#dukungan keluarga
Explore tagged Tumblr posts
lenterablog · 2 months ago
Text
Cara Membantu Saudara Kandung Anak dengan Autisme
Autisme adalah kondisi perkembangan saraf yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berinteraksi, berkomunikasi, dan berperilaku. Bagi banyak keluarga, memiliki anak dengan autisme bisa menjadi tantangan yang besar, tidak hanya untuk orang tua, tetapi juga untuk saudara kandungnya. Saudara kandung dari anak dengan Gejala dan Tantangan Autisme, sering kali menghadapi perasaan campur aduk, mulai…
0 notes
kantorberita · 5 months ago
Text
PKSS Bengkulu Deklarasikan Dukungan untuk Rohidin-Meriani: Siap Menangkan Pilkada 2024
PKSS Bengkulu Deklarasikan Dukungan untuk Rohidin-Meriani: Siap Menangkan Pilkada 2024 KANTOR-BERITA.COM, BENGKULU|| Dukungan terhadap pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah – Meriani terus mengalir menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang dijadwalkan pada 27 November 2024. Salah satu dukungan besar datang dari Perkumpulan…
0 notes
melianaaryuni · 1 year ago
Text
Support System, Support Semangat Adalah Keluarga
Menjadi seorang emak sekaligus blogger itu ternyata memiliki cerita tersendiri. Ya, para emak-emak blogger pasti tahu deh bagaimana rasanya saat baru mau mengetik, eh para bocil sudah minta diperhatikan. Belum juga dengan pekerjaan yang rutin dikerjakan setiap hari, iya kan Mak-Emak? Huft, berasa menjadi blogger itu sungguh berat, Mom. Para emak blogger pasti sudah mengerti bahwa ketika menjadi…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
kurniawangunadi · 1 month ago
Text
Pesan Untukmu
Tulisan ini mungkin akan segera menemukanmu, atau mungkin membutuhkan beberapa waktu, entah sehari, seminggu, sebulan, bahkan mungkin beberapa tahun kemudian.
Tulisan ini dibuat di 23 Januari 2025, sebuah penanda waktu yang mungkin bagimu adalah hari yang membahagiakan atau mungkin hari yang membuat sedih. Setiap orang punya ceritanya sendiri di tanggal yang sama.
Aku hanya ingin mengatakan kepadamu bahwa kamu telah berjalan sejauh ini, masih bertahan hingga saat ini. Meski pikiranmu berkecamuk, beberapa kali ingin menyerah, banyak sekali pertanyaan di kepalamu yang membuatmu sulit tidur, serta bingung menerka kemana dan seperti apa ujung dari jalan yang lagi kamu lalui. Bahkan beberapa di antaranya, ada yang sempat kepikiran untuk mengakhiri hidup tapi itu tidak dilakukan hingga saat ini. Bukankah itu hebat? * * * * *
Saat orang lain mungkin telah memiliki apa yang kita inginkan, mencapai apa yang kita harapkan. Sering kita bertanya-tanya, mengapa bagi kita jalan ke sana itu terasa sulit. Ada banyak hambatan, bahkan harus muter-muter. Kadang kita juga berpikir, kenapa untuk memahami sesuatu butuh waktu yang lama. Saat belajar hal baru, kita butuh waktu setahun, mereka sebulan sudah bisa. Kenapa semuanya terasa sulit buat kita? Bahkan saat mereka memiliki impian-impian, hal-hal di sekitarnya tak memberatkan. Mereka mendapatkan dukungan tanpa harus memikirkan tanggungan lain, seperti kita yang mungkin harus banyak berkorban untuk keluarga, saudara, bahkan diri sendiri.
Saat malam menjelang, pelan kita tutup pintu kamar dan sendirian. Pikiran kita terasa rumit, terasa sulit untuk melihat kenyataan bahwa menurut kita, kita belum mencapai apapun. Hal-hal yang jadi impian kita rasanya seperti khayalan saja.
Itu adalah pikiran yang membuat kita sulit bahagia.
Sementara di lain waktu, saat kita berkendara, saat kita bertemu dengan banyak orang di luar sana. Hidup yang menurut kita merana ini, ternyata adalah hidup yang begitu nyaman. Kita masih bisa berteduh saat hujan, masih bisa menikmati makan setiap hari, masih ada waktu untuk berselancar di dunia maya, masih memilik pakaian yang bisa berganti-ganti, masih punya waktu untuk mengaji, dan banyak hal lainnya.
Ahhh kadang hidup yang kita jalani ini, terasa sesak bukan karena apa yang kita miliki, tapi kita terlalu banyak memikirkan apa yang tidak kita miliki.
Rasanya, kita sebenarnya sedang diuji dengan ketakutan diri. Takut akan penilaian orang, takut akan kemiskinan, takut akan hilangnya kesempatan, takut akan umur yang semakin bertambah, takut salah memilih pasangan. Semua rasa takut itu seolah menjadi pemutus jalan antara kita dan masa depan. Sehingga kita terus menerus hidup di hari ini, dengan keadaan yang seolah tak pernah beranjak karena kita tidak pernah berani.
Tidak berani untuk kelelahan nmemperjuangkan impian, tidak berani untuk membuat kesalahan, tidak berani untuk membuat keputusan, tidak berani untuk menghadapi kenyataan, tidak berani untuk bertemu dengan hal-hal yang tidak sesuai ekspektasi.
Jangan-jangan jarak kita dengan tujuan hanya sejengkal, hanya saja butuh keberanian. Sementara kita terus menerus hidup dalam rasa takut seolah tidak punya Tuhan? * * * * *
Tulisan ini mungkin akan kamu temukan suatu hari nanti, entah kapanpun itu ditemukan dan kamu sedang tidak nyaman menjalani hidupmu sendiri? Coba lihat lagi, ada berapa banyak pilihan yang kamu miliki jika kamu berani? Sesuatu yang selama ini kamu berpikir bahwa kamu tidak punya pilihan. (c)kurniawangunadi
314 notes · View notes
penaimaji · 2 years ago
Text
Perempuan Dominan
Sebenernya pengen bahas ini dah lamaaa banget, tapi bingung nulisnya kayak gimana. Sampai akhirnya aku terpantik dari story tehdin sekitar minggu lalu, yangmana belio dapat nasihat jangan terlalu dominan
Aku agak gemes, karena dominan seringkali konotasinya negatif. Padahal tidak selalu seperti itu
Oh iya, sebelum menulis ini, aku tanya dulu sama suamiku, "Aku ini dominan nggak sih mas?". Dia jawab, "Iya".
"Definisi dominan menurut mas itu kaya gimana?", tanyaku. "Unggul, kuat", jawabnya
"Hmm masa? Kayanya lebih ke berpengaruh gitu nggak sih mas?", tanyaku. "Hmm gak juga. Tapi iyasih, membawa pengaruh", jawabnya
"Akupun juga terpengaruh beberapa hal dari mas. Buktinya aku sekarang lebih calm dan gak se-sangar dulu", kataku. "Trus mas nyesel gak nikah sama aku? Aku kan dominan. Biasanya cowo-cowo gak mau tuh sama cewe yang suka ngatur", tanyaku
"Enggak. Meski kamu sering reaktif, bawel, tapi itu kan juga perhatian. Aku suka sama orang yang bisa diajak diskusi dan ngasih saran. Trus kadang kalo aku sudah maunya A, kamu juga gapapa, bisa terima aja", jawabnya
Perempuan dominan memang cocok sama laki-laki yang perlu dukungan dan validasi; yang perlu diajak negoisasi dan diskusi. Dominan seringkali dianggap negatif, padahal bukan berarti angkuh dan berkuasa, justru dominan itu memiliki kontrol kuat dalam dirinya, sehingga mudah menempatkan diri pada kondisi
Namun bukan berarti nantinya tidak ada konflik, pasti ada karena dua individu berbeda. Biasanya kita mencari yang minim potensi konflik
___
Dulu sebelum menikah, yang paling khawatir ialah mamaku, karena beliau tau aku orangnya dominan, tidak mau diatur, kuat pendirian dan keras kepala. Padahal aku merasa diriku gak semenakutkan itu. Terbentuk seperti itu karena keluargaku memang keras, ceplas ceplos, no baper-baper. Aku merasa diriku ini diplomatis, gak saklek, tapi ketika orang-orang menilai berbeda. Ya slow aza
Kayanya udah biasa ya, cewe-cewe dominan dan independen selalu dapat nasihat dari orang lain yang intinya jangan terlalu dominan. Tapi aku selalu skeptis. Why? Ya nggak apa-apa dong, asalkan paham dengan kapasitas diri, paham dengan peran berdasarkan prinsip masing-masing, bisa mengatur ego
Gak masalah menjadi perempuan yang dominan, strong, independen atau apa lah sebutannya. Justru itu harus, daripada nggak punya pendirian, gak tau tujuannya apa, cuma ngikut alur dan mudah terwarnai. Manut-manut ae, dikon nyemplung kali moro gelem sisan wkwk candaa ini perumpamaan aja
Kalau istri cenderung dominan dari suami, tetap harus bisa menghargainya sebagai kepala keluarga; juga sebagai suami. Beri ruang, dan turunkan ego. Pahami love language pasangan. Dua tahun ini, aku juga akhirnya belajar, bahwa memang benang yang mbulet itu harus diluruskan (dibicarakan baik-baik dan belajar memvalidasi apa yang sedang dirasakan)
Sekalem-kalemnya suami, tentu ia tetap ingin diperlakukan sebagai kepala keluarga yang punya andil besar dalam setiap keputusan. Istri mendampingi, menemani dan keduanya saling support
Jadi.. pasangan itu bukan saingan, justru saling mendukung. Siapapun yang lebih dominan, sebisa mungkin mau memposisikan diri dalam hal satu atau hal yang lainnya. Kedudukan suami di atas, dan istri di bawah suami, bukan berarti ada penindasan atau sebagainya. Dikarenakan suami memiliki peran dan tanggungjawab paling besar di dalam keluarga
Semoga Allah lembutkan hati kita untuk terus berbaiksangka, juga saling mendukung orang-orang di sekitar kita
Jakarta, 1 Agustus 2023 | Pena Imaji
262 notes · View notes
waktubercerita · 27 days ago
Text
Membersamai kata "hati-hati" dengan penuh rasa tulus
Tumblr media
Sebuah ucapan “hati-hati” agaknya terdengar seperti kata yang udah begitu biasa kita dengar, apalagi kalau itu datang dari orang yang kita kenal. Seperti hanya sederhana, kan? Cuma satu kata yang berulang aja. Tapiii menurutku, kata itu lebih dari sekadar ucapan atau hanya isian obrolan aja. Setiap kali aku bilang “hati-hati” ke seseorang, entah itu teman, keluarga, atau orang yang aku kenal, selalu ada perasaan lebih mendalam yang menyertainya. Semacam sebuah doa, harapan, dan rasa peduli yang benar-benar tulus dari hati.
Sering kali, ketika sesiapapun mengabari aku bahwa mereka sedang dalam perjalanan, langsung tanpa sadar aku bilang, “hati-hati, ya!”, "tiatiii!", "titi dj!", "safe trip!" atau kata lain apapun yang bermakna sama. Tapi kenapa sih kata ini selalu muncul gitu aja? Kenapa nggak ada yang lain yang terucap? Mungkin karena itulah cara aku menyampaikan rasa perhatian tanpa harus ribet. Apalagi si aku ini tipe yang nggak bisa terlalu mengekspresikan perasaan dengan begitu baik. Jadi dalam hati aku benar-benar berharap semoga mereka selalu aman dalam perjalanan dan bisa melewati segala halangan yang mungkin ada, tanpa pernah aku tahu apa yang bisa aja terjadi di jalanan. Kalau bisa berharap mereka selalu baik-baik aja, kenapa enggak?
Setiap perjalanan itu punya makna tersendiri dalam hidup kita. Nggak cuma tentang jarak yang ditempuh, tapi juga tentang bagaimana kita melewati hal-hal yang nggak bisa diprediksi. Sama halnya dengan hidup, kadang kita nggak tahu apa yang akan terjadi besok, atau bahkan beberapa jam ke depan. Itulah kenapa aku merasa penting untuk menyampaikan harapan ini, meskipun dengan cara yang sangat sederhana. Jadi ketika aku bilang “hati-hati,” itu bukan hanya sebuah kalimat kosong, melainkan satu bentuk dukungan dan doa dari aku yang berharap yang terbaik untuk mereka. Aku nggak tahu seberapa berat perjalanannya, seberapa panjang jarak yang harus ditempuh, seberapa banyaknya lampu merah yang akan dilalui, atau seberapa panjang macet yang akan dihadapi, pokoknya aku berharap semoga sesiapapun mereka tetap dilindungi dan bisa sampai dengan selamat.
Maka itu, untuk sesiapapun yang saat ini sedang dalam perjalanan, semoga perjalananmu lancar, semoga kamu aman di setiap langkahnya. Kalau aku bilang “hati-hati,” itu bukan hanya sekedar kata formalitas, tapi adalah doa yang tulus dari aku yang menginginkan yang terbaik untukmu. Karena setiap perjalanan, akan selalu lebih mudah kalau kita tahu ada orang yang berharap kita sampai dengan selamat dan dalam keadaan baik-baik saja. Jadi, "hati-hati" ya, semoga kamu selalu berada dalam lindungan dan perjalananmu selalu dipermudah.
11 notes · View notes
yonarida · 8 months ago
Text
Menciptakan Work Life Balance
Menciptakan keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi (work-life balance) adalah kunci untuk menjaga kesehatan fisik dan mental, serta memastikan produktivitas dan kepuasan hidup. Beberapa strategi untuk mencapai work-life balance yang lebih baik:
Prioritaskan dan Rencanakan Waktu
Tetapkan Prioritas: Identifikasi apa yang paling penting dalam hidup Anda, baik di tempat kerja maupun di rumah. Buatlah daftar prioritas dan fokuslah pada hal-hal yang benar-benar penting.
Buat Jadwal yang Realistis: Rencanakan waktu Anda dengan bijaksana. Buat jadwal harian atau mingguan yang mencakup waktu untuk pekerjaan, keluarga, teman, dan diri sendiri.
Gunakan Kalender dan Daftar Tugas: Gunakan kalender atau aplikasi manajemen waktu untuk membantu mengatur tugas dan kegiatan Anda. Buat daftar tugas harian yang realistis dan usahakan untuk menyelesaikannya.
Tetapkan Batasan
Pisahkan Waktu Kerja dan Waktu Pribadi: Cobalah untuk tidak membawa pekerjaan ke rumah. Tetapkan batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu pribadi, terutama jika bekerja dari rumah.
Belajar Mengatakan Tidak: Jangan merasa bersalah untuk menolak permintaan atau tugas tambahan jika sudah merasa terlalu banyak. Menetapkan batasan ini penting untuk mencegah kelelahan.
Manfaatkan Waktu dengan Efektif
Gunakan Waktu Istirahat dengan Bijak: Pastikan untuk mengambil istirahat singkat secara teratur selama jam kerja untuk menjaga produktivitas dan mencegah kelelahan.
Delegasikan Tugas: Jika memungkinkan, delegasikan tugas kepada rekan kerja atau anggota keluarga untuk mengurangi beban Anda.
Jaga Kesehatan Fisik dan Mental
Tetapkan Rutinitas Kesehatan: Jaga kesehatan dengan berolahraga secara teratur, makan makanan sehat, dan cukup tidur. Aktivitas fisik dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan energi.
Praktikkan Mindfulness dan Meditasi: Luangkan waktu untuk berlatih mindfulness atau meditasi untuk menenangkan pikiran dan meningkatkan fokus.
Pertahankan Hubungan Sosial
Sisihkan Waktu untuk Keluarga dan Teman: Pastikan Anda memiliki waktu yang cukup untuk bersosialisasi dengan keluarga dan teman. Hubungan sosial yang baik dapat memberikan dukungan emosional dan meningkatkan kesejahteraan.
Terlibat dalam Kegiatan yang Anda Nikmati: Luangkan waktu untuk melakukan hobi atau kegiatan yang Anda nikmati. Ini penting untuk menjaga keseimbangan dan kebahagiaan pribadi.
Pertimbangkan Karier dan Tujuan Hidup
Evaluasi Karier Anda: Tinjau kembali apakah pekerjaan Anda saat ini mendukung tujuan hidup dan kesejahteraan Anda. Jika tidak, pertimbangkan untuk mencari peluang karier yang lebih sesuai.
Tetapkan Tujuan Jangka Panjang: Buatlah tujuan jangka panjang yang mencakup aspek karier dan kehidupan pribadi. Ini dapat memberikan arah yang jelas dan membantu Anda membuat keputusan yang lebih baik.
Cari Dukungan
Bicarakan dengan Manajemen: Diskusikan kebutuhan dan batasan Anda dengan atasan atau manajemen. Mereka mungkin bisa memberikan fleksibilitas atau bantuan untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik.
Dapatkan Dukungan Profesional: Jika Anda merasa kesulitan mengelola stres atau mencapai keseimbangan, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan profesional, seperti psikolog atau konselor.
Dengan mengikuti strategi-strategi ini, Anda dapat menciptakan work-life balance yang lebih baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesehatan, produktivitas, dan kepuasan hidup secara keseluruhan.
17 notes · View notes
hellopersimmonpie · 1 year ago
Text
Retrospective
Meskipun belum kaya, gue bisa bilang bahwa dalam dua tahun tuh hidup gue sedang tidak dalam survival mode. Gue jadi punya waktu untuk memeriksa diri sendiri. Mulai dari kompas moral yang gue anut, pendirian gue dalam beragama, sampai karir gue mau diarahkan kemana.
Gue bersyukur hidup gue masuk fase ini meskipun mungkin aja kelak gue bakal mengalami hidup yang survival mode lagi. Hidup dalam survival mode itu beneran challenging. Saking challenging-nya, gue sampai begitu mensyukuri kehidupan stabil yang bagi gue dulu tuh kerasa membosankan karena minim konflik.
Kompas moral gue ke arah mana?
Gue memandang bahwa gue cuma manusia biasa. Bagian dari alam semesta yang maha luas. Kehidupan gue juga cukup singkat jika dibandingkan umur semesta. Maka sebagai tamu, gue cuma pengen hidup sebagai tamu yang baik. Sebisa mungkin nggak meninggalkan kerusakan di muka bumi.
Gue nggak memandang alam sebagai sesuatu yang gue taklukkan. Gue berterimakasih karena Allah menyediakan banyak hal di alam agar manusia kayak gue bisa hidup dengan baik.
Sejak membaca banyak referensi tentang antropologi dan ekologi, gue berusaha menghargai alam dengan baik dan cukup memahami bahwa relasi manusia dengan hewan dan tumbuhan tuh nggak seharusnya "berebut ruang hidup" melainkan saling menjaga. Maka menjaga kelestarian lingkungan itu bukanlah "amal baik" manusia kepada lingkungan melainkan "kewajiban" kita agar ekosistem tempat kita bertumbuh tetap layak didiami oleh semua makhluk.
Bagaimana pendirian gue dalam beragama?
Gue udah cukup lama nggak menulis tentang fiqih ataupun tafsir. Gue nggak pernah berhenti belajar. Dan excitement gue terhadap fiqih ataupun tafsir tuh nggak pernah hilang. Bahkan sekarang lebih excited.
Hanya saja makin lama gue menyadari bahwa ilmu agama gue hanya cukup untuk diri gue sendiri. Maka gue lebih memilih untuk berkontribusi maksimal ke bidang ilmu gue aja. Bidang Ilmu gue tuh Teknologi Game. Maka gue akan mendalami disiplin ilmu ini lebih jauh lagi agar lebih bermanfaat. Gue berharap kelak usaha gue untuk mendalami bidang ilmu ini tuh bisa menyediakan lapangan kerja yang layak dan memanusiakan manusia.
Kalo dulu gue termasuk orang yang mikir bahwa agama tidak boleh dipisahkan dengan politik, sekarang gue masih orang yang sama. Gue mikir bahwa agama itu nggak boleh dipisahkan dengan semua lini kehidupan kita. Hanya saja, dalam tataran prakteknya beda. Dulu mikir bahwa satu-satunya jalan untuk memperbaiki kualitas politik kita tuh dengan menjadi pendukung parpol.
Sekarang gue mikir untuk nggak menunjukkan dukungan ke parpol manapun. Selain karena gue ASN, gue juga memandang bahwa memperbaiki kualitas politik juga bisa dicapai lewat jalur pendidikan. Dengan meningkatkan awareness kita terhadap kebutuhan manusia untuk hidup layak. Dengan mendefinisikan bahwa salah satu kriteria hidup layak adalah manusia tetap punya ruang untuk bertumbuh. Waktunya tidak boleh habis untuk mikir kebutuhan perut aja atau habis di jalan karena jarak antara rumah dan tempat kerja terlalu jauh
:")
Waktu kecil, tayangan TV sering nunjukin ke gue tentang keluarga yang hidup miskin ataupun cukup dan anak-anaknya sholeh sholiha. Kemudian ada juga keluarga kaya yang cuma peduli masalah uang dan anaknya jadi aneh-aneh. Stigma kayak gini tuh nempel sampe gue dewasa.
Bahwa yang mikir kebutuhan perut sampe nggak ngurusi anak tuh cuma orang kaya. Padahal realitanya tidak begitu.
Ada banyak orang miskin yang susah mendapatkan akses lapangan kerja yang layak sehingga waktu mereka habis untuk bekerja. Personal development mereka nggak keurus. Pendidikan anaknya juga.
Kalau ada kisah tentang ulama besar dari keluarga miskin, maka itu rezeki dari Allah yang perlu kita syukuri. Namun ini sama sekali tidak menghilangkan kewajiban kita untuk memberikan kehidupan yang layak bagi orang-orang miskin.
Islam memerintahkan kita untuk memelihara jiwa.
Jadi sebagai muslim, gue merasa perlu punya standar yang jelas perkara rasa "nyaman" agar bisa memelihara jiwa dengan baik.
So, kadang-kadang gue merasa perlu keluar dari perspective survival mode dengan sudut pandang:
"Bisa makan besok aja untung"
Ke perspective hidup yang lebih nyaman. Agar gue punya standar yang tinggi dalam memperlakukan diri sendiri atau orang lain baik secara personal ataupun dalam lingkup kebijakan.
Sorry kalau penjelasan gue agak belibet ~XD udah lama ga menulis beginian.
Salah satu contoh memelihara jiwa dalam versi gue adalah dengan memelihara kesehatan mental. Memelihara kesehatan mental yang tidak melulu soal awareness tentang mental ilness dan penyediaan layanan psikiatri.
Tapi lebih ke meningkatkan awareness kita terhadap kebutuhan dasar manusia akan rasa nyaman. Sehingga kita bisa merumuskan kebijakan yang menjamin kenyamanan tersebut.
Duh jadi muter-muter ~XD Tapi gini lho.... ada masalah-masalah psikologis yang bisa diselesaikan oleh psikolog dan psikiater. Ada juga masalah-masalah psikologis yang semakin runyam kalo kondisinya nggak nyaman. Masalah ini bisa dikurangi jika triggernya dihilangkan melalui intervensi kebijakan. Seperti memastikan support system bagi ibu yang baru selesai melahirkan agar resiko baby blues bisa diturunkan.
Demikian islam mengajarkan kita :")
Apakah gue berpendapat bahwa dakwah dengan membagikan ilmu agama di medsos tidak diperlukan? Jelas diperlukan. Tapi orangnya bukan gue ~XD Ada banyak ustadz/ustadzah yang lebih capable dan punya ijazah yang jelas.
Karir gue diarahkan kemana?
Gue suka banget riset, ngoding, dan nulis cerita. Tentunya, dengan segala pahit dan manisnya, gue sampai saat ini akan milih bertahan menjadi akademisi. Tapi di sisi lain, gue juga sedang bersiap merintis karir yang sustain sebagai game developer. Kenapa harus menjadi game developer? Karena di situ gue bisa meneliti, nulis cerita dan ngoding. Sementara hasil penelitian gue bisa gue share ke mahasiswa :")
Sekarang sampai mana?
Masih jauh banget. Mohon doanya aja. Moga Allah ngasih berkah atas semua usaha gue.
33 notes · View notes
projectmenetas · 5 months ago
Text
NDAK USAH COBA-COBA NYUAP!
Pernah dengar? Seorang pelacur bisa masuk surga tanpa hisab hanya karena menolong seekor anjing yang kehausan. Luar biasa, kan ya? Ini ada riwayatnya.
Tapi di sisi lain, saat kita menyuap agar diterima jadi polisi, tentara, pejabat, atau aparat, meskipun bertobat dengan sungguh-sungguh, masalah kita belum selesai.
Kenapa? Karena ketika kita menyuap untuk mendapatkan posisi tersebut, ada orang lain yang dirugikan!
Belum lagi, selama bertahun-tahun kita menikmati keuntungannya, keluarga ikut merasakan manfaatnya, bahkan dari posisi itu kita buka kesempatan untuk peluang suap baru lainnya. Nau’udzubilla!
Beuuhhh!! Tobat saja tidak cukup menyelesaikan semuanya.
Serius, urusan suap ini sangat berat!
Sangat menyedihkan melihat kondisi hari ini, di mana dari ujung ke ujung, orang melakukan suap. Ingin memasukkan anak ke sekolah bagus, mereka menyuap.
Ingin anaknya jadi polisi, suap lagi!. Ingin jadi anggota DPR/DPRD? Dengan terang benderang bagi-bagi sembako dan amplop. Yok lah! Mbok ya sadar, itu juga suap! Hati kita tahu bahwa kita sedang membeli suara rakyat.
Termasuk saat nitip Paman, nitip Oom, pakai orang dalam, itu semua bagian dari Suap!. Memang tidak ada duit yg terlibat, tapi kita dengan kejamnya, menyingkirkan orang lain, agar diterima. Orang lain yg telah berjuang dgn gigih, jujur, orang2 baiknya, tersingkir, karena posisinya yang kita ambil.
Demi Allah, yang menyuap dan disuap, SEMUA MASUK NERAKA!
Mungkin kita mikirnya, “Tapi kan saya sudah tobat!” Pertanyaannya, apakah tobat kita benar-benar tulus dan diterima? Apakah kita sudah mengembalikan semua uang yang dinikmati dari hasil suap itu? Apakah semua harta—rumah, mobil, kemewahan yang didapat—sudah kita tebus dan kembalikan setiap sen-nya?
Jika ya, alhamdulillah. Tapi ingat, kita tetap akan berhadapan dengan orang-orang yang pernah kita singkirkan. Mungkin kita ndak kenal mereka, tapi di akhirat, mereka akan muncul dan menuntut haknya. Siap-siaplah untuk menghadapi kebangkrutan di akhirat, hingga ke kerak neraka.
Jadi sekali lagi, jangan pernah coba-coba melakukan suap.
Emang dasarnya netizen aneh!, saat ada seleb, artis, nyuap demi anaknya, harusnya sih jijik, langsung unfoll, ditinggalin, eh malah dipuji2, dikasihani, dikasih dukungan. Kan bikin bingung lihatnya.
Sakjane, nyuap kui oleh ndak menurutmu?
Ancen uaneh Anda ini!
8 notes · View notes
beningtirta · 1 year ago
Text
Menggunakan Akal Sehat
Jika politik Indonesia masih merujuk pada ketokohan, kita sudah hampir 10 tahun menyaksikan bahwa tokoh yang terlihat merakyat dan dekat dengan masyarakat itu berpihak pada penguasa tambang dan pemilik korporasi ekstraktif di balik layar.
Jika politik Indonesia masih merujuk pada partai, tentu partai-partai besar akan kita blacklist karena kader-kader mereka terdakwa kasus korupsi. Partai-partai di Senayan bergotong royong dan buru-buru membuat aturan-aturan menguntungkan sebagian kalangan dan melemahkan pemberantasan korupsi.
Jika politik Indonesia masih merujuk pada garis darah, kita hanya memberikan ruang praktik-praktik nepotisme untuk terus tumbuh. Toh, kita sudah lihat bahwa dukungan pertahana pada anggota keluarga dipertontonkan begitu vulgar.
Tapi, politik Indonesia 2024 dan di masa mendatang harus merujuk pada akal sehat karena kita sudah lelah aturan dan mandat rakyat digunakan untuk keuntungan segelintir kelompok. Kita tidak mau lagi menonton koalisi pragmatis yang bagi-bagi kursi menteri.
Sudah saatnya kita memulai mengeliminasi turunan dari rezim 10 tahun yang memundurkan demokrasi dan penegakan hukum.
Saya mengajak teman-teman mempertimbangkan mudharat yang khusus maupun yang umum dari tokoh-tokoh calon presiden dan wakil presiden Indonesia hari ini.
Juga untuk partai-partai pendukung calon presiden dan wakil presiden, jangan dipilih caleg dari partai pendukung capres-cawapres yang tidak bakal kamu pilih.
Untuk kursi DPR, beri dukungan dan kesempatan para partai-partai baru yang belum punya catatan hitam maupun merah.
Akal sehat seharusnya menyadarkan kita bahwa rezim satu dekade ini tidak berpihak pada kemakmuran untuk semua dan masih menyokong profit oligarki yang berdiri di belakang layar mengeksploitasi politik popularitas.
Terakhir, stop voting for celebrities! Lebih baik beri suaramu untuk (mantan) aktivis dan profesional yang ingin menggunakan dan menyumbangkan keahlian dan pengalaman relevan mereka untuk legislasi Indonesia yang lebih baik.
25 notes · View notes
payungbercerita · 2 years ago
Text
PADA KENYATAANNYA, AKULAH YANG LAGI-LAGI MENINGGALKAN
Aku menangis sementara tanganku mengetik beberapa kata yang paling lembut untuk bisa tersampaikan ke dalam hati seseorang. Hati yang paling dalam.
“Siang ini, ada suatu hal yang ingin aku sampaikan. Setelah bertemu dirimu, ada hal yang sering sekali aku pikirkan. Aku selalu memikirkan apa ujung dari obrolan dan komunikasi kita berdua, kalau kita sebenarnya sama-sama tahu bahwa ujungnya akan sakit juga. Entah aku yang meninggalkan atau dirimu yang meninggalkan aku. Kalau pun kita memutuskan bersama, rasanya jauh dan akan susah sekali dengan latar belakang, jarak serta keadaan kita saat ini. Sedangkan aku tidak mau menghabiskan waktuku untuk sesuatu yang akhirnya akan menyakiti diriku sendiri. Semakin lama kita berkomunikasi, rasanya seperti menimbun perih yang akan dirasakan setelah kita memutuskan untuk tidak berkomunikasi lagi.
Yang kedua, aku selalu memikirkan bahwa obrolan kita ini tidak boleh dilanjutkan lagi. Aku khawatir, risau, dan juga merasa bersalah. Aku mengakui bahwa aku melakukan kesalahan karena memberikan kenyamanan ke kamu yang seharusnya tidak aku berikan ke sembarang orang. Saat itu, aku hanya memikirkan bahwa kamu adalah orang baik yang sedang berjuang dan merasa bahwa aku perlu memberikan dukungan kepadamu. Aku juga berpikir bagaimana jika aku terus-menerus seperti ini? Apa ini akan memberikan pengaruh buruk terhadap ibadahku? Sebab aku merasa untuk membuat ini berjalan bersamaan antara ibadah dan hubungan bersamamu adalah hal yang berseberangan. Salah satunya pasti akan kalah.
Aku merasa tidak nyaman, ini bukan hal yang biasa aku lakukan. Tapi disisi lain, aku sudah merasa ada hal yang berbeda dari diri aku, aku yang sudah mulai menunggu notifikasi chat kamu, senang berkomunikasi sama kamu, senang share hal-hal yang sebenarnya tidak perlu aku kabarkan kepadamu. Ya, pada intinya aku sudah mulai merasa nyaman dan hal ini lah yang membuatku susah untuk meninggalkan.
Tapi, mau tidak mau ini pasti akan terjadi. Aku minta maaf, aku harus berhenti untuk memulai dan menjawab obrolan kita. Alasannya bukan karena kamu kurang, tapi karena keputusan ini memang seharusnya aku ambil dari awal. Aku ingin mendapatkan sesuatu yang baik dengan cara yang baik. Aku tidak mau dengan cara yang seperti ini. Aku tidak berharap apa-apa dari dirimu, tapi jika terus menerus berkomunikasi, pasti aku akan berharap juga.
Kamu, terima kasih karena sudah menjadi teman yang spesial untuk aku sekitar 2 mingguan ini. Rasanya senang tapi juga khawatir. Aku minta maaf yaa kalau selama ini ada salah sama kamu, entah itu ketikan, perilaku ataupun perkataan.
Sehat-sehat yaa, kuat-kuat, sabar-sabar, banyak harapan yang diberikan orang sekitar ke kamu. Insyaallah, kamu bisa membahagiakan keluarga kamu . Semoga di lain waktu kita bisa bertemu dalam keadaan yang lebih baik:)”
Aku menunggu jawabannya. Aku lega, mengakhiri kisah ini dengan baik meskipun dalam keadaan hati yang tidak baik, bahkan sedikit berharap aku tidak melakukan ini. Tapi, aku mempunyai tanggung jawab atas anak-anakku nanti. Aku harus menemukan calon ayah yang baik, dan aku yakin bukan dengan ini cara untuk menemukannya. Sebab untuk mendapatkan sesuatu yang baik, kita juga harus menggunakan cara yang baik. Semoga Allah meridhoi, aamiin.
Tangerang, 06 Juni 2023. Hari sebelum ia pergi ke kampung halamannya.
94 notes · View notes
nayundaw · 4 months ago
Text
Siap Menjadi Orang Tua
Akhir-akhir ini, isu tentang luka batin yang berakar dari pola asuh semakin sering muncul di sekitarku. Tak sedikit orang dewasa yang mulai menyadari bahwa mereka, pada titik tertentu, adalah “korban” dari cara orang tua membesarkan mereka. Di sosial media, cerita-cerita serupa juga memenuhi linimasa, menjadi cermin untuk kami—aku dan adikku—mengenang kembali bagaimana kami tumbuh.
Bersyukur, kami terlahir dari kedua orang tua yang, bagi kami, sudah benar-benar siap menjadi orang tua. Bahkan, ketika aku masih belia, baru masuk SMP, mereka sudah mengenalkanku pada psikiater dan psikolog. Padahal, pada saat itu, datang ke profesional semacam itu sering dianggap tabu, bahkan hanya untuk "orang gila" katanya. Tetapi tidak bagi orang tua kami. Bagi mereka, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, tak pernah bisa dianggap remeh.
Kami tidak terlahir dari keluarga kaya raya, namun, selama ini, aku tidak pernah sekalipun mendengar mereka berkata, “Uangnya nggak cukup buat sekolah,” atau “Kamu nggak usah ikut kegiatan itu ya, Bapak nggak ada uangnya.” Kini, saat dewasa, aku menyadari betapa besar pengorbanan mereka. Meskipun Bapak dan Ibu hanyalah pegawai negeri biasa, pendidikan selalu menjadi prioritas yang tak pernah mereka tawar-tawar.
Dalam ingatanku, tak ada bentakan atau suara tinggi dari mereka. Ketika kami berbuat nakal atau menguji kesabaran mereka, mereka masih bisa berbicara dengan tenang, lebih mengajak kami merenungkan apa yang kami perbuat dan berdiskusi. Cara ini membuat kami jauh lebih mampu menerima apa yang mereka sampaikan.
Lebih dari itu, orang tua kami tak pernah memaksakan kehendak mereka atas hidup kami. Mulai dari memilih sekolah, jurusan kuliah, pekerjaan, merantau atau tidak, hingga memilih pasangan hidup, semua adalah keputusan kami sendiri. Mungkin karena itulah, kami belajar memikul tanggung jawab tanpa merasa ada beban bertentangan dengan mereka.
Dari percakapan kami itu, kami menyadari bahwa Bapak dan Ibu telah memberikan lebih dari sekadar dukungan—mereka memberikan rasa percaya dan kebebasan yang tumbuh bersama kami. Dalam doa, kami memohon agar kelak, saat kami diberi amanah untuk menjadi orang tua, kami bisa memberikan hal yang sama untuk anak-anak kami, seperti apa yang telah mereka lakukan untuk kami.
4 notes · View notes
bayuvedha · 28 days ago
Text
Yuk lah...!
Kan kemarin-kemarin udah kayak gini juga.
Maka, jangan dibuat jadi menegangkan, jangan dibikin menyeramkan, jangan dibikin ribet.
Sering saat ujian datang, sering kali kita panik, merasa belum cukup siap, atau takut hasilnya tidak sesuai harapan. Tapi coba diingat kembali, bukankah banyak ujian yang dulu terasa sulit, akhirnya bisa kita lalui dengan baik?
Persiapan memang penting, tapi ketenangan juga berperan besar. Semakin tenang, semakin mudah berpikir jernih dan mengerjakan dengan maksimal.
Begitu juga saat anggota keluarga sakit. Awalnya, mungkin ada rasa cemas, khawatir, bahkan takut menghadapi kemungkinan terburuk. Namun, kepanikan tidak akan membuat keadaan lebih baik. Yang bisa kita lakukan adalah tetap tenang, memberikan dukungan terbaik, dan berdoa agar semua segera membaik.
Sudah banyak hal yang dulu kita kira gawat, ternyata bisa kita lalui dengan baik. Jadi, ayo sekali lagi jalani dengan hati yang tenang. Percaya saja. Yakinlah, selalu ada jalan keluar dan kemudahan setelah kesulitan...
3 notes · View notes
kurniawangunadi · 1 year ago
Text
33 Tahun dan mengapa belum menikah di usia ini?
Ini tentu bukan bercerita tentangku, tapi tentang pengamatan. Sebagai penulis, beberapa kali melakukan proses interview, ngobrol, bertukar pikiran, dan sebagainya. Dulu, pandangan seperti ini tidak banyak kutemukan karena dulu usiaku masih 24 tahun saat memulai karir. Sekarang, tahun ini telah beranjak 33 tahun, sebentar lagi anak pertama masuk SD. Dan beberapa kali juga, melalui istri, ditanya apa ada temanku yang bisa dikenalkan ke teman-temannya istri. Yang tahun ini, menjelang kepala tiga. Dari proses-proses yang risetku selama menulis dan apa yang terjadi, datanya tidak sesederhana itu. Kita berada di lingkungan yang baik, tidak serta merta membuat kita langsung ketemu pasangan hidup yang sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Dipadu padankan dengan obrolan bersama psikiater beberapa waktu terakhir. Ada beberapa pendapat subjektif yang bisa kuhadirkan dari seluruh kumpulan riset itu, nanti kalau kamu ada lainnya, boleh ditambahkan : 1. Kehidupan yang semakin materialistik, ukuran terhadap materi dan kesiapan materi menjadi parameter yang sangat menentukan dalam pernikahan. Dan ukuran ini membesar, seperti kepemilikan rumah, kendaraan, atau gaji dalam nominal tertentu, serta tuntutan hidup materialistik (apa-apa diukur dengan uang) ini berpengaruh pada pola pikir dan kesiapan orang untuk menikah. Memang, mempersiapkan finansial untuk menikah itu penting, tapi ketika semua keputusan berpusat pada uang - mendominasi pikiran. Itulah awal mula dari kondisi tersebut. Apakah kamu setakut itu pada masalah rezeki? Kondisi yang sangat mungkin berbeda dengan waktu orang tua kita dulu. 2. Kondisi mental dan emosional yang belum pulih. Percaya atau enggak, orang lain bisa merasakan apakah kita ini cukup stabil atau se-eror itu. Apalagi jika keeroran kita tervalidasi melalui asesmen. Kita perlu untuk mengakui dan menyadari kalau memang kita perlu meluangkan waktu untuk mengobati diri sendiri. Kalau pun butuh waktu beberapa tahun, ya itu bagian dari konsekuensi. Karena masuk ke dalam pernikahan memang memerlukan kondisi mental emosional yang cukup kuat. "Badai"nya sesuatu, dinamikanya sangat beragam, dan tantangan yang akan dihadapi sangat berbeda dengan saat kita masih single. Kita akan berkompromi dengan banyak sekali orang. Apalagi jika nanti kita memiliki anak. Mereka perlu orang tua yang sehat jiwa dan pikirannya. Agar jangan sampai, kalau saat kita memiliki trauma, ternyata tanpa sengaja menjadi penghambat bagi anak-anak kita. 3. Romantisasi keadaan. Belum menikah di usia tersebut sebenarnya itu bukan masalah, tidak ada panduan bahwa menikah itu harus usia 25-30. Tidak ada dosanya juga belum menikah di umur 30 lebih. Tapi, membiarkan diri meromantisasi keadaan sehingga dari sana kita merasa mendapatkan dukungan, validasi, pembenaran pendapat, dan apapun yang sebenarnya digunakan untuk menutupi kekhawatiran diri karena belum menikah. Alih-alih berusaha untuk membangun persepsi diri yang benar, pandangan hidup yang lebih luas, dengan demikian kita bisa memiliki value kita sendiri yang kuat, yang tidak goyah saat kita sendirian dikamar yang sepi, atau saat di tengah kumpulan keluarga.
4. Tidak siap dengan masalah. Kalau kata buku yang kubaca, menikah itu seperti memilih masalah yang akan kita jalani seumur hidup, jadi pilihlah masalah yang kamu mau menjalaninya. Tontonan berupa film, drama, dan romanitasi yang berseliweran di media sosial secara tak sengaja membangun kesadaran kita bahwa menikah itu pasti akan sebahagia itu. Ini juga berkaitan pada poin satu tadi salah satunya. Tidak siap dengan beragam masalah, harus beradaptasi dengan beragam kondisi, kompromi dengan pasangan, belum lagi hal-hal lainnya. Tidak setiap pernikahan itu selalu dimulai dengan sudah memiliki rumah, kadang harus ngontrak. Tidak dimulai dengan langsung ada mobil, harus kerja bertahun-tahun dulu. Belum lagi nanti kalau harus memilih sekolah anak yang disesuaikan sama budget keluarga. Belum lagi, bersosialisasi dengan masyarakat. Singgungan yang banyak itu akan menciptakan dinamika, salah satu dinamikanya adalah masalah-masalah tersebut. Belum lagi dinamika soal tinggal di mana, siapa yang akan ngejar karir duluan, dan berbagai pembagian peran dan tugas dalam keluarga. Apakah kamu siap menghadapi dan berkompromi dengan beragam masalah itu? Sesuatu yang memang sudah sepaket dengan pilihanmu untuk berkeluarga.
Apakah kamu bisa membayangkan? Empat dulu, ada banyak temuan lainnya dari hasil diskusiku selama ini. Pendapat di atas sangat subjektif, benar-salahnya tidak mutlak. Tapi semoga bisa menjadi pelajaran penting. Pelajaran yang membuat kita bisa memiliki perspektif yang lebih luas dalam mengamati sesuatu. Ada tambahan? (c)kurniawangunadi
611 notes · View notes
dindahr1907 · 3 months ago
Text
Penanganan Psikologi pada Perkembangan Anak dan Remaja Berkebutuhan Khusus yang Mengalami Hambatan Sosial
Dinda Haniyati Rizki (2230901305)
Sae Maharani Ahmad (2230901307)
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan individu yang memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dengan anak-anak seusianya, baik dari aspek fisik, kognitif, maupun sosial-emosional. Hal ini menyebabkan mereka memerlukan pelayanan pendidikan dan dukungan yang lebih spesifik. Secara umum, ABK meliputi anak-anak yang mengalami tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, gangguan komunikasi, serta gangguan emosi dan perilaku (Hallahan dan Kauffman, 1988). Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh ABK adalah hambatan dalam menjalin relasi sosial, yang dapat berdampak signifikan pada perkembangan emosional dan sosial mereka.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki karakteristik unik yang membutuhkan pendekatan khusus, terutama dalam mengatasi hambatan sosial. Relasi sosial merupakan kebutuhan penting bagi mereka, tetapi seringkali sulit dijangkau karena keterbatasan komunikasi atau stigma dari lingkungan. Hambatan ini dapat memunculkan kecemasan sosial, tantrum, hingga penurunan kepercayaan diri. Oleh karena itu, pendekatan psikologis diperlukan untuk membantu mereka membangun hubungan sosial yang sehat dan mendapatkan dukungan emosional dari lingkungan sekitar.
Dalam penanganannya, psikologi menyediakan berbagai strategi seperti terapi sosial-edukasi untuk meningkatkan keterampilan komunikasi dan terapi kognitif-perilaku untuk membantu mereka mengelola pikiran negatif. Selain itu, keluarga dan guru memiliki peran besar dalam menciptakan lingkungan yang mendukung. Dengan memberikan pelatihan kepada keluarga dan edukasi kepada teman sebaya, ABK dapat merasa diterima dan dihargai. Di sekolah, kebijakan anti-bullying dan pendekatan proaktif dari guru dapat menjadi langkah efektif untuk melindungi ABK dari perundungan yang sering mereka alami.
Masyarakat juga perlu dilibatkan untuk mengurangi stigma terhadap ABK. Melalui program komunitas, kampanye kesadaran, dan kolaborasi berbagai pihak, lingkungan sosial yang lebih inklusif dapat terwujud. Dengan pendekatan yang holistik dan berbasis empati, ABK tidak hanya mampu mengatasi hambatan sosial, tetapi juga berkembang menjadi individu yang percaya diri dan mandiri. Dukungan ini bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan mereka, tetapi juga memastikan bahwa mereka dapat berkontribusi positif dalam komunitasnya.
Hambatan sosial pada ABK sering kali dipengaruhi oleh faktor internal, seperti keterbatasan komunikasi, serta faktor eksternal, seperti lingkungan yang tidak mendukung dan adanya perilaku bullying. Untuk itu, peran psikologi menjadi sangat penting dalam membantu ABK mengatasi hambatan sosial mereka, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal di lingkungan masyarakat.
Dalam konteks pendidikan inklusif di Indonesia, ABK memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak-anak lainnya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan inklusif bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah, fleksibel, dan responsif terhadap kebutuhan semua anak, termasuk ABK (Stubss, 2002).
Pendidikan inklusif menempatkan ABK di sekolah umum bersama anak-anak tanpa disabilitas. Hal ini bertujuan untuk mendorong interaksi sosial yang positif dan membantu mereka belajar beradaptasi dalam lingkungan yang lebih luas. Namun, penerapan pendidikan inklusif sering kali menghadapi tantangan, seperti kurangnya pemahaman guru dan teman sebaya mengenai kondisi ABK, serta minimnya fasilitas pendukung yang sesuai.
Relasi sosial merupakan kebutuhan mendasar bagi semua individu, termasuk ABK. Relasi sosial tidak hanya membantu seseorang merasa diterima di lingkungannya, tetapi juga memengaruhi perkembangan emosional dan psikologis secara keseluruhan. Namun, ABK sering kali menghadapi kesulitan dalam menjalin hubungan sosial akibat perbedaan yang mereka miliki.
Hambatan komunikasi, kurangnya pemahaman lingkungan, dan stigma sosial menjadi faktor utama yang menghambat relasi sosial ABK. Akibatnya, banyak ABK yang mengalami isolasi sosial, rasa rendah diri, hingga kecemasan sosial. Situasi ini semakin diperparah oleh pengalaman bullying yang sering kali mereka alami di sekolah maupun lingkungan tempat tinggal. Bullying terhadap ABK dapat berupa ejekan, penolakan, atau bahkan perilaku agresif dari teman sebaya.
Hambatan sosial yang dialami ABK dapat berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka.
Beberapa dampak tersebut meliputi: 1.Kecemasan Sosial ABK yang mengalami kesulitan berkomunikasi sering kali merasa cemas ketika berada di lingkungan sosial. Mereka mungkin takut berbicara dengan orang lain, menghindari kontak mata, atau merasa tidak nyaman di tempat ramai. Kecemasan sosial ini dapat menghambat partisipasi mereka dalam kegiatan kelompok dan mengurangi peluang mereka untuk membangun hubungan sosial yang sehat.
2.Tantrum dan Ketidakmampuan Mengontrol EmosiKetidakmampuan untuk mengekspresikan kebutuhan atau perasaan secara verbal dapat membuat ABK menjadi frustrasi. Frustrasi ini sering kali diekspresikan melalui tantrum atau perilaku agresif. Tantrum pada ABK tidak hanya mengganggu proses interaksi sosial, tetapi juga dapat memengaruhi hubungan mereka dengan keluarga dan teman sebaya.
3.Rendahnya Kepercayaan Diri Pengalaman negatif dalam interaksi sosial, seperti ditolak atau diejek, dapat menurunkan rasa percaya diri ABK. Mereka mungkin merasa tidak berharga atau tidak mampu memenuhi harapan lingkungan, sehingga lebih cenderung menarik diri dari interaksi sosial.Psikologi memiliki peran penting dalam membantu ABK mengatasi hambatan sosial yang mereka alami. Pendekatan psikologis yang digunakan harus bersifat holistik, melibatkan anak, keluarga, dan lingkungan sekitar.
Berikut adalah beberapa pendekatan yang dapat diterapkan:
1.Terapi Sosial-EdukasiTerapi ini bertujuan untuk mengajarkan keterampilan sosial kepada ABK, seperti cara berkomunikasi, berbagi, dan bekerja sama dalam kelompok. Terapi sosial-edukasi dapat dilakukan melalui permainan kelompok, simulasi situasi sosial, atau kegiatan interaktif lainnya.
2.Terapi Kognitif-PerilakuTerapi kognitif-perilaku membantu ABK mengatasi pola pikir negatif yang dapat menghambat interaksi sosial mereka. Misalnya, seorang anak yang merasa bahwa dirinya tidak disukai dapat diajarkan untuk mengidentifikasi dan mengganti pikiran tersebut dengan keyakinan yang lebih positif.
3.Pelibatan Keluarga Keluarga memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan sosial ABK. Orang tua dapat dilibatkan dalam program pelatihan untuk memahami kebutuhan anak mereka, serta belajar cara memberikan dukungan emosional dan membantu anak mengembangkan keterampilan sosial.
4.Kolaborasi dengan SekolahSekolah adalah tempat di mana ABK menghabiskan sebagian besar waktu mereka, sehingga penting untuk menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan mendukung. Guru dan staf sekolah perlu dilatih untuk memahami kondisi ABK dan mengembangkan strategi untuk mengintegrasikan mereka dalam kegiatan kelas dan sosial.
5.Pendekatan KomunitasSelain keluarga dan sekolah, komunitas juga memiliki peran penting dalam mendukung ABK. Program komunitas, seperti kelompok pendukung orang tua atau kegiatan sosial inklusif, dapat membantu mengurangi stigma terhadap ABK dan menciptakan lingkungan yang lebih ramah. Bullying menjadi salah satu masalah terbesar yang dihadapi ABK di lingkungan sosial mereka.
Untuk mencegah hal ini, diperlukan pendekatan yang melibatkan berbagai pihak:
1.Edukasi Teman Sebaya Program edukasi di sekolah dapat membantu anak-anak tanpa disabilitas memahami kondisi ABK dan belajar menghargai perbedaan. Dengan memahami bahwa ABK memiliki kemampuan dan keunikan mereka sendiri, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang lebih inklusif.
2.Kebijakan Anti-Bullying Sekolah perlu menerapkan kebijakan tegas terhadap perilaku bullying, termasuk memberikan sanksi kepada pelaku dan menyediakan mekanisme pelaporan yang aman bagi korban.
3.Pendekatan Proaktif Guru Guru harus secara proaktif mengawasi interaksi antar siswa dan mengidentifikasi tanda-tanda bullying. Guru juga dapat mengajarkan keterampilan resolusi konflik kepada siswa untuk membantu mereka menyelesaikan masalah tanpa menggunakan kekerasan. Perkembangan sosial-emosional adalah aspek penting dalam kehidupan setiap anak, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus. Hambatan sosial yang dihadapi ABK memerlukan penanganan psikologis yang komprehensif dan kolaboratif. Melalui terapi, dukungan keluarga, serta lingkungan pendidikan yang inklusif, ABK dapat mengembangkan keterampilan sosial mereka dan mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya inklusi dan penghargaan terhadap perbedaan menjadi langkah krusial dalam menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan ABK. Dengan pendekatan yang tepat, ABK dapat menjalani kehidupan yang bermakna dan menjadi bagian yang berharga dalam komunitas mereka.
Referensi
Cohen, S. (2004). Social Relationships and Health. American Psychologist, 59(8), 676-684.
Hallahan, D. P., & Kauffman, J. M. (1988). Exceptional Children: Introduction to Special Education. Prentice Hall.
Stubbs, S. (2002). Inclusive Education: Where There Are Few Resources. The Atlas Alliance.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wade, C. (2000). Psychology: Principles in Practice. Holt, Rinehart and Winston.
2 notes · View notes
sitinurhabibah14 · 2 years ago
Text
Mungkin seringnya diabaikan bahkan ditinggalkan sejak dini, seperti memanggil "kesepian" untuk bertamu saat kau tlah dewasa
"Diabaikan, ditinggalkan, dan kesepian" adalah kosakata yang menyakitkan kala dibaca dan dirasa, bahkan kadang membuat air matamu keluar entah apa alasannya
Tak jarang, memanipulasi diri sendiri menjadi orang lain agar bisa diterima
Memang bertemu dengan orang-orang yg membuatmu nyaman, akan mengurangi kadar kesepian yg dirasa
Tapi... hei jangan lupa, akan ada fase dimana kita akan saling pergi kan ya?
Kamu tak ada hak untuk menahan teman-temanmu, karena kesepianmu bukan kewajiban dan tanggung jawab mereka
"Dirimu, yang bertanggung jawab dengan rasa sepimu. Kesepian ga akan hilang dengan keberadaan keluarga hangat, dukungan dari best friends forever, dan cinta dari kekasih sejati. Jika kamu mengharapkan keberadaan mereka untuk menyembuhkan rasa sepimu, kamu akan membuat hubungan yg toxic." (Loneliness, Alvi Syahrin)
Jakarta, 6 Agustus 2023
27 notes · View notes