#membersamai
Explore tagged Tumblr posts
Note
Assalamu'alaikum mas herri, mau tanya. Apa pesan dan nasehat kakak untuk seorang anak perempuan yang ingin menikah tapi belum berani mengungkapkan keinginannya kepada orang tua karena ia ingin meringankan beban orang tua dan posisinya menjadi tulang punggung? Walaupun dikatakan usianya sudah matang, di atas 27 tahun
MAU MENIKAH, TAPI ORANG TUA BAGAIMANA?
Wa'alaikumsalam wr wb
Jadi sebenarnya keinginanmu itu untuk menikah atau meringankan beban orang tua? Atau ini adalah keinginan yang bersamaan?
Kalau kamu perempuan, memang akan dilematis karena kalau mengikuti tradisi di negeri ini, pasti akan ikut dengan suaminya. Mengurangi waktu bersama dengan orang tua karena biasanya tinggal berbeda rumah. Tapi saya punya saran.
Pertama, kamu memetakan sumber pemasukan dari orang tuamu dan keluarga intimu. Kamu hitung masuk dan keluarnya. Lebih, cukup, atau kurangnya akan menjadi pertimbangan realistismu. Karena soal kebutuhan itu soal matematis yang bisa dihitung. Berbeda jika ternyata orang tuamu butuh ditemani secara psikologis. Ini bukan soal hitung-menghitung kebutuhan duniawi.
Kedua, sampaikan saja soal keinginanmu untuk menikah kepada mereka. Karena seharusnya, beban kamu untuk mengurus orang tua jadi agak ringan karena ada orang lain yang ikut membantumu dan menegakkan kepalamu. Kamu bisa minta pendapat mereka dan mereka pun dapat siap untuk kamu "tinggalkan".
Ketiga, pastikan bahwa orang yang akan kamu bersamai kelak bukan orang yang akan menghalangimu membersamai orang tuamu. Pastikan bahwa dia adalah orang terdepan yang justru memintamu agar terus dekat dengan orang tuamu. Karena jika dia mencintai orang tuanya, tentu dia juga akan memintamu agar dia bisa tetap membersamai orang tuanya meski sudah menikah. Membersamai itu tidak harus tinggal bersama orang tua. Bukan. Tapi terus merawat dan memperhatikan mereka. Bukankah ini kerja sama yang bagus bahwa kalian sama-sama merawat orang tua dan saling mendukung?
Saya doakan semoga kamu bisa menemukan laki-laki seperti ini. Banyak dan mungkin saja ada di sekitar kita. Semoga Allah ﷻ memberikan jalan dan petunjuk-Nya.
64 notes
·
View notes
Text
Tuhan dan Sifat Transaksional Manusia
“Kok bisa ya dia hidupnya selancar itu, padahal sholatnya aja bolong-bolong”
“dia kerjaannya dugem tiap malem, tapi kok ya hidupnya lancar, lulus S1, kerja di perusahaan bonafide, lalu kuliah S2 ke Amerika”
Haffffttt..
Berkali-kali pikiran seperti itu muncul di kepalaku akhir-akhir ini, sampe sempet beberapa kali aku bertanya pada beberapa kawanku, kok Tuhan begitu?
menilas balik kejadian tahun lalu, masih ada part marah dalam diriku. Aku kurang apa ya saat itu? dan semua pertanyaan “ternyata aku belum cukup” untuk Tuhan “melihatku” dan “menolongku”.
Sejak kejadian itu, aku enggan “mendekat”. Bahkan meminta dengan sungguh pun rasanya enggan. Kenapa? Banyak muncul perasaan “Ngapain aku berbuat baik dan ‘beribadah’ toh nyatanya pertolongan Tuhan jauh adanya?
“Ya mending aku gausah beribadah dengan baik aja, toh nyatanya beribadah dan tidak sama adanya?”
Sampai kemudian hari ini aku berpikir, bahwa selama ini aku menganggap hubungan dengan Tuhan hanyalah hubungan transaksional. Jika aku beribadah dengan tekun, maka harusnya Tuhan memudahkan seluruh hidupku. Jika aku melakukan ritual A B C, Tuhan akan memberiku apa yang aku mau. Yap, mungkin itu yang selalu terngiang di kepalaku sejak kecil.
“kalau mau hidupnya lancar, rajin sholat Dhuha sama Tahajud”, lalu aku melakukan itu semata-mata agar urusan duniaku lancar. Maka, saat tidak datang sesuai mauku, aku marah.
“kalau mau dilancarkan saat ujian, baca surat A B C, dzikir X Y Z”, sampai ternyata ujianku tidak lancar, aku marah.
Sekali lagi, hubungan dengan Tuhan aku anggap hanya hubungan transaksional biasa. Jika aku beribadah dengan baik, Tuhan harus memberiku apa yang aku mau dalam hidup.
Tapi padahal, ibadah dan “kesuksesan” yang aku harapkan adalah dua hal berbeda. Ibadah adalah kewajiban sebagai seorang manusia, terlepas dari segala atribut yang melekat, bahkan terlepas bagaimanapun takdir yang membersamai manusia. Jika aku mempercayai Tuhan, maka aku juga harusnya melakukan ibadah-ibadah yang harusnya datang dengan “kepercayaan” itu.
Sedangkan kesuksesan, pencapaian, atau apapun itu namanya, tidak hadir dari “karena aku beribadah dengan giat, aku akan mendapat apa yang aku mau”. Tidak. Kesemuanya datang dari usahanya diri, dan tentu saja takdir yang mengiringi. Tapi sekali lagi, ibadah, bagaimanapun bentuknya, sebagus apapun, tidak kemudian serta merta membuat Tuhan memberikan apa yang kita mau.
Itu hak prerogatif Tuhan :) Manusia, yaudah, menjalani hidup dengan bahagia aja heheh toh kalau mau lebih dalam melihat, ternyata banyak sekali nikmat yang sudah Tuhan berituh.
Bandung, 23 October 2024
117 notes
·
View notes
Text
The Only Child
Nggak tahu seberapa banyak yang "anak tunggal" juga di laman biru ini, kalau ada, boleh banget buat nambahin pikiran sama saling bersapa :D Sebagai anak tunggal, ada beberapa pikiran yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Beberapa perspektif yang mungkin juga dialami dilemanya oleh anak sulung, anak tengah, ataupun anak bungsu. Bisa disimpulkan, dimanapun posisi kita sebagai anak, ada kepikirannya sendiri-sendiri.
Ada beberapa hal yang jadi kepikirannya anak tunggal. Kalau kamu nanti ditakdirkan punya pasangan hidup seorang anak tunggal, mungkin POV ini bisa jadi sedikit informasi :
Kepikiran untuk bisa membersamai orang tua di masa tuanya. Entah dengan pulang kampung atau ngeboyong orang tua ke rumah sendiri di rantau. Ini pun nanti akan menimbulkan rentetan dampak, seperti ketika memilih pasangan hidup benar-benar dipastikan bisa menerima kondisi tersebut, tinggal bersama ortu tentu bukan hal yang mudah bagi calon pasangan. Jadi, pastikan mendiskusikan hal tersebut bersama dengan pasangan hidup.
Memilih pasangan hidup seperti memilihkan anak. Itu hanya majas, kiasan. Tapi bayangkan kalau kamu memilih pasangan hidup yang jelas-jelas punya potensi konflik dengan bapak ibumu sendiri sementara kamu anak tunggal, lebih baik pikir-pikir lagi secinta apapun kamu sama dia. Tapi, kalau kamu berhasil mendapatkan lampu hijau dari bapak ibumu, wah itu pasanganmu bakal maju lancar tanpa pesaing soalnya tidak dibanding-bandingkan dengan ipar lain soalnya nggak ada ipar.
Pilihan-pilihan didasarkan pada keridaan, tapi sebenarnya ini terjadi di semua posisi anak. Alangkah baiknya memang setiap pilihan kita, didoakan juga kasih rido sama ortu. Cuma sebagai anak tunggal, rasa-rasanya keinginan untuk bisa mewujudkan hal-hal besar maupun kecil yang jadi harapan ortu itu sangat besar. Sehingga mungkin beberapa pilihan dalam hidup, dengan penuh kesadaran, menjalani pilihan ortu. Bukan karena kita tidak memiliki pilihan, tapi karena keinginan untuk membahagiakan. Dan sebenarnya, pilihan mereka juga baik.
Kepikiran kalau mati duluan, ya, mati duluan dibandingkan sama ortu. Asli, ini salah satu takdir yang paling ditakutkan. Karena sebagai satu-satunya garis keturunan. Mungkin ga bisa dibayangkan kalau itu terputus. Harta/warisan masih mungkin untuk diwakafkan, tapi terkait ini, sulit dibayangkan akan seperti apa perasaan ortu jika kita nggak ada lebih dulu.
Love-Hate relationship, bagi yang mungkin hubungannya tidak sedekat/sehangat itu. Posisi diri yang jadi satu-satunya kadang membuat diri sangat amat bingung untuk membuat keputusan, membuat prioritas, dan aneka ragam dinamika hidup lain yang harus di hadapi. Apalagi kalau menyangkut pilihan-pilihan di poin nomor 1-3 di atas.
Dari banyak diskusiku dengan the only child lainnya, ada harapan yang amat besar dari sisi orang tua atas keberlanjutan keturunan. Memang ini akan dikembalikan lagi kepada pemahaman masing-masing orang. Tapi, jadi anak tunggal itu ada deg-degannya baik sebagai laki-laki / perempuan kalau qodarullah belum bisa memberikan cucu kepada ortu. Entah karena pilihan belum menikah, atau kondisi kesehatan, dan sebagainya, banyak faktornya. Jadi, jangan lupa jaga kesehatan ya! Sama kalau kamu nanti kebetulan ketemu sama pasangan yang anak tunggal, mungkin hal ini harus jadi diskusi yang bener-bener mateng soal rencana memiliki anak. Tentu saja, pada akhirnya memiliki keturunan adalah bagian dari takdir Allah. Sehingga kalau pun pada akhirnya memang takdirnya mungkin tidak sesuai dengan harapan, hal ini sudah terkomunikasikan dengan baik dan semoga tidak menjadi isu. Dilapangkan hati untuk menerima takdir bagi semua orang yang ada di dalam lingkaran tersebut, ya kamu, pasangan, juga keluarga.
Sebenarnya cukup banyak kepikirannya, kawan-kawan the only child boleh banget ikut urun pemikiran, apa sih yang lagi dipikirin, dikhawatirin, diperjuangin, dan sebagainya :)
63 notes
·
View notes
Text
Dulu, kukira tingkatan tertinggi dari mencintai seseorang adalah membersamai, tanpa memiliki. Tapi ternyata, masih ada yang lebih tinggi dari itu. Yaitu membebaskan, memerdekakan. Aku mencintaimu sepaket dengan membebaskan dan memerdekakanmu. Kamu bebas hidup seperti apapun yang kamu mau. Kamu bebas mencintaiku dengan cara apapun itu. Kamu bebas enggak mencintaiku atas pilihanmu. Aku tetap mencintaimu. Kamu bebas. Kamu merdeka.
- Sastrasa
#quote#puisi#quotes#galau#inspirasi#sedih#bahagia#motivasi#senang#kasih#kisah#cinta#sastra#literasi#sajak#rasa#bebas#merdeka
215 notes
·
View notes
Text
Jati Diri Wanita
Dalam segala kelebihan dan kelemahan yang Allah karuniakan, ada peran besar yang mendominasi dirinya dalam kehidupan.
Ada sebuah ungkapan " jika baik wanita, maka baik pula sebuah keluarga". Maka menjadi sangat penting untuk diri-diri wanita untuk semakin mengenali jati diri yang Allah telah tetapkan. Seperti dalam Al-Qur'an dan sunnah.
Jika seorang wanita mengenali jati dirinya, maka ia akan mampu bersikap dengan setiap keadaan yang ia alami. Bagaimana saat bersama Rabbnya, bersama memperlakulan dirinya, oranglain serta lingkungan.
Mendidik generasi, membersamai anak2 serta mendampingi suami adalah diantara tugas wanita. Jika sebuah keluarga dibersamai oleh wanita yang kokoh iman dan ketaqwaanya, maka generasi yang akan terbentuk pun akan kokoh pula...
Bismillah
Yuk semangat belajar
130 notes
·
View notes
Text
Seru liatin pasangan yang beda karakter, satunya extrovert satunya si baterai lemah introvert. Dan bisa jalan beriringan. Dan bisa saling support. Dan bisa saling mengisi, saling membersamai kekurangan satu sama lain.
Dan menyenangkan :)
Asal ga fokus sama perbedaannya. Karena se introvertnya seseorang kalau udah di fase nyaman ya bakalan bisa full battery 🌻
45 notes
·
View notes
Text
Untuk mu dan untuk ku, untuk kita (siapapun yang saat ini sepi dan sendiri walau berada di keramaian) tidak apa-apa jika kita masih sendiri, tidak apa-apa kita merasa sendiri, tidak mengapa kita berjuang dan berusaha sendiri. Percayalah kita tidak pernah sendiri-an, kita sama-sama berjuang dengan takdir masing-masing. Jangan pernah menyerah apa yang sudah kita perjuangkan, apa yang kita pertahankan selama ini.
Duhai diri, percayalah jika saat ini kita masih sendiri dan merasa sepi, Tuhan selalu mengawasi dan membersamai, Dia tidak akan meninggalkanmu, kecuali dirimu berlari menjauh dari-Nya. Tersenyumlah, bersama kesendirian ada kebersamaan, bersama kesedihan ada kebahagian. Dirimu tidak sendiri, kita sama-sama berjuang, diwaktu dan ditempat yang berbeda.
Selamat berjuang, mari merayakan kesendirian, jangan lupa bersyukur, bisa jadi merasa sendiri agar selalu merasa ada Allah yang membersamai, kalau manusia ada limid time nya kalau Allah every time.
54 notes
·
View notes
Text
satu dunia memujamu,
satu rumah sesak atas ucapmu.
Lately, ini topik utama yang kerap jadi bahan renungan di meja makan aku dan kakak.
Dalam beberapa kasus, kami menemukan rekan sejawat yang rupanya tak sanggup berbaik kata pada ibunya, sedang seluruh temannya menjadikan ia 'safe place' hidup mereka, karena elok tutur katanya.
Atau, entah lelaki mana mendapat limpahan pujiannya, sedang kakak sendiri tak pernah menerima tenang emosinya.
Atau, seluruh mulut sanggup ia dengar kisahnya, namun barang 5 menit tak mampu ia mendengar cerita adik kecilnya.
Menyeramkan ya, kau bahagiakan satu dunia, namun bahkan tanggung jawab terdekatmu, tak selamat dari ucapmu.
Sungguh menyesakkan sekali hidup berdarah, dengan manusia semacam itu.
Ucapnya kala itu.
Lalu resah itu tersuarakan,
Argh, melelahkan... sehingga lah kita harus menyeleksi sedemikian dalam untuk sesiapa ia yang akan membersamai kita nanti.
Dan lihatlah, betapa banyak manusia berwajah banyak hari ini...
Aku tergelak. Menemukan manisnya momen Allah ajarkan kami bahwa,
Memang, memanglah hanya Ia yang pantas menyeleksi, memperhitung, mempersatukan, sebenar-benar hamba-Nya.
Lalu, pertemuan kami itu, berakhir seperti sudah sudah.
Kami yang termenung bersama, menyadari kami pun, tak ubahnya resah kami.
---------------------
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku”
[HR. At Tirmidzi no: 3895 dan Ibnu Majah no: 1977 dari sahabat Ibnu ‘Abbas. Dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no: 285]
Memasuki usia menyadari, hadits ini luar biasa sekali.
62 notes
·
View notes
Text
Titipan yang harus kembali
Sejatinya kita tidak pernah memiliki apapun di dunia ini. Semuanya hanya titipan, termasuk jasad kita sendiri. Layaknya menjadi orang yang dititipi oleh Sang Pemilik, pantaskah kita marah saat titipan itu diambil kembali? Perlukah berlarut dalam duka saat titipan itu kembali pada yang memiliki? Haruskah menyalahkan takdir saat tau kalau pulang kepada Sang Pemilik itu bukan berarti hilang, dia hanya pergi mendahului, karena memang sudah berakhir waktunya untuk membersamai. Tidak ada yang terlalu cepat atau lambat, kepulangannya sudah ditulis sebelum ia hadir di dunia ini. Bukan hanya titipan itu yang harus kembali, diri ini dan kita semua hanya menanti giliran untuk kembali pada Sang Pemilik Diri.
78 notes
·
View notes
Text
Merayakan Sesak
Terkadang, kita seringkali mengharapkan kebahagiaan dan ketenangan selamanya tapi justru bertumpu pada hal-hal yang sifatnya sementara.
Bisa jadi, pencarian makna kebahagiaan terlalu banyak berorientasi kepada dunia, hingga saat terbentur dengan realita, hati menjadi sesak tak berdaya.
Hati itu ibarat rumah, sedangkan dada adalah halamanya.
Untuk melegakan hati, kita perlu melonggarkan dada yang sesak dari prasangka-prasangka, ekspektasi dunia, dan berharap kebahagiaan dari Allah semata. Halaman yang luas, asri, dan indah adalah cerminan hati yang tentram.
Saat musibah datang menimpa, hati akan mudah goyah dan Allah tahu itu. maka Ia memberikan kabar gembira untuk kita semua dalam firmanya :
“Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.”
Ketika Allah hadirkan 1 masalah di hidup kita, minimal Ia hadirkan juga 2 solusi yang membersamai.
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap!
Jadi, sudah mau menyerah?
(Notulensi Event "Merayakan Sesak" Quran Review)
#abamenulis#quranreviewaba#menujukemerdekaanpalestina#seperempadabad#menyambutkemenangan#dakwahkampus#pemudaislam
24 notes
·
View notes
Text
menyadari bahwa kamu ga sempurna, begitupun orang lain.
mungkin juga kamu akan dihadapkan pada konsekuensi menemani rasa takutnya entah sampai kapan, disisi lainnya ini adalah cara agar mendidik dirimu semakin kuat untuk tidak saling meninggalkan.
Ya.. ada banyak orang dengan kekhawatiran pada masa lalu, namun tak banyak dari mereka yang benar-benar menemukan orang lain yang secara sadar berani membersamai hidupnya. 🙂
Jadi.. apakah itu kamu..? seseorang yang dengan berani dan percaya bahwa menjadi kuat bukan tentang kamu dan dia, namun ada pada Tuhannya..
44 notes
·
View notes
Text
“Kenapa Baba bisa sabar banget?” tanyaku suatu malam selepas kami berkonflik.
“Padahal Bubu nyebelin kan?” sambungku lagi.
Seperti biasa, lelaki itu tersenyum sambil menunggu momen untuk memberi respon.
“Qowwam, Bu,” timpalnya pendek.
“Maksudnya?”
“Baba yakin, setiap suami itu Allah kasih fitrah al-qowwam yang paling cocok untuk mimpin istrinya. Jadi ya.. memang cuma Baba yang bisa menghadapi istri kayak Bubu.” 😁
***
Seyakin kita pada pemahaman bahwa setiap orangtua telah Allah instalkan kemampuan mendidik dan mengasuh yang kadarnya paling pas juga paling sesuai untuk anak-anaknya,
maka mestinya seyakin itu pula kita pada penjelasan bahwa: setiap orang yang sudah menikah..
Allah telah instalkan kemampuan untuk memahami, menyelami, membersamai, termasuk bersyukur dan bersabar atas pasangannya.
Sehingga, bagaimanapun ruang kurangnya.. kita dapat tetap tegak di atas keyakinan: suamiku adalah suami terbaik untukku, dan aku adalah istri terbaik untuk suamiku.
— Febrianti Almeera
Sepercik nasihat bagi mereka yang sudah mengarungi bahtera. Semoga senantiasa bersabar juga bersyukur atas setiap hal yang ditemui dari pasangan hidup. Tak terlepas juga untuk senantiasa belajar dan berdoa agar Allah bimbing, Allah berikan sakinah dalam pernikahan.
#islam#dakwah#kehidupan#muslim#nasihat#tulisan#reminder#perjuangan#self reminder#syukur#sabar#pernikahan#sakinah
142 notes
·
View notes
Text
Jangan memilih hidup dengan yang tak sejalan, yang tak pernah menjelaskan, dengan yang tak pernah meminta maaf dan tolong.
Setelah bersama, hidup hanya untuk kedepan, tidak untuk memutar ataupun berhenti. Maka hiduplah dengan yang sepaham, sebab kalau salah arah yang membersamai justru bisa membawa pulang dan kembali.
-aya
51 notes
·
View notes
Text
Perubahan Hidup
Beberapa waktu lalu, cukup fleksibel untuk melakukan perjalanan ke sana ke sini karena anak-anak belum sekolah. Kalaupun masih di KB/TK, untuk izin juga cenderung lebih longgar sehingga ketika ingin ke Malang ataupun ke Purworejo, bisa langsung jalan. Sekarang tidak.
Dalam proses mengajarkan tanggungjawab dan kedisiplinan kepada anak yang sudah masuk SD. Akhirnya menyadari bahwa memang kondisi tidak sama lagi, sekarang kalau mau "mudik" sebentar atau rekreasi, harus nunggu akhir pekan / tanggal merah / liburan sekolah.
Padahal, dulu, cita-citanya bekerja freelance agar bisa lebih fleksibel dengan waktu keluarga. Tapi ternyata dengan realita bahwa anak-anak telah memiliki aktivitas, saya sebagai orang tua yang akhirnya menyesuaikan. Waktu kerja menjadi jam kerja normal dari jam 9 hingga sore. Malam menjadi waktu keluarga. Dulu bisa membuka layanan 1on1 di pagi hari jam 5, sekarang tidak lagi. Sebab sudah mulai dari sebelum subuh bangunin anak-anak dan membiasakan mereka untuk shalat, ini menantang sekali dari proses wudhu hingga selesai harus sabar banget. Sembari istri menyiapkan sarapan. Jam 6.30 sudah harus siap semua dan mengantar anak sekolah di jam-jam yang dulu hampir tidak pernah keluar sepagi itu ke jalan raya, ternyata rame sekali.
Akhir pekan diisi dengan beragam aktivitas membersamai anak-anak. Itupun kalau tidak ada kegiatan tambahan dari sekolah. Ternyata memang aku pun harus beradaptasi terhadap aktivitasku. Sehingga keseimbangan antara pekerjaan, keluarga, dan hal-hal lain menjadi lebih baik.
Intensitas bermain media sosial juga lebih berkurang. Udah capek duluan dengan segala dinamika anak-anak sekolah. Mungkin dulu aku tidak begitu merasakannya ketika kecil, selain karena jarak sekolah hanya selisih satu rumah saja sehingga saya tidak pernah buru-buru. Gak mengalami harus antar jemput seperti sekarang. Terus dulu sekolah SD kelas 1 paling sampai jam 10.30, sementara SD anakku hampir full-day. Pulang sekolah menjadi momen untuk diskusi, bercerita, dan mengisi kantung-kantung cintanya.
Memang setiap fase ada proses adaptasinya sendiri. Kini aku harus belajar untuk menata ulang segala prioritas dalam hidup. Menyesuaikan ritme-ritme kemarin dengan ritme baru. Ada hal-hal yang perlu dikorbankan, ada hal-hal yang perlu dipilih. Memang sejatinya hidup akan terus bergulir seperti itu.
Jadi kalau nanti kita semua tumbuh dewasa dan mengalami dilema, wajar karena kita bertumbuh. Bertumbuh itu tidak nyaman. Tapi ketidaknyamanan itu yang membuat kita bertumbuh. (c)kurniawangunadi
54 notes
·
View notes
Text
Tulisan: Pesawat
Jika kamu begitu yakinnya pada pilot yang sedang menerbangkan pesawat, padahal mengenalnya saja kamu tidak, sementara ragamu tergadaikan antara jatuh atau selamat.
Seharusnya kamu lebih bisa yakin dan menyerahkan diri pada Allah atas semua yang hari ini kamu khawatirkan. Rezeki, jodoh, keluarga dan semua gemuruh hati.
Ikhtiarkan dengan ikhtiar yang terbaik dan semaksimal mungkin, doakan dengan doa yang penuh keyakinan dan prasangka baik, kemudian pasrahkan pada-Nya dengan sepenuhnya pasarah.
Sebab Tuhanlah yang menjadikan pesawat itu bisa terbang dan landing dengan selamat, Tuhan pula yang memberikan kemampuan dan ilmu pada pilot. Tuhan kita sama meski kita berbeda tempat dan waktu.
Kadang, kita terlalu menuhankan kekuatan dan kuasa kita, padahal kita hanyalah hamba biasa, penuh kurang dan cacat.
Sebab kamu mengenal-Nya, maka Dia akan membersamai dan menolongmu.
@jndmmsyhd
394 notes
·
View notes
Text
Tidak Bisa Kita Lawan
Maryam, pagi ini ibu baru saja selesai berpraktik. Kalau ibu ingat-ingat lagi, beberapa waktu belakangan ini ibu sedang sering bertemu klien-klien yang membahas soal anak. Sejujurnya, ibu sering kesulitan menahan tangis saat harus berhadapan dengan mereka. Ibu selalu ingat pada Maryam dan juga Maliq, yang mungkin inilah sebabnya ibu jadi seolah masuk terlalu dalam pada masalah klien-klien ibu meski masih cukup bisa dikendalikan dengan baik.
Klien-klien ibu yang mengeluhkan soal anak itu, bagi ibu adalah anugerah yang Allah hadirkan. Terkadang membuat ibu belajar sabar, terkadang belajar syukur. Tetapi, yang lebih sering, kehadiran mereka membuat ibu belajar melihat hidup sebagai sesuatu hal yang realistis, apa adanya, dengan berbagai dinamika dan ketetapan Allah yang tidak bisa dilawan, sekuat apapun kita ingin melawannya.
Ketetapan Allah yang tidak bisa dilawan? Iya. Bayangkan saja, ada yang sekuat hati ingin menunda kehamilan karena alasan finansial (padahal menurut ibu ia sudah sangat mapan dengan pekerjaan yang sangat baik), tapi ternyata Allah hadirkan janin di rahimnya. Ada yang merasa sudah mampu untuk menjadi orangtua, tapi Allah belum juga menetapkannya. Ada yang merasa hidupnya begitu bertujuan ketika memiliki anak, tapi tidak lama anak itu hidup Allah kemudian mewafatkannya sehingga ia sebagai orangtua merasa limpung dan tidak punya lagi tujuan hidup. Ada yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan di bidang ibu dan anak, tapi harus mendapati fakta bahwa suaminya bermasalah sehingga urusan anak tidak pernah menjadi prioritas bahasan meski ia sebagai perempuan begitu menginginkannya. Ada yang baru saja melahirkan, tapi Allah memanggil kembali anaknya pulang saat itu juga. Ya Allah.
Dari mereka, ibu jadi belajar bahwa benar ya anak itu, baik sudah hadir maupun belum, pada akhirnya adalah ujian sekaligus ladang amal shalih bagi orangtua. Mereka yang dititipi bukan semata-mata karena keinginannya, pun mereka yang belum dititipi bukan semata-mata karena ada yang salah, belum pantas, atau kurang ini dan itu pada dirinya. Semua tentang Allah saja ridhanya bagaimana dan sebagai manusia kita tidak bisa memaksakan apapun. Sebab,
Pada akhirnya, kita ini hanyalah bagian atomik dari takdir dan ketetapan agung Allah atas seluruh alam semesta dan keteraturan yang dirancang-Nya. Begitu juga ujian-ujian kita, semua sudah menjadi bagian dari skenario-Nya. Apa yang kita pikir seharusnya, bisa terjadi dalam bentuk yang sebaliknya.
Begitulah, ada banyak pertarungan di dalam batin para (calon) orangtua tentang anak: sejak anak itu belum lahir, di dalam kandungan, sudah lahir, bertumbuh besar, dst. Pertarungan itu tidak hanya semata-mata melibatkan perasaan, tapi juga keimanan: untuk tetap meyakini ketetapan Allah pasti yang terbaik, untuk tetap menunggu dengan sabar, untuk tetap membersamai dengan penuh syukur, untuk tetap sadar bahwa semua pada akhirnya hanyalah titipan, ujian, dan ladang amal shalih ... meski kondisinya mungkin memang tidak pernah ideal. Ibu hanya bisa berdoa, semoga semua orang (terutama ibu, ayah, dan siapapun yang ibu kenal), Allah berikan petunjuk dan kelapangan di jiwanya untuk senantiasa taslim: tunduk patuh kepada Allah tanpa terus berontak dan melawan ketetapan-Nya.
Wallahu 'alam bishawab.
41 notes
·
View notes