#Paus
Explore tagged Tumblr posts
Text
Anthropomorphism
Pernah merasa sayang atau suka pada binatang karena tingkahnya yang konyol? Apalagi ketika mereka mulai bertingkah manja dan menggemaskan seperti bayi yang polos? Itulah antropomorfisme. Kecenderungan kita melekatkan emosi pada spesies atau benda lain yang bukan manusia.
Pada awalnya konsep ini mungkin terkesan sederhana dan tidak melukai siapapun. Saat anak kecil memukul atau menindih hewan peliharaan, orang tua sering berkomentar, "Jangan, adik kalau dipukul kan juga sakit!" Anak-anak kemudian belajar bahwa hewan sama seperti manusia. Mereka kemudian belajar bahwa hewan bisa merasa senang, marah, dan bosan seperti manusia. Sayangnya, ada hal penting yang luput dari proses pembelajaran ini. Manusia dan hewan tidak berpikir dan berproses dengan cara serupa. Pemaksaan untuk melekatkan sifat-sifat manusiawi pada hewan adalah sesuatu yang berbahaya.
Contoh sederhananya, kita sering menilai tingkah tertentu hewan sebagai 'bahagia' atau 'tersenyum', padahal nyatanya mereka sedang marah atau takut. Beberapa contoh yang pernah viral di internet misalnya tentang beluga yang dikira sedang 'bermain' tetapi ternyata marah pada anak-anak (bisa dibaca di sini) atau kungkang yang terlihat imut karena mengangkat tangannya padahal itu merupakan postur defensif (video singkat bisa dilihat di bawah). Mungkin ada banyak contoh lain yang belum saya ketahui, tapi pesannya sama; kita tidak bisa menerapkan standar manusia pada spesies lain.
Banyak orang merasa bisa 'melindungi' dan memberikan hidup yang baik pada hewan-hewan liar dengan standar yang kita terapkan pada hewan peliharaan atau diri sendiri. Padahal, masalahnya tidak sesederhana itu. Setiap hewan memiliki kecerdasan yang berbeda. Mereka berpikir dan berkomunikasi dengan cara unik. Salah satu informasi yang bisa menyadarkan kita adalah bagaimana paus berbicara dengan dialek serta aksen khas.
Paus adalah mamalia laut yang sangat cerdas. Penelitian bertahun-tahun menunjukkan bahwa kelompok paus yang hidup di daerah tertentu berbicara dengan dialek yang sama. Jadi, kita bisa menerka paus ini berasal dari mana berdasarkan caranya bernyanyi. Lebih gilanya lagi, orca atau paus pembunuh bahkan bisa belajar dan meniru bahasa lumba-lumba! Tetapi masih banyak orang yang merasa mereka hanya sekumpulan ikan besar yang sekadar hidup untuk makan dan berenang!? (Saya sisipkan satu video keren mengenai hal ini).
youtube
Bila kita menangkarkan binatang-binatang sosial yang cerdas ini dalam sebuah kolam kecil, bayangkan betapa depresinya mereka. Hewan sepintar ini dikurung dalam ruangan kecil tanpa stimulasi? Bagaimana kalau manusia yang dipaksa hidup dalam satu ruangan kecil seumur hidupnya? Apakah itu yang dimaksud dengan melindungi?
Saya bisa menceritakan berbagai macam hal menakjubkan lain tentang hewan-hewan di sekitar kita. Bukan hanya itu, tanaman pun menyimpan sejuta cerita yang tak kalah mengagumkan. Saya akan beri tahu satu yang paling keren. Tanaman tomat bisa berkomunikasi satu sama lain. Ketika ada beberapa tanaman yang diserang hama, tanaman-tanaman tomat lain di ladang yang sama akan memproduksi zat yang menangkal hama tersebut!? Dan kita manusia menganggap mereka hanya dedaunan yang tak bisa apa-apa!? (salah satu jurnal yang membahas tentang hal ini bisa di baca di sini).
Pengetahuan semacam ini seharusnya membuka mata kita. Makhluk hidup lain, entah hewan maupun tanaman, masing-masing memiliki hidup-kecerdasan-kemampuan yang unik. Walau bagi kita mereka mungkin hanya binatang atau pohon yang remeh, sangat mungkin mereka memiliki kemampuan yang terasa seperti superpower bagi manusia.
Sedikit bergeser sudut pandang, antropomorfisme juga boleh dibilang merupakan salah satu alasan kuat mengapa manusia lebih peduli dengan binatang peliharaan dibandingkan hewan liar. Kita merasa hewan bermata besar, berbulu halus, dan berkelakuan sesuai kemauan adalah jenis peliharaan ideal. Jika binatang ini berlaku 'nakal' atau 'jahat', berarti mereka bukan 'teman' yang baik. Menurut saya pemikiran ini absurd, memang mereka berevolusi untuk hidup berdampingan dengan manusia. Namun, sungguh aneh kalau kita memaksakan seluruh standar manusia kita untuk mereka. Lebih jahatnya lagi, kita hanya peduli pada hewan yang sesuai dengan standar itu. Jika ada hewan buas menakutkan, dibunuh tidak apa-apa. Tetapi kalau ada anjing atau kucing terluka, semua orang berbondong-bondong fundraising. Bukan hanya pada manusia lain, ternyata pada spesies lain pun kita juga rasis (speciesism lebih tepatnya).
Mungkin orang kemudian berargumen, ada juga lho orang yang suka memelihara hewan liar. Kan itu bukti bahwa hewan tidak harus imut? Anda perlu mempertanyakan ulang motif dan pola pikir manusia. Kebanyakan orang yang suka hewan liar cenderung merasa berkuasa atau dominan jika bisa menangkap/membunuh/menjinakkan hewan-hewan tersebut. Jadi, ini adalah upaya menundukkan spesies lain, satu hal yang berbeda dengan topik utama kita. Dari sudut pandang antropomorfisme, manusia justru melakukan hal ini karena hewan-hewan liar tidak terlihat seperti kita. Manusia merasa perlu menaklukkan makhluk eksotis untuk menunjukkan dominasi tanpa merasa bersalah atau kasihan. Itu juga sebabnya kita merasa lebih iba pada orangutan dibandingkan macan atau badak yang hendak punah, bukan?
Saya tidak menyangkal bahwa secara naluri, manusia memang lebih tertarik pada hewan yang lucu. Namun, memahami 'kelemahan' ini seharusnya membuat kita lebih bijak dalam menjalin hubungan dengan berbagai spesies lain di bumi ini. Masih ada terlalu banyak hal yang misterius dan hebat tentang mereka. Ironisnya, kita lebih sering mencoba melekatkan dengan paksa segala hal yang 'manusiawi' pada binatang. Sampai kapan kita hendak memaksakan standar bodoh itu pada berbagai macam keunikan mereka? Bukankah katanya kita adalah spesies yang paling pintar?
15 notes
·
View notes
Photo
Pope Francis blesses a photo of a child, displayed on a cellphone, at an audience with members of the WMCW in the Paul VI Hall at the Vatican Taken on January 16, 2016 Photographer: Alessandra Tarantino
#Alessandra Tarantino#papa#pope#paus#2016#Francisco#Francis#Franciscus#WMCW#MMTC#cellphone#celular#smartphone#blessing#bênção#zegen
8 notes
·
View notes
Text
Boudewijn en Judith
Het liefdesavontuur tussen onze eerste Boudewijn en Judith, de dochter van de Franse koning Karel de Kale, heb ik al een keer verteld in mijn kronieken van de Westhoek en helemaal onverwacht kom ik er nu op terug. Ik vertel nog even de historie in het kort: op kerstdag 861 ontvoert Boudewijn zijn Judith en hij komt zo in een openlijk conflict met haar vader. Door toedoen van de paus komt het in…
#Artesië#Boudewijn#Boudewijn I#Frankrijk#Gouwen#Hincmar#Judith#liefdesavontuur#ontvoering#pagus Mempiscus#paus#Vlaanderen
0 notes
Text
PAUS no Teatro Narciso Ferreira: Com Calma dei Passos Largos à imensa vontade e disse YESS | Reportagem Completa
Quarteto PAUS em Riba D'Ave | Foto Casa das Artes de Famalicão Reabilitado pela Câmara Municipal de Vila Nova de Famalicão, o Teatro Narciso Ferreira volta a ganhar relevo cultural após 20 anos encerrado. Reabriu as portas em 2022 e desde então, sob a batuta da Casa das Artes de Famalicão, tem proporcionado programação regular.
Situado em Riba D’Ave, na zona nascente do concelho de Famalicão, numa zona limítrofe com os concelhos de Guimarães e Santo Tirso tem o potencial de proporcionar programação à população local como de toda uma região.
Da música ao cinema passando pelo teatro o espaço ganhou nova vida. Numa fase inicial, de forma a captar o interesse da população, não cobrou pelas entradas. Passada essa fase todos os eventos passaram a ter bilhete pago. A parte boa disso? O custo dos ingressos é quase simbólico, por exemplo, este concerto dos PAUS do passado sábado, 26 de outubro, teve um preço normal de 4€. Uma pechincha!
A concentração de Fábio e Hélio | Foto Casa das Artes de Famalicão Por dois motivos esperava uma boa adesão de público: por causa da banda não estar a fazer muitos concertos e pelo preço do bilhete. Infelizmente a ocupação não terá chegado às 100 pessoas, num espaço de plateia que terá lotação máxima para cerca de 500 pessoas. Mais uma vez, tal como em outras ocasiões, acho que o evento não terá sido tão amplamente divulgado, inclusive nas redes sociais da própria banda não houve grandes referências. Creio que ao nível da organização do Teatro Narciso Ferreira a comunicação pode melhorar.
Finalmente consegui ver um concerto por inteiro dos PAUS mais de 6 anos depois da primeira tentativa. Na altura no festival L’Agosto as coisas não correram bem por causa do sistema PA e a curtíssima atuação, por entre muitas dificuldades, acabou cancelada em cima do palco. Por isso esta oportunidade, tão pertinho de casa, configurava-se como irresistível.
Nas baterias siamesas tivemos Quim Albergaria e Hélio Morais. No baixo Makoto Yagyu e na guitarra e teclado Fábio Jevelim. Todos eles fizeram uso da sua voz ao longo dos diversos temas interpretados. Revelaram estarem felizes por esta estreia em Riba D'Ave, eles que existem desde 2009.
Hélio em conversa com o público | Foto Casa das Artes de Famalicão Em 2023 este editou o álbum ‘PAUS e o CAOS’ e teve a colaboração de vários músicos: Iúri Oliveira nas percussões, João Cabrita nos sopros e Thomas Attar na guitarra e no saz. A banda quis executar um disco com “mais ritmo, stress, energia e informação” e tal foi conseguido com todas essas excelentes colaborações.
Apesar desta edição bem recente os PAUS não focaram a sua atuação neste álbum, só tocaram “Calma” e “Já Entrei Em Sítios Que Não Queria” logo na abertura do concerto e mais adiante “Da Boca do Lobo”. O quarteto revisitou alguns dos seus temas mais marcantes e durante 1 hora deu para curtir intensamente tema a tema.
O ponto diferenciador deste projeto são mesmo as duas baterias. Quim e Hélio postados frente a frente posicionaram-se na parte frontal do palco. Nota curiosa para o uso de ventoinhas por ambos os bateristas. Num nível superior ficaram Makoto, à esquerda e Fábio à direita. Este último, com a intensidade crescente que a atuação ia tomado, rapidamente abandonou o seu sobretudo. Já Makoto de camisa desabotoada curtia os sons balanceando o corpo e de sorriso por vezes largo. Estes quatro elementos fizeram uso das suas vozes ao longo de todos os temas.
Energia fortíssima e permanente dos PAUS | Foto Casa das Artes de Famalicão A energia que ambos os bateristas colocam na performance é impressionante, algo que impressiona ainda mais quando se vê a atuação deles a meros 2/3 metros. Aquelas batidas frenéticas simultâneas nas baterias provocam um ritmo desorganizadamente coerente devidamente acompanhado pelos acordes precisos do baixo, da guitarra e do teclado. No som de PAUS pude captar influências diversas: do rock progressivo, ao krautrock até a resquícios de música africana. A veia experimentalista faz sempre parte e um concerto ao vivo de PAUS proporciona uma experiência complementar à audição dos seus álbuns.
“Luzia Veneno” e “YESS” foram tocadas e pertencem ao álbum ‘YESS’ de 2019 que remetem para um imaginário mundial de Lisboa, passando por Berlim e indo a São Paulo. Igualmente interpretadas “L123” e “Madeira”, do álbum com o nome desse arquipélago português, cuja inspiração foi mesmo essa belíssima ilha. Esta foi uma viagem pelos diversos álbuns do quarteto, outros temas incluídos na setlist e que valem a pena serem destacados são “Bandeira Branca” e “Passos Largos”.
Makoto e Quim em transição de temas | Foto Casa das Artes de Famalicão “Pelo Pulso” foi o derradeiro tema interpretado e dedicado a um dos elementos da plateia que esteve bastante firme no seu pedido de “discos pedidos”. Acabou recompensado mesmo no final.
Apesar de não terem sido muitas as pessoas presentes, todas elas demonstraram estarem de corpo e alma. Durante toda a atuação a intensa interação do público com a banda e vice-versa ajudou imenso na criação de uma cumplicidade e auxiliou imenso na criação de um momento bastante aprazível para toda a gente.
Visão do ambiente | Foto Casa das Artes de Famalicão Texto: Edgar Silva Fotografia: Casa das Artes de Famalicão
0 notes
Text
paus fransiskus kutip ucapan paus yohanes
0 notes
Text
📌Los grandes bancos apuestan por el caos climático 📌Fiestas de Carabanchel 2024 – Junio24 en Madrid 📌Entrevista a Estrella Galán: 25 años luchando por los Derechos Humanos, será SUMAR en Europa | Vídeo 📌Los PAUs, una jaula de oro para las mujeres 📌..Y MÁS.. https://carabanchel.net
#Carabanchel#Madrid#jauladeoro#LasTablas#Montecarmelo#paus#SanChinarro#urbanizaciones#LaCaixa#EleccionesEuropeas2024#Entrevista#EstrellaGalán#extremaderecha#Feijoo#laizquierda#migracion#psoe#fiestadesantiago#fiestasanpedro#fiestas#fiestassanvicentepaul#junio24#refugiados#Sumar#bancos#BancoSantander#BankingonClimateChaos#BBVA#caosclimático#EcologistasenAcción
1 note
·
View note
Text
't Is weer tijd voor …… een ReisKunst-Verhaal: De Inspiratie door La Serenissima
Venetië, een van mijn muzen, met altijd ook weer Biënnale-avonturen. Altijd ook goed voor kleurrijke inspiratie en m'n traditionele Campari-Spritz bij Bar La Palanca op Giudecca. En altijd goed voor een ReisKunst-Verhaal. #BiennaleVenezia#art#kunst#expo
‘t Is weer tijd voor…. Dat is een van die bekende kreten van Arjen Lubach in zijn ‘De Avondshow’. Dan weet je dat er weer een of andere rubriek aankomt waarin hij een maatschappelijk probleem humoristisch en vilein tot op de bodem fileert. Niet dat ik dit nu ook ga doen. Maar het was toch al een poos geleden, vorig jaar oktober, dat ik hier in TOOS&ART met een ReisKunst-Verhaal kwam aanzetten.…
View On WordPress
#Aperol#Arjen Lubach#Arsenale#Arsenale di Venezia#bar la Palanca#Biënnale#Biennale di Venezia#Campari#Campari Spritz#Canale della Giudecca#De Avondshow#Giardini#Giudecca#Industriegeschiedenis#inspiratie#Kunstverslag#moderne kunst#Paus#Pausmobiel#Piazza San Marco#Ponte di Rialto#reiskunst#ReisKunst-Verhaal#Rialtobrug#Speciale momenten#spritz#TOOS&ART#vaporetto#Vaticaan#Venetië
0 notes
Text
Paus MPKT 8000 / 10000 gebraucht kaufen bei ITO Germany
Entdecken Sie den Paus PMKT 8000 Tunneldumper für Ihre anspruchsvollen Bauprojekte!
Suchen Sie nach einer robusten und zuverlässigen Lösung für Tunnelbau- und Bergbauprojekte? Der Paus PMKT 8000 Tunneldumper ist genau das, was Sie brauchen! Bekannt für seine herausragende Leistung und Zuverlässigkeit, ist unser gebrauchter PMKT 8000 in einem hervorragenden Zustand und sofort einsatzbereit.
Never Stop Mining
Technische Spezifikationen Paus Tunneldumper:
Gewicht: 13.500 kg (Leer), Maximale Nutzlast von 15.000 kg Abmessungen: Länge 9.130 mm, Breite 2.000 mm, Höhe 2.400 mm Wenderadius: Innen 3.900 mm, außen 6.600 mm Motor: Luftgekühlter Deutz Diesel, 8 Zylinder (Typ F8L 413 FRW), Leistung 136 kW bei 2.300 U/min Sicherheit: Ausgestattet mit einer neu installierten Brandlöschanlage Zustand und Zubehör:
Geringe Betriebsstunden Teilweise überholte Heckkippmulde mit Schubwand, Volumen zwischen 6 m³ und 7,5 m³ Deutsche Bedienungsanleitung und Einhaltung der Maschinenrichtlinien Wir bei ITO Germany sind stolz darauf, der größte Händler für gebrauchte Bergbau- und Baumaschinen in Deutschland und Zentral-Europa zu sein. Neben dem PMKT 8000 bieten wir auch den gebrauchten Paus PMKT 10000 an. Auf den Bildern sehen Sie den PMKT 8000, kurz vor der Auslieferung an einen unserer zufriedenen Kunden.
Entdecken Sie unsere beeindruckende Auswahl an gebrauchten Bergbau- und Tunnelbaumaschinen auf Tunnelmaschinen.de
Gebrauchter Tunneldumper kaufen.
Foto Bergbaumaschine von Hermann Paus Maschinenfabrik:
Foto Mining Equipment for sale
#Paus#Bergbau#Mining#Tunnelbaumaschinen#baumaschinen#bagger#heavyequipment#bilder#Undergroundmining#Epiroc#Neverstopmining
0 notes
Text
[Paus'd the queen.]
1 note
·
View note
Text
De held van Lutjebroek en andere zoeaven
Zijn katholieken wel te vertrouwen, wanneer het gaat om hun trouw aan Nederland en de moderne rechtstaat? Die vraag klinkt anno 2023 uiterst vreemd – belijdende katholieken zijn sowieso een zeldzaam verschijnsel geworden en niemand – denk ik – zou hun nog een collectieve, bijzondere kijk op de geldende politieke orde willen toeschrijven. Dat lot treft nu eerder islamitische Nederlanders, over wie…
View On WordPress
#April-beweging#Bourbon#Carlisten#Christophe de Lamoncière#Garibaldi#IS#Islam#Italië#katholicisme#Koen de Groot#Lutjebroek#Napoleon III#Oudenbosch#paus#pauselijke staat#Piemont#Pierre Cuypers#Pieter Jong#Pius IX#Rome#ultramontanisme#Willem III#zoeaven
1 note
·
View note
Text
being a girl includes staying up till 3AM bc it’s already past your bedtime to read more “x readers” because you know you’re going to miss your alarm anyway.
#life#being a girl#pedri x reader#footballer x reader#ferran torres x reader#jack grealish x reader#hector fort x reader#joao felix x reader#jude bellingham x reader#mason mount x reader#pablo gavi x reader#pau cubarsi x reader#reader insert#x reader#relatable#f1 x reader#charles leclerc x reader#carlos sainz x reader#lando norris x reader#oscar piastri x reader
2K notes
·
View notes
Text
9K notes
·
View notes