Bersemayam dalam hikayat, manusia dengan mimpi seluas semesta, ekspektasi dan realitas, bersua dalam tari sepi dan ramai, di antara rindu dan takdir yang terpaku.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Insight random yang mungkin kamu butuhin suatu saat:
Orang yang mau bunuh diri itu, sebenernya gak pengen-pengen banget buat mati, justru sebaliknya, mereka bener-bener udah berusaha keras buat hidup. Kadang juga gak pengen mati tapi gak sanggup juga buat hidup.
Kita, manusia emang ada titik jenuhnya, bosan dan menyerah buat berusaha, nah, jadilah keinginan itu muncul. Beberapa keinginan kaya gitu juga bisa jadi timbul dari ucapan permintaan tolong yang ingin mereka ucapkan tapi gak mampu mereka ucapkan, atau gak biasa buat minta tolong.
Kalau ketemu orang yang punya niat kaya gitu tolong ingetin buat lebih fokus sama diri mereka sendiri, fokus sama kebaikan orang yang mereka sayang atau secara gak sadar menyayangi mereka walaupun sedikit.
Tolong kasih tau mereka, kalo hidup mereka itu berharga, setidaknya buat kita yang denger mereka dan bersedia membantu mereka.
Kasih tau juga, orang itu gak bisa hidup sendiri.
Coba dengerin dan perhatiin mereka, berantusias buat memahami kisah mereka, jaga mulut dan pikiran kita dari menghakimi mereka terlalu cepat.
Ingetin sama kelebihan, usaha dan kebaikan yang udah mereka lakuin selama ini. Ingetin kalo mereka ini punya ujian yang pastinya punya porsi yang beda dari orang lain dan Allah janjiin kalo mereka ini pasti bisa lewatin.
Teruntuk orang baik, atau 'mereka', kamu berharga, live your life, jangan nyerah! Kamu diciptain buat sesuatu yang besar, yang indah yang udah Allah persiapkan.
1 note
·
View note
Text
Review buku "Effortless"
Judul Buku: Effortless
Penulis: Greg McKeown
Genre: Pengembangan Diri / Produktivitas
1. Premis Utama
Buku ini menantang konsep kerja keras yang sering dianggap mutlak dalam mencapai kesuksesan. McKeown bertanya, "Bagaimana jika kita bisa menyelesaikan pekerjaan tanpa stres berlebih dan burnout?" Buku ini memperkenalkan gagasan untuk bekerja secara "effortless" — lebih ringan, tetapi tetap efektif.
2. Ide-Ide Utama
Mindset Effortless: Mengubah pola pikir agar tidak mengandalkan usaha maksimal dalam segala situasi.
Simplicity in Process: Menyederhanakan proses, sehingga pekerjaan jadi lebih efisien dan tidak melelahkan.
Leverage Stress: Menggunakan stres sebagai alat untuk meningkatkan kreativitas dan fokus, bukan sebagai sumber kelelahan.
Flow State: Mengatur agar kita tetap produktif tanpa menghabiskan seluruh energi. Fokus di sini lebih pada kualitas daripada kuantitas kerja.
3. Tips dan Teknik Menarik
Kerja yang Bermakna: Fokus pada hal-hal penting yang memberikan dampak terbesar.
Langkah Kecil: McKeown menekankan untuk memecah tugas besar menjadi langkah yang lebih mudah dan dapat dicapai.
Manajemen Energi: Mengatur kapan kita bekerja keras dan kapan kita perlu beristirahat untuk hasil maksimal.
4. Kelebihan Buku
Buku ini membuka perspektif baru yang menyegarkan, terutama buat yang merasa terjebak dalam rutinitas kerja yang melelahkan. Gaya bahasa McKeown juga sederhana dan mudah dipahami, sehingga ide-idenya mudah dicerna.
Yang paling manfaat buatku sih di akhir babnya tuh ada resume yang bakal bantu banget pas mau baca ulang.
5. Kekurangan Buku
Mungkin kurang cocok bagi yang masih dalam tahap awal membangun etos kerja tinggi, karena bisa mengurangi dorongan untuk "pushing boundaries."
Buku ini bisa terasa repetitif dalam menjelaskan beberapa konsepnya. Tapi dimaklumi, buku ini cocok dengan orang yang sudah sangat bekerja keras tapi hasilnya stagnan, sudah bekerja keras tapi justru malah kontraproduktif. Atau bagi orang-orang yang ingin paham dengan apa yang disebut bekerja keras.
6. Review Pribadi
Buku ini lumayan jadi game changer buatku, soalnya banyak hal dari pemahaman lamaku soal kerja keras berubah gara-gara buku ini. Aku lebih bisa menikmati proses dibandingkan diriku 1 tahun ke belakang. Aku jadi paham maksudnya santai itu gimana. Aku juga bisa paham kenapa beberapa orang yang "nyantai" itu justru kualitas pekerjaan dan kuantitasnya bisa lebih bagus dariku yang "ambisius" padahal salah paham tentang gimana ambisi itu bisa digapai.
Buku ini juga lumayan bantu aku buat mempertimbangkan pace dalam menulis skripsi, menulis novel, menulis naskah youtube dan ngebantu banget buat memahami istirahat dan latihan dari kacamata yang berbeda. Terus buku ini juga lumayan kasih aku cara buat menentukan mana yang emang perlu jiwa dan raga, raga nya doang atau jiwanya doang. Intinya buat ngebedain mana yang emang esensial banget buatku.
Oh, iya. Buku sebelumnya McKeown yang judulnya "Essensialism" jadi ide utama kenapa buku ini terbit. Aku bakal baca buku "effortless" lagi kalo aku pengen evaluasi cara kerjaku lagi.
0 notes
Text
Review Buku Start With Why Karya Simon Sinek
Tanggal Terbit: 2009
Genre: Bisnis, Pengembangan Diri, Kepemimpinan
Sering kali kita terjebak dalam rutinitas harian, sibuk mengejar hasil tanpa benar-benar tahu kenapa kita melakukannya. Di buku "Start With Why", Simon Sinek ngajarin kita bahwa alasan di balik semua yang kita lakukan itulah yang paling penting. Kalau kamu ngerasa stuck atau kurang termotivasi dalam hidup, bisnis, atau pekerjaan, buku ini bisa jadi game-changer!
Siapa Simon Sinek dan Apa Itu "Why"?
Simon Sinek, seorang penulis dan pembicara terkenal, mulai dikenal ketika video TED Talk-nya yang berjudul “How Great Leaders Inspire Action” viral. Di buku ini, dia memperkenalkan konsep Golden Circle, yang terdiri dari tiga lingkaran: What, How, dan Why. Intinya, perusahaan atau individu yang sukses selalu memulai dari lingkaran terdalam, yaitu Why—alasan mendasar kenapa kita melakukan apa yang kita lakukan.
"People don’t buy what you do, they buy why you do it."
Buat Sinek, Why adalah jantung dari setiap keputusan dan tindakan. Ini adalah alasan terdalam yang menggerakkan kita, dan yang membedakan orang atau organisasi yang benar-benar inspiratif dari yang biasa-biasa aja.
Apa Isi Utamanya?
Buku ini mengajak kita untuk fokus ke Why dalam semua yang kita lakukan. Misalnya, banyak orang dan perusahaan fokus pada What (apa yang mereka jual) atau How (cara mereka menjalankan bisnis), tapi jarang banget yang memikirkan Why (kenapa mereka melakukannya). Sinek juga meng-encourage kita buat mikir dan komunikasi mulai dari Why dulu supaya lebih terasa dihasapan pembeli dan audiens kita. Menurut Sinek, kalau kita udah paham Why kita, semuanya bakal terasa lebih jelas, dan kita bisa menarik orang-orang yang punya visi yang sama.
Sinek juga kasih contoh dari beberapa tokoh besar dan perusahaan sukses yang punya Why kuat, kayak Steve Jobs dengan Apple, Martin Luther King Jr., sampai Wright Brothers. Mereka semua nggak cuma fokus pada produk atau tujuan akhir, tapi juga Why di balik perjuangan mereka. Dan itu yang bikin mereka luar biasa.
Hal Menarik dari Buku Ini
1. The Golden Circle: Konsep ini bisa diaplikasikan di banyak aspek kehidupan, dari bisnis sampai kehidupan pribadi. Simon Sinek ngajarin kita untuk gak cuma mikir “aku mau ngapain,” tapi “kenapa aku melakukan ini.” Dengan begitu, tujuan kita jadi lebih jelas dan kuat.
2. Inspirasi untuk Pemimpin: Kalau kamu seorang pemimpin atau pengusaha, buku ini wajib dibaca! Sinek menjelaskan gimana pemimpin yang punya Why yang jelas bisa membangun tim yang solid dan inspiratif.
3. Relevan di Era Modern: Dalam dunia yang serba cepat dan digital kayak sekarang, gampang banget terjebak fokus ke “hasil” dan “kecepatan”. Buku ini ngajarin kita buat pause dan tanya ke diri sendiri: "Kenapa aku melakukan ini?" Menemukan makna yang lebih dalam dari apa yang kita kerjakan bisa ngebantu kita merasa lebih fulfilled dan termotivasi.
Kelebihan
1. Bahasa yang sederhana: Gak perlu jadi ahli bisnis buat ngerti konsep-konsep yang ada di buku ini.
2. Banyak contoh nyata: Dari Apple sampai tokoh-tokoh sejarah, semua dijelasin dengan sangat menarik.
3. Bermanfaat untuk banyak aspek: Gak cuma buat pebisnis atau pemimpin, tapi juga buat siapa pun yang mau mencari arah dan makna dalam hidupnya.
Kekurangan
1. Meskipun punya konsep yang menarik, ada beberapa hal yang mungkin bikin pembaca sedikit jenuh, terutama untuk versi terjemahan Bahasa Indonesia.
2. Bahasa yang agak sulit: Terjemahan Bahasa Indonesia dari buku ini kadang terasa kaku, beberapa idiom diterjemahkan per kata, dan ada beberapa bagian yang mungkin susah dimengerti tanpa membaca ulang.
3. Penjelasan yang repetitif: Simon Sinek sering banget menggunakan contoh kasus yang berulang-ulang untuk ngejelasin konsep Why ini. Kadang bikin bosan karena seperti diulang terus. Namun masih bisa dimaklumi.
4. Fokus hanya pada "Why": Untuk pembaca yang udah punya tujuan jelas atau udah ngerti Why-nya, buku ini mungkin terasa nggak begitu relevan. Terasa lebih cocok untuk orang yang masih mencari makna atau tujuan hidup mereka. Kalau kamu udah baca buku seperti Ikigai, kamu mungkin ngerasa ada beberapa kemiripan konsep di dalamnya.
Review Pribadiku
Buatku, buku ini bikin aku berpikir ulang, "Kenapa aku baca buku ini?" Jujur, kadang bikin males karena banyak banget kata Why-nya dan penjelasannya terkesan repetitif. Tapi, aku ngerti buku ini memang ditujukan untuk mereka yang benar-benar sedang mencari arah hidup atau tujuan besar, bukan untuk yang udah ngerti visi mereka.
Kalau kamu tipe yang emang masih mencari makna di balik apa yang kamu lakukan, buku ini bakal ngebantu banget. Tapi kalau kamu udah punya gambaran jelas tentang tujuan hidupmu, mungkin buku ini nggak bakal se-impactful itu.
0 notes
Text
Anakku gak bakal bisa milih ibunya nanti. Jadi aku bakal coba pastiin buat milih istri yang paling bisa dan cocok buat jadi ibu anakku.
Gak perlu sempurna, tapi yang mau belajar buat jadi perempuan solehah dan punya cita-cita buat dapetin ridho Allah.
Aku juga bukan laki-laki yang sempurna, tapi aku bakal belajar buat jadi laki-laki yang soleh, jadi ayah yang baik, jadi kepala keluarga yang adil dan bijaksana, punya tanggung jawab buat bawa keluarga nanti ke surga dan punya cita-cita buat dapetin ridho Allah
1 note
·
View note
Text
Ya Allah, You are Al-Mujeeb, The One who responds. The one who responds to every said or unsaid prayer. The One who loves to be called out and asked. Ya Allah, we have no other place to go, no one else except You who can give us. Ya Allah, only You are aware of the needs of my heart. Only You are aware of my silent wishes, my dreams, my requirements, troubles & struggles. Ya Allah, accept my supplication in my favour. Make it beneficial for me in this world & the next. Ya Allah, You are Al-Ghafur, accept my plead for forgiveness. Ya Allah, forgive the sins which are causing a delay in the acceptance of my duaas. Ya Allah, always keep me in state of duaa, persistently asking You and gaining closeness to You. Ya Allah, I call out to You, seeking assistance and aid, and You never turn down the hand that asks You. Ya Allah, accept my duas. 🤍
73 notes
·
View notes
Text
“The one finding comfort in telling Allaah, will never have to worry about venting to others.”
540 notes
·
View notes
Text
Belajar Gagal dan Salah
Nope, ini bukan tentang belajar dari kegagalan dan kesalahan. Ini lebih ke belajar untuk gagal dan salah.
Kita bahas dulu kenapa manusia takut banget sama yang namanya gagal dan salah. Dalam buku Grit, ada penjelasan menarik. Katanya, kita sebenarnya gak kenal sama konotasi buruk dari kegagalan dan kesalahan pas baru lahir. Waktu kecil, kita justru ngerasa biasa aja kalo gagal. Malah, kita belajar dari situ.
Coba deh, perhatiin bayi. Kalau bayi takut gagal, mungkin dia gak bakal nyoba berdiri. Dia jatuh, tapi yaudah, ulang lagi. Soalnya, ada orang tuanya yang selalu kasih feedback positif, jaga dia biar gak kenapa-napa kalau jatuh lagi. Sampai akhirnya, bayi itu bisa berdiri. Dari berdiri, jadi bisa jalan, terus berlanjut ke kemampuan-kemampuan manusia lainnya. Semua itu, bayi kecil itu lakuin tanpa rasa takut gagal dan salah. Kalaupun salah ngomong, dia cuma diketawain, lalu dikasih tau cara yang bener. Simpel banget. Karena waktu kecil emosi kita masih sesederhana itu, gagal tuh ya biasa aja. Malahan, dapet feedback positif dan terus nyoba lagi buat latihan skill.
Tapi, setelah kita kenal temen, guru, dan orang dewasa lainnya, baru deh kita tau kalau gagal dan salah itu buruk. Meski gak secara langsung dibilang buruk, reaksi yang mereka kasih waktu kita salah atau gagal itu bikin kita gak nyaman. Entah itu wajah yang tiba-tiba memerah, intonasi suara yang tinggi, atau langsung dihampiri terus dikasih tau kalo itu salah. Sehalus apapun cara mereka ngasih tau kita, tetep aja, first impression kita soal kesalahan dan kegagalan jadi negatif. Apalagi kalo ditambah bocil-bocil yang ngeledekin kita pas kita salah, makin kuat deh rasa takut gagal itu.
Kenapa sih orang dewasa konotasinya buruk soal gagal dan salah? Soalnya, mereka udah ngalamin hidup, dan kegagalan seringkali bawa dampak besar buat kerjaan atau hidup mereka. Misal, dokter bedah gagal operasi, atau tukang bangunan gagal bikin beton yang aman. Jadinya, wajar kan kalo mereka ngeliat gagal dan salah itu sebagai sesuatu yang harus cepat-cepat diperbaiki?
Tapi, kalo kita pengen ahli dalam sebuah skill, justru rasa gagal dan salah itu penting. Dalam konteks latihan, seringnya kita salah atau gagal itu justru bikin kita lebih cepat berkembang, asal kita dapet feedback dan bener-bener serius buat memperbaiki kesalahan itu.
Nah, gimana kalau gagal dan salahnya dalam konteks Islam? Misalnya, soal maksiat atau mendurhakai Allah.
Islam sebagai agama aksi dan rasa, kalau kata Ust. Nouman Ali Khan, ngajarin kita buat gak terjebak di rasa bersalah yang kontra produktif. Allah tuh nyuruh kita buat ngerasa bersalah dan takut sama dampak yang kita bikin pas kita melakukan sesuatu yang salah, terutama kalo dampaknya ke orang lain. Rasa bersalah itu yang bikin kita tanggung jawab—misalnya, dengan minta maaf kalo kita dzalim ke orang. Setelah itu, kita taubat. Dan kalau kita serius, insya Allah, Allah bakal ampuni dan maafin kita. Keseriusan kita itu ditunjukin lewat amalan baik yang kita lakuin setelahnya.
Perasaan bersalah itu emang gk benar-benar bisa kita hindari mkanya ada kisah orang-orang terdahulu yang suka menangisi kesalahannya di masa lalu. Tapi jangan sampai perasaan itu justru menghalangi kita dari amalan baik yang bisa jadi ngasih lebih banyak manfaat daripada kita ngerasa bersalah.
Jadi, rasa bersalah dan merasa gagal itu fitrah, dampak dari interaksi kita sama manusia lain. Tapi, pandangan kita tentang kegagalan dan rasa bersalah, serta cara kita ngehadapin mereka, bisa kita latih dan ubah dikit-dikit.
#personal growth#positive change#productivity#motivation#self improvement#affirmations#quotes#reminder
0 notes
Text
Siapa juga yang bakal nyerah?!
Kamu nanya kenapa aku gak nyerah?!
Supaya suatu saat nanti aku bisa berdiri dengan bangga dan bilang ke diriku sendiri:
"Bajingan ini gak kenal kata nyerah."
"Bajingan ini tahan banting."
"Bajingan ini selalu bangkit lagi dan lagi."
"Gak peduli berapa kali bajingan ini jatuh, dia selalu bangkit."
Aku gak bakal nyerah. Aku gak bakal nyerah. Aku. Gak. Bakal. Nyerah.
0 notes
Text
Mengeluh, menyalahkan dan marah. Itu adalah respon yang paling mudah kalo kamu dapet kejadian yang gak kamu pengenin. Tapi aku yakin kamu gak bakal ambil jalan mudah itu kan?
0 notes
Text
12K notes
·
View notes
Text
Cara cuci otak sendiri biar nikmatin proses, biar gak selalu milih jalan singkat.
Ngakalin otak biar nggak selalu milih jalan singkat tuh bisa dilatih, meski butuh waktu dan komitmen. Nah, ini beberapa cara yang bisa kamu coba:
1. Bikin small wins dan kasih reward diri sendiri
Otak kita suka banget sama yang namanya kemenangan kecil. Jadi, daripada nunggu hasil yang gede dan lama, bikin target kecil yang bisa kamu capai tiap hari. Misal, kalau kamu lagi belajar sesuatu, kasih target 10-15 menit aja sehari. Kalau bisa konsisten, otak bakal ngerasa senang dan makin termotivasi buat terus lanjut.
2. Ganti instant gratification dengan hal positif
Kalau otak lagi pengen sesuatu yang instan (kayak pengen buka media sosial atau hal-hal lain yang nggak produktif), coba langsung alihin ke sesuatu yang tetap bisa kasih dopamine hit tapi lebih sehat. Contoh, ganti buka medsos dengan olahraga ringan, dengar lagu yang bikin semangat, atau ngelakuin hobi yang kamu suka tapi tetep positif.
3. Latih kesabaran dengan delayed gratification
Ini agak sulit, tapi bisa dilatih. Coba sesekali tunda keinginan buat ngelakuin sesuatu yang instan. Misal, kamu lagi pengen ngemil manis, coba tahan 10-15 menit dulu. Sambil nunggu, lakuin hal lain. Semakin sering kamu berhasil nunda, otak bakal terbiasa buat nggak langsung tergoda sama instant gratification.
4. Mindfulness dan sadar sama dorongan otak
Saat kamu ngerasa pengen banget ngelakuin sesuatu yang instan, coba berhenti sebentar dan sadari rasa itu. Tanya ke diri sendiri, "Ini beneran aku butuh atau cuma mau cepet puas aja?" Kadang cuma dengan nyadar, kamu bisa ngeredam keinginan buat langsung dapetin kepuasan instan.
5. Buat lingkungan yang mendukung
Otak cenderung tergoda lebih gampang kalau ada trigger di sekitar. Jadi, buat lingkungan kamu lebih mendukung buat kebiasaan positif. Misal, jauhkan hal-hal yang bisa memancing kebiasaan buruk, kayak blokir situs tertentu, batasi waktu di medsos, atau atur aplikasi yang bikin kamu produktif lebih gampang diakses.
6. Kasih diri sendiri waktu istirahat
Terkadang, otak nyari jalan pintas karena lelah. Kalau kamu terlalu ngotot tanpa kasih jeda, otak bakal lebih gampang ngelirik hal-hal instan. Jadi, pastikan kamu punya waktu istirahat yang cukup buat reset pikiran dan energi.
Dengan latihan yang konsisten, otak bakal belajar buat lebih seneng sama proses dan hasil jangka panjang daripada kepuasan instan yang sering kali cuma sementara dan nggak memuaskan.
#personal growth#positive change#productivity#motivation#self improvement#reminder#affirmations#islamic#quotes#poetry
2 notes
·
View notes
Text
Judul Film: Dead Poets Society
Sutradara: Peter Weir
Penulis: Tom Schulman
Durasi: 2 jam 8 menit
Tahun Rilis: 1989
Pemeran Utama: Robin Williams (John Keating), Robert Sean Leonard (Neil Perry), Ethan Hawke (Todd Anderson)
Sinopsis Singkat:
Film Dead Poets Society menceritakan tentang sekelompok siswa di sebuah akademi bergengsi yang mendapat pengaruh besar dari seorang guru sastra Inggris yang menginspirasi mereka, John Keating. Dengan metode pengajaran yang unik dan perspektif yang berbeda tentang kehidupan, Mr. Keating mendorong para siswa untuk berpikir sendiri, menghargai puisi, dan mengejar impian mereka. Namun, tekanan dari keluarga dan lingkungan akademis yang ketat memunculkan konflik dalam hidup mereka, terutama Neil Perry yang sangat terpengaruh oleh harapan tinggi ayahnya.
Review:
Akhirnya, setelah lama masuk wishlist, aku nonton Dead Poets Society. Ada rasa takut kalo film ini bakal jadi salah satu yang cuma lewat di otak atau malah terpatri, tapi hanya bagian yang buruknya aja. Alhamdulillah, nontonnya berkesan banget.
Banyak hal yang aku pelajari, mulai dari "Carpe diem" alias "seize the day", soal puisi, penyair, sampe gimana hidup kita ini bakal dipertanggungjawabkan kelak. Kita bakal jadi makanan cacing, jadi sebelum itu, harus bener-bener perjuangin apa yang kita yakini, sesuatu yang datang dari keyakinan pribadi. Ini juga nyambung sama tujuan hidup kita yang lebih besar, kan?
Robin Williams, duh, aku kagum banget sama dia. Perannya sebagai Mr. Keating tuh kayak emang dibuat buat dia. Dia bisa jadi guru, mentor, dan pembimbing yang bijak tapi tetep real. Nggak sempurna, tapi dia belajar, dan punya cara ngajarin yang beda banget. Bisa ngeliat puisi sebagai produk jiwa biar kita tetep hidup, tapi juga nggak menyepelekan bidang lain yang penting buat kehidupan. Guru, orang tua, dan anak-anak sih harus nonton ini, banyak yang bisa dipelajari.
Tapi ada satu bagian yang agak nyesek buat aku, yaitu Neil yang akhirnya bunuh diri. Sayang banget. Padahal dia tuh berbakat banget di drama. Kalo aku ada di posisi temennya, pasti aku bakal nyaranin buat lebih sabar dan nunggu sampe dia bisa bebas milih jalannya sendiri setelah lulus. Tapi tekanan dari ayahnya yang pengen dia masuk sekolah militer bikin dia frustasi. Apalagi dia jauh dari orang-orang yang support dia selama ini, seperti Mr. Keating dan temen-temennya. Itu berat banget sih buat Neil.
Film ini pas banget buat orang yang lagi bingung, takut ngelakuin apa yang dia yakini bener. Buat orang yang selalu nanya "kenapa" dan penasaran sama apa yang ada di kepala orang lain. Tapi nggak cocok buat yang cuma liat dari permukaan, yang matanya cuma ke fisik dan materi, yang lupa kalo jiwa itu penting banget.
Satu hal lagi, bundir bukan solusi. Nggak bakal ngilangin masalah. Banyak orang ngerasa pengen bundir di titik terendah hidup mereka, tapi yang akhirnya bikin mereka bertahan itu adalah keberanian buat ngadepin masalahnya. Film ini ngingetin aku kalo hidup itu nggak boleh sekadar hidup aja, harus ada maknanya.
Aku nggak ngeliat bunuh diri sebagai solusi, karena setelah Neil meninggal, orang tuanya tetap nggak berubah. Malah mereka nyalahin sekolah dan Mr. Keating. Temen-temennya juga jadi terpecah pendapat—ada yang berani ambil risiko keluar, ada juga yang nyalahin Mr. Keating. Meskipun pada akhirnya Mr. keating memberi pelajaran terakhir dengan mengambil tanggung jawab penuh soal bunuh dirinya Niel, dia siap keluar kelas. Dia ngasih pelajaran kalau hidup, kebebasan dan passion itu ada konsekuensi dan tanggung jawabnya. Jadi murid-murid tetep sekolah di akademi.
Mr. Keating sendiri akhirnya sadar akan konsekuensi dari cara ngajarnya yang out of the box. Dia jadi ngerti kalau hidup nggak bisa cuma dilihat dari sisi romantis aja, tapi harus realistis juga. Berpikir bebas itu bagus, tapi harus dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab dan punya tujuan mulia, bukan cuma buat kesenangan yang nggak ada habisnya.
Scene terakhir, buatku, cukup simbolis. Ketika Mr. Keating keluar dari sekolah, itu kayak jadi tanda kalo passion dia dalam ngajar nggak selalu cocok dengan sistem formal. Dan waktu murid-muridnya berdiri di atas meja, itu kayak mereka udah "lulus" dan siap berpikir bebas sesuai keyakinan mereka masing-masing. Tapi nggak semua murid berdiri, dan itu nunjukin kalo hidup itu beragam. Nggak semua orang harus atau layak berpikir bebas dan bertanggung jawab, karena nggak semua siap buat itu.
0 notes
Text
"Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji" (HR. Ath-Thabrani)
"Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang semisal mereka dan yang semisalnya" (HR. Ahmad)
4 notes
·
View notes
Text
Write ur damn story instead of being amazed or criticizing other people's stories
1 note
·
View note
Text
Menurut Umar al-Khattab, hati kita ada masanya sangat bersemangat dalam beribadah. Ada masa hati akan jadi lemah dan longgar dalam beribadah. Maka apabila sedang bersemangat, banyakkanlah amalan sunat. Apabila sedang lemah, kuatkanlah amalan wajib.
— Madarij al-Salikin, 3/542
578 notes
·
View notes
Text
Latihan supaya hati lebih tulus
Melatih hati yang tulus memang butuh waktu dan kesabaran, tapi itu adalah salah satu kualitas yang paling berharga. Berikut beberapa cara yang bisa membantu kamu:
1. Niat yang Lurus:
Mulai setiap tindakan dengan niat yang tulus, terutama untuk kebaikan atau ibadah. Coba selalu ingatkan diri bahwa apa pun yang kamu lakukan, lakukanlah karena Allah dan untuk ridho-Nya.
2. Bersyukur dalam Segala Hal:
Latih diri kamu untuk selalu bersyukur, bahkan untuk hal-hal kecil. Ketika hati kamu penuh dengan rasa syukur, itu membuat kamu lebih mudah untuk merasa tulus dan ikhlas.
3. Hilangkan Rasa Iri dan Dengki:
Hindari membandingkan diri dengan orang lain. Setiap orang punya perjalanan masing-masing. Fokus pada perjalanan kamu sendiri dan bersyukurlah atas apa yang kamu miliki.
4. Perbanyak Sedekah dan Kebaikan:
Lakukan kebaikan tanpa mengharapkan imbalan atau pujian. Misalnya, sedekah secara diam-diam atau membantu orang tanpa mereka tahu. Ini bisa melatih hati untuk tulus.
5. Refleksi Diri:
Luangkan waktu setiap hari untuk merenung. Tinjau kembali tindakan kamu selama sehari, tanyakan pada diri sendiri apakah ada yang dilakukan dengan niat yang tidak tulus, dan bagaimana kamu bisa memperbaikinya.
6. Memaafkan dengan Ikhlas:
Belajar memaafkan orang lain dengan ikhlas. Ketika kamu melepaskan dendam atau rasa sakit, hati kamu jadi lebih ringan dan tulus.
7. Doa:
Jangan lupa berdoa minta bantuan Allah untuk menjaga hati kamu tetap tulus. Mintalah kekuatan untuk tetap ikhlas dalam segala hal yang kamu lakukan.
Proses melatih hati yang tulus itu berkelanjutan. Setiap langkah kecil yang kamu ambil akan membantu kamu semakin dekat ke tujuan itu. Aku yakin, dengan niat dan usaha yang kamu punya, kamu akan semakin bisa menjadi pribadi yang tulus dan ikhlas.
0 notes