#phlegmatis
Explore tagged Tumblr posts
Text
Jangan pernah berharap sama phlegmatis si cinta damai apalagi kalo itu adik sendiri cowo lagi. Dahlah semua berputar sesuai yg dia mau
2 notes
·
View notes
Text
Pertanyaan bagus, jadi refleksi diri lagi kenapa milih nikah padahal setelah nikah (.............) dan nulis ini dalam kondisi abis berantem ama pasangan. jawabannya akan essay, penilaiannya subjective.
1. Apa Yakin bahwa dia adalah "the one" ?
Ini ngga relate kayaknya untuk sebagian besar orang karena diri sendiri nikah setelah 3 bulan taaruf.
Konsep the one yang akhirnya jadi yakin mau nikah itu dalam pengalaman ku abu-abu. Karena pernah ngerasa dia the one tapi ga berjodoh, lalu mencoba menurunkan standar si the one malah berakhir jadi bodoh.
Jadi kayaknya konsep the one itu bagiku fatamorgana yang berujung adanya ekspektasi
2. Memutuskan untuk menikah
Ini sebenarnya diluar kemampuan manusia, menikah adalah takdir tapi proses untuk menuju ke pernikahan nya adalah ikhtiar.
Jawaban simpelnya untuk yakin mau nikah adalah karena punya ilmu dan iman.
Ilmu kenal karakter manusia, sumber yg dipegang koleris, melankolis, phlegmatis, sanguinis (dr.aisah dahlan banyak bahas soal ini). Biasanya masing masing karakter kepincut sama yang beda banget karakternya.
Bisa tau tipikal orang yang jadi pasangan kita itu kayak apa akan lebih mudah komprominya meski cara komunikasi belum tentu berhasil dan butuh effort. Tapi karena punya ilmu agak tenang ngadepin pasangan nanti karena semua bisa dipelajari. Kenapa bisa bilang gitu? Sama halnya punya anak. Punya anak dulu baru ilmunya bisa diterapin, ilmu parenting udah banyak bisa dicoba mana yang sesuai. Nikah juga sama ilmunya bisa dipraktekin setelah nikah cara growth together nya akan beda2.
Lalu bayangin dengan karakter dia itu.
Bayangin kalo nikah ama orang ini gimana saat ada masalah? Gimana orang ini menyelesaikan masalah sebagai kepala keluarga atau partner hidup?. Bisa ga kamu hidup dengan orang model begini? Bisa nerima ngga kalo suatu saat pasangan kamu nuntut kamu ini dan itu?
Ilmu komunikasi, pasangan anda introvert yang ngomong aja sebulan sekali atau extrovert yang apa2 diomongin?. Let me tell you... Nikah itu cape, cape ngurus orang2 di dalamnya, cape ngerawatnya relationshipnya, cape dramanya tapi kenapa masih banyak yang kepengen nikah? Karena pahala yang bertebaran setelah menikah. sering denger menikah adalah menggenapkan separuh agama jadi memang ujiannya juga banyak kan tujuannya nabung pahala menuju surga.
Nikah adalah sarana belajar komunikasi seumur hidup. Komunikasi ama diri sendiri sebagai manusia, komunikasi sebagai orang tua, komunikasi sebagai pasangan (istri/suami). Komunikasi sebagai menantu dan ipar. pernikahan setiap tahun adalah adaptasi.
Banyak yang kecele sama pasangannya setelah menikah, kaget sama hal - hal yang ga keliatan saat pacaran. Ini juga yang jadi pertanyaan dalam diri. Yakin mo nikah? Nikah Sama orang ini? Endingnya memang shalat istikhoroh nanya ama Tuhan atau lakuin apa yang di dalam agamamu yang bisa bikin yakin. Ini pas bagian tentang iman masoook.. jangan sepelekan suara hati dalam diri. Bagi sebagian orang iman itu hal pertama jadi pijakan. Itu benar tapi praktek tiap orang beda-beda.
Hal yang paling penting lainnya adalah tujuan menikah.
Tujuannya apa?
Saat masalah bertubi-tubi ingat tujuannya apa sejak awal nyebur ke masalah itu?
Nikah itu perjalanan panjang dua manusia dengan tujuan yang sama. Dengan kendaraan iman dan bekal ilmu.
Sure of deciding to marry tuh ga pernah 100% karena manusia banyak takutnya tapi sure bahwa ada Tuhan yang selalu mendampingi harus 100%
Di luar itu semua kalo pernikahan ga sesuai harapan hanya Tuhan dan kamu yang tahu langkah selanjutnya.
Semoga mendapatkan jodoh till janah
How can someone be so sure of deciding to marry?
23 notes
·
View notes
Photo
Phlegmatic child’s temperament.
#flegmatyk#phlegmatis#child#dziecko#temperament#charakter#plusy#minusy#cechy#minuses#pluses#wady#zalety#wiedza#teoria#opis#nauka#English#po angielsku
0 notes
Text
Ra dan Konflik
Ra pernah menulis bahwa dirinya tidak terlalu menyukai konflik. Hingga Aru bertanya, bagaimana kalau di keseharian selanjutnya akan muncul konflik, toh tidak mungkin hidup ini bebas dari konflik.
Ra terdiam. Ra bilang, Ra adalah orang yang sensitif namun logis. Saat ada konflik, muncul rasa tidak suka, namun Ra berusaha menghadapinya. Ra tidak memilih untuk lari. Ra akan merunut penyebab yang mungkin dari konflik tersebut, mengajak bicara mereka yang tepat, dan berupaya mencari titik temu sebagai penyelesaian. Bahkan di rumah sendiri, Ra sering menjadi penengah antara Mama dan Sa.
Sebagai gadis dengan kepribadian phlegmatis-melankolis, konflik memang bukan hal yang menyenangkan. Terlebih lagi, sebelum Papa dan Mama berpisah, Ra pernah mengalami masa-masa sulit.
Papa pernah membawa Ra kecil lari dari rumah: Papa dengan sikapnya yang kasar dan tangannya yang mudah menyakiti orang lain. Saat Mama berhasil menjemput Ra, Mama bilang, badan Ra biru-biru. Ra dan Sa diungsikan Mama ke pulau lain.
Sejujurnya, Ra hanya punya fragmen-fragmen memori tentang Papa. Tapi ada rasa takut yang kerap muncul. Ada amarah yang muncul tiap Ra melihat laki-laki yang berbuat kasar pada keluarganya.
Dan, ada ketidaksukaan tersendiri bagi Ra tatkala muncul konflik.
Tapi Aru benar. Nggak mungkin hidup ini bisa dijalani tanpa ada konflik. Seingin apapun Ra dunia ini menjadi dunia yang damai, konflik adalah hal yang manusiawi.
Namun, sudut pandang kita yang perlu kita ubah, juga bagaimana kita memberikan respon agar konflik tersebut menjadi hal yang mendewasakan diri.
Ra masih belajar. Ra ingin keberanian untuk belajar itu selalu ada. Ra tahu, untuk setiap skenario kehidupannya, Allah percaya Ra bisa.
2 notes
·
View notes
Text
@aurorainthesky hai mbak ikut nimbrung ya bener banget dan related banget sama mba dea. Semakin sering komunikasi semakin kerasa nyamannya gimna pas ngobrol ama orang "baru"(pasangan).
Kayaknya sama deh tipe suaminya introvert phlegmatis banget yang apa-apa g pernah bilang mendem sendiri aja. (Maaf kalo sotoy) 😂
Seseorang ga bisa berubah tanpa ada kemauan dri dirinya, aku pun begitu 'memaksa' seseorang sesuai kemauan kita tuh melelahkan dan jadinya memang berekpekstasi banyak. Apa lagi kalo pasangan itu baru beberapa tahun saja saling mengenal agak butuh waktu merubah kebiasaan itu. Bukan karena ga percaya ama pasangan sih ga cerita tuh.
Merasa kesepian karena pasangan kadang g ajak ngobrol pernah dialamin sampe kesel nikah ko gini.
Dulu cara pertama : komplen langsung ama pasangan karena biasanya banyak omong ini langsung jadi sepi krik krik, ngobrol soal anak ke, soal hidup ke, soal masa depan ke. Nyatanya sulit kalo emang doi ga biasa padahal ke temen cowoknya pendengar yang setia. ampe berantem terus soal ini dan alasan yang selalu di bilang "mau cerita apa lagi gitu da ga ada yang bisa diceritain."
Nyerah deh
Cara kedua : selalu bilang "aku pengen cerita aja ya jangan jadi beban pikiran." Karena tipe pendiem tuh biasanya pasangannya cerita doski ya mendem aja udah nyari solusi sendiri tanpa berdialog. Tapi karena bilangnya mau cerita ya ranahnya hanya ingin di dengar aja.
Cara ketiga : ini ngga banget sih buat yang ga biasa tapi lama-lama terbiasa juga.
Puji pasangan "aku beruntung ya.."
Karena sebenarnya pasangan butuh pengakuan bahwa dia setidaknya berhasil membahagiakan pasangan meski sedikit. Tapi jangan terlalu sering.
Aku juga harus latihan terus buat komunikasi ama pasangan yang introvert daripada nikah tapi kesepian karena kurang komunikasi dan kemauan ego.
Ngobrolin soal jodoh, satu persiapan yang mungkin sering terlewat adalah belajar menurunkan ego dan memaklumi kekurangan orang lain.
Pas Ibu nikah sama Bapak, keluarga kami tinggal di tengah keluarga besar bapak. Meskipun nggak serumah tapi rumah kami deket banget. Konflik antara Ibu sama saudara-saudara Bapak kerasa.
Nah, pas kakak w nikah, keluarga beliau serumah sama w plus bapak. W juga kenyang nyimak konflik khas mertua - menantu.
Sebaik-baik orang ya, kalo tinggal bareng, selalu aja nemu yang nggak pas 😂 Kalo nggak bisa nurunin ego, hal kecil aja bisa menimbulkan pertengkaran yang gedhe banget.
W jadi keinget ustadz Nouman Ali Khan pas jelasin tafsir ayat Arrijaalu qawwamuuna 'alannisaa. Beliau bilang, sebagai qawwam, laki-laki wajib memastikan isterinya diterima dengan baik oleh keluarga. Soalnya, dalam budaya arab pra Islam, isteri itu tempatnya beda sama keluarga. Sering banget terasing di tengah keluarga suami.
W belajar banyak dari hubungan kakak ipar - kakak - bapak. Dalam hubungan semacam ini, kalo ada konflik mah udah ga berlaku:
"Harusnya kamu begini, harusnya kamu begitu"
Di dunia ini nggak ada manusia sempurna. Nggak ada yang ideal. Hidup bareng tuh pada akhirnya ya tentang menurunkan ego dan saling menerima kekurangan masing-masing. Ndak bisa kalo kita tuh cuma mau hidup dengan orang yang kita sayang beserta segala kebaikannya jika kita tidak belajar punya hati yang luas untuk menerima segala kekurangan mereka 😂
318 notes
·
View notes
Text
Membosankan
Hidup datar phlegmatis ga cocok untuk ku
2 notes
·
View notes
Text
Pandangan Hasil Tes MBTI
Pandangan Hasil Tes MBTI
meeting of business people avatar character vector illustration design Membaca kepribadian adalah ilmu yang sangat menarik. Sebab kita secara alami tertarik pada diri sendiri. Selain itu, kita juga tertarik dengan hubungan sosial dengan orang lain, minimal dengan pasangan kita. Mungkin kita pernah mendengar tipe-tipe kepribadian seperti koleris, sanguinis, melankolis dan phlegmatis. Tipologi…
View On WordPress
0 notes
Text
Derap
Kemarin malam, telinga ini mendengar hal2 yg mengusik jiwa phlegmatis ini. Pukul 11 malam, suara derap langkah yg deras dibarengi ujaran2 kata2 kasar yg saling bersautan.
Ah, ada keributan lagi? Jam segini?
Sambil berusaha tenang tapi badan tetap gemetar karena teringat peristiwa 2 tahun lalu. Setelah lama tak pulang, kenapa daerah rumah ini banyak menyalakan pergolakan yg tak penting?
Malam tadi, setelah berusaha agar dapat terlelap lebih cepat. Tenyata jam biologis tidur badan ini masih belum kembali. Sudah terlelap sejak pukul 10, tetap terbangun di jam 12 malam. Atau pagi? :v
Suara derap langkah yg deras itu terdengar lagi. Namun tidak dibarengi teriakan2 memanggil nama2 hewan seperti kemarin.
Penasaran, kulihat keadaan luar rumah melalui jendela. Kumatikan lampu dalam rumah agar mereka yg di luar tdk sadar bahwa ada yg sedang memperhatikan.
"Heureuy ieumah" (Becanda ini)
Suara derap langkah itu ternyata suara langkah dari puluhan dedek-dedek yg menghidupkan malam mereka dengan perang sarung. Atau pagi?
Setelah memendam khawatir dan cemas karena mendengar ribut-ribut di luar dengan praduga sedang terjadinya sesuatu yg anarkis, aku jadi merasa bersalah :'
Malah sedih.
Usia mereka sudah bukan anak-anak terlihat dari perawakannya, tapi ternyata kebutuhan bermain dan bergeraknya masih belum tuntas :'
Atau boys will be boys? At that midnight?
Terlebih, sering sekali anak2 yg "ribut" ini dimarahi dan diusir dari sekitar tempat Ibadah paling syahdu ketika bulan Ramadan tiba :'
Masih banyak PR generasi ini :')
0 notes
Text
Kalian benar-benar tidak akan pernah tahu, sulitnya menjadi aku, memiliki dua sifat yang berbeda dalam satu jiwa, melankolis dan phlegmatis bertarung di dalamku, sehingga aku harus menjadi manusia rajin yang pemalas, rapi yang berantakan dan sempurna yang kekurangan. Bahkan otak kanan dan kiriku saling bersikukuh, berebut menjadi yang paling diutamakan.
-searegar
85 notes
·
View notes
Text
Opportunist People
Sebenarnya bukan orang jahat, namun tergolong licik.
Jeli melihat kesempatan dalam kesempitan.
Pandai memanfaatkan celah dari sebuah peraturan.
Merasa menang kalau melawan Sang Phlegmatis.
Bukan berarti pikirannya hanya duit semata.
Bisa jadi sebuah kesempatan
Untuk melakukan pelanggaran tanpa hukuman.
Tipe manusia menyebalkan.
Nan egois, tanpa pikir panjang.
Muka tebal, tiada tanda bersalah.
" Apa salahnya, kan tidak melanggar peraturan? "
Yang salah, adalah nilai yang kau pegang.
Rugi di anda tidak,
orang lain terkena dampak.
12. 02. 2020
Tolong berhenti jadi oportunis yang menyebalkan.
0 notes
Text
Kalau yang pernah terjadi yang ngajak ada 3 orang, sedang dikenalin lewat ta'aruf tapi berujung ga diajak 15 wqwqwq...
Pedih ya! 😂
3 orang ini, datang di waktu yang berbeda. Salah satunya sekarang yang jadi suami. Alhamdulillah
Alasan menolak
1. Belum cukup ilmu, lelaki baik tapi hati tak ter-klik menolak dengan cara kabur darinya karena orang ini terlalu posesif padahal baru ta'aruf
2. Diuji ilmu nya. Lelaki baik tapi menutupi sesuatu (berbohong) karena malu broken home dan kehilangan figur ayah dan ayah menikah lagi, tinggal dimana entah dia ga tw membuatnya jd "agak" pemarah. Menolak karena bohong soal keluarga dan setelah ketemuan belio minder brur..
Alasan menerima
Yang terakhir yang ketiga, disaat ga mikir nikah dulu meski umur dah kepala 3. Lelahk eh, Tuhan takdirkan datang lewat perantara teman.
Cinta? Hmm ga ada biasa aja, malah ga ada sparkling love gitu.
Bagaimana bisa yakin? 3 bulan kenal ketemu hanya 4 x. Kalo di flash back saat itu yakin karena nyambung ngobrolnya, nyaman. Merasa tenang dan semua hal seolah dimudahkan. Ternyata do'i juga gitu kalo jodoh pasti jadi kalo ngga gak pernah umbar janji muluk.
Ga pernah ngeyakinkan dengan harta yg dipunya.
Terutama Pas datang ke rumah pertama kali beliau ga nyasar sedang orang lain kebanyakan nyasar.
Pas nyari katering buat walimahan dapat diskon gede, sama keluarga nya nyambung banget berasa punya kakak perempuan.
Alhamdulillah nya udah tau tipe orang nya
Koleris kah?
Sanguin?
Phlegmatis?
Atau melankolis?
Lebih mudah ngadepinnya.
Namun, setelah pernikahan itu perjuangan sebenarnya. Bagaimana kita menerima takdir dari pilihan yang kita buat.
Halo!
Saya ingin bertanya, jika berkenan silakan dijawab yaa.
Buat yang belum menikah, sudah berapa kali kalian menerima ajakan menikah dari seseorang? Dan mengapa menolaknya?
Untuk yang sudah menikah, bagaimana kalian bisa yakin untuk menikahi orang tsb? Kaya "dia loh orangnya" apabila ada faktor-faktor pendukungnya boleh banget diceritain.
231 notes
·
View notes
Quote
Koleris
Koleris. Memendam itu sakit, menyimpan itu tidak nyaman. Tapi biarlah. Ia akan membiarkan (si)apapun menyakiti, lantas menerimanya. Tak perlu membalas, cukup diam, berteriak hanya membuang waktu saja. Ia hanya perlu belajar lagi dari sosok phlegmatis; bagaimana cara merendahkan emosi.
Selamat datang di dunia koleris!
Siapapun boleh mempermainkannya, tapi jangan heran apabila tak berpengaruh apapun baginya. Seseorang mungkin bisa menghancurkannya, tapi tidak dengan tekadnya. Seseorang mungkin bisa menjatuhkannya, tapi tidak dengan semangatnya. Seseorang tidak akan pernah mengerti siapa itu koleris, sebelum ia mampu meluluhkan hatinya.
Pena Imaji
6 notes
·
View notes
Text
*PARADOKSAL ABU BAKAR DAN UMAR*
[Copas grup kantor] _Oleh : Wahyu Awaludin_ Dari dulu saya sebenarnya bertanya-tanya, mengapa kisah hidup Abu Bakar jauh lebih sedikit yang kita temukan daripada kisah Umar? Lalu, tiap membaca kisah mereka dari hadist, ada sensasi aneh dan unik yang muncul. Misalnya, saat kita membaca kisah Umar, beliau selalu tampil sebagai seorang yang kuat, tegas, dan cenderung keras. Abu Bakar sebalknya, tidak menonjol dan tidak mau menonjol. Abu Bakar selalu meringkuk di pojokan dan tidak nyaman jika diminta tampil. Namun, saat ia tampil, jawaban dan tindakan-tindakannya membelalakkan mata. Abu Bakar jelas adalah seorang phlegmatis murni. Jika ia tak harus muncul, ia takkan mau muncul. Ketika harus muncul, Abu Bakar pun bicara dengan kerendahan hati luar biasa. Kata-katanya singkat, tindak-tanduknya mencerminkan “siapa sih saya, bukan apa-apa”. Wajahnya merah saat dipuji. Ia tidak suka dipuji. Gambaran fisiknya pun makin menguatkan asumsi itu, “kurus, tinggi, berkulit putih, terlihat ringkih, agak bungkuk, berjenggot putih, dan pendiam”, begitu gambaran umum fisik Abu Bakar. Abu Bakar beramal dalam diam, tapi amalnya luar biasa. Amalnya adalah yang terbaik. Hanya beberapa amal yang sempat Umar pergoki. Namun, saat Umar berhasil “menangkap basah”, ia hanya bisa kicep melihat kualitas amal Abu Bakar. “Sungguh, engkau telah membuat kesulitan tiap pemimpin yang menggantikanmu, wahai Abu Bakar”, keluh Umar. Umar memberikan pernyataan itu saat memergoki Abu Bakar tiap pagi datang ke rumah janda tua di pinggir Makkah. Abu Bakar memberishkan rumah janda tersebut dan memasakkan makanan untuknya. Ia mengurus janda itu tiap hari. Padahal, saat itu Abu Bakar adalah khalifah. Begitu pula saat Nabi bertanya kala bincang setelah subuh. Saat ditanya siapa yang hari ini sudah bersedekah, menengok orang sakit, dan bertakziyah, tak ada satupun sahabat yang sudah melakukannya kecuali Abu Bakar. Ia mengangkat tangan, mengaku dalam malu, sementara sahabat lain terbengong. Abu Bakar, jangan main-main. Masih jam 5 pagi dan Anda sudah bertakziyah, bersedekah, dan menjenguk orang sakit? Seperti apa Anda menjalani hari-hari Anda? Jam berapa Anda bangun? Dan Anda malu-malu dalam mengaku kepada nabi? Duh, apalah kami dibandingkan Anda. Dengan karakter Abu Bakar yang seperti itu, wajar saja tak banyak kisah yang kita dapatkan. Umar, dalam berbagai segi, adalah kebalikan Abu Bakar. Umar adalah potret sejati dari karakter Koleris murni. Keras, tegas, raksasa, pemaksa, dan cenderung keras. Fisik Umar digambarkan sebagai, “tinggi-besar, berotot, botak, keras, kasar, pandangan matanya tajam, garang - semua orang takut padanya”. Kata-kata khas yang ia pakai kadang mirip preman pasar, “penggal saja!”, “aku akan membunuhmu!”, “kita harus melawan mereka!”, “wahai Rasululah, kenapa kita harus takut kepada Quraisy?” Kenyataannya, Umar memang mantan preman pasar Ukazh. Sebelum masuk Islam, ia adalah tukang berkelahi dan jagoan Ukazh. Sikapnya yang berani mengambil resiko memang luar biasa. Dan seperti karakter Koleris lainnya, kita melihat seorang yang menonjol. Koleris banyak sekali mengambil inisiatif untuk perubahan - dan bagi mereka, itu adalah sesuatu yang biasa mereka lakukan. Saat kau menginginkan ketenangan, panggil phlegmatis. Namun, saat kau merasa buntu, panggil Koleris. Koleris akan memecahkan kebuntuan-kebuntuanmu dengan cepat. Dan itu pula yang dilakukan Umar. Saat jamaah muslim ketakutan di Makkah, Umar mengajak mereka berthawaf dan sholat di Ka'bah. Saat muslim yang lain hijrah diam-diam dalam malam, cuma Umar seorang yang menenteng pedang di bahunya sambil berteriak menantang di siang bolong, “Bagi yang mau menghadang aku untuk hijrah, silahkan!” Tak ada satupun orang yang menghadang Umar. Makanya, dengan karakter Umar yang seperti itu, kisah tentang Umar membanjiri sirah nabawiyah Islam. Tidak heran. Namun, ada satu hal yang unik, dan ini membuat kekaguman saya bertambah-tambah. Saat memilih pemimpin di Tsaqifah, mereka tidak memilih pemimpin yang menonjol. Mereka memilih pemimpin yang terbaik. Abad 21 adalah abad ekstrovert. Saya yakin, andaikata ada pemilihan pemimpin antara Abu Bakar dan Umar tahun 2015 ini, Umar lah yang akan menang. Abad ini, orang yang lebih menonjol, lebih banyak berbicara, lebih banyak mengambil inisiatif, dia lah yang dipandang lebih baik. Setidaknya begitulah kata Susan Cain dalam bukunya Quiet. Pernahkah kamu berada dalam ruangan dan terpesona oleh orang yang banyak bicara dan aktif memberi ide, tapi kemudian kecewa karena ia tak bisa memimpin tim dan memberi hasil yang diharapkan? Padahal, kepemimpinan bukan diukur dari seberapa baik ia bicara di depan publik. Ia bukan diukur dari keberaniannya untuk berorasi di depan orang-orang. Gandhi bukanlah orang yang jago pidato. King George X dari Inggris pun gagap saat coba bicara di depan rakyatnya (dan kemudian dibuatlah film King’s Speech untuk memotret fenomena itu). Kepemimpinan, menurut saya, adalah lebih pada kemampuan membawa orang yang dipimpin untuk sampai ke tujuan. Jika demi sampai ke tujuan si pemimpin harus bagus bicara di depan publik ya bisa jadi. Tapi bukan itu fokusnya. Makanya, ketika Utsman menjadi khalifah, ia jarang sekali pidato. Dan sekalinya pidato, ia cuma berpidato begini, “Sesungguhnya pemimpin yang terbaik adalah yang paling banyak kerjanya, bukan yang paling banyak bicaranya”. Lalu ia turun dari mimbar, meninggalkan jamaah muslimin yang bengong. Peristiwa Tsaqifah - pemilihan pemimpin setelah wafatnya Nabi - tiba. Dari sinilah saya melihat cerminan karakter Abu Bakar dan Umar dengan sangat jelas dan kontras. Abu Bakar dengan karakter phlegmatisnya benci tampil menonjol. Sebagai phlegmatis, Abu Bakar berpikir ia bukan apa-apa. Ia tak mau orang memandang dirinya. Kalau bisa, ia selalu ingin di pojokan saja. Namun, hari ini berbeda. Situasi Tsaqifah sangat panas dan perlu keputusan. Walaupun Abu Bakar tak suka menjadi pusat perhatian, akhirnya ia maju dan memberikan usul. Ia meminta hadirin memilih antara Umar dan Abu Ubaidah sebagai pemimpin. Dalam kondisi biasa, kawan, seorang phlegmatis tak mau menonjol, tak mau memimpin. Namun, dalam kondisi terdesak dan kritis, saat ia melihat ia harus memimpin dan tak ada orang lain yang bisa, ia akan (terpaksa) tampil. Dan di sinilah briliannya Umar. Ia tahu ia lebih menonjol dibanding Abu Bakar. Perawakannya lebih meyakinkan daripada Abu Bakar. FYI, menurut riset, orang dengan karakteristik tubuh tinggi besar dan kelihatan tegas lebih didambakan untuk menjadi pemimpin dibanding orang yang perawakannya kecil dan terlihat tidak tegas. Dan, tebak, kalau Umar memilih mengangkat diri menjadi pemimpin, takkan ada yang protes. Umar memang layak! Tapi Umar menolak. Ia tahu secara perawakan dan kasat mata, ia lah yang lebih cocok menjadi pemimpin. Tapi soal manusia terbaik, Abu Bakar lah orangnya. Saat itu adalah saat krisis, secara logika Koleris lah yang perlu mengambil alih. Tapi tidak, ia yang perawakannya “kurus dan ringkih” itulah yang dipilih sebagai pemimpin. Sang phlegmatis murni. Selanjutnya adalah kisah tentang paradoksal. Abu Bakar yang dikenal pendiam dan tidak menonjol langsung tampil menjadi pemimpin yang luar biasa tegas, bahkan mengalahkan ketegasan Umar. Saat Umar protes mengapa Abu Bakar memerangi kaum yang tidak membayar zakat, Abu Bakar balik menghardik Umar bahwa mereka memang harus diperangi. Saat Umar memprotes bahwa pasukan Usamah harus mundur, Abu Bakar menghardik Umar bahwa ia takkan menghentikan apa yang telah diperintahkan Rasulullah. Ya, inti kepemimpinan adalah soal kemampuan membawa orang yang dipimpin demi mencapai tujuan. Dan Abu Bakar jelas orang yang paling memiliki kompeten di bidang itu. Maka, ketika dihadapkan sebuah tanggung jawab kepemimpinan, seorang phlegmatis akan mentransformasikan dirinya menjadi seorang -yang kadang- jauh berbeda. Seorang phlegmatis memang tak suka muncul, tapi ketika ia harus muncul, maka ia akan muncul. Abu Bakar dan Umar. Kedua orang ini selalu saya pelajari kisah hidupnya dengan pendalaman yang jauh lebih mendalam dibanding kisah sahabat yang lain. Bagi saya, mereka adalah kisah persahabatan paradoks sekaligus unik luar biasa. Radiallahu Anhu (semoga Allah ridha kepada mereka) Akhir kata, saya cuma bisa mengutip syair Imam Syafii untuk mengakhiri tulisan ini, “Ya Allah, tempatkanlah aku bersama orang-orang saleh walaupun aku bukan termasuk bagian dari mereka”
1 note
·
View note
Text
Seperti Apa Kepribadianmu
Suatu ketika dipertengahan UTS kemarin saya mendapat ilmu baru tentang kepribadian. Mungkin kedengarannya sangat umum untuk dibahas ya, tapi gapapa lah ya kalo saya mau sedikit banyak bercerita. Jadi kepribadan orang ada 4 tipe yaitu koleris kuat/ dominan, Sanguinis Populer/ Intim, Phlegmatis Damai/ Stabil dan Melankolis Sempurna/ cermat. Nah dari sini apakah kalian sudah bisa menilai diri kalian masing2?
Untuk penjelasannya yuk simak disimak guys !!
Dominan
Karakter jenis ini biasanya tuh punya ciri2 langsung, cepat, tegas, tidak basa-basi, terus terang, selalu tanay ‘apa’ pendengar yang selektif, menguasai pembicaraan, kurang peka, berinisiatif, topik pembicaraan otoritas+tindakan.
Karakter jenis ini walaupun dominan tetap harus mempunyai tindakan perbaikan yaitu berupa rendah hati, berani meminta maaf, mengenal kebutuhan orang lain, perhatikan aspek manusia, lebih bersosialisasi
Intim
Buat kalian yang punya karakter ini beginilah ciri-cirinya hangat, seru, panjang lebar, hidup, emosional, demokrasi, pengajar, penengah yg baik, bertanya ‘siapa’, mempengaruhi , memotivasi, pendengar yg baik. Gada loe ga rame
Tindakan perbaikannya berupa keputusan harus konsisten, belajar mendengarkan karena ketika kalian crita ke orang dengan karakter intim siap2 critanya menyebar kemana-mana, hargai waktu
Stabil
Orang dengan karakter ini luar biasa ya, kenapa? yuk disimak
orangnya perlahan, terarah, jelas, pengajar baik, pendengar baik, musyawarah, menghindari konflik, pendukung yg baik, bertanya ‘bagaimana’, sabar.
Walaupun udah yang baik-baik gitu tapi butuh tindakan perbaikan lho yaitu harus berani bertindak, lebih aktif lagi, belajar disiplin, berani berkata tidak
Cermat
Nih orang yang hobi banget sama data. Jadi karakternya kaya gini hati-hati, penuh pertanyaan, logis, konsisten, punya standar, penilai, punya prinsip, mengkontrol, pendengar yg teliti, birokrasi, acuh ta acuh, bertanya ‘mengapa’
Berikut tindakan perbaikannya harus lebih antusias, kurangi kritik, mau memaafkan, lebih bersosialisasi
Nah buat kalian yg mau berorganisasi perhatikan karakter tersebut, nggak cuma organisasi cari pacar juga lho. Jadi ketika orang dominan dengan orang stabil mereka cenderung cocok, Kenapa karena si dominan lama-lama luluh dengan kesabaran si stabil kurang lebihnya begitu.
Terus kalo Novi kepribadiannya apa? *tanya sendiri jawab sendiri* gpp
Jadi ketika mengikuti tes semoga valid ya, saya cenderung orang yang stabil/ phlegmatis damai dan Sanguinis Populer atau intim. Jadi karakter stabil saya sudah ekstrem (lebih dari tinggi) yaitu skornya 32, begitupun dengan intim/ sanguinis skornya ekstrem 32. Untuk skor cermat saya hanya 27 termasuk level high, dan dominannya cuma 23 level midle. Menurut saya dengan skor demikian sudah menggambarkan kepribadian saya yg sebenarnya.
Buat orang-orang yg semua skornya hampir mirip berarti kepribadiannya bunglon, jadi bisa berubah-rubah setiap waktu. Nah kalo skornya hampir mirip cuma 3 aspek kepribadian berarti semi bunglon
Sekian-
1 note
·
View note
Text
Wah..sepakat niih! Dan menurut pengalaman 🤭 entah karena suka psikologi jadi belajar sifat cem koleris, sanguinis, phlegmatis, dan melankolis jadinya nyari kata-kata yang "pas" ketika berkomunikasi Ama pasangan.
Soalnya kalo ga tau ga kan bisa nyambung cem aku yang koleris menghadapi suami yang phlegmatis.. kalau ga tau ilmu ini kayaknya bakalan berantem mulu. Koleris yang ingin serba cepat sedang phlegmatis yang alon-alon asal kelakon kan bertolak belakang banget.
Akhirnya lebih enak kalau dah tau tipikalnya tapi bukan berarti ga ada kendala sih. Penyesuaian selalu ada bukan juga mengalah untuk menang biar yang kita mau kesampaian.
Ada juga tangki2 cinta yang harus dipenuhi sesama pasangan agar tetap langgeng.
Marriage is lifetime adaptation, indeed
Random Thought in the Morning: “Important Skills to Prepare before Marriage”
Hmm oke, saya akan coba alirkan pikiran saya pagi ini di sini. Anggap saja sebagai bentuk regulasi diri. Ada beberapa yang mengendap di pikiran saya. Salah satunya, kemarin eh atau dua hari yang lalu ya, saya nonton video singkat dari Aiman Azlan (podcaster dari Malaysia) yang akhir-akhir ini sering saya dengerin perkataannya lewat podcast-podcastnya maupun videonya. Insightful sih, banget malah. Walau cakap pakai english tapi saya bisa paham, sekalian latihan listening juga jadinya.
Nah salah satu video yang mampir ke beranda fb saya itu tentang “Important Skills to Prepare before Marriage”. Beliau menyampaikan secara general sih, berlaku bagi yang masih ‘sendiri’ maupun yang akan menikah atau sudah menikah. Nah ada 4 skill yang disampaikan oleh bang Aiman Azlan ini.
1. COMMUNICATION SKILL
Soal ini, awalnya pernah saya agak kebingungan ketika ada seorang influencer atau motivator ya, lupa, sudah agak lama tapi rasanya pikiran saya masih merekam perkataannya. Katanya, “kunci dari rumah tangga yang berhasil itu bukan dari komunikasi, melainkan…. (duh apa yaa, kalau ga salah) kepercayaan.”
Disitu saya entah ya jadi kemakan pemikirannya hehe, oh ya oke oke kepercayaan lebih penting dibandingkan komunikasi. Itu konklusi sementara saya sejak saat itu. Sampai akhirnya, beberapa waktu ke belakang saya membaca konten, mempelajari mengenai berbagai hal perihal kerumah tanggaan, persiapan pernikahan, dsb dari ig @rabbithole terutama maupun yang terakhir dari bang Aiman Azlan ini. Akhirnya pemikiran saya berasa dibenturkan lagi. Wah jadi sebenernya komunikasi apa kepecayaan ya yang lebih penting?
Tapi dipikir-pikir kepercayaan tuh ngga akan bisa asal didapat kalau ngga ada ‘bridgingnya’. Orang kan ngga akan asal langsung percaya kalau ngga ada dialog sebelumnya sama lawan bicaranya. Diyakinkan dengan pembicaraan antar keduanya. Yang mana sebenernya kepercayaan itu memang bisa didapat bahkan bermula dari proses komunikasi itu sendiri.
Komunikasi tuh apa sih artinya?
“Communication is a composite information given and received out of a learning experience. In this, certain attitudes, knowledge, and skills change, carving with them alterations of behavior, of listening effort by all involved, of a sympathetic fresh examination of issues by the communicator himself, of sensitive interacting points of view, leading to a higher level of shared understanding and common intention.” - Ordway Tead
Sederhananya, komunikasi itu suatu proses penyampaian informasi, pesan, pemikiran dan perasaannya antara si pembicara dengan pendengar agar terhubung satu sama lainnya. Kerasa ngga sih, banyak orang yang bisa salah paham, itu gara-gara komunikasinya ngga jalan. Dan kalau udah berumah tangga, kebayang ngga sih kalau komunikasinya jelek antara suami dan istri, pesan yang disampaikan ambigu, muncullah asumsi, bisa jadi yang dimaksud A tapi nangkepnya B. Hmmm…
Saya belum menikah sih, tapi mulai paham gimana sebenernya peran komunikasi itu antara dua orang, atau satu orang ke orang banyak. Bahkan sebelum menikah pun kita perlu mengomunikasikan keinginan kita, maksud kita, rencana hidup kita ke orangtua kita kan? bahkan ke calon kita. Dan gimana kita dengan calon kita membangun komunikasi yang baik untuk bisa memahami pandangan satu sama lain dan mengenal lebih dalam kepribadian, pemikiran, value hidup dan lain-lainnya.
Jadi kesimpulannya, komunikasi sama kepercayaan itu posisinya bukan mana yang lebih penting dan mana yang tidak lebih penting. Melainkan keduanya beriringan. Gimana kita bisa percaya sama orang kalau kita belum pernah ngobrol sama dia, istilahnya. Gimana kita bisa membangun kepercayaan sama orang lain kalau proses komunikasi (atau dialog) antar satu sama lainnya ngga jalan. Kalau komunikasinya bagus, kepercayaan itu sendiri akan terbangun.
Orang yang akan kita nikahi kelak, adalah orang yang kita percayai dirinya akan mampu memimpin kita dengan baik, yang akan jadi partner hidup-teman sejati-sahabat terdekat untuk membantu satu sama lain bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang lebih baik lagi, jadi bermanfaat bagi lingkungan terdekat hingga masyarakat luas, mampu membimbing kita dengan nilai-nilai Islam, membersamai kita meraih mimpi dan cita-cita hingga ke surga bukan? Kalau kita tidak mempercayainya, untuk apa kita menikahinya?
2. DISCUSSION/NEGOTIATION SKILL
Kenapa kemampuan ini diperlukan karena bagaimanapun kita selamanya akan berhadapan dengan orang lain (in this case: suami/istri kita kelak). Dan ngga semua orang setuju dengan pendapat kita. Kita pasti punya perbedaan pemikiran, pendapat, mengenai satu hal atau banyak hal. Entah itu untuk hal besar maupun hal yang kecil. Semisal “bikin sambel itu enaknya bawang sama cabenya ditumis dulu atau engga?” wkwk atau hal-hal kecil lainnya yang bisa jadi beda pendapatnya kita dengan orang lain.
Bisa juga kita berbeda pendapat mengenai hal-hal yang esensial dalam hidup, semisal urusan agama. Nah disini lah kita akhirnya butuh kemampuan untuk berdiskusi dan bernegoisasi dengan benar, dengan kedewasaan karena bagaimanapun, suka ngga suka, kita akan berhadapan dengan orang ini seumur hidup. Kita akan terus berhadapan dengannya, kita ngga akan bisa menghindari, dan jangan berharap untuk hidup dengan orang yang selalu sependapat dengan kita. Karena kenyataannya ngga kayak gitu wkwk. Bahkan sama keluarga sendiri pun, pasti lah ada kita berbeda pendapat sama orangtua atau sama saudara sendiri.
3. STRESS MANAGEMENT SKILL
Kita ngeuh lah ya hidup tuh seringkali bikin stress hehe, dan kita perlu sebuah manajemen stress yang tepat agar kita ngga cepat atau terus-terusan ‘burn-out’. Kayak komputer aja, kita ngga akan ngebiarin itu jadi ‘overheat’ kan ya, pasti butuh ‘cooling system’ supaya si komputer ini bisa bekerja dengan optimal lagi. Nah sama kayak kita, kalau kita ngga punya ‘cooling system’ ini jangan heran kalau nanti kita bisa ‘nge-hang’ kayak komputer tadi dan lama-lama ‘POOOPPPP!!’ (meledak wkwkwk). Jadi, yuk coba dipikirkan dan dirancang, dan milikilah kemampuan managemen stress ini.
4. MONEY MANAGEMENT SKILL
Walaupun uang bukan segalanya, tapi kita perlu uang untuk membantu kita mencukupi kehidupan kita sehari-hari. Dan uang perlu diatur dengan baik. Bukan berarti kita harus jadi kaya. Bahkan orang kaya juga butuh skill ini karena kalau engga ya, paling kekayaannya cuma bertahan berapa lama aja wkwk. Uang memang penting tapi yang lebih penting adalah managemen keuangannya itu sendiri. Berapapun uang yang kita miliki, belajarlah untuk mengatur uang itu dengan baik (karena kita udah punya uang itu) sebelum kita memikirkan uang yang belum kita punya.
-
Segitu mungkin ya yang bisa saya tuliskan pagi ini, berhubung bentar lagi bakal ada kuliah wkwkw dan mau beres-beres rumah plus ngerjain proyek angkatan dulu heuheu. Oke, semangat! Nulis pagi-pagi gini, semoga berkah lah ya bismillah. Jangan lupa dhuha :)
Bandung, 16 September 2020 | 8.19 WIB
–eh udah tanggal 16 aja :”) cepet bat waktu berlalu, moga bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya ya waktu yang kita punya
159 notes
·
View notes
Text
Yuk belajar sabar!
Ada alasan kenapa kamu menikah dengan lelaki melankolis phlegmatis yang cinta damai dan tak suka pertikaian. Sedang kamu melankolis koleris mengebu gebu tapi cupu wkwkwk
Ada alasan kenapa kamu menikah dengan introvert sedang kamu extrovert cenderung ambivert
Bulan november ini setelah sakit flu batuk sekeluarga lewat, aku masih diberi waktu untuk merenung dalam kesakitanku leher benjol bengkak ga bisa nengok. Tidur pun susah posisinya karena ganjel.
Setiap aku menggumam "dosa apa lagi ya Allah yang aku lakukan sampai ditegur kayak gini?". Suami menjawab "ga boleh ngomong gitu, dosa kita mah memang banyak yang ga sadar dan disadari. Istigfar aja banyak2 dan sabar."
Sebelumnya memang sombong sih saat semua sakit sebagai ibu ga bisa terus sakit harus maksa diri biar cepet sembuh. Jadilah makan banyak dan minum obat rajin soalnya kasian anak anak ga akan keurus kalau sakit semua. Dalam hati bilang "tuh kan minum obat, makan banyak tuh adalah kunci cepet sembuh." Sedang suami bersabar dan berikhtiar sesuai pemikirannya
Nyadar bahwa obat tuh hanya perantara, Allah lah yang kasih rahmat buat sembuh.
Lalu ovt lagi dengan berfikir jangan jangan debu debu dosa riba? Terus mikir ya kenapa atuh ga dikasih keluasan rezeki biar ga kena debu riba?...tetep aja manusia playing victim di depan Tuhannya. Ya Allah.
Lalu mulai menyalahkan keadaan harus tinggal 1 atap beda dinding sama paman suami yang kerja serabutan dan suka ambil makanan tapi malu bilang meski kadang entah perasaan atau ngga makanan tu berkurang. Apa karena ga baik ama tetangga ????
Ovt lagi gimana kalo ina inu...
Cape
Kayaknya sakit nya karena kebanyakan OVT ini mah
Yuk sabar ya sayangku...
4 notes
·
View notes