#pola pikir
Explore tagged Tumblr posts
Text
Menghadapi Hasil yang tidak sesuai dugaan
Photo by N I on Unsplash
Dalam hidup ini tentu kita memiliki target yang ingin dicapai, baik itu dalam kehidupan, pendidikan atau pekerjaan. Namun di sisi lain, kita menyadari dengan penuh bahwa keadaan di dunia ini tidak bisa kita kendalikan, satu-satunya yang bisa kita kendalikan adalah diri kita sendiri, sehinggu bukan hal yang langka kita menjumpai bahwa target yang ingin kita capai, akibat satu dan lain hal, tidak bisa tercapai atau tertunda, menghadapi situasi tersebut kita memerlukan beberapa kemampuan untuk bisa tetap bertahan, karena hal yang paling umum terjadi kita justru terlarut dalam emosi kekecewaan yang sebetulnya kalau kita ubah sudut pandang kita, masih ada banyak cara untuk menggapai target kita tersebut. Oleh sebab itu melalui tulisan ini, saya ingin mengajak pembaca untuk sedikit berefleksi terhadap kondisi yang tidak sesuai dugaan atau perkiraan.
Banyak hal diluar kendali kita
Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, dalam menjalani kehidupan ini kita harus selalu menetapkan pola pikir bahwa banyak hal berada di luar kendali kita, seperti dalam perjalanan dari rumah ke kantor, bisa saja di tengah jalan terjadi kecelakaan dan lain sebagainya, sehingga membuat perjalanan kita terlambat, oleh karena-nya sangat penting untuk mempersiapkan rencana cadangan saat sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginan kita, dalam hal berangkat ke kantor, kita bisa mempertimbangkan untuk memberikan spare waktu lebih, sehingga apabila terjadi hal diluar dugaan seperti kecelakaan, kita lantas bisa berganti moda transportasi atau bisa mengambil jalan lain, intinya selalu siapkan rencana cadangan.
Ada banyak jalan menuju Roma
Mengutip kata-kata bijak tersebut, sebetulnya kita jangan menutup jalan kita sendiri dengan pola pikir yang salah, sering kali saat suatu cara tidak atau belum berhasil, kita cenderung untuk menutup berbagai kemungkinan lainnya yang bisa kita coba terlebih dahulu sebelum memutuskan bahwa kita sudah gagal, seperti perjalanan ke Roma yang bisa dicapai dengan jalur laut, udara ataupun darat, mungkin untuk mencapai target kita, kita perlu mencoba cara atau jalur lain, saat menghadapi hambatan di depan kita, intinya jangan menutup jalur lainnya sebelum kita benar-benar mencoba dan mendapatkan hasilnya.
Terkadang yang kita butuhkan adalah mencoba sekali lagi
Ada satu film yang sampai saat ini begitu berkesan untuk saya, judulnya "Hacksaw Ridge" di film tersebut ada seorang tokoh bernama Desmond Doss yang diperankan oleh Andrew Garfield, film itu mengambil latar saat perang dunia ke 2, dalam satu ketika tentara Amerika menghadapi tentara Jepang, disaat itu tentara Amerika baru saja mengalami serangan dari tentara Jepang, sehingga banyak berjatuhan korban di pihak Amerika, disaat semua orang ingin menyelamatkan dirinya masing-masing, Desmond Doss justru berusaha menyelamatkan semua rekan-rekannya yang masih bisa terselamatkan, salah satu kata-kata Desmond Doss yang berkesan adalah
"Please, Lord. Help me get one more. Help me get one more.",
mungkin konteksnya agak berbeda, tapi ketika kita berusaha untuk terus memotivasi diri kita untuk terus mencoba sekali lagi (disertai dengan doa), mungkin kita akan berhasil di kesempatan berikutnya, kita tidak pernah tahu
Menghadapi Kegagalan dengan pola pikir baru
Setiap orang pernah mengalami kegagalan, namun apa yang kita katakan kepada diri kita (atau orang lain) itu bisa betul-betul mengubah kehidupan seseorang. Saat kita berkata yang buruk terhadap diri kita akibat kegagalan tersebut, berhati-hatilah, itu bisa menjadi semacam afirmasi negatif, selalu berikan diri kita kata-kata positif yang membangun (memang tidak mudah), selalu ingat saat kita berhasil mencapai sesuatu, bagaimana puji-pujian yang kita dapatkan membuat kita bersemangat, jangan jadikan kegagalan sebagai alasan kita untuk memberikan label buruk terhadap diri kita. Mungkin saat kita gagal, itu adalah saat kita bisa berefleksi terhadap apa yang sudah kita lakukan, apakah kita kurang persiapan atau apakah ada hal yang belum pernah kita lakukan, bersedih boleh, tapi ingat hidup terus berjalan, jangan terlarut dalam kegagalan apalagi sampai memberikan cap negatif terhadap diri kita.
Kenali diri kita sejak awal
Dari semuanya yang terpenting adalah kita berusaha mengenali diri kita sendiri, apa yang kita mau, apa kekuatan dan kelemahan kita dan lain sebagainya, tentu siapapun bisa asal menetapkan target, tapi ketika kita sudah mengenali siapa diri kita, kita bisa membuat target yang jauh lebih realistis tanpa harus menyiksa diri kita sendiri, karena memang tidak semua target bisa dan harus tercapai, saat kita mengenali diri kita sendiri, kita tentu tahu hal apa saja yang bisa dan harus kita capai
Kurang lebih itulah bahan refleksi bersama minggu ini, terkait dengan menghadapi hasil yang tidak sesuai dugaan, tulisan ini hanya sebagai pengingat untuk diri kita masing-masing, bahwa tidak selalu hasil sesuai yang kita inginkan, tapi bagaimana kita bisa menghadapi kondisi tersebutlah yang membedakan mereka yang berhasil dengan mereka yang menyerah (saya tidak bilang orang yang tidak berhasil dengan gagal, karena kebanyakan mereka menyerah lebih dahulu dan mencap dirinya gagal). Semoga tulisan ini bermanfaat!
#renungan#pengembangan diri#tips#karir#refleksi#kegagalan#keberhasilan#motivasi#mengenali diri sendiri#pola pikir#ketidakpastian
4 notes
·
View notes
Text
Ada hari kurang baik, ada hari baik. Kadang panas, kadang hujan. Kadang senang, kadang susah.
Banyak hal sering berganti-ganti dalam hidup ini. Dan itu gapapa meskipun sering lelah dalam melewatinya.
Warna-warni kehidupan memang seperti itu adanya, tidak ada yang tahu, tidak ada yang bisa menebak.
Jalani saja, terus semangat, apapun yang terjadi. Serahkan bagian yang tak bisa kita kerjakan ke dalam tanganNya.
Semua pasti baik-baik saja ya. 💪🏻✌🏻
#penulis#penulis pemuda#penulis pemula#penulis baru#penulis masa kini#penulis kehidupan#katanya penulis#new writers on tumblr#writers#writings#writes#writer#writing#my writing#writers on tumblr#quotes#positivity#positive quotes#positive#self love#penulismuda#motivasionline#catatan penting#catatan harian#lebih baik#bijak bertindak#bijak perbuatan#mindset#pola pikir#warna warni kehidupan
0 notes
Text
Pola Pikir Positif: Kunci Kesejahteraan Hidup
Pola pikir positif bukan hak istimewa sebagian kecil individu yang beruntung. Menurut Kanal Kehidupan, Sebaliknya, ini adalah aspek yang bisa dipelajari dan ditingkatkan oleh siapa saja yang bersedia terlibat dalam prosesnya. Pola Pikir Positif: Landasan Keberhasilan dan Kesejahteraan Dalam artikel ini, kita akan membahas langkah-langkah praktis yang bisa membantu individu mengembangkan pola…
View On WordPress
0 notes
Text
Berpikir Positif: Resep Kesejahteraan
Tidak hanya sebagian kecil individu yang beruntung yang bisa memiliki pola pikir positif. Menurut Kanal Kehidupan, Sebaliknya, ini adalah suatu aspek yang dapat dipelajari dan ditingkatkan oleh siapa pun yang bersedia melibatkan diri dalam prosesnya. Memperkukuh Pola Pikir Positif: Rahasia Kesuksesan dan Kesejahteraan Dalam artikel ini, kita akan membahas langkah-langkah praktis yang bisa…
View On WordPress
0 notes
Text
Pola Pikir Warga +62
MEDAN, PenaSinergi – Tidak seperti orang Barat yang berpikir secara distingtif, orang Indonesia justru berpikir secara holistik-sintetik. Pola pikir distingtif itu membedakan, menganalisa, memisahkan, bahkan membagi sampai tuntas. Contoh, orang memprotes sesuatu yang salah atau menyesatkan setelah ia baca/dengar, analisa, dan simpulkan secara tuntas. Tragisnya, pola pikir holistik-sintetik…
View On WordPress
0 notes
Text
Memahami Pola Pikir Keuangan Robert T. Kiyosaki
Memahami Pola Pikir Keuangan Robert T. Kiyosaki
tebuireng.co- “Kaya dan miskin itu takdir!” begitu banyak masyarakat yang mengatakan demikian. Hal ini cukup bertentangan dengan Robert T Kiyosaki penulis buku literasi finansial yang cukup banyak disukai. Melalui bukunya yang berjudul The Cashflow Quadrant, Robert T. Kiyosaki memberikan solusi permasalahan banyak orang sekaligus menjadi solusi isu dunia terkait resesi ekonomi. Setelah terbitnya…
View On WordPress
1 note
·
View note
Text
33 Tahun dan mengapa belum menikah di usia ini?
Ini tentu bukan bercerita tentangku, tapi tentang pengamatan. Sebagai penulis, beberapa kali melakukan proses interview, ngobrol, bertukar pikiran, dan sebagainya. Dulu, pandangan seperti ini tidak banyak kutemukan karena dulu usiaku masih 24 tahun saat memulai karir. Sekarang, tahun ini telah beranjak 33 tahun, sebentar lagi anak pertama masuk SD. Dan beberapa kali juga, melalui istri, ditanya apa ada temanku yang bisa dikenalkan ke teman-temannya istri. Yang tahun ini, menjelang kepala tiga. Dari proses-proses yang risetku selama menulis dan apa yang terjadi, datanya tidak sesederhana itu. Kita berada di lingkungan yang baik, tidak serta merta membuat kita langsung ketemu pasangan hidup yang sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Dipadu padankan dengan obrolan bersama psikiater beberapa waktu terakhir. Ada beberapa pendapat subjektif yang bisa kuhadirkan dari seluruh kumpulan riset itu, nanti kalau kamu ada lainnya, boleh ditambahkan : 1. Kehidupan yang semakin materialistik, ukuran terhadap materi dan kesiapan materi menjadi parameter yang sangat menentukan dalam pernikahan. Dan ukuran ini membesar, seperti kepemilikan rumah, kendaraan, atau gaji dalam nominal tertentu, serta tuntutan hidup materialistik (apa-apa diukur dengan uang) ini berpengaruh pada pola pikir dan kesiapan orang untuk menikah. Memang, mempersiapkan finansial untuk menikah itu penting, tapi ketika semua keputusan berpusat pada uang - mendominasi pikiran. Itulah awal mula dari kondisi tersebut. Apakah kamu setakut itu pada masalah rezeki? Kondisi yang sangat mungkin berbeda dengan waktu orang tua kita dulu. 2. Kondisi mental dan emosional yang belum pulih. Percaya atau enggak, orang lain bisa merasakan apakah kita ini cukup stabil atau se-eror itu. Apalagi jika keeroran kita tervalidasi melalui asesmen. Kita perlu untuk mengakui dan menyadari kalau memang kita perlu meluangkan waktu untuk mengobati diri sendiri. Kalau pun butuh waktu beberapa tahun, ya itu bagian dari konsekuensi. Karena masuk ke dalam pernikahan memang memerlukan kondisi mental emosional yang cukup kuat. "Badai"nya sesuatu, dinamikanya sangat beragam, dan tantangan yang akan dihadapi sangat berbeda dengan saat kita masih single. Kita akan berkompromi dengan banyak sekali orang. Apalagi jika nanti kita memiliki anak. Mereka perlu orang tua yang sehat jiwa dan pikirannya. Agar jangan sampai, kalau saat kita memiliki trauma, ternyata tanpa sengaja menjadi penghambat bagi anak-anak kita. 3. Romantisasi keadaan. Belum menikah di usia tersebut sebenarnya itu bukan masalah, tidak ada panduan bahwa menikah itu harus usia 25-30. Tidak ada dosanya juga belum menikah di umur 30 lebih. Tapi, membiarkan diri meromantisasi keadaan sehingga dari sana kita merasa mendapatkan dukungan, validasi, pembenaran pendapat, dan apapun yang sebenarnya digunakan untuk menutupi kekhawatiran diri karena belum menikah. Alih-alih berusaha untuk membangun persepsi diri yang benar, pandangan hidup yang lebih luas, dengan demikian kita bisa memiliki value kita sendiri yang kuat, yang tidak goyah saat kita sendirian dikamar yang sepi, atau saat di tengah kumpulan keluarga.
4. Tidak siap dengan masalah. Kalau kata buku yang kubaca, menikah itu seperti memilih masalah yang akan kita jalani seumur hidup, jadi pilihlah masalah yang kamu mau menjalaninya. Tontonan berupa film, drama, dan romanitasi yang berseliweran di media sosial secara tak sengaja membangun kesadaran kita bahwa menikah itu pasti akan sebahagia itu. Ini juga berkaitan pada poin satu tadi salah satunya. Tidak siap dengan beragam masalah, harus beradaptasi dengan beragam kondisi, kompromi dengan pasangan, belum lagi hal-hal lainnya. Tidak setiap pernikahan itu selalu dimulai dengan sudah memiliki rumah, kadang harus ngontrak. Tidak dimulai dengan langsung ada mobil, harus kerja bertahun-tahun dulu. Belum lagi nanti kalau harus memilih sekolah anak yang disesuaikan sama budget keluarga. Belum lagi, bersosialisasi dengan masyarakat. Singgungan yang banyak itu akan menciptakan dinamika, salah satu dinamikanya adalah masalah-masalah tersebut. Belum lagi dinamika soal tinggal di mana, siapa yang akan ngejar karir duluan, dan berbagai pembagian peran dan tugas dalam keluarga. Apakah kamu siap menghadapi dan berkompromi dengan beragam masalah itu? Sesuatu yang memang sudah sepaket dengan pilihanmu untuk berkeluarga.
Apakah kamu bisa membayangkan? Empat dulu, ada banyak temuan lainnya dari hasil diskusiku selama ini. Pendapat di atas sangat subjektif, benar-salahnya tidak mutlak. Tapi semoga bisa menjadi pelajaran penting. Pelajaran yang membuat kita bisa memiliki perspektif yang lebih luas dalam mengamati sesuatu. Ada tambahan? (c)kurniawangunadi
609 notes
·
View notes
Text
Kamu dan Sebuah Nilai
Akhir-akhir ini, setelah punya anak, mba ku lebih sering cerita soal tumbuh kembang anaknya, dan ya, aku support sekali dengan hal itu, beberapa informasi terpecaya coba aku berikan supaya ponakanku bisa tumbuh dengan lebih baik dari kita, insyaAllah dengan izin Allah
Tapi kemarin, entah kenapa, random saja, isi chatnya berbeda haha "eh sama adik kelasku aja" bagian ini tidak perlu ditafsirkan, rasanya yang membaca pun sudah paham, apalagi masih di suasana syawwal; (hayo, udah selesai puasanya belom?)
Lanjut ku jawab dengan lugas dan sepertinya agak tegas "engga deh hahah"
Obrolan kita berlanjut, dan ku tekankan satu hal yg mungkin terdengar terlalu idealis; kalau itu soal 'kamu' maka harus lekat dengan soal 'nilai'
Yes, di era akhir jerman ini (aih, maksudnya akhir zaman), mencari 'kamu' itu nampaknya bukan persoalan yang rumit. Persoalan populasi sudah terbukti lebih banyak. Persoalan kesiapan, nampaknya juga terlihat siap, namun soal 'nilai' yang rasa-rasanya amat sangat sukar dicari
Mengapa 'kamu' harus lekat dengan 'nilai'; itulah pembeda, itulah yang menawan, dan rasanya aku sudah tertawan haha
'Nilai' itu yang akan membentuk pola pikir, rasa perasaan di hati, dan tingkah laku. Melihat 'nilai' bisa dilihat dari ketikan lewat tulisan, bisa dilihat dari tutur kata ucapan, hingga bagaimana cara respon dalam bertingkah
Maka, jika soal 'kamu' dan 'nilai' harus lekat, begitupula diriku sendiri hehe, masa kita menuntut orang lain seperti itu, sedangkan kita hanya berleha-leha saja
"Idealis sekali" memang😎 "rumah tangga itu kan ga selamanya membicarakan soal nilai" lho, tapi kan harus dibangun di atas nilai, mau dibiarkan saja tanpa nilai? Ntar ga ada arah tujuannya dong
Lalu kapan ditemukannya 'kamu' yang harus lekat dengan 'nilai'? Entahlah, karena pertama balik lagi ke diri sendiri, yang harus jua punya nilai, kedua berikhtiar meraba-raba hikmah yang Allah berikan hingga hari ini, sembari memperhatikan sekitar, adakah 'kamu' dan 'nilai' yang aku cari?
Sembari mengingat nasihat Kyai Salim A Fillah, soal nilai dalam rumah kita
Rumahku adalah rasa aman dalam genggam jemari ar-Rahman. Rumahku adalah juga derak kekhawatiran, agar tiada lena dalam fana
Rumahkulah kutub yang mendamai hati dan sesenyum rasa; "Masuklah! Berselimut! Rehat!"
Terkadang ia mentari yang menyala, menegur hati, dan menggerak "Keluarlah! Dakwah! Jihad!"
Rumahku perhentian; tempat iman diperbarui, dan ruh diisi ulang, lalu aku harus keluar membukti amalan
Rumahku, menawan tenteram, menggerak bandang. Rumahku mungkin bukan surga, tapi insyaAllah serambinya.
119 notes
·
View notes
Text
Cukup itu Baik
Photo by Amanda Vick on Unsplash
Belum lama ini saya dan teman-teman menjadi begitu bersemangat membahas berita dimana suami dari artis ternama ibu kota dan juga seorang selebgram yang terjerat dalam kasus korupsi, alasannya sederhana, karena nilai korupsi yang terjadi begitu luar biasa besar, yang sepertinya tidak mungkin dimiliki oleh orang biasa, apalagi seorang karyawan seperti saya dan teman saya. Menjadi semakin menarik ketika pembahasan mengarah ke sebuah pertanyaan, "Sampai seberapa kaya sih diri kita sampai kita merasa cukup?". Meskipun sebetulnya topik bahasannya tidak sampai seberapa dalam, tapi pertanyaan tersebut kembali menjadi sebuah refleksi untuk diri saya sendiri, sebetulnya kita bekerja keras (baca:ngoyo) ataupun sampai berhemat setengah mati, sebetulnya mau sampai seberapa kaya sih sebenarnya?
Topik tadi merupakan salah satu topik yang kita bahas, topik lainnya yang juga sempat kita bahas adalah masalah jumlah barang dirumah yang terus menerus bertumpuk, tapi ruangan rumah yang terbatas, disini obrolan menjadi menghangat karena ada saja yang beranggapan bahwa perlu mencari rumah yang lebih besar! ataupun harus memiliki lemari yang lebih besar untuk menyimpan baju atau barang yang dimiliki supaya tidak bertumpuk dan berantakan. Para pembaca sekalian, sampai disini apakah sudah terlihat ada benang merah-nya antara dua topik tersebut? kalau boleh saya tarik benang merahnya adalah pada pola pikir, kita terbiasa mendapatkan asupan informasi bahwa lebih banyak itu lebih baik, sehingga banyak dari kita yang terjebak dalam kebiasaan untuk berbelanja tanpa tahu batasan, hingga akhirnya tanpa sadar, barang dirumah semakin banyak dan bertumpuk sampai-sampai tidak cukup lagi tempat atau rumah yang kita miliki, begitu juga dengan para tersangka korupsi, mereka merasa bahwa lebih banyak itu lebih baik, sehingga mereka terus menerus mengeruk keuntungan (yang banyak merugikan orang lain) untuk terus ditumpuk sampai-sampai mungkin rekeningnya tidak lagi mencukupi sehingga uangnya bercecer dimana-mana, mungkin dari sini semakin jelas yaa apa yang mau saya sampaikan melalui tulisan ini, kita perlu mengubah pola pikir kita, dari banyak itu baik menjadi cukup itu baik.
Menjelaskan kata "Cukup itu baik", kita perlu memahami diri kita, misal dalam hal rumah dan barang-barang yang tidak cukup lagi untuk disimpan, kita harus betul-betul menyadari, seberapa sih ruangan yang kita miliki, seberapa sih kebutuhan kita sebenarnya, sehingga dengan menyadari semua itu, saat kita membeli sesuatu (cth.: baju), kita tahu bahwa sebetulnya kebutuhan kita sehari-hari hanya perlu berapa pasang, sehingga baju atau barang lain yang tidak pernah kita gunakan, mungkin bisa kita buang (tanpa mengurangi rasa hormat untuk para pejuang lingkungan), tujuannya adalah untuk memberi ruang agar yang baru bisa masuk, yang lama bisa keluar, dari situ kita mungkin bisa menyadari bahwa sesungguhnya dengan apa yang kita miliki bisa cukup untuk kita menjalani hidup. Pola pikir yang sama mungkin bisa diterapkan untuk hal lain, misal uang atau kekayaan, kita harus menyadari bahwa mayoritas orang didunia ini tidak bisa kaya raya atau menjadi konglomerat sehingga kita tidak perlu merasa sirik ke para artis atau selebgram yang suka pamer kekayaan, definisi kaya yang kita miliki mungkin bisa sebatas memiliki tabungan dan tempat tinggal yang sederhana, dan pastikan hal itu terpasang didalam pikiran kita, sehingga kita tidak tergoda untuk menjadi "kaya" dalam waktu singkat melalui "korupsi", kuncinya adalah di kata "Cukup", untuk hidup sebetulnya kita tidak perlu memiliki dunia ini bukan?
Dengan mengubah pola pikir tadi dari "Banyak itu baik" menjadi "Cukup itu baik", "mungkin" sebagian besar masalah di kehidupan ini bisa terpecahkan, dari masalah eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam, dari masalah pencemaran lingkungan dan dari masalah lainnya yang sebetulnya berakar dari kebiasaan kita untuk memiliki dan mendapatkan segala sesuatunya secara berlebihan. Mudah-mudahan tulisan saya ini bisa menjadi sebuah refleksi untuk kita bersama.
1 note
·
View note
Text
Yang Terjadi = Yang Terbaik?
Beberapa hari yang lalu ikut pelatihan via Zoom. Sesi kali ini diisi Teh Kartini, penulis buku yang sudah kuikuti cukup lama. Karena antusias ingin mendengar pemaparan Teh Kar, perhatianku terfokus pada setiap kalimatnya, sampai akhirnya keluar satu kalimat yang rasanya seperti mengetuk hatiku lebih “keras”.
“... Kalau sudah terjadi, yaa berarti itu takdir terbaik ...,” kata Teh Kar.
Setelah mendengar kalimat itu, aku seolah masuk ke dalam pikiranku sendiri.
“Oh iya yaa,” respon cepatku saat itu, yang akhirnya kembali merenungi bagaimana selama ini diriku bisa terlupa akan fakta itu ...
Kepingan beberapa kejadian menampakkan dirinya dalam ingatan, mencoba menyusun segala kemungkinan yang membawaku semakin menyadari makna dari kalimat tersebut.
Beberapa kali Teh Kar memaparkan kalimat tersebut, yang juga sekaligus menjawab pertanyaan salah seorang peserta pelatihan.
“Apapun yang kita benci, sekalipun itu penyesalan, sekalipun itu masa muda yang kita sia-siakan, kalau sudah terjadi, maka itu yang terbaik. Sebaliknya, apapun yang kita suka, kalau itu belum terjadi, maka itu belum tentu baik.”
Aku kemudian teringat bagaimana saat menuju tahun ketiga kuliah, aku pernah berbagi cerita dengan teman-teman di salah satu organisasi kampus tentang sabar dan ikhlas. Dalam proses berbagi cerita itu, jawaban atas kegagalanku beberapa tahun sebelumnya akhirnya terjawab.
Memang benar, terkadang hikmah suatu kejadian belum bisa langsung kita temukan saat itu juga, sesaat setelah kejadian itu terjadi. Namun, percayalah bahwa setiap kejadian yang Allah takdirkan terjadi, maka itu adalah yang terbaik. Cepat atau lambat, kita pasti akan menyadarinya dan akan dibuat bersyukur karena cinta Allah yang begitu besar.
Dan pada akhirnya, kita akan menemukan momen-momen di dalam hidup ketika kita menyadari kalau pola pikir yang membentuk kita saat ini, pencapaian yang sudah kita raih, dan titik keberhasilan lain dalam hidup ini merupakan satu paket dengan kegagalan dan kesedihan yang sudah terjadi.
“Dunia itu tempatnya sulit, tapi bukan berarti kita kecil untuk menghadapi kesulitan tersebut. Kita punya Allah yang membesarkan kita. Kita mampu karena Allah mampukan kita. Kita kuat karena Allah yang menguatkan kita.”
Semangat, yaa?!
92 notes
·
View notes
Text
Cara Mengatasi Pikiran Negatif dengan Sukses
Pola pikir positif tidak terbatas pada segelintir individu yang beruntung. Menurut Kanal Kehidupan, Namun, ini adalah hal yang bisa dipelajari dan ditingkatkan oleh semua orang yang mau terlibat dalam prosesnya. Mengembangkan Pola Pikir Positif: Kunci Menuju Keberhasilan dan Kesejahteraan Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi langkah-langkah konkret yang dapat membantu individu mengembangkan…
View On WordPress
0 notes
Text
(Kembali) Baik-baik Saja
Dua pekan yang lalu, saat hari-hari yang berat sedang hadir, saya sempat merasa khawatir tentang diri saya sendiri. Sampai-sampai, saya mengatakan kepada suami, "Mas, setelah ini aku gimana, ya? Apakah aku benar-benar akan baik-baik saja?" Bukan tanpa alasan, saat itu rasanya memang begitu berat, terpukul, sedih, dsb. Sebenarnya saya sudah pernah melewati hari-hari berat sebelumnya, tetapi untuk yang ini, saya seperti tidak bisa melihat adanya harapan akan kebaikan yang tersedia di depan.
Selama beberapa hari, kekhawatiran itu ternyata masih tetap ada. Saya bukan tidak ingin berbahagia, tetapi rasanya seperti sedang berada dalam kondisi anhedonia: sulit untuk berbahagia dan merasakan kesenangan. Saya pun mudah menangis (bahkan saat sedang diam atau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak membuat saya sedih), merasa kehilangan energi untuk melakukan apapun, tidak nafsu makan, dan rasanya tidak tertarik untuk tertawa meski sebenarnya saya adalah orang yang mudah terhibur oleh hal-hal yang sederhana. Dalam kondisi demikian, saya bertanya-tanya,
"Ya Allah, saya memahami bahwa saya tidak seharusnya merasakan ini. Saya tahu apa yang seharusnya saya pikirkan dan lakukan terhadap ketetapan yang sedang Engkau hadirkan ini. Tapi mengapa semua rasanya seperti di luar kendali?"
Begitulah, saya merasa ingin bangkit, tapi tidak bisa. Ingin kembali mengambil kendali atas diri, tapi tidak bisa. Ingin bisa tertawa, tapi pun saya tidak bisa melakukannya. Saya bingung, mengapa saya begitu lama bersedih? Mengapa rasa-rasanya ini bukan saya yang biasanya? Saya tetap berupaya (berdialog dengan orang-orang terdekat, menata pola pikir, mengelola emosi, terus berdoa dan berdzikir, dsb), meski saat itu saya tidak tahu apa yang akan menjadi akhir dan jawaban dari upaya yang saya coba lakukan. Namun, saya kemudian menyadari bahwa di titik itu saya sepertinya sedang dididik oleh Allah untuk memahami lebih dalam sebuah ayat yang pernah saya tuliskan di buku Mendewasakan Rasa,
"Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan manusia tertawa dan menangis." - QS. An-Najm: 43
Yup! Emosi memang datang dan pergi, tertawa dan menangis memang datang silih berganti, namun kendali atas semuanya ternyata tidak pernah benar-benar ada pada diri kita melainkan pada Allah saja. Sekuat apapun kita mengusahakan agar kita bisa segera baik-baik saja, kalau menurut Allah ujian untuk kita belum selesai maka ya belum selesailah kita dengan kondisi tidak baik-baik saja yang sedang terasa. Pun sebaliknya, seterpuruk apapun kondisi diri kita, kalau menurut Allah sudah saatnya kita kembali tenang dan tertawa, maka semua akan mudahlah adanya. Pada akhirnya, ranah kita memang hanya di ranah upaya; mengupayakan yang terbaik untuk kembali baik-baik saja. Soal hasilnya? Semua tentang bagaimana Allah "bekerja" dan senantiasa mengurus hidup kita.
Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat. Atas seizin Allah, terlepas dari apapun yang teralami di hari-hari sebelumnya, hari ini ternyata saya kembali baik-baik saja: saya kembali merasakan energi yang menyala di dalam diri untuk bisa melakukan berbagai aktivitas dan menunaikan amanah-amanah yang ada, saya kembali tertawa hanya karena melihat reels lucu di Instagram, saya kembali merapikan rumah dan mencuci baju, saya kembali memimpin rapat, saya kembali berolahraga, dan saya pun kembali berpraktik sebagai psikolog dan menangani klien-klien dengan kondisi perasaan yang sudah jauh lebih stabil dari sebelumnya. Ya Allah, saya pikir saya tidak akan seperti ini lagi :")
Rupanya benar bahwa semua yang ada di hidup dan kehidupan kita itu ada dalam genggaman Allah. Selepas hari-hari yang berat datang, kita pun tidak semata-mata akan bisa mendewasakan rasa dan kembali menjalani hidup sebagaimana mestinya kalau bukan karena kehendak Allah.
Kalau kamu sedang merasa tidak baik-baik saja di hari ini, tetaplah mengupayakan yang terbaik yang bisa kamu lakukan untuk menjemput kondisi diri yang lebih baik. Itulah ranahmu, amal shalihmu. Sisanya, bergantunglah sepenuh utuh kepada Allah. Sebab, jika menurut Allah durasi ujianmu sudah selesai, maka semua akan selesai dan atas seizin-Nya kamu akan kembali baik-baik saja. Semangat, ya!
Wallahu 'alam bishawab.
78 notes
·
View notes
Text
Was she really trustworthy?: urging you to squeeze your brain with me in this case.
The one and only rule: To maintain a respectful environment, I expect all discussions to be constructive and healthy. Suspicion and inappropriate language are strictly prohibited. It is essential to renavigate our intentions accordingly. May Allah always guide us closer to what is right!
The story will be delivered in Bahasa Indonesia.
Halo. Assalamualaikum.
Saya akan mencoba memberikan POV saya, yaa, mengenai akun sedekah di lamanbiru ini. Untuk selanjutnya, saya akan menyebut akun tersebut dengan kata-kata “Ma-eum” (bahasa korea dari “hati”). Kita sebut dengan Mbak Ma-eum.
Saya memulai perjalanan saya dengan tumblr tahun 2021 (kalau nggak salah ingat) di akun @khaylillahtahzanu. Akunnya deactive sekarang. Yuk baca sampai akhir kenapa bisa deactive. Padahal saya aktif share tulisan saya dan branding writing saya disana. Buktinya, akun instagram saya dengan nama @khaylillatahzanu, masih menyimpan history tulisan itu. Kalau mau di-stalk, ada satu foto yang saya pin, captionnya berisi alasan kenapa saya deact tumblr itu. In essence, tumblr itu adalah dunianya saya dalam nulis!
Tahun 2022, Mbak Ma-eum DM saya di akun TUMBLR @khaylillahtahzanu (selanjutnya saya sebut akun K), meminta sedekah untuk adik-adik. Saya saat itu nggak gubris. Perasaan saya justru malah, “Lho, kok dia berani ya nge-DM orang asing untuk minta uang?”. Lobus frontal saya masih dikuasai akal sehat dan butuh bukti untuk dukung keputusan saya. Karena tiba-tiba di DM meminta sedekah, siapa yang nggak kaget, sih?
Tahun 2023, saya buka tumblr lagi. Saya buka lagi history DM itu. Ceritanya saya tergerak untuk sedekah. Wah, kata-kata Mbak Ma-eum tuh manis sekali dan lembut. Akhirnya saya tergerak untuk sedekah rutin (subuh) melalui dia. Semoga ini bukan riya yaa.
Selama 2023 berjalan, saya kadang gak rutin sedekah subuh ke dia juga sih. Tapi saya mulai melihat pola. Kalau saya udah berhenti transfer, dia akan nanya, apakah ada intensi saya untuk sedekah bagi adik-adik lagi. Awalnya saya risih karena “Kok sedekah tuh semacam ditagih ya?” tapi saya hilangkan perasaan itu. Salah saya. Saya nggak acknowledge perasaan saya. May Allah forgive. Tapi selanjutnya, saya mulai merasa nggak nyaman. Baca sampai akhir yaa, ketika saya akhirnya overwhelmed dengan chat dari dia setiap bulan/minggu soal pertanyaan intensi sedekah ini.
CERITA SAYA
Nah, ini dia skenario itu dimulai. Mbak Ma-eum DM saya dan meminjam uang. Iya. Meminjam uang. Ini terjadi di bulan July 2023. Beliau minta ke akun K. Karena akun K saya kan sudah deact, jadi bukti ini saya minta ke mbak @andromedanisa (untuk jelasnya kenapa aku SEMPAT kirim bukti ini ke Kak Nisa waktu itu, baca sampai akhir ya!). Jadi masih ada bukti tertinggal. Terlampir:
Awalnya saya bingung juga. “Kok berani banget nih? Makin menjadi-jadi? Malah mau minjem uang? Apa sangking susahnya ya hidupnya?” Waktu itu narasinya adalah anaknya (aisha, kalau tidak salah), mau kontrol terapi tumbuh kembang. Suaminya qadarullah sakit. Waktu itu dia bersumpah bahwa dia telah malu meminjam uang kemanapun dan cara dia meminjam uang ke saya adalah cara yang dia akhirnya putuskan. Tadinya sih Mbak Ma-eum katanya malu minjem, tapi dipaksain muka tebel gitu istilahnya.
Yang menarik, disini dia menegaskan bahwa akadnya BUKANlah meminta. Melainkan pinjam. Gini narasinya more or less, “Mbak (saya maksudnya), ini akadnya saya pinjam ya. Saya akan balikin.” berkali-kali dia sebutin soal akad dalam pinjam-meminjam. Walau saya bukan orang finansial, saya paham bahwa akad yang jelas itu merupakan hal yang penting. Salah satu perintah Allah pertama kali juga kan di Surah An-Nisa ayat 29. Surah Madaniyah. Perintah pertama ke muslim at its infancy. (reference: buku Revive Your Heart by Nouman Ali Khan).
“Berarti amanah yaa. Beliau mengerti mengenai akad.” pikir saya. Sampai bulan-bulan selanjutnya pun saya tidak menagih kembali. Saya yakin dia amanah dan akan kembalikan uangnya.
Agustus 2023, saya mulai curiga dan merasa sedikit nggak nyaman. Kenapa? Karena beliau ingin meminjam uang lagi. Nominalnya 900.000. Wow. Sangat besar menurut saya. Walau yang juli 2023 lebih kecil dari itu ya, saya merasa bahwa ini sudah tidak benar. Disini perasaan saya sudah nggak nyaman, tapi saya tetep meminta pertolongan Allah buat nggak cuekin dan say indecency words ke saudara seiman saya saat dia meminta sedekah (salah satu anjuran di Quran juga kalau nggak salah inget).
“Waduh, pinjeman juli 2023 aja belum dibalikin, punya audacity banget kok ya orang ini untuk minjem lagi. 900.000 pula”. Nominal 900.000 itu yang saya ingat ya. Ya justru saya tolak meminjamkan. Saya bener-bener jadi merasa penuh tiap ada DM dari Mbak Ma-eum. Seakan-akan kok jadinya bergantung ya? Astaghfirullah.
Desember 2023, saya akhirnya kirim uang lagi (yaa lagi ada. Buat sedekah). Waktu itu narasinya bahwa ada adek Naya yang ingin paket C atau ingin berangkat les karena ujian. Untuk penjelasan narasi-narasi, saya akan ceritakan di section beda ya.
Lalu, 2024 pun datang. Saya gerah banget nih. Mulai gerah. Mbak Ma-eum kok masih punya audacity untuk chat saya minta sedekah ya? Tapi nggak ada omongan soal akad pinjem uangnya dia? Waduh, disini saya pikir udah nggak bener.
Januari 2024, saya akhirnya minta dia balikin dengan cara cicil. Sudah terlalu lama menurut saya. Juli 2023 sampai januari 2024, hitung aja deh. Dia kirim 50.000 dulu. Dia bilang mumpung uangnya belum kepake apa-apa. Oke, gapapa. 50.000 diterima (nanti section bukti mutasi rekening dan cerita dibaliknya, akan saya tulis dibawah).
Februari, Maret 2024… saya nungguin… kok nggak ada ya kabar lagi? Mbak Ma-eum masih sama. Masih setia ngirim pesan menanyakan kesediaan saya sedekah. Yang saya ingat di Februari, ada adik siapa gitu namanya, butuh sepatu. Yaudah saya gerah. Saya tanyain alamatnya buat kirim sepatu. Ya pada akhirnya ya gak saya kirim sih. Soalnya ternyata gaada sepatu yang sesuai HAHAHA.
Kemudian, saya diemin tuh.. Tapi kayaknya ada lah ya 1-2 hari saya kirim untuk transfer sedekah.
Di maret 2024 juga ada kejadian menarik. Ini dia. Tahan ya bacanya. Saya DM mbak Ma-eum untuk izin.. bahwa saya mau block dia! Kejam? Menurut saya nggak. Soalnya latar belakang keputusan saya tuh gini: 1. Saya udah capek secara hati karena ditagih sedekah terus. 2. Tidak ada itikad untuk bayar hutangnya. 3. Saya merasa takut buka tumblr karena capek liat DM dia yang menanyakan perihal sedekah terus.
Saya overwhelmed.
April 2024, saya memutuskan untuk menagih hak saya. Selain ya karena saya butuh uangnya.. Saya merasa bahwa saya harus nagih hak saya yang ini. Karena akad di awal itu meminjam. Saya gabisa mengkhlaskan gitu aja. Saya buka block tumblr saya ke dia. Eh eh, kok saya nggak bisa check profile dia ya? Apakah saya di-block juga? Ini ceritanya kepanjangan, tapi langsung intinya… saya saat itu akhirnya meminta bantuan Kak Yasir Mukhtar dan Kak Nisa. Saya jelaskan kronologinya dan meminta tolong mereka untuk bantu chat Mbak Ma-eum. Saya sertakan juga bukti Mbak Ma-eum meminjam uang ke saya. Nah, ini menjelaskan alasan yaa, kenapa Kak Nisa masih punya bukti SS diatas.
Kenapa kak yasir dan kak nisa? Ketika kamu search “rumahati” di tumblr, ada interaksi anonim nanya ke akun kak yasir serta ada interaksi antara Mbak Ma-eum dengan Kak Nisa.
Waktu itu Kak Yasir yang respon saya, dan dia bantu up soal tagihan utang saya ini ke Mbak Ma-eum.
Alhamdulillah, saat itu, 2 April 2024. Saya harap 2 april 2024 ini diingat ya. Karena akan jadi kunci penjelasan selanjutnya. 2 april 2024 itu akhirnya kami (saya dan Mbak Ma-eum) pindah obrolan ke WA. Saya disitu bilang bahwa tolong balikin uang saya dsb. Saya ingatkan baik-baik bahwa itu akad meminjam.
EH, sebelum itu.. Tentu saya sudah tagih yaa di februari-maret 2024 itu (kalau ga salah ingat). Jawabannya? Suaminya sakit dan baru kecelakaan, sedang tinggal di rumah mertua. Jadi dia bilang untuk makan pun, mertua yang menanggung. Keadaannya tidak memungkinkan, jadi mohon maaf belum bisa menggantikan. Nggak persis sih seperti redaksi kata dia. Tapi di period tersebut, dia punya alasan untuk nggak ngirim sisa pelunasan. Semuanya kisah sedih.
Di 2 APRIL 2024 ini, saya udah menegakkan hati. Bahwa apapun alasannya, saya gak peduli. Uang saya harus balik. Kejam? Menurut saya nggak. Karena saya merasa udah gak kuat punya urusan lagi dengan Mbak Ma-eum. It’s better to cut-off someone who drains your energy. You will be in the same room with me for this one.
Akhirnya, dilunasi. Ini bukti MUTASI nya di rekening BSI saya. Dari rekening BSI dia (a.n Sri Wahyuni 7083952778) ke rekening BSI saya:
Sebelum dilunasi 450.000 nya. Ada yang ngebuat saya curiga dengan Mbak Ma-eum ini. Dia bilang, “Iya mbak, kami lunasi ya. Kebetulan ada uang sedekah tadi.”
Saya gak bisa kasih buktinya. Itu chat yang dia kirim ke WA pribadi saya. History chatnya saya hapus. Kenapa saya hapus? Karena sebelumnya dia guilt-trip saya (well, from my side, I took that as a gaslight or guilt-trip. manipulative!). Salah saya memang... seharusnya saya berpikir jernih waktu itu... seharusnya saya tetep keep chatnya. Tapi ya gimana... sebelumnya aja udah digaslight kayak gitu :((( Sedikit FYI, beneran kaget banget. Sampe beneran kaget. Nangis. (nanti saya lampirkan konsistensi cerita saya ini. Buktinya berupa LIVE CHAT saya 2 april yg reach out ke teman-teman saya. Ada voice note juga pada tanggal 2 april itu, sepertinya mau saya up di file cloud).
Oke, baca sampai akhir ya.
Jadi setelah dia melunasi Rp450.000, saya segera hapus history chat, deact akun TUMBLR khaylillahtahzanu. Kenapa? Saya beneran trauma liat akun itu. Trauma. Saya trauma liat tulisannya yang cenderung akan meng-expose kesedihan adik-adik asuhnya, dsb. Saya pun trauma karena gaslight-nya sangat menyakiti hati saya. Terlebih itu keluar dari jari dirinya. Jari yang ia pakai untuk menulis kalimat-kalimat Allah juga di page tumblr-nya beliau.
Adapun gaslight yang dia kirimkan ke saya melalui chat adalah:
“Mba, maaf banget kalau kami belum bisa bayar. Tapi tolong Mba jangan perlakukan kami seolah2 mencuri uang. Kami tidak tahu apa yang udah menimpa Mba Ervine. Tapi seolah2 kami juga ikut andil atas apa yang menimpa Mba.”
Buktinya? Memang tidak ada bukti chat dia ke saya. Karena history chat WA dia ke saya telah saya hapus. Saya sedih sampai ga sudi lagi untuk liat chatnya, makanya saya hapus (iya saya tau waktu itu langkah saya beneran nggak tepat untuk hapus history chat). Tapi waktu itu saya LIVE CHAT soal penagihan utang ini ke grup yang berisi kakak-kakak saya. Tanggal 2 april 2024. Harap dilihat time-stampnya ya!
Jam 15.33 itu beneran saya nge-copy langsung dari chat Mbak Ma-eum ke grup. Saya gemeteran. Sangat gemeteran. Sangat-sangat gemeteran. Sampai saya ketik ini, saya masih inget perasaan saya kala itu. Lalu, jam 15.36, dia kirimkan pelunasan 450.000.
Bersambung. Pasti masih banyak pertanyaan mengenai kebenaran cerita saya. Saya akan coba jelaskan di section tulisan terpisah. Yang berisi LIVE CHAT saya dan VOICE NOTE saya ke teman dan kakak-kakak kenalan saya. Saya waktu itu beneran sangat shock, jadi meminta banyak orang untuk mewaraskan diri saya.
Jadi, menurut teman-teman, adab sedekah (yang memberikan ataupun pihak yang diamanahi sedekah) dan meminjam uang itu sebaiknya seperti apa?
58 notes
·
View notes
Text
Sustain and Settled
Ngelihat data lifestyle orang indonesia yang mostly lebih besar dari gaji ngebuat gue mikir tentang mana yang lebih tepat antara:
Lifestyle lebih besar dari gaji
ataukah
Gaji tidak mencukupi untuk mendapatkan kehidupan yang layak sebagai manusia?
Di umur segini tentunya banyak banget tuntutan buat gue untuk "memikirkan masa depan" dan "settled". Lalu gue banyak diajari tentang investasi karena konon katanya pola pikir orang kaya itu lebih suka berinvestasi dibanding menghabiskan uang.
Ada banyak kejadian yang membuat gue berpikir bahwa gue baru bisa investasi ketika kebutuhan dasar gue sudah tercukupi. Kalau belum? Kita pada akhirnya harus memilih:
"Mau hidup nggak layak dan tetap menabung"
atau
"Hidup layak dan mencari penghasilan tambahan"
Sampai pada akhirnya gue pun berpikir lagi tentang mana yang lebih kita suka:
"Punya dua kerjaan atau satu kerjaan?"
Kalo sama-sama layak, jelas gue memilih satu. Apakah gue malas? Enggak. Gue lebih mikir bahwa tekanan tinggi nggak selalu menghasilkan intan. Bahwa rekreasi juga termasuk kebutuhan manusia. Bahwa membentuk relasi sekitar dengan sehat juga termasuk kebutuhan manusia.
Gue seneng banget kalo ditakdirkan kaya. Tapi keinginan utama gue ya sekedar hidup dengan baik. Itu aja cukup.
Dan gue ngerasa baru bisa mikir sendiri dan terlepas dari doktrinasi "pola pikir orang kaya" tuh ya setelah sekitar tiga tahun hidup dengan tenang. Gaji cukup dan nggak mikir hutang. Tentunya gue juga belajar menabung dan investasi. Tapi tujuan hidup gue bukan itu.
Yang gue sadari banget adalah sewaktu gue berada di dalam kesempitan, sudut pandang gue tentang kebutuhan tuh sempit banget. Dalam kondisi berhutang, gue mikir bahwa kebutuhan gue adalah uang. Maka gue harus kaya. Setelah terbebas dari hutang, gue berniat pengen menyenangkan diri sendiri. Gue mikir bakal belanja parfum mahal, staycation di hotel, dst. Karena dua hal tersebut gue tahan banget selama gue ada di dalam kesempitan.
Ternyata setelah gue bernafas lega, gue menyadari banget bahwa hal-hal tersebut hanyalah keinginan sesaat aja. Pada akhirnya yang gue pikirkan ya gimana hidup settled. Meskipun versi settled-nya ya beda dengan persepsi orang lain.
Orang lain mikir bahwa prioritas pertama gue adalah rumah dan KPR. Tapi buat gue yang masih single, rumah nggak masuk prioritas gue. Prioritas gue adalah hidup sehat. Maka gue membangun "infrastruktur" hidup sehat. Makan kalau nggak masak sendiri ya catering. Gue juga mulai ke dokter gigi sama ambil paket medical check up untuk memastikan badan gue sehat. Intinya prioritas gue adalah upgrade cara hidup. Dan alhamdulillah hidup gue udah much better dibanding beberapa tahun lalu. Tentunya trigger untuk stress tuh masih banyak. Tapi dengan tubuh yang lebih sehat dan hormon yang lebih seimbang, gue bisa menghadapi hal tersebut dengan baik.
Dan Ramadhan kemarin gue jadi belajar juga bahwa pas kuliah dulu tuh gue sering banget mentarget 2x - 3x khatam. Sampe kurang tidur. Karena di mata gue tuh target adalah titik awal. Sekarang mindset gue beda. Target adalah titik akhirnya. Jadi gue udah mikir based on prioritas. Target gue khatam 1x dan akan lebih bagus kalau 2x. Untuk bisa seperti itu, jauh sebelum ramadhan udah nyiapin kerjaan biar nggak berantakan pas waktunya dipake untuk memenuhi target. Tercapai? Khatam 1 x + 20 juz. Pekerjaan aman. Tapi mens berantakan karena menunya ikutan berantakan. And that's very okay karena gue sendiri juga jadi belajar bahwa menu makan pun perlu ikut dijaga. Semoga ramadhan ke depan jauh lebih baik.
Tentunya gue ga tiba-tiba berubah jadi control freak yang semuanya jadi serba terstruktur. Tapi lebih ke "Misal target ga tercapai, bagian mana dari diri gue yang perlu gue perbaiki pelan-pelan nantinya?". Karena membentuk lifestyle itu proses yang pelan. Gue memahami itu.
Di sisi lain gue juga jadi mikir sih bahwa selama ini kita tuh diburu-buru nikah. Tanpa ada yang nanya:
"Kita punya trauma apa?"
"Apa yang perlu dibersihkan dalam diri kita?"
Karena trauma bonding itu real. Dan beberapa trauma membuat kita nggak bisa membentuk hubungan sehat dengan orang lain. Sehingga kita harus terjebak dalam pernikahan yang membawa mudharat.
Ada baiknya kita belajar encourage diri sendiri bahwa jika kita punya riwayat pola hubungan yang tidak sehat, datanglah ke psikolog. Investasikan uang untuk itu. Biar kalau kita memutuskan untuk berkeluarga, keluarga kita tuh sehat.
Manusia tuh memang nggak ada yang seratus persen cocok. Tapi interaksi dua individu yang mentalnya sehat tuh akan saling memperkaya.
Umur ideal menikah versi BKKBN adalah 25 tahun bagi laki-laki. Sementara bagi perempuan tuh 21 tahun. Gue di usia segini malah mikir bahwa beberapa orang memang baru siap untuk memulai hubungan sehat di usia 30-an. And that's very okay.
Selama kecil gue belajar bahwa peningkatan kualitas hidup bisa dilihat dari rumah dan kendaraan yang kita punya. Tapi pandangan gue sekarang berubah jauh. Jiwa yang semakin matang dan pikiran yang semakin jernih adalah peningkatan kualitas hidup yang sesungguhnya :)
105 notes
·
View notes
Text
SETARA
Sejak aku pernah melisankan aku ingin pasangan yang setara, alam ternyata bekerja mendatangkan orang-orang yang ingin membahas keinginan setara ini. Mulai dari orang asing yang tiba-tiba dekat, teman lama yang bertemu lagi, adek tempat kerja yang berencana menikah, laki-laki yang belakangan jadi teman cerita, dan pertanyaan di kolom instagram.
Jika ditanya aku ingin laki-laki yang bagaimana di enam tahun lalu (masa ini aku ingin menikah dengan seseorang) aku dengan mudah menjawab, aku ingin seseorang yang lebih baik dari aku. Kondisinya aku baru lulus kuliah, pekerjaan belum stabil, mimpi masih tidur dan keinginanku masih seperti teman-teman yang lainnya.
Rasanya saat itu, jika aku tidak menemukan lelaki yang lebih baik, maka kehidupanku hanyalah mimpi buruk. Karena lucunya, saat itu aku juga menganggap salah satu pencapaian itu adalah, siapa yang kelak aku menangkan.
Tapi ternyata Tuhan dengan maha baik memberikan aku perjalanan yang lebih panjang, dan aku melewati lebih banyak waktu dengan mengesampingkan hal-hal yang berhubungan dengan lelaki yang kuinginkan seumur hidup.
Sekarang, jika harus menjawab pertanyaan tentang bagaimana aku akan mencari, dia adalah yang setara denganku. Setara di sini bukan seseorang yang harus sama persis, tapi kami ada di rentang yang sama setidaknya untuk hal-hal crusial yang aku pertimbangkan untuk memilih pasangan.
Sejujurnya aku lebih suka meromantisasi hidupku dan ingin pertemuan yang tidak terduga saja, tapi akan selalu ada plan B dari setiap rencana, dan setara adalah plan B. Namun jika harus belajar dari sejarahku sendiri, barangkali aku akan eksekusi di plan E yang entah apa.
Sekarang, aku hanya tahu ini tentang diriku. Aku ingin seseorang yang setara, setidaknya untuk pola pikir, wawasan, kematangan emosi, finansial, daya tahan juang, pendidikan, empati dan kasih sayang.
Aku percaya jika seseorang memiliki banyak rentang kehidupan yang sama, maka saling memahami itu menjadi mudah. Saat memahami lebih mudah, maka berkomunikas bukan lagi sesuatu yang harus diusahakan, tapi menjadi keseharian. Saat dua orang berkomunikasi dengan tepat, maka telah menyelesaikan separuh dari masalah antara keduanya.
Aku tidak bisa membayangkan hidup dengan seseorang yang tidak bisa mengendalikan emosinya. Aku tak ingin hidup dengan seseorang yang mudah sekali menyerah setelah seumur hidup aku habis-habisan berjuang. Aku tak mau pula jika ternyata perasaan di antara kami terlalu timpang sehingga hanya satu yang berusaha maksimal.
Aku ingin berjuang dengan seseorang yang juga memperjuangkan, aku ingin bicara dengan seseorang yang bisa berbicara balik, aku ingin bertumbuh dengan seseorang yang juga ingin bertumbuh. Aku ingin makan di tempat tertentu, dengan seseorang yang mempertimbangkan rasa bukan harga.
Aku ingin teman, partner, pasangan, yang membiarkan aku ruang penuh untuk terus maju, sebab ia juga tahu apa yang ia mau. Aku ingin seseorang yang akan mendengarkan aku sebab ia tahu aku mampu.
Orang lain boleh bilang ini terlalu banyak ingin. Boleh dibilang barangkali aku tidak akan bertemu. Boleh dibilang aku tak tahu mana kebutuhan mana keinginan. Dan apapun orang lain boleh bilang.
Tapi untuk hidup panjang yang telah kulalui, aku tak ingin berkompromi menerima seseorang yang tak memberikan solusi.
Aku tahu aku mampu memberikan yang sama, jadi adalah tepat bagiku menginginkan hal yang sama.
19 September 2023
256 notes
·
View notes