Tumgik
#puisi ku memiliki nilai-nilai
bapakpuisi · 6 months
Text
Tumblr media
fans community bapak puisi
apresiasi puisi
kepada kegiatan puisi hilicon  tanggal 18 april di peringati sebagai hari hilicon pada setiap tahunnya. 
kota puisi di adakan dari sebuah puisi tercipta. yang berjudul "puisi ku memiliki nilai nilai" karya bapak puisi untuk kegiatan puisi internasional 
kota puisi pertama di dunia 
persembahan dari, Hilicon Puisi
bersama, bapak puisi
0 notes
xipusing-blog · 5 years
Photo
Tumblr media
Puisi ku memiliki nilai-nilai adapun Puisi berjudul Puisi ku memiliki nilai-nilai menjadi sebuah legenda masyarakat Indonesia "seorang penulis Puisi mendirikan Pariwisata Internasional dengan Puisi" tokoh legendaris Puisi ternama yang memberikan apresiasi kepada bapak Pembangunan RI atas hasil karya pembangunannya Perumahan Nasional Indonesia terdiri dari beberapa lokasi Perumahan Nasional Indonesia salah satunya ada di Jakarta timur tetapi semua lokasi Perumahan Nasional Indonesia menjadi Wisata Perumahan Nasional Indonesia sekarang, berkat jasa pembuatan Puisi Pariwisata Internasional tadi yang sebelumnya adalah hanya komplek Perumahan masyarakat biasa tidak ada yang istimewa apalagi menjadi kebanggaan tapi waktu dan sejarah berkata lain seorang penulis Puisi mendirikan Pariwisata Internasional dengan Puisi Perumahan Nasional Indonesia menjadi Pariwisata Internasional Penulis Puisi : ~ bapak Puisi seDunia ***
0 notes
nlathief · 3 years
Text
Contoh Puisi Cinta Islami Sentuh Hati
Tumblr media
Contoh Puisi Cinta Islami Sentuh Hati
Puisi Cinta - Puisi adalah suatu bentuk dari cerita sastra yang terlilit pada peraturan rima, jumlah ritma, dan baris. Pada aplikasinya, puisi dikatakan berbentuk lisan atau tulisan dengan tata bahasa yang singkat, padat, dan condong gunakan pemaknaan kata konotatif. Berikut di bawah ini merupakan contoh dari kelompok puisi yang bertema perihal puisi cinta islami :
Menyintaimu Dalam Diamku
Berbicara dibelahan bumi yang serupa bikin saya suka Dahulu tidak sama sama mengenal manalagi tegur sapa Cuman tahu bentuk rupa tidak tahu namanya Oh bunga sangat indah panorama surga dunia
Udah demikian lama masa itu berakhir tiada bertemu Seolah habis dan raib ditelan mimpi dan bayangan semu Hari untuk hari ku lewati dengan membenahi diri Nantinya buat bersanding dengan doi hati
Ketika itu senja tdk ada …. Malam mendadak menegur dengan susun kata Ada kembali orang pujangga cakap terikat iman Muka berseri lantaran terbasuh air wudhu yang suci Tanda tunduk kepada perintah Illahi Moral mulia dan terpuji lantaran kamu orang qur'ani
Dalam diamku, saya menyintaimu Tidak mau membuat bahagi kalau tak atas ijin-Nya Dalam diamku, saya menyintaimu Hati menggebu mau selekasnya bersanding denganmu Lantaran bersamamu saya sangat percaya dapat mempertebal imanku Siap memandu dan mendekatkan pada Rabb ku
Di sepertiga malam jadi saksi bisu bukti cinta Dalam tahajud itu terpanjatkan doa cantik kalimat untukmu Dalam istikharah terselinap doa pastikan hati kita sampai berbahagia Di sujud terakhirku ….. Saya mengajak pada Allah buat jadikan doi halalmu
Contoh Puisi Cinta Islami Sentuh Hati Sajak Cinta Buat Calon Imamku
Untukmu calon imamku … Dalam diriku ada cinta tertutup malu untukmu Tumbuh mekar dalam sanubari rahasia dengan-Nya Datang tiada tuntut banyak kriteria Terbangun anggun dengan sebuah syariat
Untukmu calon imamku … Saya sangatlah menyintaimu Jemput saya buat sempurnakan setengah agamamu Perkenankan saya temani setengah hidupmu Biar rasa yang tertoreh tertaut malas menyekap
Untukmu calon imamku … Jauh terpisah raga hingga sampai waktu menjadikan satu kita berdua Kangen tidak tersingkap terbangun tanda patuh Disimpan rasa dalam pucuk cinta mau punyai Cuman melalui doa saya kuak dengan Rabb ku Kalau saya tengah suka pada kamu
Untukmu calon imamku … Saya menyintaimu lantaran tuhanku Tidak dikarenakan kekayaan yang bakal lesap butakan sukur manusia Simpel dan apa yang ada itu yang ku pinta Biar cinta yang terhubung rahmat berasa berbahagia
Untukmu calon imamku … Kalau tuhan menjawab teriakan doa buat bersamamu Ajari saya bagaimana telusuri surga di jalan patuh perintahmu Tuntun jiwa yang simpel terbujuk kemegahan dunia Bimbing jalanku bersama cinta yang kamu mempunyai Untukmu calon imamku … Kamu ketahui apa yang mau ku pinta darimu? Bukan mutiara, intan, atau permata Tetapi cuman satu simpel adalah Kita bergandengan tangan telusuri surga yang udah dijanjikan-Nya [sc:ads]
Contoh Puisi Cinta Islami Sentuh Hati Dalam Rumah Kita Ada Cinta
Cinta denganmu tercatat kejadian saya berbahagia Tibanya tidak tersangka waktu hati hampa Melipur rasa yang tengah gundah gulana Bentuk sukur atas anugerah tercinta dari-Nya
Sebuah anugrah hati senang Cinta tersemai seperti tuntunan rasul anutan kita Tiap pojok terhiasi cantik kalimat Halus diucap bangunkan area di angkasa
Dengan cinta permasalahan yang susah jadi simpel Suatu hal yang berat jadi gampang Yang dahulu bermusuhan saat ini jadi berkawan Soal yang jauh lantaran cinta dia merapat kuat
Ya Rabb … Bikin jadi saya manusia yang punyai kaya hati Biar hati yang keras ini jadi halus Memberinya nyaman cakupan hidup Tidak boleh dibiarkan kamu menghilangkan dari lindungan cinta
Di dalam rumah kita ada cinta Gurau dan tawa kita lewati bersama Tangis penderitaan kita tekuni tiada sedih Manis dan pahit kehidupan tak berasa Lantaran ada cinta di antara kita berdua
Contoh Puisi Cinta Islami Sentuh Hati Makna Cinta Sebetulnya
Bercakap perihal cinta banyak orang-orang yang mengetahuinya Satu rasa yang tidak raib dari permukaan Warna yang hitam legampun tampak cantik Kalau diliat dengan cinta Kehadiran tenangkan keadaan yang tengah terbaut cidera
Tuhan membikin semesta alam diperlengkapi dengan udara Mempercantik dengan panorama dan daun nyiur melambai-lambai Manusia didatangkan biar tertaut dengan iman Hati terbangun tidak dapat keras terbujuk oleh setan
Belumlah ada rasa berbahagiakah hidupmu? Coba tanya dengan hatimu Raga masih yang kukuh malas ingat pembuatnya Pemuda yang bagus tak dirikan tiang agamanya
Bagaimana kamu dapat berbahagia? Tuhan yang memberinya cinta buat berbahagia saja tidak kau mengenal Bimbingan tuntunannya tak didalami tersaingi duniawi Terlena nikmat yang tidak terdapat sifat esensial
Akan tetapi banyak orang-orang yang tak berbahagia dengan cinta Menyambat tidak berakhir dan terlarut dalam duka Mengeras ibarat batu susah tak terselesaikan Barangkali kamu keliru pada ekspresikan cinta yang sebetulnya
Contoh Puisi Cinta Islami Sentuh Hati Saya Cinta Lantaran Allah
Ya Allah … Bikin jadi cintaku ini rasa yang dapat bikin seseorang nyaman Tak tersombongkan dengan hati yang kosong iman Bikin jadi cinta ini yang terus ingin ridho-Mu Bukan cinta yang datang buat menghancurkan ciptaan-Mu
Ya Allah … Bikin jadi tiap apa yang saya kerjakan menurut atas cinta Biar tak sesat jalan di rimba gairah petaka Terus lempeng dan tak tergoyahkan bersama angin terlengah Labuhkan nantinya di darmaga sungai-sungai surga
Ya Allah … Anugerahilah saya atas cinta-Mu Dan tampilkan beberapa orang yang menyintai-Mu Mengumpulkan bersama buat dekatkan diri kepada-Mu Bergabung merapatkan barisan itu
Ya Allah … Palingkan raga ini dari kejahatan dunia Jauhkan dari fitnah-fitnah yang mengincar Hanyutkan harapan bersama kasih sayang-Mu Wangikan bersama bidadari berwujud ayu
Ya Allah … Kalau saya suka Sandarkanlah rasa cinta itu terhadap orang yang menyintai-Mu Tidak boleh dibiarkan cinta ini melampaui cintaku kepada-Mu Sampai beroleh pucuk berkah-Mu
Contoh Puisi Cinta Islami Sentuh Hati
Cara Memberitakan Seseorang yang Anda Kasihi dan Menghargakan Mereka
"Soal amat utama di bumi ini yaitu belajar memberinya diamkan cinta dan masuk." ~ Morrie Schwartz
Jadi orang anak, saya tidak dengar pengakuan "Saya menggemarimu ".Saat ini, saya dengar orang mengatakannya kapan waktu — di akhir panggilan telepon dan setiap waktu berpisah.
Waktu saya berubah dari kampung halaman saya di Adelaide, Australia Selatan, dua puluh tahun yang kemarin, saya mengenal demikian saya tak terasa dikasihi antarnegara segi di Melbourne, Victoria. Meskipun saya tak dengar "Saya menggemarimu" saat berada dalam Adelaide, entahlah mengapa saya pahami sebagian orang peduli.
Sesegera selepas saya ada di sini, saya punya dua anak menakjubkan yang udah mendidik saya segalanya terkait cinta. Mereka secara teratur menginformasikan saya kalau mereka menggemariku, dan saya acapkali dengar mereka menginformasikan kawan-kawan mereka.
Ini bikin saya berpikir: bagaimana kita bisa menginformasikan orang kalau kita peduli, lebih pada semata-mata mengatakan "Saya menggemarimu?"
Saya memutuskan buat bikin daftar beberapa pengakuan yang dapat kita ungkapkan kerap ke keluarga, teman, bahkan mitra, dan partner. Peluang Anda dapat pakai antara lain tiap-tiap minggu buat tahun depan.
1. Anda ekslusif buat saya.
2. Saya terasa menakjubkan waktu saya menghabiskan waktu dengan Anda.
3. Anda bikin saya menciut.
4. Saya merasa aman berbagi rahasia saya dengan Anda.
5. Saya terima Anda apa adanya.
6. Saya ketahui bagaimana hati Anda.
7. Apa ada yang bisa saya jalankan buat membantu?
8. Saya terus berbahagia waktu bersama Anda.
9. Tolong sampaikan saya bagaimana itu buat Anda sampai saya bisa mengerti.
10. Bisakah saya memegang tangan Anda?
11. Bisakah saya memeluk Anda?
12. Anda memberinya buah pikiran saya.
13. Saya serius menghargakan kalau Anda…
14. Anda merupakan hadiah amat menakjubkan yang pernah saya terima.
15. Saya menghargakan segalanya yang udah Anda berikan ke saya.
16. Pemahaman yang Anda buat sangatlah memiliki nilai buat saya.
17. Perhatian Anda memuaskan buat diterima.
18. Saya tidak lupakan bagaimana Anda…
19. Saya terasa serius santai dan bahagia waktu Anda…
20. Lihat Anda saat… berlangsung bikin seluruh baik saja.
21. Saya bisa merasainya waktu hatimu menyanyi oleh karena itu bikin hatiku menyanyi juga.
22. Saya bisa duduk dari sisi Anda dan tak mengatakan apa- terasa apa dan nyaman.
23. Cara Anda tangani... mempertunjukkan ke saya kalau Anda betul-betul...
24. Respon Anda tentang… serius membantu saya.
25. Saya bersyukur punya Anda di kehidupan saya.
26. Saya bisa pergi dimana saja denganmu.
27. Saya sangat percaya kemauan Anda bikin saya terus baik, bahkan waktu saya tak dapat ketahui apa yang Anda jalankan.
28. Saya sangat percaya Anda.
29. Saya bisa keluar dari area nyaman bersamamu.
30. Mengetahui Anda memberinya saya keberanian.
31. Dunia tidak demikian menyeramkan waktu saya bersamamu.
32. Saya menghargakan panduan Anda membantu saya bikin pilihan yang sulit.
33. Saya kehilangan seluruh buah pikiran waktu waktu saya bersama Anda.
34. Kalau satu soal yang serius berlangsung pada saya, Anda yaitu orang pertama-kali yang dapat saya kontak.
35. Anda serius murah hati.
36. Kejutkan saya kerap lantaran saya puas kejutan Anda.
37. Saya puas bagaimana Anda... setiap waktu saya perlu...
38. Saya dengar nada Anda bahkan waktu kita tak di area yang sama.
39. Saya terasa terhubung dengan Anda bahkan waktu saya tak dapat lihat Anda.
40. Aturan Anda udah menyelamatkan saya.
41. Saya terasa fresh dan diperbaiki di sekitar Anda.
42. Saya cicipi selera humor Anda.
43. Tiap saya lihat foto kami bersama, saya tersenyum.
44. Saya menghargakan kalau Anda pertimbangkan hati saya sebelum saat Anda mengatakan satu kerjakan dan soal.
45. Senyumanmu membuatku tersenyum.
46. ​​Aku senang kamu mengenalku dengan serius baik.
47. Waktu saya pertimbangkan Anda, saya acapkali ingat waktu Anda…
48. Saya mau taruh Anda di era lalu, sekarang, dan masa depan saya.
49. Saya jadi diri saya waktu saya bersama Anda — saya mengharapkan Anda alami soal yang sama.
50. Keadaan mempersatukan kami; pilihan bikin kita masih bersama.
Petikan cinta yang dalam baginya dari dalam hati
51. "Jadi temanmu itu yang kuinginkan; jadi doimu itu yang pernah kuimpikan. " - Valerie Lombardo
52. "Bunga tidak bisa mekar tiada sinar matahari, dan manusia tidak bisa hidup tiada cinta." - Max Muller
53. Saya tidak bisa mengatakan demikian saya menggemarimu, dan demikian istimewanya Anda buat saya. Tetapi saya dapat mengatakan kalau dunia saya yaitu seluruh senyuman tiap saya bersamamu. Saya serius menggemarimu. - Tak diketahui
54. Saya tidak bisa jangkau apa yang saya miliki hari ini tiada cinta yang saya mengalami dari Anda! - Tak diketahui
55. "Saya menggemarimu tiada pahami bagaimana, atau kapan, atau darimanakah. Saya menggemarimu dengan sederhana, tiada kasus atau kebanggaan. " - Pablo Neruda Kalau Anda cicipi petikan ini, Anda dapat menggemari koleksi petikan Pablo Neruda kami yang dapat bikin Anda bertanya kehidupan dan cinta. Saya menggemarimu mencuplik langsung dari dalam hati
56. "Cintaku pada kamu udah lewat pikiran, melampaui ke jiwaku, dan hatiku." - Boris Kodjoe
57. Saya tak butuh surga lantaran saya terasa Anda. Saya tidak usah mimpi lantaran saya udah memilikimu. - Tak diketahui
58. Kalau saya pahami apa itu cinta, itu lantaran Anda. - Hermann Hesse
59. Saya tak mau kehilangan Anda di kehidupan saya. Anda yaitu bintang di langit saya dan matahari buat dunia saya. Anda yaitu alasan saya bertahan.
60. Berikut hati saya, terimalah lantaran saya serius canggung dan saya takut saya dapat kehilangannya.
61. Anda yaitu pikiran terakhir dalam pikiran saya sebelum saat saya tertidur dan pikiran pertama waktu saya bangun tiap-tiap pagi.
62. Siapa yang menerka kalau saya dapat suka pada orang amat cantik di bumi ini?
63. "Hatiku yaitu dan dapat kerap menjadi punyamu." - Jane Austen Petikan cinta yang dalam baginya
64. "Saya puas bikin kamu tertawa lantaran sejauh beberapa saat itu, saya bikin kamu bahagia dan melihatmu bahagia, itu membuatku bahagia juga."
65. Itu yaitu caramu tertawa, saya kenal saya kehendakinya dalam hidupku. - R. M. Drake
66. Kalau saya kerjakan satu soal yang benar di kehidupan saya, ketika itu saya memberinya hati saya ke Anda.
67. Saya tidak sempurna untukmu, akan tetapi saya dapat upaya jadi tak sempurna. - Atticus
68. "Saya menggemarimu hingga sampai ke bulan — dan kembali." - Sam McBratney
69. "Karenanya saya menggemarimu lantaran seluruh alam semesta berkonspirasi buat menolongku terasamu." - Paulo Coelho
70. "Saya menggemarimu. Saya kenal itu begitu saya berhadapan denganmu. Saya mohon maaf butuh waktu lama buat saya buat mengincar ketinggal. Saya baru saja terjerat. " - Buku pedoman dengan garis perak Kalau Anda cicipi petikan ini, optimis buat membaca group petikan maaf kami kalau Anda tak dapat terasa kata yang tepat.
4 notes · View notes
armydiah · 4 years
Text
Busana Indah Wanita Bersahaja
28 Oktober adalah tanggal dimana peringatan hari penting yaitu sumpah pemuda. Sumpah yang menjadi tonggak dan totalitas kemajuan bangsa di genggaman para generasi muda. Membuat hati para pemuda bertekad menjadi peluru paling ampuh. Tak gentar di hempas badai dan ombak. Pemuda pria maupun wanita berpegang teguh pada nuansa merah putih. Sebelum membahas mengenai deretan wanita yang berbusana anggun nan bersahaja, mari lebih dulu kita menginggat isi dari sumpah pemuda.
Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. 
Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. 
Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Namun sumpah-sumpah itu bagi kaum millenial saat ini hanyalah sumpah yang ringan saja di ucap bagai sumpah untuk membujuk orang yang disuka. Walau disumpah kadang saja masih bisa lupa. Kini banyak para generasi muda yang lebih mencintai dunia barat. Bergaya bagai rumput ilalang yang liar tumbuh bebas dimana-mana hingga tanpa busana. Dan sebagian mereka hanyalah singkong yang terpendam di kubur tanah dan terbalut kulitnya. Terbuka nampak kebersihan dalamnya walau selama ini terpendam tanah yang dianggap mausia sebagai tempat berpijak dan kotor.
Hari selasa ini sangat indah, setelah semalam hujan, pagi muncul sang mentari yang dilingkari pelangi. Gadis-gadis kecil desa menari dengan sangat riang sekali. Sambil bernyanyi pelangi ciptaan tuhan mereka melesatkan jari telunjuk sambil menghafalkan warnanya. Menjiku hibiniu kata mereka. Aah, aku mulai merindu masa kecilku. Dimana aku bisa bermain tanpa memikirkan sesuatu apapun. Merindu aroma masakan almarhum ibuku dan aku rindu suara ayahku. Tak disangka ya, entah sudah berapa lama aku tanpa mereka. Aku segera bergegas kembali masuk kedalam rumah mempersiapkan diri sebelum bekerja. Setiap sudut rumah mengingatkanku dengan segala kenangan yang telah terjadi. Aku cukup terhibur melihat anak-anak kecil yang menikmati indahnya pelangi itu. Kursi diruang tamu mengingatkanku pada sosok gagah yang selalu menungguku untuk mengantarkanku sekolah, ruang keluarga mengingatkanku makan bersama saat buka bersama di bulan ramadhan. Dan aku membuka perlahan kamar yang sudah lama kosong itu. Tempat terakhir aku menyaksikan ayahku tak lagi bisa berbicara denganku. Aku masuk, perlahan aku membuka lemarinya. Tersusun rapi baju dinasnya, begitu pula baju-baju ibuku. Jemariku perlahan mengusap deretan baju yang tergantung, ku ambil satu stel pakaian mereka. Aku memeluk baju itu sambil membayangkan mereka dihadapanku. Rindu ini begitu amat menyakitkan. Perlahan tak bisa ku tahan, nyatanya air mata ini menetes juga. Ku temukan foto-foto kecilku, saat aku pertama kali belajar berjalan dan bersepeda. Ada ibu yang menyemangatiku, dan ayah yang memegangi sepeda miniku. Gadis yang dulu masih se lutut mereka, usia 4 tahun sekarang mungkin sudah setinggi telinga mereka. Tepat di usia 25 tahun, banyak mimpi yang ingin aku ceritakan. Yaa, meskipun aku tau apa yang menjadi keinginan kita tak perlu di beritakan sebelum terjadi. Tapi bagiku tak apalah. Jika seandainya apa yang telah aku ceritakan dari sebuah impian, entah berapa tahun kemudian ternyata tidak bisa aku dapatkan itu bukan karena aku bercerita tentang apa yang aku impikan. Hanya saja itu takdir yang memberikan kesadaran jalanku tidak baik jika di sana.
Tahun 2013, aku mengenakan kebaya wisuda SMA, saat itu aku mempunyai harapan kelak bisa memakai busana yang membuat wanita menjadi indah, mempesona dan bersahaja dengan ilmunya. Tahun 2015 aku kembali mengenakan kebaya di acara kang yuk agriculture award dengan nuansa biru. Dan tahun 2017 aku mengenakan kembali busana kebaya di acara wisudaku. Harapan tentang busana-busana itu telah berhasil ku capai. Busana-busana itu selalu terpakai bersama orang-orang yang menyayangiku. Bersama Ibu, Ayah dan juga teman-temanku. Hehe, jadi aku ada sebuah harapan di usiaku yang ke 25 Tahun nanti, aku kembali mengenakan kebaya tetapi dengan orang yang akan menghabiskan waktunya di sepanjang hidupku. Entahlah, mari kita tunggu usia itu tiba. Semoga kita panjang umur.
Busana wanita bersahaja, membuat kaki dan leher mereka menjadi jenjang, jalan melandai penuh irama dan improvisasi. Berjalan tegap dan langkah yang landai. Berbicara dengan kehalusan bahasa dan perkataan penuh makna. Membuat siapapun yang ada dihadapannya terpanah menunjukkan kekaguman. Busana-busana itu perlahan punah, tak lagi digunakan dalam keseharian namun tetap digunakan di acara penting, hingga peringatan hari-hari nasional. Akhirnya, seragam itu menjadi khas seragam dinas di setiap daerah. Perempuan dengan kebaya dan pria lengkap dengan beskapnya.
Seperti yang telah dikatakan oleh gusti nurul, filosofi kebaya adalah wanita harus banyak menahan diri, dan jika ingin terlihat menarik memang perlu sebuah pengorbanan. Sebelum saya mengupas tentang filosofi kebaya seperti yang dikatakan oleh gusti nurul, saya yakin bahwa sebagian dari kita ada yang belum pernah mengerti siapa wanita yang bernama gusti nurul. Semenarik apakah beliau? Beliau adalah Wanita yang berparas sangat cantik dengan nama lengkapnya Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusuma Wardhani itu merupakan putri dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII. Wanita yang sangat multi talenta. Beliau saat masih gadis dikenal dengan bakatnya yang pandai menulis puisi atau tulisan sastra, menari, berkuda, berenang dan tenis meja. Tak heran jika banyak pria yang mendambakannya waktu itu. Putri keturunan ningrat dari solo itu dijuluki kembang kusumanegara yang memiliki makna wanita layaknya bunga memberi keharuman bagi negara. Beliaupun ditaksir oleh putra-putra bangsawan. Bukan sembarang orang yang ingin menjadi pendamping gusti nurul. Diantaranya adalah bapak presiden kita yang pertama Ir. Soekarno, Sultan Syahrir dan Sultan Hamengkubuwono IX. Tak satupun laki-laki dari mereka yang mampu menarik perhatian dan membuat gusti nurul jatuh cinta. Sekalipun gusti nurul tinggal di wilayah keraton yang menuntut tinggi nilai-nilai adat budaya, beliau memiliki pemikiran yang modern. Prinsipnya yaitu "Wanita Berpendidikan Pantang Di Madu". Alasan Gusti Nurul menolak tokoh-tokoh ternama tersebut diantaranya tidak begitu suka dengan dunia politik dan tidak ingin menyakiti hati para wanita yang telah menjadi istri-istri tokoh tersebut. Hingga akhirnya gusti nurul memutuskan untuk menikah dengan seorang pria yang bersedia untuk menjadikan gusti nurul satu-satunya istri di hidupnya dan pantang menduakan gusti nurul. Laki-laki itu adalah seorang perwira TNI yang bernama Suryosuyarso. Menjadi seorang istri seorang perwira TNI maka dengan segala kesetiaanya, beliau turut mengabdikan diri untuk suami dan negara. Gusti nurul berpesan kepada seluruh kaum wanita bahwa "Seorang wanita tidak boleh lupa, dia ditakdirkan untuk pria. Jadi, sesibuk apapun wanita, tetap harus menjaga garis belakang kehidupan keluarga." Selain itu "Seorang wanita harus melahirkan anak-anaknya, tetap mengasuh dan meladeni, serta menjunjung tinggi martabat suaminya."
Dari gusti nurul, kita sebagai wanita bisa lebih banyak belajar mengenai banyak hal yang menarik. Bahwa wanita berpendidikan pantang merusak hubungan orang lain atau sesama wanita, dalam memilih pasangan bukan karena siapa dia tapi berdasarkan kenyamanan dan ketulusan hatinya walau dalam hidup kesederhanaan yang jauh dari gemuruh perselisihan. Dan kita juga bisa memahami, bahwa memang dasarnya seorang wanita harus melahirkan anak-anaknya sekaligus anak yang dikandung akibat kesalahan oknum, tetap melahirkan kemudian memberikan pengasuhan dengan baik, meladeni agar sang anak tetap tumbuh dengan baik, menjadi generasi yang cerdas dan berbakat, karena dibalik kesuksesan seorang anak tak hanya mampu menjunjung tinggi martabat suami saja, tapi akan menjadi tonggak emas bagi agama, keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa. Inilah peran wanita yang sangat dominan dan tak bisa di lepaskan dari kehidupan. Sesuai dengan filosofi kebaya, untuk menjadi seorang wanita memang harus banyak menahan diri. Karena kita perlu menjaga diri agar tetap berada di jalan yang benar, menguatkan iman. Banyak sekali wanita saat ini tidak bisa menerima keadaan yang sulit. Hingga dalam masalah ekonomi banyak menjadi alasan sebuah perceraian, banyak yang bangkrut usahanya karena terlalu menuruti keinginan, hingga nanti saat wanita yang saat ini gadis kelak menjadi seorang ibu, maka harus bisa menahan diri untuk lebih mengutamakan kebutuhan anak dan keluarga. Kemudian kita akan membahas sebuah pernyataan bahwa, jika ingin terlihat menarik memang butuh pengorbanan. Bukan hanya berkorban agar fisik terlihat cantik saja dengan mengeluarkan banyak modal, tapi kita sebagai wanita yang menarik bisa melakukan pengorbanan dari berbagai hal dan banyaknya jalan. Misalnya saja, kita berkorban menjadi seorang yang senantiasa berusaha untuk mandiri, punya prestasi dan rendah hati. Kita juga bisa melakukan pengorbanan dengan menjaga sebuah komitmen atas hidup yang harus di jalani seperti menguatkan iman dan sabar. Untuk terlihat menarik tidak ada yang tanpa pengorbanan. Semuanya butuh pengorbanan. Layaknya kita kenakan pakaian busana, kita perlu menahan diri untuk berjalan cepat, kita perlu jalan lambat melandai walaupun harus berkorban waktu. Karena sudah pasti jika kita kenakan kebaya dengan berjalan cepat tidak akan terlihat menarik, kemungkinan kita akan di remehkan orang atau kita yang akan merasakan sakit sendiri dan jatuh karena memaksa berjalan cepat saat kita gunakan busana kebaya.
Era tahun 2000an kini, busana-busana waniat bersahaja mulai banyak macamnya. Banyak para wanita menggeluti dunia karir walaupun sudah berumah tangga. Berseragam sesuai karir mereka masing-masing. Tampak menarik mereka para wanita yang berkarir tapi tak melupakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Sebagian seorang pria tertarik dengan para wanita yang bermake up lengkap dan menggunakan busana yang ketat atau memikat hasrat. Mereka belum sadar bahwa yang mereka kagumi kelak akan dimakan usia. Sedangkan wanita yg memiliki prestasi dan ilmu akan terus dikenanga walau telah termakan usia bahkan ketika shdah tak bernyawa, mereka akan tetap dikenal sebagai wanita pembangun perubahan nyata untuk generasi serta bangsanya. Ingin menjadi wanita bersahaja tak perlu mengubah diri agar lebih menarik untuk mendapatkan cinta seorang laki-laki, tapi akan lebih membahagiakan jika kita bisa menjadi wanita bersahaja karena telah menemukan seorang pria yang bangga memiliki kita tanpa ada alasan yang menarik untuk menjadikan kita sebuah pilihan yaitu pendamping hidupnya.
3 notes · View notes
nouraarifin1 · 5 years
Text
Perihal Mengutarakan Sekaligus Melupakan Antara Menyisir Kenangan sebagai Jalan Cerita
Tumblr media
Bagi sebagian orang seperti saya, yang gagal menempuh studi sastra dan sejenisnya namun tersesat di manajemen dan akhirnya berlabuh pada studi perbacotan a.k.a Ilmu Komunikasi, tetap menganggap puisi sebagai sebuah karya tulis yang memiliki nilai objektivitas akademis yang begitu vital, bersanding dengan prosa dan drama. Menyusun kata demi kata sedemikan rupa rimanya, berkonsep dan terkadang pilih-kasih di tiap proses kontemplatifnya.
Puisi bagiku adalah sebuah evolusi “menyuarakan kegundahan” yang menarik bagi penikmatnya, tak terkecuali seperti saya, orang awam dan telanjang yang ingin belajar bagaimana cara menulis puisi melalui cara yang baik dan benar.
Memang tidak ada disiplin ilmu pasti yang berhasil mengajarkan dan menjadi alat panduan untuk bagaimana cara menyusun kata-kata. Yang sedikit saya tahu, adalah bagaimana pencarian, perumusan, pemutakhiran, dan penciptaan puisi itu ada pada proses petualangan empiris dan spiritual seorang penyair.
Lantas saya dengan sedikit belajar dan banyak polahnya mencoba menulis. Sialnya, justru menghasilkan satu buah puisi yang saya beri judul:
Anastesi
suaramu menggema di tidurku
meletup-letup
seperti balon yang sampai pada ujung tiupan, hatimu yang sesak oleh tipuan
suaramu menyelinap di lengang lapang ranjang
menciptakan keramaian di kepalaku
deham sesekali kau kirimkan
ke ujung daun telingaku yang membiru
di mimpiku, kau adalah rusa yang melompat dari sungai hingga ke danau
kau adalah rintihan hujan yang meminta untuk segera dipulangkan
“kau sungguh-sungguh berhasil membuatku lumpuh”
sungguh nyaring suaramu, andai saja api itu bisa kupadamkan lebih dulu
pukul empat dua puluh
di sisa kunjungan, suaramu semakin utuh
pulanglah, tak akan pernah ada hati yang sepenuhnya sembuh.
Cukup miskin memang diksi-diksi yang kerap muncul dari puisi saya di atas. Menandakan kurangnya wawasan saya dalam pemilihan serta pemilahan kata yang acap kali diperoleh dengan banyak membaca, merenung, atau bahkan dengan sengaja menyumpit kata indah pada sajak-sajak lawas.
Saya sendiri tentu menyadari hal tersebut. Tapi sebagaimana manusia yang waras, saya tentu ingin memulainya dengan hal yang berkesan. Maklum saja saya masih prototipe dan minim referensi. Saya percaya, proses itu tahu diri. Dengan lebih banyak membaca buku  mungkin saja keniscayaan itu akan membentuk pribadi saya menjadi lebih bijaksana, peka, dan selektif memakai kata.
Mengutarakan Nasib ataukah Melupakan Pahit
Mengenal puisi sudah saya lakoni sedari ingusan dulu, tepatnya saat menapaki di jenjang sekolah dasar — kelas empat kala itu. Baru mengenal saja, belum akrab apalagi tahu lebih dalam perihal puisi dan teori penunjangnya. Sepaham-sependek pengetahuan saya saat itu hanya sebatas rentetan kata-kata yang disusun dengan indah. Pula orientasinya yang masih saja berkelindan seputar rima dan suku kata.
Benar-benar mengenal dan berteman dengan puisi adalah di mana saat saya menyandang status sebagai mahasiswa Di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Pulau seberang kala itu. Terlebih saya yang tercatat sebagai Mahasiswa Manajemen FE Lebih memilih  berkegiatan dan ikut berorganisasi di FIB  jurusan Sastra Indonesia, yang kental akan nuansa literasi dan semangat kubu “kanan kirinya”. Dimulai dengan mengakrabi pionir dan tokoh-tokoh kaliber dalam sejarah puisi, seperti: Chairil Anwar, W.S. Rendra, Taufiq Ismail, Goenawan Muhammad, dan masih banyak lagi sehingga luput saya gerayangi. Tak lupa penyair muda, cerdik, liris, melankromatik — penggabungan melankolis dan karismatik — seperti Mas Aan Mansyur, idola saya.
Kepiawaiannya dalam mengolah kata amatlah sensitif. Misalnya saya ambil kutipan kalimat dari salah satu puisinya:
“kau yang panas di kening, kau yang dingin di kenang.”
Tentu sudah jadi barang yang maklum ketika penyair kondang seperti Mas Aan mencipta kata-kata yang magis seperti itu. Tapi bagi saya, untuk saya yang masih terbata-bata akan referensi, kalimat itu sudah cukup melambungkan interpretasi di kepala. Sesederhanakah puisi itu menyita perhatianmu? Kaitan sintaksis yang timbul antara panas-kening dan dingin-kenang seolah menjadi bukti bahwa menjalin kata di puisi tak melulu perihal makna mana yang paling substansial sehingga pembaca kadang kelimpungan memahami maksud puisi kita, namun Mas Aan disana lebih bereksperimen tentang bagaimana puisi itu dicipta dari kemewahan semesta fonologis yang sebetulnya amat sederhana.
Lalu singkat kesempatan berlanjut dengan membeli buku-buku kumpulan puisi dan berakhir dengan membuat sebuah karangan puisi yang begitu pretensius tadi— jauh dari angan-angan solid dan penuh kepura-puraan.
Aftermath
Terkesan tak mensyukuri nikmat Tuhan jikalau saya saat itu tidak meneruskan dan memutuskan untuk mengambil kuliah Ilmu Komunikasi, Tidak menutup kemungkinan saya bisa menulis puisi. Saya percaya Tuhan adalah sutradara paling arif di jagad ini. Sebagai karakter utama, saya cukupkan untuk sekadar menghayati adegan demi adegan yang telah termaktub dalam takdir. Dengan menjadi mahasiswa Komunikasi yang kelak dapat bergaul dengan rumitnya memahami dan mengutuki diri sendiri pada puisi-puisi di kemudian hari.
Selamat untuk segala pilihan. Sukses untuk semua nasib.
Epilog setelah penuntasan,
“Puisi yang baik, titip sapa untuk berjuta-juta kata yang belum sempat ku ketahui keberadaannya. Mampirlah sesekali ke kepala ini, agar nantinya, kata dan kita abadi di jantung pesan ini.”
Wa.
4 notes · View notes
jualpuisi-blog · 5 years
Link
0 notes
pengarangpuisi-blog · 5 years
Video
youtube
0 notes
spacetell · 5 years
Text
My Self
17 April 2019 Kuceritakan mengenai diriku sendiri. Pada tanggal 5 maret 1997 aku lahir ke dunia ini. Saat itu aku tidak mengingat apa-apa. Sampai pada satu tahun dua tahun tiga tahun aku hidup, aku baru mengingat. Aku adalah anak pertama yang dilahirkan oleh kedua orang tuaku. Papahku menikahi mamahku untuk yang ketiga kalinya. Hingga aku memilii satu kakak tiri, laki-laki. Masa kecilku bahagia. Dirumah, aku tinggal bersama kedua orangtuaku. Saat aku kecil, om ku tinggal dirumahku karena sedang mencari pekerjaan. Lain halnya dengan kakak tiriku, ia tidak tinggal dirumahku. Entah karena apa. Aku pikir, mungkin ia belum menerima mamahku, sebagai mama tirinya. Bukan hanya om ku yang tinggal dirumah, ada juga kepondakan mamaku, yang juga tinggal dirumah. Keduanya laki-laki. Jadi, masa kecilku dikelilingi banyak laki-laki yang begitu perhatian padaku. Papa, om ku, aa-- yang entah aku lupa lagi namanya siapa. Hal itu mempengaruhi pribadiku, aku menjadi perempuan pemberani. Karena dari dulu tontonanku tontonan yang seram, film action. Yang membuatku menjadi jeger di SD. Hari ulang tahunku selalu menyenangkan. Papa, mama, om, aa, kakak tiriku selalu memberikan hadiah untukku. Om ku selalu membawaku main bersama teman-temannya. Aku masih ingat, aku pernah diberi kesempatan untuk mendongengkan sesuatu di hadapan teman-teman omku. Aku begitu percaya diri. Aku suka bernyanyi, menari, mendogeng. Sejak SD omku sering membawaku ke toko buku. Saat itu gramedia begitu ramah pada anak. Karena ada tempat membaca dilengkapi dengan kursi dan meja yang lucu-lucu. Semenjak itu aku senang sekali membaca buku. Senang membeli cerpen dan majalah bobo. Sejak kecil omku selalu mengdongengkan aku ditiap malam. Sambil melihat bintang-bintang di genteng. Aku juga suka bermain piano. Seperti Sherina, aku perempuan kecil yang ceria, suka bercerita, pemberani, percaya diri, suka musik, suka membaca, suka menggambar dan melukis. Aku masuk tim paduan suara semenjak aku TK, aku sering mendapatkan juara melukis dan menggambar, aku juga sering memenangkan lomba membaca puisi dan mendongeng. Dengan sederet kelebihanku, aku memiliki kelemahan. Aku sulit menghafal sesuatu, aku pelupa. Aku tidak terlalu unggul dalam akademikku. Hingga kemudian adikku lahir. Aku menjadi berbeda. Mamaku selalu membanding-bandingkan aku dengan adikku. Karena adikku lebih pintar dariku. Padahal ia tidak bisa bernyanyi dan bermain musik seperti aku. Ia juga tidak bisa membaca puisi, ia juga tidak suka membaca cerpen dan majalah bobo seperti aku, ia juga tidak bisa bercerita panjang lebar. Tapi ia selalu mendapat peringkat pertama di sekolahnya. Sedangkan aku tidak. Aku memang tidak terlalu pintar. Tapi nilaiku selalu aman dan berada di lima teratas dikelasku. Sampai pada akhirnya aku menjadi berambisi. Aku ingat, saat itu kelas 3 dan adikku kelas 1. Kami satu sekolah. Orang tuaku, Om ku, keluargaku, guruku, teman-temanku, semua orang selalu membanggakan adikku. Melihat adikku bagai mutiara. Semenjak itu aku jadi berhenti bernyanyi, berhenti membaca puisi, berhenti bermain piano, berhenti menggambar, berhenti melakukan hal-hal yang menyenangkan yang menjadi kelebihanku, semuanya tak berarti apa-apa semenjak kehadiran adikku. Aku memutuskan untuk mengikuti les privat. Saat itu, demi diriku sendiri aku berangkat ke tempat les dengan tujuan meningkatkan peringkat ku dikelas. Setiap hari aku belajar. Aku berusaha mengerti matematika, aku berusaha untuk menghafal dengan baik. Aku berusaha hingga aku bisa ada di peringkat 3. Tapi untuk berada diperingkat 1, aku tidak mampu. Tapi adikku selalu ada diperingkat 1, hal yang membuat aku benci. Aku kira aku bisa mempertahankan peringkatku. Nyatanya tidak. Sedikitnya aku bermain-main, aku langsung jatuh. Kelas 4 aku mendapat peringkat ke 6. Itu membuatku merasa begitu bodoh. Aku sering bersembunyi dari keluargaku. Karena aku tahu, bahwa mamaku akan membanding-bandingkan aku didepan seluruh keluargaku. Adikku akan menjadi anak kebanggaannya, sementara aku, hanya kakak yang tak berguna. Aku kembali berjuang. Rajin les dan pada akhirnya peringkatku meningkat lagi. Di kelas 5 aku mendapat peringkat ke 5 dan disemerter berikutnya aku mendapat peringkat ke 3. Aku sangat berusaha keras untuk akademikku. Aku masih ingat, bagaimana aku mendekati teman-temanku yang pintar dan minta diajari oleh mereka. Bagaimana aku mengikuti bimbel, berangkat sendiri dan belajar sendiri. Selain mengikuti bimbel akupun ikut les privat. Sungguh gila aku saat itu. Les di dua tempat, dan saat aku les di GO, aku suka mengikuti tambahan. Disekolah pun aku mengikuti pemantapan. Sungguh gila. Kelas 6, aku stabil di peringkat 3, dan aku ada diperingkat 2 ketika hasil Ujian Nasional diumumkan. Setelah aku mendapatkan apa yang ku mau, aku tidak peduli lagi tentang adikku. Goalsku saat itu adalah, mempertahankan peringkatku, menaikan peringkatku. Goalsku bertambah, masuk ke smp yang ku mau. Tapi, goals terakhirku gagal, aku tidak bisa masuk ke smp favoritku. Aku berusaha memaafkan diriku sendiri. Di SMP, aku tidak peduli lagi dengan akademikku. Aku masuk kelas unggul. Pencapaian akademikku saat itu adalah, yang penting masuk 10 besar. Karena aku tau, aku ada dikelas yang unggul, berisi anak-anak ambis, aku malas harus bersaing dan mengalahkan mereka. Aku mencari kekuatan lain. Aku mengikuti banyak ekstrakulikuler. Aku mengikuti OSIS, Paskibra dan Paduan Suara. Aku berhasil menjadi ketua bidang kesenian di OSIS, aku berhasil menjadi bendahara di paskibra dan aku berhasil menjadi ketua paduan suara. Aku sangat terkenal, tiap orang pasti mengenalku. Guru-guru juga menyukaiku. Hal yang membuatku frustasi di masa SMP adalah, ketika kelas 3. Aku harus mempersiapkan ujian nasional. Aku tidak mengerti apapun. Saat itu aku sadar, bahwa aku terlalu terlena dengan non akademikku. Aku merasa takut. Saat itu aku masa ku yang paling kelam. Kelas 3, aku diberhentikan dari segala organisasi dan ekskul yang kuikuti. Aku kembali menjalani rutinitas bimbel. LAGI. Dan lagi-lagi aku belajar di dua tempat. Saat itu aku bimbel di neutron. Aku juga mengikuti les privat bahasa inggris. Sangat menyiksa bagitu. Karena kurasa, aku belajar dari 0. Karena kelas 1 dan 2 SMP otakku begitu kosong. Aku tak ingin menceritakan perjalanannya dengan panjang lebar. Hingga akhirnya aku mendapat nilai Ujian Nasional tertinggi di sekolahku. Dengan cara yang tidak halal. Aku kecewa. Aku memilih SMA sesuai dengan keinginan orang tuaku. SMA favorit sekota bandung. Aku tidak tau apa-apa. Karena ternyata, aku menyisa diriku. Lagi. Aku tidak tau, bahwa SMA 4 adalah SMA yang didalamnya penuh dengan anak-anak ambisius. Ambisius dalam berprestasi di bidang apapun. Akademik mupun non akademik. Bego nya aku, aku mengambil langkah akademik, yang sebetulnya aku tidak bisa, seberjuang apapun, sulit untuk kutingkatkan. Tapi hal itu kulakukan, untuk bertahan hidup di SMA 4. Hanya seminimal itu, minimalnya aku bertahan hingga aku lulus. Tidak ada waktu bagiku untuk mengikuti ekstrakulikuler dan organisasi lainnya. Lagi-lagi aku masuk ke kelas unggulan. Karena nilai UN ku bagus, saat itu placement test tidak berpengaruh apa-apa. Di ujian tengah semester pertama, aku mendapat peringkat kedua paling bawah. Aku syok. Aku stress. Aku menggila. Pertama kali bagiku berada di paling bawah. UTS tidak sekedar UTS, karena pembagian rapot UTS wajib dihadiri oleh orang tua. Aku berusaha keras menjelaskan pada mamaku bahwa aku berada dikelas unggulan, anak-anaknya sangat ambisius membuat aku sulit bertahan. Saat itu, lagi-lagi aku dibandingkan dengan adikku yang selalu mendapat peringkat 1. Dan lebih kesalnya lagi, peringkat satunya kali ini seangkatan. Setiap penghujung semester ia selalu mendapatkan apresiasi dari sekolahnya. Mendapat piala karena menjadi juara seangkatan. Beda dengan aku siperingkat bawah. Menggila. Saat itu aku jadi gila belajar. Aku mendisiplinkan diriku. Lagi-lagi aku mengikuti privat. Kali ini, privat matematika, fisika dan kimia. Juga inggris. Aku belajar, disekolah, dirumah, ditiap sore malam dan pagi. Saat itu, hidupku ku tata serapih mungkin. Aku bangun pukul 3 pagi untuk berdoa dan berolah raga pagi, aku selalu berangkat pukul setengah enam pagi, disekolah aku gila belajar. Aku masuk kelas dan jarang sekali mengobrol. Pada jam istirahat, aku lebih memilih ke perpustakaan. Saat jamkos, aku lebih memilih membaca novel. Pulang sekolah, aku segera mengerjakan PR dan pada malam hari aku membaca atau menulis rangkuman untuk pelajaran di esok hari. Pagi hari kadang aku menghafal rumus atau materi yang perlu ku hafal. Les privatku kujalani seminggu 3 kali untuk mata pelajaran yang menurutku sulit: matematika, kimia dan fisika, sabtu minggu aku privat bahasa inggris. Sisanya aku belajar mandiri. Selain itu aku mengikuti mentoring agama islam, karena saat itu di SMA ku aku dituntut untuk bisa membaca dan menghafal alquran. Minggu pagiku selalu di salman dengan tutor ngajiku yang saat itu kuliah di UNPAD semester akhir. Saat itu guru-guruku selalu menjadi tempat ceritaku. Guru privat mat-kimia-fisika ku sangat sabat mengajariku yang betul-betul dari 0, ia selalu menajadi tempatku berkeluh kesah. Mengenai guru yang killer, aku yang tidak fokus belajar, teman-teman disekitarku yang mengecewakanku. Guru ngaji ku juga menjadi tempat curhatku saat itu. Pada akhirnya, banyak hal yang membuat diriku bahagia. Aku memenangkan juaran olimpiade kimia saat aku berada dikelas 10. Aku juga berhasil masuk 10 besar di kelas 10. Dikelas 11 aku mengambil jurusan IPS. Masuk kelas unggulan. IPS yang katanya anak nakal, terserah, aku tidak mau bersaing dengan anak-anak IPA, karena sangat melelahkan bagitu. Masuk jurusan IPS, tujuanku mengambil jurusan psikologi. Saat itu aku suka sekali dengan pelajaran sosiologi. Tapi wali kelasku, guru privatku, dan orang tuaku menentangku. Hasil tes psikotesku aku unggul di bagian analitik. Aku harusnya mengambil IPA kemudian mengambil teknik kimia, atau farmasi, analisis gizi. Aku tidak mau. Aku lebih tertarik meneliti manusia. Mengapa mereka seperti itu, bagaimana bisa mereka begitu. Aku tidak mau menganalisis makanan, aku tidak mau menganalisis bahan-bahan. Aku lebih tertarik menganalisis manusia yang memiliki hati yang abstrak. Aku berusaha meyakinkan orang tuaku, wali kelasku dan guru privatku. Akhirnya aku masuk jurusan IPS, lagi-lagi dikelas unggul. Aku berhasil mencapai peringkat 2, peringkatku selalu bagus antara 2-3-4-5. Tidak pernah diluar itu. Aku suka berbagi, saat itu teman-temanku menyukaiku karena aku suka berbagi ilmu. Matematika, akuntansi, ekonomi, aku suka dan mereka menjadikanku sumber belajar. Aku sering di undang teman-temanku kerumahnya atau belajar di kafe. Mereka mentlaktirku sebagai balas budi jasa mengajarku. Aku senang dan merasa berharga. Mereka juga sering datang kerumahku untuk belajar. Aku tidak merasa terganggu dan senang mengajari banyak orang. Hingga akhirnya, aku berhasil lulus dari SMAN 4 Bandung. Dan mengambil jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan di UPI. Kenapa? karena aku ingin menjadi guru dengan merasa psikis orang-orang yang berada di lingkup pendidikan. Aku sempat bingung. Karena aku hampir bisa segala hal. Aku sempat mendaftarkan diri di departemen Sastra Indonesia. Aku juga sempat diterima di jurusan Akuntansi. Aku mempercayai bahwa aku akan bisa melakukan banyak hal. Tapi, aku memilih sesuatu yang aku inginkan. Aku menginginkan, mempelajari manusia. Karena aku begitu concern di dunia pendidikan maka aku mengambil psikologi pendidikan. Walaupun aku merasa kurang menantang bagiku. Karena rasanya ya begitu-gitu saja. Mungkin aku terbiasa dengan tantangan, situasi yang menekan, hingga akhirnya aku selalu harus berusaha mendapatkan sesuatu. Untuk ada dijurusan ini, usahaku tidak perlu terlalu keras. Untuk mendapatkan nilaipun rasanya juga tidak perlu terlalu keras. Namun, untuk ku dapat lulus, nampaknya tidak begitu mudah. Aku mendapatkan dosen yang sensitif dan cerdas. Paduan yang khas. Aku juga mengambil topik yang unik dan jarang diteliti tapi isunya sangat terlihat. Saat ini aku sedang menggarap skripsiku. Dengan segala pengalaman yang telah kulewati. Entah, akan menjadi apa diriku. Namun ceritaku, intinya begitu. Aku hanya berharap pada diriku, untuk selalu memilih dan menjalani apa yang ku ingin. Dengan segalan konsekuensi yang kupertimbangkan walau aku anaknya agak peragu. Aku selalu berharap agar diriku kelak menjadi seseorang yang baik, yang dapat dicontoh, yang selalu berusaha keras dalam berbagai hal. Aku senang dengan diriku sendiri dan aku lega karena telah melalui berbagai hal.
1 note · View note
vaniatic · 6 years
Text
Memberanikan diri mengirim surat setelah sekian lama
GNN: Halo, apa kabar? Dengan memberanikan diri, kukirimkan selembar tulisan ini untukmu. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana kabarmu. Kamu seakan lenyap begitu saja dari peredaran kehidupanku yang begini-begini saja. Bagaimana hidupmu? Hey, ingat tidak? Sebelum masa hujan, senja dan kopi seperti sekarang, jauh sebelum semua terjadi kita sudah berada di masa itu. Kita sudah menggilai buku, menulis sajak dan kamu menyukai kopi sejak waktu yang lama. Belagak jadi penyair dan pujangga yang tenar seantero jurusan? Hahaha. Lucu ya? Kita tak pernah terpaut romansa, tak pernah juga mencoba mengawal mula. Meskipun, orang bilang cocok katanya. Kita pernah memenangkan penghargaan lucu-lucuan ketika malam keakraban. Ingat? menyandang predikat terganteng dan tercantik. Penghargaan terkocak yang tak ada nilai guna hahaha. Aku akui, kita cocok di banyak hal meskipun kamu sikapnya sering menyebalkan. Merangkai bait-bait sajak secara berantai, berkirim surat saat kuliah berlangsung, padahal yang dibahas aja aku tidak tahu apa. Kamu selalu mau mengikuti keliaran mimpiku, mau mendengar segala kemustahilan, mau melazimkan segala ketidakwarasanku. Aku selalu tahu perempuan-perempuan yang singgah di hatimu, tahu buku-buku dan lagu-lagu kegemaranmu, mendengar cerita tentang kelucuan adikmu. Ya, banyak hal sampai aku lupa apa saja. Kamu juga pasti tahu laki-laki yang pernah membuatku bahagia juga yang membuatku bersedih selama berbulan-bulan. Aneh, seseorang yang paling mengetahui segala tentangmu, menjadi orang yang paling tidak mengenalmu saat ini. Perlahan, kisah-kisah itu tak lagi terdengar. Entah didengar oleh siapa. Kita seakan perlahan menjauh kemudian pergi dari ruang yang dulu kita ciptakan. Kita terusir halus oleh waktu. merasa asing satu sama lain. Mungkin, karena sudah punya kekasih katamu, tapi apa pengaruhnya? Padahal, aku mau mengajakmu menulis sajak lagi, mau memintamu mendengarkan puisi Sapardi yang berhasil ku hafal. Ingat, puisi Sapardi bukan hanya "Aku ingin", tapi ada pula “Karena Kata”. Sajak yang kau puji indah.  Tulisanmu yang selalu terkesan melawan, masihkah? Mengkritik kekuasaan, meluapkan sinisme terhadap ketidakadilan dan kemunafikan, begitu kan? Aku juga ingin merasakan sajakmu yang menyiratkan suatu pertentangan. Sajakmu yang bernyawa, pernah menghiasi dinding kamar kosku yang bercat putih. Seiring waktu, mulai terkelupas dari dinding yang memeluknya erat.  Menyapa di pesan singkat jika ada perlu, bertanya jika ada butuh.. Begitulah kita sekarang. Berubah tanpa dibarengi sebait harapan. Kamu tidak menulis lagi? aku juga. Kita, lebih tepatnya aku, seakan terpukau dengan kilau-kilau kehidupan yang sibuk berputar. Sibuk mengejar larik-larik semu yang tak pernah jelas maknanya. Sibuk membuktikan narasi-narasi sesat yang tak berkesudahan. Semoga kamu baik-baik saja di sana, menjalani hidup sebagaimana mestinya dan apa adanya. GG: Hollaaaaaa, semoga dirimu baik-baik saja di belahan bumi yang paling bahagia. Aku disini baik-baik saja, tetapi sepi. Tapi tak apalah... toh bagi budayawan Emha Ainun Nadjib menyepi itu penting supaya kita benar-benar bisa mendengar apa yang menjadi isi dari keramaian. tapi,......... AH SIAL!!! Aku baru sadar, aku bukanlah sufi yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk sepi. Bagiku sepi itu tidak asyik. Bak seorang yang menderita phobia berputar namun dipaksa menaiki bianglala di pasar malam. Diriku diperkosa! Ohya, aku ingat. Sangat ingat. Tidak ada kata lupa. Yang aku ingat hanyalah ingat. Ingat sangat! Perihal kopi, senja dan hujan, aaahhh rindu!! Sebelum ketiga kata itu memenuhi story-story media sosial, kita adalah alumni dari semua itu. Bahkan dirimu mendapatkan nilai yang sangat bagus ketika "lulus". Hal itu tak lain dan tak bukan karena dirimu adalah salah satu umat setia dari Sapardi Djoko Damono. Masih ingat dengan kayu yang terbakar lalu menjadi abu hingga hujan di bulan Juni? Dirimulah yang mempopulerkan itu di cakrawala pengetahuan ku! Terima kasih, wahai umat setia Sapardi! Tentang mimpi kita perihal Malam Sastra, biarlah itu menjadi "anak rohani" bagi kita. Biarlah dia menjadi kenangan yang kelak akan menemukan siapa tuan-nya. Tugas kita cukup berdoa agar kelak nanti muncul pujangga-pujangga yang lahir dari rahim jurusan yang akan menjadi tuan bagi malam penuh romansa itu. Aamiin. Bagiku romansa itu perihal perbuatan hati. Lisan menjadi radio perintah dari hati, dan tulisan adalah surat kabar terindah dari kalbu. Kita cocok? oh tentu sangat tidak, aku menolaknya! Kenapa aku menolaknya? alasannya jelas, dirimu bermazhab romansa, sedangkan aku bermazhab perlawanan hahahaha. Analoginya jelas, puisi "Aku Ingin" tak akan mungkin dibacakan oleh mahasiswa pendemo dengan toa di tangan kanannya. Jadi apakah kita cocok? jika ditelaah dari pemaparan diatas, jawabannya adalah; tidak. hahahaha. Mungkin di lain hal kita memang cocok. Sama sepertimu, aku mengakui juga. Aku tahu laki-laki "timun-mu" yang telah membolak-balikan perasaanmu bagai seorang ibu yang sedang menggosok baju suami dan anaknya. Tapi aku harap kamu tidak benci dia, karena bagaimanapun dia adalah laki-laki yang pernah menganggapmu bintang di angkasa. ~A Sky Full of Stars~ ingat? :) Banyak yang sesat pikir dewasa ini. Contohnya adalah tentang istilah asing yang selalu diibaratkan sebagai penghancur dari keberadaan pribumi. Padahal sederhana nya asing itu sebenarnya telah tertanam di diri kita ketika orang yang dahulu sangat dekat --lebih dekat dari jengkalan jari tangan Herjunot Ali di film 5cm-- perlahan pergi menjauh, lalu hilang. Lalu yang pergi dan yang ditinggalkan sama-sama masabodo akan hal itu. Bagiku se-simple itu definisi asing. Sekarang aku pun merasa asing dengan dirimu. Bahkan yang lebih ekstrim, aku merasa asing dengan dengan diriku sendiri. Siapakah aku? Kenapa aku begini? Kamu salah jika men-stigma aku tidak pernah menulis lagi. Ku ulangi lagi agar jelas, kamu salah jika men-stigma aku tidak pernah menulis lagi. Aku sangat sering menulis. Sangat! Bedanya akhir-akhir ini aku lebih sering menulis list belanjaan ibu-ku setiap minggunya hahahahaha... bukankah itu masuk dalam kategori menulis juga kan? hahahaha.
Untuk bait terakhirmu, aku sangat setuju! sedelapan jika boleh! Ditengah kehidupan yang makin sibuk untuk berputar, mungkin hingga mabuk karena seringnya berputar. Dunia benar-benar mengatur kita, bukan kita yang mengatur dunia. Padahal kita telah berdaulat menjadi manusia, dan setahuku manusia memiliki hak prerogatif terhadap hidupnya sendiri. Individu merdeka singkatnya. Tapi aku selalu merasa sunyi yang sepi, sepi yang sangat sunyi. Seolah hanya seonggok raga yang tidak memiliki jiwa. Memiliki jiwa namun tak memiliki makna. Memiliki makna namun tak memiliki sukma. Memiliki sukma namun seolah tak memiliki sahabat yang bernama Vania :( Semoga selalu bahagia dimanapun ragamu berada, selalu memiliki keindahan setiap matamu memandang, selalu sehat kemanapun jejak kakimu melangkah, dan semoga hatimu selalu memiliki cinta walau hujan tak turun dibulan Juni.
4 notes · View notes
erzawinanto · 3 years
Text
New Year, Old Me...(kind of?)
Ritual lama yang biasanya ku lakukan saat tahun baru adalah membeli agenda baru. Tahun baru ini aku tinggalkan ritual lama itu karena ingin memaksimalkan agenda digital ku (kalian tahu, seperti google calendar). Banyak sekali yang berubah sepanjang tahun 2021 ini. Lalu apa maksud dari judul tulisan ku kali ini?
Aku menjanjikan kalian dengan konten berbagai tulisan puisi, prosa, frasa dan sedikit Taylor Swift speanjang tahun 2021 kemarin. Bagi kalian yang sudah mengenal aku cukup lama, kalian akan tahu alasannya kenapa. Tapi biarkan aku perjelas di sini sepertinya, kerena terkadang ketika kita mengobrol, otak aku yang bertanggung jawab mengeluarkan kata-kata dari mulut ku lebih dahulu bekerja dibanding otakku yang bertanggung jawab untuk berpikir. Mungkin beberapa dari kalian juga seperti itu, so, cheers to that! 
Blog ini terasa seperti escapism buatku. Semua kata-kata yang sulit atau bahkan tidak bisa diucapkan selalu ku tulis di sini. Biasanya dibalut dengan majas-majas Bahasa Indonesia yang dengan bahasa yang umum (terkadang, maaf jika terasa ingin puitis atau aku dramatis). Karena seringnya, aku ingin menyampaikan perasaan ketimbang cerita. Jadi mungkin terkadang tidak masuk akal? Seperti semua yang ku tulis, bebrapa dari kalian bisa merasakan rasanya seperti apa, tanpa harus tahu cerita spesifiknya. Jika terasa terlalu abstrak, mungkin kamu belum pernah merasakan hal spesifik yang sama yang seperti ku rasakan saja (atau mungkin aku memang buruk dalam menulis wkwkwk). 
Tahun kemarin terasa seperti penebusan untuk diriku. Singkat cerita, aku bertemu kembali dengan diriku yang lama, atau lebih tepatnya berdamai. Suatu proses pendewasaan yang cukup menyenangkan(?). Setelah beberapa tahun sebelumnya seperti itu, tentunya. Kau benar-benar harus jatuh dahulu untuk pada akhirnya kau menemukan dirimu yang lama kau kubur di bawah. Kau menyadari kalau dia lah yang sebenarnya bisa membantu kamu berdiri kembali. Aku menemukan diriku yang lama kembali. 
Apa artinya semua ini? Apakah ini berarti aku sukses, bahagia, sejahtera? Tentu tidak. Aku masih manusia. Emosi itu tidak pernah selamanya. Bahkan di ruang dan waktu yang sama emosi kalian akan tetap dinamis (rasa bosan contohnya yang akan muncul?). Aku bahkan melalui banyak fase hidup selama 2021 dari segi karir dan akademis. Bagaimana tidak, aku mengawali tahun 2021 dengan mencoba menekuni finance dengan harapan akan mengambil CFA, namun berakhir menginginkan melanjutkan pendidikan di luar sana. Kerja ku bisa ku bilang serabutan karena aku masih belum jelas arah dan tujuannya hingga tiga perempat tahun kemarin, merasa aman dengan safety net (privilege) yang dipunyai orang tua hingga akhirnya aku mencoba fokus dengan apa yang akan ku capai tahun berikutnya. Aku menjual kamera DSLR ku, menjual Laptop lama ku, bahkan menjual/menyumbangkan beberapa jaket lama ku. Aku merasa ingin mencoba membarui diriku.
Namun, secara gradasional, aku malah menemukan diriku yang lama. Orang yang memiliki ambisi. Orang yang memiliki mimpi. Yah, walaupun aku pangkas sedikit mimpi-mimpi masa kecil itu, aku simpan dulu dalam lemari rapi kedap udara dengan kelembapan yang diatur. Aku mungkin masih terkadang membuka mimpi itu, tetapi untuk sementara itu bukan menjadi fokus ku. Aku berhasil menulis sebuah publikasi, belajar ilmu baru (financing, env. management, etc), memantapkan bermain gitar, piano, mempelajari Bisindo, kembali berlari dan berolahraga hingga 4x per minggu..., Emosi ku lebih stabil, aku bahagia ketika aku bisa menangis hanya dengan menonton film sekarang. Tanpa beban dari faktor eksternal yang masuk. Ini lah Erza yang lama yang aku cari. Yang terbebas dari belenggu masa lalu dihantui oleh bayang-bayang skenario “what if...?” seperti serial Marvel di Disney+. 
Semua ini mengajarkanku pada nilai, bukan nilai pelajaran eksak tentunya. Bagaimana kamu akhirnya bisa menilai secara intrinsik (value) kegiatan sekecil apapun yang kamu lakukan, tanpa berpikir panjang memikirkan nilai materiilnya, dan bersyukur karenanya. Dulu aku selalu melakukan hal seperti itu karena aku menyadari aku memiliki privilege yang lebih. Seperti menjemput teman yang sakit di Bandung ketika aku di Jakarta, atau mencari beasiswa untuk 19 orang (ini cerita panjang sekali) pada masa itu. Banyak orang yang mencurigai akan hal itu seakan-akan aku memiliki motif lain. Apakah kita terlalu banyak terpapar oleh sistem yang seperti itu? Nilai intrinsik dari ruang dan waktu yang tak tergantikan. Yang hilang dari diriku beberapa tahun terakhir ini.
Aku rasa unfollow semua orang di instagram memiliki kelebihan lainnya selain menutup mata dan telinga terhadap orang-orang di sekitar kita. Sebagai orang yang memiliki empati berlebih, dan hatinya bisa dikuasai oleh iri dan dengki (yes I am), menurutku itu membuatku jauh sekali lebih tenang. Mendefinisikan value dari seorang teman. Apakah kau benar-benar teman atau sekadar mutual followers di media sosial. Setelah memiliki trust issue karena kejadian beberapa tahun lalu, kamu mulai berhati-hati sekali ke siapa kau membuka dirimu. Dari orang yang biasa kau kabari setiap momen penting (karena kalau tiap hari itumah laporan pekerjaan), dan secara figuratif telanjang di depan mereka hingga orang yang tidak akan pernah kau sebut namanya lagi. Seseorang yang bisa kau percaya, dan mereka juga percaya padamu. Langka untuk menemukan orang yang tetap percaya padamu ketika semua orang terasa tidak. Aku bersyukur sekali aku memiliki mereka meskipun hanya bertemu sesekali atau bahkan melalui layar komputer karena terpisah secara ruang. 
Akh, tulisan ini mulai kemana-mana. Tapi aku percaya, 2022 insyaAllah akan lebih baik. Aku akan tetap merasakan kesedihan pastinya, karena seperti yang aku bilang tadi diatas. Aku akan teatap mengisi blog ini dengan tulisan-tulisan ku sesuai dengan apa yang aku rasakan (atau bahkan orang lain rasakan, mungkin?) Aku tidak bisa mengontrol emosi mikro yang mungkin terjadi di masa depan. Aku mungkin akan jatuh kembali, belajar kembali, dan bangkit kembali. Tapi aku cukup bahagia untuk memulai tahun baru ini dengan emosi makro yang cenderung cukup positif. Erza yang lama dengan ambisi berbeda. Setidaknya perasaan yang sama yang aku rasakan pada masa itu. 
Dan teruntuk teman-teman, terima kasih karena sudah ‘ada’. Aku harap aku cukup ‘ada’ juga untuk kalian.
Cheers for 2022 Because it kinda feels alright :)
1 note · View note
bapakpuisi · 10 months
Text
Tumblr media
puisi ku memiliki nilai nilai
adalah sebuah puisi. maha karya bapak puisi apresiasi kepada perumahan nasional indonesia. atau dalam sejarah indonesia adalah peninggalan dari pembangunan di masa jabatan presiden soeharto. perumaham nasional indonesia ada banyak. dari hasil kerja pembangunan pt.perum perumnas untuk pembangunan perumahan. badan usaha milik negara.
ketika bapak puisi mengapresiasi perumahan nasional indonesia itu maka pt.perum perumnas mengapresiasi perumnas klender. suatu wilayah perumahan nasional indonesia. dari banyaknya perumahan nasional indonesia. yaitu perumnas klender. di mana bapak puisi tinggal. menjadi "prospektif kota"
itu adalah sejarah indonesia. pembangunan perumahan kemudian menjadi sebuah kota. di namakan prospektif kota. apresiasi kepada bapak puisi. atas jasanya membuat sebuah puisi dan menjadi pariwisata internasional.
ada seorang penulis puisi mendirikan pariwisata internasional dengan sebuah puisi.
gambar di atas adalah sertifikat apresiasi kepada anak dari presiden suharto. karena presiden sudah lepas dari masa jabatannya. dan telah almarhum. tapi jasanya kepada pembangunan perumahan nasional indonesia tetap terkenang bersama karya bapak puisi.
0 notes
xipusing-blog · 5 years
Photo
Tumblr media
bapak Puisi seDunia apa kata bapak Puisi seDunia sebelumnya mengenai Perumahan Nasional Indonesia sebagai kegiatan Pariwisata Internasional ? bapak Puisi : "Puisi ku memiliki nilai-nilai" puisi yang memiliki siluet filosofis memberikan pencerahan untuk mengingat jasa-jasa para abdi negara, pemimpin negara, yang karya-karya mereka datang dan hilang pergi tanpa nama, tanpa penghargaan, dan tanpa tanda jasa kata-kata sederhana tidak susah di mengerti bahasa rakyat jelata dengan kemampuan seadanya *
0 notes
itsnaboo-blog · 3 years
Text
Pemuda yang semoga hatinya selalu terikat dengan masjid
Adalah permintaanku tentang isian mahar sebelum menikah. Salah satunya adalah quran dengan terjemahan perkata. Saat mendapatkannya girang bukan main, quran per kata pertamaku. Selain diterjemahkan perkata ada beberapa ayat yang dibubuhi dengan asbabun nuzul, hadist dari riyadush shalihin, dan hadist shahih lainnya. To be honest, aku sangat awam dengan tafsir quran dan as sunnah dari kecil. Bahkan sejarah islam tidak diajarkan di TPA tempatku mengaji. Tapi aku tahu, di TPA sebrang (TPA kami dipisahkan oleh sungai, sungguh) temanku mendapatkan materi itu. TPAku lebih fokus ngaji tajwid dan al-quran, fikih dan aqidah yang kitabnya berbahasa jawa ditulis dengan arab gundul. Jadi saat SD aku menguasai menulis dalam hurus latin, hanacaraka, dan Arab gundul yang semua mengekspresikan bahasa jawa. Kayaknya aku baru bisa Bahasa Indonesia lancar dań tidak kaku ketika SMP SMA. Karena będą pelajaran ini aku sering kalah di lomba dai kecil dan pengetahuan islam dulu dengan TPA-TPA lain tingkat desa. I knew it, it just an excuse since I rarely get an award after many matches hahahah. Dari dulu jiwa berkompetisi dan ambisi juaraku memang rendah, yang penting ikut dapat uang jajan enough. Tapi kalau lomba qiroah alhamdulillah bun juara kita mah, aku bukan yang baca qurannya tapi pembaca sari tilawah yang modal nada puisi. Meskipun nilai bahasa indonesiaku seringnya di bawah rata-rata (bahkan sampai kuliah TTKI-ku C .=.) tapi kalo materi puisi dan membacakannya aku selalu suka. 
Balik lagi ke quran maskawin dari mas Wendi. Setelah paham bahwa quran itu bukan hanya mantra sakti mandraguna yang dibaca tanpa tau maknanya, tapi juga petunjuk hidup, mulailah ingin rasanya lebih memahami setiap ayatnya. Meski sampai detik ini belum kesampaian belajar bahasa arab. Semoga dikasih waktu nanti (dan niat). Mohon maaf sekarang tinggal di nihon desukedo, nihonggo mou chotto warui deshou. wkwkwk.
Pada suatu waktu ketika sudah tahu sedang hamil anak laki-laki, Aku pernah membaca sebuah hadist di quran itu isinya begini
. عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:
اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ
(1) imam yang adil,
وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ
(2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh,
وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ
(3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid,
وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
(4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya,
وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ
(5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Aku benar-benar takut kepada Allâh.’
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ
(6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta
وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
(7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR. Bukhari, no. 1423 dan Muslim, no. 1031)
Entah berapa kali diulang terutama di juz 30 tentang gambaran caruk maruknya hari akhir (yaumil qiyamah). Saat sangkakala pertama ditiupkan, gunung-gunung berantakan seperti bulu-bulu, langit terbelah serasa mau runtuh, bumi digoncangkan dengan dashatnya. Bagaimana rasanya manusia saat itu? apakah bisa ia berdiri kokoh? Bagaimana bisa menghilangkan rasa takut dalam keadaan mencekam sesesak itu? Gempa terbesar yang aku rasakan dalah yang tahun ini datang dengan kekuatan 7.1 mag. itu saja membuat lututku bergetar lemas, dan efek sulit tidur berhari hari serta tremor setiap mendengar suara seperti getaran. Bukan hanya takut mati dalam keadaan penuh dosa dan jauh dari taubat, lebih dangkal dari itu aku takut ditemukan mati dalam keadaan hina. Dan kiamat, definetly jauh lebih mengguncang dari itu.
Apa kabarnya setelah tiupan sangkakala kedua? Ayat-ayat akhir di surat ‘abasa menjelaskan betapa kita sibuk untuk menyelamatkan diri kita sendiri. Bagaimana kita lupa dań melarikan diri dari saudara kita, bapak ibu kita, atau bahkan pasangan suami/istri dan anak-anak kita. Kembali aku bandingkan dengan pengalamanku siaga bencana. Saat alarm gempa datang itu tandanya gempa jauh lebih besar dari biasanya, kami siap menggendong anak kami dan tas darurat. Kami berpegang tangan berlari keluar rumah sambil menggendong anak kami yang sudah terlelap kala itu. Buyar semua teori yang disampaikan saat latihan emergency drill. Saat gempa kami dilarang keluar bangunan, lebih aman di dalam rumah sambil berlindung dengan helm dan di bawah meja. Setelah gempa reda barulah kami diijinkan keluar dan berkumpul di lapangan yang sudah ditentukan titik-titiknya oleh pemkot setempat dengan tidak lupa membawa tas darurat berisi makanan, minuman, selimut, koin dll. Otak kami hanya memberikan sensor agar anak dan kami perlu menyelamatkan diri dengan sedikit bahan di emergency bag. Satu hal yang aku tidak kecewa akan kesia-siannya meski aku sudah siapkan sepenuh hati adalah tas darurat. Betapa tidak, tabunganku untuk berjumpa yang maha kuasa tentunya belum seberapa. Pun dijelaskan itulah yang akan disesali setiap makhluk golongan kiri di hari akhir. Dan bisa kah kita bayangkan seberapa menyesakkan kiamat itu ketika kita lari dari saudara, orang tua, pasangan dan bahkan anak sendiri? We are indeed just a weak dot in the universe.
Dengan suasana genting seperti yang banyak di gambarkan di kalamallah tersebut, Allah berikan juga kabar gembiranya. Salah satunya di hadist di atas, adanya kesempatan mendapatkan naungan Allah SWT di keadaan yang tidak ada yang bisa memberikan naungan selain Allah itu. Aku yang hanya sekedar membaca tanpa mencari tahu lebih jauh saat itu, langsung memilih jalan ninja untuk mendapatkan pertolongan Allah di masa-masa itu kelak. Jelas sudah poin 1,2,3 bukanlah untukku, maka aku mencoba memilih nomor 4 dan upayaku menumbuhkan cinta dengan sesama makhluk.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
‘Segala puji hanya milik Allahyang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna.’
How I always feeling so grateful with Sendai. Suka geleng-geleng kepala betapa mereka muslim di sini bener bener supportive dalam kebaikan satu sama lain. Kalau di luar sana melihat laki laki saling berpelukan itu mengerikan atau setidaknya cringe lah. Melihat bapak bapak sendai yang terlihat saling menyayangi karena Allah itu sempat buatku terharu. Dan bagaimana aku juga belajar untuk menahan diri agar tidak terlalu talkactive (it was hard, but i always try) dan memberikan telinga lebih banyak. Hal itu karena wanita-wanita yang aku temui di sini kebanyakan adalah yang memiliki motivasi untuk tidak saling menyakiti dalam berbicara atau obrolannya. Yang sangat hati hati dalam memilih makanannya karena tidak ingin ibadahnya menjadi sia sia. Dan yang masih gigih belajar alif ba ta di usia yang tidak lagi muda yang lidahnya mulai kelu untuk dibelokkan dari yang biasa. 
Sejak saat itu aku coba dekati dan ikat mereka-mereka yang semoga bisa menjadi saksi kebaikan di hari perhitungan nanti. Yang aku percaya jika sedikit berbuat baik ke mereka, maka akan bergulung terus pahalanya seperti bola salju. Sungguh aku telah menyaksikan betapa investasi pahala di sini sangat menguntukan. Satu orang memulai ide membuat bento berkah dan makanan buka puasa ke masjid, yang lain berebut saling berderma. Satu membuat ide mengajar tahsin, sekarang sampai pengajarnya kewalahan dengan banyaknya pendaftar. Selanjutnya urusan diterima atau tidaknya kita pasrahkan, karena hati orang lain adalah diluar kuasaku. 
Maka aku berdoa dengan penuh harap bahwa hubungan perkerabtan seperti ini yang kelak akan menjadikan kami golongan keempat. Namun, apakah mereka target kita merasa bahwa kita temannya juga? (Ini pertanyaan ayah ibrahim, ‘bun kamu ngerasa teh V kan sahabat kamu, emang dia ngerasa juga ya perasaan dia deket dengan semua orang? ) yah setidaknya aku sudah mencoba. Aku si manusia coba coba.
Mengingat 3 poin teratas bukan ditujukan untukku, dan setelah tahu aku hamil anak laki laki dengan cluelessnya ( tanpa tabayyun lagi) aku meminta kepada sang khalik agar kelak anakku bisa menjadi demikian. Itu juga terinspirasi dari ibunda maryam yang ingin jika anaknya nanti laki-laki bisa menjadi hamba Allah bener di palestine sana. 'alla kullihal Maryam lahir sebagai permpuan tapi terjaga dan shalihahnya tetep Masya Allah. 
Menjadi imam yang bijaksana yang hatinya melekat pada masjid. Ya setidaknya itu dulu lah, 2/7 meiliki chance yang lebih besar daripada 1/7. Dan sekarang, Alhamdulillah bayi yang dulu obscured inside my body sudah 2.5 tahun. Namanya Ibrahim, didoakan seperti bapaknya para nabi yang masya Allah tentu tidak sedikit kebaikannya. Kisahnya banyak di alquran. Sebelum lahir kami riset betul apa-apa saja sejarah nama ini. Kami memang meniatkan memberikan nama nabi yang emang keren-keren.
Di umur 2.5 tahun ini selain rajin ke dokter gigi, ibrahim juga mulai rajin ke masjid. Niat awalnya dia karena suka naik mobil. Di sini masjid cukup jauh dan ramai jamaah setiap isya dan subuh. Ada ketua takmirnya, Noburu sato-san. Kita sebut sato san atau sato sensei. Masya Allah beliau berumur 80an dan masih bugar menyetir menjemput para pemuda yang mostly gaijin, agar masjid yang jauh itu tidak sepi. Semoga Allah selalu melindunginya dan melipatgandakan amal shalihnya.
Awal-awal ke masjid ibrahim pemalu dan bisa diam di pojokkan membaca buku. Ini tipikal sifatnya jika ada di lingkungan baru. Kami memang mengenalkan sifat malu dulu sebelum percaya diri. Tapi masih menjadi pr karena terjadi saat tampil di sekolah dia benar benar diam membatu saat harusnya menari di depan orang tua murid. Barulah setelah setengah acara berjalan dia mengikuti gerakan yang senseinya ajarkan. It's okay, we will learn by the time ya boy.
Semakin hari dikenalkan, semakin jiwa bermainnya muncul. Mulailah dia berlari ke sana ke mari dan eksplor semua hal baru yang tidak biasa dia jumpai di rumah. Misalnya jam sholat elektronik dan kabelnya, sound system dll. Wow pusing bukan kepalang si ayah. Akhirnya kami coba suspend kepergian ke masjid karena takut menganggu ibadah yang lain. Sambil di-suspend sambil kami beri pengertian fungsi masjid yang digunakan untuk sholat salah satunya.
Bunda: Ibrahim kalau di masjid ngapain?
Ibrahim: lari lari ashima (saya )
Bunda: kalau ayah ngapain?
Ibrahim: shola
Bunda: kenapa ibrahim ngga ikut ayah sholat?
Ibrahim: ashima lari lari suki da. Sato san lari lari juga. Sato san bobo, ashima kochi kochi. (Ibrahim suka lari dikejar sato san. Terus sato san cape boboan ibrahim disuruh bobo di sebelahnya sini-sini)
Bunda: oh gitu, tapi terus sato san kan ikut sholat juga.
Ibrahim: eng (nod) sato san Allaaaaaaah (sato san adzan)
Bunda: iya abis itu sholat kan. Nah saat semua sholat ibrahim ngga boleh lari lari. Ikut sholat kalau ngga ibrahim baca buku boleh. Tapi nanti kalau udah besar ikut sholatnya ya
Ibrahim: eng (nod) baca buku densha shinkansen basu boyeh? Yeay (baca buku transportasi)
Akhirnya setelah beberapa hari memberikan materi, saatnya praktik. Kita coba sehari lagi dan jika masih terlalu mengganggu kami pulangkan lagi hahahah. Laporan sang ayah ibrahim ikut sholat sampai takbiratul ihram kemudian kabur baca buku. But It was fine, yang penting tidak lari-lari atau mainan kabel sampai membuat jamaah lain heboh. Kalau di rumah, sebenernya dia tahu kabel bahaya kalau dicolokin tapi kita tetep bolehin dia pegang yang  tidak sedang dicolok. Misal “ibrahim tolong ambilin charger bunda di bawah meja ya” mengkader sebagai alasan dibalek males gerak bunda haha. Nah cuma di luar orang kan beda beda, ibrahim harus belajar juga saat ketemu yang kibishii gimana, yang yasashii gimana, yang okashii gimana,
Tadi malam ayah pulang main futsal tottemo tsukaretta. Badan pegel-pegel jadi niat sholat isya di rumah dulu. Ibrahim yang setelah mandi (8pm) biasanya langsung siap ke masjid karena 8.30 itu sato san jemput. Sambil liat jam ( ini liat jadwal jemputan sato san, dia hanya imitates us yang suka bilang “ayo cepet yok sato san nanti keburu lewat”) ,
Ibrahim: bunda, ashima masjid shitai. Byebye (bunda ibrahim mau ke masjid byebye). Ayah iku? (Ayah pergi?)
Ayah: ikunai ibrahim (tidak pergi ibrahim). Ayah tsukaretta (capek)
Ibrahim : ashima masjid shita ayah . (Suara lesu)
Ayah: sekarang sato san sudah lewat ngga ada
Bunda: yah maaf yah, jam segini sato san sudah lewat insya Allah asatte (lusa) ya. Sekarang ibrahim sama bunda aja yuk baca buku terus bobo ya
Ibrahim: masjid de, ashima lari lari nai, baca buku shitai. Baca buku boleh (di masjid ibrahim ngga lari lari bunda. Mau baca buku )
Bunda: tapi sato sannya udah lewat.
Beberapa saat dia main lah sama kami, main kereta dan mobil. Lalu dia pakai kaos kaki dan jaketnya.
Ibrahim: bunda, ashima masjid shitai.
Bunda: yah maaf nak hari ini di rumah dulu ya, sato san udah lewat jam segini sayang.
Ibrahim: sato san ada masih. Lewat nai (sato san masih ada, belum lewat)
Bunda: yah gimana ini dia masih kepikiran. Kan dia ga salah tapi ga boleh ke masjid
Ayah pun yang lagi istirahat pegel pegel beraksi
Ayah: yuk keluar yuk kita liat sato san ada ngga
Ibrahim: yeay ashima sato san mitai . Binda bye bye akum (aku mau liat sato san , babai bunda assalamualaikum)
Beberapa lama kemudian ibrahim dan ayah baru masuk rumah.
Ibrahim: bunda, sato san zuuung ga ada. Susu ada
Instead of liat sato san, ayah belikan susu untuk ibrahim. Sebuah ide brilian memang ahahaha. Sekian kisah ibrahim yang semoga menjadi imam yang taat kepada Allah dan terikat hatinya dengan masjid.
Sabtu mendung sapaan taifun,
Itsnaboo belum bikin ppt ya amfuun
0 notes
tinystardustt · 4 years
Text
Bubur
Biarlah letihmu itu melebur
Diganti ribuan rasa syukur
Jangan dulu kau tersungkur
Percuma selama ini kau melembur
(Jujur, aku juga rindu kasur)
Semangatmu itu jangan sampai luntur
Ayo gapai mimpi yang kau tabur!
Selamat makan bubur!
(Mgl, 2018)
Lb: Terselip cerita mengenai Puisi Bubur yang terbilang absurd ini ialah mulanya tidak ada niatan untuk menjadikan kalimat-kalimat itu sebagai puisi –atau bagaimana pun kamu menyebutnya. Memasuki awal kelas 12 beberapa temanku masih sibuk mengikuti lomba yang seharusnya tidak lagi diperbolehkan. Aku mampu merasakan keletihan yang tergambar jelas di bawah matanya yang kian menghitam. Kepala yang acap kali ditaruh di atas tangannya yang terlipat di meja selama kelas berlangsung membawa rasa iba tersendiri pada diriku. Aku ingin memberinya dukungan namun aku bingung dengan cara apa ya aku dapat mendukungnya. Lalu aku mendapati broadcast jualan bubur di WAG angkatan. Tanpa pikir panjang aku memesan bubur yang kemudian kukirimkan kepada temanku. Sedikit latar, di SMA-ku selalu ada yang berjualan dengan sistem PO lalu barangnya dapat diantar kepada siapa saja pembeli ingin mengirimnya. Sebagai contoh, ada PO susu untuk kamis depan lalu aku memesannya untuk dikirimkan ke anak IPS 3 dengan notes yg kutitipkan kepada penjual untuk disertakan. Berikut contoh notes dan minuman yang diberikan adik kelas kepadaku:
Tumblr media
Nah, awalnya rangkaian kalimat Puisi Bubur ingin kusematkan di notes bersamaan dengan buburnya kelak kepada temanku. Namun, setelah kupikir ulang sepertinya ini belum pantas ia dapatkan sebab ternyata rangkaian kalimat tersebut terasa sungguh personal untukku. *Lah gua yang nulis gua yang baper*. Dan kurasa ia tidak begitu apresiatif terhadap hal-hal yang bagiku memiliki makna lebih dari sekadar kumpulan kalimat penyemangat. Demi menghindari rasa kecewa juga menjaga 'nilai' rangkaian kalimat ini tetap utuh lantas kuputuskan untuk menyematkan kalimat terakhir saja bersamaan dengan buburnya. Sehingga tulisan itu kujadikan puisi dengan cerita yang tebal dibaliknya. Ayeeee. Selamat makan bubur!
0 notes
alifgiant · 4 years
Text
Pilih "Sok baik" atau "Sok buruk"?
Coba jawab pertanyaan diatas..
Sudah? Mari ku tebak..
kau memilih “sok buruk”
Sekali lagi, izikan aku tebak alasannya..
Karena kamu berpikir bahwa kata “sok” adalah sebuah kata negasi, sehingga sok buruk maka berarti ia sebenarnya “Baik”.
Seolah, sudah menjadi common sense, lebih baik terlihat buruk daripada “munafik”, pura pura baik. Menurut kalian, apakah hal ini tidak mirip dengan definisi cantik ialah putih? Karena menurutku ini hal yang serupa.. yaitu settingan media.
Memang kenapa? toh ga ada yang dirugikan
Sebelum lebih jauh, aku ingin memperjelas satu hal. Di artikel ini tidak ada niat untuk menyerang suatu individu ataupun kelompok.
Tujuan artikel kali ini, bukan untuk mencari siapa yang benar atau salah. Disini aku ingin mengajak teman teman “berfikir” terkait fenomena sekitar. Sesimpel mempertanyakan kembali, kenapa “sok buruk” itu lebih baik? Kenapa berpura pura baik itu justru buruk? Artikel ini sudah sangat lama ingin ku tulis. Hanya saja baru ada media yang tepat, yaitu blog ini.
Cara berfikir dimana sok buruk itu baik, menurutku sedikit melenceng. Dan melenceng ini sesuatu yang kita tidak sadari dan berdampak menjauhkan kita dari nilai kebenaran yang “Haq”. Sedikit demi sedikit pemikiran kita digeser menjadi pola pikir yang salah. Inilah yang disebut perang pemikiran (Ghazwul Fikri). Kalau sampai sini kalian merasa pembahasan ini tidak penting, terlalu bias, silahkan di skip saja. Setidaknya aku menulis artikel ini sebagai pengingat untuk diri sendiri.
Mari ku jelaskan lebih lanjut..
Jaman tanpa batas, melahirkan konten tanpa batas
Sekedar menjadi contoh, mari lihat potongan lirik sebuah lagu dibawah ini.
Yes Memang gue anak nakal Seringkali ngomong kasar Tapi masih batas wajar ... Kalian semua suci aku penuh dosa I’m bad boy Kau benci ku yang apa adanya Dan silahkan sukai mereka  Yang berlaga baik didepan kamera ... Gue cuma pengen tetep jadi apa adanya Dari pada disukai tapi munafik aslinya
Lagu diatas sempat menjadi sangat viral. Menjadi tontonan banyak orang, bukan hanya orang dewasa bahkan anak anak. Sangat banyak orang yang secara tidak sadar menghapal liriknya mengulang ulang lagunya. Menjadi pembahasan dimana mana, lalu akhirnya membuat banyak orang menyetujui isinya.
Tapi, menjadi pertanyaan, seperti apa batas wajar yang dimaksud dalam lagu tersebut? Kata “wajar” sejatinya merupakan nilai kebenaran yang berasal dari kesepakatan bersama. Namun, kesepakatan ini bisa berbeda antar komunitas. Lalu.., wajar oleh siapa?
Berikutnya, ada giringan opini dimana kita perlu curiga ketika melihat orang baik di depan kamera. Mungkin itu hanyalah sebuah lagak, sebuah sandiwara, sebuah kepalsuan, sebuah kemunafikan. Kenapa aku menyebutnya penggiringan opini? Karena lirik ini menggunakan metode yang dikenal dengan reverse psychology, dimana berpusat pada teknik persuasi terbalik. Metode ini sangat menyeramkan karena mempengaruhi seolah pilihan ada ditangan kita. Padahal intensi pengguna tetap terpenuhi. Selain itu juga ia bisa berjalan tanpa kita sadari
Coba tanya ke diri kalian apa yang biasa terjadi setelah ucapan
(1) Jangan tinggalkan aku.. aku akan berubah untuk mu (2) Pilihlah aku daripada dia.. aku lebih baik untuk mu v.s (3) Udah, tinggalkan aku saja. Pilihlah bersama dia yang membuat mu senang. (4) Jangan pilih aku, aku bukan orang baik
Sad? But it’s true. No body can escape from this type of psychology. Even a psychologist.
Memang kenapa sih lif, lagu doang ini… Jangan serius amat
Taukah kalian, di Turki, yang sekarang menjadi pusat kebangkitan masyarakat muslim, dulu sempat menghapus semua simbol simbol islam? Semua dilarang, dihapus, tapi yang tidak bisa dihapus total adalah syair syair islami yang melekat di masyarakat. Tulisan yang menginspirasi anak anak pembawa perubahan, untuk kembali, menerapkan Islam. Aku tidak membahas apakah Turki sekarang itu bagus atau tidak. Yang ingin ku garis bawahi ialah kekuatan syair, lagu, puisi untuk menanamkan “Ide”.
Melihat Dari Sisi Humanis
Aku yakin kalian akan sepakat dengan statement “Tidak ada orang yang benar benar mengetahui semua isi hati seseorang selain orang itu sendiri”. Statement ini berarti, kita tidak akan pernah tau “asli”-nya seseorang. Kita hanya dapat menilai orang dari “cover”. Baik itu cover lapis 1, 2 dst. Sebuah buku pun, walau sudah kita buka lalu baca, kita seharusnya tidak menilai bagus atau buruknya sebelum selesai membaca semua halamannya. Sedangkan manusia tidak akan pernah bisa dibaca semua halaman pengalamannya.
Artinya, apakah itu salah orang lain jika menilai anda buruk karena anda memang menggunakan baju yang buruk? Bukankah kita meilhat banyak contoh di video prank youtube, ketika pura pura gembel yaa.. artis tersebut berpenampilan lusuh. Jika ingin pura pura kaya, yaa pakai barang barang KW. Ketika ada yang menilai orang tersebut dari penampilan, betul si penilai tidak bersikap baik. Tapi that’s how human behave. Bukankah tadi ada kata “batas wajar” sikap orang yang menilai dari penampilan ialah “wajar”.
Jika berkata kasar, bisa wajar, mengapa mengusir “gembel” ke warung tidak wajar? -Karena standar wajar nya berbeda.
Singkatnya, kata “sok” di sok baik maupun sok buruk sesungguhnya adalah citra apa yang dikenakan orang tersebut. Sebelum orang tersebut membongkar “penyamarannya” mereka simply, “baik” atau “buruk”.
Melihat Dari Sisi Psikologi
Siapa yang pernah dengar quote,
Fake it until you make it Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk -Tan Malaka
Kedua kalimat diatas merupakan sebuah motto yang dipegang oleh banyak orang sejak dulu. Ya.. DULU. Tapi kita bisa melihat betapa tangguhnya orang dulu. Pada kalimat pertama, kita diajarkan untuk berpura pura telah mencapai mimpi kita, agar kita terus berjuang bisa memperoleh nya, agar kita terbiasa bersikap seperti orang dalam mimpi kita. Ingin jadi orang sukses? Bersikap lah menjadi orang sukses walaupun kamu belum sukses. Ingin jadi orang baik? … Hmm.. jawab sendiri.
Karena memang kita tidak akan bisa menjalani sesuatu hal, suatu sikap tanpa mencoba terjun. Kita tidak bisa menjadi orang baik jika tidak mulai bersikap baik. Sebaliknya pun demikian. Kita menjadi bisa karena terbiasa. Karena sudah terbentur berkali kali.
Melihat Dari Sisi Agama
Munafik, aslinya sebuah kata untuk mendefinisikan musuh Islam yang berpura pura muslim tapi berniat merusak dari dalam. Hanya saja kini dalam bahasa Indonesia pemaknaannya menurun. Kini, bermuka dua dalam kasus apapun disebut munafik. Seseorang cukup beda sikap di satu tempat dengan tempat lainnya sudah dapat dikatakan munafik.
Tapi, jika kita melihat kondisi awalnya, taukah kalian bahwa nabi Muhammad saw mengetahui siapa saja orang munafik disekitarnya? Tapi beliau merahasiakannya dan hanya memberitahu 1 orang sahabat, yang orang itu juga sangat merahasiakannya. Namun ada pengecualian yaitu 30 munafik yang benar benar sudah meresahkan, beliau umumkan, lalu memberikan batasan (tidak boleh menerima sedekah, menikah dan disholatkan). Selain mereka, rasul diamkan. Sahabat Rasul yang mengetahui perkara orang munafik pun demikian. Ketika ditanya oleh Khalifah apakah ada dalam barisannya yang munafik beliau hanya menjawab ada, tanpa menunjuk orang.
Selain itu dalam agama Islam, diajarkan bahwa kita perlu_ malu akan dosa_, menganggap nya aib. Sehingga kita berusaha menyembunyikannya. Kita diminta bertobat lalu merahasiakan kesalahan itu. Hal ini sangat berbeda dengan sikap yang bangga akan dosa, karena setidaknya jujur berdosa. Kawanku, ingatlah, kita justru diajarkan merahasiakan dosa. Tapi tentu semua ada pengecualian, kecuali kita sedang ingin belajar, tapi, ada adabnya dalam menceritakan aib. Seperti, tidak menyebut nama.
Selain itu, kalimat gapapa ngomong kasar tapi ga narkoba suatu saat bisa bergeser lagi. Menjadi, gapapa narkoba tapi ga membunuh. Semakin rusak.
Melihat Dari Sisi Logika Matematika
Tumblr media
Matematika adalah salah satu bidang yang memiliki kebenaran mutlak. Dimanapun tempatnya, komunitas nya 1+1 akan selalu bernilai 2. Tapi.. coba perhatikan pembuktian matematika dibawah ini.
Kalau dari melihat pembuktian di atas, sekilas tidak ada kesalahan logika. Sehingga kita bisa mengakui kebenaran hasil akhir, 1=2. Tapi tunggu… Kok aneh? 2 tidak mungkin sama dengan 1. Dalam matematika kita bisa dengan mudah melihat kejanggalan dari kesimpulan yang diambil. Namun, tidak demikian dengan bidang adab, perilaku, ataupun tata krama.
Pada persamaan diatas hanya terjadi satu kesalahan. Yaitu pencoretan atau pembagian a²-ab. Karena awalnya a = b. Maka hasil dari a²-ab ialah 0. Pencoretan dengan pembagian 0 akan menyebabkan perhitungan tidak valid. Coba saja di kalkulator mu, 1/0. Berapa hasilnya? Hanya butuh satu kesalahan berpikir maka akan menghasilkan pengambilan keputusan yang fatal.
Begitu pula dengan statement sok benar dan sok buruk. Ada satu kesalahan yang menyebabkan statement tersebut tidak valid. Seseorang yang buruk mungkin akan berpura-pura atau sok baik. Tapi tidak berlaku sebaliknya. Seseorang yang sudah baik tidak akan mau sok buruk. Sehingga, premis sok buruk sesungguhnya logically impossible, seharusnya ia bukan sebuah opsi. Artinya, sejak awal pilihannya hanya sok baik.
Mungkin akan ada yg mengajukan contoh. Itu tuh ustad Hanan sok buruk, sok gaul, ga kayak ustad lain. Tapi bro/sis, gaul tidak selamanya buruk. Apakah ada tampilan busana ust yang melanggar syari'at? Adakah kalimatnya yang melanggar? Tidak. Jika demikian maka itu bukan hal yang buruk.
Last Word
Mungkin cukup sekian pembahasan terkait 2 pilihan sok baik atau sok buruk. Semoga teman teman mulai sadar, tidak apa apa menunjukkan kebaikkan (riya pun tak masalah, hanya saja rugi tidak dapat pahala) daripada memamerkan keburukan. Daripada menjadi “open minded” tapi pola pikir kita menjadi mewajarkan hal buruk, lebih baik kita terus menjadi munafik, setidaknya kita masih tau yang mana benar dan salah. Karena jika orang munafik tidak tau mana yang benar, ia tidak bisa menjadi munafik. Tinggal berdoa semoga hidayah datang.
Namun, hidayah sebaiknya dijemput. Setidaknya dengan menjadi munafik, kalian akan sesekali ikut kajian bukan? Daripada, ah gw emang gini, asal ga narkoba aja udah. Welll konsep berubah menjadi baik tidak seperti itu bro.
Semua hal dimulai dengan 1 langkah
0 notes
twilightoftheidols · 4 years
Text
Bahkan Serpihan Ini pun Sungguh Menjijikkan
Tumblr media
BAB I
Matahari mulai menghilang di kaki langit, namun aku masih belum beranjak dari tempat dudukku. Sedari pagi aku membaca Steppenwolf-nya Hermann Hesse di tengah padang rumput yang hijau, sejuk, dan menjernihkan pikiranku. Aku kadang hanyut dalam kesunyian Harry Haller, kadang juga muak dengan apa yang dilakukan tokoh utama di Steppenwolf itu.
Namun satu hal yang penting: aku merasa memiliki sejumlah kesamaan dengan sang serigala kesepian itu! Bedanya, aku belum setua dia. Aku masih berumur dua puluh tahun. Aku masih muda, energik, dan labil. Aku masih belum menemukan diri-ku. Semuanya masih buram-kelam. Semuanya masih membuatku harus lebih sering meraba dalam gelap. Aku belum menikmati asam-garam kehidupan sebanyak Harry Haller. Tapi setidaknya, aku mirip dengannya: seorang serigala kesepian. Ah… Sudahlah, nampaknya kegelapan padang rumput ini tak mengizinkanku untuk terus membaca Steppenwolf. Aku harus pulang dan mandi.
“Jer, kamu sudah makan?” ibuku bertanya dari luar kamar.
“Belum, bu. Ini aku masih ganti baju,” demikian sahutku.
“Ya sudah. Ibu, bapak dan adikmu makan duluan, ya?” ibuku bertanya kembali.
“Iya, bu.”
Namun, setelah aku selesai berganti pakaian, aku tidak segera makan malam. Aku malah asyik membaca Steppenwolf. Sekitar satu jam kemudian, aku mulai jengah membaca, dan kemudian aku mengambil buku catatanku. Aku menulis,
————-
Apakah mungkin kita mampu menjadi seorang pemikir-bebas (a free thinker, Freidenker) jika kita masih berurusan dengan banyak teman-teman yang berpikiran sempit?
Aku awali catatanku dari pertanyaan pelik di atas. Selama beberapa tahun terakhir ini aku masih bergulat dengan pertanyaan di atas. Aku masih dengan percaya diri mengaku-diri sebagai seorang pemikir bebas. Menjadi seorang pemikir bebas, bagiku, berarti menjadi seseorang yang berani berpikir sendiri, merumuskan pemikirannya secara mandiri, mempertanggungjawabkan pemikirannya sendiri, dan berani dihujat sendirian!
Sementara aku masih terus berusaha untuk menjadi pemikir bebas, aku pun masih terus berkubang dalam lingkungan yang selalu berpotensi mengekang pemikiranku: teman-temanku, ajaran-ajaran yang sempit dan kacau yang ada di sekelilingku, bahkan keluargaku. Sungguh! Mereka seringkali terlalu polos dalam memaknai bumi—memaknai dunia ini! Dan itulah yang membuat mereka seringkali berpikiran banal dalam hal menanggapi pemikiran seseorang yang rohnya selalu berhasrat ingin menjadi “pemikir-bebas”.
Aku sangat terganggu dengan pandangan sempit teman-teman dan keluargaku. Aku sudah lelah kalau aku harus sering menjelaskan kepada mereka mengenai pemikiran-seriusku.—Lebih baik bagiku untuk terus membaca sejumlah buku daripada meladeni ejekan mereka soal pemikiranku.
Namun, ejekan-ejekan mereka tetap saja membuatku risih dan gelisah. Apakah aku memang tak bisa sepenuhnya menjadi seorang pemikir bebas?
Statusku saat ini: Seseorang yang pemikirannya masih terkontaminasi oleh nalar sempit!
Ah… Kita lihat saja nanti!
Aku mau makan malam dahulu. Kita tak bisa berpikir mendalam jika perut kita sudah kosong!
———-
Setelah selesai makan, aku duduk di teras rumah. Langit malam nampaknya sedang muram. Ia mendung saat ini. Bersama dengan hembusan angin malam yang dingin aku pun teringat perkataan ibuku seminggu lalu. Ia berkata bahwa ia dan bapak tak bisa membiayaiku jika aku harus kuliah. Mereka berdua tak memiliki uang untuk memasukkanku ke sebuah perguruan tinggi. Aku pun menjawab, “ya, tidak apa-apa, bu. Aku juga sudah senang dengan keadaan seperti ini: bisa terus bersama ayah, ibu dan Alisa. Aku senang ibu dan bapak masih mau menyisihkan sejumlah uang untuk membelikanku buku-buku yang aku sukai. Tapi nampaknya aku harus mencari pekerjaan supaya aku tak terlalu lama menyusahkan ibu dan bapak.”
Mendengar jawabanku ibu pun berkata, “Iya. Tapi apa memang ada pekerjaan yang layak untuk anak lulusan SMA sepertimu, Jerry?”
“Mudah-mudahan ada, bu,” jawabku.
Ibu hanya tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Aku memahami perasaannya, aku mengerti kesedihannya. Namun, aku tak mau memperlihatkan air mataku di hadapannya. Aku harus kuat di hadapan ibu.
***
“Berpikir berarti menciptakan…” aku teringat kalimat milik Gilles Deleuze. Kekuatan pikiran yang megah apabila ditautkan dengan praksis yang matang akan membawa kita menuju ranah-ranah baru yang lebih menyegarkan sekaligus lebih menantang. Kira-kira beginilah caraku menyemangati diriku sendiri.
Terkadang aku lupa akan deritaku saat aku membaca buku-buku kesukaanku. Ada semacam ilusi-aksara yang menghanyutkanku dalam rentang waktu tertentu. Buku itu candu. Tapi, apakah candu itu selalu membuat kehidupan menjadi sesuatu yang-merosot?
Aku gemar membaca buku. Membaca buku mengobati keresahanku. Aku bisa ikut mencicipi percikan pemikiran dan ide-ide gila para pemikir besar sementara aku sedang duduk di depan rumahku yang kecil dan tampak remeh bagi sebagian orang yang sinis. Ilmu pengetahuan itu milik semua orang. Semua orang boleh membaca buku apapun yang ia suka—terlebih, buku-buku yang mampu membebaskan dirinya, yang mampu membuat ia menemukan dirinya sendiri. Aku tidak menyukai apabila ilmu pengetahuan menjadi komoditas, menjadi barang mewah orang-orang borjuis. Kaum tertindas (demikian aku terinspirasi dari buku Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed) juga berhak mendapatkan pendidikan yang membebaskan. Aku juga benci, mungkin ini akibat watak pribadiku yang urakan, ketika sekolah menjadi ajang kompetisi, menjadi ajang adu kecerdasan berbasis nilai! Nilai, betapapun berharganya, bukanlah tujuan akhir dari segala pendidikan. Nilai hanya sebatas upaya evaluasi—dalam bentuk kuantitatif!
Pendidikan harus bertujuan untuk membantu manusia mencapai pemahaman akan dunia dan dirinya sendiri supaya mampu menghidupi hidupnya dengan daya-daya aktif yang menggairahkan. Ilmu itu harus menjadi ilmu yang mengasyikkan, suatu Gay science, kata Nietzsche.
Namun, aku masih belum mampu menganalisis perihal masalah-masalah yang ada dalam dunia pendidikan dewasa ini. Terlebih lagi, dengan kegilaan era neoliberal khas kapitalisme saat ini. Ya, tak bisa dipungkiri, kita hidup di dalam era kapitalisme. Tak ada sesuatu di luar kapitalisme. Namun, mungkinkah kita menggerogoti kapitalisme dari dalam? Aku masih perlu belajar perihal Marxisme untuk mampu menganalisis problem maha besar ini dan, tentunya, untuk mampu bergabung dengan para buruh melangsungkan upaya revolusi. (Apakah mungkin? Daya pikir dan praksis yang terpaut dengan kuat akan menjadi basis bagi pendirianku ini!)
Ah. Aku terlalu mengawang-awang. Aku harus kembali kepada hidupku yang pelik. Mataku mulai berat. Lalu, aku pun masuk ke kamarku, meninggalkan tarian cahaya bintang-bintang di langit.
***
“Jer, kamu ada di rumah?”
Aku membaca pesan singkat dari seseorang: namanya Viona. Viona adalah kawanku sewaktu SMA. Dia cantik, menawan dan supel. Namun, aku tak mau melibatkan diriku lebih jauh bersamanya. Aku tahu bahwa I do not deserve her. Kenapa? Entahlah. Mungkin karena perkara klasik: strata sosial. Ah persetan perihal hal itu. Aku tidak peduli.
Aku menjawab pesan singkat Viona dengan singkat (apakah ini sejenis tautologi? Entahlah). Aku bilang ke dia bahwa aku sedang ada di rumah. Untung saja aku sudah mandi tadi pagi, jadi aku tak perlu tampak terlihat bodoh di hadapan Viona.
“Aku boleh ke rumahmu?” ia membalas lagi.
“Boleh. Kesini saja,” kataku.
Sekitar lima belas menit berlalu. Viona datang dengan mengendarai sepeda motornya. Aku persilahkan ia masuk ke ruang tamu. Ia pun masuk dengan wajah yang bersahabat, rambutnya yang lurus, terurai dan indah, bola matanya yang kecoklatan, kakinya yang jenjang dan aroma tubuhnya yang melenakan. Aku bertanya kepadanya mengenai kabarnya. Dan ia menjawab bahwa ia baik-baik saja. “Demikian pula denganku,” begitu kataku. Ia bertanya kepadaku apakah aku mendaftar di perguruan tinggi. Aku menjawab tidak. Lalu ia tersenyum manis. Sepertinya ia tak perlu mengetahui alasanku.
Aku tahu ia saat ini diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di kotaku. Ia memilih jurusan ilmu biologi. “Pilihan yang bagus,” kataku. “Siapa tahu,” demikian kataku, “kamu bisa menyaingi Charles Darwin, Mendel, Pasteur, Rachel Carson, Robert Brown, dkk.”
“Ah… Bahkan aku tidak tahu soal tokoh-tokoh itu, Jer. Kau ini selalu gila di hadapanku,” ia menjawabku dengan senyum yang menggoda.
Sekitar dua jam kami berdua berbincang soal banyak hal, akhirnya Viona berkata bahwa ia harus pulang karena ibunya butuh bantuannya. Aku pun mengiyakan. “Terima kasih sudah mampir kesini,” kataku.
“Iya, Jer. Kapan-kapan aku main kesini lagi ya?”
“Iya, boleh, Vio,” kataku.
Viona pun meninggalkan rumahku. Aku, lalu, masuk ke kamarku. Aku membacakan puisi milik Pablo Neruda.
Clenched Soul
We have lost even this twilight.
No one saw us this evening hand in hand
while the blue night dropped out of the world.
I have seen from my window
the fiesta of sunset in the distant mountain tops.
Sometimes a piece of sun
burned like a coin between my hands.
I remembered you with my soul clenched
in the sadness of mine that you know.
Where were you then?
Who else was there?
Saying what?
Why will the whole of love come on me suddenly
when I have sad and feel you are far away?
The book fell that is always turned to at twilight
and my cape rolled like a hurt dog at my feet.
Always, always you recede through the evenings
towards where the twilight goes erasing statues.
***
November 2015
*Calon bab untuk novel yang tidak (akan) pernah terbit
1 note · View note