyimak kata-kata Ara.
“Yah, aneh banget sing bokap lo. Masa udah gede gini masih aja gak dibolehin pergi-pergi.”
“Maaf ya Fel, lain kali deh.”
“Emangnya lain kali boleh? Gak yakin gue. Apa gue aja yang izin ke bokap lo. Mungkin bokap lo itu khawatir kalau lo itu kenapa-kenapa? secara anaknya cantik gini.”
“Jangan, kamu gak tahu Papa aku itu seperti apa. Kalau dia udah bilang A ya gak akan berubah B, kecuali Mamaku yang bilang.”
“Ahhhh boleh tuh, pokoknya lo harus bilang sama nyokap lo. Kan nyokap lo juga udah kenal sama gue.”
“Iya, pasti. Aku pulang duluan ya.”
“Kabari ya Ra.”
Ara hanya menganguk dan membalas lambaian tangan Felicia. Ara segera naik mobil jemputan. Rasanya hanya hari pulang dan berangkat sekolah lah yang membuat Ara bahagia, naik bis ala-ala korea dan mendengarkan musik favoritnya.
Sementara di sekolah, Felicia tengah menatap Ken yang tidak henti menatap Ara.
“Lo kenapa sih Ken, lo naksir sama Ara?” tanya Felicia.
“Apa! jijik gue naksir ama dia.”
“Bangkai, lo kalau ngomong dijaga ya. Gue gak terima lo bersikap seperti itu sama Ara meskipun lo sepupu gue. Punya masalah apa sih lo?” tanya Felicia emosi.
“Bapaknya gadis itu yang udah buat nyokap gue ninggalin rumah.”
“Gak waras lo, gue udah sering main ke rumah Ara. Dan nyokapnya bukan nyokap lo. Sadar Ken, di dunia ini banyak orang mirip. Jangan sampai lo salah orang, lo bakal nyakiti orang yang gak tahu apa-apa. Mendingan lo pastiin dulu, dia beneran gadis yang lo maksud bukan? Setahu gue jam sekolah lo lebih lambat kan pulangnya. Ayo gue antar ke sekolah lo. Gue jadi penasaran semirip apa gadis itu sama Ara. Sampai lo jadi kaya orang gila gini.” Felicia melangkah masuk mobil dan diikuti oleh Ken. Felicia melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh agar sampai di sekolah Ken dengan segera. Sekolah Ken berakhir satu jam lebih lambat dari pada sekolah Felicia. Di dalam mobil Ken merasa gelisah, dia berharap Ara bukanlah Ana. Tetapi, Ken juga ingin membalas semua yang dilakukan Ana padanya.
Hanya 30 menit yang dibutuhkan Felicia untuk sampai di depan sekolah Ken.
“Lima menit lagi,” ucap Felicia sembari melirik jam di tangannya. Ken tidak menjawab, wajahnya terus menatap gerbang sekolah.
“Cewek yang ganggu lo itu bawa mobil apa bagaimana Ken? Kalau kita di sini kita bisa lihat gak sih?” tanya Felicia sembari celingukan. Felicia sengaja mencari parkir yang tidak jauh dari gerbang sekolah.
Beberapa detik kemudian ada mobil yang parkir di depan mobil Felicia dan keluar seorang ibu paruh baya yang cantik dan fashionable.
“Ken, itu nyokap lo? Ngapain dia di sini?” tanya Felicia. Felicia semakin tidak percaya ketika melihat Ana datang menghampiri mamanya Ken. Parahnya, Ana yang merasa tidak semangat sekolah karena tidak ada Ken kini bernampilan menjadi biasa saja. Rambutnya dibiarkan tergerai begitu saja. Felicia menutup mulutnya tidak percaya. Benar – benar sama persis dengan Ara. Felicia segera keluar mobil dan memanggil Ana dengan Ara.
“Ara,” panggil Felicia. Melihat Felicia memanggil Ana dengan sebutan Ara. Ken segera keluar.
“Siapa ya?” tanya Ana.
“Ken? Kamu di sini?” tanya Mama Ken begitu melihat Ken keluar dari mobil Felicia.
“Oh, Ken? Wuah ternyata lo gak bisa lupain gue ya. Lo masih kangen sama gue?” tanya Ana dengan nada centilnya. Felicia tidak percaya dengan apa yang dilihat di depannya saat ini.
“Ayo masuk mobil,” ajak Ken pada Felicia. Tetapi, Felicia masih saja memperhatikan Ana dari ujung rambut sampai ujung kaki. Melihat Felicia yang shock Ken langsung menarik Felicia untuk masuk ke mobil. Sebelum Ken masuk ke mobil untuk menggantikan Felicia mengemudi. Mata Ken bertatapan dengan mamanya. Namun keduanya saling diam.
Ken masuk ke dalam mobil dan segera menjalankan mobilnya. Diliriknya Felicia yang masih terdiam tidak percaya.
“Sekarang lo percaya kan kalau―” Ken menghentikan ucapanya ketika tangan Felicia menutup mulutnya. Felicia segera mengambil ponselnya dan vidio call Ara.
“Hai Fel, ada apa?” tanya Ara dari balik ponsel Felicia. Di sana terlihat jelas Ara masih di dalam bis sekolah.
“Emmm enggak gue salah pencet, sorry lo di mana?” tanya Felicia gugup.
“Oh, ini masih di bis. Bentar lagi sampai.”
“Oh ya udah hati-hati ya Ra, by...by....” Ara menutup ponselnya dan memandang Ken.
“Kenapa? lo masih mau bilang gue gila?” tanya Ken.
“SUMPAH. MEREKA SAMA BANGET. KEMBAR IDENTIK!”
“Gak usah ngegas.” Ken menutup telinganya.
“Kok Ara gak pernah cerita kalau punya kembaran, dan kenapa mereka sekolahnya terpisah? dan kenapa juga bokapnya Ara nikah sama nyokap lo?” tanya Felicia.
Keduanya terdiam sejenak kemudian mereka saling bertatapan dan mengucapkan kalimat yang sama dengan bersamaan.
“Bokapnya punya dua istri.”
“Enggak, lo tahu bokapnya Ana gak?” tanya Felicia yang masih belum bisa percaya dan Ken menganguk. Felicia segera membuka galerinya waktu itu dia pernah mengambil foto keluarga Ara yang ada di rumahnya.
“Ini bukan?” tanya Felicia sembari memperlihatkan foto di ponselnya.
“Iya, Bagaskara Putra Thomas. Lelaki keturunan Jawa-Belanda presiden direktur Putra Jaya Thomas Grup.”  Kata-kata Ken membuat Felicia terbelalak tidak percaya.
“Kenapa lo?”
“Sumpah, bokap mereka sama. Dan di foto ini hanya ada satu orang. Jadi mereka itu satu orang apa beda orang?. Tapi, gak mungkin dalam satu hari mereka sekolah di tempat yang sama. Kalau mereka kembar kenapa mereka terpisahkan dan kenapa Ara gak pernah cerita apa-apa sama gue dan di rumahnya tidak ada satupun foto mereka, berdua gitu?” Felicia terus mengoceh. Karma rasanya datang dengan cepat, belum ada 24 jam dia bilang Ken tidak waras. Sekarang dia juga merasakan apa yang dirasakan Ken.
“Ken, gue yakin. Ara sama Ana adalah kembar tetapi mereka tidak kenal satu sama lain. Gue gak tahu apa masalahnya, Cuma yang pasti kita harus cari tahu.”
“Ngapain? Bikin repot hidup aja.”
“Ya biar lo gak salah orang. Pokoknya besok lo jaga sikap, gue akan bantuin lo cari tahu siapa Ana dan Ara. Mereka saling kenal atau gak.” Felicia menepuk bahu Ken.
Ken memijit pelipisnya sejenak. Dia sedikit lega bahwa yang ada di sekolah barunya bukan Ana. Itu artinya Ken akan merasa tenang dan juga Ken akan bebas balas dendam dengan Ara. Ken tidak peduli walaupun Ara tidak tahu apa-apa dengan apa yang dilakukan Ana. Yang jelas Ken tahu, bahwa papa Ara adalah Bagaskara Putra Thomas dan itu sudah cukup untuk Ken punya alasan balas dendam.
1 note · View note
miftahulfikri · 5 years ago
Text
Rivera : Chapter 2
Tumblr media
“Jadi, siapa pilihan lu, Ver?” 
Sontak pandangannya berubah, sedang aku kembali mencoba menekuri kompas matanya yang lagi-lagi berulah. Ya, perempuan muda di hadapanku ini sedang resah. Rivera, Rivera. Kok permasalahan cinta bikin kamu sebingung ini?
“Gatau, ngga ngerti gue Nan,” keluhnya.
“Pola singularitas yang sama, lagi-dan-lagi,” Aku tersenyum. “Lu tuh anak Psikologi, sukanya ilmu jiwa, tapi sekarang kok bingung kalau jatuh cinta,”
Sepersekian detik, mulutnya memonyong dan meniupkan udara ke arah keningnya, layaknya bunyi angin dari ban yang gembos yang dapat menggerakkan beberapa helai poninya yang menyembul dari gelung rambutnya. Aku kagum sekaligus heran, kok perempuan bisa begitu cantik kalau melakukan hal itu ya?
Ia menggaruk lantai dengan pangkal sepatu loafer-nya, meregangkan kakinya yang sejak tadi bersilangan tampak tak karuan seperti keadaan hatinya. Bahasa tubuhnya sudah menunjukkan gelisah yang konkret. 
Sedang aku, hanya tersenyum melihatnya. Maksudku, melihat pokok permasalahannya mengenai lelaki, menurut perspektifku- sembari ya, menuntun ia mengeja jawaban apa yang ia inginkan bibirnya selaras dengan hatinya. Ya, ia bukan perempuan polos yang tak tahu jawaban dari pilihannya sendiri. Siapa bilang perempuan andal dalam menilai kerumitan lelaki? Boleh jadi teorinya dipelajari di kelas, tapi menemui beda tiap kepala tentu saja artinya berbeda lagi.
“Dua-duanya bikin nyaman,” ucapnya, sambil menyalakan batang mentol kedua.
“Nyaman dalam definisi apa, dulu?” sergahku.
“Ya gitu deh. Punya karakter masing-masing,”
“Ya itu mah pasti,” Kutangkap ekor matanya. “Masalahnya bukan itu. Tapi, gimana caranya supaya elu mampu memilih yang tepat untuk kondisi sekarang,”
“Maksud lu, Nan?” Kali ini Rivera menggeser kuda-kuda kursinya mendekat ke arahku.
Aku menghela nafas. Penjelasan soal logika kadang tak melulu mudah dimengerti oleh perempuan. Lelaki memang menang telak soal ini, bukan? Sialnya, dalam kasus ini yang justru harus memilih adalah perempuan, diantara dua kutub hatinya yang begitu bertentangan satu sama lain. 
“Kata dasarnya nyaman, ya. Tolong garisbawahi dulu ucapan gue,” aku mendeham. “Tolong matiin dulu itu rokok , asapnya ganggu, gue jadi gabisa mikir nih,”
Ia mengangguk pelan sembari menyilangkan lagi kakinya, merebahkan punggungnya di bahu kursi panjang  berukir yang sejak tadi tak digunakannya untuk bertopang. Kini badannya condong penuh ke arahku, bersikap menekuri arif setiap ucapku. I’ll give you the last shot, semoga kau mengerti.
“Tergantung lu sih, Ver. Rasa nyamannya eu sama sifat dua lelaki itu pasti punya gaya yang beda. Satu, ada sifat cowo yang bikin elu nyaman terlindungi. Ini bakal cocok banget kalau elu ngerasa hidup dan tantangan yang dijalanin tiap hari itu bikin ngga nyaman,”
“…. Misal, kaya tugas-tugas kuliah elu, atau kaya semacam kumpul himpunan, atau apalah, yang pokoknya ribet-ribet, pokoknya elu tuh sibuk, when you have through many hard times,” Sembari telunjukku mengacung, “Cowo ini yang pas buat meredam tensi stres lu, yang bakal ngerti lu di kala kesibukan, yang bisa ngatur waktunya buat tetap terhubung dengan lu, yang jadi es pendingin di hari-hari lu yang panas ngga jelas. Ya, lelaki gini cocok lah kalo gitu,”
Ia mengangguk. Sontak matanya melihat tanganku yang membentuk huruf V.
Tumblr media
“Dua, ada juga sifat cowo yang justru bikin elu keluar dari zona nyaman. Ngerti kan? Jadi, ini bakal pas kalau hidup lu itu terasa mengalir seperti biasa aja, ngga ada yang aneh, bahkan cenderung basi. Aktivitas elu mungkin gitu-gitu doang, segala tantangan bisa lu handle, sekolah-pulang-sekolah-pulang… dan bahkan kalau elu ngerasa bosan ngejalaninnya…”
“…Nah, cowo tipe gini yang lu butuhin banget. Yang suatu kali tiba-tiba ngajak elu pulang naik damri bareng, yang tiba-tiba dateng ke rumah kamu ngajak ngejain tugas sambil bawa sebuket bunga, atau yang bela-belain nyanyi pake gitar pas dari selasar kampus kalau lu lagi belajar di kelas. Gila sih emang, tapi yang kaya gini ada. Yang intinya bikin hidup lu lebih berwarna, yang bisa bikin roller coaster gitu, yang bikin elu bakal nanya ; kejutan yang dia buat hari ini kira-kira apa ya?”
Rivera menghembuskan nafasnya panjang, bernada sumbang. Kebingungannya ia jadikan alasan untuk menepuk-nepuk sweater birunya yang kejatuhan abu rokok sejak tadi. Tampaknya, logikanya yang berkelir sedang memilih, mencari-cari alasan terbaiknya untuk satu nama.
Sementara, aku terdiam dan menunggu setelah kuselesaikan kalimat pamungkasku. Barangkali, terang pilihannya untuk dapat dikatakannya sekarang juga. Atau justru kalimat bingung nan ambigu yang sama?
.
“Namanya siapa aja, sih?”
“Bernard.. ama Tarra, Nan” ujarnya, sambil merentangkan tangan menjangkau zippo miliknya.
“Jadi, mau ama siapa?” Pungkasku, sambil merampas zippo itu terlebih dulu.
“Gatau,” dia memaksa nyengir.
“Hehe,” tukasku, kesal. “Jangan pake perasaan mulu, napa. Sekali-kali logikaan coba! Dasar cewe,”
Ia berdeham. 
“Hehe,”
“Haha-hehe-haha-hehe, huuuuu,” Aku makin kesal dibuatnya. “Inget, asal ngga ganggu kuliahnya ya! Elu sendiri bilang semester kemarenan udah dapet dua nilai C matkul dosen killer, masa mau diulangin lagi?”
‘Iyaaaaa,” ucapnya, sambil memperagakan gerakan mencium ke arahku.
“Woy apaan, anjir!!” aku mengibaskan jemariku, sementara Rivera seperti biasa hanya terkekeh. Ia sudah sangat terbiasa menggodaku. Katanya, lelaki rikuh sepertiku enak untuk digoda. Paling tidak, tidak ada intensi membalas. Curang memang, ia sering mencubit dadaku sementara aku tidak bisa melakukan hal yang sama.
“Tapi, makasih ya Nan. Nanti deh, gue pilih nama yang terbaik. Jangan sampe salah pilih, jangan sampe nyakitin hati salah seorang dari mereka.” ujarnya diplomatis.
Aku tersenyum, mengacak-acak rambutnya. Sengaja kucuri jepit rambutnya, agar rambutnya tergerai bebas seperti kebingungannya yang sejak tadi menyanderanya. Ia masih setia dengan jepitan rambut dari kadoku dulu.
“Iya, Astari,” Aku tersenyum. “Duh, udah berapa orang pacar elu sih, Ver. Gebetan mah udah ngga keitung. Elu kok gampang banget jatuh cinta, kenapa deh?” tanyaku, sambil merogoh kocek mencari sebungkus kretek.
“Elu mau tau ngga rahasia penting,” cengirnya manis. “Gue sebagai anak psikologi itu demen banget sih mengenali karakter orang, kesan pada jiwa orang kan beda-beda. Lewat mata, yang katanya jendela jiwa. Lalu lewat kata-katanya, perbuatannya, kebiasannya, sampe ke pemikirannya,” ujarnya, sambil menyalakan lagi mentolnya bersamaku.
“Kalo gitu mah wawancara aja udeh, kenapa mesti pacaran? ribet,”
“Aduh, Nan. Gimana ya ngejelasinnya. Situasi gini butuh pengorbanan, musti nge-blend. Mengenali Psyche itu ngga cuma bisa kaya nyentuh permukaan air. Sekali waktu, elu harus nyelem ke dalemnya. Ini cara gue buat lebih ngerti, terutama pikiran lelaki ke perempuan kaya gue,”
Aku mencoba memahaminya dalam satu hembusan kretek yang panjang. Mengepulkannya ke atas kepala, membuat bulatan-bulatan yang berkelir dengan kebingunganku di udara.
“Nyelem mah elu kudu nikah dong ama dia. Ngga fair dong kalo cuma pacaran mah. Elu ngga tidur ama dia, ngga hidup dengan dia, ngga membersamai dia….”
Telunjuk Rivera menyentuh bibirku. “Iya iya, ini mah cuman snorkeling lah, ibaratnya. Serius amat hidup lu, Nan. Lah jadi keder gue, heran deh,”
“Iya, santai dong ah, gue cuman excited doang kali,” ujarku sembari menyusutkan posisi tegak bahuku. Mengedarkan pandangan sekeliling, aku merasa cukup nyaman berada di cafe kecil berornamen serba putih di bilangan jalan Maranatha ini. Kebetulan hari sedang hujan dan tidak sedang ramai orang. Seringkali dalam hening, aku tak sadar bisa menggumam sendiri. Kali ini soal perilaku Rivera yang membuatku heran, apakah dia sengaja untuk mencari sesuatu yang baik dengan menyakiti perasaan orang lain? Kadang bisa gila juga aku kalau menelusuri jalan pikirannya. Hanya saja dalam pikiranku, ada sedikit hal yang kusetujui ; bahwa dalam melakukan percobaan, seringkali memang membutuhkan korban.
Bersandar lalu menatap jendela, menghembuskan dua pertiga sisa kretekku dengan khidmat. Pacaran? Cih. Aku seperti tak mengenali lagi ujaran itu. Hampir dua tahun aku merasakan abrasi dalam hatiku soal keberanian menghadapi ancaman cinta-mencintai. Buatku, pengalaman cinta memang sekolosal itu ; berani berlayar, berani juga menghadapi resiko tenggelam. Hanya saja, aku waktu itu belum siap dan terkaget-kaget ketika perahu hubunganku limbung dengan seorang wanita yang sampai hari ini masih membekas ingatannya padaku. Ah, sial. Belum ada obatnya.
“Kenapa ngga elu aja sih, Nan, yang jadi pacar gue?”
Aku yang tadi sedang berada di kuadran masa lalu, seperti tertarik oleh suara lentik yang seperti petir di siang bolong. Untung, pikiranku masih sempat berhitung soal jawaban terbaik.
“Bukan tipe gue, elu mah,”
“Taik.” semburnya kesal.
“Yeeh, nyolot,”
“Trus, kenapa elu ngga pacaran sampe sekarang?”
“Males gue. Masih belum nemu aja, Ver”
“Secakep sih mantan lu? Siapa namanya, Alya ya? Yang dulu sempat lu ceritain? Sampe bikin elu jadi lelaki kikuk kaya gini, aduh. Padahal elu tipe yang bisa banget ngertiin cewe loh, Nan.”
“Udah lah, ngga usah diobrolin lagi,”
Rivera menangkap perubahaan moodku. Dengan segera ia menamatkan mentolnya dan membenamkannya ke dalam asbak. Lalu, ia bernyanyi tanpa lirik sembari melihatku mengatur kembali suasana hati. Ia agaknya sudah paham bagaimana caraku marah. Dan cara marahku adalah diam. Saat ketika diam seperti ini caranya yang paling membuatku segera lebih baik adalah memperdengarkan suara merdunya. Jujur, aku menikmatinya. Bagaimanapun, sosok perempuan ini memang spesial. Aku akui. Hal kecil seperti merokok bersama perempuan adalah sebuah kecanggungan bahkan tabu ; tetapi tidak terjadi bila aku bersama Rivera.
“Dah, yok balik,” aku menenggelamkan punting terakhirku.
“Yok,” Ia mengenakan jaket dan menggelung rambutnya, merampas lagi jepitan rambut ungu miliknya yang sejak tadi kuletakkan di atas meja.
“Mendung nih. Bawa si Cooper ngga?” ujarku, menanyakan mobilnya.
“Ngga. Lagian bodo amatlah basah dikit, deket kok kosan gue. Hayu aja cus balik,”
“Siap, princess..”
Kustarter Piaggioku, menawarkan boncengan sebentar ke depan kostnya sebelum aku menerjang hujan yang dinginnya terasa jeri. Meski begitu, seperti hari-hari biasanya, hubunganku dengan Rivera tampak berlangsung dengan baik-baik saja.
.
Bersambung...
Bandung, 18 April 2020. 
Cerita sebelumnya di sini.
41 notes · View notes
liputanbecek · 5 years ago
Text
Mantanku Yang Hamil Muda
Tumblr media
Mantanku Yang Hamil Muda - Liputan Becek.
Tumblr media
Mantanku Yang Hamil Muda Awal 1990, saya kuliah di salah satu Universitas Negeri di Surabaya. Saya punya pacar bernama Dini yang umurnya tiga tahun di bawah saya. Kami pacaran lumayan lama, sekitar 4 tahun. Bodinya seksi, cantik dan pintar. Terus terang banyak teman yang cemburu, soalnya saya waktu itu gondrong, kumel dan metal. Maklum gitaris band rock amatiran. Biarpun begitu, rata-rata teman se-band saya sekarang sudah top dan sering tampil di TV. Sebutin saja 3 grup musik asal Surabaya, bukannya sombong, 10 tahun lalu mereka penah ngeband bersama saya. Dini putus sejak saya kembali ke Jakarta (1994) dan bekerja di bank swasta. Saya sendiri akhirnya dapat pengganti Dini, dan sudah menikah sejak 1999 lalu. Tidak disangka, Juli 2001 saya bertemu dengannya. Ternyata ia sudah menikah dengan teman band saya. Saya tidak akan menyebutkan nama band-nya, yang jelas mereka sekarang nomor satu dan baru konser bersama grup Inggris di Senayan. Kami pun mengobrol bersama (sama suaminya juga) dan bercerita masa lalu. Mereka tinggal di Bekasi, sedang saya di kawasan Jakarta Selatan. Periode Agustus-September, band mereka tur keliling Indonesia. Waktu itu Dini sedang hamil 5 bulan dan ia tidak mau tinggal sendirian, ia menginap di markas band, yang jaraknya hanya 5 km dari rumah saya, tentu saja ada beberapa kru band yang menemaninya. Mantanku Yang Hamil Muda - Liputan Becek. Saya pun rajin datang, bukannya ngelaba, tapi asyik ngobrol tentang band dan alat musik bersama krunya. Dini kadang ikutan, tapi lebih sering di kamar nonton VCD. Kejadiannya seminggu kemudian. Krunya terpaksa menyusul band ke Palu (Sulawesi), sebab panitia di sana ‘bloon’ tidak mengerti mengeset alat plus panggung. Karena sendirian lagi, saya mengajak Dini menginap di rumah. Toh istri saya sudah kenal dengannya dan suaminya. Oh ya, istri saya tidak tahu kalau Dini itu mantan saya. Waktu itu Rabu malam. Istri saya sejak pagi ke rumah orangtuanya, sebab ayahnya sakit (padahal hanya kangen) dan baru pulang Kamis siang. Saya dan Dini pun mengobrol lagi sambil nonton VIP yang diputar di AXN. “Kamu masih seneng cewek yang toketnya segede Pamela Anderson..?” tanya Dini iseng. “Seneng sih, asal kenceng. Cuma kalau kegedean malah ngeri..,” jawab saya cuek sambil menyalakan laptop. “Eh katanya banyak situs porno Indonesia ya..? Bukain dong..!” ujarnya tiba-tiba. “Entar kalau kepingin gimana..? Banyak setan lewat lo..,” jawab saya. “Udah deh.., bukain dulu..!” Mantanku Yang Hamil Muda - Liputan Becek. Saya tahu Dini dulu termasuk yang punya nafsu besar dalam sex. Jaman pacaran, kami rajin menonton BF bersama supaya menambah pengetahuan. Saya pun membukakan situs bokep, dan saya membiarkan dia membaca sendiri. Setengah jam kemudian rautnya sudah berubah merah padam. “Emang bener ada kisah asli kaya gini..?” tanya Dini. “Lu mau bikin cerita..?” tantang saya. “Gua nggak bisa ngarang,” lanjutnya sambil tangannya menggaruk-garuk selangkangan. Jangan ngeres dulu, doi pakai long dress ibu-ibu hamil. Dia menggaruk karena memang gatal. Tidak banyak bicara, saya langsung duduk di sebelahnya, dan pura-pura membaca bersama sambil menempelkan ke pipinya. “Andi, gua bisa horny nih. Tolongin, ya.. tapi janji lo jangan bilang siapa-siapa..” Jawabannya hanya satu, “Beres..” Saya pun mengusap pahanya sambil mencium pipinya. Eh, dia malah kasih bibir dan melumat lidah saya. Wah, masih galak juga nih anak. “Ndi, si Roni (suaminya) udah 3 bulan tak mau main. Padahal lu tahu sendiri, orang hamil kan nafsunya gede,” kata Dini sambil menggosok celana pendek saya. Biarpun hamil, body Dini masih cihuy. Kulitnya seputih salju dan susunya lumayan kencang, tidak terlalu besar. Kami pun berpagutan sambil mencopot baju masing-masing. “Ndi, jangan kaget, ya..” bilang Dini pelan sambil melolosi longdress nya. Ternyata ia tidak memakai celana dalam. “Soalnya dari tadi aku udah 5 kali pipis (katanya sih bawaan orang hamil) jadi males pakai. Lagian, lu kan nggak nafsu ama ibu hamil.” Jawabannya kali ini salah. Melihat pemandangan itu sangat menggiurkan. Bayangkan, perutnya membuncit dan bulu kemaluannya bertaburan lebat. Padahal dulu saya paling tidak mau kalau melihat cewek gendut, apalagi berbulu lebat. Ternyata seksi sekali. “Ndi, gua susah posisi macem-macem. Standar aja ya...” Saya berdiri dan ia duduk di karpet sambil menghisap batang kemaluan saya. “Gila nih barang. Ditinggal 9 tahun malah tambah gede,” katanya diiringi suara slurp.., slurp. Saya tidak dapat menjawab, hanya merem melek keenakan. Dari belasan cewek yang pernah saya tiduri, Dini adalah ‘the best sucker’. Hisapannya lebih kencang dari vacuum cleaner. Sepuluh menit kemudian giliran saya menyapu. Bulu kemaluannya yang lebat dan tebal ternyata membuat batang kejantanan saya semakin tegang. Posisi saya yang jongkok mendapat pemandangan baru, hutan lebat dengan perbukitan plus gunung kembar. Perutnya yang hamil 5 bulan ternyata membuat sensasi tambahan. Lidah saya pun menerobos bibir vaginanya dan mengenai bagian dalam. “Aduuh.., itilku kena, terus, jangan ditarik..!” kata Dini sambil tangannya menjambak rambut saya. Hanya lima menit kemudian ia berteriak, “Ndi.., mau keluar nih. Telan ya..!” Saya jilat cairan yang membasahi vaginanya. “Gilaa, enak bener. Nyesel nih gua putusin elu,” teriak Dini sambil bersandar di sofa. “Tunggu setengah jam, ya.. Ndi. Entar gantian elu gua puasin.” Kami pun kembali membaca situs bokep lain sambil ngemil makanan ringan favorit kami zaman dulu. “Ndi, lagi dong, cepetan..! Entar istri lu dateng, berabe kan..?” Kami pindah ke ruang tamu. Kami dulu suka eksperimen di berbagai lokasi. Dapur, taman, loteng, bioskop dan lain-lain. Dini ternyata punya cara baru. Ia menari erotis diiringi lagu Samba Pati-nya Santana. Kemudian menarik kepala saya dan dipaksa menghisap payudaranya. Awalnya enak benar, lama-lama kok ada yang aneh. Tahunya, menetes ASI! “Gua kan hamil, ya.. keluar dong. Rasanya enak bener kalau keluar. Gua sering maen pakai alat pengisap ASI sambil onani,” kata Dini tanpa ditanya. Ia kemudian mendorong wajah saya dan memencet putingnya hingga ASI menyemprot deras ke wajah saya. Persis seperti gambar di website lactating. Kemudian ia tiduran dan batang kemaluan saya dijepit di antara payudaranya yang masih menetes susu. Waduh, sensasinya luar biasa. Lalu inilah yang ditunggu. batang kemaluan saya digenggam kencang dan seakan dipaksa masuk liang vaginanya. “Goyang, Ndi, yang keras kaya dulu..!” Ternyata vagina cewek hamil itu lebih kencang ketimbang biasa, batang kemaluan saya serasa dipijat. Selama melakukan senggama, Dini masih mengarahkan putingnya ke wajah saya, hingga susunya menciprati mata. Hampir 20 menit kami bergulat di karpet ruang tamu. “Ndi, jangan berhenti. Lu tunggu semenit lagi, dan rasain ya..!” Saya kira dia mau keluar lagi. Tiba-tiba terasa penis saya basah. Dini kencing! “Ndi, jangan dicabut, please.. Gua baru sekarang nih kesampaian.” Ternyata Dini ingin bersenggama sambil kencing. Saya pernah baca di buku ‘rahasia memuaskan suami’ teknik ini. Memang hebat. Kalian pada cobain deh. Nafsu saya tidak tahan merasakan sensasi ini. “Gua mau keluar Din. Di dalam apa dimana..?” tanya saya tersengal-sengal. “Di tetekku aja. Biar kulitnya halus dan kencang.” Saya cabut batang kemaluan saya dan sama tangannya langsung dijepit ke tengah payudaranya. Beberapa detik kemudian, muncrat lah sperma saya membanjiri gunung kembarnya. Bayangkan posisinya teman. Kaki saya hampir patah, sebab saya berjinjit (Dini kan perutnya hamil) jadi tidak bisa telentang di atasnya. Saya kira permainan telah selesai. Tapi Dini punya sesi tambahan. Batang kemaluan saya yang belepotan peju ditambahkan ASI yang terus-terusan diperas, kemudian diletakkan di dalam tangannya dan diminum. Saya yang bengong langsung ditarik dan kami berciuman. “Biar adil. Gua minum peju, elu minum peju memiaw dan kita berdua dapat susu.” Kami kembali ke ruang tengah nonton TV sambil ngemil lagi. Rasa asinnya dapat mengusir aroma karena minum ASI dan sperma. “Roni tak suka gaya macem-macem. Mungkin ia kebanyakan main sama fans ceweknya, jadi bosan. Ya.. ini pembalasannya. Cuma, gua cinta Roni,” katanya kalem. Saya hanya tersenyum, sebab saya tahu persis fans cewek grup ini banyak sekali. Waktu main di Senayan kemarin, saya kecipratan satu cewek SMA yang body-nya aduhai. Mereka menginap di hotel H yang mewah di Senayan, jadi mudah sekali mengajak fans-nya. Lagian itu hanya fans, pikir saya manajernya. “Elu masih sering nonton BF nggak? Ini gaya sering gua baca di majalah K dan buku lain. Pingin nyobain, tapi gua kan bukan cewek gampangan. Lagian udah kawin,” tukas Dini sambil mengelus batang kemaluan saya. “Din, bentar ya.. gua mau kencing nih..!” kata saya. “Eit.., ntar dulu. Kini giliran elu nyobain.” Ia kembali membuka vaginanya dan menarik batang penis saya. “Masukkin terus pipis di dalem..!” perintahnya. Saya pun menurut. Waduh rasanya lebih hebat daripada sperma muncrat. “Enak kan..?” lanjutnya ringan. Agen Poker Online - Agen Domino99 Online - Agen Capsa Susun Online - Agen Ceme Online - Agen Bandar Ceme Online - Agen Bandar Capsa Online - Agen Super10 Online - Agen Omaha Online - Agen Bola SBOBET - Agen Bola IBCBET - Agen Casino 338a - Agen Joker - Agen Slot Games Kemudian kami mandi air panas bersama dan tidur. Hanya saja ia tidur di kamar depan, saya di kamar saya. Daripada ketahuan istri bisa perang kaya USA vs Afghanistan. Dan sekali lagi dugaan saya salah. Esoknya istri saya datang sambil tersenyum. “Enak main ama Dini..?” tanyanya. Judi Poker - Judi Domino99 - Judi Capsa Susun - Judi Ceme - Judi Bandar Ceme - Judi Bandar Capsa - Judi Super10 - Judi Omaha - Judi Bola SBOBET - Judi Bola IBCBET - Judi Casino 338a - Judi Joker - Judi Slot Games Saya awalnya tidak mau mengaku. Baru kemudian istri saya bilang, “itu emang rencana kita. Dini udah minta izin. Makanya aku nginep di rumah bokap. Aku sih oke aja, asal nanti kita bisa main bertiga.” Saya hanya terbengong. onoPoker Agen Ceme Bola Casino Joker Deposit Pulsa OVO GoPay Baru saya ingat, ternyata istri saya waktu nonton BF tahun lalu bilang ingin threesome. Apakah itu ceweknya dua atau cowoknya dua. Read the full article
2 notes · View notes
bellanurmae-blog · 7 years ago
Text
VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini
Bella Nurmae VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini Artikel Baru Nih Artikel Tentang VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini Pencarian Artikel Tentang Berita VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini Lihat saja Brad Pitt dalam Fury, tampak tegas berkharisma dengan potongan rambut undercut (tipis samping). http://www.unikbaca.com
0 notes
adelzahara-blog · 7 years ago
Text
VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini
Adel Zahara VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini Artikel Baru Nih Artikel Tentang VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini Pencarian Artikel Tentang Berita VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : VIDEO: Undercut Yang Memikat, Ini Dia Gaya Rambut Anak Masa Kini Lihat saja Brad Pitt dalam Fury, tampak tegas berkharisma dengan potongan rambut undercut (tipis samping). http://www.unikbaca.com
0 notes
iamisandra · 6 years ago
Text
BAB 1
MEREKA bertiga melangkah masuk ke dalam warung itu seperti orang lain. Jam sudah
menganjak ke angka sebelas malam, namun masih ramai pengunjung di warung yang dikatakan menyediakan makanan yang sangat lazat sehingga tular di media sosial.
Melilau tiga pasang mata mencari tempat kosong. Mereka terus ke arah tempat duduk yang agak jauh dari pelanggan lain. Beberapa pasang mata liar kini memandang mereka tanpa berkelip.
“Aku rasa macam tak selesalah apabila semua orang tengok kita. Apa pelik sangat ke kita ni? Aku rasa aku tak adalah pakai crown, baju labuci, baju pengantin bagai. Tambah-tambah kau, Mia. Sakan dia orang perhatikan kau.” Keysha membuka bicara tatkala melihat lelaki-lelaki muda memandang sahabatnya, Mia Adlina.
“Haah, betullah. Tengok tu, mata masing-masing tak berkerlip.” Afina mengeyakan juga dengan nada yang kurang selesa. Matanya turut meliar memandang sekeliling.
“Biarlah... Dasar gatal. Tak pernah tengok orang ke apa? Handsome tak apa juga. Sedaplah sikit mata nak balas pandangan dia orang tu,” balas Mia dengan gaya flip hair.
Tawa mereka bertiga bersatu.
“So, who’s the naughty one now?” soal Afina dengan tawa yang masih bersisa.
“Entah. Not me okay!” jawab Mia dan Keysha serentak.
“Kau orang ni, aku main-main ajelah. Tapi apa-apa pun, setakat nak tengok tu tak apa. Kalau lebih-lebih memang mampus la dengan aku. Takkanlah aku nak menduakan orang yang bertakhta dalam hati aku ni.” Mia mencari telefon bimbit di dalam beg tangannya.
“Hati aku, only for this charming guy...” sambung Mia sambil menayangkan wajah jejaka kacak yang terpapar sebagai wallpaper di skrin telefon bimbitnya.
“Aqil Thaqif! Aku suka tengok dia. Dahlah senyum manis, handsome, pandai ambil hati, caring, untung kau dapat dia,” puji Keysha melambung.
“Romantik pula tu,” celah Afina.
“Betul! Sebab tu aku terpikat dengan dia. Bukan sebab dia handsome, tapi dia pandai ambil hati aku. Yang lain tu bonus. Cumanya, kalau jumpa lelaki yang lain, yang sedap mata memandang, yang indah-indah, boleh lagi nak cuci mata. Aku kan suka tengok benda-benda yang indah.” Mia tertawa halus.
“Amboi, ada hati nak skodeng mamat lain. Si Aqil tahu, mengamuk lepas tu merajuk, padan muka kau! Lelaki kalau merajuk ni memang tak boleh bawa bincang weh. Pening kepala nanti.” Kata-kata Afina mendapat anggukan daripada Keysha.
Perangai Mia dari dulu tak berubah. Cuci mata memang menjadi hobi utama. Bukan setakat cuci mata tapi menganalisis watak-watak lelaki juga. Lepas menganalisis, masing-masing bergosip. Perangai kebanyakan wanitalah katakan tapi perangai seperti ini hanya sah dalam kalangan sahabat sahaja. Sahabat, bukan kenalan. Kalau bergosip dengan kenalan, silap hari bulan boleh kena ceramah. Kenapa hendak serius sangat pun tak tahulah. Chill sudahlah.
“Aqil dah tahulah hati aku ni untuk dia aje. Dia percayakan aku, aku pun percayakan dia.” Mia tersengih.
“Eh, kau orang tak kesah kan makan kat sini?” sambungnya lagi sekadar mahu tukar topik. Kalau nak bercerita pasal Aqil ni, sampai esok pun dia tak kesah. Tapi tak naklah asyik bercerita pasal lelaki aje.
“Kau ingat kami memilih sangat ke? Janji kenyang dan murah. Itu aje yang penting sekarang. Tambah-tambah aku ni yang duduk merantau jauh, kenalah berjimat sikit. Sebulan sekali aje boleh makan mahal-mahal...” tutur Keysha bersemangat.
“Betul... Sekali-sekala naklah juga tukar selera. Dahlah sekarang ni semuanya harga tinggi, gayat!” Mia menambah.
Walaupun dia anak orang berada namun dia tidak cerewet tentang makanan. Yang mana nampak sedap, semua dia bedal. Janji halal. Kadang-kadang ada juga rakan-rakan lain yang datang dari keluarga berada tak suka dengan perangainya yang satu itu. Mereka fikir tempat macam ni makanan kotor agaknya.
Heh, kalau kotor, mesti dah bercambah-cambah orang sakit perut, lepas tu masuk hospital. Mengada-ada aje lebih. Berlagak cakap ajelah berlagak, desis hati Mia sendiri.
“Weh, mana pelayan ni? Lambatnya! Aku dahlah lapar gila ni. Dari petang tadi tak makan benda berat, makan benda merapu banyaklah...” rungut Keysha sambil memegang perutnya.
“Sabarlah, kan ramai orang tu. Aku pun lapar juga,” celah Afina.
Mia menggeleng melihat sahabatnya yang sudah menunjukkan riak muka orang yang kebuluran. Telefon bimbit dimasukkan kembali ke dalam beg tangan. Rambut yang menutupi dahinya dikuis sedikit. Tatkala memandang wajah Afina dan Keysha yang duduk bertentangan dengannya, dahinya berkerut seribu.
“Eh, kenapa dengan kau orang ni?” soal Mia hairan. Diam. “Diam pula, kenapa ni weh?”
“Kau tengok la tu, beb. Tiba-tiba selera aku dah hilang. Pandang dia pun dah buat muka aku jadi kenyang.” Mata Afina bersinar-sinar.
“He’s more delicious than a cheese cake!” ujar Keysha pula.
“Apa benda yang kau orang merepek ni?” Mia berpaling ke belakang.
Dia terpempan! Tiba-tiba seperti ada kejutan elektrik mengalir di badannya tatkala memandang seorang lelaki sedang menapak menghampiri mereka. Setiap langkah seakan-akan model di atas pentas peragaan.
Pakaian lelaki itu sederhana, jean dan baju T biasa berwarna hitam. Sehelai tuala ‘good morning’ terselit di sebelah poket kirinya. Tangan kanannya juga ada tuala yang sama, yang dililit cantik di pergelangan tangan dan rambutnya, tak dapat diteliti kerana dia memakai topi. Setiap langkah lelaki itu dipandang dengan mata yang langsung tidak berkerlip sehinggalah lelaki itu berhenti di sisi meja mereka seraya menghulurkan buku menu.
Oh My God! Takkanlah lelaki ni... Pelayan?
“Oder, miss...” ujar lelaki itu bersama senyuman manis. Wajah tiga gadis di hadapannya dipandang silih berganti.
Mia sudah seperti mahu pengsan. Sedapnya suara dia! Maco! Lagi maco daripada suara Aqil dan senyumannya, walaupun senyuman itu hanya senyuman nipis. Wah! Tak mampu dia nak gambarkan dengan kata-kata tapi yang pasti... Senyuman itu indah.
Eh? Apa dia merepek ni? Kenapa dia bandingkan lelaki yang dia tak kenal dengan buah hati sendiri? Mia menggaru kepalanya yang tidak gatal.
Mata Keysha dan Afina juga masing-masing diam. Terpegun. Menu pula tidak dipandang walaupun sekilas. Mata masing-masing masih melekat pada pelayan yang entah siapa namanya itu.
“Ehem... Oder apa, miss?” Lelaki itu berdeham beberapa kali sebelum menyoal sekali lagi.
Mia, Afina dan Keysha kembali ke alam nyata. Mereka turut berdeham sambil menyambar menu yang berada di atas meja. Kontrol malu.
“Saya nak... Nasi Goreng Udang... Dan... Emmm... Air Sirap Laici...” tutur Keysha perlahan bersama senyuman manis di bibir.
“Saya nak Nasi Goreng Sotong... Same drink,” pesan Afina pula lantas mata dikerlipkan berkali-kali kepada pelayan itu.
Lelaki itu tersenyum nipis lantas menulis menu yang dipesan.
Mia sekali lagi terpanar. Dia kidal! Oh, aku memang suka dengan lelaki kidal ni, spesial! puji Mia dalam hatinya.
Lelaki itu kemudian mengalihkan pandangannya kepada Mia yang belum memesan makanan. Gadis yang paling menarik perhatian pengunjung di restoran itu.
Menu yang berada di tangannya pantas diteliti, tapi entah kenapa hatinya membuak-buak untuk berborak panjang dengan pelayan itu. Okey! Menu diletakkan di atas meja dan matanya mula memandang anak mata lelaki itu. Mia tersenyum senget apabila otaknya mula terfikir idea nakal.
Berkerut dahi lelaki itu apabila terpandang senyuman nakal yang menghiasi wajah Mia.
“Makanan apa yang spesial di sini?” soal Mia berpura-pura serius.
Terkebil-kebil lelaki itu. Wajahnya kelihatan sedikit terkejut dengan pertanyaan Mia. Kemudian dia tersenyum.
“Semua makanan yang dihidangkan di sini semuanya spesial. Insya-Allah, menepati cita rasa orang Malaysia dan sudah semestinya sedap.”
Mia mengecilkan matanya. Itu jawapan standard!
“Spesifiklah... Apa menu yang paling sedap?” soal Mia lagi dengan nada tidak puas hati. Perkataan ‘paling’ ditekankan.
Riak wajah lelaki itu bertukar. Dia memandang wajah mereka bertiga silih berganti. Afina dan Keysha masing-masing cuba menyembunyikan senyuman.
Lelaki itu mendekatkan kertas menu kepadanya. Jari telunjuk mula memainkan peranan. “Selalunya, pelanggan pesan makanan-makanan ni.” Beberapa menu yang sering dipesan pelanggan ditunjukkan kepada gadis di hadapannya satu per satu.
“Ini banyak. Saya nak satu saja. Satu. Jadi bagi saya satu menu yang paling sedap. Susah sangat ke?”
Terdengar keluhan lelaki itu apabila Mia selesai berbicara.
“Cik boleh pilih aje yang mana saya bagi tahu tadi...”
“Awaklah syorkan satu menu yang saya wajib makan. Kalau tak makan, memang rugi. Haaa, saya nak yang macam tu.”
Terlepas dengusan kecil di bibir lelaki itu.
“Cik, kalau lapar semua sedap. Mungkin salah satu menu yang saya tunjuk ni tak kena dengan selera cik, tapi apa pun cik, makan nasi dengan air garam pun dah sedap kalau cik betul-betul menghargai makanan. Cik nak cuba ke? Saya boleh tolong pesankan. Saya nak tolong siapkan nasi tabur garam pun boleh.” Bibir lelaki itu mengukir senyuman. Kali ini dengan sinis sekali!
Hati Mia mula panas dengan jawapan itu. “Eh, awak pelayan, sepatutnya apa yang saya tanya awak kena jawab betul-betul. Bukan nak sinis-sinis dengan saya.”
“Saya rasa saya dah jawab, jadi...”
“Tak, awak tidak menjawab soalan langsung!” Mia mencantas.
“Sebenarnya, cik ni nak makan ke tidak?” Jelas kelihatan yang lelaki itu sudah mula rasa tidak puas hati.
“Saya nak tau menu apa yang paling sedap!”
“Jangan banyak songehlah, cik. Ambil aje nasi goreng biasa kalau dah tak tahu sangat nak makan apa. Jangan nak buang masa saya, banyak lagi kerja yang saya kena buat,” tutur lelaki itu sambil ligat menulis sesuatu di atas kertas kecil yang berada di tangannya.
“What!” Mia mengetap bibir. Kurang ajarnya jawapan dia.
Keysha dan Afina hanya mampu memandang mereka berdua silih berganti dengan mulut ternganga. Mulanya mereka menyangka semua ini hanya usikan semata- mata, tapi tak tahu pula usikan akan bertukar pergaduhan seperti ini.
“Air?”
Belum sempat Mia menjawab, lelaki itu terlebih dulu menjawab soalannya sendiri.
“Okey, teh O ais aje. Lupa yang cik tak reti baca menu...” tuturnya spontan dan mengambil buku menu di atas meja dan berkira-kira untuk melangkah pergi.
Bibir diketap. Sombongnya!
“Hei! Siapa nama awak hah? Apa hal biadab sangat?”
Soalan Mia menyebabkan langkah lelaki itu terkunci. Orang yang duduk berdekatan meja mereka mula berpandangan sesama sendiri sambil mengomel.
Lelaki itu berpaling memandang Mia yang sedang menayangkan wajah tidak puas hati. Senyuman sinis terukir di bibirnya.
“Siapa yang biadab sebenarnya?”
Mia hanya menjeling.
“Ingat saya tak tahu ke yang cik sengaja nak kenakan saya?”
Makin menggelegak darah Mia. “Siapa nama awak?”
“Penting ke?” soal lelaki itu dingin.
“Penting!”
“Nak buat apa? Aduan?”
“Yep!”
“Bodohlah saya kalau saya bagi tahu nama saya. Tak sangka, muka dah cun tapi kurang bijak.” Lelaki itu melangkah pergi setelah menghadiahkan jelingan tajam kepada Mia.
“Eiii! Harap muka aje handsome, perangai... Teruk!” Mia mengetuk meja kuat! Nafasnya sudah naik turun. Wajahnya yang putih bersih itu sudah bertukar merah. Marah!
“Wow! First time la lelaki layan kau macam tu...” tutur Keysha setelah lama mendiamkan diri.
“Sebab itulah aku geram sangat ni! Hesy! Kalau ikutkan hati aku ni, nak aje aku lempang muka dia tu.”
“Tapi salah kau juga. Yang kau nak test dia tu dah kenapa? Siap tanya bukan-bukan lagi. Aku rasa dia tu dah penuh sabar jawab soalan kau. Kau cari pasal lagi, dia benganglah tu...” Afina menggeleng berkali-kali.
“Aku saja aje. Aku cuma nak cari topik untuk borak dengan dia. Tanya menu tu mukadimah aje. Tunggulah! Nanti dia hantarkan makanan untuk kita nanti... Memang siap dia!” Mia geram.
Malangnya, setelah 15 minit menunggu, seorang gadis kecil molek yang menghantar makanan di meja mereka, bukan lelaki itu.
Mia mendengus. Tak apa, hari ni hari kau. Esok, aku datang lagi di sini dan aku kerjakan kau cukup-cukup. Huh!
2 notes · View notes
hkindojuditepercaya · 4 years ago
Photo
Tumblr media
Awal mula togel memiliki sejarah yang sangat panjang di indonesia sendiri. togel sendiri sebenernya bukanlah nama resmi untuk taruhan lotre toto angka tapi melainkan hanya singkatan yang berarti "toto gelap". permainan judi yang menebak angka ini bernama toto tapi dia lebih sering dijuluki togel. kenapa bisa di juluki togel? kenapa togel bisa di ilegalkan oleh pemerintah. Bandar togel terpercaya
Banyak masyarakat indonesia tidak mengira bahwa permainan lotre toto ini hadir setelah era sumbang dana sosial berhadia atau yang biasa kita dengar SDSB. Lotre toto ini hadir di indonesia sejak era kolonial belanda.
MULAI BERKEMBANGNYA TOGEL DI INDONESIA
Sejak era kolonial belanda judi togel itu sudah ada dari dulu. tidak bisa diketahui pasti kapan dan siapa yang membawa permainan ini lotre toto ke indonesia. Akan tetapi, kita dapat kpastian bahwa yang membawa permainan ini adalah pedagang - pedagang asing yang masuk ke indonesia. Seperti yang kita ketahui sebelumnya indonesia merdeka, kebudayaan lokal kita tidak mengenal huruf dan angka romawi. Situs togel terpercaya
Banyak kerjaan - kerjaan hindustan yang menggunakan bahasa sansekerta. semenjak ada Sidharta gautama seorang filsafat dan ilmu pengetahuan budha dan hindu merambah seluruh penjuru dunia, kerjaan sriwijaya pernah menjadi pusat pendidikan budha di seluruh dunia.
pada saat ini permainan togel masih belum dikenal oleh masayarat indonesia. dan setelah belanda masuknya ke indonesia, mereka diyakini membawa permainan lotre toto yang indentik dengan dunia hiburan dan dunia malam. sejak saat itulah penduduk lokal itu sedikit banyak terperngaruh oleh belanda dan permainan lotre toto ini.
TOGEL DI INDONESIA
Saat belanda ingin sekali mendirikan negara indonesia serikat dan sistem kerjaan yang mulai di hapuskan, gubernur jenderal hindia belanda di batavia ( yang dikenal sekarang sebagai jakrta ) mengatur sistem permainan lotere toto sebagai salah satu jasa hiburan dan cash market. inilah sejarah togel di indonesia.
awal mula terbentuknya nama "TOGEL" belum terkenal sperti sekarang ini. Siapa saja boleh berpartisipasi main togel karena belum bestatus ilegal. permainan lotre toto pun masih exis sampai saat ini.
Presiden pertama indonesia soekarno sebagai presiden pertama kali di indoneisa, sudah mulai bangkit dan membentuk generasi muda indonesia lebih baik dari pada zaman dahulu.
Dan beliau mengeluarkan peraturan keppres No. 114 tahun 1965 yang menyatakan bahwa segala bentuk perjudian lotre dianggap ilegal karena dianggap merusak "moral anak bangsa". kebijakan tersebut dikeluarkan pada masa pembentukan dan dibuatnya manifesto poltik (Manipol) sebagai hasil kompromi Soekarno dan D.N Audit
Tujuan membentuk Manipol ini sebenernya untuk membuat semacam " revolusi kebudayaan". Soekarno dan D.N Audit berupaya meniru Great Leap Forward di china yang dianggap sudah berhasil mengembalikan karakter bangsa indonesia.
tanpa ada orang yang tahu kebijakan yang ada di China itu sebenarnya sudah gagal total. hal ini tidak ada yang tahu dan publik dunia hingga Mao Zhedong meninggal. didalam kebijakan mulai mengatur gaya rambut, dan pelarangan untuk memutar lagu the beatless, dan melarang pemutaran film barat dan lain - lain.
kebijakan manipol tidak bisa betahan lama karena perekonmian indonesia yang justru semakin lama semakin terpuruk hingga terjadi insiden yang sangat bersejarah di indonesia sampai saat ini yang dikenal dengan nama Gerakan 30 september 1965 (G30SPKI)
sangat banyak misteri yang tertinggal dari G30SPKI yang hingga kini masih menjadi pertanyaan. pada saat insiden ini. terjadi penyandraan Soekarno sebagai penjara rumah dan kematian D.N aidit yang misterius. hal tersebut menyebabkan awal mula pelanggaran HAM dari kubu Soeharto yang diduga lebih memilih sebagai pendukung PKI.
Setelah masa pemimpinan Soekarno, Soeharto mengambil alih semua jabatan dan menjadi pemimpin yang dijuluki seorang tangan besi indonesia. dan dia juga menghapus manipol hingga lahirlah Supersemar dan orde baru di bawah pimpinan Soeharto.
SEJARAH TOGEL INDONESIA
Ketika zaman manipol sudah berakhir, sejarah togel di indonesia memasuki babak baru. judi lotre toto sudah bisa kembali dimainkan dan sistemnya diatur oleh pemerintah seperti pemda dan pemerintah pusat. Namun di zaman ini togel tidak terdengar sebagai permainan judi. togel dijalankan bukan sebagai lotre melainkan sekedar kupon olahraga berhadia.
pada saat tahun 1968, pemda surabaya sudah mengeluarkan lotto ( lottere totalisator ), untuk mengumpulkan dana. hal itu tentu saja untuk mengumpulkan dan PON yang akan diadakan di surabaya. ada lagi yang namanya NALO yang berarti (National Lottere). Nalo ada saat gubernur Ali sadikin membentuknya untuk diselenggarakan Forecast inggris dengan bentuk yang sangat sederhana dan tidak menimbulkan efek perjudian. Hadiah yang sudah di tebakan ini akan dibagi oleh penyelenggara, pemerintah. dan si pemain.
judi togel di indonesia pun pernah digunakan untuk menunjang pengembangan dan pembinaan untuk prestasi indonesia dicabang olahraga. pada 28 Desember 1985, kupon berhadiah porkas sepak bola mulai bisa dijual dengan bebas. pemerintahpun memberi dukungan penuh dengan kegiatan ini dengan mengaturnya UU no 22 1945 tentang undian berhadiah.
pada saat ini, undian ini di yakini tidak akan membawa dampak buruk dalam kehidupan sosial. maka dari itu, pada tahun 1987, porkas mulai berkembang dan berubah namanya menjadi kupon sumbangan olahraga berhadia (KSOB).
https://agentogel-resmi.blogspot.com/2020/10/mulai-berkembangnya-togel-di-indonesia.html
0 notes
bestsonofapollo · 4 years ago
Text
DAY 3: A memory
Setengah jam tak cukup untuk memberanikan diri menekan tombol kirim. Lucu sekali, karena setengah jam juga tak cukup untuk merangkai kata-kata yang akan aku kirim ini.
Ugh. Memalukan. Seharusnya ajakan, atau lebih tepatnya permintaan tolong, ini hal biasa-biasa saja di kalangan lelaki. Aku cuma terlalu kikuk untuk hal semacam ini. Itu saja. Juga karena aku tidak punya banyak teman lelaki untuk diajak melakukan hal seperti ini.
“Boleh aja, Sep. Ketemu rabu nanti?”
Oh.
Oh wow. Semudah itu?
Mungkin karena temanku itu menaruh simpati pada si kurus kering ini, bahwa sudah waktunya cowok lembek ini jadi gagah nan perkasa. Mungkin juga karena dia juga punya masa lalu yang sama. Aku ingat ketika dia masih kurus dan imut. Sekarang? Silakan buat antonim dari dua kata sifat tersebut. Mungkin juga karena memang dia baik hati saja.
---
Kurasa semua orang di ruangan tahu siapa si anak baru. Semua orang menjadi pusat perhatian karena berbeda, tak terkecuali diriku. Maksudku, tentu saja orang berkaus gombrang lusuh dengan celana training panjang tampak mencolok di lautan orang-orang berkaus tanpa lengan dan bercelana pendek.
Pria kekar di meja resepsionis bilang ada diskon khusus untuk orang-orang yang baru coba latihan pertama kali. Kecuali, yah, aku berminat untuk latihan-latihan berikutnya maka aku akan otomatis terdaftar sebagai anggota dengan harga berbeda. Aku tak mau menjanjikan apa-apa sebelum aku mencoba hari ini. Dan untuk memulai hari ini, aku harus bertemu pelatih pribadiku yang terlambat sepuluh menit.
“Eh, Sep.”
“Ya Allah akhirnya dateng juga. Mulai?”
“Kalem sih. Ganti baju sama pemanasan dulu sana.”
Aku, yang secara teknis sudah menggunakan apa yang aku pikir sebagai pakaian latihan, merasa harus maju ke perintah selanjutnya. Pemanasan, katanya. Aku berdiri di depan cermin sambil meregangkan otot-ototku sebisa mungkin berdasarkan memori saat-saat senam dulu. Tampak menggelikan, tetapi aku juga tidak berani bertanya bagaimana pemanasan yang benar.
Bisa dibilang jam berikutnya adalah satu jam paling menyiksa dalam hidupku. Aku rasa perubahan drastis dari gaya hidup malas ke gaya hidup sporty tidak mudah, dan itulah yang aku rasakan. Atau mungkin karena pemanasanku asal-asalan jadilah seluruh sendi di tubuhku meronta. Namun begitu, aku merasa senang sudah mencoba. Meskipun semua beban yang aku angkat tak lebih dari 3 kilogram. Bahkan alat-apalah-itu yang membuatku harus mengangkat dengan bahu, aku hanya mengangkat besinya tanpa beban tambahan. Tapi, yah, aku senang. Lebih tepatnya senang dan kesakitan setengah mati.
---
Jumat kemarin seharusnya jadi pertemuan kedua. Aku mangkir, tentu saja. Tidak, bukan karena jiwa eskapisku menyeruak lagi. Karena aku kesakitan setengah mati. Hari kamis aku terbangun dengan kondisi otot-ototku keram. Gerakan sederhana seperti membilas dengan gayung atau mengenakan pakaian membuatku ngilu. Aku rasa ini karena pemanasanku salah. Aku yakin. Karena aku lembek juga sih.
Yang jelas Jumat lalu aku mangkir. Senin, semangat baru.
Semangat baru, tetapi tubuh tetap yang lama. Masih ada ngilu-ngilu sedikit, tapi tidak separah hari-hari lalu.
Aku menginjakkan kaki di ruang latihan dengan ceria yang dipaksakan. Karena harus menghadapi satu jam paling menyiksa dalam hidup, juga karena mendapati ada 2 orang dikenal di ruangan. Mereka bukan teman baikku, juga bukan musuh. Aku kenal baik mereka juga, bukan orang-orang menyebalkan. Hanya saja aku yang merasa sebal. Aku ingin latihan kecil-kecilanku ini biar menjadi rahasia kecil antara aku dan temanku saja. Juga karena malu. Si paling cungkring di angkatan tiba-tiba mau main angkat-angkat beban? Hah. Aku tidak siap dengan omongan orang-orang.
“Anjay, mantep Sep. Lanjutkan!”
Yang disoraki bahkan belum memulai apa-apa. Yang menyoraki sudah memulai duluan dengan latihan masing-masing. Aku berdiri menunggu perintah dari--yang aku anggap sebagai--pelatih pribadiku. Dia menunjuk salah satu alat, aku mengiyakan.
Lagi-lagi masih dengan beban minimal, yang tetap aku lakukan dengan harapan tubuhku segera menyesuaikan dan bisa dapat porsi lebih di masa depan.
Tidak ada yang memerhatikanku pada awalnya. Kemudian kawan pelatih pribadiku yang beres dengan latihannya datang dan memberi masukan. Lalu 2 lelaki tadi tiba-tiba sudah ada di hadapanku. Suportif sekali, menyorakiku yang kepayahan ini. Begitu pikirku.
Tidak sadar satu dari mereka sedang merekamku.
---
Snapchat. Waktu itu sedang booming. Aku pernah coba pakai aplikasi itu. Sayangnya aku bukan tipe yang refleks mengeluarkan ponsel dan merekam kehidupan sehari-hari. Kini teronggok di deretan aplikasi ponsel yang tak terpakai.
Jadi ketika video singkatku tersebar di sana, aku tak tahu apa-apa.
Aku hanya ingat salah seorang temanku menunjukkan kepadaku cuplikannya. Kata-kata yang menghiasi videoku... Aku tak ingat. Atau otakku sudah diprogram untuk mengubur memori buruk. Aku hanya ingat aku malu. Dan marah.
---
Temanku tidak marah saat aku bilang aku tidak mau latihan lagi. Memang begitu orangnya, santai saja. Aku yang tidak santai. Lebih tepatnya pikiranku.
Aku kembali ke kenangan 3 bulan lalu. Masa-masa perlombaan seni dan olahraga antar angkatan. Jelas aku tidak mendaftar di cabang olahraga. Aku ikut di bidang seni, tepatnya grup vokal. Ya, cuma itu. Aku tidak bisa cabang seni yang lain lagi.
Lalu seseorang datang kepadaku. Butuh laki-laki untuk bidang tari, katanya. Aku sadar kapasitasku, jadi tentu aku tolak mentah-mentah. Hari berikutnya aku dibujuk lagi dengan lebih nelangsa. Aku pikir, yah, apa salahnya membantu orang. Aku coba sebisaku.
Selama proses latihan tari aku merasa aku membahayakan penilaian grupku. Tapi aku senang mencoba hal baru, dan aku senang teman-temanku mendukung.
Hari lomba bidang tari tiba. Aku mencoba sebisaku, tentu saja. Dalam pikiranku, kalau aku dikritisi karena teknik tariku buruk, aku akan terima karena memang begitu adanya. Lagipula ini tarian grup, teman-temanku yang lain pasti terlihat lebih keren dan teknikku yang seadanya ini pasti tertutupi.
Saat penjurian, tahu mereka bilang apa? Mereka bilang aku terlalu kurus. Aku tidak berwibawa untuk peran sendratariku. Tidak kekar.
Apa?
Aku pikir kita sedang lomba tari?
Dan bagiku, mengkritisi fisikku di depan banyak orang adalah tamparan keras.
Siapa lagi yang mendengarkan dan khawatir dengan penilaian orang selain aku. Dulu sahabatku bilang aku harus mulai pakai jel rambut, aku pakai. Stop pakai celana pendek dan jadilah orang dewasa yang pergi kemana-mana celana panjang, aku amini. Dan sekarang, seseorang menghina fisikku, aku akan ubah.
Itu... Itu yang membuatku memutuskan untuk latihan fisik. Setidaknya hingga saat ini. Detik ini.
Jika aku dihina karena fisikku, mengapa orang juga menertawakanku ketika aku mencoba mengubahnya? Apa sih yang orang-orang mau?
Aku kini belajar bahwa mendengarkan perkataan orang tidak akan ada habisnya. Jika aku harus pakai jel, ada orang yang lebih suka melihat rambut lurusku jatuh. Jika aku harus pakai celana panjang, ada orang yang lebih suka aku tampak segar dengan celana pendek. Jika aku harus tampak macho seperti lelaki lain, ada orang yang tertawa melihatku berusaha.
Sekarang aku tak peduli.
Terserah.
Bodo amat.
Kalau aku mau tampak lusuh dengan rambut jatuh, itu urusanku. Kalau aku mau tampak rapi dengan jel rambut, itu urusanku. Kalau aku mau tampak kekanakan dengan celana pendek, itu urusankau. Kalau aku mau tampak dewasa dengan celana panjang, itu urusanku. Dan kalau aku mau seumur hidupku sekurus ranting pohon, itu juga urusanku.
Yang terpenting, kalau aku lupa dan mulai kembali menjadi seorang yang mendengarkan apa kata orang lagi, aku akan duduk dan mengenang hari ini. Mengembalikan memori hari ini.
0 notes
rubahlicik · 7 years ago
Text
Re
Namaku Reyhan. Biasa dipanggil ‘Re’. Aku seorang pemuda berparas tampan yang tidak punya teman. Sedari kecil aku tidak punya seorang pun yang bisa disebut teman. Berteman dengan anak-anak sebayaku kurasa sangat membosankan. Menginjak usia remaja pun aku masih sendirian.
Kedua orang tuaku punya posisi penting di kantor pemerintahan kota. Aku tidak tahu jelasnya apa pekerjaan mereka, tapi keluarga kami cukup kaya. Ketika aku diterima di salah satu sekolah menengah atas favorit di kota ini, mereka membelikanku mobil. Aku menjadi salah satu dari 30% siswa yang membawa mobil ke sekolah. Sekolah SMA-ku katanya didominasi oleh orang-orang berada. Meski demikian, aku tetap tidak punya teman.
Masa-masa SMA, ku-isi dengan aktif di berbagai macam olimpiade. Di tingkat kota, aku sempat mengikuti beberapa olimpiade sains. Namun ketika aku lolos di semua kompetisisi yang waktunya dilaksanakan hampir bersamaan, aku memilih olimpiade matematika dan melepas keikutsertaan di olimpiade fisika, kimia dan astronomi. Dalam keikutsertaanku sebagai peserta, aku punya banyak orang yang menganggapku rival. Meskipun berasal dari satu sekolah, meskipun sama-sama berjuang di kompetisi yang sama, mereka tidak menganggapku teman. Aku terlalu pintar katanya. Aku tidak butuh teman.
Aku lulus sebagai juara umum. Nilai ujian sekolahku jauh diatas rata-rata siswa yang lainnya. Aku mendapat nilai sempurna di pelajaran matematika dan nilai hampir sempurna di mata ujian yang lain. Tidak aneh, karena aku dilahirkan dengan otak yang cerdas plus sebagian waktu kosong yang kupunya digunakan untuk belajar. Tidak sulit untuk masuk universitas yang kuinginkan. Untuk lulus dari sana pun aku tidak merasa kerepotan. Tidak sesulit mencari mahasiswi untuk di ajak kencan.
Terlahir tampan, tentu otomatis aku mencari yang cantik sebagai pasangan. Dengan wajah dan kendaraan yang kupunya, tidak sulit untuk mendekati wanita yang kuinginkan. Sayang, mereka tidak secerdas yang kuharapkan. Berbincang dengan mereka terasa membosankan. Ada beberapa mahasiswi yang kurasa cukup pintar, namun tampilan mereka tidak sesuai dengan seleraku. Akhir pekan lebih sering kuhabiskan sendirian. Aku masih tidak punya teman.
Aku tidak suka dipandang dengan pandangan iri yang penuh benci. Aku juga tidak suka dimanfaatkan. Lagi pula aku terlalu pintar untuk bisa dimanfaatkan orang lain. Rupanya Tuhan memberiku terlalu banyak kelebihan sehingga aku tidak punya teman.
Aku lulus terlalu cepat. Aku merayakan kelulusan bersama para senior yang berbeda angkatan. Di malam perayaan kelulusan, mahasiswa seangkatanku hampir tidak ada yang datang. Cuma aku seorang yang duduk di bangku paling belakang. Melihar para senior yang sedang bergelimang kebahagiaan. Aku merayakan kelulusan sendirian.
***
Kota ini tetap ramai meskipun sudah mendekati tengah malam. Lampu temaram tidak absen menghiasi keindahan kota. Meskipun dijuluki sebagai kota kembang, belakangan ini kupikir lebih cocok disebut sebagai kota hujan.
Dalam waktu seminggu terakhir, aku sudah berkali-kali keluar masuk rumah kedua orang tuaku. Kulihat ibuku masih sesegukan. Ayah terlihat sibuk mengatur banyak urusan via telpon. Tentu saja, ini hari ketujuh beliau tidak masuk kantor.
Beberapa kerabat masih ada yang menginap di rumah. Menemani ibuku dan membantu berbagai keperluan rumah tangga. Saudara-saudara sepupuku sudah pulang beberapa hari lalu, mereka memang hanya sekedar datang. Hanya orang tua mereka –saudara ibu dan ayah- yang tampak ikut terpukul dan serius berbela sungkawa.
Seperti biasa, kehadiranku di rumah tidak disadari oleh penghuni rumah. Sudah beberapa kali aku mencoba menyapa tidak ada yang menyahut. Tepat seminggu yang lalu, ketika semua masih terasa baru, aku yang frustasi menendang guci cina di ruang tamu. Semua mata terbelalak melihat guci yang hancur berkeping-keping. Namun tidak seorang pun yang melihat ke arahku. Aku selalu sedih jika teringat momen itu, momen ketika semua orang hanya terpana melihat guci yang kuhancurkan namun tetap tidak melihatku. Hanya ibuku yang menangis semakin kencang.
Kurasa cukup, ini terakhir kali nya aku akan menginjakan kaki disini. Di rumah ini. Tepatnya di kamar ini, tempat aku menghabiskan banyak waktu sendirian. Di kamar ini aku punya beberapa lemari berisi buku komik dan Play station dari semua generasi. Meskipun tidak punya teman aku tidak pernah kehabisan cara untuk menghabiskan waktu luang.
Aku keluar tanpa membuka pintu, sama seperti ketika aku masuk. Aku sedang malas membuat keributan. Membuat kedua orang tuaku semakin sedih adalah hal terakhir yang ingin kulakukan. Dari lorong di depan kamar aku berjalan menjauhi tangga untuk turun, kemudian mendekat ke arah balkon. Aku meloncat dari balkon. Pertama kali melakukannya cukup menegangkan, namun sekarang rasanya biasa saja.
Sesaat setelah mendarat di tanah, kulihat sesosok putih berkelebatan di atas pohon beringin yang ada di seberang rumah. Melayang perlahan mendekat ke arahku, sosoknya semakin jelas terlihat. Kain putih usang yang melekat di tubuhnya, rambut panjang yang terurai sampai ke pinggang dan kulit pucatnya yang membuatku gemetar saat pertama kali melihatnya.
Tiba-tiba di sampingku berdiri sesosok lelaki yang terbungkus kain kafan. Beberapa simpul ikatan terlihat erat mengikat di beberapa bagian tubuhnya dari kaki sampai ujung kepala. Matanya tertuju pada sesosok putih yang kini sudah mendarat di atas tanah. Lidahnya terlihat menjulur, menyeka entah apa pun itu yang tersisa di ujung bibirnya.
Berada dalam kondisi seperti ini, aku yang dulu pasti sudah berlari kencang. Sosok di depanku ini benar-benar seram. Si hantu legendaris, Kuntilanak! Yang tertawanya saja bisa bikin bulu kuduk merinding. Sosok di sebelahku tidak kalah seram. Siapa yang tidak kenal pocong? Tampilan wajah yang menyeramkan dengan tubuh masih utuh dibalut kain kafan. Dua sosok ini merupakan hantu yang sangat terkenal.
“Gimana Re? Udah sukses move on?” sosok di depanku bertanya dengan santai.
“Uda cukup, lagian kasian orang rumah kalo aku gentayangan terus”
“Barangnya dibawa?”, aku memang menjanjikannya sesuatu. Lagi pula itulah tujuanku datang lagi malam ini. Mungkin untuk yang terakhir kali.
Aku mengeluarkan sebuah smartphone yang sedari tadi kusimpan di saku celana. Setelah ku non-aktifkan system lock-nya, aku memberikan smartphone tersebut pada Susan, kuntilanak yang matanya sekarang sudah berbinar-binar ketika melihat smartphone yang kubawa.
“Bawa apaan tuh, Re?” sosok di sebelahku akhirnya membuka mulut. Aku yakin ketika dia ber-teleport kemari mulutnya masih penuh makanan. Setelah makanannya habis dia baru angkat suara.
“Ini smartphone, bang. Kemarin Susan minta dibawain. Jadi aku pulang ke rumah buat ambil ini.”
Bang Bokir, pocong yang ada disebelahku cuma manggut-manggut. Tampaknya ingin memegang tapi tidak punya tangan. Kasihan.
Susan dari tadi asyik memencet-mencet layar smartphone, tampaknya sedang mencari sesuatu. Sesaat kemudian dia lalu berseru
“Ah ini dia!, Re! Bang Bokir ayo sini!”, Susan menyuruh kami mendekat.
Aku berjalan perlahan mendekati Susan, bang Bokir pun mendekat dengan meloncat-loncat. Susan yang masih Euforia merangkul bang Bokir dan menempatkan aku setengah jongkok, di tengah-tengah mereka sambil disuruh melihat ke arah layar smartphone.
“Ciiiiiiis!”
Susan menyuruh kami berpose menghadap layar dan berganti gaya untuk setiap ‘ciiiis” berikutnya. Bang Bokir yang kekurangan gaya cuma bisa mingkem, senyum, dan nyengir saja. aku dan Susan cekikikan melihat kekakuan bang Bokir di depan kamera.
“Memang kita bakal kelihatan kalo difoto?” akhirnya aku menyempatkan bertanya disela-sela sesi pemotretan.
“Emangnya engga?” Susan malah balik bertanya dengan tampang innocent-nya.
Aku segera mengambil smartphone dari Susan lalu mengecek galeri-nya. Sesuai dugaan, yang terlihat hanya backgroundnya saja. Kami bertiga tidak muncul di foto. Susan tampak ber’yaaaah’ dengan raut wajah yang kecewa.
“Trus ini smartphone buat apa?” Susan mengambil kembali smartphonenya lalu memperhatikannya dengan seksama, sambil memikirkan apa gunanya punya smartphone kalau tidak bisa selfie.
Beberapa saat kemudian, terdengar sebuah teriakan lantang dari arah pintu rumah. Sepupuku Tomy, yang baru berusia dua belas tahun terlihat histeris ketika melihat sebuah smartphone melayang-layang di udara.
Masih gemetaran, Tomy balik segera badan hendak masuk ke arah rumah. Bang Bokir yang memang iseng segera ber-teleport ke hadapan Tomy lalu memasang tampangnya yang paling menyeramkan. Tomy pucat pasi melihat sesosok pocong yang ada di depannya.
               “Po,po.., poo, pocc, pocoooooooooooooong!” Tomy berteriak kencang sebelum akhirnya pingsan.
Susan yang masih memegang smartphone segera mengabadikan momen tersebut. Sambil bersorak girang, Susan lalu berlari ke arahku dengan mengacungkan smartphonenya. Di layar smartphone terlihat wajah Tomy yang pingsan dalam kondisi mengenaskan. Aku cekikikan.
Mendengar teriakan Tomy, seisi rumah bergegas ke pintu depan. Mereka terlihat panik sekali ketika melihat Tomy tergeletak di pintu depan. Tomy segera dibawa ke dalam rumah. Kami bertiga sudah berpindah tempat beberapa detik yang lalu ke dekat pohon beringin tempat tadi Susan menampakkan diri. Aku melihat keluargaku dari kejauhan. Baru seminggu, tapi rasanya sudah lama sekali.
               “Kangen rumah, Re?”, bang Bokir bertanya kepadaku dengan nada prihatin.
               “Dikit”, jawabku sekenanya.
               “Mau gentayangan dimana nih?”, Susan bertanya memecah keheningan.
               “Saritem yuk!” Bang Bokir memberi saran. Yang mana langsung ditimpali dengan jawaban negatif dari Susan. Katanya itu tempat kerja Susan sebelum meninggal. Susan malu kalau harus gentayangan disana.
               .
.
  Namaku Reyhan. Aku pemuda tampan, cerdas dan punya banyak uang. Masa depanku seharusnya sangat cemerlang. Usiaku masih  22 tahun 4 bulan dan 9 hari. Setidaknya, itu yang tercatat di batu nisanku. Aku meninggal tepat seminggu yang lalu. Awalnya memang menyedihkan, tapi setelah kupikir lagi ternyata tidak terlalu buruk.
               Susan dan bang Bokir masih meributkan mau gentayangan dimana. Susan menusukkan kedua jarinya di lubang hidung bang Bokir dan menariknya ke atas. Sementara bang Bokir cuma bisa teriak-teriak sambil meloncat-loncat, tidak sanggup melawan. Tidak ada yang bisa mendengar mereka, kecuali mungkin rekan sebangsa kami.
Aku kembali cekikikan. Hal yang jarang sekali kulakukan ketika masih hidup.
Namaku Reyhan, biasa dipanggil ‘Re’. Aku pemuda tampan, cerdas dan punya banyak uang. Di malam ke tujuh setelah meninggal, aku punya dua orang teman.
17 notes · View notes
andintyaaaaa · 7 years ago
Text
"Pesan Ayah.”
“Yah, what if there’s no one who wants to be with me?” Tanya perempuan muda berusia dua puluh tujuh tahun yang baru saja melipat korannya di pangkuan.
Minggu pagi, adalah quality-timenya bersama sang ayah, membaca koran berdua di teras, sementara Ibunya sedang car free day bersama ibu-ibu kompleks ditemani adik laki-lakinya.
Pria berusia enam puluh satu tahun tersebut mengintip dari balik halaman yang sedang Ia baca. “Hmm.. let me think..” Ujarnya tenang.
Perempuan itu menghembuskan nafasnya berat. “Aku takut, Yah.. What if I can’t trust any men?”
Ada jeda sesaat sampai kemudian pria itu mulai menemukan respon yang -bisa jadi- tepat. “Kenapa mendadak menanyakan itu?”
Ya, bertanyalah kembali kalau kamu bingung mau merespon apa. *tips
“Just being afraid.. I guess.. Mungkin karena kebanyakan temanku sudah pada nikah ya, aku malah putus?”
“Ya kalau putusnya untuk kebaikan kamu, why not?”
“But then I’m alone again.. Dan cari cowok sekarang enggak semudah itu lho Yah..”
“Masak sih? Tempat nyarinya aja kali yang salah.. Coba carinya di Masjid.. Hehehe” Jawabnya seraya terkekeh, berusaha membuat putri semata wayangnya tertawa.
“Idiiih Ayah! Hahahaha.”
“Tapi bener, kan? Mungkin tempat nyarinya yang belum tepat?”
“Tapi kan, mencari yang baik tidak selalu harus di tempat ibadah?”
“Hehehe pinter nih anak Ayah nangkisnya.” Ujarnya seraya mengacak rambut panjang putrinya.
“Memangnya Ayah sama Ibu enggak takut ya, kalau Aku nikah kelamaan? terus Ayah baru bisa gendong cucu beberapa tahun lagi?”
“Memangnya kamu wajib ngasih Ayah sama Ibu cucu? Ada di perjanjian waktu kamu lahir gitu?”
“Kan, untuk meneruskan garis keturunan? Emang Ayah Ibu enggak mau punya cucu?”
Lelaki itu tertawa lagi. “Lho ya tiap orang tua pasti kepingin punya cucu.. Apalagi Ibu kan seneng anak-anak.. Tapi gini lho Nak, jalan hidup kamu, itu milik kamu. Kalau nantinya kamu punya anak yang nanti jadi cucu Ayah, itu berarti jalan hidup kita bersama. Tapi kan sekarang kamu juga sedang menjalani yang kamu punya sendiri..”
“What if there’s something happen.. Yang amit-amit, Ayah Ibu enggak ada saat cucunya lahir?”
“Berarti nanti ya cucu-nya kenalan lewat foto aja toh? Yang penting jangan lupa ceritain tentang Ayah Ibu aja, biar sejarahnya jalan terus..”
“Won’t you be sad?”
“Lho ya kalau sudah enggak ada mau sedih gimana Nak? Tapi kan Ayah Ibu sudah punya kamu dan si Adek..”
“Kalau Adek duluan yang nikah?”
“Wah kalau itu Ayah enggak saranin Adek sih.”
“Hee? Kok bisa? Tapi kan bisa makin cepet punya cucu?”
“Laki-laki itu Nak, harus belajar sebanyak-banyaknya sebelum jadi kepala kelarga. Harus selesai dulu dengan dirinya sendiri, dengan masa lalu, dan sudah siap kalau hidupnya setelah menikah sudah bukan untuk dia, tapi untuk istrinya, anaknya, keluarga istrinya.. Banyak lah pokoknya.”
“Iya Adek juga baru lulus tahun lalu ya..”
“Iya, masih panjang sekali itu jalannya.”
“Then how can I choose the right man, Yah? Why do I keep on failing? Aku kayak... Sometimes I feel worthless..”
“Worthless bagaimana?”
“Kayak... kayaknya cowok takut deh Yah sama aku, jadi enggak ada yang berani deketin.”
“Atau kamu yang enggak mau dideketin?”
“Ya because they don’t meet my standards.”
“Then what kind of standard that you have?”
“You.”
Pria itu tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala. “Walah ya susah sekali itu Nak.. Hahahaha.”
Keduanya tertawa lagi. “Ya habis gimana dong... Ibu bilangnya dulu sama Ayah enggak pakai standard tapi klik aja.”
“Mungkin karena standarnya sama, ya?”
“Then how.. how to find someone like you?”
“Kalau kamu terus membandingkan laki-laki sama Ayah sih, sampai nanti kamu seumuran Ayah juga susah ketemunya.”
“But how..”
“If I should give you an advice.. mungkin kamu perlu melihat lebih dekat dan mendengar lebih banyak aja..”
“Yah.... that doesn’t sound like a solution for me.”
“No, it represents many things. Melihat lebih dekat, lihat siapa yang selama ini menghargai kamu, percaya sama kamu, yang bekerja keras.. Dengar siapapun yang kata-katanya bisa dipercaya, yang tidak sibuk cerita tentang dirinya sendiri, yang punya tutur halus.. Lihat bagaimana cara mereka memperlakukan orang lain, orang kecil, orang tua.. Tapi yang utama ya, yang melihat kamu sebagai kamu, tidak menjadikan kamu objek, itu yang paling penting.”
“Objek?”
“Iya, objek. Yang tidak menganggap kamu objek untuk dimiliki, makin menantang makin semangat. Kamu kan bukan trofi lomba Nak? Yang tidak menganggap kamu objek menarik karena wajah saja, badan saja.. Atau objek untuk menaikkan status... Kalau ada yang kayak gitu ke kamu nih Ayah udah siap.” Imbuhnya seraya mengangkat tangannya meniru gaya popeye.
“Hahahaha.. Yah ah!”
“Tapi kamu juga jangan menjadikan laki-laki sebagai objek.. Yang bisa bikin kamu kelihatan ini dan itu.. Yang kalau sama dia kamu bisa jadi sesuatu.. Look what’s inside them, ya.. Imagine what you can create together, not only about his quality but what do you have to complete it.”
“Well.. I’ll try, tho.. Tapi gimana coba caranya tau orang itu enggak menganggap aku sebagai objek?”
“Kamu pasti tahu lah. Beda kok rasanya. Dulu Ayah juga pernah kayak gitu, tapi pas lihat Ibu, rasanya beda saja. Emang belom Ayah ceritain, ya?”
“Kayaknya belum deh..”
“Dulu pas lihat Ibu, Ayah percaya aja bisa membangun suatu hal yang besar dan baik sama Ibu. Sesederhana itu. Jadi Ayah temenan sama Ibu, dan pas tepat waktunya, yaudah Ayah ketemu Nenek Kakek.”
Perempuan muda itu diam, lalu menarik nafasnya dalam-dalam seraya bertanya, “Akan ada enggak ya, momentum itu untuk aku?”
Pria itu tersenyum lagi ke anak perempuannya, yang kini sudah jauh lebih dewasa, lebih kritis. Mendadak memori saat ia menggendong gadis ini dua puluh tahun silam terpapar dalam benak.
"How can there won’t be any? Kamu ini mirip sekali dengan Ibu, dari mulai kritisnya, perhatiannya.. Tenang aja, jalani aja semuanya baik-baik, tidak perlu dipikir cucu cuca cici, Ayah sama Ibu bisa adopsi bayi lagi kok kalau mau. Hehehe. Yang penting do your best in anything you have right now. That matters to me the most.”
Gadis itu memandangi pria paruh baya yang duduk di sampingnya lekat-lekat lantas memeluknya dari samping.
“No way, anakku harus kenal sama kakek neneknya!”
“Hahahaha yaudah ayok baca koran lagi biar kalau ketemu nanti sama siapapun bisa nyambung ngobrol apa aja~” Imbuh pria itu lalu mengangkat korannya kembali, diam-diam tersenyum simpul. Dalam hatinya terasa hangat mengalir serta doa terpanjat khusyu, untuk putrinya tercinta.
-
1 note · View note
duniawijay · 7 years ago
Text
Ada Cinta di Secangkir Kopi
Biar kata orang kopi itu rasanya pahit, tapi kalo pas lagi jatuh cinta rasanya tetep manis kok. Ya.. Itulah perasaan yang dialami pasangan yang resmi menikah seminggu yang lalu. Sabri dan Lila sahabatku.
Ratno Sabrianto, atau banyak dari teman kuliahnya memanggilnya dengan sapaan Sabri adalah mahasiswa jurusan karawitan di disalah satu perguruan tinggi di Surabaya. Sedari kecil, Sabri ini memang sangat gemar dengan yang berbau seni. Mulai seni musik, seni rupa, bahkan seni tari. Saat dia dibangku SMP, Sabri juga sering menjuarai berbagai lomba seni dari tingkat kabupaten. Prestasinya tidak habya berhenti di bangku SMP saja. Saat masa putih abu-abu dia juga masih kerap memborong piala dan beberapa medali di lomba kesenian. Dan sekarang Dia juga sudah menjadi Dosen Seni Musik di kota kelahirannya.
Cholilatul Rahma, gadis kalem berparas cantik Inilah yang akhirnya memikat hati Sabri Yang tidak lain adalah teman masa SMP nya dulu. Lila Sapaan akrabnya adalah mahasiswa manajemen yang sedang menjalani masa magang. Orang tua Lila adalah pengusaha bidang Kuliner di Jogjakarta. Sehingga untuk magangnya dia tidak perlu pusing untuk mencari tempat. Dia magang di salah satu resto milik ayahnya. Lila jaman kuliah tentunya beda dengan Lila saat masih SMP. Dulu dia sering menjadi bahan bullyan teman sekelasnya. Dia ini sangat hobby tidur dikelas. Jadi tidak heran temannya sering mengodanya. Gadis berhidung mancung ini juga memiliki kulit sedikit gelap. Dan karena memang teman-temannya sangat usil dia pun menjadi bahan bullyan. Sampai sampai kerap dia menangis. Salah satu tersangka yang pernah ikut membully Lila adalah Sabri suaminya sekarang.
Hem.. Begitulah keajaiban cinta. Meskipun dulu tampak sebagai musuh, siapa tahu dialah pasangan hidupmu kelak. Dan kisah mereka berawal dari Secangkir kopi.
Enam bulan yang lalu. Tepatnya hari Minggu reuni dadakan terjadi begitu saja. Awalnya beberapa dari kami yang memang masih stay di kota kelahiran ingin berkumpul menikmati keindahan kota Jogja. Kota yang asri dengan budaya dan wisatanya. Malioboro menjadi sasaran tempat untuk kami kunjungi. Yah, jalan-jalan atau menikmati kuliner disana. Meskipun masih satu kota, karena dari kami sibuk dengan kegiatan dan kuliah masing-masing, kami pun jarang bertemu. Ditambah lagi banyak juga yang sudah kerja seusai masa SMA nya.
Riwayat Chat grup mulai ramai tentang rencana reuni kami. Sebenarnya banyak dari mereka ingin bisa hadir. Tapi banyak kendala waktu dan padatnya kegiatan. Jawaban mereka pun beragam. Ada yang antusias benar-benar ingin ikut hingga yang hanya sekedar menjadi kompor dan tukang php. Entahlah, berapapun yang hadir yang penting kami bisa berkumpul dan bersilaturahmi.
Minggu pagi pukul 05.00 hujan gerimis mengguyur Malioboro dan sekitarnya. Saat ini memang sudah masuk musim penghujan. Jadi tidak heran jika sepagi ini pun hujan sudah turun dan mendung tampak hitam.
Beberapa notif chat pun mulai muncul di handphoneku. Beberapa dari mereka sudah ada yang tiba di lokasi. Aku pun segera meluncur. Kebetulan Rumahku lumayan dekat dengan Malioboro. Cukup menggunakan sepeda pancal saja, 10 menit aku pun tiba dilokasi. Sesampainya disana, tampak rentetan pedagang yang sedang berlomba untuk menjual dagangan mereka. Aneka aroma makanan pun mulai tercium Hidung. Ku parkir sepeda pancalku bersama kendaraan milik para pengunjung yang lain. Tak lama kaki ini melangkah, terdengar suara seseorang memanggil namaku. Ku cari dari mana suara itu berasal. Mataku pun ikut mencari dan tertuju pada perempuan berkacamata dengan rambut terurai sebahu. Tyas, Si gadis kelinci idaman para kaum adam di kelas ku. Sepertinya dia tidak datang sendiri. Dibelakangnya ada wajah yang tidak asing pula bagiku. Gaya berjalannya pun masih sama. Iya, itu Ririn Si Emak tiri sebutanku untuk dia. Em maklum lah, gaya ngomongnya itu lho.. Hehe.. But, dia baik kok. Mereka pun menghampiriku.
"Widyaaa...", sapa Tyas sedikit berteriak.
"Haii Wid, Kamu apa kabar? Ya ampun, kamu kurusan yo?", celetuk Ririn seraya mencubit tanganku.
"hallo Tyas, Ririn. Kalian gimana? Lama ya kita ndak ketemu. Terakhir buka bersama jaman SMA kan?, jawabku. "Mosok to Rin kurusan? ndak salah ta kamu? badan segendut ini kamu bilang kurus? kamu pasti sengaja mau bikin aku seneng gitu yo? Suwun lho...", imbuhku membela.
Perbicangan pun berlanjut. Dan seperti biasa kami pun heboh bak murid TK yang menemukan harta karun. Saling cipi kanan, cipi kiri dan ocehan tidak jelas pun terucap. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Tugu Jogja untuk menemui yang lain. Terlihat dari jauh seorang mama muda tersenyum pada kami sambil membawa dua makhluk mungil digandengannya.
Ya Allah itu Siti, Salah satu atlet volly dikelas kami. Dia tampak berbeda, lebih anggun dan benar-benar ke ibuan. Dia ibu dari dua anak kembar bernama Zahira dan Mahira. Sungguh dua bidadari itu sangat cantik dan manis. Dengan gamis bermotif batik dan jilbab Coklat berpita kuning dan merah membuat mereka terlihat sangat lucu dan menggemaskan. Mereka pun bersalaman kepada kami. Hemm...Jadi mupeng kan... Eh,..
"Hallo cah ayu.. namanya siapa?", sapaku pada putri kecil Siti seraya bersalaman.
"Ini Zahira tante. Yang pakai pita merah itu namanya Mahira", jelas Siti pada kami.
"Kok Aku ndak bisa bedain ya? mana Zahira mana yang Mahira? tapi Zahira ini pasti kakaknya? Mukannya ini lho, kelihatan lebih dewasa gitu Sit", tanya Tyas.
"Heem, bener kamu Yas. Zahy itu kakaknya. Beda 10 menit aja lahirnya. Zahy ini lebih bisa ngemong adiknya, Mahy", terang Siti.
"Mirip sama kamu ya Sit", Ririn Ikut menambahi.
Pertemuan kami pun berlanjut dengan obrolan panjang dengan ditemani bungkusan gorengan yang kami beli. Tak lama kemudian gadis cantik berhijab biru berjalan ke arah kami yang sedang asyik ngobrol di dekat tugu. Postur tinggi dengan setelan rok bunga-bunga yang menambah angun parasnya. Hidungnya mancung dan terlihat sedang membenahi kacamata yang ia pakai, dia menyapa kami dari kejauhan.
Inilah Lila. Si Cantik yang kerap menjadi bullyan beberapa teman dikelas. Tapi kini dia sudah tampil beda dan bahkan lebih cantik dengan hijabnya. Tentu Sabri tidak salah pilih dengan pilihannya ini. Lila datang dengan membawa sekantong buah jeruk segar untuk kami nikmati sebagai teman ngobrol.
"Haaaaiii... Akhirnya ketemu juga sama kalian. Tambah cuantik semua ini", sapa Lila semangat. "lhoh ini anakmu to Sit? Lucuuu...", Imbuhnya sambil mencolek pipi Zahy dan Mahy.
"Iya La, Alhamdulillah langsung dua. Hehe..", jawab Siti tertawa.
Pertemuan ini pun serasa arisan bagi kami. Kenapa arisan? Ya, karena yang ada disini saat ini adalah para kaum hawa yang heboh dengan kerumpiannya. Masih belum juga terlihat sesosok kaum adam yang datang menyusul kami.
Panjang umur ternyata, tidak lama kami membicarakan mereka kaum adam, satu persatu diantara mereka mulai muncul dan bergabung.
Kali ini Gama datang lebih dulu. Tubuhnya lebih berisi. Ya , saat ini dia sudah mapan dengan pekerjaanya. Tiga hari yang lalu pun telah dilangssngkan prosesi lamaran di rumah calon istrinya. Padahal dulu Gama itu orangnya kurus bahkan malah terlihat kering. Apalagi ditambah dengan postur tingginya itu, jadi semakin tampak kurus. Gama pun menyapa kami dengan wajah malu- malu.
"Wah, paling ganteng ini Aku?, kata Gama.
"Ndak papa to Gam, bentar lagi paling yang lainnya nyusul. Kamu kok sendirian aja? calonnya opo ndak diajak pisan sama dikenalno karo kita ini?", tanyaku beruntun.
"Walah, kamu ini gimana to Wid. Mosok yo Gama mau sama bawa calonnya, bisa mati gaya Dia..", pinta Ririn memberikan pembelaan.
"Nah ini, Ririn aja paham Wid. Mosok kamu ndak paham toh? Lagian ini kan spesial hari buat ketemu sama kalian semua", jelas Gama.
"Iya, percaya kok", Tyas menambahi.
Menyusul kemudian Bapak guru kita. Pakar sejarah ini ikut meramaikan nostalgia kami. Galang Eko Ranggi Yang akrab kami sapa Galang adalah seorang guru sejarah di salah satu SMA di kota kelahiran kami. Pertemuan kami pun makin ramai.
Satu lagi laki-laki tinggi tegap dengan postur tubuh proporsional melengkapi perbincangan kami. Kulit hitam yang dia miliki membuatnya tampak terlihat manis saat menyapa kami dengan senyum tipis. Inilah sang pelindung negara. Bowo Aryo Purnomo. Bowo adalah anggota KOPASKA. Btw, KOPASKA apaan ya? hehe... Entahlah..Yang jelas dia adalah salah satu prajurit pembela tanah air Indonesia. Tidak heran kalau kulit tubuhnya sangat eksotis. Mungkin lama hidup di berbagai kota dan daerah di hutan sana. Hehe..Bowo ini adalah orang yang sangat kocak dan supel. Siapa sangka dia sekarang pandai sekali menggombali para kaum hawa. Khususnya Tyas dan Uli.
"Heh...Bowo.. Kamu kok tambah eksotis aja", Seru Lila menggoda Bowo.
"Yo ndak apa ya Wo, makin eksotis kan makin manis?", ucap Siti bergurau.
"Bisa aja kamu Ti, tambah ndak kelihatan sih iya. Tapi ndak papalah gelap. Sing penting kan sudah ada yang punya. Iyo pora Uli cantik?", kata Bowo memulai gombalan pada Uli.
"Mbuh, Sak karepmu Wo. Kamu mau ngomong apa Aku ora peduli. Sudah capek Aku ini dengerin kamu", jawab Uli sedikit judes.
"Hemm ini nih yang bikin aku kangen karo Uli...Tambah ayu kalo lagi sewot gini...Mangan opo to kamu ini kok mukanya bisa cantik gitu?",Goda Bowo tak henti.
"Makan hatiiii yo nak...", jawab Uli Sambil merapikan rambut Dira putrinya.
Oh iya, Uli ini adalah Mama muda yang super kece. Dia tampil lebih modis ala anak muda jaman sekarang dibanding Siti yang Lebih keibuan dan anggun. Padahal Uli ini lebih dulu menjadi mama muda lho. Hehe.. Uli ini anaknya sangat ceria dan gaya bahasa yang sedikit ceplas ceplos seringkali membuat kami tertawa. Baik saat chat grup atau saat jumpa seperti saat ini.
Jam tangan sudah menujukkan pukul 08.10 WITA. Kami mulai berjalan menuju Malioboro. Hujan pun tampak sudah reda. Terik matahari mulai memberikan rasa hangat. Suara andong dan becak pun ikut ramai. Para pedagang saling bersautan menawarkan dagangannya. Pengunjung dari berbagai kota lain pun makin membeludak. Beraneka jenis makanan ada di sini. Mulai dari makanan ringan sampai makanan berat seperti soto dan sate ada disana. Dan makanan khas Jogja pun pastinya tak tertinggal, gudeg manis. Beberapa dari kami ada yang membelinya untuk dibawa sebagai cemilan. Aneka perlengkapan seperti hijab dan akesesoris juga ada disini. Kerajinan dan aneka oleh-oleh menjadi pusat perhatian pengunjung. Apalagi kaos dan kain batik yang makin ramai di beberapa stand.
Tiba-tiba sebuah ide muncul dari Lila untuk melanjutkan pertemuan kami di rumahnya. Dan tanpa pikir panjang kami pun mengiyakan dan bergegas untuk segera meluncur ke rumah Lila. Rumah Lila tidak jauh dari sini. Jadi tidak butuh waktu lama untuk sampai kesana.
"Mampir ke rumah dulu ya semua.. mumpung lagi pada ngumpul ini, biar nanti kalau aku nikahan kalian ndak bingung cari alamatku, haha... " ajak Lila sambil melucu.
"Ciyee.., yang udah pengen nikah... Moga disegerakan ya La... Aamiin", sahut Siti mengAmini.
"Haduh..Bercanda Aku ini. Ya kan mumpung kita lagi pada ngumpul. Atau nanti kalau mau silaturahmi jadinya kan gampang", tukas Lila.
20 menit kemudian kami sampai di rumah Lila. Pagar Coklat tua dengan taman minimalis membuat rumah Lila terlihat asri dan adem. Rumahnya besar dan luas. Halamannya pun lapang. Sangat cukup untuk menampung kami yang tiba- tiba ingin berkunjung kerumah dia. Ada sebuah toko serba aneka disamping rumahnya. Si kecil Zahy dan Mahy pun semangat untuk menyerbu aneka jajanan di Toko milik Lila. Dira anak perempuan Uli pun ikut menyerbu toko. Mereka pergi ditemani Lila.
Sepiring mangga masak pun sudah tersedia di meja tamu. Teh hangat juga sudah terhidang. Lengkap dengan minuman dingin yang akan menjadikan kami semakin betah untuk melanjutkan nostalgia kami.
Bowo dan Ririn pun unjuk kebolehan untuk mengupas mangga. Beruntunglah kami yang hanya tinggal melahap manisnya mangga itu. Hemm.. manis sekali.
Sambil makan kami pun tidak lupa mengabadikan momen kebersamaan kami ini. Berbagai pose lucu menjadi potret kebahagiaaan kami hari ini. Hingga kedatangan kurcaci kecil dengan barang bawaan mereka mengalihkan perhatian kami. Sekantong makanan ringan dan ice cream coklat ada di tangan mereka. Kami pun kembali menikmati makanan yang ada.
Jam sudah menujunjukkan pukul 12.15 WITA. Siang ini pun sepertinya memang alam sedang bersahabat dengan pertemuan dadakan kami. Tidak hujan, tidak panas, cukup mendung dengan hembusan angin sepoi. Tidak hujan, tapi perlahan gerimis kecil memberikan aroma khas hujan pertama turun, ya aroma tanah. Runtuhan daun mangga mengikuti arah angin.
Obrolan kami pun masih nyaman. Suara motor tepat berhenti di depan rumah Lila. Seorang laki-laki bercelana kain batik muncul dibalik gerbang. Disusul oleh wanita cantik dibelakangnya. Laki-laki itu meletakkan helm birunya di teras rumah. Wanita di belakangnya pun melakukan hal yang sama.
Sabri dan Dhika datang menyusul. Bukan datang sebagai pasangan yang ingin nimbrung untuk bagi- bagi undangan nikah lho ya. Mereka ini bertetangga dan memang sudah dekat dari sananya. Jadi, tidak heran mereka datang bersamaan. Tapi kalau Dhika sih bisa jadi mau bagi undangan juga. Bulan depan dia resmi dipinang. Nah kalo Sabri? Entahlah...Mereka pun masuk dan bergabung dengan kami.
"Assalamualaikum,.. ", suara Sabri memberi salam.
"Waalaikumsalam,.. Lha ini Sabri. Nyusul juga akhirnya. Kirain cuma omong doang digrup. Sini Bri masuk..", jawab Uli dan diikuti dengan serempak salam dari yang lain.
"Lho, momen istimewa kok ndak disempetin toh rek. Kan jarang kita ngumpul. Jadi meskipun ini tadi ada agenda lain yo tak batalkan toh, kan demi kalian ini. Jadi ya pasti datang lah", balas Sabri tegas.
"Halah, Sabri ini banyak modusnya. Paling sama mau cari pendamping. Iyo toh? Wong bapak sama ibumu sering curhat ke Aku. Haha...", goda Bowo.
Sabri hanya tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepala.
Suasana pun makin lengkap dengan kedatangan mereka. Semakin ramai pula dan tentunya semakin menambah seru obrolan kami. Cerita-cerita lucu dan mengharukan menjadi topik kami kali ini. Uli dan Bowo bak pasangan terkocak. Keduanya saling beradu gombal dan membully masing-masing. Kami serasa berada di gedung bioskop melihat kekocakan mereka.
Di sisi lain Dhika menyatakan rasa bersalahnya semasa SMP dulu. Dia merasa bahwa dirinya adalah orang yang terlalu judes dan cuek ke yang lain. Bahkan dulu dia merasa jarang berinteraksi dengan kami. Tapi pada dasarnya itu adalah hal yang wajar dalam suatu lingkungan pertemanan. Pasti ada kalanya seseorang jauh dan pada akhirnya kembali. Karena teman itu bak cahaya. Memberi rasa terang saat gelap. Memberi rasa hangat kala dingin datang. Tapi terkadang cahaya itu dapat redup bahkan sampai mati. Artinya kadang pada kondisi tertentu pertemanan juga mampu jauh bahkan putus. Itulah cahaya. Yang pasti Dhika bahagia bisa memiliki kami sebagai temannya. Memiliki kami sebagai keluarga yang termasuk bagian dari dirinya.
"Temen-temen semua..maafin Aku yo...", Ucap Dhika.
Beberapa dari kami pun meneteskan air mata. Lila dan Siti memeluk Dhika penuh haru. Sabri yang melihatnya ikut menasihati Dhika.
"Dhik, yang terjadi dulu itu kan masa lalu. Kamu ndak usah terlalu larut dalam masa itu, takutnya malah jadi beban kamu di masa mendatang. Mending kesalahan yang terjadi dulu itu diperbaiki sekarang. Oke Jeng...!", tutur Sabri.
"Wih...Wih... tumben ini Sabri iso ngene. Jadi tambah sip aja kamu Bri. Makin bijaksana. Biasanya aja paling diem kalo bahas beginian", pinta Gama.
"Lho lho... jangan gitu lah mas bro, orang kan bisa berubah. Seharusnya kamu bangga dong sama aku ini..Hehe..", jawab sabri sambil tersenyum.
"Heem,.. tumben banget ini. udah kaya mario teguh aja kamu Bri" , imbuh Tyas.
"Duh, kalian ini kok aneh toh yo, temennya jadi makin baik kok di ledek", seru Lila membela Sabri.
"Uhuk uhuk, ada yang ndak terima ini. Dibelain ni ye?", Kata Siti menggoda.
"Ciyeee...", Ririn pun tak mau kalah.
"Lhoh..Lak ngawur ini anak-anak. Terserah kalian saja lah. Aku ngikut aja. Kalau jodoh ya Alhamdulillah, eh.. Hehe...", ucap Sabri yang sepertinya mengharap iya.
Aku pun juga sedikit heran dan hampir tidak percaya. Ternyata orang yang dulu lagaknya seperti orang cuek dan tidak serius kali ini bisa bersikap bijaksana. Yah, syukurlah perubahan positif tentunya.
Suara dering telepon baru saja diangkat oleh Galang. Dan kabar buruknya dia harus pulang terlebih dahulu karena ada keperluan dengan muridnya. Galang pun ijin pamit. Gama dan Bowo tidak lama kemudian juga pamit pulang. Tinggalah Sabri seorang diri dari kaum adam.
"Ini masa ngumpul ndak ada kopi panas rek?", Celetuk Sabri yang merasa sedikit canggung berada diantara kami para hawa.
"Kamu mau Kopi to Bri? Bentar ya, tak carikan dulu ada apa ndak. Orang rumah ndak ada yang suka ngopi soalnya Bri", jelas Lila sambil berjalan kearah dapur.
"Ada ni Bri, buat sendiri aja ya. Takut kamu nya ndak suka kalo di buatin, ndak pas selera", perintah Lila.
"Oke!", jawab Sabri. "Em...Ini gula dimana ya La?", tanya Sabri seraya mencari keberadaan gula. Lila pun menghampirinya ke dapur.
Keduanya kini terlihat akrab di dapur. Mereka tampak seperti pasangan suami istri yang sedang sibuk di dapur rumahnya. Si Bapak sedang nunggu istri masak, Si Ibunya sabar menjamu suaminya. Hahaha... Pemandangan yang langka ini.
Uli dan Ririn pun beraksi. Seperti detektif mereka mengabadikan momen kebersamaan Lila dan Sabri di dapur. Dhika pun antusias mendukung kejahilan mereka. Aku dan yang lain hanya tertawa kecil.
Lila keluar lebih dulu dari dapur. Sabri menyusul di belakangnya dengan secangkir kopi buatannya sendiri.
"slurp..Kok pahit yo? Tapi enak kok, hehe...", gurau Sabri sambil meletakkan kopinya di meja.
"Ya ini, buat kopi sendiri di puji sendiri. Dasar kamu Bri..Bri..", ucap Lila.
"Kalau kurang manis liatin Lila aja Bri, pasti rasanya jadi manis itu kopi..Hehehe...", Tyas pun menggoda mereka.
"Heem, bener Bri, dijamin makin manis pol kopinya..", tambah Dhika.
"Kalian ini udah kaya pasutri aja tadi di dapur. Sabri nya sudah kaya suami yang lagi nemenin istrinya masak di dapur. Terus Lila nya asyik buat makanan istimewa buat suaminya. Romantis toh?", pinta Siti pada kedua sejoli itu Sambil tertawa kecil.
"Aduh rek, opo opoan to? Wis ndak usah ngelantur. Kebanyakan makan mangga ini pasti, hehe..", ucap Lila membela. Kami juga masih menggoda mereka.
Jam berputar begitu cepatnya. Mendung hitam juga nampak menunjukkan warnanya. Sore pun tiba. Kami rasa pertemuan hari ini cukup sampai disini. Kami meninggalkan rumah bersamaan. Hanya tinggal Uli yang harus tinggal di rumah Lila karena masih harus menunggu suaminya datang menjemput.
Dan ini adalah akhir pekan yang sangat membahagiakan. Semoga pekan selanjutnya pun demikian.
Hari demi hari berlanjut. Ternyata pertmuan minggu pagi itu adalah pintu awal terbukanya hati Lila. Lila dan Sabri makin akrab dan mereka juga sering chat pribadi. Mereka juga saling bertemu walaupun hanya sekedar untuk makan atau ngobrol. Hingga pada akhirnya empat bulan kemudian, bukan hanya berlanjut sebatas teman atau pacar, keduanya telah menyandang status calon pasangan suami istri. Sabri yang awalnya sedikit ragu dengan keputusannya untuk melamar Lila akhirnya yakin hingga dia memberanikan diri untuk meminta Lila dari orang tuanya. Dan pernikahan pun dilaksanakan dua bulan setelah lamaran tersebut.
Dua minggu sebelum acara pernikahan berlangsung. Kami di grup kelas hampir tidak percaya. Kami pikir omongan kami saat itu hanya sebatas gurauan yang tidak serius. Ternyata, saat insiden secangkir kopi itu memang sudah ada hati.
Begitulah jodoh seseorang. Penuh dengan kejutan. Dia bisa jauh dari kita. Atau bahkan sangat dekat dengan kita. Yang pasti jodoh itu sudah diatur oleh Sang Kuasa. Jodoh itu cerminan diri kita. Maka, terus memperbaiki diri untuk memperoleh pasangan yang akan menjadi tulang rusukmu.
Dan Jodoh Lila bermula dari secangkir kopi...
1 note · View note
hkindojuditepercaya · 4 years ago
Photo
Tumblr media
Awal mula togel memiliki sejarah yang sangat panjang di indonesia sendiri. togel sendiri sebenernya bukanlah nama resmi untuk taruhan lotre toto angka tapi melainkan hanya singkatan yang berarti "toto gelap". permainan judi yang menebak angka ini bernama toto tapi dia lebih sering dijuluki togel. kenapa bisa di juluki togel? kenapa togel bisa di ilegalkan oleh pemerintah. Bandar togel terpercaya
Banyak masyarakat indonesia tidak mengira bahwa permainan lotre toto ini hadir setelah era sumbang dana sosial berhadia atau yang biasa kita dengar SDSB. Lotre toto ini hadir di indonesia sejak era kolonial belanda.
MULAI BERKEMBANGNYA TOGEL DI INDONESIA
Sejak era kolonial belanda judi togel itu sudah ada dari dulu. tidak bisa diketahui pasti kapan dan siapa yang membawa permainan ini lotre toto ke indonesia. Akan tetapi, kita dapat kpastian bahwa yang membawa permainan ini adalah pedagang - pedagang asing yang masuk ke indonesia. Seperti yang kita ketahui sebelumnya indonesia merdeka, kebudayaan lokal kita tidak mengenal huruf dan angka romawi. Situs togel terpercaya
Banyak kerjaan - kerjaan hindustan yang menggunakan bahasa sansekerta. semenjak ada Sidharta gautama seorang filsafat dan ilmu pengetahuan budha dan hindu merambah seluruh penjuru dunia, kerjaan sriwijaya pernah menjadi pusat pendidikan budha di seluruh dunia.
pada saat ini permainan togel masih belum dikenal oleh masayarat indonesia. dan setelah belanda masuknya ke indonesia, mereka diyakini membawa permainan lotre toto yang indentik dengan dunia hiburan dan dunia malam. sejak saat itulah penduduk lokal itu sedikit banyak terperngaruh oleh belanda dan permainan lotre toto ini.
TOGEL DI INDONESIA
Saat belanda ingin sekali mendirikan negara indonesia serikat dan sistem kerjaan yang mulai di hapuskan, gubernur jenderal hindia belanda di batavia ( yang dikenal sekarang sebagai jakrta ) mengatur sistem permainan lotere toto sebagai salah satu jasa hiburan dan cash market. inilah sejarah togel di indonesia.
awal mula terbentuknya nama "TOGEL" belum terkenal sperti sekarang ini. Siapa saja boleh berpartisipasi main togel karena belum bestatus ilegal. permainan lotre toto pun masih exis sampai saat ini.
Presiden pertama indonesia soekarno sebagai presiden pertama kali di indoneisa, sudah mulai bangkit dan membentuk generasi muda indonesia lebih baik dari pada zaman dahulu.
Dan beliau mengeluarkan peraturan keppres No. 114 tahun 1965 yang menyatakan bahwa segala bentuk perjudian lotre dianggap ilegal karena dianggap merusak "moral anak bangsa". kebijakan tersebut dikeluarkan pada masa pembentukan dan dibuatnya manifesto poltik (Manipol) sebagai hasil kompromi Soekarno dan D.N Audit
Tujuan membentuk Manipol ini sebenernya untuk membuat semacam " revolusi kebudayaan". Soekarno dan D.N Audit berupaya meniru Great Leap Forward di china yang dianggap sudah berhasil mengembalikan karakter bangsa indonesia.
tanpa ada orang yang tahu kebijakan yang ada di China itu sebenarnya sudah gagal total. hal ini tidak ada yang tahu dan publik dunia hingga Mao Zhedong meninggal. didalam kebijakan mulai mengatur gaya rambut, dan pelarangan untuk memutar lagu the beatless, dan melarang pemutaran film barat dan lain - lain.
kebijakan manipol tidak bisa betahan lama karena perekonmian indonesia yang justru semakin lama semakin terpuruk hingga terjadi insiden yang sangat bersejarah di indonesia sampai saat ini yang dikenal dengan nama Gerakan 30 september 1965 (G30SPKI)
sangat banyak misteri yang tertinggal dari G30SPKI yang hingga kini masih menjadi pertanyaan. pada saat insiden ini. terjadi penyandraan Soekarno sebagai penjara rumah dan kematian D.N aidit yang misterius. hal tersebut menyebabkan awal mula pelanggaran HAM dari kubu Soeharto yang diduga lebih memilih sebagai pendukung PKI.
Setelah masa pemimpinan Soekarno, Soeharto mengambil alih semua jabatan dan menjadi pemimpin yang dijuluki seorang tangan besi indonesia. dan dia juga menghapus manipol hingga lahirlah Supersemar dan orde baru di bawah pimpinan Soeharto.
SEJARAH TOGEL INDONESIA
Ketika zaman manipol sudah berakhir, sejarah togel di indonesia memasuki babak baru. judi lotre toto sudah bisa kembali dimainkan dan sistemnya diatur oleh pemerintah seperti pemda dan pemerintah pusat. Namun di zaman ini togel tidak terdengar sebagai permainan judi. togel dijalankan bukan sebagai lotre melainkan sekedar kupon olahraga berhadia.
pada saat tahun 1968, pemda surabaya sudah mengeluarkan lotto ( lottere totalisator ), untuk mengumpulkan dana. hal itu tentu saja untuk mengumpulkan dan PON yang akan diadakan di surabaya. ada lagi yang namanya NALO yang berarti (National Lottere). Nalo ada saat gubernur Ali sadikin membentuknya untuk diselenggarakan Forecast inggris dengan bentuk yang sangat sederhana dan tidak menimbulkan efek perjudian. Hadiah yang sudah di tebakan ini akan dibagi oleh penyelenggara, pemerintah. dan si pemain.
judi togel di indonesia pun pernah digunakan untuk menunjang pengembangan dan pembinaan untuk prestasi indonesia dicabang olahraga. pada 28 Desember 1985, kupon berhadiah porkas sepak bola mulai bisa dijual dengan bebas. pemerintahpun memberi dukungan penuh dengan kegiatan ini dengan mengaturnya UU no 22 1945 tentang undian berhadiah.
pada saat ini, undian ini di yakini tidak akan membawa dampak buruk dalam kehidupan sosial. maka dari itu, pada tahun 1987, porkas mulai berkembang dan berubah namanya menjadi kupon sumbangan olahraga berhadia (KSOB).
https://agentogel-resmi.blogspot.com/2020/10/mulai-berkembangnya-togel-di-indonesia.html
0 notes
catatanbasi-blog · 6 years ago
Text
Ibu Susu - Rio Johan
Tumblr media
Bagaimana perasaanmu jika kau punya anak, saudara atau teman yang bilang bahwa Pria ideal yang dia impi-impikan se-type atau yang mirip-mirip dengan Firaun? Pasti susah untuk dimengerti, kan? Dari dulu saya hampir tidak mengerti bagaimana orang bisa sampai pada kesimpulan bahwa pria idealnya yang seperti A, B atau C. Malah ada yang sampai bilang, pria idealnya adalah yang aroma ketiaknya punya khas tersendiri saat dicium. Abstrak sekali bukan?! Tapi setelah membaca Firaun yang dikisahkan Rio Johan di novelnya Ibu Susu, tidak apa-apa kan kalau saya bilang bahwa kini saya adalah anak, saudara atau teman kalian yang saya sebut di awal. iya, saya mengagumi Firaun dan dia adalah pria ideal saya, deh, kayaknya. Hahaha!
Di novel ini Rio cerita bahwa Firaun adalah seorang raja maha agung di tanah Mesir, yang sedang dihadapkan cobaan berat karena pangeran Sem, anak laki-lakinya yang baru lahir, yang seperti sudah pasti, kelak akan menggantikannya memimpin tanah mesir, sedang sakit. Sakit yang membuatnya sangat tidak berdaya, seperti sudah ada di ujung maut, tapi gerbang akhirat juga belum dibuka. Entah di mana Pangeran Sem selama cerita ini berlangsung. Barangkali dia ada di antara hidup dan mati, atau tidak di antara keduanya. Saya juga tidak tau pasti. Dan tempat itu kan memang seperti punya tempatnya sendiri yang tidak dimanapun tetapi selalu nggak luput dari pikiran dan perdebatan kita dulu atau sekarang.
Seperti yang kita semua tau pasti, makanan utama bayi itu kan susu, baik air susu ibu maupun susu formula. Nah karena latar di cerita ini jaman Firaun, jadi kita bisa pastikan bahwa susu sebagai makanan utama pangeran Sem ini sudah tentu air susu yang berasal dari payudara ibu. Bukan susu sapi yang dengan bantuan Bioteknologi diubah menjadi setingkat dengan susu ibu.  Selama tiga minggu, Meth, ibu pangeran Sem masih bisa memberikan pangeran Sem susu, tetapi hanya sebatas itu. Setelah tiga minggu payudara Meth tidak bisa lagi mengucurkan air susu. Sumber makanan bagi awal kehidupan itu sudah kering betapapun banyaknya minyak dan ramuan yang Meth gunakan supaya sumber itu sudi membuka alirannya kembali.
Kondisi pangeran Sem semakin memburuk, wujudnya menjadi hitam legam bagaikan kulit budak-budak di masa itu. Semua jenis reramuan dan susu dari ibu susu lain yang bukan dari payudara Meth telah disuapi ke mulut pangeran Sem, tapi semuanya nihil. Firaun merasa sangat bersedih melihat keadaan anaknya itu, sambil terus memimpin jalannya peradaban mesir, mengurusi urusan-urusan politik mesir, datang ke rapat-rapat yang telah dijadwalkan wazir, memutuskan kebijakan yang diusulkan dari para menteri dan penasehat, Firaun tetap tak melunturkan kesan tangguh. Terutama sekali barangkali ia tabah demi Meth, sang istri agung dan istri utamanya yang sangat ia cintai.
Menyatakan bahwa Firaun sangat penyayang dan tabah tentu sebuah kesimpulan yang terdengar sangat over simplified, tapi begituah kesan yang bisa dilihat tentang Firaun dari sudut pandang buku ini. Tentu kekaguman saya pada Firaun dalam buku ini bisa terasa dangkal karena datang dari pengetahuan saya yang sangat sedikit dari sejarah Mesir. Tetapi kan sastra memang seharusnya mendatangkan pemaknaan yang berbeda bukan?!
Dalam kondisi kegalauan pasangan suami istri itu, semestinya Firaun bisa saja mempunyai anak lain dari selir-selirnya yang lain, yang tidak hanya satu atau dua orang tentu saja. Tapi toh Firaun memilih tetap menjadikan Meth yang utama dan tak pernah berniat menggeser warisan takhtanya untuk pangeran yang lain, yang bisa ia dapatkan dengan mudah. Firaun juga berkali mengatakan kepada Meth, baik dalam suara dan isyarat yang tegas maupun lirih bahwa semuanya akan baik-baik saja. Sungguh bagian yang menurut saya romantik, perasaan ini sungguh mengejutkan karena datang dari sosok yang selalu dideskripsikan nggak ada bagus-bagusnya sepanjang ia hidup.
Dalam kesedihan yang disembunyikan atas nasib anaknya, Firaun tidak berhenti berdo’a pada dewa Ra yang agung, pada Isis dan Osiris. Hingga jawaban dari do’a Firaun dijatuhkan dewa-dewa melalui mimpi susu Firaun, mimpi yang dipenuhi dan dibanjiri susu. Dengan bantuan para ahli tafsir disimpulkan bahwa satu-satunya yang dapat menyembuhkan pangeran Sem adalah susu dari ibu susu yang sesuai dengan cocokologi dari mimpi tersebut. Lalu hal itu pun dilakukan, semua prajurit diperintahkan menyusuri kriteria-kriteria ibu susu bagi pangeran Sem dan membawanya ke Istana, dari banyak ibu susu itu tak kunjung ada yang bisa memberikan kesembuhan bagi pangeran Sem. Mimpi susu datang lagi dan lagi di nyaris putus asanya Meth dan Firaun.
Dalam keputusasaan dan kesedihannya Firaun berjalan, berjalan dan berjalan entah ke mana, sendirian. Dalam perjalanannya yang Firaun sendiri nggak tau akan berhenti di mana, ia bertemu dengan perempuan buruk rupa. Perempuan Iksa yang sekujur tubuhnya dipenuhi koreng dan nanah kecuali 2 gundukan payudaranya yang memantul bersih, bagus dan bercahaya. Keyakinan muncul dalam diri Firaun bahwa pertemuannya dengan Perempuan Iksa adalah jalan menuju kesembuhan anaknya. Perempuan Iksa dibawa ke istana dan diperlakukan dengan sangat baik karena Firaun membutuhkan susu dari payudara Perempuan Iksa.
Perempuan Iksa bersedia memberikan air susunya asalkan Firaun juga setuju mengabulkan tiga permintaannya. Permintaan Perempuan iksa yang yang pertama adalah rincian yang mengeerucut menjadi banyak sekali daftar bahan sandang, pangan dan papan yang ia minta dibagikan kepada orang-orang yang diperlakukan tidak adil, tentu bagian ini lucu dan menyentil buat saya karena bagaimana kemudian ‘adil’ coba diterjemahkan oleh petugas-petugas kerajaan yang ditunjuk Firaun untuk mengabulkan permintaan Perempuan Iksa. Permintaan kedua membuat Firaun sendiri mengorbankan tubuhnya karena Perempuan Iksa meminta agar Firaun berhubungan seks dengannya. Membayangkan seorang Raja yang dari ujung rambut hingga ujung telapak kakinya penuh dengan wewangian paling wangi di seluruh tanah mesir, memakai perhiasan mewah dan baju berbahan sutra dengan kualitis tertinggi adalah sesuatu yang juga mengocok perut saya. Firaun menyanggupi lagi permintaan itu demi kesembuhan anaknya.
Perempuan Iksa mengandung dan melahirkan benih Firaun, ia melakukan tugasnya menjadi ibu susu bagi pangeran Sem, tugas itu dilakukan dengan baik, tafsir atas mimpi susu tak meleset, seperti kembali dari malam yang gelap menuju siang yang terik. Permintaan terakhir Perempuan Iksa pun ia katakan setelah tugasnya untuk pertama kali itu berhasil, ia meminta agar anak yang lahir dari rahimnya, dengan kesadaran yang cukup bahwa anak itu tidak lahir dari dua orang yang setara secara sosial dan bagaimanapun tidak masuk akalnya jalan itu, ia tetap ingin anaknya mendapatkan takhta dan pengakuan yang walaupun tidak semegah pangeran Sem tetapi tetap diakui sebagai bagian dari darah dan daging Firaun serta berhak atas sebagian kecil tanah dan kerajaan Mesir.
Rio Johan adalah penulis dari dunia ketiga yang akar tulisannya tidak datang dari dunia ketiga. Tanpa bahasa yang mendayu-dayu atau metafor-metafor sulit, ia menawarkan saya pertanyaan-pertanyaan yang perlu dicari dan digali lagi dari bacaan yang lain. Fiksi yang membenturkan kepala saya dan membuat saya bangun untuk menulis lagi setelah sekian lama, karena sayang kalau novel dengan cerita sebagus ini, hanya berakhir dipotret dengan gaya yang estetique atau dikutip beberapa baris kalimatnya untuk dijadikan caption instagram. Hahaha! Sekian.
 Awal Januari 2019.
Di satu kedai kopi yang didatangi rombongan PNS yang berisik.
Dalam motto #2019YaudahlahYa.
0 notes