#Hari Keadilan Sosial
Explore tagged Tumblr posts
Text
Hari Keadilan Sosial Sedunia, Sejarah dan Maknanya di Era Globalisasi
JAKARTA – Hari Keadilan Sosial Sedunia atau World Day of Social Justice diperingati setiap tanggal 20 Februari sebagai pengingat akan pentingnya keadilan sosial dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan. Perayaan ini bertujuan untuk menegaskan bahwa memajukan keadilan sosial harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan nasional dan internasional. Konsep ini mendapat…
0 notes
Text
Ruang Bersama Laut Bercerita

Sejak tahun 2023, saya mulai mengetahui satu buku dengan judul "Laut Bercerita" ini dari berbagai media sosial yang saya punya. Awalnya saya cukup skeptis untuk membacanya, karena punya asumsi ini hanya sebuah buku sejarah membosankan yang tidak menarik. Tahun 2024, genre bacaan saya mulai berubah, dari buku-buku pengembangan diri, menjadi novel-novel fiksi sejarah. Saya membaca buku-buku karya Tere Liye, dan mulai mendapat persepsi baru. Sampai akhirnya, saya berpapasan lagi dengan buku karya Leila S. Chudori yang direview di tiktok. Saya jadi penasaran. Mulai muncul pertanyaan, memangnya sebagus itu yah? Kok ada yang sampai menangis?
Akhirnya, tahun 2025, saya berkesempatan untuk membaca Laut Bercerita. Seorang Senior membantu saya untuk mewujudkan wishlist buku ini, dan yah beberapa hari lalu buku itu sudah di tangan saya, dan hari ini saya baru menyelesaikan halaman terakhir dari novel ini.
Awal membaca, jujur saya terkejut karena penulis, Leila S. Chudori, menuliskan hal-hal ekstrim dengan cukup detail, dan jarang saya temukan di novel-novel yang sudah saya garap. Dari sini saya langsung berpikir bahwa novel ini akan lebih deep jika saya lanjut membaca.
Novel ini berlatarkan rezim pemerintahan pada tahun 1998 yang juga diselingi dengan alur mundur kehidupan para tokohnya di tahun 1991. Novel ini terbagi menjadi dua sudut pandang, yaitu sudut pandang tokoh utama, Biru Laut, dan sudut pandang adiknya Asmara Jati. Secara garis besar, novel ini menceritakan bagaimana perjuangan para mahasiswa dan mahasiswi aktivis yang ingin memperbaiki pemerintahan Indonesia yang sangat otoriter saat itu.
Leila Chudori sangat hebat dalam meramu karakter para tokoh, khususnya Laut, sehingga saya sebagai pembaca bisa langsung masuk pada alur cerita dan memahami para tokohnya. Tokoh favorit saya adalah Biru Laut tentunya, dan tiga perempuan yang Laut kagumi dalam hidupnya, yaitu Kinan, Anjani, dan Adiknya Asmara. Ketiganya punya karakter yang kuat dan pemberani sebagai seorang perempuan meskipun mereka dikelilingi kaum lelaki dalam keseharian mereka.
Setiap bab dari novel ini selalu punya adegan yang sangat membekas dan menyentuh. Momen penyekapan Laut bersama kawan-kawan sesama aktivis adalah hal yang mungkin hanya ingin saya saksikan di buku ini sekali saja. Terlalu menyakitkan. Ada satu plot wist yang buat saya marah dan kecewa, seolah ikut merasakan apa yang dirasakan Laut dan kawan-kawannya saat itu. Saya ingin bercerita, tapi tidak mau spoiler. Jadi harus langsung baca.
Saya bukan mahasiswi yang berlatar belakang hukum dan politik ataupun yang berhubungan dengan pemerintahan, karena itu ada saat di mana saya kurang bisa memahami buku dengan tema sejarah. Tapi, Laut Bercerita disajikan dengan sangat apik dan apa adanya, yang juga dilengkapi dengan bahasa puitis yang diramu sedemikian rupa oleh Leila S. Chudori. Saya lebih mudah memahami maksud dari karakter maupun kalimat demi kalimat yang ada di novel ini.
Ketika saya menutup halaman terakhir dari novel ini, saya menangis. Saya tidak menyangka bisa menyelesaikan sebuah buku yang begitu sentimental dan penuh historis. Novel yang diangkat dari kisah nyata peristiwa 1998 ini membuka mata, betapa kelamnya sejarah kita. Penghilangan nyawa para aktivis dan orang-órang yang sebenarnya memperjuangkan keadilan saat itu. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana relung keluarga, orangtua, saudara yang ditinggalkan saat itu, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan anak dan saudara mereka. Apakah mereka baik-baik saja, atau mungkin sudah berpulang pada Yang Esa?
Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca anak muda masa kini. Bukan hanya para mahasiswa, tapi semuanya. Kita hidup di tempat yang sama, dan keadilan adalah milik kita bersama. Mari berjuang dengan cara kita masing-masing, sesuai dengan bidang kita dan mungkin, apa yang kita minati. Sama seperti Biru Laut. Dia memulai dengan membaca, menulis, dan berkorban.
2 notes
·
View notes
Text
Peran pendidikan agama islam dalam membentuk masyarakat yang peduli sosial dan lingkungan
Saya Sudarminso Mahasiswa uin raden fatah Palembang memenuhi tugas mata kuliah Bahasa indonesia dosen pengampuh Ibu Istiqomah M. Pd
Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peran yang sangat fundamental dalam pembentukan karakter individu dan masyarakat. Tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk mentransmisikan ajaran agama, PAI juga dapat menjadi agen perubahan sosial yang menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, kepedulian terhadap sesama,serta penghargaan terhadap alam sebagai amanah dari Tuhan. Islam sendiri mengajarkan prinsip keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan hidup, yang dikenal sebagai konsep tasfiyah (penyucian diri) dan tazkiyah (penyucian jiwa).Salah satu tantangan besar di dunia modern adalah meningkatnya kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku konsumtif dan tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini, pendidikan agama Islam memiliki potensi besar untuk membentuk masyarakat yang lebih peduli terhadap masalah sosial dan lingkungan. Nilai-nilai sosial seperti keadilan, empati, tolong-menolong, serta kewajiban menjaga alam merupakan ajaran yang sangat penting dalam Islam, yang dapat dijadikan dasar untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan agama Islam perlu diintegrasikan dengan nilai-nilai sosial dan lingkungan yang relevan dengan kondisi saat ini. Pendidikan agama Islam yang hanya terfokus pada aspek ritualistik dan doktrinal saja, tanpa memperhatikan pengembangan karakter sosial dan kepedulian terhadap lingkungan, tentu tidak akan memberikan dampak yang maksimal. Oleh karena itu, esai ini bertujuan untuk menggali lebih dalam bagaimana peran pendidikan agama Islam dalam membentuk masyarakat yang peduli sosial dan lingkungan, serta bagaimana ajaran Islam dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan perubahan positif. Islam mengajarkan tentang Kepedulian sosial secara jelas mengajarkan nilai-nilai sosial yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ukhuwah (persaudaraan) yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan Hadis menekankan pentingnya menjaga solidaritas sosial, saling membantu, dan menanggulangi kemiskinan serta ketidakadilan. Dalam Surah Al-Baqarah (2:177), Allah SWT menyebutkan bahwa kebaikan adalah bukan hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi juga dalam berbuat baik kepada sesama, seperti memberi makan orang miskin, menolong yang membutuhkan, dan menegakkan keadilan. Oleh karena itu, pendidikan agama Islam memiliki kewajiban untuk mengajarkan nilai-nilai ini kepada generasi muda agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang peka terhadap penderitaan sosial dan siap berkontribusi pada masyarakat. Ajaran tentang lingkungan hidap dalam Islam, hubungan manusia dengan alam sangat dijaga. Al-Qur'an mengajarkan bahwa bumi dan segala isinya adalah amanah dari Tuhan yang harus dijaga kelestariannya. Dalam Surah Al-Baqarah (2:164), Allah menyebutkan bahwa segala yang ada di bumi merupakan tanda kebesaran-Nya yang harus dimanfaatkan dengan bijak dan tidak merusak.
Selain itu, dalam banyak hadis, Rasulullah SAW mengingatkan umat Islam untuk menjaga kelestarian alam, seperti tidak menebang pohon sembarangan, tidak mencemari air, serta tidak berlebihan dalam penggunaan sumber daya alam. Pendidikan agama Islam yang menekankan nilai-nilai ini dapat membentuk individu yang peduli terhadap lingkungan dan berkomitmen untuk menjaga kelestarian alam. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Mewujudkan Masyarakat yang Peduli Sosial dan Lingkungan,Pendidikan agama Islam harus mampu mengintegrasikan ajaran agama dengan isu-isu sosial dan lingkungan yang sedang berkembang. Kurikulum Pendidikan Agama Islam yang relevan dengan tantangan zaman dapat mengajarkan siswa tentang pentingnya kepedulian terhadap sesama dan lingkungan. Guru-guru PAI dapat membimbing siswa untuk memahami bahwa kewajiban sosial dan kewajiban menjaga alam adalah bagian dari pengamalan agama yang sahih. Melalui pengajaran yang berbasis pada nilai-nilai ajaran Islam yang universal, siswa akan terbiasa dengan konsep keadilan sosial, empati terhadap sesama, serta rasa tanggung jawab terhadap bumi,Sebagai contoh, dalam konteks pendidikan lingkungan hidup. sekolah dapat mengadakan program-program yang melibatkan siswa dalam kegiatan sosial dan lingkungan, seperti kegiatan menanam pohon, pengumpulan sampah, dan bakti sosial untuk membantu orang yang membutuhkan. Kegiatan ini tidak hanya mengajarkan siswa tentang pentingnya menjaga alam dan membantu sesama, tetapi juga memberikan pengalaman langsung tentang bagaimana nilai-nilai Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk masyarakat yang peduli sosial dan lingkungan. Dengan mengajarkan nilai-nilai sosial dan peduli terhadap lingkungan yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan Hadis, pendidikan agama Islam dapat membentuk individu yang tidak hanya taat beribadah, tetapi juga memiliki empati terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap kelestarian alam. Oleh karena itu, pendidikan agama Islam harus dikembangkan agar dapat mengatasi tantangan sosial dan lingkungan yang ada, serta menjadikan masyarakat yang lebih baik dan lebih peduli terhadap sesama dan alam sekitar.
Referensi
Al-Qur'an dan Hadis – Ayat-ayat dan hadis-hadis tentang kepedulian sosial dan lingkungan hidup, seperti Surah Al-Baqarah (2:177), Surah Al-Baqarah (2:164), dan berbagai hadis Rasulullah SAW mengenai perlindungan alam dan kewajiban sosial. Muhaimin, A. (2016). Pendidikan Agama Islam dalam Membangun Karakter Bangsa. Jakarta: Kencana. Hasan, M. (2019). Islam dan Lingkungan Hidup: Perspektif Agama dalam Konservasi Alam. Jakarta: Rajawali Pers. Nawawi, A. (2018). Pendidikan Agama Islam dan Tantangan Sosial Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azra, A. (2013). Pendidikan Agama Islam di Indonesia: Sejarah, Konsep, dan Isu Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group.
Dengan adanya panduan yang jelas dari ajaran Islam dan pelaksanaan pendidikan yang efektif, kita dapat berharap bahwa masyarakat akan semakin sadar dan peduli terhadap pentingnya menjaga keseimbangan sosial dan lingkungan.
2 notes
·
View notes
Text
Pendidikan Agama Islam sebagai Jalan Menuju Toleransi dan Perdamaian
Dalam dunia yang semakin kompleks, pendidikan agama memainkan peran penting dalam membentuk individu dan masyarakat. Pendidikan Agama Islam, sebagai salah satu pilar pendidikan di Indonesia, memiliki tanggung jawab besar dalam membangun generasi yang berlandaskan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Mengingat Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam), pendidikan agama Islam seyogianya mencerminkan nilai-nilai ini dalam setiap aspek pembelajaran dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, tantangan dalam membangun toleransi dan perdamaian kerap hadir, baik dalam bentuk konflik antarumat beragam, perbedaan pandangan dalam Islam itu sendiri, maupun dinamika global yang mempengaruhi keharmonisan sosial. Esai ini akan mengupas bagaimana Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat menjadi jalan menuju toleransi dan perdamaian, dengan memanfaatkan prinsip-prinsip dasar Islam yang universal, implementasi strategi dalam pendidikan, dan tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.
Islam mengajarkan toleransi melalui berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam Surat Al-Kafirun (109:6), Allah berfirman, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Ayat ini menunjukkan penghormatan terhadap keyakinan orang lain, yang merupakan inti dari toleransi. Dalam konteks hubungan sosial, Rasulullah SAW juga menjadi teladan dalam toleransi. Sebagai pemimpin di Madinah, beliau membangun Piagam Madinah yang menjadi landasan kehidupan berdampingan antara umat Islam, Yahudi, dan suku-suku lain di Madinah. Nilai-nilai ini menjadi rujukan penting dalam membangun toleransi melalui pendidikan agama Islam.
Pendidikan Agama Islam bukan hanya tentang transfer ilmu, melainkan juga pembentukan karakter yang berlandaskan ajaran Islam. Beberapa aspek penting yang dapat digunakan untuk menanamkan toleransi melalui pendidikan agama yaitu : pertama, pengajaran Nilai-Nilai Universal Islam nilai-nilai seperti kasih sayang ( rahmah ), keadilan ( 'adalah ), dan persaudaraan ( ukhuwah ) harus ditekankan dalam kurikulum PAI. Nilai-nilai ini mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekayaan yang harus dihormati. Kedua, Memahami Perbedaan dalam Islam pendidikan Agama Islam harus mengajarkan perbedaan pendapat dalam Islam itu sendiri, seperti antara berbagai mazhab, sebagai hal yang wajar dan sehat. Dengan demikian, siswa diajarkan untuk menerima perbedaan pandangan sebagai bagian dari dinamika intelektual dan spiritual Islam. Ketiga, Mengintegrasikan Pendidikan Karakter pendidikan Agama Islam harus mengutamakan pembentukan karakter siswa. Dengan karakter yang kuat dan berlandaskan ajaran Islam, siswa mampu menjadi individu yang toleran, terbuka, dan siap hidup berdampingan dengan siapa pun. Keempat, pembelajaran Kontekstual pendidikan agama harus relevan dengan realitas kehidupan sehari-hari. Hal ini melibatkan pembahasan isu-isu kontemporer seperti konflik budaya, konflik agama, dan perdamaian dunia. Dengan pendekatan ini, siswa memahami bahwa Islam relevan dalam setiap aspek kehidupan.
Perdamaian, baik pada tingkat individu maupun masyarakat, adalah tujuan utama ajaran Islam. Dalam konteks ini, Pendidikan Agama Islam memainkan peran penting. Pertama, mengajarkan Konsep Perdamaian dalam Islam. Islam mendukung perdamaian melalui konsep islah (rekonsiliasi) dan silaturahim (menjalin hubungan baik). PAI harus mengajarkan pentingnya menyelesaikan konflik dengan cara damai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Kedua menghilangkan Stereotip dan Prasangka. Pendidikan agama dapat menjadi alat untuk menghilangkan prasangka terhadap kelompok lain. Siswa diajarkan untuk melihat manusia sebagai makhluk yang sama di hadapan Allah, tanpa memandang perbedaan ras, agama, atau suku. Ketiga, membangun Generasi Agen Perdamaian. PAI harus membentuk siswa menjadi agen perdamaian yang aktif memajukan keharmonisan di lingkungan mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan kepemimpinan berbasis nilai-nilai Islam. Keempat, menanamkan Pentingnya Dialog Antaragama. Dialog antaragama merupakan sarana penting untuk membangun pemahaman dan menghindari konflik. Pendidikan Agama Islam harus mengajarkan keterampilan berdialog dengan menghormati perbedaan keyakinan.
Meskipun PAI memiliki potensi besar dalam membangun toleransi dan perdamaian, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi, antara lain: Pertama, radikalisme dan ekstremisme. Radikalisme masih menjadi tantangan besar bagi pendidikan agama. PAI harus mampu menawarkan narasi Islam yang moderat dan inklusif untuk melawan paham ekstremisme. Kedua, minimnya Guru yang Kompeten. Guru PAI harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang Islam dan nilai-nilai toleransi. Sayangnya, tidak semua guru memiliki kompetensi yang mumpuni dalam hal ini. Ketiga, kurikulum yang Kurang Relevan. Kurikulum PAI sering kali terlalu fokus pada aspek kognitif dan kurang tekanan pada pembentukan karakter. Hal ini mengurangi efektivitasnya dalam memulihkan toleransi dan perdamaian. Keempat, isu politisasi agama. Agama seringkali digunakan untuk kepentingan politik, yang dapat merusak citra Islam sebagai agama perdamaian pendidikan agama harus berusaha membebaskan siswa dari pengaruh politisasi ini.
Strategi Implementasi Pendidikan Agama Islam yang efektif. Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa strategi yang dapat diterapkan adalah: Pertama, pelatihan Guru PAI. Guru harus dilatih untuk mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan perdamaian dalam pembelajaran. Kedua, kerja Sama Antaragama. PAI dapat melibatkan siswa dalam program kerja sama antaragama untuk meningkatkan pemahaman dan menghargai perbedaan.
Pendidikan Agama Islam memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun toleransi dan perdamaian di tengah keragaman masyarakat. Dengan mengajarkan nilai-nilai universal Islam, membangun karakter siswa, dan menanamkan pentingnya dialog antaragama, PAI dapat menjadi solusi untuk mengatasi berbagai konflik sosial dan agama. Namun, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan komitmen dari semua pihak, termasuk guru, pemerintah, dan masyarakat, untuk mendukung pendidikan agama yang inklusif, relevan, dan berorientasi pada pembentukan generasi yang toleran dan cinta damai. Dengan demikian, PAI tidak hanya menjadi sarana pendidikan, tetapi juga agen transformasi sosial yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Referensi
Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Abdullah, M.Amin. (2013). Studi Islam di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azra, Azyumardi. (2002). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru . Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Suyadi, A. (2019). Reformasi Pendidikan Islam dalam Menjawab Tantangan Zaman . Malang: Pers UIN Malang.
Rahardjo, M.Dawam. (1996). Islam dan Transformasi Sosial . Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat.
Esensi Penulis
Essay Pendidikan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada kami selaku mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Raden Fatah. Essay ini mengangkat sebuah tema yaitu Pendidikan Agama Islam sebagai Jalan Menuju Toleransi dan Perdamaian. Essay ini memberi gagasan bahwa pai bukan sekedar alat doktrinasi, melainkan juga sebagai bentuk kontribusi aktif untuk menjawab tantangan kontemporer, terutama dalam menciptakan masyarakat yang harmonis, adil, dan damai.
2 notes
·
View notes
Text
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP TOLERANSI DAN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Toleransi dan kerukunan antar umat beragama merupakan fondasi utama untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai. Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman, pendidikan agama, terutama pendidikan agama Islam, memiliki peranan yang sangat penting. Pendidikan agama Islam tidak hanya berfungsi untuk memperdalam pengertian tentang ajaran Islam, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun sikap toleran dan menghargai perbedaan.
Dalam esai ini, kita akan membahas pengaruh pendidikan agama Islam terhadap toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Kita akan melihat bagaimana pendidikan agama dapat membentuk sikap saling menghormati dan memahami antar pemeluk agama yang berbeda, serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan agama Islam dapat didefinisikan sebagai proses pengajaran yang bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam, baik dari segi teori maupun praktik. Pendidikan ini mencakup ajaran Al-Qur'an, hadis, akhlak, serta tata cara beribadah. Salah satu tujuan utama dari pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi individu yang bertakwa, bertanggung jawab, dan mampu berinteraksi dengan baik dalam masyarakat yang beragam.
Menurut Syamsuddin (2012), pendidikan agama Islam diharapkan dapat menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan di antara umat beragama. Sikap ini sangat penting agar tercipta kerukunan dalam kehidupan sosial.
Toleransi dalam konteks agama adalah sikap terbuka dan menghormati perbedaan yang ada di antara pemeluk agama yang berbeda. Dalam Islam, toleransi merupakan nilai yang sangat ditekankan. Al-Qur'an, dalam Surah Al-Kafirun (109:6), mengajarkan bahwa setiap individu bebas untuk memeluk agama yang diyakininya. Toleransi ini harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama.
Pendidikan agama Islam, dengan pendekatan yang komprehensif, dapat menjadi wadah untuk mendidik generasi muda tentang makna toleransi. Dalam pembelajaran, siswa diajarkan tentang ajaran Islam yang mengajak untuk hidup rukun dan damai dengan orang lain, terlepas dari perbedaan agama.
Implementasi pendidikan agama Islam dalam membangun toleransi bisa dilakukan melalui berbagai cara, antara lain: Pendidikan agama Islam harus mencakup pengajaran nilai-nilai universal yang berlaku untuk semua umat manusia, seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang. Nilai-nilai ini tidak hanya berlaku untuk sesama umat Islam, tetapi juga untuk hubungan dengan pemeluk agama lain. Menurut Musthafa (2018), pengajaran nilai-nilai ini dapat membantu siswa memahami pentingnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Dan kegiatan dialog antar agama merupakan metode efektif dalam meningkatkan toleransi. Dalam pendidikan agama Islam, siswa dapat diperkenalkan dengan praktik dialog antar agama, di mana mereka belajar untuk mendengarkan dan memahami pandangan orang lain. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan baik di masyarakat yang beragam.
Mempelajari sejarah hubungan antar umat beragama di Indonesia juga penting. Siswa diajarkan tentang bagaimana Islam dan agama lain telah berinteraksi sepanjang sejarah, serta peristiwa-peristiwa yang menunjukkan toleransi dan kerukunan. Fakta sejarah ini dapat memberikan perspektif positif tentang kerukunan yang dapat dijadikan teladan.
Pendidikan agama Islam yang baik dapat membangun sikap toleran di kalangan siswa. Dengan memahami ajaran Islam tentang menghargai orang lain dan perbedaan, siswa menjadi lebih terbuka terhadap pemeluk agama lain. Sebuah penelitian oleh Indrawati (2020) menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan pendidikan agama Islam yang baik menunjukkan sikap lebih toleran terhadap teman mereka yang berbeda agama.
Kerukunan sosial yang terjalin di masyarakat sangat dipengaruhi oleh pendidikan agama. Ketika generasi muda diajarkan untuk saling menghormati dan bekerja sama, hal ini dapat mencegah terjadinya konflik yang berbasis agama. Menurut Wahid (2019), pendidikan agama Islam berperan dalam menciptakan lingkungan sosial yang aman dan damai, di mana setiap orang merasa dihargai.
Meskipun manfaat pendidikan agama Islam terhadap toleransi dan kerukunan sangat signifikan, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi, antara lain: Salah satu tantangan terbesar adalah maraknya paham ekstremisme yang mengatasnamakan agama. Hal ini mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap agama, termasuk Islam itu sendiri. Pendidikan agama Islam harus mampu melawan paham tersebut dengan menanamkan narasi yang benar tentang ajaran Islam yang damai. Dan kurikulum pendidikan agama yang tidak relevan dengan kondisi sosial saat ini dapat menghambat upaya membangun toleransi. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi dan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam yang menekankan nilai-nilai toleransi dan kerukunan.
Berdasarkan yang sudah dipaparkan diatas bahwa pendidikan agama islam memiliki pengaruh yang signifikan terhadap toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Melalui pengajaran nilai-nilai universal, dialog antar agama, dan pembelajaran sejarah, pendidikan agama Islam dapat membentuk sikap toleran di kalangan generasi muda. Namun, tantangan seperti ekstremisme dan kurikulum yang kurang relevan perlu diatasi agar pendidikan agama Islam dapat berfungsi secara optimal dalam membangun kerukunan sosial. Dengan demikian, pendidikan agama Islam tidak hanya bertujuan untuk memperdalam iman seseorang, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan masyarakat yang damai, harmonis, dan saling menghargai.
Sumber refrensi
Indrawati, R. (2020). "Dampak Pendidikan Agama Terhadap Sikap Toleransi Siswa." Jurnal Pendidikan Islam, 12(2), 95-108.
Musthafa, A. (2018). "Peran Pendidikan Agama dalam Membangun Toleransi." Jurnal Dakwah, 10(1), 45-58.
Syamsuddin, M. (2012). "Pendidikan Agama Islam dan Toleransi Beragama di Indonesia." Jurnal Sosial dan Humaniora, 4(3), 23-34.
Wahid, A. (2019). "Pendidikan Agama Islam untuk Membangun Kerukunan Sosial." Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 15(4), 67-78.
Yulianto, R. (2021). "Kurikulum Pendidikan Agama Islam: Tantangan dan Peluang." Jurnal Ilmu Pendidikan, 17(1), 12-25.
2 notes
·
View notes
Text
Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Generasi Muda yang Moderat
Saya Muhammad Naufal mahasiswa UIN RADEN FATAH PALEMBANG memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia dosen pengampuh ibu Istiqomah M.Pd
Di era kuatnya arus globalisasi, informasi, dan teknologi sangat mudah bagi kita untuk mendapatkan informasi-informasi baru yang akurat, ter-update dan juga akurat. Akan tetapi, dibalik kemudahan dalam memperoleh informasi tersebut terdapat bahaya negatif yang dapat menerpa generasi muda Islam yaitu maraknya penyebaran budaya-budaya asing yang dapat merusak pemikiran umat Islam khususnya di kalangan anak muda. Budaya asing memang tak selamanya buruk, namun dari budaya asinglah banyak masuk pemikiran-pemikiran ekstrim yang tidak sejalan dengan ajaran agama Islam, seperti Radikalisme, Ateisme, dan Ekstremisme.
Disinilah Pendidikan Agama Islam berperan dalam mendidik generasi muda agar tetap menjadi insan yang berjiwa moderat ditengah-tengah perang ideologi yang terjadi saat ini, terutama dalam membentuk sikap moderat yang dapat membawa kedamaian, toleransi, dan dapat merangkul keberagaman dalam budaya dan kehidupan sosial. Sebagaimana yang kita ketahui Indonesia adalah negara multikultural, pendidikan agama Islam yang moderat dapat menjadi solusi dan kunci untuk menumbuhkan sikap saling menghargai dan hidup berdampingan dalam keberagaman baik itu dalam budaya, bahasa, ras, suku dan juga agama.
Peran Pendidikan Agama Islam bukan hanya untuk sekedar ibadat dan muamalat, akan tetapi Islam itu dapat dilihat dari cara kita menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan usaha yang maksimal dalam pendidikan generasi muda agar menjadi seorang muslim yang moderat, berpikiran maju dan tidak terpaku dengan pemikiran barat, dan juga seimbang antara dunia dan akhiratnya. Sebagaimana yang tercantum dalam surah Al-Baqarah (2) ayat ke 143 yang artinya “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu bisa menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Q.S. Al-Baqarah;143).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata Moderat berasal dari kata “Moderasi” yang berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman atau dapat juga diartikan selalu menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan cenderung ke arah jalan tengah. Kata ini diambil dari bahasa latin Moderatio yang berarti kesedangan, atau penguasaan diri. Dalam Islam sendiri, Moderat diartikan sebagai titik tengah yang berada dalam rentangan sisi ekstrem kiri dan kanan. Sisi kiri memahami Islam secara ekstrem dan kanan memahami Islam dalam konteks yang sangat lentur, berfokus pada sikap toleransi, keterbukaan, serta pemahaman yang seimbang terhadap ajaran Islam, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar agama. Islam Moderat mengutamakan pemahaman yang kontekstual, menghargai perbedaan, dan menekankan pentingnya perdamaian serta kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan Agama Islam mengajarkan pemahaman Islam yang holistik, bukan hanya sebatas ritual atau hukum agama. Generasi muda perlu diajarkan tentang pesan universal Islam yang mendorong perdamaian, keadilan, dan toleransi antar umat beragama. seperti, dalam mengajarkan prinsip rahmatan lil-‘alamin (rahmat bagi seluruh alam), PAI dapat memperkenalkan ajaran Islam yang menekankan pentingnya kasih sayang, menghormati sesama, dan berbuat baik terhadap lingkungan. Moderasi beragama dalam konteks Islam mengacu pada sikap pertengahan antara ekstremisme dan kemunduran dalam beragama. PAI dapat menanamkan konsep wasathiyah (keseimbangan) yang mengajarkan umat Islam untuk tidak bersikap ghuluw dalam menjalankan agama, namun juga tidak meremehkan ajaran agama (tajfif). Dalam hal ini, PAI bisa menekankan pentingnya bersikap adil, tidak fanatik, dan menghindari radikalisasi.
Pendidikan Agama Islam yang moderat mengajarkan untuk menghargai perbedaan, baik itu perbedaan agama, budaya, maupun pandangan. PAI dapat mengajarkan kisah-kisah nabi yang menunjukkan sikap toleransi terhadap kelompok lain, seperti bagaimana nabi Muhammad SAW menjalin hubungan baik dengan orang-orang non-muslim di Madinah, termasuk dalam hal berbagai ruang publik dan menjaga perdamaian antar kelompok. Untuk mengedepankan generasi muda yang moderat, PAI juga harus mengedepankan pentingnya dialog antar agama. Melalui dialog ini, generasi muda diajarkan untuk memahami dan menghargai perbedaan budaya dan agama. Pendidikan Agama yang mengedepankan dialog bisa menciptakan sikap saling menghormati dan mengurangi potensi konflik yang berasal dari kesalahpahaman antar umat beragama. PAI harus mendorong agar generasi muda berpikir kritis dan tidak menerima begitu saja ajaran yang bisa menyesatkan. Dengan memberikan pengetahuan yang mendalam tentang tafsir dan fiqh yang sahih serta sejarah Islam yang penuh keberagaman, anak muda diajak untuk tidak mudah terpengaruh oleh ideologi ekstrem. PAI perlu membimbing generasi muda untuk memahami konteks ajaran Islam yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang moderat. Di era digital ini, pemanfaatan teknologi dapat memperkaya pembelajaran PAI. PAI bisa menggunakan media sosial, website, dan platform pembelajaran online untuk menyebarkan informasi yang benar tentang moderasi beragama, menghindari informasi yang bias atau ekstrem, dan memfasilitasi diskusi yang konstruktif di kalangan pelajar. Teknologi juga bisa menjadi alat untuk memperkenalkan konsep toleransi dan kesatuan dalam keberagaman melalui video, podcast, atau diskusi daring dengan narasumber yang berkompeten. PAI tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga memberikan ruang bagi siswa untuk mengalami langsung ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, melalui kegiatan sosial, seperti membantu sesama tanpa memandang agama atau etnis, atau menjalankan ibadah dengan penuh kesadaran dan niat yang baik. Pengalaman-pengalaman ini dapat membentuk generasi muda yang lebih empatik, inklusif, dan moderat.
Pendidikan Agama Islam juga harus seiring dengan penguatan pendidikan karakter yang menekankan pada akhlak mulia, seperti kejujuran, kerja sama, menghargai perbedaan, dan berempati. Generasi muda yang dibentuk dengan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai agama akan lebih mudah menerima perbedaan dan menjalani kehidupan dengan sikap yang moderat dan penuh toleransi. Dalam hal ini PAI juga berperan penting dalam memberikan pemahaman tentang bahaya radikalisasi yang bisa merusak tatanan sosial. Melalui kajian-kajian tentang agama yang sesat dan ekstrem, generasi muda diingatkan tentang pentingnya menjaga keberagaman dan tidak mudah terpengaruh oleh ideologi yang mengarah pada kekerasan dan intoleransi. Pendidikan Agama Islam dalam konteks kebangsaan juga penting untuk menciptakan generasi yang menghargai ideologi negara, seperti Pancasila di Indonesia. Dalam hal ini, PAI dapat mengajarkan bahwa Islam mengajarkan untuk mencintai tanah air, menghormati konstitusi, dan menjaga persatuan di tengah keberagaman, sehingga generasi muda dapat berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara moderat.
Konsep Islam wasathiyyah sangat penting untuk masuk dan menjadi bagian dari mata pelajaran keislaman di lingkungan satuan pendidikan Islam. Sebagaimana hasil studi dari Masnur Alam, bahwa melalui penerapan konsep pendidikan Islam wasathiyyah masyarakat Muslim dapat meningkatkan wawasan dan kesadaran tentang pentingnya nilai-nilai Islam yang humanis. Misalnya, bagaimana memaknai konsep jihad sebagai kerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan, menerima pluralisme, inklusivitas, toleransi dan tindakan yang rasional. Jihad bukan lagi dipandang seabgai “perang”, tetapi lebih sebuah upaya sungguh-sungguh atau bekerja keras dalam menghidupi keluarga, dan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk memperbaiki masyarakat. Menjadikan diri inklusif, menerima agama lain, tidak merendahkan kelompok lain, transformasi, kepercayaan, rasa hormat, cinta, serta penerimaan dan penghargaan terhadap pluralisme.
Agar konsep Islam wasathiyyah/moderat ini tidak berhenti pada level wacana, maka menurut Mohammad Ahyan Yusuf Sya’bani, diperlukan upaya pembudayaan dengan menginternalisasikan nilai-nilai Islam moderat di lingkungan pendidikan. Prinsip-prinsip hidup toleran, adil, anti kekerasan,, inklusif, egaliter, mengedepankan proses dialog dalam menyikapi setiap permasalahan menjadi sangat penting untuk ditanamkan kepada peserta didik. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pembiasaan. Mengingat peserta praktikum pembelajaran di dalam kelas tidak selamanya mampu memberikan pengalaman multikulturalisme yang komprehensif kepada peserta didik.
Jadi kesimpulannya Pendidikan Agama Islam sangat penting bagi generasi muda Islam, karna dengan Pendidikan Agama Islam akan menjadi landasan atau pondasi bagi keimanan generasi muda agar dapat membentengi diri dari paham-paham yang menyimpang dan juga sikap-sikap yang tidak terpuji seperti intoleran, radikalisme dan ekstremesme, mengingat negara Indonesia adalah negara yang multikultural, kita menjunjung tinggi sikap toleran, respek terhadap golongan lain. Dan juga agar generasi penerus di Indonesia menjadi muslim yang moderat.
Referensi
Al-Qur’an, surah Al-Baqarah (2:143)
Huda, M. (2021). Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membangun Karakter Moderat pada Generasi Muda. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 6(1), 78-92.
Nugroho, Y. (2019). Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah. Jurnal Pendidikan Islam dan Multikulturalisme, 7(3), 210-225.
Rahman, M. (2023). Integrasi Moderasi Beragama dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Journal of Islamic Studies and Education, 8(4), 301-315.
Suryani, D. (2022). Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Pembentukan Sikap Moderat di Kalangan Remaja. Jurnal Penelitian Pendidikan Agama, 14(2), 145-160.
Azzam, A. (2020). Moderasi Beragama dalam Pendidikan Agama Islam: Strategi dan Implementasi di Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam, 9(2), 123-145.
Masnur Alam. “A Collaborative Action in the Implementation of Moderate Islamic Education to Counter Radicalism,” international Journal of innovation, Creativity and Change 11, no. 7 (2020): 497-516.
Mohammad Ahyan Yusuf Sya’bani,”Culture of Religious Moderation Through the Actualization of Islamic Education Wasathiyyah to Improve Religious Reconnection and Tolerance in Indonesia” in international Seminar on Health, Social and Humanities (Atlantis Press, 2020), 528-536.
2 notes
·
View notes
Text
FACTION BACKGROUND
Abnegation
Abnegation berada di Kota Tua Bern yang tenang dan bersejarah, di mana prinsip-prinsip yang memandu mereka adalah tidak mementingkan diri sendiri dan kesederhanaan. Di situs Warisan Dunia UNESCO ini, jalan-jalan sempit dan bangunan-bangunan kuno menciptakan suasana yang tenang dan bermartabat, cocok untuk faksi yang berdedikasi pada layanan publik dan pemerintahan.
Anggota Abnegation menjalani hidup yang sederhana dan rendah hati, dengan fokus pada pelayanan kepada orang lain dan kebaikan yang lebih besar. Mereka menjauhi materialisme dan kemewahan, tinggal di rumah-rumah yang sederhana dan mengenakan pakaian sederhana. Rutinitas harian mereka berkisar pada membantu masyarakat, baik melalui kerja sukarela, layanan publik, atau tindakan kebaikan.
Abnegation menjunjung tinggi sifat tidak mementingkan diri sendiri dan kerendahan hati. Tujuan utama mereka adalah melayani orang lain, dan pekerjaan mereka melibatkan pemerintahan, layanan publik, dan dukungan masyarakat. Anggota Abnegation bekerja dalam peran seperti pejabat pemerintah, pekerja sosial, dan pengasuh, dengan fokus pada kebutuhan masyarakat dan memastikan bahwa sumber daya masyarakat digunakan untuk kebaikan yang lebih besar.
Amity
Amity membangun faksinya di pinggiran kota Bern yang damai, khususnya di Wabern dan Köniz, tempat dimana alam memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Dikelilingi oleh ladang hijau, hutan, dan padang rumput, anggota Amity hidup dalam harmoni dengan alam, berfokus pada pertanian, komunitas, dan hidup berdampingan secara damai.
Kehidupan di Amity berpusat pada pertanian dan dan hidup berkesinambungan. Komunitas ini berkembang pesat melalui kerja sama, bersama-sama mereka mengolah tanah dan berbagi hasil kerja keras mereka. Lingkungannya tenang, dengan rumah-rumah yang dibangun agar menyatu dengan lanskap dan meningkatkan rasa kesejahteraan. Musik, seni, dan kegiatan komunal merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan, yang mencerminkan nilai-nilai Amity tentang kedamaian, kegembiraan, dan harmoni.
Amity menghargai kedamaian dan harmoni. Prinsip utama mereka adalah kebaikan, dan pekerjaan mereka melibatkan pembinaan kesejahteraan masyarakat dan kehidupan yang berkelanjutan. Anggota Amity bekerja di bidang pertanian, pengorganisasian masyarakat, dan konservasi lingkungan. Mereka berdedikasi untuk menciptakan lingkungan yang harmonis, meningkatkan ikatan masyarakat, dan memastikan bahwa semua anggota masyarakat hidup dalam kenyamanan dan kedamaian.
Candor
Candor didirikan di jantung kota Zurich, di distrik Altstadt yang bersejarah, tempat nilai-nilai kebenaran dan keadilan tertanam kuat. Dikelilingi oleh arsitektur abad pertengahan dan jalan-jalan yang ramai, anggota Candor tinggal dan bekerja di lingkungan yang menuntut kejujuran dan transparansi. Pusat kota, dengan lembaga hukum dan pusat keuangannya, berfungsi sebagai tempat yang sempurna bagi sebuah faksi yang berdedikasi untuk menegakkan kebenaran.
Di Candor, hidup adalah dialog yang konstan. Para anggota dilatih untuk bersikap jujur dan adil, dituntut untuk terlibat dalam perdebatan dan proses hukum yang membentuk tatanan moral masyarakat. Alun-alun publik sering kali menjadi tuan rumah forum terbuka tempat warga berdiskusi dan menyelesaikan masalah secara terbuka. Komitmen Candor terhadap kejujuran memastikan bahwa masyarakat mereka tetap adil dan etis, tanpa ruang untuk penipuan atau korupsi.
Candor menghargai kejujuran dan integritas. Prinsip utama mereka adalah kejujuran, dan tugas mereka meliputi pengawasan masalah hukum, memastikan transparansi, dan menegakkan keadilan. Para anggota Candor bekerja sebagai hakim, pengacara, dan pejabat publik, yang berdedikasi untuk menjaga masyarakat yang etis dan transparan. Mereka bertanggung jawab untuk menangani perselisihan, menegakkan hukum, dan memastikan bahwa semua tindakan dan kebijakan dilakukan dengan jujur.
Dauntless
Faksi Dauntless bermukim di Zurich Barat, distrik industri yang dulunya terkenal dengan lingkungan perkotaannya yang keras dan lingkungan budaya yang semarak. Anggota faksi ini berkembang pesat di gedung-gedung industri yang kokoh dan telah ditransformasikan, tempat dimana kekuatan, keberanian, dan ketahanan menjadi kunci untuk bertahan hidup. Daerah ini, yang dulunya merupakan pusat industri, kini menjadi tempat pelatihan yang sempurna bagi mereka yang melindungi dan mempertahankan masyarakat mereka.
Kehidupan di Dauntless sangat intens dan penuh aksi. Para anggota menjalani pelatihan fisik yang ketat, mendorong diri mereka hingga batas maksimal dalam rintangan dan latihan taktis. Faksi ini menghargai keberanian dan keberanian, mempersiapkan para anggotanya untuk menghadapi tantangan secara langsung. Ikatan sosial ditempa melalui pengalaman bersama, dan suasana distrik yang menegangkan mencerminkan semangat berani dan tangguh dari faksi ini.
Dauntless menghargai keberanian dan tindakan. Prinsip utama mereka adalah keberanian, dan pekerjaan mereka melibatkan perlindungan dan pertahanan. Para anggota Dauntless bertanggung jawab untuk menjaga keamanan, menangani keadaan darurat, dan mengambil tugas-tugas berbahaya. Mereka bekerja sebagai petugas penegak hukum, pemadam kebakaran, dan responden darurat, selalu siap menghadapi risiko secara langsung dan memastikan keselamatan masyarakat.
Erudite
Faksi Erudite bermukim di daerah Zürichberg di Zurich yang sebelumnya menjadi rumah bagi universitas-universitas di Swiss. Terletak di antara perbukitan dan pepohonan hijau yang rimbun, para anggota Erudite tinggal di bangunan-bangunan modern yang menyatu dengan alam. Distrik ini cocok untuk lingkungan belajar dimana Erudite mendedikasikan hidup mereka untuk menghidupkan kembali keberadaan universitas-universitas dan lembaga-lembaga pengetahuan.
Jalanan di Erudite dipenuhi dengan perpustakaan, laboratorium, dan ruang belajar tempat ide-ide mengalir bebas. Erudite percaya bahwa kunci untuk membangun kembali umat manusia terletak pada pemahaman dunia di sekitar mereka dan mendorong batas-batas sains dan teknologi. Mereka adalah para pemikir, cendekiawan, dan visioner, yang selalu berusaha untuk mengungkap kebenaran-kebenaran baru dan memajukan masyarakat.
Erudite menghargai kecerdasan dan pengetahuan di atas segalanya. Tujuan utama mereka adalah mengejar kebenaran dan pemahaman. Mereka bertanggung jawab atas pendidikan, penelitian, dan kemajuan teknologi. Para anggota Erudite terlibat dalam berbagai kegiatan seperti penelitian ilmiah, pengajaran, dan pengembangan teknologi inovatif. Tugas mereka adalah memimpin kemajuan masyarakat melalui pengembangan intelektual dan memastikan bahwa semua keputusan didasarkan pada data dan akal sehat
2 notes
·
View notes
Text
79 Tahun Indonesia Merdeka
Agustusan tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini berkesempatan untuk merayakannya di kampung halaman dan dipercaya menjadi salah satu panitia. Walaupun mendadak dimana persiapan hanya 3 minggu, akhirnya bisa mengadakan karnaval pertama kalinya.

Setiap Agustus tiba, aku selalu teringat saat aku kecil dulu yang sangat antusias mengkuti berbagai lomba. Beberapa kali bahkan tampil di atas panggung menghibur warga. Kalau tahun ini diminta untuk menjadi pemandu acara. Umi sebagai komandan yel-yel RT (aku yang buat lagi wkwk) dan aby sebagai Bung Tomo yang orasi.
Setelah sangat lama tidak terlibat dengan karang taruna, kaget sekali banyak wajah tak ku kenali. Yang dulu aku gendong-gendong, aku simak ngaji Iqro'nya, aku usap ingusnya haha sudah jadi bujangan dan gadis-gadis menawan. Lumayanlah meningkatkan elektabilitas, gak keliatan juga kan beda generasi haha. Ganti sirkel sebentar di era kawan-kawan yang sudah sibuk mengurus rumah tangga.
mereka semua masih SMA, kecuali aku yang lulus SMA nya 1 dekade+ lalu haha. Momen saat pembubaran panitia.
Agustusan paling memorable adalah saat SD. Bisa-bisanya mengajukan diri untuk tampil bernyanyi. Dan, lagunya adalah lagu DANGDUT. Lagunya begini, bang sms siapa ini bang! bang pesannya pakai sayang sayang!. Sepertinya sangat viral pada masanya. Memakai setelan cutbray bak penyanyi dangdut dengan bandana berwarna kuing yang ku buat sendiri. Sungguh kepercayaan diri yang patut di apresiasi. xixixi. Latihan hanya 2 hari karena hafal lagunya. Bahkan saat di atas panggung, aku tak tau dimana orang tua ku berada. Sepertinya mereka sembunyi karena malu wkwk. Lebih parahnya, selesai manggung ada penyerahan hadiah lomba, kebetulan juara Qiroah. Saat penerimaan hadiah, yang lain mengenakan baju musim, aku malah mengenakan baju biduan. Kemudian saat turun panggung, salah pijakan dan akhirnya jatuh. Duh malu nya gak terbendung sampai gak mau bangun dan berakhirdi gendong wkwk. Gak sakit, tapi malunya minta ampun!
Kini… Merah putih di sepanjang jalan. Bendera yang dikibarkan. Permainan yang dilombakan. Merdeka! Merdeka! yang diteriakkan.
Semuanya telah usai. Bulan kemerdekaan telah selesai. Dan bulan depan, kita akan kembali pada hidup untuk mengumpulkan pundi-pundi. Berebut jalanan menuju pulang agar bisa sejenak istirahat mengumpulkan tenaga untuk esok hari.
Hadap kanan hadap kiri, balik kanan balik kiri. Kepada upah disetiap akhir bulan, hormaaaaaaat grak!!!!
Doa baik selalu untuk negeri tercinta. Semoga senantiasa terlaksana sila ke-5 pancasila. Bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Merdeka!
youtube
6 notes
·
View notes
Text
REFLEKSI OKTOBER 2023: BULAN PALING PENUH AIR MATA
Tak terasa, hari ini kita sudah berada di penghujung bulan Oktober 2023. Tahun 2023 tinggal 2 bulan lagi. Bagiku sendiri, bulan ini merupakan bulan yang menguras energi, emosi dan bulan yang paling penuh air mata. Rasanya, terakhir kali menangis yang seintens ini adalah tahun 2021. Namun, jika dibandingkan, tetap saja Oktober 2023 adalah bulan paling penuh air mata. Kesamaannya antara 2021 dan 2023 adalah menangisnya sama-sama diam-diam, di tengah kesendirian, wkwk. Kalau di depan orang lain bisa jadi semacam orang yang kuat dan seolah-olah semuanya baik-baik saja. Perbedaannya, tahun 2021 aku belum belajar meregulasi emosi dengan baik. Kini, baru kusadari bahwa efeknya sungguh tidak baik. Semuanya qadarullah, tetapi mungkin itu juga berefek sampai ke kesehatan fisik, di mana waktu itu aku jadi tidak merasa lapar, sehingga menunda-nunda makan. Efeknya baru berasa sekarang, menjadi GERDian of the galaxy. Perbedaan lainnya, dan ini yang paling utama, tentu saja, penyebabnya, dan pelajaran yang bisa kuambil dari refleksi bulan ini. Oktober 2023 telah melalui perjalanan panjang mengenal diri sendiri, sehingga meskipun rasa sedihnya lebih besar, alhamdulillah regulasi emosinya sudah jauh lebih baik.
Sejak tanggal 7 Oktober 2023 hingga hari ini, linimasa media sosial kita dipenuhi oleh kabar yang membuat hati miris. Tidak, ini bukan konflik. Ini adalah penjajahan di era modern dan perjuangan bangsa yang mempertahankan tanah airnya agar si penjajah bisa hengkang. Ya, ini tentang Israel dan Palestina. Perkara inilah yang membuat entah sudah berapa volume air mata yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal ini keluar. Ada rasa sedih, rasa marah, kecewa, tetapi juga ada rasa haru, bangga, rindu dan perasaan lainnya campur aduk selama sebulan ini.
Sedih rasanya melihat anak-anak, perempuan dan masyarakat sipil menjadi korban kezaliman zionis. Fasilitas publik seperti masjid, rumah sakit, gereja, toko roti, tak luput dari serbuan bom mereka. Bahkan, bom fosfor putih yang jelas-jelas sudah dilarang oleh hukum internasional. Anak-anak tak berdosa itu berlumuran debu dan darah. Anak-anak yang seharusnya memiliki masa depan. Namun, ternyata Allah lebih sayang mereka.
Ada rasa marah dan tak berdaya juga, ini si zionis sudah melakukan berapa kejahatan perang, ya? Begitulah ternyata dunia. Kalau di belakangnya ada negara adidaya yang mendukung, zionis tenang-tenang saja. Ke mana perginya PBB? Oh, ternyata, selama hak veto di Dewan Keamanannya masih ada, tak akan ada keadilan kecuali untuk negara-negara yang mereka dukung. Life is unfair. Get used to it. Itulah makanya Allah, hakim yang Maha Adil, menyediakan hari akhir dengan peradilan yang seadil-adilnya nanti. Karena memang sulit mencari keadilan yang seutuhnya di dunia ini. Awas, ya, zionis, nanti kalian tidak akan bisa lari sedikit pun dari hisab dan mizannya Allah. Semuanya akan dihitung, diadili dan dibalas. Seadil-adilnya. Anak-anak yang kalian bunuh itu akan bersaksi. Tangan dan kaki kalian juga akan bersaksi. Sudah tidak bisa membayar influencer untuk memutarbalikkan fakta.
Selain itu, ada juga rasa kecewa. Kecewa kenapa negara-negara Islam, terlebih lagi negara-negara Arab, tidak bisa bersatu. Padahal, dalam pemikiran sederhanaku dari dulu, Israel itu kan negara (kalau bisa disebut negara, padahal sih nggak ya) kecil. Kalau pada bersatu, tidak begitu sulit, bukan? Belum lagi negara-negara Arab itu menguasai sumber daya energi berupa minyak bumi yang tersimpan di bawah buminya itu. Sekali embargo, ketar-ketir juga negara-negara pro-zionis itu. Namun, ternyata perputaran dunia memang tidak sesederhana itu. Berbagai kepentingan, kondisi geopolitik, geoekonomi dan lain-lain, semuanya saling berkelindan. Huft, dunia memang tidak sesederhana pemikiran seorang anak kecil yang ingin dunia ini aman. Bahkan Resolusi Khartoum 1967 pun dilanggar sama mereka sendiri. Aku juga jadi ingat sabda Rasulullah.
Dari Tsauban, dia berkata bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya, ”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata, ”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278, sahih kata Syaikh Al Albani. Lihat penjelasan hadits ini dalam ‘Aunul Ma’bud). Sumber https://rumaysho.com/3388-cinta-dunia-dan-takut-mati.html
Look, saat ini jadi semakin mengerti makna hadis ini. Namun, sudahlah sedih-sedihnya. Ada begitu banyak hikmah yang terserak dari peristiwa ini, jika kita mau memungutnya.
Guruku pernah mengatakan bahwa, jika kita masih memiliki rasa sedih ketika melihat saudara-saudara kita di Palestina sana dibantai, maka bersyukurlah, karena semoga saja itu merupakan tanda iman yang masih ada di dalam hati kita. Bukankah tidak sempurna iman seseorang hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri? Bukankah seorang mukmin dengan mukmin lainnya itu bagaikan satu tubuh, di mana jika yang satu sakit, maka yang lain pun merasakan hal yang sama? Dan mereka di Palestina sana adalah saudara-saudara kita. Saudara seiman yang menjaga tanah wakaf Baitul Maqdis, menjaga Masjidil Aqsa sebagai kiblat pertama kaum muslimin. Jika ada yang mengatakan “Ngapain ngurusin masalah Palestina yang jauh, sedangkan masalah di negeri sendiri saja masih begitu banyak?” Ingatlah, baca lagi sejarah Indonesia. Palestina merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, bahkan sebelum diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Maka, sebagai bangsa Indonesia, kita merupakan saudara dengan bangsa Palestina. Ingat juga pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan, jika mengaku sebagai manusia, tidakkah sisi kemanusiaan kita tersentuh saat melihat manusia lain dibantai? Maka bersyukurlah jika kita masih merasa sedih. Semoga air mata yang keluar atas dasar rasa cinta itu merupakan salah satu tanda keimanan. Semoga air mata itu nanti menjadi saksi di hadapan Allah, bahwa kita mencintai saudara-saudara kita di sana, atas dasar keimanan kepada-Nya. Justru, berhati-hatilah ketika kita mulai mati rasa. Jangan-jangan, perlahan nikmat iman itu tercerabut dari dalam hati kita.
Namun, jangan sampai rasa sedih itu paralyzing, melumpuhkan kita. Kita seharusnya menjadi lebih bersemangat dalam belajar, bekerja dan beribadah. Semangat mereka dalam mempertahankan tanah airnya dari penjajah, seharusnya menular ke kita. Semangat mereka dalam bertahan di tengah keterbatasan, seharusnya menjadi cambukan bagi kita yang suka rebahan dan bermalas-malasan. Kita punya PR besar. Masalah Palestina tidak hanya akan selesai sampai di sini saja. Kita perlu belajar lebih banyak, tadabur Al-Qur’an lebih banyak, terutama Surah Al-Isra’ dan mengajarkannya kepada anak-anak kelak.
Berbicara tentang Al-Qur’an, aku juga menjadi teringat sebuah peristiwa saat di asrama Qur’an dulu. Ketika mempelajari sebuah hadis dari kitab At-Tibyan karya Imam Nawawi rahimahullah, sebuah kisah begitu menancap dalam ingatan.
“Dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan, karena nanti tidak akan ada mushaf lagi) Al-Qur’an nanti, ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya! Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam Sunannya no. 1464 dan imam Tirmidzi dalam sunan at-Tirmidzi, no. 2914, dan Ibnu Hibbân no. 1790 dari jalan ‘Âshim bin Abi Najûd dari Zurrin dari Abdullah bin ‘Amru secara marfu’.
Referensi : https://almanhaj.or.id/4540-derajat-hadits-keutamaan-menghafal-alqurn.html
Dulu, waktu ngebahas hadis ini, Ustazah bilang "Anak-anak Palestina itu becandaannya next level. Mereka becandanya, 'Aku udah lebih banyak nih hafalannya. Ayo, kamu juga semangat, dong. Biar nanti kita sama tingkatannya di surga'."
Terheran-heran, kok bisa sih anak-anak itu memaknai hadis ini di usia belianya. Makin takjub saat tahu bahwa di tengah kondisi mereka yang jauh dari rasa aman & penuh keterbatasan, hafiz Qur'an terus tumbuh seperti jamur di musim hujan. Kamu boleh kehilangan segalanya, tapi saat masih ada harapan akan pertolongan Allah & Al-Qur'an di hati, kamu punya segalanya. Al-Qur'an sebagai ruh, benar-benar nyata dalam perjuangan Palestina. Tidakkah kita mengambil pelajaran? Saat ini, kita juga dapat melihat gambar-gambar dan video-video dari para jurnalis independen yang tersebar di dunia maya. Rumah diledakkan, tetapi yang pertama diselamatkan dan digenggam adalah Al-Qur’an. Di tengah reruntuhan, anak-anak tetap membaca dan murajaah Al-Qur’an. Ketika lelah, para dokter murajaah hafalan. Lebih dari itu, Al-Qur’an tidak hanya dibaca dan dihafalkan, tetapi diejawantahkan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Betapa hati ini penuh keharuan dan kebanggaan ketika melihat wawancara seorang ayah yang kehilangan anak-anaknya dan beliau berkata “Alhamdulillah, mereka syahid di jalan-Nya.” Ucapan yang paling sering keluar dari mulut mereka juga “Hasbunallah wa ni’mal wakil”. Ya, cukuplah Allah sebagai penolong, sebagai pelindung. Cukuplah Allah. Kalian tidak akan bisa mengalahkan manusia yang bergantung sepenuhnya kepada Allah, karena Dialah yang Maha Kuat, sementara kalian adalah makhluk yang begitu lemah. Tidak hanya orang dewasa. Anak-anak Palestina juga memiliki keberanian yang luar biasa.
Maka, terbit pula kerinduan untuk melihat tanah yang diberkati itu. Tanah Baitul Maqdis. Semoga suatu saat kita bisa melihat Palestina merdeka, dengan kemerdekaan yang seutuhnya. Semoga kita bisa salat dengan penuh kedamaian dan kekhusyukan di Masjidil Aqsa. Semoga nanti kita bisa bercengkerama dengan para syuhada Palestina di surga, menghadiri halakah Qur’an yang sama di taman-taman surga, mendengarkan kisah mereka secara langsung, menyimak apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sebenarnya mereka alami, dari mulut harum mereka langsung, bukan dari media yang sudah dipelintir oleh negara-negara pro-zionis.
Oktober 2023 memang bulan penuh air mata. Namun, bulan ini juga penuh pelajaran berharga. Pelajaran yang membuat semakin bersyukur akan nikmat rasa aman. Pelajaran yang menampol bahwa ke mana itu semangat untuk menyelesaikan hafalan dan murajaah hafalan Qur’an? Pelajaran yang menyadarkan bahwa masalah kita ternyata belum ada apa-apanya. Masalah mereka di Palestina sana jauh kebih besar, tetapi masyaAllah keimanan mereka luar biasa. Terima kasih ya Allah, di tengah hadah hadeh perduniawian, Engkau bukakan mata kami bahwa ada masalah penting. Ada tugas besar yang perlu dijalankan. Semoga Allah berikan kita kekuatan, kesehatan dan sumber daya untuk menjalankan tugas kita dari sini, sesuai dengan posisi, fungsi dan profesi kita masing-masing. Sebelum jamaah salat subuh belum sama dengan salat Jumat, tugas kita masih jauh dari selesai. Sebelum Al-Qur’an dijadikan last seen paling sering, tugas kita masih jauh dari kata selesai. Kita perlu menjadi bagian dari generasi yang kuat fisik, jiwa dan keimanannya; bukan sibuk rebahan, bergalau ria dan merasa paling malang sedunia. Terima kasih Palestina. Semoga tulisan ini suatu saat menjadi pengingat, dan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa ada orang-orang dari jauh, yang meskipun terpisah batas-batas geografis, terpaut karena cinta kepada-Nya. Semoga nanti kita bisa reuni di surga-Nya.
Simpang Empat, penghujung Oktober 2023
6 notes
·
View notes
Text
Pukul 06.35 tanggal 14 Februari 2024
Tanggal 14 Februari dikenal dengan hari kasih sayang yang asal muasalnya dari barat. Pada umumnya peringatan ini kerap kali di rayakan sepasang kekasih . Meskipun sudah seharusnya hari kasih sayang itu di rayakan setiap hari.
Di Negeriku, hari kasih sayang itu di peringati sangat meriah. Entah apa alasan pemerintah menetapkan tanggal ini sebagai pesta Rakyat, tapi harapannya pesta ini memang pesta kasih sayang yang merdeka. Pesta penuh kegembiraan namun tetap merdeka. Baik merdeka menentukan hak pilih sesuai hatinya atau merdeka dari segala paksaan. Terpenting lagi merdeka berfikir cerdas terhadap segala berita hoax atau masakan buzzer yang tidak bertanggung jawab.
Terlepas dari pesta rakyat yang mungkin memiliki kepentingan elit dan golongan. Tapi binar mata yang berharap, keberanian, dan keyakinan itu tetap tidak bisa di bohongi dari mata masyarakat kita. Bahwa mereka merindukan persatuan Indonesia. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Momen ini membuatku kembali mengingat selama 3 periode di kepanitiaan pemilu raya umum mahasiswa. Sekarang aku jadi panitia pemungutan suara, secara struktural tidak jauh berbeda, tapi sungguh secara rasa kali ini tidaklah sama. Sampai pada tulisan ini di tuliskan aku masih sesak, dan harus segera di rilis sekarang juga. Jangan sampai kerjaan hari ini kacau akibat perasaan yang tidak karuan.
Mulai dari saksi berdatangan lalu di lanjutkan upacara apel beserta sumpahnya. Di tambah pas kotak suara di buka, rasanya pengen segera pergi dari sini.
“Setulus-tulusnya, sehormat-hormatnya, dari lubuk hati terdalam mari kita selamatkan republik ini bersama-sama” Dengan air mata yang perlahan jatuh.
4 notes
·
View notes
Text
Gue lagi belajar menjadi manusia di kehidupan sekarang: berhadapan dengan penduduk pribumi.
Gue menemukan istilah itu dari ibu meja sebelah—yang akhirnya memberi gue insight kalimat baru untuk menggambarkan kondisi yang terjadi—kalimat itu lebih bijaksana untuk disematkan.
Menjadi penduduk pribumi di mana pun berada tentulah suatu hal istimewa: yang gue ga akan pernah berksempatan untuk merasakannya dalam hidup. Karena hidup selalu mengajak dan membawa diri untuk berkelana, mengembara entah sampai di mana dan kemana. Berhadapan dengan kota baru, kebiasaan baru, dan tentu gue bukan penduduk pribumi di tempat yang ditapaki. Gue akan selalu berhadapan dengan adaptasi awal-awal memulai hidup, dan survive di manapun takdir membawa langkah kaki.
Tentu gue tidak iri dengan ketidak-adilan ini. Karena di sini segalanya sesuai dengan tupoksi kinerja. Gue yakin, ketika gue menerima ketidak-adilan di bagian ini, maka selebihnya di bagian lain berikutnya gue akan menerima banyak keadilan dan kebaikan. Karena gue telah menukarkan privilese yang tidak gue dapatkan dengan hal-hal lain yang memang menjadi hak diri. Hidup selalu adil.
Yang gue pelajari, sebagai penduduk pribumi, seringnya mereka punya kecemasan beda dengan seorang pengembara yang berkelana seperti gue. Mereka tidak punya kegundahan akan orang-orang, sebab merasa dikelilingi oleh sanak-famili. Berani ‘semena-mena’ atau tidak sungkan dengan siapa saja sebab mereka komunal, dengan perasaan tersemat merasa keluarganya dekat dan bisa diandalkan. Tidak ada yang berani mengkritik mereka habis-habisan sebab sadar bahwa keluarganya ada bersamanya. Mereka tertutup dengan penderitaan karena merasa orang lain juga bisa berlindung di balik jubah kekeluargaan.
Mereka hanya cemas anggapan dari keluarga sekitarnya. Cemas pada sanak-famili tertentu yang mungkin lebih dominan. Tentu mereka punya keterampilan sosial yang baik dalam bertetangga karena didikannya adalah di bagian ini, untuk tetap bisa mengandalkan dan diandalkan oleh sanak-famili.
Apalagi jika di tempat tersebut kebudayaan kekeluargaan adalah segalanya. Cara bertahan hidupnya akan menyeseuaikan dengan konteksnya juga.
Nah,
ada seorang ibu, yang sampai se-senior hari ini masih belum terjamah akan keterbukaan paradigma kehidupan. Beliau masih mempertahankan gaya klasikalnya dan tidak adaptif dengan perubahan zaman. Merasa budayanya paling baik. Merasa orang harus kenal dan menghargai beliau dengan ekstrem. Beliau sangat berani untuk menjaga kawasan teritori sebagai penduduk pribumi. Bahkan beliau tidak berniat akrab dengan gue—yang seorang pendatang dan sifat khasnya orang luar.
Jika kasus ini terjadi ketika gue masih berada di kota kemarin, mungkin gue akan tersinggung dan merasa tidak diterima oleh beliau dan keadaan. Tapi berhubung di sini adalah di rumah juga. Gue bisa lebih santai menyikapinya.
Dan,
….semakin gue bisa membaca pertanda, semakin gue bisa lebih lapang memaknai sudut pandang orang lain terhadap diri gue. Terkadang, mereka sadar potensi orang lain lebih besar dari potensi yang sudah ‘dia’ kerahkan untuk bertahan hidup. Orang-orang juga tau siapa ancaman baginya, dan gue juga sadar kalau dianggap masih muda dan ‘ternyata’ gue tidak sembarangan—tentu ini menjadikan sadar kalau tidak mampu menyaingi gue—pun bisa jadi dia juga sadar batas dirinya. Sebab itu dia menjaga jarak dari gue. Membatasi dirinya dari takutnya sendiri. Itu bukan salah gue, dan gue berusaha untuk tidak lagi menyalahkan diri sendiri atas apapun kasusnya.
Tentu ada faktor lain yang memengaruhi sikap seseorang. Jika itu bukan ancaman, bukan suatu yang perlu ditakutkan dan tidak perlu menganalisa lebih jauh. Sebaiknya biarkan saja, dengan mempelajari pertanda-pertanda.
Saat ini gue mulai bisa membaca bagaimana cara bertahan orang-orang di tempat yang ditapakinya. Ada beragam caranya masing-masing. Cara yang paling menonjol adalah, mereka berusaha membuat orang lain ‘takut’ padanya bukan ‘segan’ atau dihargai atas kebijaksanaan yang dimiliki dengan cara membuat batasan: yang membuat orang lain merasa bersalah atau takut terhadapnya.
Dia enggan menyapa—apalagi memperlakukanmu seperti yang lain. Kau pengecualian baginya.
Menghadapi orang demikian, apalagi beliau adalah pribumi, bisa bahasa khas daerah tersebut, senior pula. Adalah dengan tidak perlu dihadapi. Biarkan saja. Beri cermin: seperti dia memperlakukanmu. Karena apa? Tidak perlu menghabiskan energi untuk membuktikan apapun padanya. Tidak bermakna apapun, karena dia telah kalah pada dirinya sendiri.
Kau hanya perlu menjadi dirimu, menjadi seperti biasa dirimu tanpa berpura-pura atau tanpa perlu merasa diterima. Jangan merasa takut padanya. Jangan enggan. Jangan sungkan. Tetap beri sikap cermin padanya. Perilakunya padamu bukan sebab kau tidak diterima olehnya, tapi sebab dia yang tidak bisa menerima dirinya sendiri.
Pendatang itu lebih survive di manapun berada dengan merasa ini bukan situasi aman atau bukan zona nyaman. Sebab itu, hal ini mungkin menjadikan pendatang selalu lebih sukses dari pada penduduk pribumi—keseringan kasusnya begini. Pendatang lebih bisa melihat peluang dan menciptakannya. Sebab alasan harus bertahan hidup tanpa sandaran sanak-famili yang bersedia membantu.
Pendatang lebih ditentang, itu lumrah. Sebab penduduk pribumi terkadang tidak bisa melihat peluang karena terbiasa sejak kecil dengan apa yang dilihat dan pendatang lebih punya banyak sudut pandang.
Gue sekarang tidak lagi pusing untuk urusan menyesuaikan diri. Sekarang gue lebih percaya diri, percaya diri pada kemampuan gue, percaya diri kalau gue anak baik, percaya diri kalau gue telah melakukan hal terbaik sebagai karyawan baru. Percaya diri sama apapun yang gue pancarkan di setiap hari yang gue jalani.
Gue tidak lagi takut menghadapi orang-orang yang menjadikan gue saingan. Sekarang gue sudah bisa melihat mana saingan dan mana yang bukan saingan. Beruntungnya gue tidak terobses menjadi menang.
Untuk itu, di manapun gue berada, gue yakin gue diperhatikan. Gue berusaha elegant dan bijaksana menyikapinya dengan tidak perlu membuktikannya, gue hanya perlu tetap berjalan sebagai diri sendiri dengan bangga dan percaya diri. Gue tau lampu sorot terkadang mengarah ke gue dan tentu gue jangan minder, jangan cengegesan, dan nikmati saja segala sinar yang menerpa.
Bukan sombong. Atau bukan agar dipuja-puja—gue tidak memuja pujaan. Atau bukan agar gue dianggap penting. Melainkan gue sedang berperan untuk bersikap sebaik dan se-ideal mungkin sebagai karyawan baru, sebagai pendatang, yang bukan penduduk pribumi.
Tentu gue tidak boleh sedih jika dianggap tidak asik, tentu gue tidak boleh ‘baperan’ atas apapun rencana yang mungkin tidak melibatkan gue. Gue hanya perlu memberikan kinerja terbaik gue. Memperjelas prinsip gue. Membuat batasan kerjasama—yang sedang dibangun bersama rekan lainnya. Menjadi diri sendiri dengan tidak berpura-pura.
Tentu doa gue harus lebih kuat dalam meminta pertolongan dan kemudahan. Doa gue harus bekerja lebib kuat dari pada raga gue dalam meminta perlindungan, sebab jurangnya bisa jadi ada di mana-mana dan gue bisa terperosok kapanpun. Doa gue harus bekerja lebih kuat agar gue terbebas dari pandangan mata jahat yang mengintai diri yang lemah ini. Doa gue harus lebih kuat untuk meminta dijaga aib-aibnya sebab ujian diri jauh lebih berat, ada beban keluarga yang diemban dan ada beban ilmu dari panjangnya didikan yang telah diterima diri.
Sulit, nan berat. Sebab lagi-lagi gue bukan penduduk primbumi yang berselimutkan pertolongan sanak-famili yang dekat.
Sejauh ini, disepanjang perjalanan hidup, semua bisa berjalan dengan baik sebab kebaikan-Nya. Sejauh ini gue hanya berjalan, dan Allah selalu yang memudahkan langkahnya.
Tidak perlu diambil pusing selagi kau tidak berpura-pura menjalani hidup. Hadapilah jika pertarungan itu setara, jika tidak demikian, tidak perlu dilawan.
3 notes
·
View notes
Text
Selamat memperingati hari lahirnya Pancasila. 🇮🇩🤙🏼
*BUTIR-BUTIR PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA*
Lima asas dalam Pancasila dijabarkan menjadi 36 butir pengamalan, sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.
Butir-butir Pancasila ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa.
*I. SILA PERTAMA : KETUHANAN YANG MAHA ESA*
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama & penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
*II. SILA KEDUA : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB*
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3.Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu kembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
*III. SILA KETIGA : PERSATUAN INDONESIA*
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
*IV. SILA KEEMPAT : KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN*
1.Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
*V. SILA KELIMA : KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA*
1.Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
5 notes
·
View notes
Text
Esai
sagea dan masa depan ekologi
Anggaplah kita sedang lupa tentang perjuagan mama Aleta baun di Nusa tenggara timur yang berjuang selama Bertahun-tahun untuk menghentikan aktivitas penambangan batu marmer di tempat keramat suku molo. Perusahaan tambang marmer itu beroperasi tanpa konsultasi dengan masyarakat setempat. Perlawanan itu di picu karena di saat aktivitas penambangan di mulai, ada berbagai macam bencana yang melanda masyarakat sekitar.
Akibat dari perusahaan tersebut adalah penggundulan hutan, tanah longsor dan meracuni sungai yang merupakan bahan makanan, minuman, obat dan juga pewarna alam dalam menenun bagi penduduk setempat.
Pada 1990-an Aleta baun bersama tiga wanita lain menggalang dukungan dari desa ke desa, berjalan kaki selama enam jam, ini bukan jarak tempuh yang dekat.
Gerakakan protes yang di lakukan oleh mama Aleta telah mendapatkan balasan kekerasan dari para penambang sehingga mama Aleta dengan terpaksa lari ke hutan bersembunyi dari ancaman pembunuhan. Di tengah-tengah intimidasi Aleta baun tetap mengkampanyekan perlawanan meolak penambangan batu marmer yang sudah berlangsung sejak 1980-an.
Hingga pada 2016 Aleta baun berhasil menggalang ratusan penduduk desa, dengan berjumlah 150 orang yang terdiri dari perempuan dengan gerakan menenun di depan pintu masuk tambang dan menduduki bukit anjaf juga bukit nausus di kaki gunung selama satu tahun. sementara kaum pria membantu dengan mengasuh anak, memasak dan mengirimkan makanan pada kaum wanita yang terus menenun menghalangi aktivitas penambangan, meski ancaman kekerasan dan intimidasi menghampiri setiap saat.
Atau anggaplah kita tidak tahu menahu soal gerakan memeluk pohon di wilayh perbukitan dan pegunungan india yang menggantungkan hidup pada hutan. Hutan menyediakan bahan makanan, pakan ternak, sumberdaya air dan tanah. keselarasan dengan alam sangatlah penting karena hutan adalah segala-galanya bagi mereka.
Perlawanan pun muncul, akibat kendali hutan di ambil alih oleh pemerintah. Gerakan yang di bangun, mulai dengan pembakaran rumah secara sengaja oleh orang-orang dari kumaon dan menjadikan hutan sebagai rumah. karena bagi mereka hutan sudah seperti rumah ibu mereka. pembukaan hutan itu hanya untuk kepentingan komersial sehingga bisa menghilangkan hak-hak tradisional warga tempatan.
Salah satu pelopor gerakan itu adalah chandi prasad bhatt, juga sebagai pekerja sosial yang menganut ajaran Mahatma gandhi yang membangun kemandirian dan kewirausahaan hingga mendirikan usaha kecil dengan memanfaatkan sumberdaya hutan. Mereka bertekad mempertahankan hak-hak hutan dari korporasi yang akan mengeksploitasi hutan. semangat protes terus di kobarkan.
Dari dua toko gerakan penyelamatan lingkungan tersebut, mengingatkan kita kepada seorang perempuan berumur 70-an tahun. seorang Pejuang lingkungan yang menantang kehadiran pertambangan karena di anggap merusak lingkungan bahkan sumber daya air, pangan, hutan serta merusak ekostem yang ada di daerahnya. Ia sampai hari ini masih terus eksis menyuarakan keadilan ekologi di desa sagea-kiya. Sehat selalu mama Ama. Semoga jou Allah ta’ala menganugerahi badan yang sehat dan umur yang panjang.
Mama Maryama
Ibu rumah tangga; pejuang lingkungan di desa sagea-kiya
Pesan leluhur yang di teruskan oleh mama Ama pada generasi hari ini “Gae re gele neste rfaftote bo tjaga re tpalihara pnuw re boten enje fafie” Artinya, “leluhur pernah berpesan bahwa kita harus menjaga dan pelihara kampung ini dengan baik-baik”.
Boki moruru yang menurut cerita, sebagai satu tempat perjumpaan dan bersemayamnya cinta kasih Mon takawai dan putri Sarimadago. Untuk melindungi tempat bersejarah itu, maka kita harus hidup selaras berdampingan dengan keindahan alam sagea-kiya yang telah di wariskan secara turun temurun, mama Ama berdiri menantang perusak lingkungan sejak tahun 2014 dan sampai saat ini, semangat perjuangan belum pernah pudar.
Di dalam aksi unjuk rasa yang melibatkan perempuan dan pelajar, mama Ama sempat meneteskan air mata saat melihat anak-anak sekolah berseragam merah putih berjalan di bawah terik panasnya matahari. “saya tara simore kalau tambang ini masuk, inga tong pe ana-ana punya masa depan.” (saya tidak bangga kalau tambang terus beroperasi, karena mengingat masa depan anak cucu) kata mama Ama sambil mengusap air mata.
Desa sagea dan kiya, masyarakatnya yang hidup berdampingan dengan alam, ini berlangsung selama ber-abad-abad. Danau yonelo dan talaga lagaelol yang merupakan sumber penghasilan, sungai boki moruru sebagai sumber air, pemandangan yang estetik, air yang jernih dan hutan yang lebat. Kini dalam bayang-bayang kehancuran, ulah dari rakusnya pemerintah dengan menjadikan tambang sebagai satu-satunya sumber penghidupan.
Jika investasi tambang ini di permasiv, menjadikan hutan yang lebat jadi gundul, maka kerusakan dan bencana ekologi akan menghampiri kita. Apakah kita tidak pernah tahu? seperti apa pulau gebe, moor nopo di halmahera timur yang di genangi lumpur, desa kawasi di pulau obi yang laut dan suber air minum di cemari, bahkan desa lelilef dan sawai yang hari ini menjadi bukti nyata rusaknya ekosistem yang makin parah dan juga tempat langganan dengan banjir yang berakibat pada pembukaan lahan secara besar-besaran oleh PT. iwip.
Jangan karena untuk kesenangan sementara, kita biarakan exavator yang menjelma sebagai predator dan datang lalu meneror, menancapkan kuku besinya pada perut bumi yang menyebabkan makin menipisnya lapisan ozon. Tidak hanya perang nuklir yang mengakibatkan jutaan orang kehilangan nyawa dan tempat tinggl, akan tetapi pertambangan, ketiadaan sumber air, pangan dan mata rantai kehidupan lainnya juga akan berakibat pada jutaan orang kehilangan nyawa dan tempat tinggal pula.
Eric weiner seorang penulis buku the geography of bills, mengatakan “ketika pohon terakhir di tebang, ketika sungai terakhir di kosngkan, ketika ikan terakhir tangkap, barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang”. Dalam buku memandang arti kebahagiaan itu, Eric memandang bahagia tidak harus mewah, cukup dengan melakukan sesuatu yang sederhana tapi memilliki makna dan arti yang besar.
Bahagia tak harus mengorbankan alam, cukup kita hidup selaras dengannya, maka keadilan ekologi akan seimbang. Hal ini telah terjadi pada kehidupan warga sagea-kiya sebelumnya dan saat ini masih di lindungi oleh mereka yang merasakan tentang batinnya ekologi.
Di zaman modern serba teknologi ini, telah merubah cara pandang kita sesama manusia, cara kita memandang alam hingga lupa bagaimana cara kita menunjukkan kasih sayang. Jika saling berpelukan bukan menunjukkan satu cara yang arif, jika memeluk manusia adalah cara yang berbahaya maka marilah kita memeluk pohon sebagai tanda kecintaan kita terhadap alam.
Dalam perjuangan mama Ama, akan menginspirasikan banyak kalangan perempuan untuk menjadi mama Ama yang baru sehingga berdiri menantang penguasa dan katakan bahwa boki moruru, talaga yonelo, lagaelol, sungai dan pohon adalah ekonomi warga yang permanen. Hanya dengancara ini kita bisa mencegah lajunya devorestasi dan hancurnya keragaman hayati.
Mereka yang sedang berjuang melestarikan alam adalah bagian dari kita. Maka mari kita jadikan ini sebagai perjuangan bersama untuk bumi yang lebih lestari. Jika kebersamaan adalah jalan menuju keberhasilan, maka kelak akan di kenang sebagai gerakan yang menunjukkan kekuatan perempuan dalam konservasi dan melindungi ekologi.
“sio rela minyou tailama minyou duka la re balisa” (jika kita memandang lautan yang teduh di atas keteduhan itu menyimpan berita duka maka kita pun turut berduka; syair lala)
“siksa re melarat ene tharap iso pa masolo itero” (sengsara dan menderita bukan orang lain yang merasakan tapi kita). “itero ta bot falgali tharap kngat lima nalik pa” (torang sudah yang mo baku bantu jangan harap orang lain).
#Jaga kampung #Rawat budaya
-Oleh San Merah
3 notes
·
View notes
Text
Merdeka yang Semu: Antara Kebebasan, Keyakinan, dan Kemunafikan
Di dunia yang katanya bebas ini, kita sering melihat orang-orang berteriak soal kemerdekaan, entah itu kemerdekaan berpikir, berbicara, atau bertindak. Tapi, anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin terlihat betapa mereka justru terbelenggu. Kamu bilang sudah keluar dari sistem yang bobrok, tapi tetap jadi budaknya. Kamu mengaku memperjuangkan kebebasan, tapi justru menindas orang-orang di bawahnya. Kamu bicara soal perubahan besar, tapi untuk mengubah dirinya sendiri saja, mereka selalu bilang “masih dalam proses.”, sebagai dalih defensif anti kritik.
Kemerdekaan seperti apa yang sedang kamu perjuangkan?
Merdeka dari Apa? Menghamba kepada Siapa?
Manusia tidak pernah benar-benar bebas. Kita selalu bergantung pada sesuatu—entah uang, ideologi, pemimpin, status sosial, atau bahkan nafsu kita sendiri. Sering kali, orang-orang yang mengaku “bebas” justru sedang menggantikan satu perbudakan dengan perbudakan lainnya.
Ada yang merasa bebas dari aturan agama, tapi akhirnya jadi budak ambisi dunia. Ada yang menolak sistem yang dianggap zalim, tapi membangun struktur yang sama represifnya. Ada yang ingin menggulingkan penguasa, tapi ketika berkuasa, mereka tak segan menindas seperti yang dulu mereka benci.
Lalu, siapa yang benar-benar merdeka?
Dalam Islam, kemerdekaan sejati bukan berarti tidak tunduk pada siapapun, tapi menentukan dengan sadar siapa yang layak kita tundukkan diri kepadanya. Hanya Allah yang tidak memiliki kepentingan pribadi terhadap manusia. Sementara itu, semua "tuan" lain yang kita pilih pada akhirnya hanya ingin sesuatu dari kita—entah itu ketaatan, uang, tenaga, atau bahkan kehormatan kita.
Mengaku Berjuang, tapi Masih Menyembah Nafsu
Ada kelompok yang berteriak soal perlawanan terhadap kebobrokan, tapi dalam tubuh mereka sendiri ada sistem yang lebih buruk—otoriter, penuh intrik, dan memperlakukan pengikutnya seperti alat. Kamu mengajarkan kesetiaan total, tapi ketika seseorang mulai mempertanyakan, dia dicap pengkhianat, bahkan kafir.
Kamu bersembunyi di balik kalimat "masih dalam proses" ketika ketidaksempurnaan mereka dipertanyakan. Tapi anehnya, kamu tidak ragu menghakimi orang lain yang belum bergabung denganmu. Kamu bilang dunia ini harus berubah, tapi enggan mulai dari diri sendiri dengan perubahan yang kecil dan nyata.
Ironisnya, dalam sistem yang kamu benci, masih ada keadilan yang kamu tidak terapkan. Dalam ideologi yang kamu lawan, masih ada ketertiban yang tidak kamu miliki. Lalu, dengan segala kekacauan internal itu, kamu bermimpi mengubah dunia?
"Masih dalam Proses" Tidak Salah, tapi Harus Ada Kemajuan Nyata
Mengatakan "masih dalam proses" bukanlah kesalahan. Semua orang memang dalam proses menjadi lebih baik. Yang jadi masalah adalah jika "proses" itu hanya dijadikan tameng untuk tidak berbenah, atau malah dijadikan justifikasi atas keburukan yang terus diulang.
Ada orang yang berusaha memperbaiki diri, jatuh, lalu bangkit lagi. Mereka benar-benar berproses. Tapi ada juga yang selalu bilang "dalam proses," tapi kalau dilihat dari tahun ke tahun, tidak ada perubahan signifikan.
Lalu, bagaimana agar proses itu nyata dan tidak hanya jadi alasan?
Evaluasi Berkala
Kalau memang masih dalam proses, coba ukur sudah sejauh mana perkembangan kita. Rasulullah dan para sahabat tidak membangun Islam dalam sehari, tapi mereka punya target dan tahapan yang jelas. Begitu juga kita—harus ada evaluasi dan progres nyata, bukan hanya wacana.
Mulai dari yang Bisa Dijalankan Sekarang
Jangan terlalu sibuk memikirkan perubahan besar kalau hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari masih diabaikan. Tidak perlu menunggu sempurna untuk mulai menjalankan kebaikan. Rasulullah mengajarkan Islam secara bertahap, tapi dalam setiap tahap, ada tindakan nyata yang dijalankan.
Konsisten, Bukan Sekadar Niat
Banyak orang punya niat baik, tapi tidak ada aksi nyata. Kalau benar ingin berubah, konsistensi harus lebih diutamakan dibanding sekadar semangat sesaat. Seperti hadits Rasulullah: “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu walaupun sedikit.” (HR. Bukhari & Muslim)
Berani Menghadapi Kesalahan dan Kritik
Orang yang benar-benar ingin berubah tidak akan alergi terhadap kritik. Justru kritik yang membangun bisa jadi bahan evaluasi. Kalau kita selalu menolak kritik dengan alasan "masih dalam proses," itu tanda bahwa kita lebih takut pada ego sendiri daripada takut kepada Allah.
Jangan Hanya Fokus pada Hal-Hal Besar, tapi mengabaikan yang Kecil
Islam turun bertahap, dimulai dari membangun individu, lalu keluarga, lalu masyarakat, dan akhirnya peradaban. Jangan sibuk membicarakan perubahan besar kalau kehidupan pribadi masih penuh ketidakjelasan. Mulai dari hal-hal kecil—salat tepat waktu, menjaga lisan, memperbaiki akhlak dalam interaksi sehari-hari.
Perubahan Itu Berawal dari Diri, Bukan dari Sekadar Ganti Sistem
Banyak orang mengira cukup dengan mengganti pemimpin, mengganti ideologi, atau mengganti bendera, maka semua akan membaik. Seakan-akan sistem lama adalah satu-satunya akar masalah, bukan mentalitas dan keyakinan orang-orang di dalamnya.
Padahal, kalau manusia yang mengisi sistem itu masih sama, hasil akhirnya pun tak akan jauh berbeda. Gantilah baju raja berkali-kali, kalau karakternya tetap lalim, dia tetaplah raja yang zalim.
Rasulullah tidak mengubah dunia dengan revolusi mendadak. Beliau membangun manusia dulu, satu per satu, dari diri sendiri, keluarga, sahabat, masyarakat kecil, sampai akhirnya terbentuk peradaban Islam yang besar. Ini bukan perubahan instan, tapi perubahan yang bertahan.
Jadi, kalau benar ingin mengubah dunia, jangan buru-buru ingin menggulingkan segalanya. Jangan terburu nafsu ingin mendirikan sesuatu yang besar kalau pondasi manusianya masih rapuh. Mulai dari diri sendiri, keluarga, dan orang-orang terdekat. Karena pada akhirnya, dunia ini bukan soal siapa yang lebih lantang berteriak, tapi siapa yang paling istiqamah dalam perubahan yang nyata.
Maka, sebelum menuduh dunia sebagai masalahnya, tanyakan dulu: apakah kita sendiri sudah lebih baik? Apakah kita masalahnya? Masalah apa yang kita timbulkan sehingga dunia jadi bermasalah? Apakah kita sedang benar-benar berjuang, atau hanya mengganti tuan yang kita sembah?
Semua tulisan ini, sebagai pengingat untuk diri sendiri. Aku belum sempurna, masih jauh dari ideal, masih sering jatuh, masih banyak kontradiksi dalam diri sendiri. Tapi kalau aku tidak mulai sekarang untuk berbenah, kapan lagi? Aku menulis ini bukan karena aku sudah berhasil, tapi karena aku takut jadi bagian dari yang hanya bisa berteriak tapi tidak pernah benar-benar berubah.
0 notes
Text
Doves, '25 on Blank Canvas a Mixtape by: Hindia
23 Februari 2025, Baskara Putra atau Hindia lewat akun media sosialnya mengumumkan akan merilis karya terbarunya—mixtape yang berisi 16 track, dan setelah 36 jam resmi rilis di semua platform digital music, mixtape ini sudah menyentuh angka satu juta streaming.
Dalam penggarapan mixtape ini, Hindia menggandeng sejumlah musisi dan produser. Yaitu: Iga Massardi, Lafa Pratomo, Enrico Octaviano, Kareem 'BAP' Soenharjo, Luthfi 'Mellonz' Adianto (Cosmicburp), Adrian Mahendra Putra (Blue Valley Radio), Kusuma 'Utha' Widhiana (Blue Valley Radio), Kevin Queency, BF-131131525, dan Emir Agung Mahendra yang turut berkolaborasi di lagu “Betty” melalui entitas duo pop-nya, White Chorus.
“Doves, '25 on Blank Canvas” merupakan respon spontan Hindia terhadap berbagai peristiwa yang terjadi setahun ke belakang. Baik membicarakan tentang dirinya, kucing kesayangannya, isu sosial, bahkan sampai Tragedi '98. Di mixtape ini Hindia melakukan eksplorasi musik, juga mencampurkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai lirik. Serta merespon dan memasukan karya musisi lain. Sehingga memberikan warna musik baru untuk pendengarnya.
Pada track ke-11 yang berjudul “Kamis”, Hindia mengajak Ibu Sumarsih, inisiator Aksi Kamisan, dan Ibunda dari Wawan, seorang aktivis HAM yang tewas ditembak pada Tragedi Semanggi I. Hindia merekam suara Ibu Sumarsih di ruang tamu kediamannya. Dengan duduknya yang tenang, Ibu Sumarsih menceritakan bagaimana keseharian Wawan, sampai ke kronologi Wawan ditembak. Semua terdengar jelas, sebagaimana mestinya negara harus bertanggung jawab atas semua kasus HAM yang belum terselesaikan.
Lalu di track selanjutnya, yang berjudul “Anak Itu Belum Pulang” yang masih berkaitan dengan “Kamis”. Di track ini saya sangat menyukai penulisan liriknya, yang sangat ciri khas Hindia. Hindia mempertanyakan apakah kasus (HAM) belum terselesaikan dan apa rasanya bagi mereka (yang masih berjuang dan ditinggalkan). Gambaran “domba mohon ke serigala” saya artikan sebagai rakyat yang masih berdiri di setiap hari Kamis di depan Istana Negara atau berunjuk rasa kepada para penguasa. Pada bagian “anak itu belum pulang” juga saya artikan tentang keadilan untuk (keluarga) korban yang belum didapatkan dan mereka yang dihilangkan atau diasingkan.
Sebagai penutup, “Doves, '25 on Blank Canvas” cukup sempurna untuk berbagai respon pandangan.
Selamat, Hindia!
1 note
·
View note
Text
𝗡𝗔𝗞𝗔𝗠𝗨𝗥𝗔-𝗛𝗘𝗜𝗠
Sejarah Keluarga Johann Heim

Keluarga Heim berasal dari sebuah desa kecil di Swiss, yang telah lama dikenal sebagai pilar tradisi politik dan diplomasi. Johann Heim, ayah dari Ari Nakamura-Heim, adalah penerus generasi ketiga keluarga Heim yang secara konsisten berkontribusi dalam pelayanan publik. Kakek buyutnya, seorang diplomat ulung, memainkan peran penting dalam merancang strategi perdamaian pasca-Perang Dunia II di Eropa. Sementara itu, Elias Heim, ayah Johann, adalah seorang anggota parlemen yang dihormati karena dedikasinya terhadap keadilan sosial dan kecerdasan dalam menangani konflik politik yang rumit. Tradisi panjang ini menanamkan prinsip bahwa kepemimpinan sejati harus didasarkan pada pengabdian dan tanggung jawab terhadap masyarakat luas.
Namun, di balik nama besar dan pengaruh mereka, keluarga Heim tetap menjaga kesederhanaan hidup. Mereka memiliki sebuah perkebunan kecil di pinggiran Zurich, tempat mereka sering berkumpul untuk merefleksikan nilai-nilai keluarga yang diwariskan dari generasi ke generasi. Nilai-nilai seperti kejujuran, keberlanjutan, dan pelayanan kepada masyarakat menjadi landasan utama yang ditanamkan dalam setiap jiwa keluarga Heim, menjadikannya tidak hanya sebagai keluarga yang berpengaruh tetapi juga berakar kuat pada kemanusiaan.
Sejarah Keluarga Sayaka Nakamura

Di sisi lain dunia, keluarga Nakamura berasal dari Kyoto, Jepang, sebuah kota yang menyimpan jejak panjang sejarah dan budaya. Keluarga ini dikenal sebagai penjaga warisan tradisi serta pelopor dalam bidang pendidikan dan seni. Nakamura Hideo, kakek dari Sayaka, adalah seorang akademisi sastra Jepang klasik yang dihormati, sementara ayahnya, Nakamura Akihiko, adalah seorang seniman kaligrafi yang karya-karyanya menghiasi galeri-galeri seni di seluruh dunia. Semangat keluarga Nakamura untuk melestarikan keindahan budaya Jepang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari mereka, yang penuh dengan dedikasi terhadap nilai-nilai estetika dan spiritual.
Sayaka tumbuh dalam suasana disiplin yang ketat, di mana kerja keras dan penghormatan terhadap waktu adalah prinsip yang dipegang teguh. Ibunya, Nakamura Hana, mendirikan sebuah sekolah seni di Kyoto untuk anak-anak, sebuah upaya untuk melestarikan tradisi lokal sambil membuka cakrawala baru bagi generasi muda. Dalam naungan keluarga ini, Sayaka tidak hanya dibesarkan untuk memahami pentingnya pendidikan dan seni, tetapi juga untuk menjaga kehormatan dan kebijaksanaan yang melekat dalam tradisi leluhur mereka.
0 notes