#keadilan sosial
Explore tagged Tumblr posts
Text
10 Hal Yang Perlu Diperhatikan Seniman Pemula
Seniman adalah sebuah kata yang cukup populer saat anda menikmati beberapa hal menarik bahkan sangat memukau, sekelas film, novel, carpen, film pendek, flash video dan lain-lain. Ini adalah kata yang cukup ekstentrik karena dapat membawa suasana hati dalam situasi yang didambakan oleh para pemula, yakni orang-orang muda yang masih abg dan belum tahu banyak tentang seluk beluk dunia. Tidak perlu…

View On WordPress
#berkarya#fluktuatif#hal penting#karya seni#keadilan sosial#kemandirian#mandiri#mencari#muda-mudi#Pekerjaan#pemuda#pemula#pendapatan#pilihan hidup#profesi#seniman#tujuan
0 notes
Text
Milenial dari Maluku Ini Berharap Anies Tegakkan Sila ke-5 Pancasila
JAKARTA | KBA – Indra Surendra, anak muda dari Maluku yang merantau ke Bogor, Jawa Barat berharap bacapres Anies Rasyid Baswedan benar-benar menegakkan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-5, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. “Saya yakin orang yang mau jadi presiden pasti punya tujuan untuk memajukan Negeri ini dan pastinya mengetahui nilai-nilai Pancasila yang begitu…

View On WordPress
0 notes
Text
read more
#StrategiInvestasi#OptimasiSEO#PeningkatanTraffic#BacklinkGratis#keadilan sosial#black lives matter#lgbtqia+
1 note
·
View note
Text
Hari Keadilan Sosial Sedunia, Sejarah dan Maknanya di Era Globalisasi
JAKARTA – Hari Keadilan Sosial Sedunia atau World Day of Social Justice diperingati setiap tanggal 20 Februari sebagai pengingat akan pentingnya keadilan sosial dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan. Perayaan ini bertujuan untuk menegaskan bahwa memajukan keadilan sosial harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan nasional dan internasional. Konsep ini mendapat…
0 notes
Text
Pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier
Mohon maaf pak mentri pendidikan yang budiman. Bagi orang kecil seperti kami, kuliah adalah jalan satu-satunya untuk memperbaiki taraf hidup dan mengangkat derajat serta status sosial keluarga kami.
Kami tak punya uang untuk dijadikan "pelicin" guna masuk kerja pada instansi-instansi tertentu. Karena untuk menyambung hidup saja orang tua kami selalu berhutang. Tutup lubang gali lubang.
Sejak SMA, kami selalu punya mimpi untuk dapat sekolah tinggi, kemudian dapat bekerja mapan dan memperbaiki ekonomi keluarga. Keluar dari zona tidak nyaman ini adalah opsi satu-satunya yang kami punya pak.
Kami orang biasa hanya punya mental bonek disertai dengan komitmen dan determinasi untuk beranjak dari kemiskinan.
Jika akses pendidikan tinggi hanya untuk orang kaya, lalu bagaimana nasib kami? apakah kami tidak diizinkan untuk menikmati apa itu pendidikan? apakah kami harus terus di garis kemiskinan?
jika demikian, makan harus ada yang dirubah dari semboyan negara ini, dari "keadilan sosial bagi seluruh seluruh rakyat Indonesia" menjadi ""keadilan sosial bagi sebagian rakyat Indonesia"
28 notes
·
View notes
Text
Dalam Islam, kesabaran (ṣabr) adalah salah satu sifat yang sangat dianjurkan, bahkan dianggap sebagai tanda keimanan yang kuat. Namun, apakah kesabaran memiliki batas? Secara umum, Islam mengajarkan bahwa kesabaran adalah sifat yang seharusnya diterapkan dalam setiap situasi. Namun, ada beberapa poin penting yang perlu dipahami terkait batas kesabaran dalam perspektif Islam.
1. Kesabaran Tidak Berarti Pasif
Islam tidak mengajarkan kesabaran yang pasif, di mana seseorang hanya menerima segala situasi tanpa melakukan tindakan yang benar. Dalam beberapa keadaan, seperti menghadapi ketidakadilan, penindasan, atau keburukan, umat Islam diajarkan untuk bertindak dan mencari solusi. Kesabaran dalam konteks ini adalah tetap tenang, menjaga emosi, dan mengambil langkah yang bijaksana, bukan berarti menerima ketidakadilan tanpa usaha untuk memperbaikinya.
Contoh: Jika seseorang diperlakukan tidak adil, kesabaran tidak berarti harus diam saja. Islam mendorong untuk berjuang mencari keadilan dengan cara yang sesuai dan adil.
2. Kesabaran dalam Menghadapi Ujian Hidup
Tidak ada batas khusus terkait ujian hidup. Umat Islam dianjurkan untuk terus bersabar dalam menghadapi segala bentuk ujian seperti penyakit, kehilangan, atau kesulitan ekonomi. Karena ujian adalah bagian dari rencana Allah untuk menguji iman dan ketakwaan hamba-Nya, seorang Muslim sebaiknya terus bersabar dan meyakini bahwa Allah akan memberikan ganjaran bagi kesabaran tersebut.
Firman Allah: "Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum, maka mereka akan diuji." (HR. Tirmidzi)
3. Kesabaran dalam Menghadapi Maksiat
Islam mengajarkan kesabaran dalam menjauhi maksiat. Kadang-kadang, godaan untuk melakukan dosa sangat kuat, namun di sinilah kesabaran diuji. Seseorang yang mampu menahan diri dari godaan dan memilih untuk tetap taat kepada Allah dianggap sebagai orang yang sabar. Dalam hal ini, tidak ada batas kesabaran karena kewajiban untuk menjauhi maksiat berlaku sepanjang hidup.
4. Kesabaran dalam Ibadah
Kesabaran juga diperlukan dalam menjalankan ibadah, baik dalam konteks melaksanakan kewajiban agama seperti shalat, puasa, dan zakat, maupun dalam menjaga konsistensi dan kualitas ibadah. Sabar dalam ibadah berarti melakukannya dengan tekun dan penuh keikhlasan, meskipun kadang terasa berat atau penuh godaan. Kesabaran dalam beribadah juga tidak memiliki batas, karena kewajiban ibadah terus berlangsung hingga akhir hayat.
5. Kesabaran dalam Menghadapi Kemungkaran
Dalam hal ini, Islam mengajarkan kesabaran, tetapi bukan berarti seseorang tidak boleh berusaha mengubah kemungkaran atau keburukan. Justru, umat Islam memiliki kewajiban untuk mencegah kemungkaran dengan cara yang benar. Jika ada kemungkaran, seperti ketidakadilan sosial atau pelanggaran terhadap hukum Allah, maka umat Islam harus berusaha mengubahnya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
"Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya (kekuasaan). Jika tidak mampu, maka dengan lisannya (nasihat). Jika tidak mampu, maka dengan hatinya (membenci kemungkaran itu), dan itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa kesabaran dalam menghadapi kemungkaran bukan berarti diam saja. Ada kewajiban untuk berusaha mengubahnya, namun dengan cara yang baik dan bijaksana.
6. Batas Kesabaran dalam Hubungan Sosial
Dalam hubungan sosial, seperti keluarga atau pertemanan, kesabaran sering diuji. Islam menganjurkan kesabaran dalam menghadapi perbedaan pendapat, konflik, atau masalah-masalah interpersonal. Namun, ketika konflik atau kesulitan dalam hubungan sudah melewati batas yang menyebabkan kehancuran moral atau spiritual, maka tindakan tegas bisa diambil. Sebagai contoh, dalam konteks pernikahan, jika pasangan menghadapi kekerasan fisik atau emosional yang terus-menerus, Islam memperbolehkan perpisahan (cerai) sebagai jalan keluar.
7. Kesabaran dalam Berdoa dan Mengharapkan Jawaban dari Allah
Terkadang seseorang merasa putus asa karena doa-doanya belum terkabul. Islam mengajarkan bahwa doa harus selalu disertai dengan kesabaran. Ada hadits yang menunjukkan pentingnya tidak terburu-buru dalam mengharapkan jawaban dari Allah:
"Doa seorang hamba akan terus dikabulkan selama ia tidak tergesa-gesa, yakni berkata: 'Aku telah berdoa, tetapi tidak dikabulkan.'" (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesabaran dalam berdoa berarti meyakini bahwa Allah akan mengabulkan doa di waktu yang tepat dan dalam bentuk yang terbaik, meskipun jawabannya tidak selalu langsung terlihat.
8. Kesabaran dalam Menjalankan Hukum Syariat
Ketika seseorang menghadapi ujian dalam menjalankan syariat Islam, seperti berpuasa di bulan Ramadhan atau menunaikan zakat meskipun sedang dalam kesulitan ekonomi, kesabaran sangat diperlukan. Menjaga konsistensi dalam menjalankan perintah Allah kadang-kadang membutuhkan pengorbanan, dan ini adalah bentuk kesabaran yang mulia.
8 notes
·
View notes
Text
Ngobrol sama Chatgpt
Apabila dikaitkan dengan konsep amar ma'ruf dan nahi munkar, pilihan menjadi psikolog keluarga atau psikolog forensik lebih dekat pada yang mana?
ChatGPT bilang:
Menarik sekali pertanyaannya. Jika dikaitkan dengan konsep amar ma'ruf dan nahi munkar, pilihan menjadi psikolog keluarga atau psikolog forensik bisa dipandang dari sudut pandang berikut:
1. Psikolog Keluarga – Lebih Dekat dengan Amar Ma'ruf
Psikolog keluarga fokus pada memperbaiki dinamika keluarga, memberikan bimbingan, serta membantu individu dan keluarga menjalani kehidupan yang lebih baik. Dalam konteks amar ma'ruf, seorang psikolog keluarga berperan dalam mengajak kepada kebaikan dengan cara:
Membantu pasangan mengatasi konflik pernikahan secara sehat.
Mendidik orang tua untuk membesarkan anak-anak dengan pola asuh yang baik.
Membangun keluarga sebagai unit sosial yang kuat dan harmonis.
Mengapa lebih dekat dengan amar ma'ruf? Karena tujuan utama psikolog keluarga adalah mendorong terciptanya nilai-nilai positif dan kesejahteraan dalam kehidupan keluarga, yang merupakan inti dari ajakan kepada kebaikan.
2. Psikolog Forensik – Lebih Dekat dengan Nahi Munkar
Psikolog forensik bekerja di ranah hukum dan kriminalitas, sering kali berhadapan dengan kasus-kasus yang berkaitan dengan perilaku menyimpang, kejahatan, serta masalah hukum. Dalam konteks nahi munkar, psikolog forensik berperan dalam:
Membantu pengadilan memahami kondisi psikologis pelaku kejahatan, sehingga hukuman atau rehabilitasi yang diberikan tepat.
Mengidentifikasi risiko perilaku berbahaya dan memberikan rekomendasi untuk mencegah tindakan kriminal lebih lanjut.
Membantu korban kejahatan, terutama dalam proses pemulihan dari trauma.
Mengapa lebih dekat dengan nahi munkar? Karena psikolog forensik fokus pada mencegah kejahatan berulang, mengatasi perilaku yang merusak, dan membantu menciptakan keadilan, yang sejalan dengan prinsip nahi munkar dalam mencegah kemungkaran.
3. Keseimbangan antara Keduanya
Pada dasarnya, baik psikolog keluarga maupun psikolog forensik menjalankan dua prinsip ini secara bersamaan, meskipun dengan pendekatan yang berbeda. Psikolog keluarga lebih banyak mengajak pada kebaikan (amar ma'ruf), sedangkan psikolog forensik lebih berfokus pada mencegah kejahatan (nahi munkar). Namun, keduanya berkontribusi pada menciptakan masyarakat yang lebih baik dan adil.
5 notes
·
View notes
Text
Ruang Bersama Laut Bercerita

Sejak tahun 2023, saya mulai mengetahui satu buku dengan judul "Laut Bercerita" ini dari berbagai media sosial yang saya punya. Awalnya saya cukup skeptis untuk membacanya, karena punya asumsi ini hanya sebuah buku sejarah membosankan yang tidak menarik. Tahun 2024, genre bacaan saya mulai berubah, dari buku-buku pengembangan diri, menjadi novel-novel fiksi sejarah. Saya membaca buku-buku karya Tere Liye, dan mulai mendapat persepsi baru. Sampai akhirnya, saya berpapasan lagi dengan buku karya Leila S. Chudori yang direview di tiktok. Saya jadi penasaran. Mulai muncul pertanyaan, memangnya sebagus itu yah? Kok ada yang sampai menangis?
Akhirnya, tahun 2025, saya berkesempatan untuk membaca Laut Bercerita. Seorang Senior membantu saya untuk mewujudkan wishlist buku ini, dan yah beberapa hari lalu buku itu sudah di tangan saya, dan hari ini saya baru menyelesaikan halaman terakhir dari novel ini.
Awal membaca, jujur saya terkejut karena penulis, Leila S. Chudori, menuliskan hal-hal ekstrim dengan cukup detail, dan jarang saya temukan di novel-novel yang sudah saya garap. Dari sini saya langsung berpikir bahwa novel ini akan lebih deep jika saya lanjut membaca.
Novel ini berlatarkan rezim pemerintahan pada tahun 1998 yang juga diselingi dengan alur mundur kehidupan para tokohnya di tahun 1991. Novel ini terbagi menjadi dua sudut pandang, yaitu sudut pandang tokoh utama, Biru Laut, dan sudut pandang adiknya Asmara Jati. Secara garis besar, novel ini menceritakan bagaimana perjuangan para mahasiswa dan mahasiswi aktivis yang ingin memperbaiki pemerintahan Indonesia yang sangat otoriter saat itu.
Leila Chudori sangat hebat dalam meramu karakter para tokoh, khususnya Laut, sehingga saya sebagai pembaca bisa langsung masuk pada alur cerita dan memahami para tokohnya. Tokoh favorit saya adalah Biru Laut tentunya, dan tiga perempuan yang Laut kagumi dalam hidupnya, yaitu Kinan, Anjani, dan Adiknya Asmara. Ketiganya punya karakter yang kuat dan pemberani sebagai seorang perempuan meskipun mereka dikelilingi kaum lelaki dalam keseharian mereka.
Setiap bab dari novel ini selalu punya adegan yang sangat membekas dan menyentuh. Momen penyekapan Laut bersama kawan-kawan sesama aktivis adalah hal yang mungkin hanya ingin saya saksikan di buku ini sekali saja. Terlalu menyakitkan. Ada satu plot wist yang buat saya marah dan kecewa, seolah ikut merasakan apa yang dirasakan Laut dan kawan-kawannya saat itu. Saya ingin bercerita, tapi tidak mau spoiler. Jadi harus langsung baca.
Saya bukan mahasiswi yang berlatar belakang hukum dan politik ataupun yang berhubungan dengan pemerintahan, karena itu ada saat di mana saya kurang bisa memahami buku dengan tema sejarah. Tapi, Laut Bercerita disajikan dengan sangat apik dan apa adanya, yang juga dilengkapi dengan bahasa puitis yang diramu sedemikian rupa oleh Leila S. Chudori. Saya lebih mudah memahami maksud dari karakter maupun kalimat demi kalimat yang ada di novel ini.
Ketika saya menutup halaman terakhir dari novel ini, saya menangis. Saya tidak menyangka bisa menyelesaikan sebuah buku yang begitu sentimental dan penuh historis. Novel yang diangkat dari kisah nyata peristiwa 1998 ini membuka mata, betapa kelamnya sejarah kita. Penghilangan nyawa para aktivis dan orang-órang yang sebenarnya memperjuangkan keadilan saat itu. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana relung keluarga, orangtua, saudara yang ditinggalkan saat itu, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan anak dan saudara mereka. Apakah mereka baik-baik saja, atau mungkin sudah berpulang pada Yang Esa?
Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca anak muda masa kini. Bukan hanya para mahasiswa, tapi semuanya. Kita hidup di tempat yang sama, dan keadilan adalah milik kita bersama. Mari berjuang dengan cara kita masing-masing, sesuai dengan bidang kita dan mungkin, apa yang kita minati. Sama seperti Biru Laut. Dia memulai dengan membaca, menulis, dan berkorban.
2 notes
·
View notes
Note
Menarik sekali postingan kakak sebelumnya. Aku sebagai seorang yg pernah berkecimpung di dunia dakwah di jogja, dulu seringkali mengutamakan kepentingan dakwah daripada kuliah maupun pribadi. Semisal syuro jm 6 pagi sampai jm 7 kuliah, kumpul jm 5 pagi, sorenya syuro lagi, sabtu minggu untuk dauroh/tatsqif/mabit dsb... kadang ada rasa nilai² yg dulu itu sekarang sirna sama sekali. Apa mungkin dunia pasca kampus yg jauh lebih berat tantangannya? Atau efek domino dari pemulihan masa pasca covid? Hampir tidak lagi menemukan vibes orang² yg semangat di dunia dakwah, bahkan sholat pun udah keren bgt keliatannya. Orang² yg dulu gethol di dunia dakwah kampus, tidak memungkiri kini sibuk dengan pekerjaan, atau yg sudah menikah sibuk dg rumah tangganya. Apa dakwah itu hanya romansa di dunia kampus? Bahkan sekarang di dunia kerja yg dibutuhkan adl ilmu, skill, dan attitude yg baik. Sempat ada rasa, yah dulu pas kuliah agak kureng, ngga mendalami bener² ilmu zaman kuliah yg jadi pondasi di dunia kerja. Untuk mengaplikasikan ruh dakwah supaya bisa longlasting itu susah sekali. Mungkin boleh opininya tentang urgensi dakwah kampus dilihat dari keawetannya di dunia pasca kampus? Supaya orang tuh ngga hanya memandang perjuangan dakwah kampus sebagai euforia dalih mencari keberkahan yg sifatnya temporer. Boleh juga ditambahkan gimana mempertahankan semangat 'dakwah' itu pasca kampus yg mana krn tuntutan mencari sesuap nasi tidak menjamin dapat lingkungan yg kondusif dan bisa ketemu orang² sefrekuensi lagi. Makasiih~
Romansa Dakwah Kampus: Mengapa Terasa Hanya Euforia Sementara?
Pertanyaan menarik! Izin prolog dulu ya sender. Kembali pada serial tulisan saya sebelumnya, bahwa memang pandemi adalah 'game changer' dari banyak hal dalam konteks pengelolaan dakwah kampus. Vibes yang kamu rasakan dulu namun sekarang seolah terasa hilang, saya rasa bukan sebatas hal-hal dzahir yang ikut serta dalam menciptakan nuansa militansi, keimanan, dsj. tetapi ada hal lain, yang saya sebut 'intangible things' (baca: nilai) yang (mungkin) sedikit banyak telah bergeser.
Entah mungkin karena faktor 'penjaga nilai-nya yang buru-nuru pengen lulus, tanpa ada upaya ekstra untuk menyalurkan nilai ke adik-adiknya, atau memang pergeseran tren hidup, yang membuat segala sesuatu harus dikalkulasi dengan materi? Jika 'menguntungkan' saya ikut, jika enggak, nanti dulu. Saya ada hipotesis dan kajian soal ini.
Tetapi, sebenarnya bagi saya apapun bentuk perubahannya, perubahan adalah perubahan. Ia akan terus ada, makanya ada statement : "setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya", tinggal bagaimana mereka generasi yang masih peduli bersikap, menganggap itu sebagai masalah atau justru peluang dan tantangan amal baru? :D

Saya ada materi yang mengkaji bagaimana cara organisasi pasca pandemi bisa melakukan revitalisasi atau adaptasi di masa perubahan ini. Dahulu saya presentasikan di pertengahan pandemi, dan makin getol saat pasca pandemi.
Singkatnya, dunia dalam fenomena yang menyebabkan segala sesuatu berubah sangat cepat. Yang dulunya mudah untuk memprediksi sesuatu, menjadi sukar, dsb. Maka, mau bagaimanapun perubahannya, fokus saja mencetak kader dakwah yang adaptif dan resilien.
Dunia Pasca Kampus
Bagi sebagian orang yang dimasa kampus concern terhadap nilai-nilai perjuangan, keadilan, dsb. akan ada satu momen kita dibenturkan akan apa yang kita yakini dan dinamika yang terjadi. Misalnya ketika dulu semasa di kampus memperjuangkan penolakan RUU CIPTAKER, maka ketika kita kerja di ranah bisnis, apalagi yang fokus ngelola HR macam saya ini, akan muncul dilematika dan konflik batin tersendiri. #iykwim :D
Pertantannya kenapa vibes dakwah di pasca kampus tidak terasa, seolah hanya nuansa yang kontemporer saja?
Pandangan bahwa Dakwah Kampus sebatas ruang aktualisasi sosial:
Menurut saya, seharusnya dakwah kampus tidak hanya dilihat sebagai aktivitas, tetapi juga proses pendidikan karakter. Saya menganalogikan LDK/LDF yang lengkap dengan budaya: adanya jamal (jam malam), atau kenapa ada hijab dalam syuro, dsb. Di awal juga bertanya apa pentingnya di dunia pasca kampus? Emang besok rapat di dunia kerja pakai hijab? kan enggak. Saya mencari jawaban ke kating tidak puas, akhrnya setelah perenungan panjang dan terbentur dinamika, baru saya punya kesimpulan. Bahwa hal yang demikian itu adalah bagian dari pembiasaan/pelatihan diri kita. Bahkan syuro itu saking unggulnya (khasnya orang Islam), kalau dibedah banyak hal yang secara tidak langsung mengajari kita sesuatu loh! Next kita bahas.
Kurangnya Pemahaman Filosofis tentang Dakwah:
Saat di kampus, banyak dari kita lebih fokus pada aktivitas teknis dakwah (program, kegiatan, syuro) tanpa benar-benar mendalami landasan filosofis dakwah itu sendiri. Akibatnya, ketika aktivitas teknis hilang di dunia kerja, ruh dakwah ikut memudar karena tidak ada fondasi yang kuat.
Tuntutan Kehidupan yang Lebih Berat
Setelah lulus, kita dihadapkan pada tuntutan finansial, karir, dan keluarga. Fokus kita lebih banyak tersita untuk "bertahan hidup" dibandingkan memperjuangkan dakwah. Dalam kondisi ini, dakwah sering kali terpinggirkan karena dianggap tidak relevan dengan kebutuhan hidup. Bagi sebagian orang ini adalah titik krusial, banyak yang akhirnya 'belok' di tengah perjalanan. Itulah kenapa pentingnya kita untuk tetap berjamaah, agar kontrol diri, sosial, dsb bisa tetap terjaga.
Cara Mempertahankan
Pahami kembali visi dakwah kampus, yang berupaya untuk "Menciptakan alumni (kader dakwah) yang berafilisasi terhadap Islam". Sebab mau jadi apapun kita (ekonom, politisi, dsb.) kita adalah aktovis dakwah, nahnu du'at qobla kulli syai'.
Membangun filosofi dakwah yang menyentuh semua aspek kehidupan. Dakwah kampus bukan hanya soal syuro atau program, tetapi soal menanamkan filosofi bahwa dakwah adalah cara hidup (manhajul hayah). Dengan cara ini, dakwah tidak akan berhenti di ruang-ruang kampus, tetapi terus menjadi bagian dari setiap aktivitas kita: dalam pekerjaan, keluarga, hingga hubungan sosial.
Relevansikan DK dengan tuntutan hidup. Dakwah pasca kampus harus dikaitkan dengan kebutuhan hidup nyata, seperti pengembangan karir, peningkatan skill, atau keseimbangan antara spiritualitas dan profesionalitas. Dakwah tidak hanya soal kegiatan, tapi juga bagaimana kita memberikan solusi bagi tantangan zaman.
Temukan lagi lingkungan yang mendukung. Meski tidak lagi berada di kampus, kita tetap membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk menjaga semangat dakwah. Cari komunitas baru yang sevisi dan mendukung pengembangan spiritualitas kita.
6 notes
·
View notes
Text
Peran pendidikan agama islam dalam membentuk masyarakat yang peduli sosial dan lingkungan
Saya Sudarminso Mahasiswa uin raden fatah Palembang memenuhi tugas mata kuliah Bahasa indonesia dosen pengampuh Ibu Istiqomah M. Pd
Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peran yang sangat fundamental dalam pembentukan karakter individu dan masyarakat. Tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk mentransmisikan ajaran agama, PAI juga dapat menjadi agen perubahan sosial yang menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, kepedulian terhadap sesama,serta penghargaan terhadap alam sebagai amanah dari Tuhan. Islam sendiri mengajarkan prinsip keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan hidup, yang dikenal sebagai konsep tasfiyah (penyucian diri) dan tazkiyah (penyucian jiwa).Salah satu tantangan besar di dunia modern adalah meningkatnya kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku konsumtif dan tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini, pendidikan agama Islam memiliki potensi besar untuk membentuk masyarakat yang lebih peduli terhadap masalah sosial dan lingkungan. Nilai-nilai sosial seperti keadilan, empati, tolong-menolong, serta kewajiban menjaga alam merupakan ajaran yang sangat penting dalam Islam, yang dapat dijadikan dasar untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan agama Islam perlu diintegrasikan dengan nilai-nilai sosial dan lingkungan yang relevan dengan kondisi saat ini. Pendidikan agama Islam yang hanya terfokus pada aspek ritualistik dan doktrinal saja, tanpa memperhatikan pengembangan karakter sosial dan kepedulian terhadap lingkungan, tentu tidak akan memberikan dampak yang maksimal. Oleh karena itu, esai ini bertujuan untuk menggali lebih dalam bagaimana peran pendidikan agama Islam dalam membentuk masyarakat yang peduli sosial dan lingkungan, serta bagaimana ajaran Islam dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan perubahan positif. Islam mengajarkan tentang Kepedulian sosial secara jelas mengajarkan nilai-nilai sosial yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ukhuwah (persaudaraan) yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan Hadis menekankan pentingnya menjaga solidaritas sosial, saling membantu, dan menanggulangi kemiskinan serta ketidakadilan. Dalam Surah Al-Baqarah (2:177), Allah SWT menyebutkan bahwa kebaikan adalah bukan hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi juga dalam berbuat baik kepada sesama, seperti memberi makan orang miskin, menolong yang membutuhkan, dan menegakkan keadilan. Oleh karena itu, pendidikan agama Islam memiliki kewajiban untuk mengajarkan nilai-nilai ini kepada generasi muda agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang peka terhadap penderitaan sosial dan siap berkontribusi pada masyarakat. Ajaran tentang lingkungan hidap dalam Islam, hubungan manusia dengan alam sangat dijaga. Al-Qur'an mengajarkan bahwa bumi dan segala isinya adalah amanah dari Tuhan yang harus dijaga kelestariannya. Dalam Surah Al-Baqarah (2:164), Allah menyebutkan bahwa segala yang ada di bumi merupakan tanda kebesaran-Nya yang harus dimanfaatkan dengan bijak dan tidak merusak.
Selain itu, dalam banyak hadis, Rasulullah SAW mengingatkan umat Islam untuk menjaga kelestarian alam, seperti tidak menebang pohon sembarangan, tidak mencemari air, serta tidak berlebihan dalam penggunaan sumber daya alam. Pendidikan agama Islam yang menekankan nilai-nilai ini dapat membentuk individu yang peduli terhadap lingkungan dan berkomitmen untuk menjaga kelestarian alam. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Mewujudkan Masyarakat yang Peduli Sosial dan Lingkungan,Pendidikan agama Islam harus mampu mengintegrasikan ajaran agama dengan isu-isu sosial dan lingkungan yang sedang berkembang. Kurikulum Pendidikan Agama Islam yang relevan dengan tantangan zaman dapat mengajarkan siswa tentang pentingnya kepedulian terhadap sesama dan lingkungan. Guru-guru PAI dapat membimbing siswa untuk memahami bahwa kewajiban sosial dan kewajiban menjaga alam adalah bagian dari pengamalan agama yang sahih. Melalui pengajaran yang berbasis pada nilai-nilai ajaran Islam yang universal, siswa akan terbiasa dengan konsep keadilan sosial, empati terhadap sesama, serta rasa tanggung jawab terhadap bumi,Sebagai contoh, dalam konteks pendidikan lingkungan hidup. sekolah dapat mengadakan program-program yang melibatkan siswa dalam kegiatan sosial dan lingkungan, seperti kegiatan menanam pohon, pengumpulan sampah, dan bakti sosial untuk membantu orang yang membutuhkan. Kegiatan ini tidak hanya mengajarkan siswa tentang pentingnya menjaga alam dan membantu sesama, tetapi juga memberikan pengalaman langsung tentang bagaimana nilai-nilai Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk masyarakat yang peduli sosial dan lingkungan. Dengan mengajarkan nilai-nilai sosial dan peduli terhadap lingkungan yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan Hadis, pendidikan agama Islam dapat membentuk individu yang tidak hanya taat beribadah, tetapi juga memiliki empati terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap kelestarian alam. Oleh karena itu, pendidikan agama Islam harus dikembangkan agar dapat mengatasi tantangan sosial dan lingkungan yang ada, serta menjadikan masyarakat yang lebih baik dan lebih peduli terhadap sesama dan alam sekitar.
Referensi
Al-Qur'an dan Hadis – Ayat-ayat dan hadis-hadis tentang kepedulian sosial dan lingkungan hidup, seperti Surah Al-Baqarah (2:177), Surah Al-Baqarah (2:164), dan berbagai hadis Rasulullah SAW mengenai perlindungan alam dan kewajiban sosial. Muhaimin, A. (2016). Pendidikan Agama Islam dalam Membangun Karakter Bangsa. Jakarta: Kencana. Hasan, M. (2019). Islam dan Lingkungan Hidup: Perspektif Agama dalam Konservasi Alam. Jakarta: Rajawali Pers. Nawawi, A. (2018). Pendidikan Agama Islam dan Tantangan Sosial Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azra, A. (2013). Pendidikan Agama Islam di Indonesia: Sejarah, Konsep, dan Isu Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group.
Dengan adanya panduan yang jelas dari ajaran Islam dan pelaksanaan pendidikan yang efektif, kita dapat berharap bahwa masyarakat akan semakin sadar dan peduli terhadap pentingnya menjaga keseimbangan sosial dan lingkungan.
2 notes
·
View notes
Text
Sosiolog: Jika Jadi Presiden, Anies Baswedan Akan Memberi Perhatian Pada Keadilan Sosial
JAKARTA | KBA – Sosiolog Prof Musni Umar mengatakan, Calon Presiden Indonesia Anies Baswedan diyakni akan memfokuskan pada keadilan sosial jika nanti diberikan amanah menjadi Kepala Negara di Pemilu 2024. “Dalam berbagai kesempatan, Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 selalu mengemukakan, jika diberi amanah memimpin Indonesia akan memberi titik perhatian pada pelaksanaan keadilan sosial,” katanya…

View On WordPress
0 notes
Text
Pendidikan Agama Islam sebagai Jalan Menuju Toleransi dan Perdamaian
Dalam dunia yang semakin kompleks, pendidikan agama memainkan peran penting dalam membentuk individu dan masyarakat. Pendidikan Agama Islam, sebagai salah satu pilar pendidikan di Indonesia, memiliki tanggung jawab besar dalam membangun generasi yang berlandaskan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Mengingat Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam), pendidikan agama Islam seyogianya mencerminkan nilai-nilai ini dalam setiap aspek pembelajaran dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, tantangan dalam membangun toleransi dan perdamaian kerap hadir, baik dalam bentuk konflik antarumat beragam, perbedaan pandangan dalam Islam itu sendiri, maupun dinamika global yang mempengaruhi keharmonisan sosial. Esai ini akan mengupas bagaimana Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat menjadi jalan menuju toleransi dan perdamaian, dengan memanfaatkan prinsip-prinsip dasar Islam yang universal, implementasi strategi dalam pendidikan, dan tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.
Islam mengajarkan toleransi melalui berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam Surat Al-Kafirun (109:6), Allah berfirman, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Ayat ini menunjukkan penghormatan terhadap keyakinan orang lain, yang merupakan inti dari toleransi. Dalam konteks hubungan sosial, Rasulullah SAW juga menjadi teladan dalam toleransi. Sebagai pemimpin di Madinah, beliau membangun Piagam Madinah yang menjadi landasan kehidupan berdampingan antara umat Islam, Yahudi, dan suku-suku lain di Madinah. Nilai-nilai ini menjadi rujukan penting dalam membangun toleransi melalui pendidikan agama Islam.
Pendidikan Agama Islam bukan hanya tentang transfer ilmu, melainkan juga pembentukan karakter yang berlandaskan ajaran Islam. Beberapa aspek penting yang dapat digunakan untuk menanamkan toleransi melalui pendidikan agama yaitu : pertama, pengajaran Nilai-Nilai Universal Islam nilai-nilai seperti kasih sayang ( rahmah ), keadilan ( 'adalah ), dan persaudaraan ( ukhuwah ) harus ditekankan dalam kurikulum PAI. Nilai-nilai ini mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekayaan yang harus dihormati. Kedua, Memahami Perbedaan dalam Islam pendidikan Agama Islam harus mengajarkan perbedaan pendapat dalam Islam itu sendiri, seperti antara berbagai mazhab, sebagai hal yang wajar dan sehat. Dengan demikian, siswa diajarkan untuk menerima perbedaan pandangan sebagai bagian dari dinamika intelektual dan spiritual Islam. Ketiga, Mengintegrasikan Pendidikan Karakter pendidikan Agama Islam harus mengutamakan pembentukan karakter siswa. Dengan karakter yang kuat dan berlandaskan ajaran Islam, siswa mampu menjadi individu yang toleran, terbuka, dan siap hidup berdampingan dengan siapa pun. Keempat, pembelajaran Kontekstual pendidikan agama harus relevan dengan realitas kehidupan sehari-hari. Hal ini melibatkan pembahasan isu-isu kontemporer seperti konflik budaya, konflik agama, dan perdamaian dunia. Dengan pendekatan ini, siswa memahami bahwa Islam relevan dalam setiap aspek kehidupan.
Perdamaian, baik pada tingkat individu maupun masyarakat, adalah tujuan utama ajaran Islam. Dalam konteks ini, Pendidikan Agama Islam memainkan peran penting. Pertama, mengajarkan Konsep Perdamaian dalam Islam. Islam mendukung perdamaian melalui konsep islah (rekonsiliasi) dan silaturahim (menjalin hubungan baik). PAI harus mengajarkan pentingnya menyelesaikan konflik dengan cara damai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Kedua menghilangkan Stereotip dan Prasangka. Pendidikan agama dapat menjadi alat untuk menghilangkan prasangka terhadap kelompok lain. Siswa diajarkan untuk melihat manusia sebagai makhluk yang sama di hadapan Allah, tanpa memandang perbedaan ras, agama, atau suku. Ketiga, membangun Generasi Agen Perdamaian. PAI harus membentuk siswa menjadi agen perdamaian yang aktif memajukan keharmonisan di lingkungan mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan kepemimpinan berbasis nilai-nilai Islam. Keempat, menanamkan Pentingnya Dialog Antaragama. Dialog antaragama merupakan sarana penting untuk membangun pemahaman dan menghindari konflik. Pendidikan Agama Islam harus mengajarkan keterampilan berdialog dengan menghormati perbedaan keyakinan.
Meskipun PAI memiliki potensi besar dalam membangun toleransi dan perdamaian, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi, antara lain: Pertama, radikalisme dan ekstremisme. Radikalisme masih menjadi tantangan besar bagi pendidikan agama. PAI harus mampu menawarkan narasi Islam yang moderat dan inklusif untuk melawan paham ekstremisme. Kedua, minimnya Guru yang Kompeten. Guru PAI harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang Islam dan nilai-nilai toleransi. Sayangnya, tidak semua guru memiliki kompetensi yang mumpuni dalam hal ini. Ketiga, kurikulum yang Kurang Relevan. Kurikulum PAI sering kali terlalu fokus pada aspek kognitif dan kurang tekanan pada pembentukan karakter. Hal ini mengurangi efektivitasnya dalam memulihkan toleransi dan perdamaian. Keempat, isu politisasi agama. Agama seringkali digunakan untuk kepentingan politik, yang dapat merusak citra Islam sebagai agama perdamaian pendidikan agama harus berusaha membebaskan siswa dari pengaruh politisasi ini.
Strategi Implementasi Pendidikan Agama Islam yang efektif. Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa strategi yang dapat diterapkan adalah: Pertama, pelatihan Guru PAI. Guru harus dilatih untuk mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan perdamaian dalam pembelajaran. Kedua, kerja Sama Antaragama. PAI dapat melibatkan siswa dalam program kerja sama antaragama untuk meningkatkan pemahaman dan menghargai perbedaan.
Pendidikan Agama Islam memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun toleransi dan perdamaian di tengah keragaman masyarakat. Dengan mengajarkan nilai-nilai universal Islam, membangun karakter siswa, dan menanamkan pentingnya dialog antaragama, PAI dapat menjadi solusi untuk mengatasi berbagai konflik sosial dan agama. Namun, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan komitmen dari semua pihak, termasuk guru, pemerintah, dan masyarakat, untuk mendukung pendidikan agama yang inklusif, relevan, dan berorientasi pada pembentukan generasi yang toleran dan cinta damai. Dengan demikian, PAI tidak hanya menjadi sarana pendidikan, tetapi juga agen transformasi sosial yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Referensi
Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Abdullah, M.Amin. (2013). Studi Islam di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azra, Azyumardi. (2002). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru . Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Suyadi, A. (2019). Reformasi Pendidikan Islam dalam Menjawab Tantangan Zaman . Malang: Pers UIN Malang.
Rahardjo, M.Dawam. (1996). Islam dan Transformasi Sosial . Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat.
Esensi Penulis
Essay Pendidikan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada kami selaku mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Raden Fatah. Essay ini mengangkat sebuah tema yaitu Pendidikan Agama Islam sebagai Jalan Menuju Toleransi dan Perdamaian. Essay ini memberi gagasan bahwa pai bukan sekedar alat doktrinasi, melainkan juga sebagai bentuk kontribusi aktif untuk menjawab tantangan kontemporer, terutama dalam menciptakan masyarakat yang harmonis, adil, dan damai.
2 notes
·
View notes
Text
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP TOLERANSI DAN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Toleransi dan kerukunan antar umat beragama merupakan fondasi utama untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai. Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman, pendidikan agama, terutama pendidikan agama Islam, memiliki peranan yang sangat penting. Pendidikan agama Islam tidak hanya berfungsi untuk memperdalam pengertian tentang ajaran Islam, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun sikap toleran dan menghargai perbedaan.
Dalam esai ini, kita akan membahas pengaruh pendidikan agama Islam terhadap toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Kita akan melihat bagaimana pendidikan agama dapat membentuk sikap saling menghormati dan memahami antar pemeluk agama yang berbeda, serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan agama Islam dapat didefinisikan sebagai proses pengajaran yang bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam, baik dari segi teori maupun praktik. Pendidikan ini mencakup ajaran Al-Qur'an, hadis, akhlak, serta tata cara beribadah. Salah satu tujuan utama dari pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi individu yang bertakwa, bertanggung jawab, dan mampu berinteraksi dengan baik dalam masyarakat yang beragam.
Menurut Syamsuddin (2012), pendidikan agama Islam diharapkan dapat menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan di antara umat beragama. Sikap ini sangat penting agar tercipta kerukunan dalam kehidupan sosial.
Toleransi dalam konteks agama adalah sikap terbuka dan menghormati perbedaan yang ada di antara pemeluk agama yang berbeda. Dalam Islam, toleransi merupakan nilai yang sangat ditekankan. Al-Qur'an, dalam Surah Al-Kafirun (109:6), mengajarkan bahwa setiap individu bebas untuk memeluk agama yang diyakininya. Toleransi ini harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama.
Pendidikan agama Islam, dengan pendekatan yang komprehensif, dapat menjadi wadah untuk mendidik generasi muda tentang makna toleransi. Dalam pembelajaran, siswa diajarkan tentang ajaran Islam yang mengajak untuk hidup rukun dan damai dengan orang lain, terlepas dari perbedaan agama.
Implementasi pendidikan agama Islam dalam membangun toleransi bisa dilakukan melalui berbagai cara, antara lain: Pendidikan agama Islam harus mencakup pengajaran nilai-nilai universal yang berlaku untuk semua umat manusia, seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang. Nilai-nilai ini tidak hanya berlaku untuk sesama umat Islam, tetapi juga untuk hubungan dengan pemeluk agama lain. Menurut Musthafa (2018), pengajaran nilai-nilai ini dapat membantu siswa memahami pentingnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Dan kegiatan dialog antar agama merupakan metode efektif dalam meningkatkan toleransi. Dalam pendidikan agama Islam, siswa dapat diperkenalkan dengan praktik dialog antar agama, di mana mereka belajar untuk mendengarkan dan memahami pandangan orang lain. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan baik di masyarakat yang beragam.
Mempelajari sejarah hubungan antar umat beragama di Indonesia juga penting. Siswa diajarkan tentang bagaimana Islam dan agama lain telah berinteraksi sepanjang sejarah, serta peristiwa-peristiwa yang menunjukkan toleransi dan kerukunan. Fakta sejarah ini dapat memberikan perspektif positif tentang kerukunan yang dapat dijadikan teladan.
Pendidikan agama Islam yang baik dapat membangun sikap toleran di kalangan siswa. Dengan memahami ajaran Islam tentang menghargai orang lain dan perbedaan, siswa menjadi lebih terbuka terhadap pemeluk agama lain. Sebuah penelitian oleh Indrawati (2020) menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan pendidikan agama Islam yang baik menunjukkan sikap lebih toleran terhadap teman mereka yang berbeda agama.
Kerukunan sosial yang terjalin di masyarakat sangat dipengaruhi oleh pendidikan agama. Ketika generasi muda diajarkan untuk saling menghormati dan bekerja sama, hal ini dapat mencegah terjadinya konflik yang berbasis agama. Menurut Wahid (2019), pendidikan agama Islam berperan dalam menciptakan lingkungan sosial yang aman dan damai, di mana setiap orang merasa dihargai.
Meskipun manfaat pendidikan agama Islam terhadap toleransi dan kerukunan sangat signifikan, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi, antara lain: Salah satu tantangan terbesar adalah maraknya paham ekstremisme yang mengatasnamakan agama. Hal ini mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap agama, termasuk Islam itu sendiri. Pendidikan agama Islam harus mampu melawan paham tersebut dengan menanamkan narasi yang benar tentang ajaran Islam yang damai. Dan kurikulum pendidikan agama yang tidak relevan dengan kondisi sosial saat ini dapat menghambat upaya membangun toleransi. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi dan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam yang menekankan nilai-nilai toleransi dan kerukunan.
Berdasarkan yang sudah dipaparkan diatas bahwa pendidikan agama islam memiliki pengaruh yang signifikan terhadap toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Melalui pengajaran nilai-nilai universal, dialog antar agama, dan pembelajaran sejarah, pendidikan agama Islam dapat membentuk sikap toleran di kalangan generasi muda. Namun, tantangan seperti ekstremisme dan kurikulum yang kurang relevan perlu diatasi agar pendidikan agama Islam dapat berfungsi secara optimal dalam membangun kerukunan sosial. Dengan demikian, pendidikan agama Islam tidak hanya bertujuan untuk memperdalam iman seseorang, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan masyarakat yang damai, harmonis, dan saling menghargai.
Sumber refrensi
Indrawati, R. (2020). "Dampak Pendidikan Agama Terhadap Sikap Toleransi Siswa." Jurnal Pendidikan Islam, 12(2), 95-108.
Musthafa, A. (2018). "Peran Pendidikan Agama dalam Membangun Toleransi." Jurnal Dakwah, 10(1), 45-58.
Syamsuddin, M. (2012). "Pendidikan Agama Islam dan Toleransi Beragama di Indonesia." Jurnal Sosial dan Humaniora, 4(3), 23-34.
Wahid, A. (2019). "Pendidikan Agama Islam untuk Membangun Kerukunan Sosial." Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 15(4), 67-78.
Yulianto, R. (2021). "Kurikulum Pendidikan Agama Islam: Tantangan dan Peluang." Jurnal Ilmu Pendidikan, 17(1), 12-25.
2 notes
·
View notes
Text
Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Generasi Muda yang Moderat
Saya Muhammad Naufal mahasiswa UIN RADEN FATAH PALEMBANG memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia dosen pengampuh ibu Istiqomah M.Pd
Di era kuatnya arus globalisasi, informasi, dan teknologi sangat mudah bagi kita untuk mendapatkan informasi-informasi baru yang akurat, ter-update dan juga akurat. Akan tetapi, dibalik kemudahan dalam memperoleh informasi tersebut terdapat bahaya negatif yang dapat menerpa generasi muda Islam yaitu maraknya penyebaran budaya-budaya asing yang dapat merusak pemikiran umat Islam khususnya di kalangan anak muda. Budaya asing memang tak selamanya buruk, namun dari budaya asinglah banyak masuk pemikiran-pemikiran ekstrim yang tidak sejalan dengan ajaran agama Islam, seperti Radikalisme, Ateisme, dan Ekstremisme.
Disinilah Pendidikan Agama Islam berperan dalam mendidik generasi muda agar tetap menjadi insan yang berjiwa moderat ditengah-tengah perang ideologi yang terjadi saat ini, terutama dalam membentuk sikap moderat yang dapat membawa kedamaian, toleransi, dan dapat merangkul keberagaman dalam budaya dan kehidupan sosial. Sebagaimana yang kita ketahui Indonesia adalah negara multikultural, pendidikan agama Islam yang moderat dapat menjadi solusi dan kunci untuk menumbuhkan sikap saling menghargai dan hidup berdampingan dalam keberagaman baik itu dalam budaya, bahasa, ras, suku dan juga agama.
Peran Pendidikan Agama Islam bukan hanya untuk sekedar ibadat dan muamalat, akan tetapi Islam itu dapat dilihat dari cara kita menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan usaha yang maksimal dalam pendidikan generasi muda agar menjadi seorang muslim yang moderat, berpikiran maju dan tidak terpaku dengan pemikiran barat, dan juga seimbang antara dunia dan akhiratnya. Sebagaimana yang tercantum dalam surah Al-Baqarah (2) ayat ke 143 yang artinya “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu bisa menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Q.S. Al-Baqarah;143).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata Moderat berasal dari kata “Moderasi” yang berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman atau dapat juga diartikan selalu menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan cenderung ke arah jalan tengah. Kata ini diambil dari bahasa latin Moderatio yang berarti kesedangan, atau penguasaan diri. Dalam Islam sendiri, Moderat diartikan sebagai titik tengah yang berada dalam rentangan sisi ekstrem kiri dan kanan. Sisi kiri memahami Islam secara ekstrem dan kanan memahami Islam dalam konteks yang sangat lentur, berfokus pada sikap toleransi, keterbukaan, serta pemahaman yang seimbang terhadap ajaran Islam, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar agama. Islam Moderat mengutamakan pemahaman yang kontekstual, menghargai perbedaan, dan menekankan pentingnya perdamaian serta kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan Agama Islam mengajarkan pemahaman Islam yang holistik, bukan hanya sebatas ritual atau hukum agama. Generasi muda perlu diajarkan tentang pesan universal Islam yang mendorong perdamaian, keadilan, dan toleransi antar umat beragama. seperti, dalam mengajarkan prinsip rahmatan lil-‘alamin (rahmat bagi seluruh alam), PAI dapat memperkenalkan ajaran Islam yang menekankan pentingnya kasih sayang, menghormati sesama, dan berbuat baik terhadap lingkungan. Moderasi beragama dalam konteks Islam mengacu pada sikap pertengahan antara ekstremisme dan kemunduran dalam beragama. PAI dapat menanamkan konsep wasathiyah (keseimbangan) yang mengajarkan umat Islam untuk tidak bersikap ghuluw dalam menjalankan agama, namun juga tidak meremehkan ajaran agama (tajfif). Dalam hal ini, PAI bisa menekankan pentingnya bersikap adil, tidak fanatik, dan menghindari radikalisasi.
Pendidikan Agama Islam yang moderat mengajarkan untuk menghargai perbedaan, baik itu perbedaan agama, budaya, maupun pandangan. PAI dapat mengajarkan kisah-kisah nabi yang menunjukkan sikap toleransi terhadap kelompok lain, seperti bagaimana nabi Muhammad SAW menjalin hubungan baik dengan orang-orang non-muslim di Madinah, termasuk dalam hal berbagai ruang publik dan menjaga perdamaian antar kelompok. Untuk mengedepankan generasi muda yang moderat, PAI juga harus mengedepankan pentingnya dialog antar agama. Melalui dialog ini, generasi muda diajarkan untuk memahami dan menghargai perbedaan budaya dan agama. Pendidikan Agama yang mengedepankan dialog bisa menciptakan sikap saling menghormati dan mengurangi potensi konflik yang berasal dari kesalahpahaman antar umat beragama. PAI harus mendorong agar generasi muda berpikir kritis dan tidak menerima begitu saja ajaran yang bisa menyesatkan. Dengan memberikan pengetahuan yang mendalam tentang tafsir dan fiqh yang sahih serta sejarah Islam yang penuh keberagaman, anak muda diajak untuk tidak mudah terpengaruh oleh ideologi ekstrem. PAI perlu membimbing generasi muda untuk memahami konteks ajaran Islam yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang moderat. Di era digital ini, pemanfaatan teknologi dapat memperkaya pembelajaran PAI. PAI bisa menggunakan media sosial, website, dan platform pembelajaran online untuk menyebarkan informasi yang benar tentang moderasi beragama, menghindari informasi yang bias atau ekstrem, dan memfasilitasi diskusi yang konstruktif di kalangan pelajar. Teknologi juga bisa menjadi alat untuk memperkenalkan konsep toleransi dan kesatuan dalam keberagaman melalui video, podcast, atau diskusi daring dengan narasumber yang berkompeten. PAI tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga memberikan ruang bagi siswa untuk mengalami langsung ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, melalui kegiatan sosial, seperti membantu sesama tanpa memandang agama atau etnis, atau menjalankan ibadah dengan penuh kesadaran dan niat yang baik. Pengalaman-pengalaman ini dapat membentuk generasi muda yang lebih empatik, inklusif, dan moderat.
Pendidikan Agama Islam juga harus seiring dengan penguatan pendidikan karakter yang menekankan pada akhlak mulia, seperti kejujuran, kerja sama, menghargai perbedaan, dan berempati. Generasi muda yang dibentuk dengan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai agama akan lebih mudah menerima perbedaan dan menjalani kehidupan dengan sikap yang moderat dan penuh toleransi. Dalam hal ini PAI juga berperan penting dalam memberikan pemahaman tentang bahaya radikalisasi yang bisa merusak tatanan sosial. Melalui kajian-kajian tentang agama yang sesat dan ekstrem, generasi muda diingatkan tentang pentingnya menjaga keberagaman dan tidak mudah terpengaruh oleh ideologi yang mengarah pada kekerasan dan intoleransi. Pendidikan Agama Islam dalam konteks kebangsaan juga penting untuk menciptakan generasi yang menghargai ideologi negara, seperti Pancasila di Indonesia. Dalam hal ini, PAI dapat mengajarkan bahwa Islam mengajarkan untuk mencintai tanah air, menghormati konstitusi, dan menjaga persatuan di tengah keberagaman, sehingga generasi muda dapat berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara moderat.
Konsep Islam wasathiyyah sangat penting untuk masuk dan menjadi bagian dari mata pelajaran keislaman di lingkungan satuan pendidikan Islam. Sebagaimana hasil studi dari Masnur Alam, bahwa melalui penerapan konsep pendidikan Islam wasathiyyah masyarakat Muslim dapat meningkatkan wawasan dan kesadaran tentang pentingnya nilai-nilai Islam yang humanis. Misalnya, bagaimana memaknai konsep jihad sebagai kerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan, menerima pluralisme, inklusivitas, toleransi dan tindakan yang rasional. Jihad bukan lagi dipandang seabgai “perang”, tetapi lebih sebuah upaya sungguh-sungguh atau bekerja keras dalam menghidupi keluarga, dan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk memperbaiki masyarakat. Menjadikan diri inklusif, menerima agama lain, tidak merendahkan kelompok lain, transformasi, kepercayaan, rasa hormat, cinta, serta penerimaan dan penghargaan terhadap pluralisme.
Agar konsep Islam wasathiyyah/moderat ini tidak berhenti pada level wacana, maka menurut Mohammad Ahyan Yusuf Sya’bani, diperlukan upaya pembudayaan dengan menginternalisasikan nilai-nilai Islam moderat di lingkungan pendidikan. Prinsip-prinsip hidup toleran, adil, anti kekerasan,, inklusif, egaliter, mengedepankan proses dialog dalam menyikapi setiap permasalahan menjadi sangat penting untuk ditanamkan kepada peserta didik. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pembiasaan. Mengingat peserta praktikum pembelajaran di dalam kelas tidak selamanya mampu memberikan pengalaman multikulturalisme yang komprehensif kepada peserta didik.
Jadi kesimpulannya Pendidikan Agama Islam sangat penting bagi generasi muda Islam, karna dengan Pendidikan Agama Islam akan menjadi landasan atau pondasi bagi keimanan generasi muda agar dapat membentengi diri dari paham-paham yang menyimpang dan juga sikap-sikap yang tidak terpuji seperti intoleran, radikalisme dan ekstremesme, mengingat negara Indonesia adalah negara yang multikultural, kita menjunjung tinggi sikap toleran, respek terhadap golongan lain. Dan juga agar generasi penerus di Indonesia menjadi muslim yang moderat.
Referensi
Al-Qur’an, surah Al-Baqarah (2:143)
Huda, M. (2021). Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membangun Karakter Moderat pada Generasi Muda. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 6(1), 78-92.
Nugroho, Y. (2019). Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah. Jurnal Pendidikan Islam dan Multikulturalisme, 7(3), 210-225.
Rahman, M. (2023). Integrasi Moderasi Beragama dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Journal of Islamic Studies and Education, 8(4), 301-315.
Suryani, D. (2022). Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Pembentukan Sikap Moderat di Kalangan Remaja. Jurnal Penelitian Pendidikan Agama, 14(2), 145-160.
Azzam, A. (2020). Moderasi Beragama dalam Pendidikan Agama Islam: Strategi dan Implementasi di Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam, 9(2), 123-145.
Masnur Alam. “A Collaborative Action in the Implementation of Moderate Islamic Education to Counter Radicalism,” international Journal of innovation, Creativity and Change 11, no. 7 (2020): 497-516.
Mohammad Ahyan Yusuf Sya’bani,”Culture of Religious Moderation Through the Actualization of Islamic Education Wasathiyyah to Improve Religious Reconnection and Tolerance in Indonesia” in international Seminar on Health, Social and Humanities (Atlantis Press, 2020), 528-536.
2 notes
·
View notes
Text
FACTION BACKGROUND
Abnegation
Abnegation berada di Kota Tua Bern yang tenang dan bersejarah, di mana prinsip-prinsip yang memandu mereka adalah tidak mementingkan diri sendiri dan kesederhanaan. Di situs Warisan Dunia UNESCO ini, jalan-jalan sempit dan bangunan-bangunan kuno menciptakan suasana yang tenang dan bermartabat, cocok untuk faksi yang berdedikasi pada layanan publik dan pemerintahan.
Anggota Abnegation menjalani hidup yang sederhana dan rendah hati, dengan fokus pada pelayanan kepada orang lain dan kebaikan yang lebih besar. Mereka menjauhi materialisme dan kemewahan, tinggal di rumah-rumah yang sederhana dan mengenakan pakaian sederhana. Rutinitas harian mereka berkisar pada membantu masyarakat, baik melalui kerja sukarela, layanan publik, atau tindakan kebaikan.
Abnegation menjunjung tinggi sifat tidak mementingkan diri sendiri dan kerendahan hati. Tujuan utama mereka adalah melayani orang lain, dan pekerjaan mereka melibatkan pemerintahan, layanan publik, dan dukungan masyarakat. Anggota Abnegation bekerja dalam peran seperti pejabat pemerintah, pekerja sosial, dan pengasuh, dengan fokus pada kebutuhan masyarakat dan memastikan bahwa sumber daya masyarakat digunakan untuk kebaikan yang lebih besar.
Amity
Amity membangun faksinya di pinggiran kota Bern yang damai, khususnya di Wabern dan Köniz, tempat dimana alam memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Dikelilingi oleh ladang hijau, hutan, dan padang rumput, anggota Amity hidup dalam harmoni dengan alam, berfokus pada pertanian, komunitas, dan hidup berdampingan secara damai.
Kehidupan di Amity berpusat pada pertanian dan dan hidup berkesinambungan. Komunitas ini berkembang pesat melalui kerja sama, bersama-sama mereka mengolah tanah dan berbagi hasil kerja keras mereka. Lingkungannya tenang, dengan rumah-rumah yang dibangun agar menyatu dengan lanskap dan meningkatkan rasa kesejahteraan. Musik, seni, dan kegiatan komunal merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan, yang mencerminkan nilai-nilai Amity tentang kedamaian, kegembiraan, dan harmoni.
Amity menghargai kedamaian dan harmoni. Prinsip utama mereka adalah kebaikan, dan pekerjaan mereka melibatkan pembinaan kesejahteraan masyarakat dan kehidupan yang berkelanjutan. Anggota Amity bekerja di bidang pertanian, pengorganisasian masyarakat, dan konservasi lingkungan. Mereka berdedikasi untuk menciptakan lingkungan yang harmonis, meningkatkan ikatan masyarakat, dan memastikan bahwa semua anggota masyarakat hidup dalam kenyamanan dan kedamaian.
Candor
Candor didirikan di jantung kota Zurich, di distrik Altstadt yang bersejarah, tempat nilai-nilai kebenaran dan keadilan tertanam kuat. Dikelilingi oleh arsitektur abad pertengahan dan jalan-jalan yang ramai, anggota Candor tinggal dan bekerja di lingkungan yang menuntut kejujuran dan transparansi. Pusat kota, dengan lembaga hukum dan pusat keuangannya, berfungsi sebagai tempat yang sempurna bagi sebuah faksi yang berdedikasi untuk menegakkan kebenaran.
Di Candor, hidup adalah dialog yang konstan. Para anggota dilatih untuk bersikap jujur dan adil, dituntut untuk terlibat dalam perdebatan dan proses hukum yang membentuk tatanan moral masyarakat. Alun-alun publik sering kali menjadi tuan rumah forum terbuka tempat warga berdiskusi dan menyelesaikan masalah secara terbuka. Komitmen Candor terhadap kejujuran memastikan bahwa masyarakat mereka tetap adil dan etis, tanpa ruang untuk penipuan atau korupsi.
Candor menghargai kejujuran dan integritas. Prinsip utama mereka adalah kejujuran, dan tugas mereka meliputi pengawasan masalah hukum, memastikan transparansi, dan menegakkan keadilan. Para anggota Candor bekerja sebagai hakim, pengacara, dan pejabat publik, yang berdedikasi untuk menjaga masyarakat yang etis dan transparan. Mereka bertanggung jawab untuk menangani perselisihan, menegakkan hukum, dan memastikan bahwa semua tindakan dan kebijakan dilakukan dengan jujur.
Dauntless
Faksi Dauntless bermukim di Zurich Barat, distrik industri yang dulunya terkenal dengan lingkungan perkotaannya yang keras dan lingkungan budaya yang semarak. Anggota faksi ini berkembang pesat di gedung-gedung industri yang kokoh dan telah ditransformasikan, tempat dimana kekuatan, keberanian, dan ketahanan menjadi kunci untuk bertahan hidup. Daerah ini, yang dulunya merupakan pusat industri, kini menjadi tempat pelatihan yang sempurna bagi mereka yang melindungi dan mempertahankan masyarakat mereka.
Kehidupan di Dauntless sangat intens dan penuh aksi. Para anggota menjalani pelatihan fisik yang ketat, mendorong diri mereka hingga batas maksimal dalam rintangan dan latihan taktis. Faksi ini menghargai keberanian dan keberanian, mempersiapkan para anggotanya untuk menghadapi tantangan secara langsung. Ikatan sosial ditempa melalui pengalaman bersama, dan suasana distrik yang menegangkan mencerminkan semangat berani dan tangguh dari faksi ini.
Dauntless menghargai keberanian dan tindakan. Prinsip utama mereka adalah keberanian, dan pekerjaan mereka melibatkan perlindungan dan pertahanan. Para anggota Dauntless bertanggung jawab untuk menjaga keamanan, menangani keadaan darurat, dan mengambil tugas-tugas berbahaya. Mereka bekerja sebagai petugas penegak hukum, pemadam kebakaran, dan responden darurat, selalu siap menghadapi risiko secara langsung dan memastikan keselamatan masyarakat.
Erudite
Faksi Erudite bermukim di daerah Zürichberg di Zurich yang sebelumnya menjadi rumah bagi universitas-universitas di Swiss. Terletak di antara perbukitan dan pepohonan hijau yang rimbun, para anggota Erudite tinggal di bangunan-bangunan modern yang menyatu dengan alam. Distrik ini cocok untuk lingkungan belajar dimana Erudite mendedikasikan hidup mereka untuk menghidupkan kembali keberadaan universitas-universitas dan lembaga-lembaga pengetahuan.
Jalanan di Erudite dipenuhi dengan perpustakaan, laboratorium, dan ruang belajar tempat ide-ide mengalir bebas. Erudite percaya bahwa kunci untuk membangun kembali umat manusia terletak pada pemahaman dunia di sekitar mereka dan mendorong batas-batas sains dan teknologi. Mereka adalah para pemikir, cendekiawan, dan visioner, yang selalu berusaha untuk mengungkap kebenaran-kebenaran baru dan memajukan masyarakat.
Erudite menghargai kecerdasan dan pengetahuan di atas segalanya. Tujuan utama mereka adalah mengejar kebenaran dan pemahaman. Mereka bertanggung jawab atas pendidikan, penelitian, dan kemajuan teknologi. Para anggota Erudite terlibat dalam berbagai kegiatan seperti penelitian ilmiah, pengajaran, dan pengembangan teknologi inovatif. Tugas mereka adalah memimpin kemajuan masyarakat melalui pengembangan intelektual dan memastikan bahwa semua keputusan didasarkan pada data dan akal sehat
2 notes
·
View notes
Text
79 Tahun Indonesia Merdeka
Agustusan tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini berkesempatan untuk merayakannya di kampung halaman dan dipercaya menjadi salah satu panitia. Walaupun mendadak dimana persiapan hanya 3 minggu, akhirnya bisa mengadakan karnaval pertama kalinya.

Setiap Agustus tiba, aku selalu teringat saat aku kecil dulu yang sangat antusias mengkuti berbagai lomba. Beberapa kali bahkan tampil di atas panggung menghibur warga. Kalau tahun ini diminta untuk menjadi pemandu acara. Umi sebagai komandan yel-yel RT (aku yang buat lagi wkwk) dan aby sebagai Bung Tomo yang orasi.
Setelah sangat lama tidak terlibat dengan karang taruna, kaget sekali banyak wajah tak ku kenali. Yang dulu aku gendong-gendong, aku simak ngaji Iqro'nya, aku usap ingusnya haha sudah jadi bujangan dan gadis-gadis menawan. Lumayanlah meningkatkan elektabilitas, gak keliatan juga kan beda generasi haha. Ganti sirkel sebentar di era kawan-kawan yang sudah sibuk mengurus rumah tangga.
mereka semua masih SMA, kecuali aku yang lulus SMA nya 1 dekade+ lalu haha. Momen saat pembubaran panitia.
Agustusan paling memorable adalah saat SD. Bisa-bisanya mengajukan diri untuk tampil bernyanyi. Dan, lagunya adalah lagu DANGDUT. Lagunya begini, bang sms siapa ini bang! bang pesannya pakai sayang sayang!. Sepertinya sangat viral pada masanya. Memakai setelan cutbray bak penyanyi dangdut dengan bandana berwarna kuing yang ku buat sendiri. Sungguh kepercayaan diri yang patut di apresiasi. xixixi. Latihan hanya 2 hari karena hafal lagunya. Bahkan saat di atas panggung, aku tak tau dimana orang tua ku berada. Sepertinya mereka sembunyi karena malu wkwk. Lebih parahnya, selesai manggung ada penyerahan hadiah lomba, kebetulan juara Qiroah. Saat penerimaan hadiah, yang lain mengenakan baju musim, aku malah mengenakan baju biduan. Kemudian saat turun panggung, salah pijakan dan akhirnya jatuh. Duh malu nya gak terbendung sampai gak mau bangun dan berakhirdi gendong wkwk. Gak sakit, tapi malunya minta ampun!
Kini… Merah putih di sepanjang jalan. Bendera yang dikibarkan. Permainan yang dilombakan. Merdeka! Merdeka! yang diteriakkan.
Semuanya telah usai. Bulan kemerdekaan telah selesai. Dan bulan depan, kita akan kembali pada hidup untuk mengumpulkan pundi-pundi. Berebut jalanan menuju pulang agar bisa sejenak istirahat mengumpulkan tenaga untuk esok hari.
Hadap kanan hadap kiri, balik kanan balik kiri. Kepada upah disetiap akhir bulan, hormaaaaaaat grak!!!!
Doa baik selalu untuk negeri tercinta. Semoga senantiasa terlaksana sila ke-5 pancasila. Bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Merdeka!
youtube
6 notes
·
View notes