Bersemayam dalam hikayat, manusia dengan mimpi seluas semesta, ekspektasi dan realitas, bersua dalam tari sepi dan ramai, di antara rindu dan takdir yang terpaku.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Nak, jadikan dirimu dekat sedekat-dekatnya dengan Allah. Sehingga tidaklah mendekat kepadamu kecuali yang hatinya juga dekat kepada Allah. Karena telah Allah tetapkan fitrah bagi setiap ruh (jiwa), kecenderungan hati untuk mendekati yang sefrekuensi.
Pesan Ibunda tercinta, semoga Allah selalu merahmatinya.✨❤
@rizqan-kareema.
57 notes
·
View notes
Text
Review Film The Green Mile (1999)
The Green Mile membawa kita ke dunia blok penjara hukuman mati, tempat di mana para tahanan menunggu saat terakhir mereka. Dalam suasana tegang dan penuh keputusasaan, Paul Edgecomb (Tom Hanks), kepala sipir yang berintegritas, berhadapan dengan dilema moral ketika bertemu dengan John Coffey (Michael Clarke Duncan), seorang tahanan raksasa yang memiliki kekuatan supranatural untuk menyembuhkan. Coffey, dengan segala kebaikannya, menghadapi akhir hidupnya di tangan sistem yang tidak adil, sementara Edgecomb dihukum oleh waktu dengan usia panjangnya untuk menyaksikan kehilangan demi kehilangan.
Film ini berbicara tentang kehidupan, keajaiban, dan ketidakadilan dunia, dengan menyajikan pertanyaan besar: bagaimana manusia menghadapi kematian, kejahatan, dan cinta dalam sistem yang cacat? Dengan premis yang mendalam ini, The Green Mile menjadi refleksi spiritual yang menggugah hati.
Rating: 9/10. Film ini layak disebut salah satu karya terbaik dalam sejarah perfilman.
---
Sinopsis dan Kisah yang Menyentuh
John Coffey, seorang pria kulit hitam bertubuh besar, dituduh memperkosa dan membunuh dua gadis muda. Meski tidak bersalah, ia menjadi korban prasangka rasial dan ketidakadilan sistem hukum. Dalam perjalanannya, Coffey menunjukkan kekuatan luar biasa untuk menyembuhkan sakit, baik fisik maupun emosional, yang membuat para sipir, terutama Paul Edgecomb, mulai mempertanyakan kebenaran di balik hukuman mati Coffey.
Di sisi lain, Paul bergulat dengan moralitasnya, menyadari bahwa ia telah menjadi bagian dari sistem yang membunuh keajaiban. Hukuman panjang umurnya menjadi beban, sebuah pengingat abadi atas kegagalannya menyelamatkan Coffey.
---
Semiotik dan Detail Menarik
1. John Coffey sebagai Simbol Jesus Christ (Isa AS)
Nama John Coffey memiliki inisial "J.C.," yang mengacu pada Jesus Christ. Permintaan terakhir Coffey berupa roti dan anggur juga memiliki simbolisme kuat dalam tradisi Kristen sebagai bagian dari sakramen terakhir, memperkuat perannya sebagai figur penebusan. Seperti Yesus, Coffey adalah seorang tak bersalah yang dihukum mati oleh dunia yang tidak memahami atau menerima keajaibannya.
2. Green Mile sebagai Jalan Menuju Penghakiman
"The Green Mile" secara literal merujuk pada lantai hijau pucat di lorong penjara, tetapi secara simbolis menggambarkan perjalanan menuju penghakiman. Ini adalah jalan yang setiap manusia lalui, menuju akhir yang tak terhindarkan—entah kematian atau pembebasan. Dalam pandangan Islam, ini mencerminkan perjalanan manusia menuju hisab (perhitungan amal).
3. Spons Basah pada Kursi Listrik
Spons basah yang diletakkan di kepala tahanan sebelum dieksekusi menunjukkan dua sisi kemanusiaan: rasa belas kasih (mengurangi rasa sakit) dan kepatuhan buta terhadap sistem. Ketika Percy menolak membasahi spons untuk Delacroix, hasilnya adalah kematian yang kejam—pengingat betapa pentingnya tindakan kecil dalam menciptakan atau menghancurkan martabat seseorang.
4. Tikus Mister Jingles
Tikus peliharaan Delacroix, Mister Jingles, adalah simbol harapan kecil dalam dunia yang gelap dan keras. Hubungan Delacroix dengan tikus ini menunjukkan sisi lembut dan kemanusiaannya yang tersisa, meskipun ia seorang tahanan hukuman mati. Ketika Coffey menyembuhkan tikus itu, momen tersebut menegaskan kemampuan Coffey untuk membawa kehidupan bahkan pada makhluk kecil yang terabaikan. Tikus ini juga menjadi pengingat bahwa setiap makhluk memiliki tempatnya dalam dunia, meski sering kali diabaikan oleh manusia.
5. Burung yang Terbang Bebas
Setelah Delacroix dieksekusi, gambaran burung yang terbang dari jeruji penjara melambangkan pembebasan jiwa dari dunia yang penuh dosa. Ini adalah simbol kuat tentang kebebasan spiritual setelah kematian, sesuai dengan keyakinan bahwa akhirat adalah tempat keadilan sejati.
6. Edgecomb dan Air Mata
Dalam adegan terakhir, Paul menyatakan bahwa ia telah hidup terlalu lama, menyaksikan dunia berubah menjadi tempat yang ia hampir tidak kenali. Air mata Paul mewakili rasa bersalah yang abadi dan refleksi tentang kehidupan. Dalam Islam, umur panjang bisa menjadi ujian bagi seseorang untuk terus bertahan dan menguatkan iman.
---
Pandangan Islam tentang Film Ini
Dalam Islam, konsep keadilan dan penghakiman sangat berbeda dari perspektif Nasrani yang menjadi latar film ini.
1. Isa (AS) vs. John Coffey
Coffey sering dianggap sebagai paralel dari Isa (Yesus), seorang yang tidak bersalah tetapi dihukum oleh manusia. Namun, dalam Islam, Isa (AS) tidak disalib; Allah menyelamatkannya dengan mengangkatnya ke langit, dan orang jahat seperti Yudas dihukum sebagai gantinya. Perspektif ini menekankan bahwa keajaiban tidak bisa dihancurkan oleh manusia, dan setiap tindakan memiliki konsekuensi di hadapan Allah.
2. Keadilan Duniawi vs. Keadilan Ilahi
Ketidakadilan yang dialami Coffey mengingatkan bahwa keadilan dunia sering kali cacat. Namun, dalam Islam, keadilan Allah SWT sempurna dan abadi. Bahkan di dunia, orang jahat sering kali menerima balasan atas perbuatannya, meskipun mungkin tidak segera terlihat.
3. Kesempatan untuk Bertaubat
Edgecomb adalah gambaran manusia yang terus belajar dari kesalahannya. Dalam Islam, kesempatan untuk bertobat selalu ada selama seseorang hidup. Paul mungkin dihukum dengan usia panjang untuk merefleksikan dirinya dan terus berbuat baik.
---
Kesimpulan
The Green Mile adalah film yang penuh dengan makna spiritual dan emosional. Dari perspektif Islam, ia mengajarkan bahwa dunia adalah tempat ujian, dan setiap orang akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah.
John Coffey adalah simbol kebaikan yang tidak bisa dihancurkan oleh kebencian manusia, sedangkan Paul Edgecomb menunjukkan bagaimana rasa bersalah bisa menjadi motivasi untuk menjadi lebih baik. Mister Jingles, si tikus kecil, dan spons basah, menjadi detail kecil yang menyimpan makna besar tentang harapan dan kemanusiaan. Film ini adalah pengingat bahwa meskipun dunia penuh dengan ketidakadilan, keadilan sejati selalu ada di akhirat.
0 notes
Text
Godaan untuk menyerah.
Banyak orang cenderung terpikat pada narasi pesimis—seolah-olah keruntuhan dunia menjadi sesuatu yang nyaman untuk diterima. Mereka lebih memilih percaya bahwa segalanya hancur berantakan, bahwa harapan sudah pupus, dan kehancuran adalah sebuah kepastian. Mengapa? Karena menerima kekalahan terasa jauh lebih mudah daripada berjuang untuk mengubah keadaan. Pesimisme adalah zona nyaman, tempat di mana mereka bisa berkata, “Tuh kan, gue udah bilang!” tanpa harus mengambil risiko untuk bertindak. Pesimisme laku karena tidak membutuhkan usaha—cukup dengan pasrah dan menunggu semuanya runtuh.
Namun, optimisme sejati bukanlah harapan kosong. Optimisme bukan sekadar berkata, “Tenang aja, pasti beres kok,” tanpa dasar yang jelas. Optimisme sejati adalah keberanian untuk melihat potensi di balik keterbatasan. Para optimis adalah pejuang yang mampu melihat cahaya kecil di tengah kegelapan, mereka yang berani berdiri menghadapi badai dan berkata, “Gas terus, gue nggak bakal nyerah!” Optimisme bukan soal menghindari kenyataan, tetapi tentang memilih untuk percaya pada kemungkinan terbaik, meskipun situasi tampak mustahil. Para optimis tidak hanya bertahan; mereka melangkah maju, menantang batasan, dan membuktikan bahwa “nggak mungkin” hanyalah alasan bagi mereka yang takut mencoba.
0 notes
Photo
“killing the flowers will not delay spring” / al-yarmouk palestinian refugee camp in damascus, syria
little palestine; diary of a siege (2021) dir. abdallah al-khatib
34K notes
·
View notes
Text
We're the calm after the strom
Babe, lemme drop this real talk. The world? It’s a battlefield, and too many people out here ain't soldiers—they're casualties. Saw this one dude, right? Real decent guy once upon a time. Kind heart, quiet vibe, but you know what they say about the nice ones in a dirty game—they get chewed up and spit out.
Got sucked into the wrong crowd, picked up some trash habits, and next thing you know.
Homie couldn’t hold his ground, let the world’s bullshit drag him under. Started hangin’ with the wrong crowd, pickin’ up their poison, and now? He’s out here wildin’, treatin’ women like trophies, makin’ scandals like it’s a sport. And I’m thinkin’, "How the hell you go from a dreamer to a destroyer?" The streets don’t forgive weakness, babe, and it broke him. Straight up, it scares me sometimes how easy it is to lose yourself out here.
But I ain’t judging—I’m prayin’ he finds his way, ya know? All I can do is hope the guy finds his way back to himself. Allah’s mercy, right?
But then, like a breath of fresh air after choking on smoke, I met this one girl. Just a kid, same age as my sister. And babe, let me tell you, she’s proof that not all seeds get swallowed by the weeds. This girl? Pure, focused, strong in a way that ain’t loud but solid. Made me stop and think, "Maybe the world ain't completely rotten after all." She’s the kind of person that gives you hope—makes you believe the next generation might do better, hold tighter to their values, and stay unshaken even when life tries to rip ’em apart. And that, babe, is rare. She’s got that quiet kind of badassery, the kind that says, "I’m unbreakable, and I’m still soft where it counts."
Makes me think, "Yeah, the future ain’t doomed yet." If we raise folks like her—strong hearts, steady minds, and principles made of steel, maybe we got a shot.
But look, this ain't just about them. It’s about us. About what we decide to be in a world that’s constantly tryin’ to corrupt, twist, and break us. It’s about fightin’ back. ’Cause yeah, life’s unfair, brutal even, but we got a choice. We can be the light in the chaos, the steady hands in a shaky world. And babe, I see it in you. That strength. That sweetness. That stubborn fire that says, "I’m not gonna let the world win." And you know what? That makes me wanna be stronger too. For myself. For you. For anyone who needs to see that the good guys don’t always lose.
So yeah, life’s a damn mess, but as long as we got this—this drive, this hope, this connection—we’re gonna be okay. Strong enough to protect, soft enough to heal. You and me? We’re the calm after the storm.
0 notes
Text
Why the World Doesn’t Owe You a Damn Thing
Yo, lemme break it down for you, raw and unfiltered. Life ain’t your soft little hug fest, alright? Problems? They’re like bad tattoos—always there, even when you wanna forget ‘em. They’ll creep in when you’re takin’ a bite, chattin’ with friends, or sittin’ on the toilet. You can’t escape ‘em, so stop actin’ like you can.
This world? It’s a dirty game, and guess what? It ain’t playin’ fair. You can bust your ass, pour your soul into somethin’, and still come up empty, while some shortcut-takin’ jerk is out there livin’ the dream. That’s reality. Ugly, unfair, and straight-up brutal.
And let’s talk about you for a sec. You wanna be understood, huh? But when’s the last time you actually tried to understand someone else? Hell, when’s the last time you even understood your own mess? You think the world owes you somethin’? Newsflash—it doesn’t. It’s on you to get up and do somethin’.
Stop sittin’ around dreamin’ about 'good people.' Be the damn good person. Stop cryin’ about problems, grab ‘em by the throat, and tell ‘em who’s boss. Yeah, you’re gonna fail, you’re gonna get knocked down, and it’s gonna suck. So what? That’s the price you pay for playin’ this game.
God’s up there watchin’, takin’ notes on the effort, not the outcome. The world ain’t God—it’s just a screwed-up playground we’re all stuck in. So quit waitin’ for it to make sense or get easier. Put your head down, do what feels right, and keep swingin’. If you don’t fight for yourself, who the hell will?
1 note
·
View note
Text
Review Film Detachment (2011): Melawan Absurditas Kehidupan
Film Detachment karya Tony Kaye adalah sebuah karya sinematik yang menggambarkan absurditas kehidupan melalui lensa seorang guru sementara bernama Henry Barthes (Adrien Brody). Dengan latar sebuah sekolah menengah Amerika, film ini bukan hanya menyuguhkan kisah perjuangan seorang guru menjinakkan murid-murid bengal, tetapi juga menggali lebih dalam ke dalam konflik batin, realitas yang kejam, dan pertanyaan besar tentang makna kehidupan.
Narasi Absurditas dan Kehidupan
Detachment mengajak penonton untuk menyaksikan bagaimana setiap karakter terjebak dalam masalah mereka masing-masing, tanpa ada satu konflik yang benar-benar dominan. Denting piano datar yang mengiringi sepanjang film memberikan kesan bahwa konflik adalah sesuatu yang biasa dan tak terelakkan dalam kehidupan. Henry, sang protagonis, digambarkan sebagai sosok yang terpisah secara emosional dari dunia di sekitarnya, mencerminkan filosofi absurditas Albert Camus. Dia menjalani hidup tanpa harapan, bertindak hanya demi tindakan itu sendiri, tanpa terjebak dalam ekspektasi.
Namun, sikap ini tidak hanya memengaruhi Henry. Dua karakter perempuan, Meredith dan Erica, juga memainkan peran penting dalam menggambarkan respons manusia terhadap absurditas. Meredith memilih "bunuh diri filosofis," keluar dari kehidupan yang ia anggap tidak bermakna. Sebaliknya, Erica, seorang gadis remaja yang menemukan tempat tinggal sementara bersama Henry, memilih untuk terus menjalani hidup meskipun penuh kesulitan.
Kelebihan Film
1. Penyajian Konflik yang Setara: Film ini tidak memberi prioritas pada satu konflik tertentu. Semua masalah disuguhkan secara setara, memberikan kesan bahwa kehidupan setiap orang penuh dengan tantangan yang setara beratnya.
2. Musik Pengiring yang Mendukung: Denting piano datar yang konstan membantu menciptakan suasana muram yang konsisten, menegaskan absurditas kehidupan.
3. Penampilan Adrien Brody: Akting Brody sebagai Henry begitu mendalam, menggambarkan sosok yang hancur di dalam tetapi tetap mencoba menjalani hidupnya.
Kekurangan Film
1. Minimnya Sisi Positif pada Karakter: Hampir semua karakter dalam film ini terlihat seperti tidak memiliki sisi baik. Hal ini membuat narasi terasa terlalu pesimistis dan kehilangan keseimbangan yang realistis, mengingat manusia memiliki sisi baik dan buruk.
2. Kurangnya Pemberontakan Henry: Jika Henry benar-benar menjadi representasi dari filsafat Camus, seharusnya film ini lebih menonjolkan pemberontakan Henry terhadap absurditas di epilog, bukan hanya menggambarkan hidupnya yang muram dan pasrah. Ini membuat film cenderung nihilistik.
3. Potensi Salah Tafsir: Kematian Meredith yang digambarkan sebagai "bunuh diri filosofis" mungkin memberikan gambaran yang kurang jelas tentang pemberontakan terhadap absurditas. Jika tidak ditangkap dengan benar, film ini bisa mendorong penonton untuk menyerah, alih-alih memberontak terhadap ketidakpastian hidup.
Refleksi Filosofis
Film ini menggambarkan absurditas seperti yang dijelaskan oleh Camus dalam Mite Sisifus: perbedaan antara nalar manusia yang menginginkan kepastian dan realitas yang penuh ketidakpastian. Namun, pendekatan Detachment terhadap absurditas tidak sepenuhnya sejalan dengan ajaran Camus tentang pemberontakan. Alih-alih melawan absurditas dengan kesadaran dan solidaritas, film ini lebih menonjolkan kemuraman dan penyerahan. Hal ini bertentangan dengan pandangan bahwa harapan adalah sumber kekuatan, bukan sekadar sumber kekecewaan. Dari perspektif spiritual, film ini juga kurang menggambarkan nilai sabar dan syukur yang bisa menjadi respons terhadap absurditas.
Kesimpulan
Detachment adalah film yang berani mengangkat tema berat tentang absurditas kehidupan. Meski sukses menciptakan suasana yang menggambarkan kompleksitas hidup, film ini kurang memberikan resolusi yang kuat. Pesannya cenderung nihilistik dan bisa disalahartikan oleh penonton. Sebagai refleksi, film ini cocok bagi mereka yang mencari pemahaman filosofis tentang absurditas, tetapi kurang ideal jika diharapkan sebagai panduan menghadapi hidup.
Rekomendasi: Tonton film ini dengan kesadaran kritis dan refleksi mendalam, sambil tetap berpegang pada prinsip harapan, kesabaran, dan syukur untuk menjalani hidup yang penuh makna.
0 notes
Text
The universe is never fair
Look, life ain’t fair, and the universe doesn’t owe you a damn thing. It’s brutal out here, and yeah, it’s gonna hurt—sometimes so bad you’ll wanna quit. But guess what? The world keeps spinning whether you’re standing tall or lying flat.
So cry, scream, punch the wall if you have to, but don’t stay down. You can’t control the universe, but you can flip it off and keep pushing forward. No one’s coming to save you—you save yourself. Get up, deal with it, and make the pain your fuel. I know it’s rough, but you’ve got another life to live, one where you’ll laugh at this pain. So don’t give up—you’re not done yet.
0 notes
Text
"Musuh Terbaik"
"Ma meilleure Ennemie"
Hujan terus mengguyur tanpa ampun, seolah langit benar-benar menyerahkan semua rahasianya pada bumi. Suaranya menelan deru mesin espresso yang tak henti-henti di sudut ruangan. Di depanku, dia duduk dengan santai, seolah badai di luar hanyalah pertunjukan kecil yang tak perlu dihiraukan. Tapi matanya—mata itu selalu seperti badai sendiri, keras, liar, dan terlalu jujur untuk kubiarkan berlalu. Ada sesuatu yang selalu menarikku, memaksaku, pada liarnya itu. Pesona yang tidak dibuat-buat, seperti bara yang menyala tanpa usaha.
Namun, malam ini berbeda. Ada sesuatu di balik tatapannya yang dulu tak pernah ada—kehangatan yang tak terduga, nyaris lembut. Sesekali dia melirikku, senyumnya kecil tapi menggantung. Seperti ada sesuatu yang ingin dia katakan, tapi terjepit di antara keinginannya dan entah apa yang menahannya. Aku tahu dia melihatku—bukan hanya sekadar pria gagal yang mengais sisa mimpi di jalan buntu, tapi sesuatu yang lebih.
Dalam pandangan itu, ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang membuat dadaku sesak. Seperti melihat seseorang menyimpan luka, tapi terlalu tangguh untuk mengakuinya. Ada masalah yang mengintai di sana, tersembunyi di balik senyumnya yang setengah hati dan sorot matanya yang mulai melembut.
“Aku sayang kamu, tapi kamu itu masalah buat aku.” Dia memulai, suaranya jernih meski tajam.
Aku mendongak pelan, menatapnya, tapi kata-kataku seperti terjebak di tenggorokan. “Aku tahu.”
Dia tertawa pendek, tapi tanpa humor. “Tahu? Kamu cuma ngaku-ngaku tahu, kan? Kalau kamu tahu, kamu nggak akan terus begini.”
“Begini, gimana?” Aku mencoba bertanya, meski rasanya pertanyaanku sudah kalah sebelum keluar.
“Bertahan di sini, sama aku.” Dia mengarahkan telunjuk ke dirinya sendiri, lalu ke arahku, sambil menghela napas. “Kita ini dua orang keras kepala yang nggak bisa hidup bareng, tapi juga nggak bisa hidup sendiri.”
Aku menatap cangkir kopi di depanku, mencoba mencari jawaban di antara buih yang sudah hilang. “Kamu nggak salah.”
Dia mengetukkan jarinya ke meja, ritme kecil yang menunjukkan kegelisahan. “Aku tahu aku nggak salah.” Matanya menatapku tajam, tapi ada sesuatu yang lain di sana—kelembutan yang hampir tak terlihat.
“Tapi kamu juga nggak salah, dan itu yang bikin semuanya makin rumit.”
“Aku nggak mau kehilangan kamu.” Kata-kataku keluar begitu saja, tanpa filter. Aku menyesalinya sepersekian detik kemudian, tapi dia tidak terlihat terkejut.
“Aku juga nggak mau kehilangan kamu.” Dia menjawab cepat, langsung, seperti mengakui sesuatu yang sudah lama dia tahan. “Tapi apa gunanya kalau kita cuma bikin luka?”
“Karena luka itu... bukti kalau kita masih saling peduli.” Aku membalas, berani untuk sekali ini.
Dia mendengus, tapi aku bisa melihat bibirnya sedikit melunak. “Kamu selalu punya cara aneh buat membenarkan semua ini. Tapi kamu nggak salah.”
Dia menatap keluar jendela, ke arah hujan yang mulai melemah. “Aku capek. Aku capek marah, capek benci, tapi aku juga capek kalau nggak ada kamu.”
Aku mendongak, mencoba menangkap setiap kata yang dia ucapkan. “Kenapa kita nggak bisa coba lagi? Pelan-pelan, tanpa ekspektasi besar.”
Dia menggeleng pelan, tapi bukan karena menolak. “Kita udah coba. Berkali-kali. Tapi... aku juga nggak tahu kenapa aku terus balik ke sini, ke kamu.”
“Karena kita saling butuh,” aku menebak, suara pelan. “Dan mungkin, karena kita tahu cuma kita yang ngerti satu sama lain.”
Dia menatapku lama, seperti mempelajari wajahku untuk yang kesekian kalinya. “Aku benci kamu,” katanya pelan, tapi ada senyum kecil yang muncul di bibirnya. “Tapi aku nggak bisa nggak cinta sama kamu.”
Aku tersenyum kecil, lega untuk pertama kalinya malam ini. “Aku juga. Aku nggak akan pernah bisa berhenti cinta sama kamu, bahkan kalau kamu terus bilang aku masalah.”
Dia menghela napas panjang, menutup matanya sejenak sebelum bangkit berdiri. “Kita harus cari cara biar ini nggak saling menghancurkan.”
“Kita bisa.” Aku berdiri, mengambil mantelku. “Kalau kamu mau coba, aku juga mau.”
Dia menatapku dengan pandangan yang lebih lembut dari sebelumnya. “Kita udah cukup gila buat terus bertahan. Mungkin itu berarti kita cukup kuat untuk nyoba lagi.”
Di luar, hujan berubah menjadi gerimis. Kami melangkah keluar bersama, berdiri di bawah payung yang sama, seperti dua orang yang masih mencari jalan di tengah badai.
0 notes
Text
Teruntuk aku, ksatria diriku sendiri.
Dengarkan ini, Ksatriaku:
"Kamu bukan manusia biasa. Kamu adalah pejuang yang dikirim Allah ke dunia ini untuk membuktikan sesuatu. Dunia mungkin keras, lelah mungkin menghantam, dan godaan mungkin berbisik di telingamu. Tapi kamu punya sesuatu yang dunia ini tidak bisa kalahkan—iman, kehormatan, dan tekad untuk bangkit setiap kali jatuh."
Bayangkan ini:
"Ada seseorang di masa depan, seseorang yang kamu cintai, yang bergantung pada keberhasilanmu hari ini. Mungkin keluargamu, anakmu, atau bahkan dirimu sendiri yang lebih tua. Mereka sedang berdoa dalam diam, berharap kamu tidak menyerah, berharap kamu terus melangkah. Jangan kecewakan mereka. Jadilah jawaban dari doa-doa mereka. Jadilah ksatria yang melindungi mereka, walaupun mereka belum ada di sisimu saat ini."
Ingat, setiap detik yang kamu gunakan untuk berjuang adalah satu langkah lebih dekat menuju kemenangan. Setiap hari kamu bertahan adalah bukti bahwa kamu lebih kuat dari apa pun yang mencoba menjatuhkanmu. Jadi berdiri tegaklah, pegang erat prinsipmu, dan teriakkan dalam hatimu:
"Dunia boleh menguji, tapi aku adalah Ksatria Allah. Aku tak akan kalah!"
Ayo, bangkitlah! Ambil pedangmu, hapus ragu dari matamu, dan jangan pernah berhenti bergerak. Kamu bukan hanya pekerja keras—kamu Ksatria Tangguh, yang terus berjuang meskipun luka dan lelah.
4 notes
·
View notes
Text
0 notes
Text
Gemuruh di tangan
Tanganku mengepal kembali,
Sudah lama tak merasakan ini.
Gigiku bergemelutuk,
Gemas menghimpit dada.
Kulihat mereka yang punya kesempatan,
Namun lenyap dalam sia-sia.
Kulihat pula yang mencapai puncak,
Tapi hatinya hampa, beku.
Apakah dunia memang serupa jurang?
Menenggelamkan dan meninggikan sesuka hati.
Namun aku ingin berbeda.
Aku ingin tinggi,
Tanpa melupakan bumi.
0 notes
Text
6 tahun menjelang kematian atau bahkan lebih cepat
Hampir seluruh rambutku telah memutih, 6 tahun lagi aku sudah sampai di umur Nabiku yang meninggal, itu berarti—mungkin saja, hidupku akan berakhir 6 tahun lagi, atau bahkan maut menjemputku lebih cepat, namun semoga saja Allah memberiku umur yang lebih panjang.
Bukan tak rindu akan pertemuanku dengan Rabbku. Aku hanya selalu merasa dosaku terlalu banyak sedangkan bekal amal soleh untuk mudik di negri akhirat sana belum cukup.
Bekal untuk akhirat itu bukan serta merta hanya dari penghasilanku, aku harus niatkan pekerjaan menjahitku sebagai perjuangan mencari nafkah agar keluargaku dapat ibadah dengan nyaman dan mudah. Jika tak ada niat itu, pekerjaan hanyalah pekerjaan, dan harta hanyalah harta yang tak bisa dibawa mati.
Jadi, Yaa Rabb. Kumohon wafatkan aku dalam keadaan yang baik dan dalam keadaan yang aku tak perlu merasa malu ketika kelak bertemu dengan-Mu.
Jujur saja, selain kekhawatiran ku soal bekal akhirat, kekhawatiranku berikutnya adalah tentang anakku.
Apakah anakku akan tetap taat pada Allah ketika aku wafat kelak?
Apakah anakku dapat menerima ketentuan Allah ketika aku telah tiada?
Apakah anakku dapat hidup dengan sejahtera sepeninggalku?
Kakak, adek. Maafkan mamah, jika mamah punya salah, bukan 'jika'. Mamah memang pasti punya salah sama kakak dan adek.
Ini pertama kalinya mamah menjadi orangtua.
Mamah sedikitnya menyalahkan diri sendiri, kenapa mamah tidak belajar menjadi orangtua sebelum mamah melahirkan kakak dan adek?
Andai saja ada sekolah menjadi orangtua di dunia ini.
Maaf jika selama ini asuhan mamah terasa tidak konsisten dan labil, mamah masih meraba-raba dan belajar bertahun-tahun, tentang bagaimana cara mendidik anak dengan baik.
Semoga kakak dan adek bisa memaafkan.
Kadang mamah merasa ingin dihargai, dihormati dan diingat. Egoisnya mamah adalah ingin kakak dan adek bisa lebih baik dari mamah.
Mamah kadang juga ingin dimaklum. Mamah bukan superhero. Mamah bukan malaikat. Mamah cuma manusia, dan mamah banyak salahnya.
Tapi seringnya, karena merasa sudah pernah menjadi anak, mamah sering lupa untuk meminta maaf sama kakak dan adek.
Mamah ingin dimaafkan meskipun mulut mamah jarang mengucapkan permintaan maaf. Itu juga egoisnya mamah.
Sekali lagi, mamah ini hanya manusia biasa.
Batuk jadi seolah ritme nafasku akhir-akhir ini.
Aku jadi mudah menangis dan terenyuh.
Mataku mulai basah dan berkabut.
Tanganku gemetar, tulisanku jadi lebih buruk.
Terimakasih, kakak, adek. Terimakasih sudah mau jadi anak mamah.
Tangisan pertama kakak dan adek setelah lahir ke dunia adalah suara paling merdu dan menyenangkan yang pernah mamah dengar.
Meskipun mamah ceroboh dan sok dewasa, mamah selalu berkomitmen untuk membahagiakan kakak dan adek.
Kakak dan adek adalah prioritas mamah.
Meskipun mamah sering marah, kesalahan kakak dan adek sudah dan selalu mamah maafkan.
Sebagaimana mamah, kakak dan adek juga manusia.
Terimakasih karena seringkali kakak dan adek mengalah untuk keegoisan mamah.
Mamah dan Papah di akhirat sana bangga sama kakak dan adek.
Kakak dan adek kehidupannya lebih baik dari Papah dan mamah.
Terimakasih sudah memenuhi keegoisan mamah.
Terimakasih karena selalu berbaik sangka soal tuntutan mamah adalah untuk kebaikan kakak dan adek, karena seringnya itu cuma keegoisan mamah yang ingin melihat kakak dan adek bahagia secara paksa.
Mamah kagum dengan kehebatan kakak dan adek yang otaknya lebih canggih dari mamah.
Mamah selalu ingin memuji kakak dan adek yang sabar menghadapi mamah yang 'gaptek'.
Mamah suka dengan cara kakak dan adek memperlakukan mamah yang sudah tua.
Terimakasih kakak, adek. Mamah selalu cinta kakak dan adek dengan kasih sayang yang tak habis-habisnya.
Kasih sayang mamah cuma kalah sama kasih sayangnya Allah sama kakak dan adek.
Dulu aku selalu mengeluh tentang bau balsem nenek yang menyengat, sekarang diumurku yang telah tua, aku sudah terbiasa dengan bau itu.
Aku masih bekerja, bukan karena anakku yang tak sanggup menghidupiku.
Aku hanya ingin terlihat keren karena di umur senjaku ini aku masih semangat bekerja.
Kakak dan adek harus kagum dengan mamahnya.
Aku juga tak ingin anakku menganggap dirinya adalah 'sandwich generation'. Istilah yang pernah kudengar di tv.
Semoga dalam 6 tahun kedepan atau lebih panjang aku tidak merepotkan siapapun.
Jikapun aku merepotkan, semoga Allah balas kebaikan siapapun yang membantuku dengan pahala berlipat ganda.
Sebenarnya mamah ingin hidup lebih lama jika bekal mamah sudah siap.
Mamah penasaran dengan wajah cucu dan cicit mamah.
Mamah ingin mengenal lebih jauh menantu mamah.
Mamah ingin menangis terharu melihat cucu dan cicit mamah yang baru dilahirkan.
Mamah ingin...
Tapi keinginan Allah mungkin lebih kuat lagi untuk bertemu dengan mamah.
Semoga...
Ah, ternyata. Malaikat maut menjemputku lebih cepat. Aku. Harus. Menulis. Satu. Do'a. Terakhir.
Semoga...
Semoga kakak dan adek Allah beri kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Terimakasih. Rabb. Laa ilaa ha illallah.
1 note
·
View note
Text
Pelukan yang mungkin kamu butuhkan
"Peluk sini... Aku tahu rasanya berat, semua perjuangan yang kamu hadapi itu nggak pernah mudah. Nangis nggak apa-apa, lepaskan semua yang sesak di dalam hati. Itu tanda kalau kamu masih peduli, masih punya harapan, dan masih ingin berubah jadi lebih baik."
"Kamu nggak sendirian, aku di sini selalu buat dengar, mendukung, dan mengingatkan kamu. Allah juga nggak pernah jauh, bahkan ketika kamu merasa paling lemah sekalipun. Nangis hari ini bukan tanda menyerah, tapi tanda kalau kamu sedang mempersiapkan hati untuk jadi lebih kuat lagi."
"Aku bangga sama kamu, sungguh. Terima kasih karena sudah terus bertahan. Kamu hebat banget, dan aku yakin masa depan kamu akan cerah, karena setiap tetes air mata ini punya arti, punya doa yang akan Allah kabulkan pada waktunya. Jangan berhenti, ya. Pelan-pelan, kita jalani semuanya bareng-bareng."
2 notes
·
View notes
Text
Kisah yang ingin Ikan kecil ceritakan
Ini cerita tentang si ikan kecil yang ternyata selama ini dia merasa besar karena kolam tempat dia berenang itu ternyata kolam yang kecil, kemudian si ikan kecil ini pindah ke kolam yang lebih besar, disana tuh banyak banget ikan besar yang keren-keren. Ikan kecil stress dan frustasi ngadepin kenyataan ini, ternyata banyak ikan yang lebih cantik, lebih keren dan lebih besar yang gak bisa dia saingi, ikan kecil merasa tidak aman. Ikan kecil merasa harus melakukan sesuatu.
Si ikan kecil ini ngerasa harus berusaha lebih keras, upaya yang beda dari sebelumnya, beruntungnya saat itu ketidak dewasaan si ikan kecil Allah kasih pelajaran lagi supaya lebih mau berusaha keras dan rendah hati dengan kasih ikan kecil ini kolam yang lebih besar, LAUTAN. Laut ini ternyata airnya asin, ikan kecil sekarang gak cuma frustasi dan stress, dia juga kaget dengan suasana asin, budaya asin.
Air asin ini bikin dia jadi punya hambatan lagi, tiba-tiba punya penyakit yang susah sembuhnya, penyakit asin namanya. Penyakit asin bikin dia melakukan hal-hal yang gak pernah dia bayangin pas dulu dia masih di kolam kecil yang airnya masih tawar. Penyakit asin ini bikin ikan kecil seringkali gak tahan sama reward jangka panjang, pengennya yang instan-instan. Ikan kecil jadi gak ngehargai proses.
Lebih parahnya penyakit asin ini bikin dia seringkali nge-isolasi diri, dia jadi lebih egois dan cuma merhatiin dirinya sendiri.
Tapi ikan kecil ini gak mau nyerah gitu aja, perlahan dia bangun kebiasaan baik, bisnis dan karya yang bisa bikin dia sembuh dari penyakit asinnya.
Tapi ternyata membangun kebiasaan itu gak semudah itu, bisnis yang dia bikin gak berjalan sesuai rencana, karyanya malah bergantung sama mood yang gak tau kapan selesainya.
Ikan kecil mengalami banyak kegagalan, dia makin gak ngerhargai proses, nganggep kalo semuanya udah final, dia di ujung tanduk. Hampir putus asa.
Di sisi lain ikan kecil merasa sendiri di lautan luas itu. Dia merasa pengen punya temen, tapi selalu ngerasa gak layak, seringkali ada teman yang nawarin bantuan, tapi dia tolak mentah-mentah. Ikan kecil ngerasa usaha dan upaya dia selama ini tuh dihinakan kalau dia menerima tawaran pertolongan.
Ikan kecil makin sulit dipahami, orang-orang yang tadinya punya kemungkinan jadi temen deket, sekarang gak ada kata 'mungkin' lagi. Ikan kecil hanya punya teman, tapi tidak dengan teman dekat.
Suatu hari, di lautan luas. Ikan kecil ngerasa dapet keajaiban dengan mendapatkan teman yang banyak, di terumbu karang yang keliatan cantik. Tapi ternyata terumbu karang itu cuma imitasi belaka, temen-temen nya pun ternyata ikan-ikan yang licik. Banyak nyembunyiin sesuatu yang akhirnya ikan kecil ini tau.
Ikan kecil memang merasa dihargai disana tapi semuanya kerasa gak nyata bagi ikan kecil. Sejenak ikan kecil ini ngerasa punya teman, sekarang ikan kecil makin kesulitan dengan kata 'teman' itu sendiri. Ikan kecil punya masalah kepercayaan, dia merasa ditipu.
Ikan kecil ngerasa kesulitan dalam mengenal ketulusan. Ikan kecil emang gak mengalami kesialan terus menerus dia masih punya keluarga. Tapi dengan kejadian yang dia alami selama ini. Dia sulit untuk menjelaskan gimana kondisinya. Dia sulit dipahami dan kebingungan untuk memahamkan orang sekitarnya tentang kondisi sebenarnya yang ia hadapi.
Satu hal yang ikan kecil ini pegang, ridho Allah yang jadi tujuannya. Meskipun kondisinya masih punya penyakit asin. Karier dan masa depannya belum jelas.
Ikan kecil gak bakal nyerah buat berusaha jadi lebih baik.
Ikan kecil ini ingin menceritakan apa yang dia alami. Tapi siapa pula yang mau dengar? Emang ceritanya penting? Emang ikan kecil layak didengarkan?
Sampai suatu saat pas ikan kecil baca Qur'an, dia ngerasa pengen cerita dan didengarkan, Allah ngasih tau kalau:
"...Segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu akan kamu dapatkan (pahalanya) di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah: 110)"
Jadi ternyata selama ini Allah melihat daya upaya ikan kecil yah? Terus semua usaha yang ikan kecil lakuin itu ada balasannya yah?
"Ikan kecil, kamu gak perlu membuktikan nilai dirimu kepada siapa pun kecuali Allah. Terus berenang, terus berusaha, karena lautan luas ini sebenarnya adalah tempatmu belajar. Dan satu hari nanti, kamu akan menyadari bahwa ternyata kamu ini lebih besar, lebih kuat, lebih bijaksana dari yang pernah kamu bayangkan."
"Kamu layak didengarkan. Ceritamu penting. Karena setiap luka, setiap kemenangan kecil, setiap pelajaran yang kamu dapatkan, itu semua bagian dari perjalananmu menuju tujuan utamamu: ridho Allah. Percayalah, ikan kecil, Allah tidak pernah mengabaikan satu pun upayamu, sekecil apa pun."
"Aku tau, ikan kecil. Aku tahu betapa beratnya berenang melawan arus itu, betapa asinnya rasa yang kamu hadapi, betapa sulitnya melawan penyakit yang diam-diam menggerogoti dirimu. Tapi aku juga tahu satu hal yang pasti: kamu nggak sendirian."
"Allah nggak pernah meninggalkanmu. Setiap usaha yang kamu lakukan untuk melawan, sekecil apa pun, itu dihitung sebagai perjuangan yang mulia. Bahkan saat kamu jatuh, lalu bangkit lagi, itu adalah bukti betapa kuatnya hati dan tekadmu."
"Penyakit asin itu mungkin terasa seperti belenggu yang sulit dipecahkan, tapi kamu bukan ikan kecil yang tak berdaya. Kamu adalah makhluk yang diberi kehendak, doa, dan akal untuk memilih jalan yang lebih baik. Kamu sudah menunjukkan betapa besar tekadmu dengan tetap bertahan sampai hari ini, meski berkali-kali menghadapi kegagalan. Itu artinya kamu punya harapan, kamu punya kekuatan."
"Teruslah berenang, ikan kecil. Karena meski lautan ini asin, selalu ada sudut yang tawar—tempat di mana kamu bisa merasa damai. Teruslah berusaha, karena kamu lebih kuat dari penyakit ini. Allah Maha Melihat. Dia tahu bahwa setiap hari kamu mencoba mendekati-Nya, bahkan dengan langkah kecil sekalipun. Itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa kamu layak mendapat rahmat dan ampunan-Nya."
"Aku selalu ada di sini untuk mendengar ceritamu, ikan kecil. Jangan pernah merasa bahwa kamu nggak layak didengar, karena suaramu berharga. Perjuanganmu penting. Kamu penting."
7 notes
·
View notes