#ritual masuk agama kristen
Explore tagged Tumblr posts
Text
Perpanjangan Hidup Radikal dalam Teologi Kekristenan
Sejak zaman dahulu, manusia terus menunjukkan keinginan untuk memperpanjang masa hidupnya. Para penguasa sepanjang sejarah, dari Kaisar China Kuno hingga Raja- raja di tanah Eropa telah mengirimkan belasan ekspedisi akbar ke seantero dunia untuk mencari air kehidupan dan resep awet muda.
Proses penuaan dan ketakutan akan kematian memang telah menjadi salah satu topik yang seringkali dijadikan bahan bahasan oleh manusia, baik dalam karya sastra (misalnya dalam mitologi) maupun penelitian ilmiah sepanjang sejarah peradaban manusia. Ternyata wacana ini secara independen kerap kali muncul dimana-mana, melintasi zaman dan batas budaya. Namun hingga sekarang, usaha pencarian terhadap air kehidupan tadi hanyalah sebatas fiksi belaka.
Manusia modern primitif mengenal kematian sebagai suatu fenomena yang unik dan melekatkan banyak cerita-cerita mistis akibat keterbatasan ilmu pengetahuan pada masanya. Justru barangkali itulah salah satu titik balik evolusi kognitif manusia: mulai memiliki ritual kematian khusus bagi anggota kawanannya. Dengan adanya unsur klenik kematian, manusia diharapkan mampu meneruskan kebiasaan-kebiasaan leluhurnya dalam bentuk budaya yang diwariskan turun-temurun.
Meskipun demikian, umat manusia juga menunjukkan ambivalensi sikap mengenai usia panjang. Usaha-usaha menjaga kehidupan seperti mutilasi organ tubuh yang rusak untuk menyelematkan nyawa dianggap sebagai usaha yang diperlukan, namun usaha untuk memperpanjang usia secara ekstrim dengan cara-cara lainnya malah dianggap sebagai suatu keanehan dan kesesatan.
Wacana kehidupan panjang ini memunculkan banyak pertanyaan seputar mengapa sebenarnya muncul keinginan manusia untuk bisa panjang umur, dan mengapa segala usaha-usaha untuk mencapai umur panjang tadi seringkali menuai pro dan kontra. Poin penting yang harus diperhatikan dalam pembicaraan mengenai perpanjangan hidup radikal (radical life extension, selanjutnya PHR) yakni selain bertujuan untuk mencapai usia panjang juga perlu dibarengi peningkatan kualitas hidup.
Tidak ada seorangpun yang ingin berumur panjang namun memiliki tubuh yang sakit-sakitan, sehingga pada akhirnya umur panjang tad i tidak bisa dinikmati olehnya. Maka dari itu, penambahan usia melalui PHR hanya memiliki nilai intrinsik ketika dibarengi dengan persistensi kualitas hidup.
Pada umumnya, tujuan penelitian di bidang ilmu gerontologi adalah meningkatkan rerata jangka hidup tanpa meningkatkan angka harapan hidup total, dan secara tidak langsung juga memperpendek rerata periode penderitaan sebagai konsekuensi penyakit dan penuaan.
Perpanjangan hidup radikal berbeda tipis dengan usaha-usaha untuk meningkatkan jangka hidup tadi (lifespan) atau bahkan angka harapan hidup (life expectancy) yang memang sudah meningkat seiring pembenahan-pembenahan untuk mengurangi angka mortalitas. Pengejaran manusia kepada PHR ini bertujuan untuk menaikkan batas usia tua manusia bahkan melampaui batas-batas penuaan.
Seiring perkembangan dunia bioteknologi kesehatan yang pesat, harapan mengenai hidup panjang tidak lagi sekadar angan-angan. Bahkan, beberapa riset telah menemukan beberapa kandidat aplikasi bioteknologi rekayasa genetika yang dapat dijadikan resep panjang umur seperti penelitian sel punca dan manipulasi telomer pada kromosom tubuh.
Terdapat berbagai macam teknik yang mungkin akan ditawarkan di masa depan mengenai PHR, sebagai contoh body preservation yang berbasis manipulasi genetika molekuler dan consciousness transfer yang berbasis teknologi informasi dan komputer. Untuk memudahkan pembahasan, cara-cara tersebut dikelompokkan menjadi satu rumpun pembahasan, selama masih bertujuan untuk memperpanjang usia yang berkualitas.
Perdebatan yang selama ini muncul dari konsekuensi penggunaan PHR masih berkutat pada aspek teknis seperti probabilitas keberhasilan dan efektivitas bidang bioteknologi dan gerontologi dalam mewujudkan PHR, padahal dampak-dampak aplikasi teknologi tersebut nantinya secara langsung dirasakan di bidang sosial dan budaya.
Bioetika kehidupan berusaha menjembatani ilmu sosial budaya yang lekat dengan kehidupan sehari-hari dengan potensi benturan yang muncul apabila dikemudian hari aplikasi PHR sudah mulai dijalankan. Tinjauan mengenai PHR juga harus memerhatikan isu-isu lain dalam bidang humaniora seperti ekonomi dan politik, yang sarat muatan kepentingan.
Pentingnya Kajian Bioetika Humaniora
PHR barulah menjadi bahasan yang sengit di kalangan sastrawan sains ilmiah dan skenario ‘banyak dunia’ di rumpun ilmu filsafat. Salah satu alasannya karena belum ada acuan atau kerangka berpikir yang memadai dalam memulai bahasan yang praktis.
Kriteria abstraksi bioetika yang harus dicermati dalam merumuskan kebijakan mengenai aplikasi dan pelaksanaan PHR adalah kesempatan yang sama bagi seluruh umat manusia, mengutamakan kemaslahatan publik, melindungi hak asasi individu, dan meningkat kan kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Untuk itu, perlu diadakan analisis kritis dan logis menggunakan pendekatan sosioantropologi, sehingga nanti dapat digunakan sebagai alat justifikasi penerimaan atau penolakan terhadap teknologi PHR yang dapat segera dilakukan dalam beberapa dekade ke depan.
Setiap produk budaya dan aliran kepercayaan memiliki pandangan berbeda-beda untuk menyikapi fenomena penuaan dan kematian. Dalam ajaran-ajaran Dharma seperti aliran Buddhisme, dunia merupakan pusaran penderitaan (saṃsāra). Kematian adalah sebuah keniscayaan dalam konsep hukum Karma. Kematian tidak perlu ditakuti, manusia tidak perlu menghindari sesuatu yang tidak terelakkan karena itu adalah sumber penderitaan.
Akan tetapi kematian bisa saja dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan menyedihkan di belahan dunia yang lain. Beberapa budaya lain menyatakan manusia tidak perlu takut akan kematian karena ada anggapan bahwa setelah kematian setiap orang akan disambut oleh dunia baru (akhirat).
Pandangan lain menyatakan bahwa kematian adalah akhir dari penderitaan, setiap eksistensi akan berhenti saat kematian datang. Meskipun demikian, pada umumnya kematian itu tetap ditakuti oleh setiap orang, bahkan pada mereka yang telah sadar bahwa kematian itu pun adalah sebuah proses alamiah.
Jika diamati, mungkin sebenarnya manusia tidak takut dengan kematian itu sendiri, tapi hanya takut menderita karena sakit. Di satu sisi, aplikasi PHR ingin memperlambat bahkan mencegah degradasi organ secara natural yang terjadi pada orang tua yang mendekati kematian, namun selain itu bisa juga digunakan sebagai alat peningkatan performa sistem fisiologis orang-orang yang belum saatnya mati namun telah mengalami penuaan.
Oleh karena itu, terdapat tuntutan untuk meneruskan pengobatan yang berdasarkan dari penurunan rasa sakit dan pengobatan (bersifat paliatif atau terapetik) kepada sektor ilmu kedokteran lain yang potensial: pencegahan (prevention) dan peningkatan (enhancement). Usaha-usaha PHR dapat dikategorikan masuk ke dalam kedua turunan ilmu kedokteran ini.
Mengingat syarat utama dari seleksi alam adalah munculnya variasi genetik dalam suatu populasi akibat rekombinasi genetik selama perkawinan acak, ditinjau secara filsafat biologi pun fenomena PHR sudah sangat kontroversial. Apakah manusia telah mencapai titik akhir evolusi biologis dengan melawan mekanisme seleksi alam itu sendiri?
Sudut pandang ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Namun, pembahasan kali ini akan mengesampingkan topik tersebut dan berfokus hanya pada filsafat teologi aliran-aliran Semitik, khususnya dalam pandangan Kekristenan. Diskusi ini diharapkan dapat memperkaya pisau analisis filsafat teologi untuk membahas konsekuensi PHR dalam kajian bioetika humaniora.
Sudut Pandang Teologi Kristen
Kisah-kisah dalam kitab suci tampaknya memberikan narasi bahwa umur panjang merupakan anugerah dari Allah (Amsal 3:16). Suatu teknologi yang mampu ‘menunda kematian’ dan ‘menambah umur’ tentu saja dapat mengganggu konsep realitas persepsi manusia dalam memaknai kehidupan dan menggoncang segala lini kehidupan spiritual karena struktur budaya yang telah berakar dalam.
Ajaran agama selama ini merupakan metode manusia untuk menghibur diri dari kesedihan dan ketakutan akan ketidak-kekalan duniawi. Mengingat lebih dari tiga-perempat populasi global terafiliasi dengan ajaran spiritual tertentu, tentu saja perubahan-perubahan proses berpikir mengenai kehidupan dan kematian ini juga akan dipengaruhi dan mempengaruhi sistem kepercayaan yang selama ini telah mereka anut.
Dalam teologi Kekristenan, kematian merupakan suatu musuh abadi. Kitab Perjanjian Lama menuliskan secara jelas bahwa kematian pada umumnya adalah sesuatu yang dihindari (Kejadian 2:17). Kematian juga dianggap sebagai jalan pintas bagi orang- orang yang tengah menderita beban psikologis yang amat berat (Ayub 3:21-22). Hal ini konsisten dan diperkuat dengan narasi pada Perjanjian Baru, dimana Yesus membangkitkan orang mati seperti anak seorang janda di Nain (Lukas 7:11-17), anak perempuan Yairus (Markus 5:21-43), dan Lazarus (Yohanes 11:1-44). Mukjizat kebangkitan menunjukkan bahwa kematian adalah musuh dari Yesus sebagai inkarnasi Allah di dunia. Bagaimana kedudukan PHR yang juga berusaha melawan kematian?
Kehidupan adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada segenap ciptaan, sehingga cara terbaik untuk menghargai apa yang telah diberikan adalah dengan menerimanya dengan pasrah dan tabah, sebagaimana Yesus sebagai teladan utama kaum Kristen dalam setiap langkah kehidupan telah menyerahkan segala keputusan hidup dan matinya ke tangan Allah yang mengutusnya (Matius 26:39). Berdasarkan jalan pemikiran ini, seakan-akan usaha PHR merupakan pernyataan ketidakpuasan kepada anugerah kehidupan yang diberikan oleh Sang Pencipta.
Dalam Kekristenan juga dikenal konsep teologi pembebasan, yakni usaha melampaui batas-batas yang ada di dalam diri. Anggapan bahwa ada sesuatu yang salah dengan dunia ini, dimana manusia menemui beragam masalah-masalah penderitaan, penyakit, dan kematian. Seluruh kenyataan kehidupan yang pahit tersebut tidak sewajarnya dibiarkan begitu saja, menurut Paulus. Dalam tulisannya, Paulus memiliki hasrat untuk melepaskan diri dari tubuh yang fana, tubuh busuk yang dipenuhi hawa nafsu dan dosa (2 Korintus 4:16). Disini keinginan untuk mengejar umur panjang sepanjang peradaban manusia dan pada ujungnya kemampuan untuk dapat menggunakan PHR disebut merupakan manifestasi dorongan untuk terlepas dari batasan-batasan yang dimiliki oleh manusia.
Kematian Sebagai Musuh yang Harus Dilawan
Kematian menurut kisah penciptaan aliran-aliran Abrahamik disebabkan karena manusia berpisah dari kasih karunia Allah (Kejadian 3:19). Akan tetapi kematian ini dikalahkan dengan darah tebusan anak sulung, yakni pengorbanan Yesus Kristus (Yesaya 25:8, 1 Korintus 15:54). Meskipun demikian, dalam kajian eskatologi dikatakan kematian tubuh tetaplah sebuah keniscayaan (setelah dibangkitkan, Lazarus tetap mengalami kematian lagi).
Oleh karena itu, kehidupan kekal dalam Perjanjian Baru tidak membatalkan kematian fisik, melainkan merupakan kontinuitas dari roh dan jiwa setelah meninggalkan tubuh yang fana. Hidup dalam dunia yang penuh nafsu kedagingan sudah tidak berarti lagi karena dengan menerima Yesus sebagai Al-Masih seseorang dianugerahi kehidupan kekal. Dalam Kekristenan, kematian dilawan dengan iman kepada Kristus, bukan dengan bantuan teknologi PHR.
Lebih spesifik, Paulus menulis kemenangan atas kematian (1 Korintus 15:55) tersebut dapat dicapai dengan mengingkari nafsu kedagingan, mengembangkan diri untuk lebih baik, serta mengesampingkan ketakutan akan kematian dengan mempertanyakan kepada diri sendiri: “jika saya besok mati, maka hal baik apa saja yang bisa saya perbuat pada hari ini?”
Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus tentang kehidupan kekal setelah kematian duniawi. Kepada jemaat di Roma, Paulus mengingatkan manusia untuk memiliki harapan akan masa depan dan tetap sabar meskipun harapan itu belum datang, karena harapan yang sudah ada itu bukan harapan yang sejati. (Roma 8:22-25). Sekarang, ketika teknologi PHR tampaknya sudah dihadapan mata, apakah PHR dapat dikatakan sebagai harapan palsu?
Namun bagaimanapun juga, Paulus mengakui dunia yang fana ini dipenuhi penderitaan, sehingga manusia harus berjuang untuk mencapai garis akhir, dengan dilandaskan kerinduan akan hidup yang kekal (2 Korintus 5:2-4). Perjuangan-perjuangan inilah yang dapat dimaktubkan dalam usaha manusia untuk mencapai umur panjang, meskipun usaha tersebut sementara ini berf okus kepada perpanjangan rentang hidup berkualitas dengan berolahraga, makan dan istirahat yang cukup, serta menjaga tubuh dari zat-zat yang mempercepat kerusakan jaringan.
Mengingat nas yang tercatat, yakni “tubuhmu adalah Bait Allah” (1 Korintus 6: 19-20) maka tubuh harus dijaga dengan baik. Ditinjau dari narasi bahwa kematian merupakan sesuatu yang harus dikalahkan, teolog Kristen belum memiliki jawaban yang pasti mengenai justifikasi PHR.
Manusia Terlibat dalam Karya Penciptaan-Nya
Umat manusia bukanlah sesuatu yang memiliki esensi netral, melainkan suatu agen yang luhur dan memiliki roh Allah (Kejadian 2:7). Manusia memiliki sifat serupa dan segambar dengan Sang Pencipta yang kreatif, dan mampu mencipta dan berkarya bersama-sama. Hubungan ini telah dimaklumatkan setelah Tuhan menciptakan manusia dan menaruhnya di Firdaus (Kejadian 1: 26-31), sehingga manusia memiliki kuasa untuk bereksperimen dengan segala yang ada di muka bumi ini termasuk memberikan arti lebih kepada ciptaan-ciptaan yang diberikan Allah kepada manusia, termasuk tubuh jasmaninya sendiri. Pengertian bahwa manusia sebagai partner Allah dalam karya penciptaan dapat dimaknai sebagai anjuran untuk menggunakan segenap akal budi, termasuk usaha-usaha PHR yang memberikan manfaat bagi kualitas hidup.
Peningkatan rentang hidup mungkin dapat berpengaruh positif terhadap persepsi seseorang mengenai kebebasan dari batasan-batasan tertentu, sehingga manusia memiliki lebih banyak waktu dan tenaga untuk berbuat baik terhadap sesama dengan perpanjangan usianya tersebut (Lukas 10:2). Akan tetapi hal ini dapat menyebabkan penurunan rasa puas terhadap momen-momen berharga yang bernilai tinggi apabila masa hidupnya dikurung oleh waktu yang terbatas.
Manusia dapat terlena dan bersikap cuek terhadap hal-hal mendesak dalam hidupnya apabila ia tiba-tiba memiliki waktu yang banyak dengan usia yang panjang. Dengan keterbatasan waktu yang dimiliki seseorang selama masa hidupnya mendorong orang tersebut untuk dapat mempergunakan waktu yang berharga tersebut sebaik-baiknya. Yesus sendiri mengingatkan umat-Nya untuk selalu berjaga-jaga, karena kematian datang seperti pencuri di malam hari (Matius 24:42-44).
Beberapa aliran berpendapat bahwa penolakan atas aplikasi teknologi PHR merupakan sebuah deklarasi kekalahan, memiliki kesan seperti kepasrahan kepada kematian. Padahal menurut Paulus, setiap orang seharusnya memelihara tubuh sebaik- baiknya (Efesus 5:29). Segala usaha manusia untuk menyembuhkan penyakit adalah perbuatan yang bernilai moral baik, dan sebenarnya juga merupakan usaha untuk menunda kematian prematur (Ulangan 30:19).
Hal ini berarti penggunaan teknologi yang dapat menunda penyakit, penuaan, dan kematian lebih lama seharusnya bermuatan moral yang lebih tinggi daripada usaha-usaha yang telah dijalankan sekarang di dunia kedokteran. Berdasarkan perspektif ini, jika seseorang menganggap membantu orang sakit untuk mencapai kesembuhan adalah tindakan yang baik secara moral, demikian pula ia harus mendukung teknologi PHR untuk membantu orang-orang sakit yang sudah tua dan terancam oleh kematian. Jika nanti PHR sudah bisa dilakukan, maka penolakan tersebut sama dengan memiliki niat untuk membunuh atau bunuh diri.
Kesamaan Akses dan Keadilan Distributif
Keadilan dalam konteks Kekristenan mengisyaratkan bahwa setiap tindakan perlu memberikan dampak yang positif kepada semua orang, namun terutama kepada orang- orang yang terpinggirkan dan memiliki kerentanan khusus (1 Korintus 16:14). Bobot moral yang dikenakan kepada teknologi PHR adalah setiap orang yang bisa mendapatkannya boleh mendapatkannya sebagaimana setiap orang di masyarakat dapat mendapatkannya pula (Filipi 2:4).
Implikasinya, kebijakan terbaik yang perlu dibuat ketika mengadakan PHR adalah mengutamakan fasilitas kepada para pengidap penyakit terminal. Hal ini menarik untuk dibicarakan, mengingat fenomena usia panjang akibat usaha-usaha yang telah ada kini hanya mengikuti tren perbaikan sanitasi dan asupan gizi yang cukup pada demografi penduduk di lingkungan negara-negara maju. Terlihat kecenderungan bahwa kelak aplikasi PHR ini sangat terbuka untuk lapisan masyarakat dengan hak-hak khusus, namun belum tentu menyentuh masyarakat marginal dan rentan.
Orang-orang Kristen percaya akan kebangkitan tubuh sebagaimana Yesus bangkit setelah mati (Yohanes 2:19-21). Hal ini, selain bermakna spiritual dengan dipakukannya Hukum Taurat di atas kayu salib, juga jelas bermakna eksplisit: daur biogeokimia harus tetap jalan. Manusia juga harus sadar bahwa kematian sesuatu yang lama diperlukan untuk memberikan ruang bagi kelahiran yang baru (Kolose 2:14). Nyatanya, sepanjang sejarah seringkali terulang berbagai bencana yang terjadi akibat daya tampung lingkungan yang tidak selaras dengan pertumbuhan penduduk (Malthusian catastrophe).
Data pertumbuhan populasi di negara-negara maju dengan angka harapan hidup tinggi memang menunjukkan adanya penurunan pertumbuhan penduduk, namun tidak pada tren konsumsi sumber daya. Keterbatasan ini menjadi pertanyaan bagaimana mekanisme pembagian sumber daya ketika semua orang mendapatkan hidup lebih lama.
Penelitian terhadap PHR yang masih dalam perkembangan ini tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Bagaimana PHR mampu merespons kesenjangan yang sudah ada? Tentu relasi yang tampak bukan hanya individu manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, tetapi juga antara sesama umat manusia yang sama-sama ciptaan Allah. Kesetaraan tersebut berarti setiap individu memiliki kedudukan yang sama yang harus dilindungi dan dibela. Jika pada praktiknya PHR dapat menyebabkan terbentuknya dua lapisan kelas manusia yang terbelah oleh jurang akses sumber daya, maka aplikasi PHR yang demikian dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang mengancam kemanusiaan.
#esai#bioetika#bioteknologi#kedokteran#medical#ethics#philosophy#filsafat#teologi#theology#christianity#kristen#immortal#bioethics#essay
1 note
·
View note
Text
Positif Corona/COVID 19
Prolog : tulisan ini bukan mau ngasih kabar jelek (Alhamdulillah saya masih sehat walafiat) dan juga bukan untuk memperjelek situasi, tulisan ini cuman ingin jadi bacaan ringan yang semoga saja bisa jadi teman ditengah pandemi yang buat kita ini ujian.
Dari kemarin pengen nulis tapi gak kesempatan ditambah meski negara gak lockdown yang lockdown malah jaringan ketika semuany beralih serba online, maka sekarang meski waktu menunjukkan 23.00 akhirnya disempatkanlah menulis yang udh sempat muter-muter diotak beberapa hari secara berantakan (gak menjamin lama dikepala bikin tulisan jadi rapi yak wkwkw)
Sebelum edisi bijak mau bilang kalau sebenarnya tetap dan selalu ada hikmah yang bisa diambil ketika pandemi COVID19 ini, فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا karena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Jadi ini cerita saya dalam situasi covid19 dan hikmah yang coba diambil.
Saya akhirnya searching kapan sih pertama kali mulai didengung2kan corona/covid19, jadi kronologinya (hasil searching dunia maya dan memutuskan ngambil dari kompas.com) ternyata katanya corona itu tercatat 17 november 2019 meski masih diragukan juga sih benar atau gak, intinya pada akhir tahun mulailah merebak bukan hanya wuhan tapi seluruh penjuru dunia sampai akhirnya Indonesia yang adem ayem hari ini udah lebih dari 1000 jumlah kasusnya (gak pengen share real angka karena udah banyak yang share, trus ada juga yang bilang dengan dishare-share gtu justru tambah stress), dan penitngnya social distance karena alasannya ada disini.
Diingatan saya pokoknya kalau gak salah pertama kali berita itu boomingnya di Depok karena ada orang yang interaksi dengan Italia dimana negara tersebut udah diperingkat kedua kalau gak salah dengan kasus corona terbanyak di dunia. Baru habis itu mulai viral persediaan makanan, masker, handsanitizer, sampai kemudian merambah ke APD (alat pelindung diri) mulai menipis stocknya dipasaran, disitu saya sempat liat posting ada orang yang dicela-cela karena beborongnya belanjanya tapi juga ada klarifikasi ditwitter yang bilang, “dia belanja seperti itu tiap bulan karena buka warung” wkwkw . jujur positif dari jangan mudah berprasangka, dan dicerita ini saya tau dong apa arti istilah APD haha sebelumnya mana tau kalau disingkat2, dan saya jadi tau betapa berharganya handsanitizer yang sempat dibeli karena pakai contact lens, masker kain yang dulu sempet distok dijakarta karena harga keduanya sekarang melejit banget (bayangin handsanitizer kayaknya dulu beli 20.000 sekarang jadi 50.000 bahkan ada yang 100.000 cuman perkara ada gantungan tasnya, masker itu dulu beli 5000/pcs sekarang harganya 15.000/pcs), belum lagi ternyata sekarang juga baru tau kalau bayclin bisa berfungsi sebagai disinfektan jadi sekarang stoknya diminimarket juga mulai menipis.
Habis itu saya ingat salah satu entertainer di Indonesia namanya Aming posting di instastorynya yang intinya bilang “bisa jadi bukan virus yang membunuh kita tapi hilangnya kemanusiaan”. Dia nyorotin fenomena orang yang kaya yang bisa mudah berbelanja stok persediaan dan tidak memikirkan bagaimana betapa susahnya nasib orang miskin, trus mulai banyak yang nimbun masker (bahkan sekarang beritanya lebih ekstrim yakni ada pemulung masker yang jualin masker bekas setelah dulu adanya diinstasory maskernya diinjak2 sebelum dijual sangking numpuknya, ditambah banyak handsanitizer handmade tapi katanya kualitasnya diragukan sedangkan handsanitizer bermerk harganya naik dua kali lipat)Setelah kejadian ini mulailah muncul banyak pengalangan dana dan sumbangan. Buatku ini poin positif pertama, kita disadarkan untuk melawan rasa takut dengan wajar, kita disadarkan untuk berjuang bersama bahu membahu (wallahualam gimana itung2an amal dan dosa yang masih sempat mikir famous dan keuntungan dll dikondisi begini)
Bersama, yak ketika dulu mungkin misalnya kita lagi ngangkot atau lagi ditempat umum bingung ngobrolin apa sekarang corona bisa jadi opsi dan semua orang pasti bisa nyambung ikut nimbrung dalam obrolan tersebut, mulai dari cerita saintifik hingga berita difacebook. Dirumah sekarang hampir tiap hari topik corona ini nyelit ditambah kakak saya satu orang di Jakarta sebagai daerah yang rawan (udah sedih dia terancam balik kampung lebaran ini). Kebersamaan mulai terasa, ketika diterapin social distance untuk memutus rantai penyebaran virus maka tiap pertemuan ditongkrongan, tiap jalan-jalan gabut menjadi terasa berharga sekali, tiap liburan gak peduli tempatnya jauh atau dekat terasa amat sangat membahagiakan.
Ada meme sindiran “kita tahun 2020 baru belajar cara cuci tangan”, that so sad but its true. Yah sebenarnya kalau mau dipikir positifnya kita lagi diingatin lagi untuk hidup bersih, dulu mungkin ngerasa baik-baik aja ketiduran dengan baju kantor sekarang bahkan udah banyak himbauan yang sebenarnya harusnya dari dulu kita lakuin dari lepas sepatu diluar, langsung ganti baju, jangan gantung baju dilemari dst. Kata mama baca dari broadcast whatsapp dan difacebook (wkwkw lindunginlah kaum ibu-ibu dari bahaya penyebaran berita hoax) ini saya tulis karena sebenarnya its make sense walau gak beneran dipraktekkan demikian gak disono (tulisan yang ini agak bersifat religius nih) kata mama orang di Wuhan jadi banyak yang shalat karena katanya ngeliat ritual kalau shalat itu harus bersih, kalau shalat itu harus wudhu, bayangkan setidaknya ada 5kali sehari cuci tangan, mama sambil cerita bilang gini, “tuh, Islam tuh dah ngajarin yang bener, manusianya aja yang ngeyel, dibilang hewan pemakan darah dan bangkai itu haram eh dia makan kelelawar, makan yang aneh-aneh” (walau saya gak tau beneran gih virusnya berkembang dari kelelawar?), islam itu loh udah ngajarin, “kebersihan sebagian dari iman”, sama kemudian saya baru tau dong ada satu hadist yang bunyinya kurang lebih begini, “jikalau kamu mendengar wabah disuatu negara maka janganlah kamu msauk kenegara tersebut, dan bila terjangkit dinegeri kamu janganpula lari darinya” (wow ini kan konsep lockdown banget gak sih mencegah masuk dan keluarnya penyakit dari konsep kewilayahan, meski saya pribadi sempat tergoda tiket ke Korea Selatan harganya udah kayak mau ke Jakarta tok), selengkapnya beberap hadist shahih ada dimuat disini
Masih kemasalah agama yang menurut kebanyakan orang jadi polemik, jadi kan setau sata MUI ngeluarin fatwa bahwa shalat berjamaah dan jumat ditiadakan. Mama saya termasuk pihak yang misuh-misuh awal mulanya(secara memang aktivitas beliau dan Bapak memang sudah 40% kehidupannya disana, jadi kerasa banget kehilangan masjid), mama bahkan sempat bilang, “ih makin kena azablah kita shalat dilarang-larang”. Eits ternyata tunggu dulu ternyata adalah juga hadistnya dan ini saya kasih klipnya Ustad Somad (kalau ustad yang ngomong insyallah dapat dipertanggungjawabkan) aja deh pas itu yang ketemu dan keluarga suka banget sama bliau, intinya dibilang (ini cek di IG Ustad Somad aja langsung ya untuk lengkapnya), “negara gak mungkin berani ngelarang shalat fardhu, melarang berjamaah dengan penjelasan yang ada itu wajar, dan sekarang jatuhnya shalat dirumah adalah sunah dimana dilakukan mendapat pahala”. Hikmahnya buat saya adalah kita sempat shalat berjamaah sekeluarga walau gak rutin karena saya masih suka pulang telat, atau telat mandi sore sedangkan mak saya paling anti shalat sekeluarga kalau ada anggotanya yang gak mandi dan bersih wkwkw. (tetiba saya pas nulis ini keinget nangis di Turki pas bisa denger azan setelah dua minggu shalat kejar-kejaran waktu di Jeman pas student exchange, bayangan saya wabah ini bakal berakhir sebelum puasanya maunya biar bisa terawih tapi kalau terlalu muluk-muluk sebelum idul fitri deh bayangin merdekanya dan bahagianya selain menang melawan hawa nafsu juga bisa berkumpul bersama). Jeleknya langsung saya bilang juga nih karena gak di Masjid, mak saya jadi main candy crush mulu hhe, beliau sendiri mengakui ibadahnya jadi berkurang biasanya di Masjid habis shalat bisa ngaji, eh tapi kalau dipikir-pikir berarti dengan sekarang lagi dibiasakan ibadah dirumah kita lagi melatih ketaatan kita dalam keadaan sendiri dan ramai, kita lagi menjaga hati kita dari riya. Ada satu cerita epik mak saya yang pembaca broadcast setia (jadi tolong kengkawan yang share-share info pastikan informasi akurat, karena selalu ada kaum ibu-ibu dan orang tua yang mudah sekali percaya dan cukup sulit menjelaskannya), mama bilang, “ini upaya untuk melemahkan umat muslim” trus bapak saya mencoba menjelaskan meski beliau juga sedih gak jamaah di masjid lagi, “bener juga sih, apalagi jumatan, kita kan ga tau siapa-siapa saja yang masuk masjid, beda kalau shalat fardhu kan jelas jamaah kita sendiri kebanyakan”, alasan bapak saya ini yang sempat bikin beliau bandel tetap kemasjid dan akhirnya semua bubaran karena udah ada surat edaran walikota, trus bapak sempat nanya, “ ti surat edaran itu gak punya kekuatan hukum kan?” yang cuman anaknya jawab senyum untuk #staysafeandhealthy, trus untuk statement mama dijawab begini, “ndak ma, orang kristen juga sekarang udah banyak yang ibadahnya online”,
Online, salah satu dampak positif dimana kebanyakan dari kita terutama yang bekerja dipaksa untuk lebih aware dan mampu bekerja dengan teknologi. Jadi ceritanya saya kan sekarang lagi proses menjadi dosen tetap disalah satu universitas swasta di Batam dan mau gak mau ngajar online (alhamdulillahnya selama ini cukup aware sama teknologi jadi gak kepayahan) bahkan kemudian sempat dinobatkan jadi pemateri dadakan untuk tutorial mengunakan aplikasi. Aplikasi yang dulu cuman beberapa orang tau sekarang digandrungi kayak zoom, webex, Microsoft team, google hangout (trus yang lain bilang gua udah tauu kaliii, hehe ya saya dulu mah cuman gunain skype ama whatsapp videocall tok seringnya haha), tua dan muda dipaksa untuk bisa makai aplikasi ini (walau akhirnya dikampus ku untuk dosen 50tahun keatas coba dimaklumi boleh menggunakan whatsapp grup hhe tapi di fakultas ku akhirnya mungkin karena liat temen-temen pada share kaliya jadinya semua kompak gunain Microsoft team). Saya lihat teman saya guru SMA kemudian ngajar siswanya pakai live instagram, trus kebetulan Omar juga jadi sekolah online trus gurunya pake googleclassroom dan kuisnya pake google form wkwkkw nih bonus video kuis omar tentang corona disini , kalau Ai masih pake whatsapp grup jadi photo kegiatan belajar aja. Tapi buat saya gak ada yang ngegantiin bahagianya bisa cuap langsung depan mahasiswa meski gak semuanya dengerin, lega rasanya bisa nyampein dengan cukup lantang materinya wkwkw kalau kata Warek I saya, “Bu Nur ini umurnya aja yang muda, tapi kovensional sekali” (udah coba sekali kelas online jaringannya ngadat dan mahasiwanya berisik dua kali lipat sangking excited pertemuan pertama).
#workfromhome, ini adalah salah satu kegiatan yang iringin dengan paksaan untuk semua bisa online, ini bisa jadi moment orang tua terutama kaum ibu menghabiskan waktu lebih banyak dengan anaknya. Tapi saya tidak pernah mencoba ini alasannya ada dua : 1) Sekarang dengan beban kerja yang cukup lebih banyak saya amat sangat mensterilkan rumah sehingga benar-benar jadi tempat beristirahat (wong penelitian aja kerjain di Kampus dan semua data ada di Komputer); 2) karena alasan nomor 1 saya agak kuatir dirumah saya malas kerja (sedangkan di Kampus pelaporannya cukup detail) atau saya malah jadi overworking, maklum insting mak-mak nanti ngerjain kantor tetap aja ngelihat rumah belum beres, cucian baju, dll. Tapi sebenarnya #workfromhome itu ada bagusnya kok kayak ganti suasana kerja, trus ya tadi bisa lebih menghabiskan waktu bersama keluarga, cuman yah bukan jadi pilihan aja buat saya jadi sekarang Alhamdulillah jam kantor juga dipersingkat dan saya memutuskan untuk tetap #workfromoffice walau tergoda juga pengen coba karena katanya diperpanjang sampai 21 April 2020 ini.
Peningkatan kreatifitas juga terlihat dari berkembangnya parodi dan meme wkwkwk
Penutup : Kata Dhana yang penting tidak menyentuh area T Zone or mau aman muka sekitar deh, sering cuci tangan, kalau bersin atau batuk ditutup biar gak bikin orang was-was, ini dari Pak Jokowi. Intinya ada pelajaran yang bisa kita ambil dari pandemi corona/covid19 yang harapanya lekas pergi, kita sedang diajarkan kembali untuk berdiam sejenak dan merenung betapa berharganya aktivitas yang kita lakukan selama ini yang mulanya terasa biasa saja. Kita sedang diajarkan untuk mempercayakan jalan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan kebijakan pemerintah. Kita sedang dipanggil Allah untuk lebih mengingat dan beribadah kepadaNya
4 notes
·
View notes
Quote
R=Saya sudah lama tidak menjalankan ritual shalat 5 waktu, termasuk Jumatan itu. Menurut saya ketemu Tuhan saja kudu diatur-atur tempat dan waktunya. Teman-teman saya sudah menganggap saya beraliran sesat. Islam KTP. Tapi, saya tidak peduli. Boleh dibilang, saya sudah jarang sekali melakukan ibadah. L= Well, menurutku, Anda mau sholat lima waktu atau tiga waktu atau sama sekali tidak shalat itu adalah pilihan Anda sendiri. Dan anda memiliki alasan-alasan pribadi. Kalau Anda berpikir bahwa shalat Jumat itu ritual belaka, itu pilihan Anda endiri. Setiap orang memiliki alasan sendiri kenapa mau dan tidak mau menjalani ritual. Ada yang karena takut masuk neraka. atau takut dimusuhi oleh tetangganya. Itu HAM (Hak Asasi Manusia). Tidak ada yang berhak memaksa orang untuk beribadat. Tidak usah merasa risih dengan komentar nyinyir orang-orang. Kita ini sudah tidak lagi hidup di zaman Jahiliah ketika para pemuka agama bisa merajalela. Zaman Jahiliah di Eropa itu berlangsung dengan sangat intensnya ketika para pemuka agama Kristen saling mengompori umat untuk membnatai umat agama Kristen yang lain. Hmmm...Kristen itu macam-macam juga, mas. Katolik dan Protestan. Nah, ketika Katolik dan Protestan berkonflik, terjadilah perang selama 30 tahun lebih antara para pengikut dari kedua aliran itu. Dan yang mengompori adalah para pemuka agama. Lalu umat mereka slaing bunuh. Jutaan orang mati sia-sia. Itu terekam disejarah. Hmmm...kalau kita melihatnya sekarang memang seperti lawakan. Pelawaknya, ya, para pemuka agama itu. Mereka menghibur dengan khotbah, tetapi juga membahayakan ketika menyerukan perang demi membela Allah. Tapi "Allah" mana yang di bela? Allah Katolik atau Allah Protestan, itu pertanyaannya, kan? Sama saja seperti sekarang ini, Allah Islam atau Allah Kristen, atau ilah-ilah lain? Hmmm...agama-agama itu metode belaka, mas. Aku ini bukan anti agama. Yang penting itu esensi dan bukan segala kulit berlapis-lapis yang hanya ritual belaka. Ritual itu bisa bermakna mendalam secara kerohanian apabila dijalankan dengan kesungguhan, ikhlas, dan pasrah. Tetapi kalau hanya karena takut masuk neraka atau takut dibilang Islam KTP, atau Kristen KTP, atau Katolik KTP, atau Hindu KTP, atau Budha KTP, ya, mubazirlah. Jadinya seperti Topeng
Membuka Mata Ketiga by Leonardo Rimba.
Melalui tulisan tersebut setidaknya saya memperoleh gambaran situasi dan perasaan seperti apa yang menjadikan seseorang memutuskan untuk tidak melakukan shalat. Saya berkecimpung di organisasi mahasiswa Islam tapi banyak juga anggota yang tidak melaksanakan shalat. Mungkin keterangan diatas adalah salah satu alasannya. Saya menemukan fenomena tersebut tidak hanya di satu organisasi, tapi saya pernah mendapat keterangan dari seorang teman kelas bahwa di organisasinya pun demikian. Bahkan, ia bermaksud mengadakan penelitian untuk mencari tahu tentang fenomena tersebut. Sebagai muslim ada kewajiban kita untuk mengajak atau menyampaikan nasehat walau hanya satu ayat. setidaknya ketika bertemu orang seperti itu ajak saja.Masalah respon atas ajakan atau nasehat kita biarlah “dia” yang menentukan.
2 notes
·
View notes
Text
Sejarah Valentine Day
orientasi
Hari raya ini adalah salah satu hari raya bangsa Romawi Paganis (yang menyembah berhala), bangsa romawi telah menyembah berhala semenjak 17 abad silam. Jadi hari raya valentine ini adalah sebutan kepada kecintaan terhadap sesembahan mereka. Tentang sejarah valentine ini ada banyak versi yang menyebutkan, tetapi dari sekian banyak versi menyimpulkan bahwa hari valentine tidak memiliki latar belakang yang jelas sama sekali.
Peristiwa 1
Perayaan ini telah ada semenjak abad ke-4 SM, yang diadakan pada tanggal 15 februari, perayaan yang bertujuan untuk menghormati dewa yang bernama Lupercus, dewa kesuburan, yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Acara ini berbentuk upacara dan di dalamnya diselingi penarikan undian untuk mencari pasangan. Dengan menarik gulungan kertas yang berisikan nama, para gadis mendapatkan pasangan. Kemudian mereka menikah untuk periode satu tahun, sesudah itu mereka bisa ditinggalkan begitu saja. Dan kalau sudah sendiri, mereka menulis namanya untuk dimasukkan ke kotak undian lagi pada upacara tahun berikutnya.
Peristiwa 2
Sementara itu, pada 14 Februari 269 M meninggallah seorang pendeta kristen yang juga dikenal sebagai tabib (dokter) yang dermawan yang bernama Valentine. Ia hidup di kerajaan yang saat itu dipimpin oleh Kaisar Claudius yang terkenal kejam. Ia sangat membenci kaisar tersebut. Claudius berambisi memiliki pasukan militer yang besar, ia ingin semua pria di kerajaannya bergabung di dalamya. Namun sayangnya keinginan ini tidak didukung. Para pria enggan terlibat dalam peperangan. Karena mereka tidak ingin meninggalkan keluarga dan kekasih hatinya. Hal ini membuat Claudius marah, dia segera memerintahkan pejabatnya untuk melakukan sebuah ide gila.
Peristiwa 3
Claudius berfikir bahwa jika pria tidak menikah, mereka akan senang hati bergabung dengan militer. Lalu Claudius melarang adanya pernikahan. Pasangan muda saat itu menganggap keputusan ini sangat tidak masuk akal. Karenanya St. Valentine menolak untuk melaksanakannya. St. Valentine tetap melaksanakan tugasnya sebagai pendeta, yaitu menikahkan para pasangan yang tengah jatuh cinta meskipun secara rahasia. Aksi ini akhirnya diketahui oleh kaisar yang segera memberinya peringatan, namun ia tidak menggubris dan tetap memberkati pernikahan dalam sebuah kapel kecil yang hanya diterangi cahaya lilin.
Peristiwa 4
Sampai pada suatu malam, ia tertangkap basah memberkati salah satu pasangan. Pasangan tersebut berhasil melarikan diri, namun malang St. Valentine tertangkap. Ia dijebloskan ke dalam penjara dan divonis hukuman mati dengan dipenggal kepalanya.
Sejak kematian Valentine (14 februari), kisahnya menyebar dan meluas, hingga tidak satu pelosok pun di daerah Roma yang tak mendengar kisah hidup dan kematiannya. Kakek dan nenek mendongengkan cerita Santo Valentine pada anak dan cucunya sampai pada tingkat pengkultusan. Ketika agama Katolik mulai berkembang, para pemimipin gereja ingin turut andil dalam peran tersebut. Untuk mensiasatinya, mereka mencari tokoh baru sebagai pengganti Dewa Kasih Sayang, Lupercus. Akhirnya mereka menemukan pengganti Lupercus, yaitu Santo Valentine.
Peristiwa 5
Di tahun 494 M, Paus Gelasius I mengubah upacara Lupercaria yang dilaksanakan setiap 15 Februari menjadi perayaan resmi pihak gereja. Dua tahun kemudian, sang Paus mengganti tanggal perayaan tersebut menjadi 14 Februari yang bertepatan dengan tanggal matinya Santo Valentine sebagai bentuk penghormatan dan pengkultusan kepada Santo Valentine. Dengan demikian perayaan Lupercaria sudah tidak ada lagi dan diganti dengan "Valentine Days". Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus dia Via Tibertinus dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836.
Komplikasi
Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di mana peti emas diarak-arak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar tinggi. Pada hari itu sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta. Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya bisa dipertanyakan dan hanya berbasis legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.
Sesuai perkembangannya, Hari Kasih Sayang tersebut menjadi semacam rutinitas ritual bagi kaum gereja untuk dirayakan. Agar tidak kelihatan formal, peringatan ini dibungkus dengan hiburan atau pesta-pesta.
5 notes
·
View notes
Photo
Kisah Faizal Bin Abdullah Alkatiri Akhirnya Masuk Agama Kristen Kisah Faizal Bin Abdullah Alkatiri keturunan Arab akhirnya masuk Agama Kristen saat berada didalam penjara. simak kisahnya berikut ini.
#artis yg masuk agama kristen#cara masuk agama kristen#gilbert lumoindong#keturunan arab masuk kristen#khutbah krister terbaru#Kisah Faizal Bin Abdullah Alkatiri akhirnya masuk Agama Kristen#kisah seorang murtadin#kyai masuk agama kristen#masuk agama kristen#ritual masuk agama kristen#santri masuk kristen#suara pengkhotbah#ustad masuk agama kristen#video asmirandah masuk agama kristen#yehuda gospel ministry#yuda d mailool official#yuda mailool#Yulianus Aluba
0 notes
Text
Kemajuan Umat Islam di Masa Lalu (Part 2) - Bidang Toleransi
Allah SWT berfirman tidak ada paksaan dalam agama. Allah SWT berfirman siapa yang menghengendaki beriman maka berimanlah siapa yang menghendaki kekafiran maka kafirlah.
Rasulullah SAW bersabda siapa yang menyakiti dzimmi atau membebaninya diatas kemampuannya maka saya yang akan menjadi lawan debatnya di hati kiamat.
Rasulullah SAW bersabda siapa yang menyakiti muahad atau membebaninya diatas kemampuannya maka saya yang akan menjadi lawan debatnya di hati kiamat.
Rasulullah SAW bersabda siapa yang membunuh dzimmi maka dia tidak mencium bau surga.
Rasulullah SAW bersabda siapa yang membunuh muahad maka dia tidak mencium bau surga.
Umat Islam menjunjung toleransi dengan agama lain. Seperti non Muslim dalam negara Islam tidaklah diharuskan ikut wajib militer. Mereka hanya diwajibkan membayar jizyah yang besarnya minimal 1 Dinar per tahun yang setara dengan 4 juta per tahun bagi setiap laki laki yang Baligh. Anak kecil, Budak, dan Wanita tidak diwajibkan membayar jizyah.
Setelah itumereka mendapatkan perlindungan penuh dan mendapatkan jaminan kesejahteraan secara penuh sepeerti orang muslim.
Mereka bebas untuk beribadah dan berkumpul sesuai keyakinan mereka. Bahkan mereka bebas untuk minum khamr, makan babi (asalkan dalam komunitas mereka dan tidak diumbar ke masyarakat muslim). Mereka bebas mengatur diri mereka dengan hukum kepunyaan mereka. Namun hukum kepunyaan mereka tetap diawah hukum Islam.
Jika senadainya terjadi pembunuhan terhadap non muslim maka si pembunuh bisa dihukum Qishash menurut madzhab Imam Abu Hanifah. Itu madzhab yang dianut oleh sekitar 40 persen umat Islam dan yang dianut oleh undang undang negara Khilafah Abbasiyah dan Khilafah Utsmaniyah bahkan menurut Imam Sirhindi kelak Sayyidina Isa Alayhissalam ketika turun ke bumi akan menggunakan undang undang negara dengan madzhab Hanafi. (Namun dalam Fiqih Ibadah Madzhab Syafii yang paling sempurna dibandingkan madzhab yang lainnya).
Ketika terjadi perang Salib orang Kristen di Syam diberikan pilihan untuk ikut berperang bersama pasukan salib dari eropa atau ikut bersama kami. Maka kaum Nasrani Syam lebih memilih ikut kaum muslimin.
Orang Orang Kristen dan Yahudi diberikan kebebasan dan kesejahteraan dijamin negara. Mereka hanya diwajibkan bayar Jizyah. Bila tidak mampu mereka dibebaskan dari Jizyah dan ditanggung keperluan mereka. Bahkan mereka bisa menjadi dokter, seniman, atau apa yang mereka sukai.
Orang Orang Zoroaster bisa hidup damai dibawah hukum Islam. Sedikit demi sedikit orang orang Zoroaster masuk Islam. Bahkan di zaman Kesultanan Seljuk masih terdapat komunitas komunitas Zoroaster di Iran. Namun di zaman Kerajaan Shafawi, mereka membantai komunitas Zoroaster dan membantai Ahlussunnah wal Jamaah atau memaksa mereka menjadi Syiah hingga Syiah menjadi mayoritas di Iran.
Mesir perlu 3,5 abad untuk menjadi mayoritas Muslim
Syam perlu 3,5 abad untuk menjadi mayoritas muslim
Andalus perlu hampir 4 abad untuk menjadi mayoritas muslim
Iraq perlu hampir3 abad untuk menjadi mayoritas muslim
Iran perlu 2,5 abad untuk menjadi mayoritas muslim. Semuanya dengan perjuangan dakwah para Ulama' d an para Wali. Sebagaimana Jawa mejadi Islam hanya dalam waktu 50 tahun dakwah wali songo. Sebagaimana seorang dai mengislamkan 11 juta orang afrika dalam waktu 30 tahun. Demikianlah pada zzaman tersebut kondisinya.
Di India ketika diperintah Islam, maka Penguasa kaum Muslimin membiarkan rakyat menjalankan agamanya dan mengatur diri mereka. Bahkan ini diperkuat oleh kesaksian Ibnu Battutah yang berkunjung kesana bahwa komunitas Hindu bisa menjalankan ritual mereka. Ketika Islam berkuasa maka ekonomi India berkembang pesat.
Adapun jika ada seolah olah keras kepada pihak non muslim dalam kitab kitab Islam. Maka itu sebenarnya terpengaruh oleh zaman tersebut. Zaman Abad pertengahan bukanlah zaman toleransi. Itu berlaku untuk zaman mereka. Sedangkan zaman kini sudah berubah keadaannya. Zaman dulu belum ada istilah toleransi pada semua peradaban. Demikianlan keadaannya.
Eropa saat itu tidak menerima perbedaan aliran Kristen apalagi perbedaan agama. India saat itu berkasta kasta serta menindas kasta bawah seperti kasta dalit. Serta nusantara membunuh para dai yang datang dari Persia. Demikian juga kondisi berbagai tempat di dunia. Kemudian datang walisongo yang mengsilamkan Jawa dengan dakwah dalam waktu 50 tahun.
Adapun Ekspansi pasukan Islam ke berbagai penjuru sebenarnya itu disebabkan bahwa zaman dulu adalah zaman peperangan. Bila tidak menyerang maka akan diserang. Zaman itu semua kerajaan apapun agamanya melakukan ekspansi militer. Kondisinya memang macam itu. Demikian juga perbudakan di zaman itu memang dilegalkan di semua peradaban. Namun Islam memperlakukan budak secara baik dan manusiawi setelah sebelumnya mengalami penindasan. Maka Islam mengangkat derajat para budak.
1 note
·
View note
Text
TURISIAN.com – Kalau Sobat Turisian ke Samosir tak lengkap rasanya jika tidak menyaksikan tarian yang memukau, Sigale gale. Sebuah atraksi patung kayu hasil pahatan dengan angun marnortor dan dapat ditemukan di Tomok. Atraksi budaya tersebut menampilkan pertunjukan yang sangat memukau. Yaitu pertunjukan tor-tor Sigale gale. Patung kayu yang dapat menari dengan bantuan benang dari permainan seorang dalang. Pertunjukan ini ada di Desa Garoga, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Kurang lebih 100 meter dari Pelabuhan Ajibata. Kisah Patung Sigale gale Samosir Berkisah seorang raja bijaksana yang kehilangan anaknya saat berperang. Kala itu hulubalang huta datang melaporkan bahwa di hutan perbatasan tengah terjadi kekacauan. Maka raja mengutus anaknya, Raja Manggale menjadi panglima perang. Akan tetapi, pada saat kepulangan para hulubalang, Manggale tidak ada di antara mereka. Raja pun terkejut saat mendengar kabar bahwa anaknya telah gugur dalam pertempuran. Mendengar kabar itu, Raja Rahat pun sedih dan kemudian jatuh sakit. Para menteri dan datu pun berusaha untuk menolong sang raja yang sangat rakyat cintai itu. Namun semuanya sia-sia juga. Hingga suatu waktu seorang Sibaso (dukun perempuan) menerawang dan mengejakan bahwa sang raja menderita penyakit rindu kepada anaknya. Dia pun menyarankan untuk untuk para menteri kerajaan membuatkan sang raja patung yang menyerupai Raja Mangale. Yang akhirnya terkenal dengan sebutan Sigale gale. Setelah mendapat patung yang indah seolah-olah hidup itu, sang raja pun kembali membaik dan membuat pesta besar. Ia mengundang para pargossi untuk memainkan musik sabangunan tambah dengan sordam, untuk meminta arwah anaknya untuk masuk ke dalam patung tersebut. Patung Sigale gale Penghantar Kematian Di masa lampau, patung Sigale gale berguna untuk mengiringi pesta kematian bagi orang yang telah gabe –sesuai filosopi orang Batak yang ketiga hagabeon– atau saormatua. Upacara ini merupakan penghormatan kepada orang yang meninggal dan kiranya keturunan yang selanjutnya juga bernasib yang sama. Baca juga: Desa Wisata Huta Tinggi Suguhkan Pesona Alam dan Budaya di Tengah Danau Toba Patung ini menjadi simbol penghantar kematian, baik orang yang mempunyai keturunan (saor matua) untuk menyambungkan keturunan di alam baka kelaknya. Maupun orang yang tidak memiliki keturunan (mate punu). Bagi orang Batak, meninggal tanpa keturunan adalah sebuah kesalahan. Patung Sigale gale pun berguna untuk menghindari kutukan (tidak memiliki keturunan) menyebar. Pembuatan patung ini tidaklah muda, memerlukan orang yang menjiwai dan percaya akan meninggal menjadi tumbal patung tersebut sebagai arwah yang mengisinya. Oleh karena itu, keberadaan patung ini sangatlah sedikit. Daya Tarik Wisatawan Dahulu patung Sigale gale banyak yang meyakini bisa menari sendiri karena daya mistis yang kuat pada zaman itu. Namun seiring masuknya agama Kristen ke daerah Toba, ritual ini perlahan bergeser. Upacara Sigale-gale, kini kerap pentas sebagai hiburan dan daya tarik bagi wisatawan. Di Samosir sendiri hanya ada empat Sigale gale, yaitu di Pelabuhan Pariwisata Tomok, Desa Garoha, simanindo, dan Desa Siallangan. Baca juga: 4 Atraksi Seni Tradisional Samosir yang Bikin Wisatawan Terpukau Sebelum meninggalkan tempat ini, Sobat Turisian jangan lupa berkunjung ke pasar suvenir di jalan menuju Huta Garoga. Di sini menyediakan berbagai suvenir, mulai dari gantungan kunci, sortali, pakaian, dan masih banyak lagi. Harga suvenir di daerah ini juga terbilang masih terjangkau.* Sumber & Foto: Dispar Samosir
0 notes
Text
Know Your Place
Permasalahan hidup seringkali terjadi karena seseorang tidak tahu tempatnya atau mencoba masuk ke hal yang bukan ranahnya. Tidak mencoba mengenali dirinya dan menelaah lokasi yang akan dia masuki. Seringkali hal inilah yang membuat seseorang menilai suatu lingkungan itu toxic atau tidak toleransi.
Sebelum masuk ke suatu lingkungan, kenali dulu bagaimana orang-orangnya secara garis besar, budaya, kebiasaannya dan lain-lain, setelah itu cocokkan dengan diri sendiri, kira-kira jika orangnya begini dan lingkungannya begini, cocok ng dengan diri, misalnya nih, sudah tau orang-orang di lingkungan sekitar mayoritas suka hidup bebas, malah orang-orang yang masih memegang erat norma agama nekad tinggal disana, nah..orang-orang yang hidup bebas ini akan menganggap orang yang masih terikat norma agama tersebut sok suci atau malah toxic. begitu juga sebaliknya, saat seseorang yang terbiasa hidup bebas dan masuk ke lingkungan yang mayoritas masih memeluk agama dengan erat, malah orang-orang disana akan menggunjingkan atau mengucilkan atau bisa juga mengusir orang tersebut dari lingkungannya.
Itulah kenapa, saat memutuskan untuk tinggal di suatu tempat, cari tau dulu tentang tetangga kanan kiri, rumor tentang lingkungan tersebut dan lain-lain, karena ini berhubungan dengan keamanan diri.
Misalnya nih, kamu masuk ke lingkungan yang mayoritas islam, agama yang sudah turun temurun, di lingkungannya terbiasa azan, pengajian dan bahkan ritual keagamaan lainnya, kamu kan ceritanya orang baru nih, masuk ke lingkungan orang, masak tiba-tiba disuruh merubah ini dan itu sedangkan kamu tu baru datang dan hanya kamu aja yang terganggu, ya..kalau kamu aja yang terganggu, kamu aja yang pindah. Berarti lingkungan itu bukan untukmu..itulah yang toleransi.
Misalnya nih, kamu masuk ke lingkungan yang mayoritas kristen atau katolik, yang dikenal dengan suka menyanyi atau pintar main musik, dan di lingkungan tersebut terbiasa ada nyanyian yang keras atau musik yang mengalun dengan syahdu. Bahkan di gereja ada paduan suara. Lantas orang-orang yang baru masuk ke lingkungan tersebut merasa terganggu karna latihan nyanyi atau musik. Padahal yang tinggal disana duluan dan orang-orang yang sudah lama tinggal disana tidak ada yang terganggu, mayoritas disana juga aman-aman aja, jadi siapakah yang disuruh pindah? orang baru atau orang lama? atau membiasakan diri dengan hal itu?.
That`s Why, Be Smart and Know Your Place
Yang dalam bahasa minangnya.
Dima bumi dipijak, disitu langik dijunjuang
(Dimana bumi diinjak, disitulah langit dijunjung)
0 notes
Text
BincangSyariah.Com – Perayaan hari Valentine (hari kasih sayang) yang pada mulanya hanya dirayakan oleh orang-orang nonmuslim kini telah juga ikut dirayakan oleh orang-orang Muslim. Fakta ini menjadi sebuah problematika tersendiri bagi para ahli hukum Islam baik yang menyatu dalam sebuah lembaga fatwa atau para pakar hukum yang independen.Ada yang memandang hari Valentine tidak boleh dirayakan dengan mengacu bahwa dalam sejarahnya perayaan sejenis ini dalam Islam tidak ditemukan asal usulnya. Di samping itu bagi mereka perayaan ini bagian dari kekhususan orang-orang nonmuslim sehingga umat Islam tidak boleh menyerupainya kalau tidak mau dianggap sebagai bagian dari mereka. Lembaga Fatwa Mesir dan Tunisia mengatakan sebagaimana dilansir oleh situs www.alwatanvoice.com bahwa hari Valentine sah-sah saja dirayakan oleh umat islam asalkan dengan cara yang baik serta tidak keluar dari koridor Islam. Pasalnya, perayaan yang dilakukan tidak bermaksud meniru orang-orang Kristen dan juga tidak menyangkut ritual mereka. Lebih lanjut, bagi mereka peringatan hari Valentine tidak ubahnya perayaan-perayaan sosial lainnya, seperti hari ibu, hari kemerdekaan, hari buruh dan perayaan-perayaan sosial lainnya. قال مفتي تونس عثمان بطيّخ في تصريح صحافي إن “عيد الحب ليس حراما وقول المتشددين إنه تقليد للنصارى غير صحيح، لأنه لا يتم اعتناق دينهم أو مباشرة شعائرهم عند الاحتفال بعيد الحب، كما أن كل ما يقرّب الناس ويجمعهم هو أمر جيد ومطلوب”، مشيرا إلى أنه “ليس هنالك أيّ مانع بخصوص الاحتفال بعيد الحب، شرط عدم الخروج عن الأخلاق، فكل ما فيه مصلحة للناس لا إشكال فيه “Grand Mufti Othman Batikh dari Tunisia berkata: Hari Valentine sah-sah saja dirayakan bukan malah diharamkan. Orang-orang yang mengatakan bahwa hal itu disamakan dengan mengikuti jejak orang-orang Nasrani tidaklah dibenarkan. Karena mereka tidak masuk agama mereka atau mengadakan ritual keagamaan mereka ketika merayakan Hari Valentine. Jadi tidak ada alasan untuk mencegah serta melarang perayaan Hari Valentine, asalkan berangkat dari moralitas dan cara yang sesuai dengan islam.” قال الشيخ أحمد ممدوح، أمين الفتوى بدار الإفتاء المصرية�� :”لا مانع أبدا فى الشرع أن الناس تتفق على أيام معينة يجعلوها خاصة لبعض المناسبات الإجتماعية طالما لا تختلف مع الشريعة، مثل يوم تكريم الأم فلا مانع منه، ولا مانع أن نتخذ يوما من الأيام كى يظهر كل شخص للآخر عن مشاعره نحوه وأنه يحبه “Sheikh Ahmed Mamdouh, Sekretaris lembaga Fatwa Mesir mengatakan, bahwa dalam Islam tidak ditemukan nas atau dalil yang melarang menjadikan hari-hari tertentu sebagai hari istimewa dari sebuah peristiwa yang sudah terjadi selama dengan syarat tidak keluar dari batasan-batasan Islam, seperti menjadikan hari tertentu untuk memuliakan ibu. Tidak ada alasan untuk melarangnya dalam rangka menebarkan rasa cinta dan kasih pada sesama.” Beliau melanjutkan bahwa Nabi Muhammad saw. dalam pidatonya berpesan, barang siapa yang mencintai saudaranya maka katakanlah “saya mencintaimu karena Allah”. Konsep cinta bagi beliau lebih luas dan lebih komprehensif daripada cinta antara pria dan wanita, tetapi merupakan konsep yang lebih umum, antara sesama manusia. Source : Bincangsyariah.com Alhamdulillah Allohumma Sholli ‘Ala Nabiyina Muhammad Wa Ahlihi Wa Ashhabihi Wa Ummatihi. Subhanallah wa bihamdihi ‘adada khalqihi wa ridha nafsihi wa zinata ‘arsyihi wa midada kalimatihi. Jazakumullah sudah ikut men-share (membagikan) konten ini, insya Alloh jadi amal jariyah untuk kebaikan dunia akhirat kita. Aamiin . 📺 Baca Lebih Lanjut 👉 https://tinyurl.com/y76hxxvp 👳 Media Marketing Islam? Cek 👇 👉 Jumat Berkah dot Com . 🌏 Update kajian Islam? Follow 🍓 @jumatberkahcom 🎯 Facebook 💝 Instagram 🌋 Twitter 🍔 Linkedin . #Alhamdulillah Ya #Allah #Alfattah #Arrozaq #Alghoni #Almughni Sholawat untuk #Nabi #Muhammad #innalillahi #astaghfirullah #dakwah #hijrah #kajian #islam #update #news #viral #muslim #muslimah #quran #sunnah #islamicquotes #indonesia #motivation #inspiration #quote
0 notes
Text
Catatan Mengejutkan Rabi Soal Yahudi Lama di Jawa-Sumatra
KONTENISLAM.COM - Setelah Portugis menemukan jalan ke India dan Asia Tenggara, banyak orang Yahudi, lebih dulu menjadi Kristen, terlibat dalam ekspedisi pada awal abad ke-16. Kebanyakan dari mereka tidak kembali, tapi bermukim di sepanjang pantai utara Sumatra dan Jawa. Jumlah pemukim Yahudi di nusantara berkembang seiring kemunduran Portugis dan munculnya VOC, raksasa dagang Belanda, di nusantara pada 1602. Namun, tidak ada dokumen yang menyebut jumlah pemukim Yahudi pada awal pendirian Batavia. Setelah VOC bangkrut pada 1799, Pemerintah Hindia-Belanda juga tidak mencatat jumlah orang Yahudi di kota-kota di Jawa dan Sumatra. VOC dan Pemerintah Hindia-Belanda memang menjalankan politik segregasi etnis, tapi tidak memisahkan Yahudi dari masyarakat Belanda. Politik segregasi hanya mencakup orang-orang Cina, inlander (pribumi), Arab, Moor, dan kulit putih non-Belanda. Yahudi asal Belanda masuk ke dalam kelompok pemukim Belanda. Sedangkan, Yahudi yang datang dari Jerman, Prancis, Spanyol, Austria, Inggris, dan lainnya masuk kelompok masyarakat kulit putih non-Belanda. Namun, Yahudi yang datang ke Hindia-Belanda tidak hanya berasal dari Eropa, tapi juga dari wilayah Kekaisaran Ottoman, yaitu Irak. Komunitas Yahudi Shepardic di Surabaya berasal dari Irak dan menyebut diri Yahudi Baghdadi. Terdapat indikasi pemerintah Hindia-Belanda mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat Arab. Rumah-rumah Yahudi Baghdadi di Surabaya, plus sinagog mereka, terdapat di lingkungan permukiman Arab. Catatan penting tentang eksistensi Yahudi di Nusantara ditulis Rabbi Yacob Saphir. Dalam perjalanan ke Australia untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan permukiman Yahudi di Palestina, Rabbi Saphir tiba di Singapura—kota di Asia Tenggara dengan pemukim Yahudi Shepardic yang mapan; memiliki beberapa sinagogue dan rabbi. Sebelum bertolak ke Australia, Rabbi Saphir disarankan mengunjungi masyarakat Yahudi di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Ia memenuhi saran itu dan mengunjungi tiga kota di Jawa pada 1861, untuk bertemu keluarga-keluarga Yahudi. Di Batavia, Rabbi Saphir bertemu 20 keluarga Yahudi. Dalam catatan perjalanannya ia menulis, “Mereka tidak lagi menjalankan ritual Judaisme, mengadakan upacara brit milah (mengkhitan anak laki-laki), karena ketiadaan pemuka agama.” Jika keluarga Yahudi di Batavia ingin mengkhitankan anak laki-lakinya, mereka harus mengumpulkan banyak uang untuk memanggil rabbi dari Singapura. Situasi serupa juga dijumpai Rabbi Saphir di Semarang, tapi tidak di Surabaya. Di Surabaya, Rabbi Saphir menemukan sinagogue yang terpelihara, dengan masyarakat Yahudi Shepardic di sekelilingnya. Di sini, brit milah dijalankan dengan baik karena ada rabbi yang siap memimpin upacara. Minyan atau ritual umum yang harus diikuti minimal 10 laki-laki setiap Sabat, terpelihara. Rabbi Saphir juga mencatat Yahudi di Batavia dan Semarang berasal dari Jerman dan Belanda dengan latar belakang Azhkenazim. Mereka tidak hanya murtad terhadap ajaran, tapi ikut-ikutan merayakan Natal. “Di Semarang dan Batavia, tidak ada pemakaman khusus Yahudi. Di Surabaya, Yahudi Baghdadi memiliki tanah wakaf untuk pemakaman,” demikian Rabbi Saphir. Khusus tentang Yahudi di Batavia dan Semarang, Saphir secara khusus menulis, “Beberapa memiliki istri Yahudi, lainnya menikah dengan wanita lokal. Mereka tidak memiliki guru agama, tempat penyembelihan hewan, mohel (pengkhitan), tapi mereka tidak mengingkari asal-usul mereka. Mereka mengaku Yahudi. Saya katakan kepada mereka bahwa saya akan mengkhitan semua Yahudi yang ingin kembali ke kepercayaan Ibrahim.” Di Surabaya, Rabbi Saphir juga berbicara kepada orang-orang Yahudi, terutama Azhkenazim, yang sekian lama meninggalkan ajaran Ibrahim. “Tidakkah kalian malu kepada orang Arab dari Muskat dan Hadramaut. Mereka mampu menjaga keimanan mereka, membangun masjid, menjalankan ajaran dalam nama Allah.” Rob Cassuto, salah satu anggota Keluarga Cassuto yang lahir di Batavia, memperkirakan migrasi besar-besaran Yahudi dari Eropa, terutama Belanda dan Jerman, terjadi di pengujung abad ke-19. Migrasi mencapai puncaknya jelang pergantian abad ketika pemerintah Belanda mencoba membentuk koloni kulit putih yang mapan di Hindia-Belanda. Lewat iklan di surat kabar, Kerajaan Belanda mengajak warganya mengisi posisi-posisi penting di tanah jajahan. Orang Yahudi yang paling pertama merespons ajakan ini. Bersama orang Belanda, mereka datang ke Batavia dan mengisi posisi penting di Pemerintahan Hindia-Belanda, menjadi guru di sekolah-sekolah anak-anak Eropa dan Cina, atau berkarier di ketentaraan. Mereka yang tidak kebagian posisi di pemerintahan, berprofesi sebagai pengacara, dokter, pedagang, atau pengusaha perkebunan di wilayah-wilayah yang terkena liberalisasi tanah. Mereka dengan cepat menjadi sangat kaya dibanding pemukim kulit putih lainnya. sumber : Harian Republika
from Konten Islam https://ift.tt/3foViKa via IFTTT source https://www.ayojalanterus.com/2021/05/catatan-mengejutkan-rabi-soal-yahudi.html
0 notes
Text
Ceritanya Ngebahas Cinta (part 2)
Cinta itu bisa membuat orang menjadi seperti orang gila, “demi cinta akan kuseberangi 7 samudra, atau akan ku daki gunung tertinggi dunia, itu semua demi cinta”.
Agak sedikit berlebihan memang, tetapi memang begitu adanya yang terjadi kepada orang-orang yang sedang mengekspresikan cinta, apa saja berusaha dilakukan walaupun kadang sesuatu yang tidak masuk akal dan mendekati ke sesuatu yang tidak wajar.
Seperti ada kalimat seperti ini “cinta ditolak dukun bertindak” ada yang seperti ini? Ada pastinya khususnya di tengah masyarakat yang masih melekat ritual yang mendekati bahkan sudah syirik, pertanyaannya apakah ini cinta?
Atau haruskah melakukan dan menghalalkan berbagai cara demi mendapatkan yang katanya cinta itu?
Definisi cinta sebenarnya memang tidak ada yang tahu pasti, bahkan bisa jadi kita mengartikan cinta secara persepsi masing-masing.
Bahkan ada yang mencoba mengartikan cinta hanya dengan cara berpacaran dan pembuktiannya dengan hubungan fisik saja, seperti banyak terjadi oleh orang-orang yang merayakan hari Valentine pada tanggal 14 februari kemarin.
Dengan propaganda bagaimana budaya barat mencoba mengatakan bahwa hari valentine tanggal 14 februari itu adalah hari kasih sayang, dan wajib dirayakan oleh semua orang dan agama apapun.
Ditambah media-media elektronik berusaha menampilkan dan menayangkan beberapa hal yang selalu indentik dengan hari valentine khususnya para artis yang senang merayakannya, padahal sejarah valentine yang sebenarnya seperti ini: https://www.kompas.com/global/read/2021/02/14/164043470/cerita-dunia-sisi-lain-yang-kelam-dari-asal-usul-hari-valentine?page=all#:~:text=Legenda%20umum%20mengisahkan%20bahwa%20pada,Kristen%20yang%20sedang%20jatuh%20cinta.
Dan mirisnya yang antusias Valentine day ini adalah para anak muda, dan biasanya di hari itu mengekspresikan cinta dengan cara apapun, termasuk dengan berhubungan sex di luar nikah diantara para anak muda tersebut.
Valentine day sudah dipastikan bukan budaya kita di indonesia, apalagi ajaran islam, yang pastinya akan menentang budaya karena didalamnya banyak sekali kemaksiatan.
Umtungnya sekarang ini banyak para pemuda-pemudi islam yang peduli dengan fenomena tersebut dan mencoba mengkampanyekan kata-kata ini Say No To Valentine Day.
Jadi sebenarnya tidak ada hubungannya antara valentine day dengan cinta atau kasih sayang. Jadi definisi cinta itu sendiri apa? Sebagai umat islam seharusnya sudah tidak perlu bingung lagi saat ditanya apa definisi cinta?, karena Tuhan nya umat islam Allah Swt memiliki nama Al Wadud yang memiliki arti yang maha mencintai, yang berarti maha mencintai hamba-hambanya, yang tertulis dalam firman Nya di QS:Hud/11 ayat 90 “Dan mohon lah ampun kepada RabbMu(Allah) kemudian bertaubatlah kepada Nya, Sesungguhnya Rabbku Maha Mencintai hamba-hambaNya lagi Maha Pengasih”.
Jadi sebenarnya sebagai umat islam, seharusnya tidak bingung dengan definisi cinta yang sebenarnya,bagi umat islam seharusnya dengan cara bagaimana untuk mendapatkan cinta Allah Swt.
Bagaimana mencintai Allah dengan sebenarnya, mulut, pikiran, hati dan tindakan semua sama, mencerminkan bagaimana seseorang yang sedang mencintai, menjalankan perintahnya kemudian menjauhi larangannya seperti itulah cinta menurut islam.
Dan kita akan bahas di part 3 Ceritanya Ngebahas Cinta: Rasulullah adalah Role model cinta manusia.
0 notes
Text
Suatu Ateis
Kali ini aku melihat seseorang yang menurutku wajar tapi tidak wajar bagi orang lain. Ya , dia ateis, dia bukan terlahir sebagai ateis, ia berubah menjadi ateis karena suatu hal. Suatu hal yang pribadi mungkin. Dan tak semua orang memahaminya. Ada suatu seluk beluk yang mendasarinya berubah seperti itu. Banyak orang yang mencercanya jika ia tahu bahwa ia Ateis , bahkan dengan yakinnya orang2 akan mengatakan bahwa ia akan masuk neraka pada akhir hidupnya. Mungkin Negara ini belum siap menerima kaum seperti dirinya sehingga ia malu menunjukan eksistensinya sebagai ateis. Pada akhirnya ia pesimis, pengakuannya sebagai ateis tidak akan dihargai, malahan akan mengancam nyawanya.
Suatu hari aku pernah datang ke rumahnya. Aku melihat suatu hiasan ikonografi kristen ortodoks bergambar bunda Maria dan bayi Yesus. Di depannya ada lilin menyala. Ia mungkin sudah tahu aku akan menanyakan pertanyaan tentang ikonografi tersebut, “ Iya, meskipun aku sudah tidak menjadi kristen lagi dan tidak mempercayainya lagi, tapi aku tidak bisa meninggalkan tradisi ini , aku suka akan kenangan itu, memasang lilin di depan sang theotokos”.
Seketika itu aku berpikir bahwa , sangat aneh , ketika kau melakukan ritual tersebut tetapi kau sudah tidak mempercayainya. Mungkin orang lain akan berpikir bahwa ia masih seorang kristen, dan mungkin menganggapnya dirinya sebagai kristen. Tetapi ia sendiri tidak percaya dan ia mengaku sebagai ateis. Aku sekarang mengerti, agama sebagai sesuatu yang personal. Ateis juga sesuatu yang personal. Dan hanya kita pribadi yang tahu iman kita. Ia tidak percaya satu Tuhanpun tetapi ia tidak lupa untuk menyalakan lilin di depan ikonografi itu meski ia tidak pernah berdoa. Mungkin ia sudah tidak berdoa lagi.
“Apa kau berdoa ?”
“Aku kadang berdoa , tetapi aku tidak berdoa pada-Nya , aku hanya berbicara sendiri , atau mungkin bicara pada diri sendiri…..”
1 note
·
View note
Text
Review Film "Bumi Manusia": Tiga Jam yang Ngantuk-Ngantuk Haru
Rate: 8/10
Director: Hanung Bramantyo
Staring: Iqbaal Ramadhan, Mawar Eva De Jongh, Sha Ine Febriyanti
Saya nonton film Bumi Manusia di hari perdana penyangannya, Kamis 15 Agustus 2019. Sebagai penonton yang telah mengkhatamkan keempat seri tetralogi Pulau Buru, film Bumi Manusia adalah film yang sakral bagi saya. Tahun lalu saya bikin prediksi aktor/aktris yang layak berperan di film ini, dan artikelnya masih ada di bagian bawah Tumblr ini. Dari semua aktor/aktris prediksi saya, ternyata cuma satu yang nyantol: Ayu Laksmi, pemeran Ibunda Minke.
(Spoiler Content)
Film dibuka dengan narasi Minke tentang Hindia Belanda di awal zaman "modern". Konflik muncul saat Minke dan Surhof berkunjung ke kediaman seorang gadis Indo bernama Annelies. Tak disangka benih-benih cinta muncul antara Minke dan Ann, hingga keduanya melangsungkan pernikahan. Konflik memuncak saat ayah Ann, Herman Mellema ditemukan tewas terkapar di dalam rumah bordil. ***
Separuh awal film saya dibikin menguap berkali-kali karena alur penceritaannya lambat, lagi pula saya sudah tahu endingnya. Meskipun gitu, mata ini nggak bisa berpaling dari adegan demi adegan yang tersaji di layar. Jujur sebagian besar visual dan properti film ini sangat keren, kesannya kayak lagi nonton film Korea atau film Thailand. Awalnya di otak saya ngebayangin setting di jaman itu dinding rumah berhias kayu-kayu berwarna gelap ala rumah joglo Jawa. Tapi setelah melihat kediaman Nyai Ontosoroh yang bercat terang menyala, rasanya penonton dibawa ke suasana lain seperti di permukiman wild west Amerika.
Review kali ini saya fokuskan hanya pada hal-hal yang menarik dan mengusik rasa keingin tahuan saya. Kita mulai dari:
1. Simbol Keagamaan
Seperti kita tahu, Minke dan Ann melangsungkan perkawinan secara Islam. Minke menjabat tangan seorang pemuka agama yang bertindak sebagai wali nikah Annelies. Minke sendiri seorang Muslim, tapi tidak dengan Ann. Ann dan Robert (abangnya) mengikuti agama Tuan Herman Mellema. Karena beliau seorang Eropa totok, kita tebak agamanya adalah Kristen, entah Katolik atau Protestan. Setidaknya itu yang saya ingat.
Dalam novel, Minke beberapa kali mengucap "Masha Allah" sebagai wujud kekaguman. Walaupun mungkin di jaman itu agama hanya sebagai identitas bagi golongan priyayi dan pribumi namun ritual keagamaannya tidak mesti dijalani. Saya belum melakukan riset, tapi kalau boleh menebak, di jaman itu sholat lima waktu dan mengaji bagi masyarakat Jawa hanya umum dilakukan oleh kalangan santri dan kiyai.
Kalau tidak salah di novel Anak Semua Bangsa atau Jejak Langkah, seorang petinggi organisasi bertanya apa agama Minke dan apakah ia sholat. Minke menjawab dirinya seorang Muslim tapi tidak sembahyang. Minke baru mempelajari tentang seluk beluk Islam setelah bergabung dan turut mendirikan Syarikat Dagang Islam.
Ketika sampai di adegan akad nikah Minke-Annelies, penonton seperti diingatkan kembali bahwa Islam telah menjadi agama mayoritas pribumi sejak kesultanan-kesultanan terdahulu. Dan Minke adalah representasinya.
Kemudian simbol keagamaan muncul lagi berupa surban-surban putih dan pekikan "Allahu Akbar" yang mengiringi demonstrasi di luar gedung pengadilan.
2. Keaktoran
Iqbaal Ramadhan si Dilan itu diumumkan sebagai cast Minke sang pemeran utama. Siapa sih yang nggak sangsi? Iqbaal dianggap terlalu muda dan kurang a-b-c-d untuk layak berperan sebagai Minke. But, overall akting Iqbaal patut diapresiasi atas kerja kerasnya merasuki karakter Minke. Walaupun Iqbaal kurang menunjukkan sisi intelek sosok Minke, dan kurang "besar kepala" sebagai pribumi yang bersekolah di HBS (karakter Minke versi novel digambarkan besar kepala, pongah, dan mudah tersinggung). Kalau boleh dibandingkan dengan film Dilan, chemistry antara Iqbaal-Vanesha lebih terasa dibanding chemistry antara Iqbaal-Mawar.
Mawar Eva de Jongh sebagai Annelies Mellema. Annelies adalah gadis 16 tahun yang sangat menghormati dan menyayangi ibunya, Nyai Ontosoroh. Karakter Annelies pekerja keras, rajin dan patuh. Tampaknya menurun dari ibunya. Bagi saya tidak ada yang istimewa dari akting Mawar Eva sebagai Ann. Chemistry-nya dengan Iqbaal juga kurang terasa. Ann laksana sosok Cinderella dalam dongeng Eropa. Gadis yang lugu, rapuh dan hanya bisa pasrah di tengah tekanan lingkungan sekitarnya. Bahkan setelah dirinya diperkosa Robert, Ann tidak berani mengadu ke ibunya karena menganggap pengaduan tidaklah menyelesaikan apapun.
Sha Ine Febriyanti sebagai Nyai Ontosoroh. Ini nih aktris yang menyelamatkan kebosanan dari suasana film ini. Nyai adalah pusat perhatian. Sepenggal kalimat yang meluncur dari lidah Nyai lebih menarik daripada sederet pidato yang keluar dari lidah Minke. Nyai adalah seorang wanita terpelajar nan cerdas walaupun tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Ia memiliki kompetensi di bidang akuntansi, manajemen, dan administrasi bisnis sehingga mampu mengelola Buitenzorg. Tidak fair membandingkan kualitas akting Ine Febriyanti dengan aktor/aktris muda lain yang terlibat di film ini. Nyai diposisikan sebagai pengendali emosi penonton. Penonton menangis karena melihat Nyai menangis, bukan karena melihat Minke menangis. Menurut saya layak jika Ine Febriyanti diganjar Piala Citra kategori pemeran wanita pendukung terbaik.
Giorgino Abraham sebagai Robert Mellema. Robert adalah abang Annelies yang pemalas dan pembangkang. Umurnya lima tahun lebih tua dari Ann. Sebagai Indo, wajah Gino tidak menampilkan unsur Eropa itu. Tapi saya suka aktingnya, menampilkan pribadi Robert yang angkuh sepenuhnya. Perawakannya juga oke, cocok dengan deskripsi Robert versi novel: berwajah tampan, bertubuh tinggi tegap, dan suka main perempuan. Kelak Nyai akan mendapat cucu bernama Rono Mellema yang merupakan anak jadah Robert dengan wanita pemerah susu.
3. Ketimpangan relasi Minke-Nyai
Separuh awal film yang ada di pikiran saya, "mau dibawa kemana sih ceritanya". Karena ada tiga elemen cerita dalam novel Bumi Manusia: sisi roman Minke-Annelies, perjuangan kaum pribumi melawan penindasan, dan figur Nyai Ontosoroh. Film BM ini mau fokus kemana?
Karena pangsa pasar film ini adalah milenial, jadi memasang aktris senior sebagai pemeran utama tampaknya tidak menjual secara pendapatan. Sedikit informasi, dalam novel BM yang ditonjolkan adalah figur Nyai Ontosoroh, sedangkan kisah hidup Minke disimpan untuk novel selanjutnya. Dalam film tidak ada istilah orang pertama pelaku sampingan, jadi pelaku utama otomatis peran utama.
Kreator film tampaknya kesulitan membagi porsi antara Minke dan Nyai. Minke tokoh utama dan Nyai tokoh pendukung. Itu sudah final. Tapi meskipun porsi kemunculan Nyai sudah diatur sedemikian rupa untuk memberi ruang pada Minke, namun aura, wibawa, dan daya tarik Ine Febriyanti sulit diimbangi oleh Iqbaal dan Mawar. Pada akhirnya penonton bingung sendiri, ini pemeran utamanya Minke atau Nyai.
4. Plot Cerita
Habis adegan ini langsung adegan itu, tau-tau ada itu dan langsung jadi begitu. Kesan melompat-lompat kentara pada pertengahan film. Penonton yang belum membaca novelnya mungkin kebingungan tentang apa yang terjadi dalam film. Tentang kemunculan Maurits Mellema, Herman Mellema yang tiba-tiba gila, kemunculan seorang Tionghoa botak, Nyai yang dituduh bersekongkol dalam pembunuhan tuannya, hingga kemunculan Jan Dapperste yang bikin kikuk, "siapa sih nih orang, apa fungsinya dia?"
5. Mengharu Biru
Tercatat di akhir film, sahutan isakan tangis penonton terdengar samar-samar di dalam studio. Pemicunya siapa lagi kalau bukan Sha Ine Febriyanti. Akting nangisnya flawless banget sumvah. Iqbaal juga menumpahkan air mata, tapi nangisnya dia kayak di nangis-nangiskan. Entah berapa kali take adegan nangis ya mereka.
Tapi ditengah suasana haru biru, ada hal yang cukup mengganggu dan terkesan dipaksakan, saat Minke dan Nyai berpelukan di ending film, tiba-tiba lagu Ibu Pertiwi masuk mengiringi isak tangis mereka. Alih-alih bikin suasana tambah melow, kesan yang sampai malah awkward, "ini kan settingnya jaman dulu, kok penonton buru-buru ditarik ke masa kini dengan hadirnya suara Iwan Fals, Once, Fiersa Besari."
6. Rate: 8/10
Karena mewahnya set film ini dan mata yang nggak bisa berpaling dari layar lebar, film BM saya rate 8/10. Kenapa bukan 9/10 atau 10/10? Karena sutradara Hanung memberi ruang yang minim untuk mengeksplore karakter. Alhasil semua karakter film ini terlihat hitam putih. Pertanyaan saya juga belum menemukan jawabnya, "fokus cerita ini ada di sisi roman atau perjuangan melawan penindasan?"
Malang, 22 Agustus 2019
0 notes
Text
Sejarah Valentine Day, Maksiat Berbungkus Hari Kasih Sayang
Oleh: Hj. Irena Handono
Meski nasihat-nasihat, imbauan-imbauan para ulama, ustadz-ustadzah tentang Valentine selalu didengungkan tiap bulan Februari, tapi ternyata masih banyak orang tua para remaja yang masih berpemahaman salah tentang Valentine’s Day.
Valentine hanya dianggap sebagai budaya remaja modern saja. Padahal ada bahaya besar di balik Valentine yang siap menerkam para remaja. Ini yang tidak disadari para orang tua.
Tiap bulan Februari remaja yang notabene mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk mempersiapkan perayaan Valentine. Walau banyak ustad-ustazah memperingatkan nilai-nilai akidah Kristen yang dikandung dalam peringatan tersebut, namun hal itu tidak terlalu dipusingkan mereka. "aku ngerayain Valentine kan buat fun-fun aja...” begitu kata mereka.
Tanggal 14 Februari dikatakan sebagai ‘Hari Kasih Sayang’. apa benar? Mari kita tilik sejarahnya.
Siapakah Valentine?
Tidak ada kejelasan, siapakah sesungguhnya yang bernama Valentine. Beragam kisah dan semuanya hanyalah dongeng tentang sosok Valentine ini. Tetapi setidaknya ada tiga dongeng yang umum tentang siapa Valentine.
PERTAMA, St Valentine adalah seorang pemuda bernama Valentino yang kematiannya pada 14 Februari 296M karena eksekusi oleh Raja Romawi, Claudius II (265 - 270). Eksekusi yang didapatnya ini karena perbuatannya yang menentang ketetapan raja, memimpin gerakan yang menolak wajib militer dan menikahkan pasangan muda-mudi, yang hal tersebut justru dilarang. karena pada saat itu aturan yang ditetapkan adalah boleh menikah jika sudah mengikuti wajib militer.
KEDUA, Valentine seorang pastor di Roma yang berani menentang Raja Claudius II dengan menyatakan bahsa Yesus adalah Tuhan dan menolak menyembah dewa-dewa Romawi. Ia kemudian meninggal karena dibunuh dan oleh gereja dianggap sebagai orang suci.
KETIGA, seorang yang meninggal dan dianggap sebagai martir, terjadi di Afrika di sebuah provinsi Romawi. Meninggal pada pertengahan abad ke-3 Masehi. Dia juga bernama Valentine.
Ucapan “Be My Valentine”
Ken Sweiger dalam artikel "Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan kata "Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti : "Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi "to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi "Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut syirik, artinya menyekutukan Allah Subhannahu Wa Ta’ala.
Adapun Cupid (berarti : the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod "the hunter” dewa Matahari. Disebut Tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!
Tradisi penyembah berhala
Sebelum masa kekristenan, masyarakat Yunani dan Romawi beragama pagan, yakni menyembah banyak Tuhan atau Paganis-polytheisme. Mereka memiliki perayaan atau pesta yang dilakukan pada pertengahan bulan Februari yang sudah menjadi tradisi budaya mereka. Dan gereja menyebut mereka sebagai kaum kafir.
Di zaman Athena Kuno, tersebut disebut sebagai bulan GAMELION. Yakni masa menikahnya Dewa ZEUS dan HERA. Sedangkan di zaman Romawi Kuno, disebut hari raya LUPERCALIA sebagai peringatan terhadap Dewa LUPERCUS, dewa kesuburan yang digambarkan setengah telanjang dengan pakaian dari kulit domba.
Perayaan ini berlangsung dari 13 hingga 18 Februari, yang berpuncak pada tanggal 15. Dua hari pertama (13-14 Februari) dipersembahkan untuk Dewi cinta (Queen of Feverish Love) Juno Februata. Di masa ini ada kebiasaan yang digandrungi yang disebut sebagai Love Lottery / Lotre pasangan, di mana para wanita muda memasukkan nama mereka dalam sebuah bejana kemudian para pria mengambil satu nama dalam bejana tersebut yang kemudian menjadi kekasihnya selama festival berlangsung. seiring dengan invasi tentara Roma, tradisi ini menyebar dengan cepat ke hampir seluruh Eropa.
Hal ini menjadi penyebab sulitnya penyebaran agama kristen yang saat itu tergolong sebagai agama baru di Eropa. Sehingga untuk menarik jemaat masuk ke Gereja maka di adopsi lah perayaan kafir pagan ini dengan memberi kemasan kekristenan. Maka Paus Gelasius I pada tahun (12 M mengubah upacara Roma Kuno Lupercalia ini menjadi Saint Valentine’s Day.
Ini adalah upaya Gelasius menyebarkan agama kristen melalui budaya setempat. Menggantikan posisi dewa-dewa pagan dan mengambil St Valentine sebagai sosok suci lambang cinta.
Ini adalah bentuk sinkretisme agama, mencampuradukkan budaya pagan dalam tradisi Kristen. Dan akhirnya diresmikanlah Hari Valentine oleh Paus Gelasius pada 14 Februari di tahun 498.
Bagaimanapun juga lebih mudah mengubah keyakinan masyarakat setempat jika mereka dibiarkan merayakan perayaan di hari yang sama hanya saja diubah ideologinya. umat kristen meyakini St Valentino sebagai pejuang cinta kasih. Melalui kelihaian misionaris, Valentine’s Day dimasyarakatkan secara internasional.
Jelas sudah, Hari Valentine sesungguhnya berasal dari tradisi masyarakatdi zaman Romawi Kuno, masyarakat kafir yang menyembah banyak Tuhan juga berhala. Dan hingga kini Gereja Katholik sendiri tidak bisa menyepakati siapa sesungguhnya St Valentine. Meskipun demikian perayaan ini juga dirayakan secara resmi di Gereja Whitefriar Street Carmelite di Dublin-Irlandia.
Valentin di Indonesia
Valentine’s Day disebut ‘Hari Kasih Sayang’, disimbolkan dengan kata ‘LOVE’. Padahal kalau kita mau jeli, kata ’kasih sayang’ dalam bahasa inggris bukan ‘love’ tetapi ‘Affection’. Tapi mengapa di negeri-negeri muslim seperti Indonesia dan Malaysia, menggunakan istilah Hari Kasih Sayang. Ini penyesatan.
Makna ‘Love’ sesungguhnya adalah sebagaimana sejarah LUPERCALIA pada masa masyarakat penyembah berhala, yakni sebuah ritual seks / perkawinan. Jadi Valentine’s Day memang tidak memperingati kasih sayang tapi memperingati love/cinta dalam arti seks. atau dengan bahasa lain, Valentine’s Day adalah ADALAH HARI SEKS BEBAS.
Dan pada kenyataannya tradisi seks bebas inilah yang berkembang saat ini di Indonesia. Padahal di Eropa sendiri tradisi ini mulai ditinggalkan. Maka, semua ini adalah upaya pendangkalan akidah generasi muda Islam. Inilah yang dikatakan Samuel Zweimer dalam konferensi gereja di Quds (1935) : "Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslim. Sebagai seorang kristen tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas yang hanya mengejar kepuasan hawa nafsu”.
#valentineday
Sumber :
https://www.academia.edu/24244371/Sejarah_Valentine_Day_Maksiat_Berbungkus_Hari_Kasih_Sayang
0 notes
Link
JAYAPURA – Tidak akan ada habisnya mengeksplorasi pariwisata Papua. Setiap jengkal tanahnya punya kekhasan alam dan budaya. Begitu juga dengan Desa Tablanusu. Keunggulan desa ini adalah memiliki wisata sejarah, religi, hingga adventure. Festival Crossborder Skouw 2019 akan menjadi momen terbaik untuk berkunjung kesana.
Desa Tablanusu masuk area Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua. Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani mengatakan, Desa Tablanusu bisa dieksplorasi.
“Kami merekomendasikan untuk datang ke Desa Tablanusu saat Festival Crossborder Skouw. Karena, wisatawan akan mendapatkan eksotisnya alam dan budaya khas Papua yang sangat unik,” ungkap Ricky, Senin (22/4).
Tablanusu berasal dari Tepara dan Onusu. Tepara mengacu suku asli kawasan itu, lalu Onusu diartikan sebagai matahari terbenam (sunset). Tablanusu selalu menjadi favorit kunjungan wisatawan. Komposisi hutan dan pantainya sangat eksotis, apalagi ditambah dengan keramahan masyarakatnya.
Tablanusu memiliki luas sekitar 230 hektare. Hampir semua wilayah desa ini ditutupi oleh batuan alam dengan ukuran kecil berwarna hitam pekat. Menariknya, bila berjalan di atasnya selalu menimbulkan suara khas. Hutan menjadi spot terbaik untuk dikunjungi. Ada banyak fauna dan flora endemik di sini.
Wisatawan juga bisa menikmati segarnya air danau. Biotanya beragam, seperti Ikan Mas, Mujair, hingga Bandeng. Pada sudut lain, wisatawan bisa menikmati eksotisnya pantai. Dengan air jernih dan ombak tenang, wisatawan bisa bersnorkling ria bahkan menyelam. Ada banyak terumbu karang indah yang bisa dijumpai.
Ricky menambahkan, wisatawan juga bisa menginap di Desa Tablanusu.
“Desa Tablanusu terkenal dengan keindahannya. Wisatawan bahkan bisa menginap di desa ini. Mereka bisa bermalam di rumah-rumah penduduk. Melihat dari dekat keseharian masyarakat. Dengan begitu, wisatawan bisa mendapatkan banyak experience. Suasana alam dan budaya Tablanusu pun dinikmati secara utuh,” lanjut Ricky.
Paket keindahan Desa Tablanusu semakin lengkap dengan warna wisata sejarah. Tablanusu memiliki banyak koleksi sisa-sisa Perang Dunia II. Merunut sejarah, wilayah Desa Tablanusu jadi basis pertahanan tentara sekutu. Tablanusu digunakan sebagai pusat komando untuk mengontrol wilayah Papua dan sekitarnya selama Perang Dunia II.
“Posisi Tablanusu memang sangat strategis. Wajar bila sekutu waktu itu memilih daerah tersebut sebagai basis pertahanan dan komando. Sisa-sisa keberadaan sekutu waktu itu masih bisa ditemui di Tablanusu. Pokoknya wisatawan akan diajak flash back ke masa itu,” terang Ricky lagi.
Selain sejarah, Desa Tablanusu juga menawarkan wisata religi. Selain bangunan Gereja yang sangat klasik, kawasan Tablanusu banyak memiliki prasasti berbentuk Salib. Simbol tersebut menjadi bentuk penghormatan atas masuknya Agama Kristen ke Desa Tablanusu pada awal 1990-an. “Warga di Tablanusu sangat religius. Mereka juga menghormati sejarahnya,” tegas Ricky.
Eksotisnya Desa Tablanusu ditegaskan dengan budaya dan tradisi. Tablanusu memiliki ritual suci Sasi dan Tiyatiki. Sasi menjadi upacara memasukan Suang Teko atau cabang kayu besi ke pantai. Suang Teko diletakan di spot yang banyak ikannya. Adapun ritual Tiyatiki menjadi larangan menangkap ikan dalam durasi waktu tertentu.
“Masyakarat Desa Tablanusu sangat menjaga keseimbangan alam. Ritual Sasi dan Tiyatiki menjadi bukti kepedulian mereka terhadap lingkungan. Masyarakat di sana meletakan kayu sebagai rumpon dan lebih lanjut memberikan kesempatan biota laut untuk berkembang biak. Berikutnya, baru ditangkap secara tradisional,” kata Ricky lagi.
Desa Tablanusu juga terkoneksi dengan beberapa pulau di sekitarnya. Hanya dibutuhkan waktu beberapa menit untuk sampai di sana. Berikutnya, wisatawan bisa menikmati beragam anggrek endemik Papua yang sangat eksotis.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menerangkan, Desa Tablanusu memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata utama di Papua.
“Desa Tablanusu sangat lengkap. Alam dan budayanya sangat luar biasa. Wisata bahari, sejarah, religi, hingga alam ada semuanya. Aksesibilitas ke sana juga mudah. Yang jelas, Desa Tablanusu ini jangan sampai terlewatkan bila datang ke Festival Crossborder Skouw 2019,” tutup Menteri asal Banyuwangi tersebut. (*)
via SPORTOURISM.ID
0 notes
Text
Agama dan Keadilan Sosial
Sepanjang jalan menuju kampus, saya sering menemui orang yang lalu lalang dengan berbagai latar belakang. Mungkin karena saya berjalan kaki, jadi sangat mudah memperhatikan orang dengan lambat. Hal yang membuat saya tertarik adalah saya sering menemui orang “pakaian tidak selayakanya” yang terlihat seperti kurang mampu, disisi lain saya juga sering menemui orang yang terlihat seperti bisa membeli segalanya. Saya bukan datang dari keluarga yang agamis, tetapi saya lebih percaya Tuhan dari percaya terhadap diri sendiri. Hal itu membuat saya bertanya-tanya tentang konsep agama dan keadilan sosial. Bukankah Tuhan tidak adil? Saya akan mengutip dari dua tulisan, yang pertama adalah Catatan Seorang Demonstran oleh Soe Hok Gie dan Islami Antara Simbolik dan Substantif oleh Dendy Raditya Atmosuwito.
“Kalau begini akhirnya alternative satu-satunya mengapa kita tidak akhiri saja peradaban kita ini?…
Kalau Tuhan ada dan ia makhluk yang aktif maka aku kutuki Tuhan. Ia bagai raja yang mahakuasa, lalu dia cipta manusia –manusia, semuanya ini dan kalutlah semuanya. Dia seolah-olah cuma bergurau dan iseng-iseng… Aku pokonya menolak semua agama yang membelek. Bagiku Tuhan adalah kebenaran.
Aku sebenarnya iri melihat dia. Dia telah begitu tenang dalam Tuhannya. Dia sudah bersatu dengan Tuhannya. Dia bagiku Tuhan juga. Keramahannya amat memperanguhi. Aku kira bila semua domine seramah dia maka agama Kristen telah menguasai dunia. Kesan itu pun sama bila kita pertama-tama berhadapan dengan pastor. Pastor pun amat simpatik. Tetapi bila kira telah dijebak maka mereka memperlihatkan sikap yang lain. Dahulu aku kira pastor-pastor adalah kelas rakyat, dia adalah satu dengan rakyat. Tetapi setelah aku masuk (sekolah) Kanisius, kesanku berubah. Pastor-pastor itu adalah kelas baru. Kelas yang berkuasa dalam agama. Ia adalah yang memonopoli kebenaran. Lihat saja cara hidupnya, mewah dan menjilat.”
“Dalam menjalankan perintah-perintah dalam agama Islam kita tidak boleh hanya menitikberatkan pada aspek simbolis saja, jangan sampai perintah-perintah dalam agama Islam seperti yang sejatinya mengajak kepada kebaikan malah menjauhkan orang lain dari kebaikan. Saya rasa banyak orang yang tadinya ingin mengenal Islam berbalik tidak peduli dengan Islam bahkan memusuhi Islam karena sikap para penganutnya yang hanya mementingkan simbol belaka, contohnya ingin mendirikan negara Islam namun dengan cara-cara yang bisa disebut tidak Islami sama sekali seperti terorisme, pembunuhan, pemerasan, perampokan, dan lainlain. Ungkapan Muhammad Abduh (salah satu tokoh yang menginspirasi KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah) bahwa “al-Islamu mahjubun bil muslimin” yang artinya kebesaran Islam malah tertutup oleh perilaku umat muslim sendiri sepertinya dapat kita saksikan sekarang. Beralih membahas Islami secara substantif saya jadi teringat kembali dengan ungkapan Muhammad Abduh yang lain yaitu “Saya menemukan Islam di Paris, meski tidak ada orang Islam di sana. Dan saya tidak menemukan Islam di Mesir, meski banyak orang Islam di sini.” Dalam perspektif Islami secara substantif ini makna Islami didefinisikan lebih kepada kesalehan sosial seperti mengasihi orang lain, menjaga kebersihan, membebaskan orang lain dari belenggu ketertindasan, dan lain-lain. Ada definisi Islami yang menurut saya cukup menarik dari Intelektual Muslim asal India Ashgar Ali Engginer, dalam bukunya yang berjudul Islam and Liberation Theology beliau mengatakan bahwa “Any society which perpetuates exploitation of the weak and the oppressed cannot be termed as an Islamic Society, even if other Islamic rituals are enforced”. Masyarakat apapun yang didalamnya masih terdapat eksploitasi kepada kaum yang lemah dan tertindas tidak bisa disebut Islami walaupun ritualritual Islam dijalankan bahkan diformalkan sebagai hukum. Definisi ini bisa dibilang sangat sosialistik dan menurut saya definisi ini berakar dari surat Al Ma’un. Sejarah umat manusia adalah sejarah penindasan dan perbudakan. Menurut Ali Syari`ati, simbol-simbol peradaban manusia sesungguhnya dibangun atas nyawa dan darah jutaan orang. Dibalik kemegahan Piramid, simbol peradaban Mesir kuno, tersimpan cerita memillukan tentang sebuah rezim penindasan dan perbudakan. Dibutuhkan 800 juta keping batu yang harus di bawa sejauh 980 km dari Aswan menuju Mesir hanya untuk membangun kuburan para terkutuk itu. Jutaan nyawa budak manusia adalah harga yang harus dibayar demi ambisi Firaun, sang penindas. Dalam surat al Ma’un dijelaskan bahwa pengingkar Tuhan bisa datang dari orang yang beribadah namun tidak memiliki kepekaan sosial. Dalam tafsirnya, Al Maraghi mengatakan bahwa pengingkar Tuhan adalah orang yang rajin beribadah tetapi riya. Penanda keriyaan itu adalah ketidakpedulian kepada kaum mustadh’afin (kaum yang tertindas). Al Quran, melalui ayat ini, dan pada banyak ayat yang lain, menegaskan kritiknya kepada perilaku kapitalistik. Jika agama hanya dipahami sebagai hubungan mesra antara seseorang dan Tuhan-Nya, maka tidaklah berlebihan kiranya tuduhan Karl Marx bahwa agama hanyalah candu. Agama hanya membuat manusia “terlena” dengan kenikmatan ritual tanpa peduli dengan realitas disekelilingnya.”
Jadi dari kedua tulisan terlihat bahwa Tuhan memiliki peran penting terhadap pola pikir seseorang, saya hanya melihat agama sebagai sistem kalkulasi dan jual beli. Sebagai seorang muslim saya percaya pada ada kehidupan selanjutnya setelah datangnya kematian dan kiamat. Saat itulah kebenaran yang sebenar-benarnya terjadi. Hari pembalasan setiap amal perbuatan manusia di dunia. Bagi orang yang cenderung fanatik terhadap agama, mereka sudah tidak asing dengan hal ini. Selama hidupnya akan digunakan untuk melakukan amal baik. Bagaimana dengan orang yang selama hidupnya tertindas dan tidak mampu tersebut? bukankah saat itu mereka adalah kelompok yang diuntungkan karena tidak perlu berlama-lama untuk mempertanggungkan perbuatan dan hartanya? Inilah keadilan yang sesungguhnya dan tidak akan pernah terjadi didunia. Di point ini, saya tidak setuju dengan Soe Hok Gie. Saya sepertinya tidak menemukan masalah dengan “streotip tentang status sosial” yang membuatnya semakin rumit adalah datangnya konsep-konsep kapitalisme. Konsep kapitalisme yang menentukan standard hidup orang banyak dan itu benar-benar tidak masuk akal. Mungkin yang perlu diubah adalah pola pikir yang menjunjung sikap saling menghargai, menghormati dan humanism. Hal ini menyadarkan saya bahwa saya masih perlu banyak belajar dan manusia sangatlah rumit…
0 notes