#berdagang
Explore tagged Tumblr posts
tebuirenginitiatives · 1 year ago
Text
Menjadi Entrepreneur Sukses Ala Rasulullah
Entrepreneur adalah seorang aktivis entrepreneurship yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam mengenalkan produk-produk baru, menentukan cara produksi, mengelola manajemen operasi, memasarkan, hingga mengelola modal operasional bisnis. Rasulullah sebelum diutus menjadi Nabi juga merupakan seorang entrepreneur sukses. Hal ini bisa kita ketahui dari sejarah perjalanan hidup beliau…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
gadisturatea · 1 year ago
Text
Kamu mungkin pernah merasa futur, lelah, dan malas untuk melakukan ketaatan. Malas beribadah. Bahkan ketika adzan berkumandang, kamu masih bermalas-malasan untuk bangkit dan bergegas.
Ya. Kamu tidak sendirian.
Kita semua pernah berada di fase itu. Fase-fase ketika semangat ibadah kita mulai kendor. Atau ketika iman kita mulai melemah. Bukan cuma kita yang merasa demikian. Para Sahabat di zaman Rasulullah juga. Beliau berkata, “jika bersama Rasulullah, imanku benar-benar berada di kualitas yang terbaik. Namun jika kembali ke rumah, bertemu istri dan anak-anak, kembali berdagang, imanku melemah tidak sama seperti ketika bersama Rasulullah.” Begitulah kira-kira curhatan seorang sahabat. Bahkan menganggap dirinya sebagai orang yang munafik.
Namun Rasulullah menjawab, bahwa begitulah hati manusia. Mudah berbolak balik. Karena fitrahnya, iman memang naik turun. Ia bisa naik dengan ketaatan. Dan bisa turun sebab kemaksiatan. Jika ingin iman kita selalu stabil, paksakanlah untuk melakukan ketaatan demi ketaatan.
Satu hal yang ingin aku ingatkan. Bahwa bagaimana pun kondisi imanmu saat ini, jangan pernah berhenti melisankan istighfar. Jangan pernah berhenti memohon ampunan. Sebab untuk itulah kita diciptakan. Allah tahu manusia tempatnya salah dan khilaf. Untuk itu Allah berikan solusinya dengan beristighfar dan bertaubat. 🤎
212 notes · View notes
penaimaji · 2 years ago
Text
Bertumbuh
Respon diri kita terhadap orang lain mencerminkan nilai diri kita sesungguhnya. Seringkali kita merasa tidak terima dengan tanggapan orang lain yang menurut kita negatif, sehingga tumbuh rasa ingin membalas perbuatannya; ingin orang itu segera mendapat balasannya; atau buru-buru memberi label buruk terhadapnya
Padahal rasa tidak nyaman itu justru membuat kita semakin bertumbuh. Mengoreksi pada diri sendiri apa yang salah dan perlu diperbaiki
Ini bukan soal personality saja, melainkan dalam hal berdagang juga demikian; dalam hal desain juga demikian; bahkan dalam hal dakwah sekalipun juga demikian. Atau dalam hal transaksional lainnya, apalagi kalau kita memiliki peran yang berhubungan dengan klien atau konsumen
Ada seseorang yang kukenal dekat, bekerja sebagai desain marketing dalam sebuah perusahaan. Ini pengalaman pertamanya sebagai desainer perusahaan dan seringkali mendapat komentar buruk atasannya
"Lama banget sih desainnya, ini harusnya sebentar aja udah jadi". Atau "Jangan bikin template sendiri, ini norak, harusnya bla bla bla". Atau "Presentasimu itu bertele-tele, langsung aja". Dan semisalnya yang mungkin kata-kata bos nya itu sering jlab jleb jlab jleb
Wajar karena baru pertama kali, ia masih berbaiksangka pada atasannya, "oh iya aku harus belajar lagi, ya mungkin pembawaan beliau memang begitu", dalam hatinya
Selang beberapa waktu, ia menemani atasannya keluar dan sempat berbincang meski tidak seharian. Atasannya itu memberikan banyak insight, mumpung masih muda harus perbanyak belajar dan pengalaman, juga menceritakan pengalaman beliau. Ternyata orangnya asik, tapi kalo urusan kerjaan beliau sedikit keras, karena mungkin begitulah cara beliau mengarahkan orang lain untuk bertumbuh, dan bisa jadi memang beliau terdidik demikian. "Harus dikejar, mungkin 10 tahun kedepan kamu sakit, tapi nanti kamu merasakan hasilnya", kata beliau pada juniornya
Beliau berasal dari kampung dengan keluarganya yang sederhana. Mungkin beliau tumbuh selaras dengan kerasnya hidup, juga ambisinya yang ingin sukses mengejar karir. Tentu, semuanya tidak dengan rasa nyaman, sampai sudah pernah menempati level vice president beberapa perusahaan besar di umur 30-an ini
Sedangkan teman si junior desainer yang lainnya ini saat melihat atasannya sering ketus dan marah, mereka malah menyerang personality atasannya, bukan melihat kesalahan kinerja mereka sendiri. Mereka tidak siap ditekan dengan perubahan kultur perusahaan karena terbiasa dengan zona nyaman. Mereka tidak suka dengan kritikan yang kalau dilihat dari sisi lain, merupakan sebuah lecutan diri untuk lebih bertumbuh lagi
Bertumbuh memang tidak akan pernah nyaman. Sekalipun kita merasa personality kita baik, tentu ada masanya kita dikritik pedas untuk perlu naik level
Semoga rasa tidak nyaman itu selalu bersandar kepada Allah, barangkali itu memang sinyal dari Allah melalui perantara orang lain. Entah apa tujuannya, barangkali kita hanya perlu melihat pada diri. Dan apapun yang terjadi tentu atas izin-Nya, bukan?
Jakarta, 1 Juni 2023 | Pena Imaji
168 notes · View notes
menyapamakna1 · 1 year ago
Text
Tumblr media
Adalah caraNya membuat kita melangkah keluar, melihat orang-orang dijalan, melihat orang-orang berdagang, orang-orang berjuang dibawah sinar matahari. Agar kita paham kalau masing-masing orang juga sedang berjuang. Menentramkan hati kita yang rusuh, menenangkan pikiran kita yang begitu keruh.
@menyapamakna1
99 notes · View notes
deehwang · 5 months ago
Text
Beberapa waktu lalu, anak asisten rumah tangga kami yang dulu pernah kerja di rumah kami, bertamu. Setelah tukar-tukar kabar, mengenang ibunya yang kabur dengan lelaki lain, kutanyakan juga kabar orok dalam perutnya--dia sedang hamil. Kudengarkan keluh kesah sampai pencapaiannya selama ini. Termasuk tentang adik-adiknya yang disekolahkannya tapi kabur semua, lalu pernikahannya; katanya, ia sudah bercerai dan menikah lagi. Kemudian, ia mulai memamerkan segala sesuatu yang menurutnya--mungkin--tidak kami punyai. Ia bilang di pernikahan sebelumnya ia punya mobil dan banyak motor. Pemasukkannya sekali berdagang sehari dua jutaan. Adiknya juga sudah punya satu mobil pickup. Bahwa ia sangat bergaya dan hebat saat menyetir mobil itu. Ia bilang bahwa foto-foto saat ia menggunakan mobil ada di Facebook semua. Ia menceritakan itu semua seakan nasib sudah ditukar balik dan ia sudah di atas semua orang. Ketika pulang, ia tak dijemput atau naik kendaraan yang disebutkannya tadi; dalam keadaan hujan jam sepuluh malam--ia bertamu sangat lama--aku yang mencarikan tukang ojek buatnya.
Keluarga jauh kami memamerkan kabar baik bahwa mereka baru saja membeli mobil. Katanya, selama ini warnanya selalu tukar-tukar. Dari hijau jadi merah. Dari merah jadi putih. Dst. Ketika kubilang, mainlah sesekali ke rumah, kan, sudah ada transportasi sendiri, tidak seperti dulu--fyi mereka tergolong orang kurang mampu dibanding keluarga kami yang lain, dan itu yang membuat kami maklum mengapa mereka amat jarang pulang ke tanah kelahiran--di telepon, mereka menjadikan kesehatan yang buruk sebagai alasan.
Waktu aku sakit panjang enam bulan, sampai-sampai setelah sakit itu ibuku membuat nasi kotak untuk menyelesaikan nazar kesembuhanku, seorang kerabat datang. Mereka tidak datang untuk menjenguk. Aku lupa alasan mereka datang. Tapi jelas mereka tidak tahu aku sakit. Namun ketika tahu, mereka bilang begini : 'ayo, kami antarkan ke kota x untuk berobat. Mereka bisa melakukan kolonoskopi untuk bagian perutmu. Tapi ... cuma nganterin aja ya. Biayanya ya bayar sendiri. Kami kan sudah bersedia nganterin'. Kami bahkan tidak meminta tolong apalagi menyinggung masalah bea berobat. Apalagi, lah wong ibuku 'orang' rumah sakit. Beliau tahu apa yang pantas dilakukan. Kondisiku juga saat itu sudah mulai bisa jalan. Tapi mendengarkan itu, aku sangat terluka; mereka berpikir hanya mereka yang punya mobil dan hanya merekalah sesatu yang kami bisa mintai tolong. Aku penasaran, sudahkah mereka lupa saat istri keluarga itu hamil, ayahku sampai rela melompati pagar rumah sakit untuk membantunya melahirkan dulu?
Ada keluarga dekat yang masih mengingat, dengan kesal, ketika aku dulu menolak ikut mereka jalan-jalan ke Mall dengan mobil mereka. Mereka terus mengungkitnya kemana-mana, seakan ada yang salah dengan personality-ku. Padahal ibuku tetap ikut. Masalahnya, mereka mungkin sudah menyiapkan sesuatu untuk dipamerkan lagi seperti jalan-jalan kami yang terakhir dulu; mereka menceritakan serunya bikin pizza, dan ketika di Mall terus membeo tentang keju mozzarella, paprika, sosis, seakan aku gak pernah tahu benda-benda itu eksis di dunia ini. Aku sejujurnya jadi tidak lagi nyaman di dekat mereka, sampai hari ini.
Dari semua kejadian di atas aku mengerti beberapa hal : satu, sebenernya gak semua orang 'mampu' wajib punya kendaraan pribadi tapi kadang beberapa orang menilai 'mampu'-nya kamu dari berapa kendaraan yang kamu punya dan bleng ... jadilah semua orang tergoda untuk punya satu. Semua orang. Bahkan yang tak berpunya berandai-andai punya. Dua, hidup sederhana itu gampang tapi jadi gak gampang kalau hidupnya dikelilingi orang-orang di atas. Godaannya gila-gilaan.
Dulu, kami punya mobil Jimny. Ayahku bilang 'kendaraan pasaran kadang tidak bisa memberikan nilai tinggi dalam penjualan kembali', seperti halnya membeli gawai mahal yang tidak pada fungsinya hari ini. Ayah benar. Aku pernah punya motor sendiri, jarang memakainya di kota ini, dan terjual setengah harga. Adikku pernah beli tab lumayan mahal, pada akhirnya hanya dipakai ibuku untuk main game. Kudengar-dengar harga jual mobil bekas Jimny naik karena nilai klasik dan produksinya yang terbatas (karenanya, dibandingkan mobil pasaran, aku hanya tertarik pada mobil-mobil jip).
Fungsi juga penting. Ini kota kecil, cuma lima menit ke pasar. Apalagi rumah sakit. Tinggal jalan saja sebentar, lalu sampai. Belakangan aku pun jarang bepergian ke luar kota dan cenderung suka berkebun ketimbang jalan-jalan. Masalah preferensi, aku jauh lebih suka menaiki kendaraan umum. Mereka selalu menawarkan pemandangan luas dan ruang lega. 'Membeli artinya berinvestasi' pada akhirnya bukan untuk pertimbangan nilai jual kembali tapi berguna atau tidaknya.
Dan aku gak suka nebeng. Beberapa orang akan merasa superior darimu setelah kamu nebeng sama mereka. Jadilah, aku lebih suka memanfaatkan kendaraan umum bahkan punya langganan ojek / becak sendiri. Kendaraan umum secara mengejutkan bisa menjaga harga diriku jauh lebih baik ... sementara untuk urusan emisi gas buang kendaraan dan seterusnya, aku gak perlu ungkit panjang lagi. Hidup berkesadaran tentu menuntut banyak perubahan dari gaya hidup.
Yang kupelajari adalah, bahwa setiap orang pencapaiannya beda-beda. Yang punya mobil, silahkan dipakai. Yang tidak punya, ya gak apa-apa--pasti ada pertimbangan sendiri. Yang salah itu kalau pencapaian material dijadikan penggaris buat ukur-ukur value diri orang. Ternyata ungkapan 'uang tidak bisa membeli kelas' ada bukan tanpa sebab. Sebab salah-salah bertingkah, bisa dinilai udik.
9 notes · View notes
ruang-bising · 1 year ago
Text
Sepenggal Tulisan Bising Diri Sendiri [ Bag. 2]
***
Bising, bising sekali omongan orang lain tentang keluargaku. Aku sudah bias, mana peduli mana yang hanya gosip. Ayah yang menafkahi kami dengan harta yang haram, ibu yang jarang dirumah, kami yang tercabik-cabik nama baiknya. Aku malu sekali. Aku hanya bisa berdo'a semoga suatu saat nanti mereka diberi hidayah oleh Tuhan.
Saat aku Kelas 3 SMA, Ayah jatuh sakit, parah sekali. Habis fasilitas yang kami punya, mulai dari rumah, transportasi, alat komunikasi. Mobilitas hidup kami benar benar hancur. Mungkin ini cara Tuhan membersihkan dosa masa lampau keluarga ini. Kakakku mengungsi di rumah kerabat, dekat dengan kampusnya. Aku terpaksa diasuh oleh yayasan tempatku bersekolah, aku yang setiap hari mencicipi masakan yang entah seperti apa rasanya. Tapi bagiku itu lebih enak kebanding memakan harta haram ayah.
Hampir setahun ayah sakit, akhirnya menemukan titik terang. Apa ayah bertaubat dari pekerjaannya? Tidak. Dan aku terpaksa masih betah diasuh yayasan lagi.
Satu bulan kemudian, pandemi menyerang. Itu tidak berpengaruh terhadap pekerjaan ayah. Aku berjanji tidak ingin lagi memakan harta haram. Aku kembali bertahan di asrama yang berukuran 3x5 m ini. Aku menghidupi mimpi-mimpiku sendiri sejak tahun itu. Masa kejayaan orang tua yang telah habis, kata orang. Aku menarik diri dari keramaian satu tahun itu, lebih dari puasa sosmed yang anak muda sekarang katakan. Aku harus segera menuntaskan perjuangan ini, hingga lulus bersekolah. Aku mengajar di surau seberang sekolah dan berdagang untuk sampingan.
"Nanti kalau udah lulus SMA, langsung kerja!!! Bales budi orang tua!!!" Ujar salah satu bibi dari ayah saat lebaran. Berat sekali bertemu keluarga besar ayah yang berpikiran kolot, dan setolol itu. seolah anak lahir, diasuh kedua orang tua berarti sama dengan berhutang. Bukankah itu kewajiban orang tua membesarkan anak? siapa pula yang menginginkan dilahirkan? "nasib tersial adalah dilahirkan" celoteh filsuf yunani seolah memenuhi kepalaku.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Aku bisa saja mengambil beasiswa prestasi di perkuliahan, berkat sertifikat lomba yang sering kujuarai. tapi reguler, yang berarti akan hidup dengan harta haram keluargaku lagi. Dan itu juga berarti aku harus hidup berdesakkan di kontrakkan petak, karena rumah ludes terjual. Akhirnya aku memilih jalan dengan mencoba berbagai beasiswa keagamaan, dan berakhir di asuh oleh salah satu yayasan pesantren terkemuka di kota ini. Seratus persen!!! Tentunya setelah mengikuti panjangnya seleksi. Persetan! Aku hanya ingin keluar dari lingkaran iblis ini.
Sesekali ibu menelponku dan ingin mengirimiku uang, tapi aku tak pernah mau lagi.
Berat sekali rasanya, kamu bisa membayangkan?
Memasuki tahun ke dua menjadi santri yayasan, Ayah mendapat hidayah, berhenti dari pekerjaannya, do'aku terkabul, terimakasih Tuhan. Ia berdagang, Ibu masih bergelut menjadi ART semenjak badai melanda keluarga kami. Pembersihan dosa, ujarku dalam hati.
Tahun kedua merupakan tahun terberatku di tempat ini, tuntutan dari yayasan semakin banyak, maklum, beasiswa seratus persen. "Kalian harus bener belajar di sini, setoran 2 lembar perhari, hadist juga, kitab pun jangan terlewat. Makanan yang hari ini kalian makan ga gratis, donatur, UMMAT yang membiayai kalian! Malu kalian kalau makan tapi gasampe target!!!" Bentak salah seorang ustadz kami. Semenjak itulah lidahku mati rasa memakan makanan yang di sungguhkan di sana.
Ajaib, aku berhasil lulus lebih cepat dari kalender pendidikan. Berbagai target di sana telah kucapai. Alhamdulillah. Aku bisa pulang ke rumah. Aku berjanji tidak ingin pulang sebelum pendidikan selesai di sana. Sisanya hanya persiapan mengabdi.
Liburan semester 4 dari total 6 semester, aku kembali ke rumah. Aku tersenyum melihat kontrakkan petakan. Tak apa, ujarku, Aku ikhlas, Tuhan. Kebanding menempati harta haram yang mendarah daging di setiap sudut tembok. Satu hal yang baru kusadari, ibu jarang di rumah, Terlibat hutang selepas badai keluarga kami.
Ayah? yang ayah lakukan hanyalah duduk di teras, tatkala di rumah, lebih sering makan dan tidur di rumah saudaranya yang kolot dan bodoh itu. aku dan kakakku (yang satu tahun kedepan akan menikah) terpaksa berkecimpung melunasi hutang mereka. kami menyisihkan uang dari keringat kami sendiri. Adikku? Adik kecilku bahkan masih kelas 2 SMP, ia masih terlalu lugu untuk memahami kondisi keluarga kami, yang ada dipikirannya mungkin masih bermain dan mencari jati diri.
Akhir semester 6, hutang mereka habis dan lunas, begitu pula tabunganku dan tabungan menikah kakak. Kakakku terpaksa menikah sederhana. habis sudah dream wedding dia, "gapapa, yang penting halal dulu." Ujarnya. Ya Tuhan, aku melihat wajah paling ikhlas di wajah kakakku. Bahkan aku menangis saat menuliskan ini.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Saat ini aku sudah bisa menabung diam-diam, aku ingin melanjutkan sekolah, aku juga ingin mempersiapkan masa depan. Tidak banyak, tapi aku ingin memulai rumah tangga lebih siap nantinya.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana. Aku ingin sekali saja tidur, nyenyak, tenang, tanpa memikirkan apa yang akan datang, hari esok, tuntutan. Tanpa memikirkan keluargaku yang begitu berkecamuk. Aku ingin sekali beranjak. Meninggalkan semua ini. Keluarga... yang membuat hidupku segetir seperti ini.
Kamu bisa bayangkan? Kontrakkan ini, tepatnya keluarga ini, bising sekali, sehingga aku tidak bisa mendengar diriku sendiri.
Aku hanya perlu terus berlayar, mengembara, jika besok pun kalian tidak lagi mendengar kabarku, mungkin aku tersesat di samudera atau di suatu pulau, atau bisa juga kapalku karam, sebab perjalanan ini kususuri sendiri.
*****
Satu jam aku menceritakan detail kejadian menyakitkan itu kepada seseorang yang kupanggil "umi". Pandanganku kosong, aku ingin menangis tapi tak memiliki tenaga. Sudah terkuras, aku tak memiliki kalimat sedih untuk menggambarkan itu semua.
Tiba tiba pelukan menghantamku. Umi memelukku sembari terharu.
"De, kamu sekarang udah umi anggap anak umi. Jangan pernah ngerasa sendiri ya de. Umi bangga sama kamu, kamu hebat."
Tangisku baru pecah. Saat aku menyadari bahwa ada orang lain, bukan dari keluargaku, yang memiliki sebongkah hati sehangat itu. Aku tak lagi mampu menahan hebatnya kesedihanku. Aku tak mampu lagi membohongi perasaan sedihku. Aku menangis. Aku benar-benar merasa ditemani. Kebisingan ini sedikit mereda. Penerimaan. Kepercayaan diri yang lama hilang seolah hadir kembali. Kekhawatiranku, mereda. Aku menangis. Aku merasa lemah ketika menangis, tapi bolehkah aku menangis kali ini saja? Karena besok aku harus kembali berjuang untuk mimpi-mimpi, aku harus kembali berlayar, aku tak boleh berhenti sekarang.
44 notes · View notes
hi-reflection · 7 months ago
Text
So subtle is His kindness towards us, that we are unable to perceive it.
–Syeikh Ali Hammuda
Pagi kemarin, saya di pertemukan lagi dalam agenda sharing kecil bersama Mbak Nenny dan Shofie. Kami lanjut membahas salah satu Asmaul Husna, berangkat dari buku Li Annakallah karangan Ali bin Jabir Al-Faifi.
Teringat, waktu kecil, ada sebuah buku anak di rumah saya, yang masih terbekas jelas memori ini atas sampul warna hijaunya: Buku tentang 99 Nama-Nama Allah.
Tapi di weekly sharing yang Alhamdulillah sudah tiga pertemuan ini, ada yang berbeda rasanya.
Ntah mengapa, setelah 23 tahun digempur dengan jatuh-bangun kehidupan, diperkenalkan kembali dengan 99 Nama-Nya, membuat saya lebih bisa merasa rendah hati (baca: menyadari bahwa se-begitu butuhnya manusia dengan Rabb-Nya).
Ya, rendah hati.
Karena untuk bisa kembali mencoba mengenal Nama-Nama Ini saja, yang rasanya seharusnya sudah sedari dulu harusnya saya hapal, butuh kerendahan hati. Butuh mengosongkan bejana hati kembali, bahwa masih banyak lo Han, yang belum kamu tau tentang Allah :".
Ya Allah, kemana saja saya selama ini?
Dan di pertemuan itu, kami sampai di Nama Allah:
Al-Lathiif, Yang Maha Lembut.
Dari kata Al Luthf, cara atau perilaku yang tersembunyi dan detail. Dengan secara tersembunyi, tertutup, dari arah yang tidak kita ketahui, dari arah yang tidak diduga.
Ketika ada sesuatu yang terjadi pada kita, Allah Yang Maha Lembut, tak langsung memberi tahu kita tentang takdir kita.
Kita mikir kalau mau hasilnya A, harus B dulu. Padahal bisa aja pake C dulu, baru ke D, baru ke A.
Seperti ketika Nabi Yusuf 'alaihissalam mengalami berbagai kejadian yang menggoyahkan jiwa dan iman.
Dari terjebak di sumur, hingga bisa menjadi orang yang disegani di Mesir. Rasanya gak mungkin. Gak ketebak. Bahkan ketika ditakdirkan harus masuk penjara atas ketidakbersalahannya pun, Nabi Yusuf gak langsung dikeluarkan.
But Allah is So Subtle, that all of those trials finally made it to His beautiful decree: berjumpanya Nabi Yusuf dengan takwil mimpinya.
Bersujudnya matahari, bulan, 11 bintang kepadanya. He finally reunited with his family.
Seperti ketika Nabi Musa 'alaihissalam yang dibuang ke sungai, dirawat Fir'aun,
Allah menyelamatkan Nabi Musa gak dengan cara langsung. Betapa sedihnya sang Ibu ketika harus menghanyutkan Nabi Musa ke sungai. Bagaimana mungkin bisa kembali?
Tapi Maha Lembutnya Allah, membuat Nabi Musa gak mau minum ASI dari wanita lain, hingga akhirnya kembali ke pangkuan sang Ibu.
Seperti ketika Allah mengeluarkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat dari siksaan pemboikotan Syi'ib Bani Hasyim.
Tiga tahun diboikot terisolir. Tidak boleh ada yang berbicara, berteman, berdagang, dengan Bani Hasyim, kecuali jika secara sukarela mereka menyerahkan Sang Nabi untuk dibunuh.
Bagaimana bisa pemboikotan ini dihentikan?
Hingga lima pemuda akhirnya menemukan satu sama lain untuk bersepakat menggagalkan piagam pemboikotan. Dan ternyata ketika dibuka piagam itu, rayap memang sudah menggerogoti piagam kejahatan itu, kecuali pada tulisan-tulisan Nama Allah.
Bahkan seperti ketika kami sedang sharing pagi itu,
Gak sengaja ngepas Mbak Nenny memutuskan akhirnya bahas Al Lathif, padahal awalnya gak mau bahas itu.
Dan kebetulan ngepas daku baru baca kisah pemboikotan yang dihadapi para sahabat Nabi.
Dan ngepas malam sebelumnya baru aja overthinking tentang takdir-Nya.
Atau hingga tulisan ini hadir di hadapan sang pembaca.
Semua tiba-tiba, tanpa kita sadari, membawa kita pada takdir menemukan dan merasakan makna Nama Al Lathiif ini 🥀.
Kadang kita mikir, apa yang terjadi ke kita itu hal yang biasa. Padahal Allah menjadikan sesuatu dengan sebab-sebabnya. Hanya saja kita tidak sadar.
Karena saking lembutnya Allah. 🥺
Begitu pula tentang Mimpi.
Kadang, kita punya impian, cita-cita yang besar tapi merasa pesimis dengan diri sendiri. Maka yang harus kita ingat adalah, kita punya Allah.
Jangan lupa, bahwa Allah Maha Lembut. Kita gak tau sebab kecil mana yang mengantarkan kita pada impian kita tersebut.
Maka sejatinya, setiap kita melihat semua takdir kita, pasti ada kelembutan. Maka Amatilah.
Semoga, kita akan selalu bisa mendapati kelembutan-kelembutan dari Allah Yang Al Lathiif.🥀
– Senin, 6 Mei 2024
(ditulis pukul 7.00 pagi)
9 notes · View notes
vampwritersposts · 2 months ago
Text
Tumblr media
DI UJUNG EROPA
by : vampwriter
Suara riuh pasar Batavia, keramaian orang berjualan, dan aroma rempah-rempah serta kain yang memenuhi udara. Di sudut pasar, Rizal, seorang pemuda tampan berdarah Minangkabau berusia awal dua puluhan, berdiri di depan lapak dagangnya. Ia mengenakan pakaian sederhana, terlihat rajin dan penuh semangat.
Rizal adalah seorang anak yatim piatu. Ketika masih kecil, ia menumpang di kapal dagang dari Sumatra ke Batavia. Hidupnya penuh perjuangan, tetapi semangatnya tak pernah padam. Kini, ia berdagang kain milik seorang pedagang dari kampungnya, berusaha untuk mengubah nasib.
(Rizal mengatur kain-kain yang terlipat rapi, berbicara dengan pembeli yang menghampirinya.)
Rizal: (tersenyum) "Ini kain terbaik dari Sumatera, bu! Sangat cocok untuk pernikahan, serat nya lembut dan tidak panas".
(Seorang wanita membeli kain, Rizal berterima kasih dan melayani dengan ramah. Tiba-tiba, Dewi, seorang wanita Batavia berdarah Jawa yang anggun, muncul di dekat lapak Rizal. Ia mengamati kain dengan minat.)
Dewi: (tersenyum lembut) Kain ini sangat indah, Tuan. Dari mana asalnya?
Rizal: (terkejut melihat Dewi) Terima kasih, Nona. Ini berasal dari kampung saya di Sumatra. Setiap motif memiliki cerita dan makna.
(Dewi tertarik, mendekat untuk melihat lebih dekat.)
Dewi: (bersemangat) Saya sangat suka dengan kerajinan tangan seperti ini. Keluarga saya juga memiliki banyak koleksi gaun gaun yang indah.
(Rizal merasa terhubung dengan Dewi, ada kesamaan minat yang membuatnya nyaman.)
Rizal: (dengan senyum) Benarkah? Kain adalah bagian penting dari budaya kita. Saya percaya setiap potongan kain bisa menceritakan kisahnya sendiri.
(Di tengah percakapan, Tuan van der Meer seorang pebisnis rempah yang baik hati menghampiri mereka karena tertarik dengan lapak milik rizal yang selalu ramai pengunjung .)
Tumblr media
ilustrasi
Tuan van der Meer: (melihat Rizal dan Dewi) "Ah, pemuda! Senang melihatmu berbicara dengan Nona ini".
Dewi : ( menjabat tangan van deer meer karena mengenali van deer meer ) "Hai tuan van deer meer, lama tak jumpa, saya sedang di bantu oleh pemuda ini untuk memilihkan kain yang terbaik untuk gaun saya".
Tuan van der Meer: (tersenyum) "Senang bertemu kembali dengan Nona, Nona Dewi. saya melihat lapak ini sangat ramai pengunjung dan karena pemuda ini adalah pedagang yang jujur dan berbakat".
(Dewi melihat Rizal dengan rasa hormat.)
Dewi: (berbicara pada Rizal) "Saya sangat menghargai kejujuran dan dedikasi Anda. Ini kualitas yang sangat langka".
(Rizal tersipu mendengar pujian tersebut, dan merasa bangga.)
Rizal: (merendah) "Terima kasih, Nona. Saya hanya melakukan yang terbaik untuk pelanggan".
(Dewi dan Rizal saling bertukar pandang, suasana di antara mereka semakin hangat.)
Di tengah keramaian pasar, dua jiwa bertemu. Rizal, yang berjuang untuk mengubah nasib, dan Dewi, yang terlahir dalam keanggunan, keduanya memiliki suatu hal yang membuat mereka saling terkait.
(Tuan van der Meer berpamitan, dan Rizal serta Dewi tetap berdiri di dekat lapak, berbicara lebih lanjut.)
2 notes · View notes
blablapret · 2 months ago
Text
Dulu Benci, Sekarang Cinta
Tumblr media
Oke, dari sini aku paham cara memperkenalkan anak2ku dengan Kimia. Supaya ga trauma Kimia kayak Ibunya.
Kalau Math so far impressionnya masih baik karena diperkenalkan dengan cara project berdagang. Siapa siih yg gasuka dapet duit, ya kan? Kemaren tabina hepi banget dapet duit 60rebu, hasil dari jualan gelang dan cincin manik2 yg dia buat.
Dari project manik2 aja dia udah belajar: mengenal pattern, ngitung manik2, belajar teori warna utk membuat perpaduan warna manik2 yg menarik, mengasah motorik halus mencapit manik2 yg ukurannya keciil, lebih kecil dari upil dgn kedua tangannya. Bahkan dia belajar cara pakai tang utk menjepit stopper, kodokan, dan kokot udang buat sambungan gelangnya. Saat market day berlangsung, dia belajar ngitung kembalian pake uang real. Belajar ngitung profit, omset, dan modal --> Beuh udah lengkap banget ga nih, belajar pertambahan, pengurangan, perkalian, pembagian.
Belum lagi anak2 belajar softskill. Teknik2 marketing: bikin brand, mikirin packaging, presentasiin produk, cara meyakinkan calon pembeli, sampe ngerayu pembeli utk membeli lebih banyak dengan cara bundling harga. Wkwkwk. Masya Allah Tabarakallah. Belajar memang harus seseru ituu!
2 notes · View notes
mengukirkenangan · 1 year ago
Text
Kakek telor
Begitu aku menamainya. Pertama kali aku melihatnya duduk menjajakan telor asin di pintu barat stasiun manggarai.
Usianya tak lagi muda, tapi beliau memilih bekerja ketimbang meminta-minta.
Hari itu, aku menyesal tidak membawa uang tunai sehingga aku tidak bisa membeli dagangannya.
Sepertinya kakek jarang ada pembeli, sebab nampaknya sangat bersyukur ketika di hari lain aku berhasil membeli telor asinnya.
Kakek sampai hafal denganku, artinya pelanggannya tak banyak. Sebab, di jam sibuk pasti sangat banyak orang berlalu lalang di manggarai. Tapi beliau mengenaliku.
Sesekali aku kesiangan, dan turun di stasiun lain. Aku menjumpai sang kakek berjalan kaki. Jadi, selama ini beliau berjalan kaki untuk sampai di stasiun manggarai.
Ya Allah, semoga kakek selalu sehat.
Bagian tersedihnya adalah kantorku terpaksa dipindah dan aku sudah pasti tidak turun lagi di stasiun manggarai.
Rasanya sedih sekali, tapi hanya bisa mendoakan. Semoga pelanggan kakek yang satu ini, digantikan lebih banyak lagi ya kek.
Barangkali ada yang lewat di pintu barat stasiun manggarai, jika ada. Tolong dibeli, sebab beliau berdagang dengan halal dan bukan meminta minta.
10 notes · View notes
diksifaa · 2 years ago
Text
Karya untuk Dakwah
Untuk apa tujuan penciptaan manusia ? Yaa, Beribadah kepada Allah (QS. 51 : 56 ) dan menjadi Khalifah fil ard , pemimpin dimuka bumi (QS. 02 : 30 ). Keduanya adalah dakwah. Dan benar, bahwa profesi seorang manusia sebelum profesi lainnya adalah seorang Dai/ah. Si penyeru, si pengajak, si penyebar, dan si tukang meng ayo ayo kan dalam jalan-jalan kebaikan dan kebermanfaatan dengan ragam potensi masing-masing.
Jalannya memang berbeda, beragam, juga berliku. Seperti, Aku dengan ilmuku, kamu dengan tulisanmu, dia dengan seninya, mereka dengan sosial medianya, yang berdagang dengan bisnisnya, yang lain dengan pemikirannya, yang lain lagi dengan sholawatnya, yang lain lagi dengan kekuatan pasukannya, yang lain lagi dengan kekuasaannya, dsb. Namun bisa disimpulkan bahwa kita sedang berdakwah dengan karya masing-masing. Bagaimana kita bisa sama-sama berusaha selalu menegakkan kalimat tauhid dalam keberjalanan karya kita, mengais Rahmat dan Ridho Allah dalam jalan dakwah kita, dan yang paling penting puncak yang ingin kita raih adalah JannahNya. Satu tujuan namun dengan ragam karya.
Yang perlu diingat adalah, bahwa kita harus berkarya, kita butuh berkarya, dan kita wajib berkarya, yang disandarkan pada landasan niat untuk menegakkan jalan kebaikan. Sebab kita memang butuh, kita butuh dakwah, hidup kita butuh dakwah, siapapun butuh dakwah. Bukan dakwah yang butuh kita. Jika kita berhenti, dakwah akan tetap terus berjalan dengan orang-orang yang berada didalamnya, terus terbarui oleh waktu, kesempatan, juga perubahan.
Maka Bagaimanapun, kapanpun, dan dimanapun. Jalan ini tak akan pernah berhenti. Ada atau tidak adanya aku, kamu, dan kita. Jalan ini tetap berjalan dijalannya. Hingga tiba waktunya ia berhenti. Pada saat itu artinya semesta sudah tidak lagi berfungsi. Manusia tak ada dimuka bumi lagi.
Jalan yang penuh onak, dan duri, lagi berlika-liku. Realitanya Orang-orang didalamnya memang tidak banyak, ada yang memulai dengan terpaksa, ada yang singgah di persimpangan, ada yang berhenti ditengah jalan, ada juga yang berbalik arah, namun tak sedikit yang sampai pada tujuannya.
Selagi masih ada waktu, mari berdoa bersama agar Allah terus memberi hidayah dan taufiqNya, juga memberi kekuatan, kesabaran, dan kelapangan agar hati kita terus menggerakkan karya kita dalam balutan dakwah cinta. Bentuk cinta kita pada Nya. Sampai waktu kita telah habis, sampai kita tak lagi bisa berucap, sampai kita tak lagi berpijak di bumi. Aamiin
Faa , Narasi Ahad ceria
Tumblr media
#Masihbelajarrr
23 notes · View notes
gelasgelaskaca · 1 year ago
Text
Wanita karir..
Beberapa teman(perempuan ya hehe) memutuskan tetap bekerja meskipun sudah menikah. Sebagian yg lainnya ada yg jualan online, ada yg tidak. Full jadi istri dan ibu bahagia...
Dari beberapa teman itu, ada yg pernah bercerita padaku.
Dia memaksakan dirinya terlihat "berpenghasilan sendiri" atau memaksakan dirinya untuk bekerja, dgn berdagang, ataupun yg lainnya.
Kenapa jadi terpaksa? Karena seringkali wanita selalu disudutkan, sebagai pelaku utama yg menghabiskan uang suaminya.
Dan yang menyudutkan seperti ini ya perempuan juga, entah kenapa wanita seringkali menyakiti wanita yg lain hmmm
Jadi, kalau kalian lihat temanmu jualan, bekerja, padahal sebetulnya dia sedang tidak kekurangan dlm hal finansial. Barangkali keadaan ini salah satu alasannya..
Jangan dijulidin dgn julukan "cinta dunia", karena kita tidak tau apa yg sedang diperjuangkannya.
Cukup dikuatkan, di doakan, menasehati tanpa menggurui...
17 notes · View notes
enigmalestari · 6 months ago
Text
TETANGGA KK TETANGGA KELUARGA2 BROKEN HOME, YG KOAR2 NGAKU KOMPAK. SE🏚, TAPI KOMPAK NYA BAGIAN DAGANH PILAT-JAJAN PILAT SUAMI ISTERI, DGN ANAK2, MENANTU2ANNYA, DGN TETANGGANYA BERDAGANG PILAT, MASAK KAGAK WALAUPUN RAMAI2 BANYAK ORANG DI 🏚 BORDILNYA 🤣🤣🤣, JUGA GA BELI MAKANAN JADI, CUMA DENGKI, IRI HATI, PERUSAK, & CUMA DAGANG PILAT, JAJAN PILAT, CUCI KERING PILAT, KOMPLOTAN JAHAT MEMBENTUK ORGANISASI KEJAHATAN, ORGANISASI PELACURAN DI 🏚 BORDIL NYA, KOAR2 KOMPAK SOLID SE 🏚 🤣🤣🤣🤣🤣, CUMA KOMPAK MELACUR, BERZINAH, DAGANG PILAT, JAJAN PILAT, CUCI KERING PILAT, OTAK KOTOR, MELACUR, ZINAH MANGSA ANAK2 SEKOLAH TIAP HARINYA, PARA 🐷 YG SBG ORANG TUA MEREKA BRENGSEK, BEJAT, ANAK2NYA PUN LEBIH BRENGSESK DARI ORANG TUANYA. SOMBONG KOMPAK2 RAMAI2 BRENGSESK & BEJAT 🤣🤣🤣🤣🤣🤣, KALAU DALAM URUSAN YG BAIK, TERHORMAT GA TAU, GA PERNAH PRAKTEK, TAPI URUSAN DAGANG PILAT JAJAN PILAT SUAMI ISTRI, ANAK2NYA, MANTU2ANYA, KEPONAKAN YG ADALAH ANAK ANGKATNYA, YG PUNYA CUCU KOMPAK BERBUAT ASUSILA, AMORAL 🤣🤣🤣🤣🤣, RAMAI2 NGEBANGKE, JADI ZOMBIE NGE BUSUK MASSAL JADI SAMPAH YG GA BERGUNA DI MUKA BUMI, SMAPAH2 YG GA BISA DI DAUR ULANG, PARA 🐷 NAZISSSS. PARA 🐷 LONTE, YG ANAK2 CUCUNYA SEJAK USIA 10 TAHUN SUDAH GA PERAWAN GA PERJAKA, BAHKAN SEJAK BATITA SUDAH DI RUSAK OLEH ORANG TUA KANDUNG, KELUARGA KANDUNGNYA SENDIRI 🤣🤣🤣🤣🤣. DIKIRAIN PARA 🐷 AIB MEREKA GA AKAN KEBONGKAR 🤣🤣🤣🤣🤣🤣.
2 notes · View notes
yangmeracau · 6 months ago
Text
Waktu kecil aku sering bingung pekerjaan bapak itu apa? Soalnya gak pernah di rumah, tapi gak punya seragam kerja juga.
Pas kuliah dan beberes rumah, baru sadar bapak saya ternyata pedagang. Ada lebel merek, nib, sertifikat merk dagang, izin usaha dan beberapa alat dan sisa produk.
Tanpa disadari, setelah beberapa tahun, aku merasa sedang menjadi bapak di masa lalu. Ya, secara tidak sadar saya pun berdagang!
Padahal setelah lulus, saya pernah ada di fase benar-benar sendiri. Tidak tahu sehabis kuliah ini mau apa, gak tahu caranya melamar kerja itu seperti apa. Sampai suatu hari pernah bengong di balai kota bingung mau ngapain, dan apa yang harus dikejar.
Tapi Tuhan sering ngasih aku "kerjaan" Aku dekat dengan beberapa orang dan merencanakan sesuatu, aku juga didekati beberapa orang dan dimanfaatkan lantas tinggalkan hutang dan menghilang.
Lama lama, aku berfikir kalau hubungan pertemanan hanyalah untuk mengambil keuntungan saja.
Dulu aku super effort banget kalau diminta tolong. Giliran skrg aku cuma minta waktu 5 menit aja, dari sekian banyak teman cuma 1 orang yang mau direpotin.
2 notes · View notes
tulisankidal · 6 months ago
Text
Negeri Seberang
Alkisah, ada seorang pemuda yang memutuskan pergi berkelana jauh dari rumah bersama kuda tua peninggalan kakeknya. Ia meninggalkan ibu beserta dua saudaranya. Berat dan melelahkan.
Setelah beberapa waktu, ia berhenti dibawah pohon beringin untuk sejenak rehat. Tak jauh dari situ, terlihat seorang pria penempa besi yang sedang mengumpulkan rongsok untuk diolah.
Kontak mata diantara mereka pun bertemu dan saling melempar keramahan. Tak lama pria tersebut membuka perbincangan.
"Mau pergi kemana, nak?" ujarnya.
"Aku ingin pergi ke negeri seberang untuk berdagang agar keluargaku di desa dapat makan dan hidup enak" jawab si pemuda.
"Apa kau punya kekasih?" pria tersebut bertanya lagi.
"Ya, dia adalah wanita yang sangat kukagumi. Tak hanya indah rupanya tapi juga tangguh hatinya. Ia bagaikan telaga di tengah sabana. Tapi sekarang aku pergi darinya untuk berjuang, tak hanya untuk keluargaku tapi untuknya kelak." jawabnya.
"Bagaimana jika ada saudagar kaya yang baik hati lebih dulu datang padanya dan meminangnya? Apa kau tidak kecewa?" tanya penempa besi yang makin penasaran.
Mendengar itu, si pemuda terdiam sejenak. Ia paham betul konsekuensi buruk itu sangat bisa terjadi padanya. Dengan nada suara berat, si pemuda menjawab.
"Tak munafik, itu jelas membuat jiwa dan hatiku sangat sakit bak dihunus lima bilah pisau. Tapi aku tak mampu membencinya."
"Kenapa begitu?" tanya penempa besi.
"Sebab aku tahu itu yang terbaik untuknya. Aku menyayanginya. Rasa yang sedalam palung di luasnya samudera. Meski yang ia tangkap mungkin hanya sebatas permukaan." ucap pemuda dengan penuh keyakinan.
"Aku merelakannya. Namun aku akan tetap dan selalu menyayanginya, dari jauh, dalam diam" tutupnya.
6 notes · View notes
kosakatapriaa · 2 years ago
Text
Sesekali bercengkeramalah dengan pedagang siomay keliling itu. Mengapa ia bersedia meninggalkan dagangannya di luar masjid hanya untuk menunaikan salat. Bisa saja dagangannya dicuri, lalu ia merugi. Tanyailah kapan ia berangkat berdagang dan kapan ia pulang. Mengapa ia tak mengeluh sedikit pun. Lalu lihatlah raut ikhlas yang terpancar dari wajahnya. Jadikanlah ia pengajar tempat kita memahami bab ikhlas.
Atau, sesekali tanyailah penjaga mushola kecil itu. Mengapa ia begitu sabar menunggu, dari satu waktu salat ke waktu salat lainnya. Lalu mengisi waktu di antara keduanya dengan mengepel ubin mushola atau menghitung biji-biji tasbihnya sambil mengagungkan asma-asma-Nya . Jadikanlah ia pengajar tempat kita memahami bab sabar.
Belajar tak pernah terikat ruang dan waktu, belajar tak pernah mengenal status sosial atau banyaknya perbendaharaan. Angka tinggi dalam ijazah terkadang menjadi pembatas seseorang hanya bergerak dalam lingkup formal, sedang belajar dari kehidupan akan membuat seseorang sadar bahwa ia adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Di "Universitas Kehidupan", kita bisa belajar dari siapa saja dan menjadi apa saja.
Kita bisa belajar dengan mendalami peran sebagai daun hijau. Mengapa? Sebab ia tidak akan pernah gugur meski angin menghempasnya kencang. Kita juga belajar untuk tidak sekali-kali merasa pintar dan hebat. Sebab ia hanya ibarat daun berwarna coklat yang tinggal menunggu waktu untuk gugur.
Teruslah belajar dan teruslah merasa hijau. Dengan begitu, akan mudah bagi kita untuk terus bertumbuh.
19 notes · View notes