#30HariBerCerita
Explore tagged Tumblr posts
sepertibumi · 2 years ago
Text
[KNOWING UR LIMITS]
Keterlambatanmu akan sesuatu bisa jadi karena memang Allah ingin mengajarkanmu suatu hal sampai kamu paham betul dan dapat mengambil banyak pelajaran darinya.
Beberapa orang diciptakan dengan karakter seperti batu. Keras. Harus dijatuhkan dan dibentur berkali-kali untuk bisa paham.
Beberapa yang lain diciptakan dengan telinga yang sabar mendengar. Belajar dari pengalaman orang lain, menganalisa, memisahkan mana yang layak untuk diadaptasi dan mana yang tidak, lalu mencoba menerapkan pada dirinya.
Beberapa diberi kemampuan untuk cepat memahami. Cepat membaca situasi, memutuskan langkah, namun terkadang membuatnya gegabah.
Dan beberapa di antaranya Tuhan ciptakan dengan pertumbuhan yang lambat. DiajarkanNya suatu hal itu perlahan, hingga tak jarang ia menjadi yang terakhir paham.
Tiada yang lebih unggul dari satu atau yang lain karena kemampuan setiap individunya pun berbeda. Kita semua masih sama-sama meraba, hanya saja cara dan alurnya yang tak sama. Namun, tujuannya satu; pemahaman.
Dan, ya, ujian yang kita hadapi pun tentu berbanding lurus dengan kemampuan yang Tuhan anugerahi.
Tak peduli seberapa cepat kamu bisa memahami sesuatu, Tuhan hanya ingin melihat usaha dan prosesmu dalam memahaminya.
Masa bodoh dengan keterlambatan, bukankah pemahaman akan sesuatu yang sedang kamu jalani dan perjuangkan itu lebih krusial?
Ia mungkin cepat, tapi bisa jadi pemahamannya dangkal.
Kamu mungkin lambat, dan pemahamanmu harus lebih dalam.
Pada akhirnya, mereka yang akan merdeka adalah yang berhasil mengetahui kapasitas dirinya. Mereka tau kapan harus melangkah dan berhenti. Mereka selalu siap dengan strategi terbaik untuk apa yang sedang mereka hadapi.
Dan semua bermula dari fokus ke dalam, dan berhenti menjadi penonton atas proses orang lain.
— @sepertibumi
905 notes · View notes
ruang-bising · 1 year ago
Text
"Tidak Semua Buku Yang Kamu Baca Harus Kamu Selesaikan."
Tumblr media
Isma'ul Ahmad pernah menuliskan di dalam bukunya,
"Tidak semua buku yang kamu baca harus kamu selesaikan"
Jika kamu tak lagi mampu menikmati alurnya, tak lagi bergairah melanjutkan jalan ceritanya, dan justru membuatmu semakin bingung memahaminya, tak apa berhenti saja. tidak semua buku yang kamu baca harus kamu selesaikan.
seperti Ia yang sedihnya tertulis 'bahagia' yang tangisnya tertulis 'tawa' dan yang diamnya selalu saja menghadirkan tanda tanya Adalah kata rahasia yang membingungkan, yang selalu kamu paksa untuk kamu pahami.
sesekali kamu harus menerima, bahwa di dunia ini, memang ada hal-hal yang tidak bisa dan tidak harus dimengerti seperti 'Alif Lam Mim'. Sekeras apapun kamu memahami maknanya, barangkali kamu hanya akan menemukan tafsir terbaik yang kebenarannya masih bisa dipertanyakan.
boleh jadi, pilihan terbaik adalah menutup buku itu dan memasrahkan segala jawaban pada-Nya, lalu mengatakan kalimat ini di dalam hati:
"Ia adalah buku yang tak pernah selesai kubaca, tapi akan senantiasa kusimpan. buku yang setiap halamannya mengandung misteri dan setiap katanya menyimpan tanda-tanya. Aku tak akan membukanya kembali sampai aku mulai memahami bahwa tidak harus kata-kata yang menjelaskan tetapi cukup oleh satu anggukan kecil dan sebuah senyuman."
212 notes · View notes
fitryharahap · 18 days ago
Text
Proyeksi
Kenapa kita cenderung melakukan sesuatu yang kita sendiri nggak suka kalau orang lain melakukan itu ke kita?
Kadang ini ada hubungannya sama proyeksi—kita nggak suka cara orang lain bersikap, tapi karena nggak tahu cara lebih sehat buat menghadapi itu, kita malah jadi balik ngelakuin hal yang sama. Aneh, ya? Kayak mencoba bikin orang lain paham rasa jengkel kita dengan...bikin mereka jengkel juga. Misalnya, kita sebel kalau ada yang motong omongan kita, tapi pas kita antusias cerita, kita malah nggak sadar motong omongan orang juga. Atau kita nggak suka kalau ada yang terlalu defensif saat dikasih saran, tapi pas kita sendiri dikritik, langsung nyari pembenaran.
Mungkin jawabannya ada di kesadaran diri kita yang kadang masih suka bolong. Kita tahu apa yang benar, tapi seringnya lupa ngaca ke perilaku sendiri. Apalagi kalau emosi lagi menguasai—rasional langsung ambil cuti. Yang jalan, ya cuma rasa kesal atau kebiasaan buruk yang udah kebentuk sejak lama.
Tapi kalau kita mulai sadar dan mau refleksi, pelan-pelan kita bisa lebih peka sama apa yang kita ucapin atau lakuin.
Sesimpel jangan ngomong yang nggak mau kita dengar. Kalau kepikiran mau nyeletuk, coba tanya ke diri sendiri dulu: “Kalau aku yang dengerin ini, rasanya gimana?” Kalau rasanya nggak enak, lebih baik ditahan dulu sambil mikirin cara lain untuk release emosi itu. Entah dengan nulis dulu di notes, curhat ke teman yang bisa kasih perspektif, atau sekadar tarik napas panjang sebelum bereaksi.
16 notes · View notes
zhaf · 1 month ago
Text
06/30 I Playing a Chess
Ada banyak hikmah yang kuambil dari bermain catur. Dari mulai berpikir tenang dan dingin dalam medan pertempuran. Kemudian untuk membuktikan bahwasanya yang diperlukan dalam menyikapi sebuah masalah adalah bukan celotehan dan gumaman yang panjang, melainkan sebuah aksi dan gerakan yang pasti.
Terkadang, tidak mengapa untuk bermain dengan pelan, tetapi harus tetap cermat. Tidak mengapa jika setiap langkah yang kita ambil tidak terekspos ke luar atau dimengerti oleh orang banyak, tetapi harus tetap konsisten meskipun dalam keheningan. Karena, tidak semua prestasi dan pencapaian harus terlihat dan dibuktikan ke orang banyak. Satu validasi dari diri akan lebih bermakna dibandingkan mendapat banyak validasi dari orang lain tetapi diri kita sendiri masih tetap denial. Jika dalam keramaian kita bisa bertumbuh maka dalam keheningan kita juga harus bisa bertumbuh dengan lebih baik, dan bonusnya adalah kita dapat lebih mengenal dan menemukan diri kita sendiri.
so,
Be private Vibe Alone Grow in Silence
Ciputat, 06 Januari 2025
19 notes · View notes
dwiraa · 2 months ago
Text
Bagaimana kalau takaran yang telah kita buat pada akhirnya akan kita tawar sendiri?
Bagaimana jika itu satu-satunya cara bernegosiasi dengan semesta, supaya disegerakan segala sesuatu yang sudah sejak lama diupayakan. Bukan, bukan berarti goyah dalam pendirian, menurunkan standar nilai atau kriteria sesuatu. Mungkin karena berpikir lebih realistis dan peka terhadap berbagai macam perasaan yang akhirnya bisa dipahami lebih baik.
Lalu, kita akan sampai di titik sepakat dan pada akhirnya segala sesuatunya adalah tentang penerimaan, kan?
Seperti bumi yang selalu menerima redup dan teriknya matahari atau bersedia menampung air hujan dari gerimis kecil hingga paling lebat sekalipun.
Pada akhirnya, takaran-takaran sialan itu memang benar-benar tentang penerimaan. Bahkan, seringkali justru semakin tinggi penerimaan, maka semakin dilacarkan.
Yogyakarta, 3 Januari 2025
12 notes · View notes
crescenthemums · 2 months ago
Text
Tumblr media
"Maaf mbak, tapi ngga ada yang namanya Satar di sini"
Lili menarik napas berat. Ditunjukkannya selembar foto yang sudah kusut.
"Ibu pernah liat orang di foto ini?"
Ibu itu kembali menggeleng. Raut muka Lili ikut kusut.
"Tapi mbak, bisa jadi ini orang kerja di sini jauh sebelum saya kerja di sini. Walaupun saya yang paling senior, tapi kalo mbak bilang kira-kira umurnya 50an, bisa saja dia lebih dulu dari saya, lha saya saja baru 45 tahun", terangnya kemudian.
"Berarti kalo saya mau cari data pegawai-pegawai yang sudah lama begini, tanyanya ke siapa ya, Bu?"
Si ibu berpikit sebentar, lalu katanya,
"Agak sulit ya mbak, karena kepengurusan berganti terus. Saya di sini sudah 8 tahun, orang yang mbak cari bisa jadi pegawai 10 tahun yang lalu. Saya ngga yakin pabrik sekecil ini punya catatan data sampai sejauh itu".
Lili diam. Dia juga tidak tahu harus bertanya apa. Dia baru mau memutuskan pamit saja ketika tiba-tiba wajah ibu tersebut berubah dan mengacungkan jari telunjuknya.
"Ah! Tapi warung kopi di depan gerbang itu! Dia sudah buka warung dari lama sekali, lebih dari 10 tahun sepertinya. Hampir semua pegawai di sini pasti pernah beli makan atau nongkrong di sana. Mungkin mbak bisa coba tanya dia".
Raut muka Lili ikut berubah. Seperti ada satu cercah cahaya di tengah ruang gelap yang dia lalui seharian ini. Lili buru-buru mengucapkan terima kasih dan menyalami ibu itu.
"Cari yang namanya Pak Kas. Dia yang punya. Sudah agak sepuh tapi masih bisa bikin kopi dan goreng bakwan", lanjut beliau.
Lili mengangguk cepat dan berpamitan. Sebenarnya dia mau ibu itu menemani ke warung, tapi sepertinya kurang sopan. Jadi Lili pergi sendiri saja.
Sesampainya di warung, Lili memesan es teh manis dan bertanya kepada pegawai yang melayaninya, apakah pak Kas ada di sana. Ada! Tapi sedang ibadah di ruang belakang rumah. Lili diminta menunggu.
Hampir sejam kemudian, es di gelas Lili sudah sepenuhnya meleleh karena siang ini terik sekali. Sesosok laki-laki keluar dari pintu dengan rambut panjang terikat dan agak basah. Pegawai yang tadi Lili tanya langsung menghampirinya, membisikkan sesuatu dan menunjuk ke arah Lili. Lili berdiri merespon sambil mengangguk.
"Cari saya?", tanya laki-laki itu.
"Pak Kas?", sahut Lili
"Iya, saya Kas. Ada yang bisa saya bantu?"
Lili menjelaskan tujuannya, menceritakan tentang ibu di pabrik yang mengarahkannya ke warung ini, dan tentu saja foto orang yang dicarinya.
Dengan dada berdebar, Lili mengamati wajah Pak Kas selama dia memperhatikan foto tersebut. Tolonglah, mohonnya dalam hati.
"Oh!"
Lili sontak terkesiap. Detak jantungnya makin cepat.
"Ini kalo di sini dipanggilnya Bang Sat", bapak tua itu menjawab sambil setengah tertawa.
"Iya iya saya ingat. Tengil orangnya, suka usil sama temen-temennya kalo lagi pada di sini", lanjutnya.
Lili menghembus napas lega. Akhirnya.
"Bapak tau orang ini sekarang ada dimana?"
"Nah kalo itu saya ngga tahu, neng. Sejak dipecat, dia ngga pernah main kesini lagi"
"Dipecat?"
"Iya, ketahuan ambil duit pabrik kalo ngga salah. Ngga banyak sih, seratus ribuan apa ya. Tapi ya ketahuan. Jadi dipecat"
Di dalam kepalanya Lili mengumpat tidak berkesudahan. Dasar bajingan, dimana-mana masalahnya selalu saja uang.
"Tapi dia punya teman yang sering sama-sama dia kesini. Temannya ini sudah ngga kerja di sini. Mungkin dia tau alamat terakhirnya"
"Temannya ini ada dimana pak?"
"Di rumah sakit. Sudah sebulan dirawat karena tbc"
-
"Aku aja yang ke RS ya. Kamu tunggu aja di rumah, nanti kalau aku sudah dapat alamatnya, kita cari sama-sama"
Lili memindahkan ponsel dari telinga kanan ke kirinya.
"Tapi apa aku ngga sebaiknya ikut aja? Biar cepet langsung selesai hari ini"
"Ngga usah, Li. Ngga usah buru-buru. Kamu udah capek seharian ini bolak balik kesana kemari. Besok kamu udah harus masuk kerja. Nanti malah sakit. Aku aja, ya"
Lili tidak bisa membantah lagi. Dia mengiyakan dan setelahnya langsung memesan ojek pulang.
-
Lili menyambar teleponnya yang baru berdering satu kali.
"Gimana, Dra? Dapet?"
Penelepon yang dipanggil Dra itu terdengar menarik dan menghembus napas berat.
"Dra?", Lili tidak sabar.
"Bukan alamat spesifik, tapi katanya, di dekat situ cuma ada satu rumah. Rumah paling ujung di akhir jalan buntu. Ngga mungkin ketuker, katanya"
Lili gelisah.
"Tapi dia kapan terakhir ketemu?"
"Waktu covid 4 tahun lalu. Dia antar pulang karena habis test covid bareng di klinik"
Lili paham kenapa napas Dra terdengar berat. Dia juga melakukannya.
"Kita kesana sekarang", jawabnya kemudian.
"Li, ini udah malem"
"Apa bedanya sama pagi? Malah bagus, kalo malem orang biasanya udah di rumah".
"Hhhh"
"Kalo kamu capek nggapapa, aku pergi sendiri aja"
"Iya oke aku jemput sekarang ya. Tapi kamu yakin?"
"Seharian ini aku cari dia sendiri, Dra. Kurang keliatan yakin?"
-
Ujung jalan itu gelap, lampu jalan hanya sampai di depan. Teman di rumah sakit itu benar, sejak rumah di tengah, hanya ada tanah kosong dengan sedikit pohon, lalu tepat sebelum jalan menjadi buntu oleh tembok gedung, ada rumah tidak seberapa besar yang lampunya juga redup. Lili menggenggam tangan Dra kuat, mengumpulkan kekuatan sebelum mengetuk pintu rumah itu.
Tidak lama kemudian, lampu teras rumah itu menyala lebih terang, sepertinya dinyalakan oleh pemilik rumah. Dari jendela terlihat anak laki-laki mungkin usia sekolah dasar, melongok dan berkata sesuatu yang tidak begitu terdengar tapi bisa terbaca gerak bibirnya;
'Cari siapa?'
Lili agak jongkok untuk menyamakan tingginya dengan anak itu, sambil menjawab
"Ibu bapak ada?"
Anak tersebut mengangguk, lalu menghilang dari jendela. Beberapa saat kemudian pintu terbuka, muncul perempuan yang sepertinya usianya tidak jauh dari dia.
"Siapa ya?", tanyanya singkat.
Lili dan Dra memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan mereka datang. Dra menceritakan tentang teman di rumah sakit, lalu Lili menunjukkan lembar foto kusut itu. Seketika raut muka perempuan itu berubah ketus.
"Tidak ada. Dia tidak ada"
Lili bingung tapi entah kenapa dia yakin kali ini dia sudah hampir dekat.
"Maaf mbak, tolong bantu saya. Saya butuh ketemu orang ini"
Perempuan itu semakin terlihat tidak nyaman.
"Jangan ganggu kami, dia ngga ada hubungannya sama kami. Semua uang yang dia ambil tidak pernah untuk kami", jawabnya kemudian.
Lili mulai paham.
"Mbak, saya bukan penagih hutang. Saya kesini bukan untuk minta uang"
Perempuan itu mundur dan memegangi pintu seperti akan segera menutupnya. Lili mendorong pintu itu pelan agar tetap terbuka.
"Saya anaknya Satar. Anak dari istri pertamanya, atau mungkin salah satu istrinya, saya juga ngga tau", lanjutnya.
Perempuan itu akhirnya melepaskan tangannya dari pintu. Lili bisa lihat, dia kaget.
"Saya cari Satar karena saya mau menikah. Dra ini calon suami saya. Tanpa Satar, upacara pernikahan kami tidak diakui negara. Saya cari Satar kesana kemari untuk itu saja, titik".
Lili menjelaskan dengan suara bergetar.
Dra memegang lengan bawah Lili.
"Kalo boleh tahu, mbak ini siapanya Satar?", tanya Dra kemudian.
Bukannya menjawab, perempuan itu bertanya dengan suara yang juga bergetar dan mata yang mulai basah.
"Mbak Lili... sudah berapa lama ditinggal?"
"Sejak saya kecil. Mungkin seumuran adik tadi", jawab Lili sambil menunjuk ke arah dalam rumah.
"Saya bahkan lupa raut mukanya dulu bagaimana karena masih terlalu kecil. Ibu bilang, bapak pergi dan ngga bisa balik lagi. Saya marah dan benci sekali sama dia. Lalu ibu meninggal tiga tahun lalu. Covid. Saya melanjutkan hidup. Tiba-tiba saya harus cari dia karena saya mau menikah", lanjut Lili. Kali ini suaranya bergetar bukan karena menahan tangis, tapi marah.
Perempuan itulah yang kemudian meneteskan air mata pertama kali.
"Memang bajingan. Saya dinikahi 8 tahun lalu. Itu tadi anaknya. Tiap hari nanya bapaknya kemana. Saya bilang aja sudah mati. Dia pergi sudah dua tahun entah kemana. Saban hari ada saja tukang tagih hutang atau polisi cari dia"
Badan Lili serasa tidak bertulang. Rasanya dia mau jatuh ke lantai sekarang juga. Dengan berpegangan pada pintu, Lili menyahut,
"Berarti mbak juga ngga tahu keberadaan dia sekarang?"
Perempuan itu menggeleng.
"Ngga tahu dan ngga peduli. Sudah muak saya"
Kali ini Lili yang mulai menangis. Dra baru mau merangkul pundaknya, tapi kemudian perempuan tersebut mengulurkan tangannya dan memeluk Lili.
"Maaf ya, mbak. Jadi ngga adil untuk mbak. Memang negara ini juga bajingan, bisa-bisanya ada orang yang menelantarkan anak perempuannya sejak kecil tapi tetap dibutuhkan untuk menikah", ujarnya.
Lili makin terisak.
"Maaf juga ya mbak, mbak dan anak jadi harus menanggung derita yang sama seperti saya dan ibu"
Perempuan itu mempererat peluknya.
"Dia sudah mati di hidup saya, mbak"
Perempuan itu tiba-tiba tersadar sesuatu dan melepaskan peluknya.
"Mbak, pake orang ketiga saja untuk urusan menikahnya"
Lili menggeleng.
"Ngga bisa juga, mbak. Harus ada surat kuasa"
Perempuan itu memberi kode untuk menunggu sebentar. Dia bergegas masuk ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian dia keluar lagi membawa selembar surat dan menyerahkannya ke Lili.
"Surat ini bisa?", tanyanya.
Lili membaca bagian atas surat tersebut.
Surat Kematian. Lengkap dengan penyebab kematian, tanda tangan yang berwenang.
Lili terbelalak kaget.
"Sudah saya pakai untuk urus berkas anak saya masuk sekolah. Lolos. Pake aja mbak, orang-orang itu tolol semua kok, tinggal kasih uang juga diam"
Lili menengok ke arah Dra. Dra mengangguk sambil tersenyum.
Lili menghambur ke pelukan perempuan itu lagi.
"Makasih, mbak. Makasih"
Perempuan itu menyambut peluk Lili.
"Sama-sama, mbak. Kita buat dia mati sama-sama"
-------------
gambar 3: abandoned resort at secret beach - Ceningan, 2023
11 notes · View notes
ifsjourneypages · 2 months ago
Text
Semalam, sebelum terlelap, saya merenung panjang—menutup lembaran terakhir tahun 2024 dengan menatap segala yang telah dilalui. Ada banyak hal yang terjadi: tawa, air mata, kelelahan, bahkan kemenangan kecil yang mungkin tak terlihat oleh siapa pun. Tapi di balik semuanya, ada satu pertanyaan yang terus menggema dalam hati: apa yang sebenarnya saya pelajari dari tahun ini?
Refleksi itu membawakan kesadaran bahwa hidup tak pernah lepas dari pembelajaran. Ada masa ketika harus berhenti sejenak dan bertanya: ke mana langkah ini sebenarnya menuju? Berlari hanya karena semua orang tampak bergerak lebih cepat bukan lagi tujuan. Ritme hidup tak harus ditentukan oleh orang lain. Ada kebebasan yang dirindukan—kebebasan yang hadir saat melepaskan apa yang tak lagi seharusnya digenggam.
Melepaskan ekspektasi dari orang lain adalah salah satu kebebasan itu. Betapa sering kekecewaan muncul, bukan karena orang lain salah, tetapi karena harapan yang diletakkan terlalu tinggi. Harapan itu seharusnya dititipkan pada yang tak pernah mengecewakan: Allah. Ketika ekspektasi dilepaskan, hati terasa lebih ringan. Memberi tanpa berharap kembali menjadi lebih bermakna, bahkan kepada mereka yang tak menyadari kebaikan yang diterima. Bukankah doa yang tulus untuk mereka cukup menjadi bukti cinta yang sesungguhnya?
Kesibukan yang tak berujung pernah terasa seperti satu-satunya cara untuk membuktikan diri. Namun, apa artinya kesuksesan jika hati terasa hampa dan tubuh mulai kehilangan daya? Bekerja sesuai batas waktu bukanlah sebuah kemunduran. Itu adalah cara untuk memberi penghormatan kepada diri sendiri. Hidup ini lebih dari sekadar mengejar pencapaian; ia juga tentang menciptakan ruang untuk bernapas, merenung, dan menyadari bahwa hidup tak melulu soal produktivitas.
Dalam perjalanan ini, batasan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Tidak semua orang berhak mengetahui setiap sisi diri. Ada ruang yang hanya layak menjadi milik pribadi, tempat untuk berlindung dari hiruk-pikuk dunia luar. Menjauh dari hal-hal yang melelahkan jiwa bukanlah tanda menyerah, melainkan cara untuk menjaga energi agar tetap utuh.
Melakukan sesuatu hanya demi menyenangkan orang lain sering kali berujung kelelahan. Hidup terasa lebih damai ketika langkah diambil karena panggilan hati dan keinginan untuk mencari ridho-Nya. Setiap upaya terasa lebih ringan ketika tujuan akhirnya hanya untuk-Nya.
Kini, mimpi-mimpi yang pernah tertinggal di sepanjang jalan mulai memanggil lagi. Pendidikan, peran yang lebih bermakna, dan kehidupan yang lebih stabil bukan lagi sekadar angan. Semuanya terasa mungkin ketika langkah ditemani keyakinan dan doa. Setiap pencapaian nantinya bukan sekadar ambisi, melainkan wujud syukur atas amanah yang telah diberikan.
Ah, hidup memang seperti tarikan napas. Ada saatnya terasa sesak, tetapi selalu ada momen untuk mengembuskan rasa syukur lebih dalam. Dalam setiap hembusan itu, makna hidup ditemukan, sedikit demi sedikit.
Cerita ini adalah perjalanan panjang untuk bertumbuh. Setiap langkah mengajarkan kita cara melepaskan, menerima, dan melangkah dengan lebih tenang. Dalam perjalanan ini, cinta kepada diri sendiri, mimpi-mimpi, dan terutama kepada-Nya harus selalu menjadi dasar dari setiap keputusan.
| 1 Januari 2025 |
7 notes · View notes
mfaizs · 1 year ago
Text
To Do List dan Kalender Digital.
Sejak bekerja di sebuah perusahaan Swasta di Jakarta dulu, salah seorang mentorku mengenalkanku dengan fitur kalender outlook. Ia terbiasa memasukkan semua jadwalnya dan to do list harian ke dalam outlooknya.
Dari situpun aku belajar bagaimana agar dalam sehari benar-benar produktif. Setiap bulan target2 itu akan di review sekaligus schedule bulan selanjutnya.
Bahkan, atasanku rata-rata memasukkan jadwal mereka ke dalam kalender yang kesemuanya telah terintegrasi, sehingga kami sebagai bawahan pun mengetahui jadwal beliau.
Aku pun masih ingat saat melanjutkan studi di Swedia dulu, termasuk saat training di Inggris, kalender professorku rata-rata dapat diakses, sehingga kita bisa tahu availabilitas beliau tanpa harus mengonfirmasi manual. Termasuk booking meeting dengan beliau pun semua sudah melalui kalender tsb, dan tersinkronisasi dengan semua device selama kita login akun tersebut. Saat kita ingin membooking study room pun juga sudah terconnect melalui platform digital, dan setiap orang memiliki batas maksimum waktu utk menggunakanya. Hal yang aku impikan semoga suatu saat digitalisasi ini benar benar menyeluruh di tempatku sekarang.
Hingga saat ini aku masih membiasakan diri mencatat segala to do list dan jadwal melalui outlook calendar dan microsoft to do list. Untuk mengurangi whatsapp mahasiswa keperluan konsultasi aku menggunakan microsoft booking form yang juga tersinkron di kalenderku. Sengaja kubuat link kalenderku visible ke para mahasiswa agar mereka dapat mengetahui availabilitasku. Rasanya begitu puas saat mengetahui to do list itu tercentang satu per satu.
Sayangnya barangkali tidak semua orang familiar dengan fitur fitur seperti ini. Undangan rapat bahkan mengirim file skripsi kadang masih lewat wa, yang membuat memori hp mudah sekali penuh (apa wktunya ganti hp wkwk). Kadang aku berpikir padahal untuk berlangganan fasilitas seperti ini, sudah pasti institusi membayar mahal, namun sayangnya belum terutilisasi secara maksimal. Akhirnya digitalisasi tak ubahnya seperti hal-hal manual yang dilakukan secara digital.
Apakah kamu merasakan hal yang sama?
#30haribercerita #30hbc2404
instagram
32 notes · View notes
arwasimiya · 7 months ago
Text
Kamu berasal dari air yang tenang, sedangkan aku ombak bergelombang.
Kamu terbiasa menikmati pelukan, sedangkan aku mendengar teriakan.
Kamu bisa mengerti apa yang dirasakan, sedangkan aku kebingungan.
Akankah kita satu dalam sebuah ikatan?
11/30
8 notes · View notes
narashit · 1 year ago
Text
Tumblr media
BIASALAAAH
Halo, 2023 sudah menggempurmu setahun penuh. Bagaimana keadaanmu di hari pertama 2024? Kuharap baik-baik saja dan kamu semakin mengenal dirimu sendiri dan semakin yakin bahwa hidup benar-benar tentang diri sendiri. Maksudku, barangkali kamu sedang berusaha untuk mencapai sesuatu, menjadi sosok manusia yang kamu ingin, atau menyelesaikan perkara-perkara yang selama ini menempeli tengkukmu sampai pegal-pegal.
Tapi lihatlah kembali, betapa kontradiksinya hidup ketika teman seumuranmu sedang merencanakan pernikahan di saat teman seumuranmu yang lain sedang menyelesaikan proses perceraian. Betapa lucunya hidup ketika kamu melihat orang yang sedang mempersiapkan hidupnya untuk jadi lebih baik menemukan dirinya diperkosa dan ditusuk orang tak dikenal sampai mati. Betapa lucunya hidup ketika seseorang yang kamu pikir dialah lentera yang siap menyinari hari-harimu menyusuri lorong gelap bernama kehidupan yang penuh tahi dan beling hingga usia senja justru menjadikanmu pecundang yang tak bisa melakukan apa-apa selain menangis dan berharap langit menibani kotamu sebab kamu tak menemukan alasan untuk tidak mengharapkan hal-hal tersebut.
Semoga kabarmu baik. Tubuhmu dalam kondisi prima. Asam lambungmu tak naik. Sarapanmu terasa nikmat. Pencernaanmu lancar. Tak lupa di mana kamu meletakkan kunci kendaraan, dompet, kartu parkir, dan charger. Semoga pekerjaanmu lancar. Orang yang kamu sayang menyayangimu balik. Tidak bertemu orang-orang brengsek. Dan menerima kenyataan kalau beberapa orang tak pernah pantas dimaafkan. Semoga kamu bersemangat. Minum air putih cukup. Istirahat cukup. Dan tetap terhindar dari ketakutan-ketakutan yang selama ini kamu waspadai.
Kabarku baik. Tak ada yang perlu dikeluhkan kecuali banyak hal.
31 notes · View notes
hobinyambil · 2 months ago
Text
Ke-1. Masa Taman Kanak-Kanak
Kebetulan beberapa hari yang lalu saya mencari akte kelahiran saya, yang sampai saat ini masih belum ditemukan. Orang tua saya turut membantu. Namun, kami justru menemukan Surat Tamat Belajar dan Raport saya semasa TK.
Tumblr media
Sebenarnya tidak banyak yang saya ingat dari masa itu karena sudah lama sekali, hampir 25 tahun yang lalu. Kebanyakan memori yang saya tau pun dari cerita orang tua, serta kali ini dari raportnya juga. Berikut fun fact-nya:
Awal-awal masuk kelas, katanya saya tidak mau ditinggal oleh Ummi sampai nangis-nangis.
Tumblr media
Gaya rambut saya selalu dikuncir dua atau satu, mungkin sesuai mood Ummi waktu itu.
Anak TK juga cap 3 hari di ijazahnya.
Tumblr media
Saya masuk TK langsung kelas B.
Tumblr media
Saya selalu mendapatkan peringkat 2.
Berdasarkan data ketidakhadiran, ada beberapa hari yang terdata bahwa saya tidak masuk tanpa keterangan tiap catur wulan. Awalnya saya bingung kenapa orang tua saya tidak mengabari guru saya ya? Oh iya, saat itu belum ada ponsel. Hehehe. Mau izin juga pasti repot.
Mungkin itu sedikit kenangan masa TK saya.
Tulisan ini dibuat dalam rangka mencoba kembali merutinkan menulis dengan mengikuti event #30haribercerita tahun 2025. Saya sendiri tidak yakin bisa menulis dengan konsisten, tapi akan saya usahakan.
Tema hari ini berdasarkan prompt yang saya cari melalui meta AI Whatsapp.
Bekasi, 5 Januari 2025. 14.40 WIB.
3 notes · View notes
sepertibumi · 2 years ago
Text
[NASEHAT IBUK]
Tumblr media
"Buk, gimana dulu caranya Ibuk yakin kalo Ayah emang jodoh Ibuk? Apa karena udah ada rasa cocok dari awal?"
Dan obrolan panjang pun dimulai.
"Mbak, ga ada cocok yang benar-benar cocok. Cocok itu diusahakan. Kalau kamu punya 5 kriteria dan ternyata pasanganmu hanya memenuhi 3/5, dua sisanya brarti harus kamu tolerir. Inget, ga ada yang sempurna. Ga ada yang benar-benar 100%. Karena pernikahan itu isinya tentang penerimaan dan saling melengkapi."
"Kita sama-sama belajar dari awal, sama-sama terus berusaha untuk mengenal. Menerima dia berarti juga menerima segala kurang dan lebihnya. Kita ga bisa milih untuk ambil lebihnya aja."
"Nanti kamu akan hidup dengan segala sifatnya. Semuanya akan terlihat setelah pernikahan. Mungkin akan ada satu sifat buruk yang kamu ga suka dan itu akan terus berulang dan berulang kali terjadi. Disitulah nanti sabarmu akan diuji. Pesan ibuk, sepahit apapun, hadapi."
"Apapun masalahnya, seberat apapun ujian di depan nanti, usahakan untuk tetap menjaganya rapat-rapat. Tahan untuk menceritakannya kepada siapapun, sekalipun ke Ibuk. Karena kamu anak Ibuk dan Ibuk pasti akan bela kamu. Padahal Ibuk ga tau apakah benar kamu yang salah atau bukan."
"Telan semuanya berdua. Susahnya, senangnya. Jangan pernah libatkan orang lain. Karena jawabannya pasti kembali ke kalian berdua."
"Buk, apa Ibuk yakin aku bakal nemuin orang yang tepat?"
"Ibuk selalu yakin bahwa kamu akan mendapatkan orang yang baik, yang kamu ridhoi agamanya, yang sesuai dengan keinginan dan doa-doamu."
Sisanya hening dengan aamiin kencang yang riuh dalam hati. Dan berakhilah sedikit obrolan Ibuk dan putri kecilnya yang mulai beranjak dewasa.
247 notes · View notes
ruang-bising · 1 year ago
Text
"Kau Membawa Lebih Dari Sepotongnya, puan..."
Tumblr media
Bu, maaf jika bujangmu ini lebih jarang pulang kerumah dibanding dulu yang seminggu sekali menengokmu ke rumah, maaf juga tatkala kembali ke rumah tidak bisa terlalu banyak mendengar keluh-kesahmu. Diam yang kutunjukkan, berekspresi pun seadanya.
Bu, cerita tentang mimpi-mimpi besarku juga tak bisa kau dengar sementara dulu, terpaksa harus terjeda...
Aku sudah bilang kan bu, aku akan kembali berkelana setelah memutuskan resign dari pekerjaanku? Minggu lalu aku di baduy dalam, hari ini aku berada di pedalaman gunung kidul, di pinggir pantai selatan yang tak bernama, sendiri. kugunakan separuh tabunganku untuk menghilang tanpa khawatir ada yang mencariku, berjalan tanpa tujuan demi menemukan tujuan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa rencana. Apa itu rencana?
Kau tau bu? Seseorang yang menjadi penyebabku berkelana sejauh ini pernah berkata, "Aku hidup untuk hari ini dan besok saja." Terdengar klise namun sepertinya bagus untuk kujalani seperti itu. Setelah kecewa dengan rencanaku, kubiarkan diri ini berjalan mengikuti rencana Tuhan yang entah bagaimana.
Bu, memang benar katamu, ada beberapa orang di hidup kita; yang ketika ia pergi, ia juga membawa sepotong hati kita.
Seseorang datang bu, kau kenal, dia adalah yang paling banyak kutulis di catatan harianku, yang paling bangga pula kuceritakan padamu. Dia adalah pertimbangan dalam setiap keputusan dan rencanaku. Ah, khayalanku sudah sejauh itu, bu. Tapi sayang bu, dia tidak bisa hidup dalam rencanaku, hidupnya sudah terpatri pada rencana keluarganya. Bagi mereka, orang sepertiku tak ada dalam rancangan untuk putri/saudari tercintanya itu.
Bu, terkadang hidup memang sialan, aku dipaksa harus menjadi orang baik, tak boleh marah dan harus selalu sabar. Hal itu pula yang membuat dunia semena-mena terhadap kita, bu.
diriku, 'bak pasar malam, dunia datang dan pergi mencari hiburan, wahana usai aku kembali sendirian, dengan sepi dan sisa kubangan tanah becek serta lumpur di badan.
Bu, badai kali ini kencang sekali, hanya gigil ringkih yang kau dengar jika sekarang aku kembali kepadamu, remuk jiwaku, tulangku sedang tidak membara.
Lagi-lagi memang benar katamu, ada beberapa orang di hidup kita; yang ketika ia pergi, ia juga membawa sepotong hati kita....
190 notes · View notes
fitryharahap · 20 days ago
Text
Kli·maks
Setelah semua perang yang kita menangkan, aku memilih menyerah.
Tangan yang dulu kugunakan untuk meletakkan batu pertama—fondasi—hubungan ini bersamamu, adalah tangan yang sama yang kugunakan untuk meletakkan batu terakhir, sebagai nisannya.
Dan, aku tak akan pernah bertanya lagi, apakah semua perjuanganku pernah berarti bagimu.
9 notes · View notes
zhaf · 1 month ago
Text
11/30 I Menjadi perempuan
Katanya, perempuan itu jika tidak disibukkan dengan ilmu, dia akan disibukkan dengan perasaannya.
Ada beberapa pesan yang disampaikan oleh Ibu dosen aku di kampus hari ini. Beliau adalah seorang pegawai negeri yang pernah belajar di sebuah lab forensik. Menurutku, beliau adalah salah satu potret guru dan perempuan yang sangat inspiratif. Beliau mencoba untuk menyampaikan bahwasanya suatu saat nanti, aku harus bisa menjadi wanita yang tangguh dan independent. Tidak pernah bergantung pada lelaki manapun. Walaupun pada akhirnya untuk menjadi seorang perempuan tugas kita nanti tetaplah mengabdikan diri kepada suami. Tapi mengabdikan diri bukan berarti mempasrahkan segala hal.
Kelak, kita harus menjadi seorang perempuan yang pandai, selektif, dan tegas dalam mengambil sebuah pilihan. Jaman sekaarang, perempuan itu tabiatnya adalah memilih, bukan dipilih. Maka berbijaksanalah untuk menggunakan privilege tersebut. Banyak-banyaklah untuk memperbaiki value dan diri kita, karena kelak kita akan dipertemukan oleh seseorang sesuai dengan value yang kita miliki. Like value attracts value.
Maka dari itu,
Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). 24:26.
Ciputat, 11 Januari 2025
8 notes · View notes
darikatakata · 2 months ago
Text
Hujan
Rintik kecil kurasakan saat melintas di pinggir jalan, saat kulihat ternyata berasal Dedaunan yang basah. Rupanya hujan sisa kemarin yang masih menyisakan bekas. Berjalan terus sampai kulihat lagi oh ternyata terdengar suara hentakan langit. "Sepertinya akan hujan lagi "ujarku.
Kiper cepat langkahku menuju sebuah kedai kopi kekinian yang tampak ramai. Singgah dulu sebentar menunggu hujan pikirku. Benar sekali tak lama hujan mengguyur jalanan yang kulewati.
Ku pesan segelas coklat panas untuk menemaniku duduk sembari menunggu hujan reda. Duduk di pinggir jendela sambil menatap keluar kedai kopi. Ku hembusan nafas dan mulailah dalam lamunan dan pikiran tentang "apakah aku bisa melihat hujan di esok hari?"
4 notes · View notes