#internet kencang
Explore tagged Tumblr posts
Text
Dampak Positif dan Negatif dari Internet 5G
Internet 5G, atau generasi kelima dari teknologi jaringan seluler, telah menjadi sorotan utama di seluruh dunia karena kemampuannya untuk membawa kecepatan internet yang lebih tinggi, latensi yang lebih rendah, dan konektivitas yang lebih baik. Meskipun banyak manfaat yang ditawarkan oleh 5G, ada juga tantangan dan potensi dampak negatif yang perlu dipertimbangkan. Artikel ini akan membahas dampak positif dan negatif dari teknologi internet 5G.
Dampak Positif Internet 5G
Kecepatan Internet yang Lebih Cepat Salah satu keuntungan utama dari 5G adalah kecepatan internet yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan teknologi sebelumnya (seperti 4G). Dengan kecepatan yang dapat mencapai 20 Gbps, pengguna dapat mengunduh dan mengunggah data dalam waktu yang sangat singkat. Ini sangat berguna bagi pengguna yang membutuhkan koneksi cepat untuk kegiatan seperti streaming video kualitas tinggi, bermain game online, dan bekerja dengan file besar.
Latensi yang Rendah Latensi, atau waktu yang dibutuhkan untuk mentransfer data dari perangkat ke server, menjadi sangat rendah pada jaringan 5G. Ini membuat komunikasi antar perangkat menjadi hampir real-time. Bagi sektor-sektor seperti telemedicine, kendaraan otonom, dan aplikasi berbasis IoT (Internet of Things), latensi rendah sangat krusial untuk memastikan sistem berfungsi dengan baik.
Konektivitas yang Lebih Baik di Daerah Padat Penduduk Dengan kemampuan untuk mendukung lebih banyak perangkat dalam suatu area, 5G akan meningkatkan konektivitas di kawasan dengan kepadatan tinggi, seperti kota besar. Hal ini akan mengurangi kemacetan jaringan dan meningkatkan kualitas layanan bagi semua pengguna.
Peluang untuk Inovasi Teknologi Internet 5G membuka peluang bagi perkembangan berbagai teknologi baru, seperti kendaraan otonom, smart cities, dan sistem industri yang lebih efisien. Kemampuan 5G untuk menghubungkan jutaan perangkat secara simultan akan mempercepat adopsi teknologi IoT, yang dapat meningkatkan produktivitas di berbagai sektor, termasuk kesehatan, pendidikan, dan manufaktur.
Meningkatkan Kualitas Kehidupan Dengan adopsi teknologi 5G, berbagai layanan dan aplikasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, seperti layanan kesehatan jarak jauh, pendidikan online, dan solusi berbasis teknologi lainnya, akan semakin berkembang dan menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat luas.
Dampak Negatif Internet 5G
Masalah Kesehatan dan Keamanan Salah satu kekhawatiran utama terkait teknologi 5G adalah potensi dampak kesehatan dari radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh jaringan 5G. Beberapa studi menunjukkan bahwa paparan radiasi frekuensi tinggi dalam jangka panjang dapat berdampak pada kesehatan manusia, meskipun sebagian besar organisasi kesehatan dunia, seperti WHO, menganggap 5G sebagai teknologi yang aman jika digunakan sesuai dengan pedoman yang ada. Namun, kekhawatiran ini masih menjadi topik perdebatan.
Peningkatan Kerentanan terhadap Serangan Siber Dengan meningkatnya jumlah perangkat yang terhubung ke jaringan 5G, potensi serangan siber juga semakin besar. Perangkat IoT yang terhubung ke internet melalui jaringan 5G berpotensi menjadi sasaran serangan hacker. Ini bisa menyebabkan kerusakan pada data pribadi, pencurian informasi sensitif, dan gangguan pada sistem kritikal seperti energi, transportasi, dan layanan kesehatan.
Kesenjangan Digital Meskipun 5G menawarkan banyak manfaat, ada kekhawatiran bahwa teknologi ini justru dapat memperburuk kesenjangan digital. Daerah-daerah terpencil dan kurang berkembang mungkin kesulitan untuk mengakses jaringan 5G karena keterbatasan infrastruktur. Hal ini bisa memperburuk ketidaksetaraan dalam akses terhadap teknologi dan informasi.
Biaya Implementasi yang Tinggi Penerapan jaringan 5G memerlukan investasi besar dalam hal pembangunan infrastruktur dan pengadaan perangkat yang kompatibel. Banyak negara dan perusahaan mungkin menghadapi kesulitan dalam membiayai transisi ke 5G, terutama di negara-negara berkembang. Meskipun biaya jangka panjang dapat turun, namun biaya awal ini menjadi salah satu tantangan besar.
Dampak Lingkungan Pembangunan infrastruktur 5G yang melibatkan pemasangan lebih banyak antena dan menara seluler dapat menambah dampak lingkungan, seperti deforestasi dan peningkatan konsumsi energi. Selain itu, perangkat dan peralatan yang digunakan dalam teknologi 5G juga memerlukan bahan-bahan yang berpotensi merusak lingkungan jika tidak dikelola dengan bijak.
Kesimpulan
Internet 5G membawa banyak dampak positif yang dapat mendorong kemajuan dalam berbagai sektor, dari peningkatan kualitas hidup hingga inovasi teknologi. Namun, teknologi ini juga menghadirkan tantangan dan potensi dampak negatif, terutama dalam hal kesehatan, keamanan, kesenjangan digital, dan lingkungan. Oleh karena itu, pengembangan dan implementasi 5G harus dilakukan dengan hati-hati, dengan memperhatikan keseimbangan antara manfaat dan potensi risikonya. Sebagai masyarakat, kita perlu terus memantau perkembangan teknologi ini dan mengambil langkah-langkah untuk memitigasi dampak negatifnya.
#internet 5g#internet kencang#dampak buruk internet#dampak baik internet#5g sangat kencang#paling penting#indonesia emas#2025#fyp#viral
0 notes
Text
jajah aku di bawah kursi warnetmu.
Tags : M+, blow job in public, trying to not get caught, kissing, local porn words, mention of genitals. // juvenesheets on twitter.
Hari ini, Taesan lagi-lagi tidak masuk sekolah. Ia berkata bahwa percuma saja dirinya duduk berjam-jam hanya untuk melihat ponsel karena musim ujian sudah selesai. Lebih baik ia habiskan waktu untuk membantu bisnis warung internet keluarganya.
Sebuah gedung dua lantai dengan karpet biru gelap serta dinding yang catnya sudah terkelupas, berdiri kokoh di antara ruko lain. Fasilitas warung internet keluarga Taesan cukup lengkap. Pendingin ruangan, freezer berisi berbagai minuman, hingga makanan ringan.
Jika sedang hari biasa seperti sekarang, warung internet ini sepi. Hanya ada orang-orang terdesak yang membutuhkan bantuan Taesan untuk mengurus file mereka atau memakai komputer untuk kepentingan pekerjaan.
Permuda bersurai temaram tersebut menghela nafas di atas kursi beroda pada salah satu meja komputer warnet. Layar komputer menyala terang, menunjukkan permainan RPG yang mulai bosan ia mainkan. Hanya memakai kaos putih oblong dan celana pendek, ia duduk selagi melipat dua kaki ke atas kursi.
Taesan jadi bertanya-tanya, kira-kira saat ini apa yang dilakukan oleh temannya di sekolah? Sorot matanya yang selalu mengingatkan banyak orang akan kucing hitam, melirik ke arah ponsel. Ranum sang pemuda tersungging sendiri karena mengingat bahwa ada seseorang tengah ia tunggu untuk datang. Lelaki yang mudah sekali tersulut panasnya, membuat masa-masa sekolah Han Taesan seperti yang ada di serial-serial televisi. Tidak monoton.
Donghyun, Leehan—tadinya Taesan tidak menganggap ada hal yang menarik dari nama tersebut. Justru, nama Leehan terdengar membosankan karena seringkali terlihat di mading dan foto-foto berfigura di sekolah dengan medali serta piala kejuaraan. Belum lagi pemuda tersebut senang menjadi bintang tepat pada hari Senin, pengumuman kemenangan dari setiap insan tersebut menunda Taesan masuk ke dalam kelas nyaman yang ber-AC.
Bahkan, melihat sang lelaki dengan jelas saja ia tidak pernah sama sekali. Pertama kali Taesan menelisik sang mentari dari sekolahnya atas hingga bawah tanpa terlewat satu fitur pun adalah kala ia tiba-tiba didatangi Leehan saat berlatih futsal.
"Bu Meerah bilang, kamu harus catet materi dari buku aku dan beliau mau kamu belajar bareng aku. Nilaimu di pelajaran Bu Meerah jelek banget."
Leehan mengatakan hal tersebut dengan nada serius, cukup kencang untuk membuat permainan yang sedang berlangsung berhenti dan banyak kepala menoleh kepada mereka. Lucu sekali mengingat pemuda dengan surai kecoklatan halus yang khas itu berdiri percaya diri masih memakai seragam basah akibat hujan. Ia menyusul ke tempat Taesan berlatih memakai motor.
Dasar budak guru. Harusnya Leehan tidak perlu repot-repot menyusul. Bahkan dengan senang hati kedua tangannya yang kepalang mulus menumpuk beberapa buku tulis miliknya untuk diberikan kepada Taesan.
Merasa dipermalukan, Taesan ingin sekali menolak. Ia menarik Leehan ke sudut sepi.
"Gue gamau."
Pemuda di hadapannya tidak terbiasa ditolak. Padahal banyak yang mengatakan bahwa wajah Taesan memiliki terlalu sedikit ekspresi di balik fitur tajam dan menawan yang ia miliki, namun rupanya si pandai ini tidak mudah menyerah.
"Kalau kamu gamau, nanti aku bilang ke Bu Meerah kamu ngapa-ngapain aku. Sampai satu badanku basah kaya gini. Mau aku balik ke sekolah lagi terus bilang begitu?"
Tengil sekali.
Taesan tidak memiliki cara lagi (banyak sekali sebetulnya) tetapi, Leehan membuat ia bungkam dengan wajah bertabur gula itu. Belum lagi kedua mata Taesan tidak bisa fokus, tubuh molek di hadapannya benar-benar disuguhkan secara cuma-cuma. Diguyur oleh hujan membuat seragam sang lelaki menjadi melekat lebih erat lagi.
Ada rasa terbakar di dalam dada ketika Taesan merasakan beberapa orang di tempat mereka melihat Leehan dengan tatapan dalam. Ia harus membawa anak ini pergi dari kandang karnivora, hanya itu satu fikirannya.
Taesan tidak suka belajar. Ia hanya suka bermain musik dan bermain bola, tetapi selama satu bulan lebih—ia tunduk pada jemari Leehan. Memberikan sang pemuda berkacamata kesempatan untuk singgah lebih lama. Lagipula, dengan wajah bak karakter yang keluar dari buku itu dan juga cara dia berbicara dengan penuh kelembutan, tidak akan membuat Taesan bosan. Hingga pada akhirnya ia menyesal karena tidak mengenal Leehan lebih awal.
Terdengar gila mungkin, tetapi faktanya pada tahun kedua semester akhir—ia berhasil menggaet hati sang pujaan hati. Hubungan dua sejoli yang tidak terduga itu kini bertahan hingga sekarang.
Dengan latar belakang serta sifat mereka yang bertolak belakang, mungkin warga sekolah akan menganga mengetahui berita ini. Bahkan tidak sedikit yang selalu memberitahu Leehan untuk bersadar diri bahwa Taesan hanya akan membawa masalah bagi masa depannya. Untuk apa juwita berbakat sepertinya menetap dengan seorang pemuda monoton seperti Taesan.
Taesan hanya bisa tertawa lebar setiap kali mereka melakukan hal seperti itu. Sebab, keesokan harinya, justru Leehan semakin menempel dengannya. Menunjukkan kepada semesta bahwa ia bahagia.
Jikalau mengingat kembali, memang kisah asmara mereka terdengar terlalu datar. Tipikal berandalan yang menjadi lebih baik karena kekasih kutu bukunya yang gila pendidikan. Namun, Taesan tidak pernah menyesali pilihannya untuk memilih Leehan. Sebab, sekarang Taesan telah menemukan cahaya baru untuk terus melangkah.
"San, cowomu datang tuh."
Pemuda dengan pakaian rumahan dan surai yang masih setengah basah itu menoleh. Kakak laki-laki Taesan yang sudah rapi memakai kemeja flanel dan juga jeans yang sudah luntur warnanya menunjuk pada sang kekasih yang tiba-tiba saja sudah hadir selagi melambai lucu.
"Gue mau ke kampus dulu ya, jaga warnet yang bener. Gue tinggal, bye. Marahin aja kalo Taesan nakal ya, Han," goda Sunghoon mengulas senyum tipis dan sedikit mendorong perlahan tubuh Leehan.
Leehan datang masih dengan seragam lengkap. Rapih tanpa lipatan. Taesan melangkah kepada sang juwita sebelum membantu yang lebih muda menaruh tas ranselnya di salah satu kursi warnet. "Bawa apa kamu, yang?"
"Cireng sekolah. Katanya kamu mau kan dari pas libur? Kebetulan tadi kantin yang buka udah lengkap."
Leehan memang perhatian sekali. Pantas saja, pemuda tersebut banyak sekali yang memuja. Taesan mengambil satu cireng isi dari plastik dan menghadiahi kekasihnya kecupan di pipi.
"Thanks, Cantikku."
Senyuman kecil hadir di wajah pemuda yang lebih tua menyadari semu merah muda beesemi di wajah mempesona Leehan. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut agar duduk di sebelahnya. Lalu, untuk beberapa waktu—ruangan itu hanya terisi oleh suara keyboard dan juga Taesan yang sibuk mengunyah cireng dengan tenang. Ia memberikan waktu bagi Leehan untuk tenggelam di dalam fikiran dan memperhatikan tampak Taesan yang bagai dipahat hampir sempurna oleh Tuhan.
Bibir bawahnya yang tebal, hidung mancung, dan rahang tegas sang pemuda. Kedua manik gelap Taesan yang disertai dengan bulu mata lentik itu tampak memikat. Ia senantiasa membuat Leehan tenggelam. Namun, tidak lama kemudian sorot mata juwita itu berpindah pada tubuh kekasihnya. Ada dua hal yang juga tidak kalah memikat dari Taesan, yaitu bisep dan pahanya yang kuat dan terbentuk karena latihan rutin. Saat ini bagian itu terekspos karena kaos tidak berlengan serta celana pendek sang kekasih yang sedikit tertarik ke atas.
Detak jantung Leehan terdengar tidak teratur, ia meneguk ludah. Maybe right now is the right chance to steal Taesan's attention?
"Jadi aku ke sini cuma buat nontonin kamu main lagi? Mending aku balik ke sekolah engga sih?"
Tanpa menoleh, Taesan masih berfokus pada layar namun kali ini ia memajukan bibirnya tanpa alasan. Jari-jarinya yang lincah itu bergerak lebih cepat di atas keyboard.
Leehan menghela nafas. Ia ingin mengerjai kucing hitam yang terlalu serius itu dengan cara berpura-pura bangkit untuk pergi. Tetapi, belum sempat ia benar-benar bangkit dari kursi—lebih dulu dua tangan menahan paha Leehan agar tetap duduk.
"Aku lagi ngisi perut, permainan aku baru selesai. Siapa bilang kamu cuma nontonin aku main hari ini?" tanya Taesan mengubah posisi duduk menjadi ke arah Leehan, menukik alisnya selagi berbicara.
Paha Leehan diremas oleh yang lebih tua.
Lalu perlahan jemari Taesan naik ke atas untuk menarik dasi abu-abu milik Leehan agar wajah mereka mendekat. Dengan jarak sedekat ini, mereka dapat merasakan nafas satu sama lain.
Taesan melirih, "Kamu laper juga engga, Han? Mau diisi juga engga perutnya?"
Aduh, kok bisa tiba-tiba saja kekasihnya yang kepalang cuek itu merubah situasi secepat ini?
Leehan menggeleng. Ia ragu setiap kali hubungan mereka maju ke tahap yang lebih intim, namun jika itu Taesan, bisa apa dia? Ia rela memberikan apa saja asal laki-laki itu mau membubuhinya dengan ciuman kupu-kupu, pujian, dan juga senyuman puas. Toh, Leehan yang memulai dia juga harus membuka jalan lebih lebar untuk sang lelaki tercinta.
"L-laper, panas juga, San—Ngggh Mmph !"
Ucapan Leehan berhenti pada saat Taesan memaksa agar ranum mereka bertabrakan. Mereka memang sering bercumbu di mana saja. Walaupun Leehan paling menyukai pada saat ciuman pertama yang diberikan oleh Taesan pada saat ia begitu bahagia kala memenangkan pertandingan dengan musuh kebuyutannya sejak sekolah dasar di halaman belakang sekolah mereka. Ia masih ingat, hanya dengan satu kali ciuman itu mengajarkan Leehan yang belum pernah mencium orang sama sekali kini menjadi semakin lihai.
Dua insan saling memagut dan menghisap bibir satu sama lain seolah-olah mereka berada di dunia sendiri. Padahal, setiap barang di warung internet itu pasti terdiam iri menjadi saksi mereka yang bercumbu panas di saat matahari sedang terik-teriknya. Tangan Leehan sudah berpindah untuk meremat-remat surai sang kekasih, pahanya merapat untuk memberikan afeksi bagi bagian selatan si kecil yang sudah sesak hanya karena sentuhan pada bibir.
"Hhhah, nanti ada yang lihat—San, Esan," syahdu dari bibir Leehan memprotes akibat tubuhnya Taesan bawa agar terduduk di atas pahanya yang kuat itu.
"Katanya mau dipangku?"
Benar, sih. Pipi Leehan memerah lucu bagai buah persik segar. "Nanti kamu keberatan."
"Sayang, I could pick you up easily. You are perfect for me. Aku latihan buat manjain kamu kaya gini, Cantik," balas Taesan dengan tangan yang bergerak untuk meremas pinggang ramping sang juwita lalu bersiul menggoda ketika sengaja mengeluarkan seragam Leehan dari celana dan melihat jelas lekuk tubuh sang kekasih.
Ia memang terkadang bersikap memalukan.
Walaupun ingin berlari rasanya, ia tetap memberikan lampu hijau bagi Taesan untuk membuka dasinya dan beberapa kancing dari seragamnya. Memberikan pemandangan manusia terindah yang pernah Taesan tatap.
"San, Nnh, jangan ditandain ya?"
Taesan mengangguk mengerti, tidak diberitahu pun ia sudah mengerti. Mereka tidak mau mengambil resiko dengan berakhir dihusir dari rumah atau dijawil kencang pada bagian telinga. Maka, bibir Taesan hanya mengecupi dan membasahi sedikit bagian selangka Leehan yang putih tanpa noda.
Kacamata Leehan sudah hilang entah kemana, toh siapa yang peduli? Dengan sentuhan Taesan sendiri saja dia mampu menggelinjang nikmat, ia percaya sekali atas tuntunan sang kekasih atas segalanya. Birahi menutup segala dari manusia, termasuk kewarasan.
"Kenapa ahh kamu besar dimana-mana sih?" lirih Leehan tanpa rem. Ia gigit bibirnya merasakan bibir Taesan sudah memanjakan bagian sensitif di dada Leehan yang mencuat gemas. Jemari satunya juga tidak luput memilin dan mencubit puting laki-laki itu yang tidak tersentuh.
Kedua tangan Leehan dari tadi meremat bisep Taesan, merasakan otot sang pemuda yang terbentuk. Pacarnya memang XL. Apalagi di bagian bawah sana. Membayangkan benda berurat itu saja membuat perut Leehan berbunyi. Dia lapar dan kepanasan betulan, tidak bohong.
Kala mereka kembali memakan bibir satu sama lain, saling berperang lidah dan gigi, Leehan dapat merasakan celana pendek yang dipakai Taesan mencetak tenda. Menusuk-nusuk bagian bokong Leehan yang hanya dilapisi seragamnya yang saat ini sudah agak sempit (sebab mereka sudah mau lulus dan dia enggan mengganti).
"Han, Sayang, kamu laper kan tadi?"
Taesan bertanya ketika Leehan masih mengatur nafas dan masih mengumpulkan segala sel dari otaknya untuk mencerna setiap kata. Ia hanya mengangguk-angguk saja. Berantakan sekali pria cantik itu dibuat oleh murid yang ditutornya sendiri.
Tali celana pendek Taesan ia buka.
"Sesek dia, Han. Kasian, mau engga bantuin? Makan ini aja, ya? I miss you getting messy with my milk all over your pretty face."
Muka pengen dari Taesan selalu sukses membuat Leehan ingin menurutinya. Ia tampak lucu dengan kedua mata berkilauan. Tapi, yang lebih muda belum merasa bahwa tawaran itu cukup. Han Taesan harus memohon di hadapannya.
"Kenapa harus?" tanyanya dengan tangan yang sengaja jatuh ke bawah, membelai gundukan kekasihnya dengan perlahan.
Taesan menggeram merasakan sentuhan tersebut. Kalau diteruskan, mungkin saja Taesan akan kehilangan kesabaran dan berakhir memainkan jarinya pada senggama sempit sang juwita selagi mendorong tubuh ramping itu ke meja warnet. Namun, ia tidak pernah tega dengan Leehan.
"Please, Han. Aku engga kuat, mau bibir kamu di sini. Sepongin kontol aku di bawah meja."
Gila memang, apa Taesan benar-benar menginginkan mereka melakukan kegiatan asusila di warung internet keluarganya? Bagaimana jika seseorang masuk? Bagaimana jika mereka terciduk lewat kamera? Bodoh, harusnya Leehan pikirkan itu sejak mereka berciuman jauh beberapa menit yang lalu.
"Serius kamu? Nanti kalau ketahuan—"
"Aku jagain, engga akan ketahuan. Ayo ke bawah," bisikan Taesan yang meyakinkan lantas membawa Leehan untuk memasang bendera putih. Dengan kaki sedikit lemas ia turun ke bawah. Mengisi ruang kecil di bawah meja dan langsung berhadapan dengan selangkangan sang kekasih.
Bahkan belum dimulai pun, Leehan terlihat manis di bawah sana. Matanya mengedip polos dan bertanya-tanya apakah dia harus melakukan itu sekarang?
Blow job mungkin adalah satu hal yang kini menjadi rangkaian maksimal di hubungan mereka. Tidak ada yang lebih daripada menghisap penis satu sama lain atau memasukkan jari memanjakan lubang Leehan yang masih sempit sekali. Meskipun begitu, Leehan masih belum berpengalaman (baginya.)
Hanya pujian dan juga suara-suara yang keluar dari mulut Taesan, satu-satunya validasi bagi Leehan jika dia sudah melakukan semuanya dengan baik. Karena itu lah—ia gugup.
"Jangan gigit, ya," ucap Taesan lembut ketika ia sudah berhasil menurunkan celana pendek dan juga celana dalamnya.
Penurut sekali Leehan, pelan-pelan ia mendekatkan diri. Satu tangannya memegang batang penis dari sang kekasih yang berukuran tidak kecil. Ia merasakan guratan urat pada benda Taesan yang tengah mengacung sempurna. Leehan senang, ia adalah alasan hormon sang kekasih memuncak.
Ia kocok perlahan atas-bawah penis Taesan, sebelum menjulurkan lidah untuk merasakan ujung kepala kejantanan tersebut. Matanya tidak lepas dari pandangan sayu yang lebih tua ketika ia perlahan-lahan memasukkan penis kucing hitam kesayangannya ke dalam mulut.
"Ah, shit, Kenapa pinter banget?" puji Taesan tersenyum lemas kala Leehan tanpa terbatuk mampu mencapai ujung penisnya. Menghidu wangi khas lelaki tersebut yang jantan.
Leehan mulai bergerak untuk menghisap batang penis Taesan, menjilat, serta menggerakkan kepalanya beraturan dalam ritme pelan. Ia lepas sesekali untuk mengocok lagi penis yang lebih tua.
Wajah Leehan berkeringat.
"Harusnya aku bawa kuciranku ya? Nnh, biar aku tariknya enak—rambutmu udah panjang, ahh, aku pengen liat jelas kontolku keluar masuk mulut kamu, Han," protes Taesan tersendat-sendat, jari-jari panjangnya mulai menyisir surai halus kecoklatan sang kekasih.
Cairan pre-cum mulai keluar dari kejantanan Taesan ketika seseorang melangkah ke lantai atas cukup cepat hingga membuat mereka terdiam kaku. Demi Tuhan, ingin sekali ia mencakar paha Taesan karena pemuda itu sudah janji bahwa mereka tidak akan tertangkap basah namun sekarang ada seseorang di warnet bersama mereka. Untungnya, sisi depan mereka berdua tidak akan terlihat karena tertutup meja.
"Dek ! Mas lupa ada flashdisk ketinggalan, aduh pelupa banget gue. Loh? Kenapa keringetan gitu?" Mas Sunghoon rupanya.
Jari telunjuk Taesan memberikan isyarat ke bawah agar Leehan diam. Ia hanya tersenyum gugup lalu berkata, "Panas di luar, Mas. Sampe ke dalam, haha."
Mas Sunghoon ber-oh ria lalu melangkah perlahan menjauh dari meja Taesan meskipun matanya masih dengan curiga menatap sang adik yang entah mengapa duduk di kursi warnet tanpa memainkan game.
"Leehan mana dek? Bukannya tadi ada?"
Damn.
Taesan melirik Mas-nya yang dengan jelas melihat tas dan juga dasi Leehan yang tadi terhempas asal. Ia berusaha menenangkan pacarnya yang tengah berperang dengan batin sendiri dengan cara mengelus kepala Leehan. Tetapi, entah mengapa justru tangan tersebut berpindah ke tengkuk yang lebih muda—membuat Leehan mau tidak mau kembali menyesap penis miliknya.
"K-Ke toilet, Mas, duh sialan," jawab Taesan lalu dengan cepat memukul mulutnya yang tanpa izin mengeluarkan umpatan.
Nikmat sekali ketika dengan lihai Leehan menjadi boneka penurut, memejamkan matanya di bawah sana dan menghisap penis Taesan. Mempercepat gerakan karena ia ingin ini semua cepat selesai. Suara yang mereka buat sebetulnya cukup berisik, licin dan basah, dengan suara desahan kecil dari Leehan di bawah meja. Hal itu disebabkan karena kaki telanjang Taesan dengan jahilnya menggesek pada selangkangan Leehan.
"Nah ini dia flashdisk gue ! Gue cabut lagi ya, San. Lu beneran gapapa ini gue tinggal sendiri? Muka lu merah loh," tunjuk Sunghoon dengan wajah sedikit khawatir. Jemarinya memutar-mutar kunci dengan lincah.
Iya, sumpah Taesan tidak apa-apa. Dia sedang setengah di nirwana sekarang karena ada yang tengah menghisap kuat penisnya hingga puas di bawah meja. Sekarang, cepat Mas pergi dong.
"Aman Mas, aman. Hati-hati y—ah Mas."
Hanya itu yang mampu Taesan keluarkan sebelum memastikan sang Kakak sudah pergi dari warung internet mereka. Ia sudah sange berat ketika menatap kondisi Leehan di bawah sana ternyata sudah mengeluarkan penisnya dari seragam dan mengocok perlahan dengan mulut yang masih bertengger pada kejantanannya.
Seksi sekali.
"Aku bentar lagi sampai, Han," lirih Taesan yang akhirnya bernafas lega dan bisa lanjut menuntun kepala Leehan agar kembali menghisap penisnya yang membesar.
Ia bergerak maju mundur dengan cepat hingga mentok di ujung tenggorokan. Pujian demi pujian Taesan keluarkan, ia merintih kenikmatan karena kehangatan yang mengokupasi penisnya.
"Sayang, aku keluarin di muka ya?"
Leehan menyungging senyum tipis menunjukkan bahwa ia akan menerima apapun dari sang kekasih. Tidak membutuhkan waktu lama sebelum pandangan Taesan memburam dan ia melepaskan kejantanannya dari mulut Leehan. Ia mendesah panjang kala cairan putih berhasil keluar beberapa kali dari penis panjangnya itu. Muka Leehan menjadi kotor.
Bahkan sisa sperma Taesan juga meleleh di lidah kekasihnya yang lebih muda karena ia tidak menutup mulut. Kalau Taesan tidak menahan diri, mungkin bagian selatan pemuda itu sudah berdiri lagi. Ternyata, Leehan pun mengotori tangan dan seragamnya di bawah sana. Mereka sampai bersamaan.
Jemari lentik Leehan menghapus lukisan sperma di atas wajah sebelum membawanya untuk ditelan ke dalam mulut. Pemandangan erotis yang ingin sekali Taesan pajang selamanya.
"Awas aja kalau sampai Mas kamu tahu, aku tebas kelamin kamu ya, San !"
Taesan meneguk ludah. Sang juwita jadi galak setelah peristiwa tadi rupanya. Tetapi tidak apa-apa, tidak ada yang harus pemuda bersurai temaram itu sesali. Sebab, ia sudah dimanjakan oleh Leehan hari ini dengan servis bintang lima.
End.
6 notes
·
View notes
Text
Tulisan Random Eps.3
...
Asi eksklusif merupakan sebuah privilej.
Aku, menyadari setelah punya anak, betapa bisa memberikan ASI eksklusif merupakan sebuah privilej.
Sesaat setelah anak pertamaku lahir, dokter melakukan IMD selama 1-2 jam. Lalu setelah kembali ke ruang perawatan, bidan melakukan cek kesehatan sekaligus memastikan ASIku telah keluar. Jawabannya adalah ya, ASIku telah keluar. Dipastikan hingga 3 kali di waktu yang berbeda.
Hingga sesampainya di rumah, ASIku ternyata agak seret. Aku tahu lambung bayi baru lahir memanglah masih kecil, tetapi pagi itu, anak pertamaku rewel. Aku yang baru 2 hari mendapat title seorang "Ibu" pun kebingungan, padahal sudah belajar ini itu, tapi tetap saja aku kaget dan tidak bisa berfikir dengan baik, ditambah tuntutan dari orang tuaku untuk memberi anakku sufor agar tangisannya berhenti...
Aku yang berusaha menenangkan anak sambil berdoa dan berusaha rileks agar ASIku lebih lancar pun kalang kabut. Hingga orang tuaku sempat marah karena aku "ngeyel" tidak mau memberi sufor. Karena suamiku juga kebingungan, akhirnya kami memutuskan untuk beli sufor pada jam 6 pagi...
2 hari pertama aku memberikan anak pertamaku sufor sampai di hari ke-3 ASIku DERAS alhamdulillah alhamdulillah. Detik itu juga aku langsung beri anak pertamaku ASI, dan sufor yang sudah dibeli itupun terbengkalai.
Saat itu orang tuaku tetap memaksa agar sufor tersebut tetap diberikan, dengan dalih mubazir kalau tidak diminum. Tapi lagi lagi aku "ngeyel" tidak mau beri anak pertamaku sufor itu.
Dan masih banyak ke-ngeyelan lain yang ku lakukan demi anak pertamaku diantaranya; tidak pakai gurita, tidak dibedong kencang, tidak dikasih bedak, tidak pakai bantal, tummy time sejak dini, gendong m-shape dan lain lain. Yang sebenarnya banyak dari hal-hal itu ternyata orang tuaku juga sudah tahu, tapi karena mereka dulu terbiasa seperti itu, dan merasa aman karena anak-cucunya "tidak kenapa-napa" sehingga mereka tetap berusaha membujukku untuk tidak ngeyel.
Kembali lagi ke ASI.
Ada ibu yang mau tapi tidak mampu, ada yang mampu tetapi tidak mau.
Ibuku contohnya. Beliau mampu mengAsihi anak-anaknya, bahkan volume ASInya bisa terbilang banyak dan deras, tetapi beliau memutuskan untuk memberikan ASI mix sufor... alasannya? Aku tidak bertanya sih, tapi mungkin karena ibuku merasa "riweuh" harus pumping di kala bekerja, mengingat kondisi ruang kerjanya tidak kondusif, belum lagi pumping handsfree mungkin belum ada saat itu. Ditambah pula dengan sebuah kalimat yang pernah ibuku ucapkan "mba dikasih sufor juga aja, biar dapat nutrisinya" yang membuatku tercengang... lalu ku jawab "hah? Nggak usah ma. ASI itu udah buagus buanget. Sufor tu lewat". Mamaku mungkin hanya bisa tersenyum kecut, mengingat anak pertamanya ini sudah ngeyel sejak saat cucu pertamanya lahir hahaha. Entah ibuku termakan iklan atau kata-kata orang jaman dulu.
Apakah ibuku gaptek? Tidak. Apakah ibuku tidak punya uang sampai tidak bisa beli alat pumping? Juga tidak. Apakah ibuku kurang percaya ASI sepenuhnya? Hmm mungkin iya. Mengingat internet jaman dulu tidak semaju sekarang, mengingat akses ke ilmu-ilmu mengAsihi tidak semudah dan sebanyak sekarang, dan mengingat mungkin ibuku patuh-patuh saja terhadap orang tuanya karena takut dicap sebagai anak durhaka 😂🤣
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah aku kesal/menyesal karena ibuku tidak memberikan ASI eksklusif? Tidak. Tapi jujur aku sedih, karena berharap ibuku bisa memberi ASI eksklusif, terutama ke adikku yang sebetulnya lahir di tahun 2006 keatas karena tentunya ilmu-ilmu tadi semakin banyak tersebar bukan? Hehe.
Qodarallah semua sudah terjadi. So, saat ini menjadi tugasku dan suami untuk mengusahakan ASI eksklusif itu.
Contoh ke dua adalah diriku sendiri. Apakah aku mau memberikan ASI eksklusif? Sangat MAU. apakah aku mampu memberikan ASI eksklusif? Jawabannya adalah... bisa dibilang aku kurang mampu, mengingat 2 hari pertama sangatlah berat, hingga pada usia anak pertamaku menginjak 16 bulan, aku harus menyapih dini, karena ternyata aku hamil anak ke dua, dan dokter kandunganku menyarankan untuk menyapih anak pertamaku. Disamping itu, ASIku ternyata juga mulai seret, mulai sakit ketika pumping, dan hanya keluar sedikit sekali ketika pumping. Karena suami sedikit khawatir, beliau pun menyuruhku untuk menyapih anak pertamaku saja. Dengan sangat berat hati, anak pertamaku pun disapih diusia 16 bulan.
Dua contoh yang merupakan pengalamanku sendiri.
Tidak ada maksud untuk menjustifikasi atau invalidasi perasaan seorang ibu, tapi sungguh jika aku boleh berpendapat, menurut pendapatku, mengASIhilah, karena ASI itu gratis dari ALLAH. ASI merupakan ciptaan Allah yang sangat amat sempurna untuk anak. Entah sang ibu menginginkan direct breast-feeding atau dengan cara pumping. Tak mengapa asalkan anak diberi ASI. 🥹
Tapi jika sang ibu tak mampu karena satu dan lain hal yang berada di luar kuasa manusia, sedangkan si ibu sangat mau mengAsihi, semoga Allah kabulkan keinginan ibu dan memudahkan jalan setiap ibu yang menjaga dan mendidik anaknya dengan sepenuh hati.
Tulisan yang cukup panjang ini bermula setelah aku melihat seorang newborn yang diberi sufor tanpa aku tahu alasan mengapa ia diberi sufor. Saat itu ada dua orang dewasa yang mendampinginya, sang ayah yang memberikan sufor melalui dot dan seorang ibu yang aku tak tahu itu ibu si bayi atau bukan...
Semangat para orang tua yang sedang mengemban tanggung jawab berupa anak. Semoga anak - anak kita menjadi anak yang sholeh dan sholehah, sukses dunia dan akhirat, aamiin aamiin.
3 notes
·
View notes
Text
Hampir sebulan yang lalu, 28 Oktober 2023
Alhamdulillah sudah sah jadi Ummi dan jadi alumni Klinik Ibunda 😜🫶
Postingan ini untuk kenang-kenangan supaya tidak lupa yaa wahai Jihan
Waktu itu HPL sudah ditetapkan, yaitu di tanggal 26 Oktober 2023. Aslinya kalau menurut perhitungan di aplikasi HPL nya di tanggal 29 Oktober, tapi seperti biasa.. dokter mencari tanggal aman supaya tidak lewat HPL karena berpotensi muncul resiko
Terakhir USG adalah H-2 HPL (24 Okt 2023), waktu itu hasilnya bagus, debay udah masuk panggul, cairan ketubannya cukup, sudah sangat siap untuk lahir. Tapi karena selaput ketubannya masih sangat tebal dan belum ada kontraksi asli (biasanya cuma muncul kontraksi palsu), padahal udah H-2, akhirnya dokternya ambil tindakan untuk membrane stripping. Rasanya sakit dan bikin nangis (monmaap pain tolerance nya setipis tisu dibagi dua). Akibatnya keesokan harinya keluar lendir darah dan itu terjadi kurleb selama 2 hari (25-26 Okt 2023) disertai perut sangat kencang atau kalau dipegang keras bangett (kalo kata orang2 sekeras jidat).
Hari Jumat tanggal 27 Okt, yang artinya udah lewat sehari dari HPL, lendir darahnya udah berhenti tapi perut semakin kencang tanpa ada rasa sakit. Kata orang2 kalo kontraksi itu mulesnya sampe punggung bawah, tapi aku sama sekali ngga ngerasain itu. Karena Bulekku lagi hamil dan kebetulan kita periksa di dokter yg sama, aku nitip tanya apakah dokternya nanti di hari Minggu praktik di klinik atau di RS? Dan kalau di RS jam berapa?. Tanpa sepengetahuanku, ternyata Ibukku juga nitip tanya dan menceritakan kondisiku ke dokternya, eh malah sama dokternya disuruh segera ke klinik. Yaudah akhirnya siang2 banget pas mau Jumatan aku dianter Ibukku dan Bapakku ke klinik. Dimana suami? Lagi kerja doi di Jogja dan aku lagi di Pacitan, yaa LDM ceritanya. Sampai klinik aku langsung diperiksa karena kebetulan itu bukan jadwal praktek, jadi ngga ada antrian. Setelah diperiksa, yaa kondisinya masih sama seperti USG sebelumnya, kecuali satu. Cairan ketubannya udah di bawah 5. Sebenernya masih dibolehin menunggu sama dokternya, tapi dikembalikan lagi ke aku sih buat memutuskan. Karena aku belum punya pertimbangan yg matang buat menentukan, akhirnya Ibukku memutuskan untuk diambil tindakan pada saat itu. Akhirnya diinduksi lah aku wkwkw
Setelah menyetujui adanya tindakan, aku dikasih kamar. Pas di kamar, aku dikasih semacam tablet induksi. Saat itu kurang lebih jam 3 sore. Aku baca2 efek dari tablet induksi, katanya akan berefek kurleb di 6 jam kedepan. Dan bener aja jam set 9 malam aku dipanggil ke ruang tindakan dan diminta memakai dresscode lahiran wkw. Daster dengan kancing depan untuk IMD (Inisiasi Menyusui Dini), kerudung pastinya, dan jarik wkw.
Aku udah deg2an banget, kayak ini beneran mau lahiran?? Sampai di ruang tindakan aku diobservasi dan hasilnya tablet induksinya engga berefek ke kontraksi dan pembukaan ngga nambah. Lalu aku dikasih induksi tahap selanjutnya, yaitu metode kateter foley atau metode balon kalo kata orang2. Cari sendiri penjelasannya wkw ini lumayan bikin mules lahir batin. Tapi lama kelamaan aku bisa handle rasa sakitnya dengan cara atur nafas dan beristighfar. Kontraksinya masih sekitar 1x per 10 menit. Aku cari2 lagi di internet visualisasi kateter foley ini dan gimana cara kerjanya. Agak serem sih wkw tapi aku paling ngga bisa kalo cuma ngikutin tanpa tahu apa yg sedang terjadi. Jam set 3an balonnya lepas di saat ada bidan yg periksa. Pas posisiku lagi miring, sama bidannya disuruh telentang yg mana tulang ekorku udah sakit banget karena kasurnya keras wkw Nah pas proses aku mau telentang balonnya lepas dan keluar cairan yg aku ngga tau itu darah atau apa karena ketutupan perutku. Pas dicek udah nambah jadi pembukaan 3. Huuum lumayan juga, udah segitu sakit masih pembukaan 3 dong.
Lanjuut... Jam 3an dikasih induksi lanjutan pake metode infus, dan inilah pertama kalinya dihidupku diinfus wkw Mulai dari jam 3 sampe jam 7 ngga ada efek lagi.. dan Mbak bidannya heran kok aku bisa tidur, yg artinya dosis infusnya perlu ditambah. "Mbak mumpung bisa tidur, tidur yaa. Nanti kalau kontraksinya mulai intens udah ngga bisa tidur soalnya" ini kalimat beberapa kali terucap dari bidan yg berbeda2. Hmm jadi agak takut yeaah.
Jam 7 itu akhirnya dosisnya kayaknya ditambah yaa. Naah ini sakit kontraksinya udah mulai ampun2an dan ini aja belum terlalu intens padahal kontraksinya. Tiap detik, tiap menit berasa banget berjalan lambat. Entah kenapa setiap Mbak bidannya visit aku seneng karena mau dapet update info terkait perkembanganku wkw lama2 udah makin intens 3x per 10 menit, tapi ya masih okelaah bisa dihandle. Nah jam 11an ini pas dicek aku baru pembukaan 4, kagetlah aku ternyata selama ini dan sebegini sakitnya baru pembukaan 4. Ibukku meyakinkan, "biasanya kalo udah pembukaan 4 setelah itu cepet kok". Aku ingin percaya dan berusaha percaya wkw. Terus dokternya dateng dan kayaknya mecahin kantung ketubannya. Aku udah ngga bisa berpikir jernih dan membiarkan semua yang harus terjadi maka terjadilah. Wahhh ini sakit kontraksinya luebih luebih luebih dahsyatt. Selama hidupku aku ngga pernah membayangkan ada sakit yang seperti ini, rasanya kayak lebih baik aku menghilang aja. Setiap kontraksi datang aku teriak2 dan bahkan aku bilang ke bidan yang visit ngga boleh ngobrol karena mendistrak konsentrasiku untuk mengendalikan diri. Ini intens banget sakitnya. Ibukku yg disampingku selalu nuntun buat nafas yg bener, "diatur nafasnya", "hirup dari hidung, dikeluarin dari mulut", "ayo Jihan bisa Jihan bisa", "rileks Jihan rileks Jihan", "hayo hayo ngga boleh ngeden", "jangan teriak nanti tenaganya habis", "minta ke Allah supaya dikuatkan", "Jihan udah bisa dari kemaren sampai sekarang, insyaallah tinggal sebentar lagi" terus ngusap ngusap kepala, megangin tanganku, aku remes tangannya dan kayaknya sakit. Kadang aku marah karena pas Ibukku praktekin nafas itu sambil niup2 ke arah mukaku, dan itu mengganggu hitungan nafasku wkwkw
Jam set 12 udah pembukaan 9. Aku nanya ke Mbak bidannya, kapan pembukaan 10 nyaa. Mbaknya ngga tau tapi aku maksaa mbaknya harus bisa ngasih estimasi gitu lhoo biar aku bisa tauul dan memperkirakan. Mbak2 bidan lain dateng dan nyiap2in alat buat lahirannya karena aku liat2 kayaknya ini udah mau pembukaan 10. Aku kesel dongg kenapa baru siap2 wkw aku bilang ke Mbaknya, "Mbak cepetan siap2nyaa" ini kayak di luar kontrol ku gitu weh wkw
Dan... Mbaknya secara implisit ngasih tau kalo pembukaannya udah cukup, tapi oh tapi dokternya masih perjalanan ke klinik, sepertinya habis ada tindakan di RS. Yaudah nggapapa. Tapi nggak lama dokternya dateng dan ngasih aku briefing cara mengejan yg bener. Ternyata mengejannya harus pas kontraksinya dateng, trus suruh bilang pengen BAB wkw kalo diinget sekarang geli banget wkwkw
Jadi pas udah siap semua, dokter dan bidannya nunggu kontraksi dateng. Pas aku bilang pengen BAB, aku langsung dikasih instruksi buat mengejan. Tarik nafas puanjang, hembuskan 3x, mengejan se-lama mungkin. Yang pas pertama aku gagal karena aku belum paham harus seberapa lama mengejan. Alhamdulillah nya kepala bayinya belum keluar pas itu. Datanglah kontraksi selanjutnya, pas aku bilang pengen BAB (WKW) aku disuruh mengejan dengan mindful dan efektif. Nafas kayak tadi lagi dan masih kurang ternyata, akhirnya diminta nyambung ngejan langsung.
Alhamdulillah... keluar juga debay nya dengan status sangat sehat, alhamdulilah tsumma alhamdulilah. Aku kira sudah selesaiii. Ternyata pengambilan plasenta lebih sakit rasanya ketimbang proses pengeluaran debayy. Wuaduh perutku diacak2 rasanya. Begitupun pas dijahit woahh zakitt, apalagi sembari IMD, rasanya ngga bisa fokus. Terus setelah semua proses selesai, aku disuruh tidur sambil observasi selama 3 jam. Nah pas ini nggabboleh miringg, hmm padahal tulang ekorku udah swakit banget rasanya, tapi yaudahh.
Selesai sudah cerita lahirannya ;D
Terimakasih buat anakku Mukaffih yang sudah mau berjuang bersama Ummi saat melahirkan. Terimakasih suamiku atau support dan perhatiannya. Terimakasih buat Ibukku yang selalu disampingku selama aku menjalani semua proses lahiran. Aku tau Ibukku sangat capek karena ngga tidur juga, selalu mensupport dengan afirmasi kata2 positif pas kontraksiku dateng, megangin tanganku buat menguatkan, nahan tanganku saat aku mukul2 kepalaku atau saat aku ngeremes mukaku sendiri saking aku ngga kuat nahan sakit. Aku ngga tau gimana kalo pas itu ngga ada Ibuk, atau aku ngga bisa ngebayangin perempuan di luar sana yang lahiran tanpa didampingi Ibunya. Terimakasih buat Bapakku yang udah nyetir dengan sangat hati2 saat kontrol, saat berangkat lahiran, apalagi pas pulang lahiran. Bapakku juga ngegantiin Ibukku buat gantian jagain aku. Tapi kalo Bapakku yg jagain sambil nonton berita politik keras2, jadi yaa gimana yaa agak ngga bisa tidur yaa wkwkw
3 notes
·
View notes
Text
Buku Mewarnai Aurora
BUKU BERWARNA AURORA
–sebuah cerita pendek dari Clara Ika
BAB 1: Rumah
Kegelisahan terhadap masa depan
"Hanya satu kejadian saja, Ra. Tidak mengubah apapun. Ingat dengan baik situasinya dan siapa yang ingin kamu temui,"
Sudah sejak pagi abang membereskan rumah seperti biasa. Aku juga baru selesai memasak dan menghidangkan sarapan di atas meja makan. Seperti yang sudah disampaikan abang semalam, pagi ini adalah hasil dari diskusi panjang terkait kepergianku. Ya, pekan lalu, bakda pengumuman kelulusan SMA, aku sudah mengatakan keinginanku untuk merantau. Ini adalah ‘tagihan’ kepada bapak atas janjinya kalau aku juara satu paralel. Aku menagihnya.
“Bapak hanya bisa membiayai di universitas negeri,” ucap bapak sambil mengunyah tempe orek tanpa gesa.
Aku melirik ke arah Abang. Ia tampak menunduk takzim sembari menikmati sarapannya.
“Tapi, jurusan yang adek mau ga ada di negeri, Pak. Pun kalo ada, adanya di jawa.”
“Jangan jauh-jauh, dek. Bapak sudah tua,” Bapak menatapku tajam. Selera makanku sudah hilang. Aku sudah paham, jika bapak berkata A, maka jawabannya adalah A. Mutlak tanpa tapi.
“Nanti adek coba cari beasiswa, Pak. Masih ada waktu seminggu lagi. Kampus incaran adek juga lagi bukaan tes masuk,” aku mencoba menawar. Memasang muka memelas paling apik.
Senggang. Tidak ada komentar. Hanya ada suara air liur yang beradu dengan makanan dari mulut yang gesa.
***
Pagi-pagi sekali, aku sudah ke warnet setelah menyelesaikan urusan domestik rumah. Sedari kecil, aku sudah terbiasa berbagi tugas dengan Abang. Tugasku memasak, memastikan semua orang di rumah tidak kelaparan. Juga mencuci dan menyetrika baju. Memastikan rumah kami bersih. Sementara abang berbelanja kebutuhan rumah, terkadang membantu mencuci piring dan menyapu halaman rumah yang penuh daun kering pohon mangga dan jambu air. Abang juga yang bekerja dan memastikan priok dapur kami mengepul. Kami hanya hidup bertiga. Bapak terpaksa pensiun dini bakda kecelakaan kerja 10 tahun lalu yang membuatnya sekarang harus di kursi roda sepanjang waktu. Bersamaan dengan itu, saat itu, abang baru saja lulus SMP sementara aku kelas dua SD ketika tiba-tiba Wak Dolah, tetangga kami menjemputku di sekolah. Ia bilang padaku untuk jangan menangis. Setibanya di rumah, aku melihat orang-orang memenuhi rumah panggung kami. Bapak sudah dipenuhi perban merah. Selanjutnya, hampir satu bulan lebih aku tidur di rumah sakit bergantian dengan abang menjaga bapak. Selama itu pula, aku ingat benar kulit abang kian melegam. Ia tampak lebih kurus. Beberapa waktu kemudian, baru kutahu abang ikut membantu Wak Dolah berjualan di pasar tak jauh dari rumah kami. Abang tidak melanjutkan sekolahnya.
Ibu? Entahlah. Semenjak kejadian itu ibu menghilang. Aku berulang menanyakan ibu kemana kepada abang, Wak Dolah, Bik Inah, hingga para suster, dokter, dan semuanya. Mereka tidak tahu kemana ibu pergi. Ibu tiba-tiba menghilang begitu saja.
Aku melanjutkan penelusuran di internet. Fokus mencermati jurusan yang diminati. Desain Komunikasi Visual. Jurusan itu amat menarikku ketika ada kakak-kakak kampus sosialisasi jurusan di sekolah. Seorang kakak menjelaskan jurusan ini begitu menarik. Ia suka menggambar dan jurusan ini sangat mendukungnya untuk menjadi animator. Belum lagi, ia menambahkan prospek kerja dunia kreatif yang semakin menyilaukanku. Aku mengincar kampus negeri di Bandung, juga solo atau jogja yang terkenal dengan kampus seni dan industri kreatifnya. Sejak kecil, aku suka sekali dunia melukis dan ingin masuk TV. Aku tiba di halaman utama website kampus impianku. Membaca dengan seksama syarat dan ketentuan. Selanjutnya aku membayar biaya pendaftaran untuk tes ujian masuk. Sembari ku cermati biaya uang pangkal di jurusan ini. Aku merapal doa kencang, semoga semesta berbaik hati menghadiahiku untuk lulus dengan beasiswa penuh.
Merawat bapak
Waktu melesat bagai pedang. Tidak terasa pengumuman kelulusan tiba. Sejak pagi abang juga sudah repot mencari surat kabar terkait pengumuman ujian masuk universitas negeri. Ya, saat itu selain di halaman website, kita bisa menjumpai hasil pengumuman di surat kabar. Aku merapal doa kencang. Menguatkan diri dan sangat optimis karena beberapa tahun belakang aku sudah sangat bekerja keras menjaga nilaiku stabil dan belajar giat untuk ujian masuk ini. Aku melihat urutan jurusan di surat kabar sembari mencocokkan dengan nomor ujian dan huruf awalan namaku. Aku berbagi tugas dengan bapak di sisi kiri, sementara aku di sisi kanan surat kabar. Aku mencari urutan namaku dengan detak jantung yang kian riuh.
“M…..M….M….Miranti Aurora…..”
Nihil. Namaku tidak ada. Abang juga memastikan aku tidak lulus setelah membuka halaman web pengumuman ujian. Tertulis namaku dan asal sekolahku beserta tulisan berwarna merah menyala, “Anda dinyatakan tidak lulus seleksi,”. Aku tidak pernah gagal dalam ujian apapun. Kegagalan ujian tes kampus ini sungguh menamparku berkali-kali. Aku bergegas berjalan menuju kamar. Duniaku berhenti berputar seketika.
***
“Ra, makan.” Abang mengetuk pintu kamarku kesekian kali.
Aku menyembunyikan diri di balik selimut. Sudah dua hari aku tidak makan. Hampir 50 jam. Selera makanku hilang. Aku melihat masa depanku yang suram. Teman-teman bersorak atas kelulusannya masuk ke kampus impian. Sementara aku? Si Aurora yang terkenal rajin, patuh, selalu juara satu, tapi tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri. Aku merasa semua usahaku selama ini sia-sia belaka. Aku gagal. Aku payah.
“Dek? Dunia belum berakhir meskipun kamu gagal ujian masuk perguruan tinggi,” suara abang kembali menggema di depan pintu kamar. Omong kosong! Justru duniaku sudah berakhir saat pengumuman itu keluar. Saat dengan jelas tak kutemui namaku di barisan nama-nama yang lulus di jurusan impianku. Juga ketika teks berwarna merah bertuliskan aku tidak lulus di halaman web itu.
“Makan dulu yuk, dek. Gak lucu loh kalo tiba-tiba ada highlight berita, ‘Ditemukan seonggok mayat perempuan kurus cengkring tidak makan dua hari karena tidak lulus ujian masuk PTN’ yok dek, buka pintunya. Makan dulu. Kamu juga udah dua hari ga keluar kamar, gak mandi, betah gitu? Abang masak belut sambal kesukaanmu loh,” bujuk Abang lagi. Aku membuka pintu kamar. Kulihat abang tersenyum lebar memamerkan barisan giginya yang putih bersih. Sangat kontras dengan kulitnya yang legam pekat. Sedetik kemudian, ia menutup hidungnya.
“Mandi dekkk!! Ya Tuhan, baunya ngelebihin bau pasar ikan, dek!” Selorohnya. Aku memukul bahu abang dengan gemas. Abang selalu punya cara untuk menghiburku.
***
Meja makan. Hening. Aku melihat bapak lebih banyak diam. Juga Abang. Ia tidak banyak bicara dan terlihat sangat fokus mengunyah belut sambalnya dengan nasi hangat.
“Ra,” perasaanku mulai tidak enak. Jika bapak sudah menyebutku dengan sebutan nama, bukan adek seperti biasa, artinya ada hal penting yang akan disampaikan.
“Kamu kuliahnya di sini saja, ya. Uang pensiun bapak kayaknya cukup buat bantu biaya kamu di sini. Sekalian jaga bapak. Abang kan kerjanya sekarang sudah mulai kadang ke luar kota juga,” Bapak membersihkan tangan di air kobokan lalu menuangkan air hangat ke gelasku.
“Tapi disini gak ada jurusan yang adek pengen, Pak. Adek kan pengennya kuliah jurusan DKV,” aku mencoba menawar. Sesekali melirik abang untuk mendukung argumen.
“Kan masih banyak jurusan lain, Dek. Apa bagusnya DKV? Kuliah gak kuliah kan yang penting nanti bisa kerja.”
“Adek pengen kerja di TV, Pak. Jadi animator.”
“Kerjaan Kamu gak ngasih duit, Dek. Kerja yang pasti-pasti aja. Cari kerja sekarang sulit. Abangmu aja yang lulus SMA jadi atasan karyawannya yang lulusan S1 tuh,” Bapak menegak air hangat di gelasnya. Kemudian beranjak dari meja makan. Meninggalkanku dan abang dalam diam.
Ingatan akan masa kecil
Sebulan berlalu. Diskusiku dengan ayah buntu. Abang juga tidak bisa membantu banyak karena pekerjaannya yang padat membuatnya semakin jarang di rumah. Sejak Bapak lumpuh, abang secara otomatis menggantikan peran bapak bekerja. Uang santunan dan kecelakaan kerja dari perusahaan bapak tidak membantu banyak. Sejak itu pula bapak diberhentikan kerja dan hanya menggantungkan hidup dari uang pensiunannya untuk kami bertiga.
Aku mengingat dengan baik apa yang dilakukan abang. Tapi hampir setiap pagi kulihat sepeda abang penuh dengan surat kabar. Sepertinya ia menjadi loper koran. Sesekali aku mendatangi abang di toko Wak Dolah. Abang gesit melayani pembeli. Abang terkenal pintar menghitung memang sejak kecil. Bak kalkulator berjalan. Ingatannya pun tajam. Abang juga mudah dan cepat belajar. Ketika anak seusianya baru belajar mengendarai motor, abang sudah bisa mengendarai truk. Aku juga sering dititipi Abang kue bik Inah, tetangga kami, untuk aku edarkan dan jual di sekolah. Untungnya lumayan untuk menyambung hidup dan jajan cilok di sekolahku.
Ibu? Entahlah. Ia sungguh menghilang saat kejadian bapak kecelakaan dan rumah kami penuh sesak dengan orang-orang. Sebetulnya, sejak kecil ibu juga jarang di rumah. Entahlah. Aku tak tahu kerjaan ibu apa. Ibu selalu dijemput dengan mobil panjang, seperti angkot tapi bukan angkot, saban petang. Ibu akan berangkat dengan mobil itu dengan pakaian kerjanya yang selalu berwarna hitam. Aku sering mendengar tetangga kami membicarakan pekerjaan ibu yang tak biasa, katanya. Tapi bapak diam saja. Bapak juga menyuruh kami tidak menggubris omongan orang-orang tentang ibu dan keluarga kami.
Setiap membersihkan kamar bapak dan ibu, aku selalu tertarik menatap meja rias ibu. Membuatku betah duduk diam berlama-lama di hadapannya. Dan ketika dalam hening, sering kudengar kalimat itu menggema dari dalam kaca meja rias itu.
"Hanya satu kejadian saja, Ra. Tidak mengubah apapun. Ingat dengan baik situasinya dan siapa yang ingin kamu temui,"
Bersambung.
#careerclass#kambingwangi#misskambingwangi#5CC#cerpen5cc#bentangpustaka#writingworkshopcareerclass#tugaswritingcareerclass
2 notes
·
View notes
Text
Welcome to Astraia World✨
Hai! Aku kembali hehe
Em.. kejadian apa ya yang bisa aku ceritakan hari ini. Aku bingung, karena hari ini aku hanya fokus menambah wawasanku saja dengan mengikuti beberapa kelas dan mengasah kemampuan berbahasaku. Untuk yang terakhir itu, aku belajar otodidak ya hehe..
Karena hari ini aktivitasku tidak beragam dan tidak ada yang menyenangkan untuk dibahas, aku putuskan untuk langsung masuk ke topik ketigaku untuk menulis jurnal hehe. So, this is the third topic!
Fears! Ada satu hal yang muncul dalam pikiranku saat melihat topik ini. Petir. Ya, aku takut dengan petir. Bukan petir kecil, tapi petir yang besar. Petir dengan suara guntur yang berupa dentuman keras ataupun guruh menggelegar.
Semua ini berawal dari kebodohan yang aku lakukan saat aku duduk di salah satu tingkat di jenjang SMP. Pada suatu hari, cuaca di kota tempatku tinggal sedang tidak bagus. Langit gelap tertutup awan hitam, hujan dengan intensitas tinggi, ditambah petir menggelegar. Untungnya saat itu aku berada di rumah, jadi tidak perlu cemas untuk melindungi diri.
Tapi siapa sangka, rasa aman itu berubah jadi pengalaman traumatis yang masih aku ingat dengan jelas hingga hari ini. Apa yang terjadi saat itu? Sebelumnya, aku rasa, sudah jadi pengetahuan umum untuk mencabut peralatan listrik seperti TV saat hujan dengan intensitas tinggi seperti itu apalagi jika ada petir. Apakah kalimat ini memberikanmu bocoran tentang apa yang terjadi padaku hari itu?
Kebodohanku adalah tidak mencabut listrik TV. Ditambah aku tetap memainkan laptop yang terhubung dengan jaringan internet dan dalam keadaan tengah dicharge. Bisa kalian bayangkan apa yang terjadi? Petir menyambar rumahku! Saat itu terjadi, TV rumahku mati dan bau tidak sedap mulai muncul dari arah TV rumahku.
Kejadian ini diperparah dengan aku, yang tengah duduk di lantai rumah depan TV dengan laptop di atas pahaku, merasakan getaran yang luar biasa menjalar di kakiku. Jantungku berdetak sangat cepat saat itu. Aku syok seketika saat menghadapinya. Entah berapa menit aku terdiam karena syok dengan kejadian itu. Ini sungguhan, aku tidak melebih lebihkannya!
Setelah tersadar, aku langsung mencabut semua listrik yang terpasang. Degupan takut masih terasa saat itu. Aku bahkan tidak berani masuk ke dalam kamarku. Aku langsung membuka pintu depan rumahku dan duduk terdiam di kursi ruang tamu berharap orang tuaku segera pulang. Aku tidak bisa mengharapkan kepulangan Abang karena saat itu ia sudah kuliah di luar kota.
Saat itu, aku hanya bisa mengirim pesan pada Ayahku tentang apa yang terjadi dengan tangan gemetaran. Aku hanya bisa duduk meringkuk di sofa ruang tamu sambil memproses apa yang terjadi. Aku menangis sambil mengingat kejadian tersebut. Apalagi hujan tidak kunjung berhenti bahkan hingga orang tuaku pulang sehingga aku sendirian di ruangan gelap.
Untungnya saat itu terjadi, hanya TV-ku saja yang rusak. Tidak ada yang hal parah yang terjadi padaku. Em.. Ini sepertinya ya. Aku pun tidak bisa memastikan aku baik-baik saja sebenarnya. Seperti yang aku bilang sebelumnya, aku merasakan trauma dengan suara petir.
Setelah kejadian itu, jika aku mendengar guntur, aku bisa sangat terkejut. Jantungku bisa berdegup dengan kencang ditambah aku akan mulai tremor. Semenjak kejadian itu juga, spontanitasku bertambah. Setiap hujan mulai turun apalagi intensitas tinggi, aku akan dengan spontan berlari untuk mencabut aliran listrik yang memang diharuskan untuk dicabut.
Tapi seperti yang aku bilang juga, kini keadaanku sudah cukup membaik. Jujur, aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Tapi yang pasti, aku masih terkejut jika mendengar guntur tapi menurutku ini masih dibatas wajar. Rasa panik dan cemasku juga sudah tidak pernah muncul lagi. Tremor pun hanya tremor kecil saja dibagian jari-jari tanganku. Itu pun jika gunturnya berupa dentuman keras.
Tahu apa yang lucu dari ketakutanku satu ini? Aku mendapatkan informasi bahwa fobia terhadap petir namanya adalah astraphobia. Ada bagian dari namaku tersemat di sana! Bukankah suatu kebetulan yang menarik? Astraia adalah seorang astraphobia. Rasanya seperti aku memiliki ketakutan dengan namaku sendiri haha.
Oke, sekian untuk topik ketiga. Sampai jumpa di topik berikutnya! Keep healthy and be happy~
xoxo,
A.C・゚・(。>д<。)・゚・
p.s. INGAT PUTUSKAN ALIRAN LISTRIK SAAT HUJAN DISERTAI PETIR! Jangan coba-coba mengulang kebodohanku!
----------------End----------------
xoxo, 🦢
0 notes
Text
PLN Icon Plus Beri Buat Pelanggannya Makin Nyaman
BERITA.NEWS, Makassar – Cuaca bisa menjadi sahabat, tapi juga bisa jadi musuh yang tak terduga. Saat hujan deras mengguyur, angin kencang berhembus, dan badai mendekat, kita sering kali merasa khawatir akan gangguan koneksi internet. Namun, di balik semua itu, tim PLN Icon Plus yang siap menjaga kelancaran koneksi pelanggan, bahkan di saat cuaca ekstrem. PLN Icon Plus memahami betul bahwa di era…
0 notes
Text
Pejuang TB Anak
Sudah memasuki bulan ketiga kami rutin meminumkan obat TB pada anak kami. Sebenarnya berat badannya sejak MPASI memang tidak bertambah sesuai KMS. Terkadang menetap atau bertambah tapi tidak sesuai KMS walhasil diagramnya hampir menyentuh garis kuning. Aku pribadi tidak ingin tergesa-gesa melakukan konsultasi dengan dokter anak. Aku ingin mengusahakan yang bisa kulakukan karena terbilang ia masih mau makan. Ada bagian sulitnya tapi tidak sampai GTM.
Sampai suatu ketika, aku ada panggilan dari posyandu untuk melakukan tes mantoux di puskesmas dekat rumah kami. Aku pun mengikuti alurnya. Aku sempat mencari tahu lebih dulu di internet tentang tes mantoux. Entah terlewat atau bagaimana, kupikir tes mantoux itu tidak disuntik. Ternyata setelah melaluinya, bahkan aku ngilu sendiri melihat jarum suntik masuk kulit tangannya. Masalahnya, masuknya jarum suntik tidak seperti menyuntik pada umumnya dimana jarum masuk lalu keluar. Namun di tes mantoux ini, jarum suntik yg masuk kemudian diteruskan sedikit sehingga jarum suntik menempel sekian cm di kulit. Tidak ada 1 cm. Ah, aku sendiri sulit mendeskripsikan jika tanpa memperagakannya. Maka, bisa dipastikan dan memang terlihat bahwa semua anak akan menangis kencang. Lalu untuk melihat hasilnya adalah dengan melihat apakah ada perubahan dari bekas suntikan tersebut. Jika muncul merah lebih besar maka diagnosanya adalah positif. Karena positif, perlu dilakukan tes selanjutnya untuk memastikan apakah anak kami positif TB atau tidak. Melalui rujukan puskesmas sebagai faskes 1 kami, kami melanjutkan tes ke rumah sakit.
Diantara tesnya adalah tes lab yaitu diambil darah dan urinenya. Kemudian dilanjutkan dengan rontgen. Alhamdulillah hasil semua tes lab aman baik tes darah maupun tes urine. Selanjutnya adalah rontgen. Hasilnya memang tidak keluar saat itu. Entah karena keterbatasan waktu atau yang lain sehingga kami diminta pulang dan datang kembali di kontrol selanjutnya dengan mendapat diagnosa dan penjelasan lebih. Agak disayangkan sebenarnya sampai aku bertanya kesana kemari apakah memang selama ini atau perlakuan berbeda oleh pengguna BPJS, hehe. Akhirnya kami datang kembali setelah sekitar 2 pekan atau bahkan lebih. Lupa tepatnya. Benar saja hasilnya positif.
Ketika mendengar kabarnya, ekspresiku terbilang datar. Tapi pikiranku bertanya-tanya, "Bagaimana bisa?". Karena anakku pun terbilang sangat jarang sakit baik demam, batuk atau pilek. Speechless. Tapi entah mengapa aku merasa penerimaanku terhadap kenyataan ini cukup cepat meskipun pikiranku tidak berhenti riuh. Awalnya aku ingin memastikan dengan opsi lain tapi sejak awal pemeriksaan mantoux hasilnya sudah positif, rontgen pun positif. Daripada pusing kesana kemari lebih baik fokus solusi yaitu fokus pengobatan.
Untuk lebih menjernihkan pikiranku, aku berselancar ke youtube untuk mendengar pengalaman dari orang lain yang terkena TB khususnya anak-anak. Kutemukan juga ada yang memang tidak tampak gejalanya seperti anakku. Alhamdulillah bisa sembuh. InsyaAllah demikian juga pada anakku.
Penyakit TB adalah penyakit menular yang bisa ditularkan kepada anak-anak jika orang dewasa tersebut membawa bakteri yang berkaitan. Penyakit ini tidak bisa ditularkan oleh anak-anak langsung.
Saat ini anakku telah memasuki bulan ketiga pengobatan. Alhamdulillah ternyata tidak sekhawatir itu untuk meminumkannya karena tidak perlu adaptasi yang lama. Mungkin hanya beberapa hari awal ia sempat menyemburkan obatnya tapi setelahnya ia bisa menghabiskannya. Mungkin rasanya cocok juga untuk lidah anak-anak. Mohon doanya ya semoga anakku dan pejuang lainnya lekas pulih dan dikuatkan dalam menjalani setiap tahapan pengobatannya. Aamiin.
#klip2024#kelasliterasiibuprofesional#ibuprofesional#sinergiwujudkanaksi#ip4id2024#aliranrasa#agustus2024#27082024#518words#pejuang tb anak#tuberculosis
0 notes
Text
WA 0896 9070 7999
Promo indibiz jogja
Promo biaya pasang 0 Rp
internet untuk bisnis dengan kemampuan download uploas yg mumpuni
UNLIMITED tanpa FUP, gak perlu khawatir lemot di akhir bulan
download dan upload sama kencang nya
0 notes
Text
Belajar Tak Hanya di Bangku Sekolah
Sekitar tahun 2011 begitu menjamurnya seminar dan workshop yang diadakan di berbagai kota, tak terkecuali kota Purwokerto. Mulai dari pengembangan diri, bisnis, properti dan kesehatan dan lainnnya.
Aku memilih untuk mengikuti beberapa workshop antara lain, 𝘸𝘰𝘳𝘬𝘴𝘩𝘰𝘱 𝘱𝘶𝘣𝘭𝘪𝘤 𝘴𝘱𝘦𝘢𝘬𝘪𝘯𝘨 dan 𝘸𝘰𝘳𝘬𝘴𝘩𝘰𝘱 𝘪𝘯𝘵𝘦𝘳𝘯𝘦𝘵 𝘮𝘢𝘳𝘬𝘦𝘵𝘪𝘯𝘨. Kemampuan berbicara di depan umum sangatlah penting untuk dikuasai untuk menunjang peran kita di pekerjaan, komunitas dan lingkungan.
Kebetulan aku sudah memiliki bekal suka ngomong di depan kelompok kecil seperti bersama teman atau grup diskusi. Tinggal diasah keberanian serta teknik untuk menyampaikan sebuah materi di depan orang banyak. Alhamdulillah, 𝘴𝘬𝘪𝘭𝘭 itu sangat berguna. Selain itu, aku merasa menjadi manusia yang lebih bermanfaat bagi orang lain karena banyak yang terbantu.
Kemampuan untuk menjual di internet saat itu juga mulai digembar-gemborkan. Pasalnya, banyak sarana yang sudah mendukung seperti jaringan internet yang kencang dan gawai yang 𝘱𝘳𝘰𝘱𝘦𝘳 menggeser gaya hidup orang dari belanja langsung ke belanja online.
Aku termasuk pemain 𝘰𝘯𝘭𝘪𝘯𝘦 𝘮𝘢𝘳𝘬𝘦𝘵𝘪𝘯𝘨 yang terbilang awal di kotaku. Mantel hujan sepatu adalah produk pertama yang aku jual. Intuisiku berkata bahwa itu adalah produk yang sangat unik dan dibutuhkan ketika musim hujan tiba. Kita sering lupa untuk menyelamatkan alas kaki kita dari basahnya air hujan. Kurang lebih ada satu bulan aku mengoptimasi blog jualan. Alhamdulillah setelah setengah bulan, optimasinya berjalan dan orderan perlahan-lahan masuk hingga aku kewalahan.
Belajar tidak hanya di bangku sekolah. Banyak ilmu-ilmu praktis dan sangat berguna untuk menunjang kehidupan kita di luar sana. Pilihlah keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dan peranmu ya 😊
1 note
·
View note
Text
Letters written but never sent.
Bermodal video tutorial dan titah dari sang Mama lewat panggilan video, Salazar berhasil buatkan sup sayur dan nasi merah untuk Wave Joelian. Bermodal internet juga ia pilihkan menu makan siang untuk Wave yang katanya bagus untuk dikonsumsi oleh orang pengidap gerd dan asam lambung. Dan syukurnya, pemuda kecil tak banyak protes saat ia sodorkan menu sederhana yang ia buat dengan penuh usaha. Mungkin karena setiap suapnya akan dihadiahi usapan lembut di kepala, pun apresiasi yang ia bubuhi tak kalah banyaknya dari semangkuk nasi.
Usainya, setelah habiskan makan siang dan lewati banyak konversasi di meja makan, Salazar beri pelukan hangat yang sudah ia janjikan, sertakan juga usapan-usapan lembut dan menenangkan di punggung juga surai. Memangku tubuh yang lebih kecil selagi lengan itu melingkar di sekitar lehernya. Pundak Salazar juga bermain peran, menjadi tumpuan untuk kepala yang dijatuhkan kala kantuk mulai rayapi kelopak mata si kecil dalam pelukan.
Ia tak pernah bubungkan harap akan terjadinya semua peristiwa hari ini. Tak pernah ia berharap akan pangku Wave bak anak koala yang sedang manja, tak pula berharap akan hadapi sisi lain dari teman masa kecilnya. Ia tak kuat. Perasaannya membuncah, meletup-letup saat akhirnya ia dengar Wave sebut dirinya aku dan panggil ia dengan kamu. Padahal sebelumnya juga begitu, saat mereka masih sama-sama dahulu kala sekali, saat jarak belum pisahkan mereka berdua. Namun, entah kenapa, kali ini rasanya berbeda.
Ada desiran aneh yang ia rasa, kala manisnya ucap juga kalimat yang keluar dari bilah bibir yang lebih kecil ditujukan untuk dirinya. Ia ingin asumsikan ini sebagai rasa cinta, namun, rasanya seperti ada yang salah. Ia takut dengan fakta. Ia takut mengetahui bahwa ia pikul rasa itu sendirian, tanpa orang kedua.
Gerakan kecil dari pemuda dalam pelukan lantas buat matanya yang sempat terpejam kembali terbuka. Tangannya yang sempat terhenti beri usapan, kini kembali bekerja, tak ingin pemuda kecil terganggu tidurnya.
“Usapnya jangan berhenti...”
Ah, ia beri protesan.
“Iya, ini diusap lagi.”
Namun, tiba-tiba Wave tegakkan diri, lepaskan kalungan lengan pada leher Salazar. “Aku mau tiduran di kasur aja.”
“Kenapa?”
“Takut, nanti paha kamu kesemutan.”
Pemuda tinggi beri ulasan, “Gak apa-apa, semut gak bakal berani deketin, kok.” Padahal aslinya, paha itu sudah kram dan mati rasa. Namun, pemuda kecil kukuh, lantas langsung tarik diri dari pelukan sang pemuda tinggi.
Selimutnya ditarik untuk kemudian tutupi sebagian diri, kembali pejamkan mata; berusaha temui kembali alam bawah sadarnya. Sedang yang di sana masih sandarkan diri di kepala kasur milik yang tengah tidur, merekam bagaimana pemuda kecil rebahkan diri dengan posisi menghadap tempatnya duduk sekarang.
Lengan, paha, dan dada yang sempat beri dekapan masih sisakan panas, pun degup jantung yang tak normal itu masih bekerja layaknya dipacu dengan kencang. Ia benar-benar tengah jatuh, ya? Jatuh pada teman masa kecilnya. Jatuh cinta, namanya, kalau ia tak salah duga.
ㅤ
ㅤ
ㅤ
ㅤ
Lembayung senja diluar sana datang mengintip dari celah jendela, kala si pemilik kamar masih pulas dalam tidurnya. Nyawa lain di dalam sana lantas sigap tutup jendela juga tirai untuk halau jingga yang berniat bangunkan pemuda yang masih terbaring di atas kasurnya.
Tak ia sadari sudah seharian ia berada di kediaman Wave, temani putra tunggal Hansen yang tengah sakit. Sampai pukul lima sore pun, sang wanita yang titipkan anaknya pada dirinya belum juga pulang ke rumah, kiranya masih sibuk dengan jam kerjanya.
Setelah cukup lama rekam langit jingga di luar sana, kini matanya beralih pada satu kardus berukuran sedang yang ditaruh di atas meja belajar. Ia bukan orang yang kepoan, namun melihat kardus dengan untaian kata berbunyi “memori kita” di atasnya, buat ia dilanda jutaan ton rasa penasaran. Lantas tanpa pikir panjang, ia dudukkan diri pada kursi, kalakian, dibukanya kotak persegi.
Ia tercekat.
Tumpukan surat dengan kertas yang menguning, juga lembar sisa kertas yang disobek asal; penuhi kotak yang ia buka dengan tangan yang bergetar. Ia temukan beberapa bungkus permen warna-warni di dalam sana, juga satu permen cincin yang masih terbungkus plastik bening.
Diambilnya sebagian surat. Tertulis namanya di sana, dengan alamat rumah yang hanya tertera; Australia. Kalakian, dengan tergesa jemarinya buka amplop yang bungkus satu lembar kertas kekuningan. Terukir banyak kalimat di atas sana, dibubuhkan melalui tinta hitam dengan tulisan tangan tak terlalu rapi. Entah tahun berapa surat ini dibuat, namun yang pasti, itu adalah saat mereka dipisah dengan jarak tiga ribu kilometer lebih.
Ia sejenak berhenti usai buka dua surat yang secara garis besar, isinya pertanyakan kapan ia kembali. Atur napas yang semakin tak karuan. Ia mana tahu. Ia mana tahu teman masa kecilnya itu juga buatkan ia surat, namun tak pernah dikirim ke tujuan. Ia tak pernah terpikir untuk beri alamat rumahnya di negeri kanguru kala ia pamit pada Wave waktu itu. Ia mana tahu, kepindahannya akan bangkitkan berjuta rasa rindu.
Ia tak pernah tahu, mereka pikul perasaan itu dengan jarak beribu-ribu.
Jemarinya kembali bergerak, sentuh surat-surat lain di dalam sana, dan berakhir ambil dua amplop yang kemudian ia buka. Tulisan di atas lembar kertas itu cukup berbeda dari surat-surat sebelumnya; yang dua ini jauh lebih rapi. Jauh lebih banyak pula kalimat yang ditorehkan di atas sana.
Tangisnya tumpah. Tak tertampung, usai ia baca dua surat terakhir. Ia bagai disiksa. Penyesalan serang dirinya bersama sesak yang berburu.
Ia menyesal tak banyak usaha untuk bisa hubungi Wave saat mereka berpisah, menyesal hanya kalut dalam pikiran buruk bahwa Wave tak menginginkan ia dan pertemanan mereka. Ia menyesal tak cari cara dan malah berpasrah kala kewarasannya hampir dibunuh oleh rasa rindu.
Sesenggukan ia menangis, selagi tangan genggam lembar surat yang hampir basah oleh air mata. Fakta bahwa perkataan Simon tentang Wave, surat, dan puisi-puisinya ternyata benar adanya. Ia seperti menggila, menyesali semuanya, padahal segala sesuatu sekarang sudah baik-baik saja. Namun, ada sisi dalam dirinya yang belum bisa ia maafkan, sebab pernah abaikan Wave dan percaya pada pikiran buruknya.
“Umh, Salaz...”
Rengekan halus itu berasal dari pemuda yang baru saja terjaga dari tidurnya. Menyingkap selimut, lantas tegakkan diri selagi punggung tangan usap mata yang agaknya bengkak usai tidur berjam-jam. Ia berdiri, hampiri Salazar yang duduk belakangi tempat tidurnya. Kalakian, ia berhenti, membeku beberapa sekon usai mata tangkap pemuda tinggi tengah tangisi isi kotak persegi. Sebelum akhirnya, dengan sigap ia sambar kotak serta surat-surat di dalam genggaman Salazar, marah atas lancangnya pemuda itu sentuh sesuatu yang tak seharusnya ia tahu.
Tubuhnya gemetar. Tanpa sadar, ia cengkram surat-surat itu hingga kertasnya berantakan. Ia benar-benar lupa untuk singkirkan kotak itu dari tempat yang mungkin akan tertangkap pandangan Salazar. Ia tak tahu kenapa dirinya setakut ini, ia tak mengerti sama sekali.
“Kenapa diambil? Kamu takut aku baca surat-suratnya?”
Salazar berdiri di hadapan Wave, sisa tangisnya masih ada, pipinya yang basah dibiarkan begitu saja. “Aku udah baca setengahnya.”
Pemuda kecil menengadah, tatap wajah kacau pemuda tinggi. Ia tak tahu, tapi dirinya kesal. “Lu lancang!”
Yang lebih tinggi agaknya tak mengerti kala tatapan tajam miliknya ia lempar, ada nyawa lain yang merasa diintimidasi. Ia tiba-tiba ikut kesal, sesak yang berkali-kali hantam dadanya tak dipedulikan, ia tak bisa kendalikan semua perasaan yang serang dirinya hari ini.
“Kenapa gak kirim semua surat itu ke aku? Kenapa disimpan buat diri sendiri?”
“Alamat lu aja gue gak punya, gimana bisa kirim surat ke lu!”
Ia usap wajahnya dengan kasar, “then at least, biarin aku baca semua suratnya.”
“Enggak!”
Tangan pemuda tinggi terangkat, dengan lancangnya raih kotak dalam dekapan Wave, namun sang pemilik lebih dulu beri dorongan agar ia menjauh.
“Lu tuh sadar gak sih, Sal? Selama ini lu gak pernah usaha buat hubungin gue. Lu gak pernah kirim surat ke gue, padahal lu jelas tau alamat rumah ini.”
“Kata siapa?! Kata siapa gue gak pernah usaha?!” Bentakan itu akhirnya lolos juga. Kiranya, ia benar-benar kesulitan untuk kendalikan semua perasaan yang membuncah.
“Gue selalu coba buat kirim surat ke lu, tapi Papa gak suka. Dia selalu berusaha buat ganti alamatnya, dan akhirnya surat-surat gue gak pernah sampe. Gue udah usaha selama ini, Wave! Gue udah coba cari lu lewat sosmed. Facebook, instagram, twitter, di semua platform udah pernah gue cari, tapi akun lu gak ada! Terus lu masih salahin gue juga?! Kalo lu mau komunikasi kita lancar waktu itu, seharusnya lu juga usaha buat hubungin gue lewat apapun. Tapi ternyata lu, enggak, kan? Usaha lu cuma sampe nulis surat doang!”
BUGH!
Wave daratkan pukulan, tepat pada tulang pipi Salazar. Buat kewarasan pemuda tinggi terkumpul kembali setelah beberapa sekon menghilang. Buat ia tersadar telah bentak dan teriaki Wave hingga buat pemuda itu menangis.
“Lu gak ngerti..! Lu gak pernah tau apa aja yang gue lewati selama ini!”
Perasaan Salazar mencelos. Melihat bagaimana Wave menangis karena perkataannya; hal yang tak akan pernah bisa dimaafkan oleh dirinya sendiri. Ia bak orang gila, diselimuti amarah atas rasa sesal yang dirasa, dan dengan bodohnya ia malah limpahkan semuanya kepada pemuda yang presensinya sungguh ia jaga untuk tak lagi dibuat terluka.
Ia sungguh sudah gila.
“It was all my fault. Aku gak bermaksud buat bentak-bentak kamu, Wave, maaf...” Ditangkupnya pipi berisi itu, diberi usapan lembut kala pemuda kecil ingin berontak. Tatapan keduanya bertemu, bersabung lama dengan sisa-sisa bulir jernih di ujung mata. Sebelum akhirnya pemuda tinggi muntahkan untaian bunyi bahasa dengan sangat lembutnya.
“Aku emang gak pernah tau semuanya, Wave, aku clueless soal semuanya semenjak kita pisah. Aku pengen tau semuanya dari sudut pandang kamu, aku pengen tau apa yang bikin kita gak pernah bisa komunikasi selama enam tahun itu.”
Pemuda kecil tak beri protesan, kiranya usapan di pipi itu berhasil tenangkannya yang juga sempat dikuasai amarah tak berarti.
“So, please, tell me everything. Aku perlu tau, aku gak mau kita terus-terusan salah paham. Ceritain semuanya, ya? Pelan-pelan aja. Apapun itu, aku gak akan hakimi kamu.”
Lantas kala pemuda di hadapannya beri anggukan, ia ulas senyuman, sertakan usapan lembut di pipi pemuda kecil. Kembali beri nyawa atas hilangnya sejenak akal sehat mereka berdua.
0 notes
Text
Hidup yang romantis
Setiap sudut kota yang cantik dan harum jalanan saga dengan aroma kesepian yang menyengat, apalagi yang bisa dilakukan anak perempuan yang tinggal jauh dari peluk ibunya selain menghibur diri dengan cara cara romantis nan sederhana itu?Buah strawberry manis di toko usang milik ibu tua arogan, ingin tak membelinya namun dipikir pikir hanya itu toko yang menjual strawberry paling murah sejagat ogi raya.begitulah kiranya hidup, kita terus menerus dihadapkan oleh rasa takut, rasa takut berjalan sendiri karena pernah melihat orang melakukan eksibisi di taman kemudian berubah menjadi pendekar dengan berjalan ke tempat tinggi sendirian. Hidup adalah perihal rasa takut yang kita rajut dengan sedikit demi sedikit keberanian, belajar berjalan pelan sampai akhirnya bisa berlari kencang. Aku akan terus menjalani hidup yang romantis hingga tua, memasak masakan dengan resep internet, membeli makanan enak, mengabadikan setiap moment yang aku lewati, berjalan sendirian melawan rasa takutku sendiri. Aku tutup telinga dengan desir opini orang orang yang tidak penting, aku tutup mata akan hal hal yang tidak perlu aku ketahui, aku akan melanjutkan hidup romantisku disini, banyak cerita yang harus aku tulis, masih banyak jenis marah yang belum aku rasakan, buku kemarahanku masih tipis, tandanya aku belum banyak belajar. Aku senang, aku bahagia. Menjalani hidupku yang romantis di kota kecil ini.
1 note
·
View note
Text
Tempat Ngopi di Dago Bandung, Dimana Aja Ya....?
Tempat Ngopi di Dago dan tempat nongkrong di Bandung. Ulasan kali ini memang sangat rekomended untuk nongkrong bareng teman-teman. Soal harga tidak perlu diambil pusing, karena banyak tempat buat nongkrong yang bisa dipilih, mau tempat yang murah atau mahal semua tersedia. Mau nongkrong romantis dengan hiburan live music atau menyantap hidangan dengan internet wifi super kencang juga tersedia.…
View On WordPress
#bandung#dago#tempat kopi dago#tempat kopi dago atas#tempat kopi di dago#tempat ngopi daerah dago#tempat ngopi dago#tempat ngopi dago atas#tempat ngopi di dago atas
0 notes
Text
Naik-Naik ke Puncak Gunung : Fuji-San
Pontianak. 21:51. 27082023.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Heheheeheheh. Di IG saya muncul reminder foto-foto 9 tahun lalu. Oalaaaah, ini ternyata tanggal yang sangat bersejarah di hidup saya dulu.
Disclaimer lah sebelumnya, saya bukan si paling anak gunung. Makanya girangggg sekali pernah diberi kesempatan oleh Allah ar Rohiim untuk menjamah Gunung Fuji langsung....
...yang hingga kini masih jadi achievement unlocked saya 😅.
Pembukaan wilayah Gunung Fuji untuk bisa didaki hanya sekitar 1 bulan, saat puncak musim panas, sehingga salju di puncaknya mencair. Kala itu, saya dan 6 orang teman berencana untuk bersama-sama 'menaklukkannya'.
Si otoy ayuprissa yang clueless tapi optimis 🔥🔥🔥
Dari kota tempat tinggal kami, mesti naik kereta sekitar 8 jam. Menginap 1 malam di kota terdekat, dan bersiap-siap naik setelah makan malam. Gunung setinggi 3.776 mdpl ini terdiri dari 10 stasiun/pos, naiknya dimulai dari stasiun ke-5.
Yah gitulah, 7 orang minim pengalaman ini, semangat memulai perjalanan. Mas Jhon, Mas Ari, Mba Fika, Gaki, Mba Astrid dan suami, serta saya otentu optimis-optimis. Hingga di pos ke-7 kami mulai dapat kejutan. Ada badai. Konon demikianlah, gunung memang tidak bisa ditebak. Jadilah kami belajar banyak. Dua orang teman mulai hipotermia dan minta-minta tidur aja di tengah jalan. Serem ya ternyata. Alhamdulillaah atas kebesaran Allah al Aziz, mereka bisa istirahat di pos ke-7.
Fasilitas pengurus Gunung Fuji memang luar biasa. Sinyal internet kencaaaang tak pernah putus uhuyy 🥳, vending machine berbagai rupa, dan pos istirahat yang ada penghangatnya.
Tapi yaaaa sehebat apapun manusia merasa, manaaa bisa melawan Tuhan. Semakin tinggi badai semakin kencang. Kami harus merayap seperti tentara-tentara lagu terpesona, karena angin yang sangaaaaaat kencang. Sekarang sih bisa yaaa becanda, waktu itu adaaa khawatirnya, naik saja begini, pakabar turun nih, ndak ada gojek.
Akhirnya seizin Allah, kami tiba di pos 9,5. Cuaca masih memburuk, angin kencang, hujan deras, dan kami yang minim ilmu tinggal berlima, akhirnya memutuskan untuk menginap di pos ini. Orang-orang menghangatkan diri dengan makan ramen babi 🫣 hingga ada 1 pemandangan yang saya sukaaaaa, seorang anak yang hiking bersama ayahnya. Keliatan kan ya adek ini basah kepalanya.
Keesokan paginya, kami harus bersegera melanjutkan naik ke atas, bergantian dengan para pendaki yang juga butuh kehangatan di pondok tersebut.
Wowww sumringah, belum buka pintu dan lihat kenyataan di luar 😂😂😂
Begitu membuka pintu, nananananannaaaa masih badai, para Bapak-Bapak masih ingin menaklukkan egonya untuk naik hingga ke puncak. Ibu-Ibu (yaaa saya berdua Mba Astrid) ndak yakin bakal mampu menentang angin kencaaaang itu. Yasudahlah dengan penuh tau diri kami putuskan turun berdua.
Aa villa a?
Mestinya sih ilmu mahaaaall ini diingat lekat, betapa sabar dalam berikhtiar dan tawakkal itu maniiiiss sekali buahnya. Sekitar 2 jam, cuaca menjadi ceraaahh hangaaat. Rasanya mau balikan ke atas. Tapi waktunya ndak cukup. Yasudahlah kami lanjut berjalan hingga pos terakhir. Kurang lebih 8 jam.
Terlihat dekat kaaaann? 🤣🤣🤣🤣
Indah sekali ya kaan ciptaan Allah al Aziz?
Bonus video abal-abal ala saya.
Naik gunung sungguh candu ya, mentadabburi alam, dekaaat sekali dengan Tuhan rasanya. Bisa sedih kemudian senaaaang. Alhamdulillaaah atas semua proses.
Semoga Allah SWT berkenan memperbaiki semua urusan agama, dunia, dan akhirat kita yaaa. Termasuk impian duniawi saya untuk bisa naik gunung lagi. Aaamiin allahumma aaamiin.
Salam,
ayuprissakartika.
0 notes
Text
Mengirim Lampiran Ukuran Besar dengan Thunderbird
Siapa di PC atau laptop mereka masih menggunakan email client Thunderbird? Kebanyakan sih tidak, karena sekarang dengan internet yang lumayan kencang, surat elektronik lebih banyak diakses di ponsel ataupun di peramban. Kadang juga hanya untuk menerima kabar tidak penting, seperti kabar promosi di e-niaga atau pembaruan di jejaring sosial yang memenuhi kotak masuk. Tapi ada orang-orang yang…
View On WordPress
#attachment#ekstensi#email#fitur#gratis#linux#mac os#Mozilla#open source#software#surat elektronik#Thunderbird#tutorial#windows
0 notes
Text
(Kawah Putih, Ciwidey, Kab. Bandung; 24 Desember 2022)
Kawah putih bukan tujuan mula kami. Rencana awalnya adalah tektok Gunung Patuha. Setelah melakukan riset sederhana dari internet, ada tiga pilihan jalur pendakian menuju Gunung Patuha, yaitu Kawah Putih, Cipanganten, dan Punceling. Menurut info yang dibaca, jalur Kawah Putih adalah jalur resmi. Sementara jalur Cipanganten merupakan jalur yang cukup ramai menjadi pilihan.
Sebagai pendaki yang baik, kami tidak sulit untuk memutuskan jalur. Tentu kami memilih jalur resmi. Dengan semangat tinggi, persiapan bekal yang cukup untuk tektok, tidak lupa membawa alat pelindung dan tempur seperti topi dan tracking pole, kami melaju ke Kawah Putih dari Jalan Laswi. Mengendarai motor dengan formasi 2-2-1. Salah satu faktor yang membuat semangat adalah rasa penasaran akan pemandangan kawah putih dari atas puncak. Faktor lainnya adalah kali ini kami (yang tergabung dalam grup whatsapp belum lama ini) bisa pergi berlima. Yang sudah-sudah hanya 2-4 orang saja.
Memang bukan hidup kalau tidak memberi kejutan. Setelah melalui perjalanan panjang dan sampai di depan gerbang Wisata Kawah Putih, petugas menyampaikan bahwa jalur pendakian sudah tidak lagi dibuka oleh sebab beberapa hal. Bisa memang ke puncak, harus berjalan kaki dahulu dari kawah putih, namun bukan Puncak Rama (puncak tertinggi Gunung Patuha), melainkan hanya ke Puncak Sunan Ibu. Tentu dengan membayar biaya masuk wisata yang sudah termasuk parkir dan diantar kendaraan berupa angkot terbuka atau disebut 'ontang-anting' dari bawah parkiran menuju kawah putih yang berjarak lumayan jauh.
Tidak pernah terlintas dalam pikiran kami bahwa hari itu akan menjadi hari kami berwisata di Kawah Putih ditambah bonus ke Puncak Sunan Ibu. Apalagi merasakan sensasi makan siang di Puncak Sunan Ibu pada saat hujan gerimis dan angin yang cukup kencang menerpa. Sejujurnya kurang puas juga karena tidak jadi ke Puncak Rama. Tapi hidup memang sering begitu, bukan? Kadang apa yang direncanakan, tidak sama dengan apa yang Allah takdirkan. Sempat berbincang sepanjang jalan di dalam ontang-anting, saling menyindir dalam tawa "Mau ke mana, teh, bawa-bawa tracking pole?" Atau menertawai setelan sepatu gunung yang dikenakan rekannya. Kemudian terucap juga kekecewaan pilih jalur, "Tau gini, mending kita pilih jalur Cipanganten aja ya dari awal." Yah, namanya juga kecewa, pasti terucap penyesalan. Padahal pagi tadi sudah sangat sepakat dan tanpa keraguan untuk memilih jalur kawah putih; gimana sih teteh-teteh ini ckck 😁 Tapi yang lebih menenangkan justru jawabannya. Salah satu dari kami menimpali begini: "Mungkin ini caranya Allah melindungi kita".
Wah, masyaallah. Betul juga. Faktanya, kami memang berangkat terlalu siang. Kalau dipaksakan tektok dimulai sesiang itu, jika mencoba rasional soal waktu, kemungkinan besar saat hari sudah gelap, kami malah baru turun pendakian. See? Mungkin ini memang cara Allah melindungi kami.
0 notes