a melancholy girl who falls in love deeply with words.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Conversation
Pagi itu....
ku jumpai jasadmu bersandar pada penyangga dipan, melayangkan diriku pada sejuta angan-angan.
matamu mengerjap, mengajak berkelana menelusuri setapak jiwamu yang gemerlap.
kita saling berbisik, berbicara tak bersuara.
di bahu kiriku wajahmu terbenam, rebah bersama engah-engah demi siasati lelah.
tiada yang lebih menawan dari parasmu yang tersentuh lembut oleh cahaya pagi. tentang warna bibirmu yang kemerahan, kulit halusmu yang mengkilap, atau tiap helai rambutmu yang berantakan. kau elok rupawan tanpa pengecualian.
sungguh aku ingin musnahkan lupa, dari hidupku yang biasa saja.
Tuhan menciptakanmu dengan cara yang indah, memikatku tanpa celah. berulang-ulang kulafalkan, sebab hanya itu yang mampu kulakukan.
sesekali kamu tertawa.
pada detik yang sama... kuserahkan hidupku sepenuhnya. menggoyahkan segala angkuh, menghantam perasaan hingga tak kuasa kulawan.
mencintaimu sungguh melampaui ketidakwajaranku.
seluruh diriku selalu memujamu, seluruh dambaku selalu milikmu.
Mampang, 11 Juni 2019
4 notes
·
View notes
Photo
sebab bagiku
mencintaimu tak bisa sewajarnya
menyayangimu tak cukup sekedarnya.
Jakarta, 10 Juni 2019
0 notes
Text
The Untold Story (Part 1 - Coincidence)
Hai! ini akan jadi tulisan yang sangaaaaaaaaaat panjang. Semoga aku mempunyai tekad yang kuat untuk menyelesaikannya. Bagiku cerita ini cukup menarik. Cerita tentang bagaimana takdir mempertemukanku kembali dengan seseorang yang telah aku kenal sejak lama. Kita sebut saja namanya Bintang, okay?
Begini ceritanya...
Saat itu aku baru lulus kuliah, kisaran bulan Oktober. Menganggur satu bulan, aku langsung mendapatkan panggilan interview di salah satu agency lokal. Agency ini terletak di Jalan Bangka, Jakarta Selatan. Aku yang murni nggak tau daerah Jakarta Selatan hanya bisa bertanya-tanya “Jalan Bangka di mana sih?” Aku mencoba memutar memoriku, mengingat teman-teman yang rumahnya sekitar Jakarta Selatan. Kebanyakan, kediaman teman-temanku berlokasi di Jakarta Timur atau Jakarta Pusat. Setelah berjuang mengingat cukup lama, terlintas dalam benakku si Bintang ini. Jika tak salah ingat, Bintang rumahnya di Mampang.. eh, atau Tebet ya? Dimanapun itu... yang terpenting dia tinggal di Jakarta Selatan! Oh iya, Bintang juga pernah bercerita kalau dia bekerja di salah satu agency. Sedikit banyak, mungkin dia bisa membantuku mendeskripsikan pekerjaan dengan lebih konkret. Setidaknya, otakku tak terlalu sepi ketika interview berlangsung kelak.
Sebenarnya, Bintang dan aku terbilang sangat jarang berbincang di kelas. Sebab satu dan lain hal yang menyangkut pihak tertentu, kita tidak terlalu akrab lagi. Di awal perkuliahan, kami berada di lingkup pertemanan yang sama dan berada pada organisasi yang sama. Aku sempat ragu untuk mengirim pesan singkat. Namun, sungguh aku benar-benar tidak tahu harus bertanya kepada siapa lagi. Demi pekerjaan, aku memberanikan diri mengirim pesan singkat. Seingatku, kami tidak pernah bertemu sekitar satu tahun lamanya.
"⭐" "Kenapa, za?" "Lo kerja di agency kan?" "Iya, kenapa?"
Aku banyak bertanya seputar jobdesk, kultur dan juga range gaji. Bintang juga memberikan tips ketika wawancara. Hingga tiba ketika percakapan beranjak perihal lokasi.
"Emang daerah mana sih, za?" "Kayaknya Kalibata deh. Lo tau kan daerah Kalibata?" "Kalibata mananya?" Aku mengirimkan lokasi. "HAH? APAAN NIH ZA?" "iya lokasinya di situ, Jalan Bangka 2F" "LAH ITU BELAKANG RUMAH GUE. KAGET GUE MAKANYA" "DEMI APA? LAH BUKANNYA INI DAERAH KALIBATA?"
Sontak aku langsung girang karena akhirnya aku tidak perlu susah payah lagi mencari letak kantor tersebut. Dengan baik hati, Bintang menjelaskan posisi dan akses menuju ke sana secara rinci. Aku sangat berterimakasih untuk itu, kuiringi harapan agar kebaikan yang ia lakukan lekas berbalik ke dirinya..
Aku sempat bertanya lagi keesokan harinya terkait akses mobil menuju ke sana. Tiba-tiba ada panggilan masuk dari Bintang. Kaget. Canggung tepatnya. 15 menit. Dia mengatakan bahwa sedang menyetir mobil, namun ia khawatir aku membutuhkan informasi dengan segera. Kita membahas tentang jalan. Telepon ditutup.
"Doain gue ya. Wish me luck!"
"Pasti keterima. Keberuntungan lo udah terlihat dari sini"
"Makasih! Gue nggak ngerti lagi lo bener-bener sebaik ini. Semoga Allah membalas kebaikan lo ya!"
Beberapa hari kemudian, aku mendapat kabar bahwa aku diterima! Wah, Bintang benar! atau ucapannya adalah mantra? Aku langsung memberi kabar pada Bintang, Bintang ikut senang saat itu. Bintang juga bertanya kapan aku mulai bekerja.
Aku memulai kehidupan sebagai karyawan agency. Sebulan bekerja di tempat ini, Bintang mengirim pesan singkat. Bintang menanyakan bagaimana hari-hariku dengan pekerjaan baru.
29/11/2018
09:57 ⭐ : Progress kerja lo gimana za? Aman? Udah megang apa aja? 10:03 girzavania nugroho : Hey ⭐ 10:04 girzavania nugroho : Makin sibukk 10:04 girzavania nugroho : Skrg megang brand juga masa 10:04 girzavania nugroho Lu gimana? 10:05 ⭐: Gimana tuh megang brand? Bukannya emg udh megang banyak ya za 10:05 ⭐: Scope kerjanya ngapain aja coba sebutin za
Aku menjawabnya secara antusias. Kita berbicara banyak hal, berdiskusi kemudian menceritakan tentang mimpi-mimpi yang ingin kita raih. Di hari pertama kerja, aku mendapatkan panggilan wawancara di salah satu media sebagai jurnalis. Entah kenapa, sontak aku menceritakan itu ke Bintang. Aku merasa, Bintang berhak tahu tentang perjalanan karirku. Kita berbicara melalui platform Line selama kurang dua atau tiga hari. Lupa. Seperti mendapatkan kawan baru pada sosok kawan lama. Seakan ditemani berjalan oleh seseorang untuk menapaki dunia baru, sehingga aku tak perlu merasa sendirian.
Tenang, ini murni percakapan biasa. Kita sudah sama-sama memiliki pasangan saat itu. Tidak terbesit sedikit pun keinginan untuk bertindak lebih jauh.
Kami beberapa kali sering mengobrol lewat Line, ya paling seputar pekerjaan. Dia bertanya tentang content plan untuk sosmed, ads, dll. Sampai suatu hari, dia memintaku untuk mengajarinya mengatur penayangan iklan di ads manager. Aku berupaya membantu sebisaku.
18/12/2018
15:11 ⭐ : Za 15:12 ⭐ : Lo lebih suka ads ig via FB ads manager atau langsung dr "promote" di aplikasi IG? 15:13 ⭐ : Lo kan udah pro di medsos nih, gue biasanya bikin strategi doang, eksekusi ads sendiri blm prnh wkwk ajarin 15:13 ⭐ : Ya ya 15:14 ⭐ : Lagi ngantor kan? 15:17 girzavania nugroho : ads via FB ueeee 15:17 girzavania nugroho : karena baru bisa fb kaan 15:18 girzavania nugroho : iya sini gue ajarin wkwk 15:18 girzavania nugroho : sebisa w ya
Anak ini merasa kesulitan dalam memahami penjelasanku via chat, akhirnya dia menyerah. Ia memutuskan untuk mengajak bertemu.
15:49 ⭐: ribet gak 15:49 ⭐ : kalo mau ketemuan 15:51 girzavania nugroho : skrg bgt nih? 15:51 girzavania nugroho : ujan 15:51 ⭐: endak lah 15:52 ⭐: kantorku di pancoran 15:52 ⭐: pindah 15:52 girzavania nugroho : buseng 15:52 ⭐ : nanti ku kesana 15:52 ⭐ : kalo mau 15:52 girzavania nugroho : ko pindaaaaaah 15:52 ⭐ : deket kok lebay 15:52 ⭐ : mau apa endak 15:53 ⭐ : kalo ndak bisa disini aja 15:53 ⭐ : ngerepotin ya gue za wkwk 15:54 ⭐ : yowes disini aja dikit lagi nih 15:56 ⭐ : zaa 15:56 girzavania nugroho : mau mau ajaaa 15:56 girzavania nugroho : tp gue aja kelar jam 6 anjir gpp 15:56 girzavania nugroho : ? 15:56 ⭐ : gue jam 8 paling cepet 15:56 ⭐ : malah gue yg gaenak wkwk 15:57 girzavania nugroho : buset dah lu setiap hari sampe jam 8??????? 15:57 girzavania nugroho : gils 15:57 ⭐ : kau mesti pulang ya yaudah deh gajadi kasian 15:57 ⭐ : kan gua nyampe aja jam 12an 15:57 girzavania nugroho : kenapa ga balik jam 6 jg kan standarnya jam 6 paling lama set 7 15:57 ⭐ : kantor ini berbeda, trus yg kaya gabisa bgt liat gue balik cepet
Sebab satu dan lain hal, kami tidak jadi bertemu malam itu. Janji kami ditunda sampai esok paginya.
Keesokan paginya, dia sudah menunggu di depan kantorku. Pukul 10 pagi. Berbekal alasan mencari koran untuk acara tukar kado, aku terpaksa kabur dari kantor demi membantu anak ini memahami ads.
"Weeey, apa kabar? Baru ketemu nih!" aku merentangkan tangan kanan untuk mengajak tos. "Baik, udah sarapan belum?" ujar Bintang sambil membalas ajakan tos kemudian menahan tanganku. "belum sih, tapi emang nggak biasa sarapan juga" "sarapan yuk!" ajaknya dengan tangan kananku yang masih tertawan oleh genggamannya. "okay... bawa korannya?” tanyaku untuk memecah keheningan. Tanpa menjawab, ia mengangkat gulungan koran itu sejajar pelipisnya. “weitss.. makasih!”
Kami menuju salah satu restoran cepat saji terdekat. Lama tak bertemu, tidak lantas membuat kami canggung. Pembicaraan mengalir seperti biasa. Aku mengajarkan langkah-langkah menggunakan Ads Manager. Waktu yang terbatas membuat kita tak leluasa untuk bercengkrama tentang hal lain dan yaaaa... memang tidak ada rencana ke arah sana juga, sih.
Tak berapa lama, notifikasi grup di hp ku berbunyi. Namaku berkali-kali disebut dalam grup whatsapp itu.
"Kayaknya gue udah harus balik ke kantor nih" "Yah.. udah dicari ya?" "Iya nih. Ditanyain hahahaha" "Wah, ayo deh buru-buru"
Tanpa berlama-lama kita bergegas pulang.
Di perjalanan pulang..
"Za, lo tau gak di sebelah sana tuh ada makanan. Di sana juga. Banyak deh" "Iya? Wah, gue nggak pernah kemana-mana. Gue setiap makan selalu dibeliin kantor" "Gue pengen deh kali-kali ajak lo" "Hah? Gimana?" "Eh.. nggak deh"
Seketika hening.
Sesampainya di kantor, salah seorang temanku bertanya hal yang di luar dugaan.
"Itu tadi cowok lo za?" ”Hah? yang mana?” "Tadi yang nganterin lo" "Bukan anjir... tapi doain aja siapa tau jodoh" demi Tuhan ini murni bercanda untuk kepentingan mencairkan suasana dan tolong jangan tanya mengapa kalimat ini terlontar dari mulutku. "Parah lu hahaha" "Hahaha bercanda. Nggak, itu temen gue. nganterin koran. cowok gue mah nggak pernah siang-siang ke sini. Eh, gue udah dapet koran buat tuker kado nih!"
bersambung..
0 notes
Text
Teruntuk Huruf Kapital
Dalam cemasku yang menjadi-jadi,
nuansa menawan terangkum dalam rupa milikmu
dunia tersulam cantik pada laku yang kau cipta
juga tenteram bersauh pada tiap helai rambut yang jatuh di keningmu.
Adalah gemintang yang tak henti berpendar di pelupuk matamu
tak sekali, dua kali tapi selalu.
mengajakku berkelana
telusuri makna dalam bait-bait prasangka
menyibak tirai yang tak tersentuh cahaya
Nihil ku temui sabda Tuhan, mengapa lekatkan sempurna pada jasadmu.
dalam puji untukmu yang tak berkesudahan,
Adakah bahuku yang kau cari di tengah sendumu yang menderu?
apakah punggung tanganku yang kau damba menyeka peluh pada pelipismu?
adakah jemariku yang kau raih dalam gigil dingin yang merajam?
apakah hadirku menjelma menjadi gelak manismu yang teduh?
Racauku hanya namamu, itu selalu.
sadarkah kau seindah itu? sadarkah kau kucintai sejauh itu?
Mampang, 26 April 2019
1 note
·
View note
Text
Mungkin ada baiknya kita tak melulu harus cemas dengan apa yang terjadi. Jujur, aku sempat begitu risau menghadapi hari-hari yang akan datang. Menyikapi rasa jauh, perbedaan, kemudian akrab dengan kesepian. Ini resiko. Aku tahu itu sejak hari-hari kemarin.
Nyatanya, tidak seburuk itu. Ini adalah langkah terbaik, setauku juga tak ada pilihan yang lebih baik dari ini. Bermain-main dengan perasaan bersalah seseorang adalah suatu bentuk kejahatan. Melantah penuh keegoisan dengan berpikir senang-senang saja. Semakin aku tidak melawan, justru aku merasa baik-baik saja. Itu hanya sebatas keresahanku, tapi nyatanya aku lebih kuat dari yang aku kira. Aku kira semua tidak akan baik-baik saja, nyatanya semua terasa baik-baik saja.. Saat ini.
Aku mencoba berdamai dengan diri sendiri. Manakala diri ini berupaya menerima keadaan yang tak selaras dengan kehendak, memaklumkan hal-hal yang tidak dapat digapai sebab keterbatasan kita, atau melakukan segala keterpaksaan namun tanpa menyalahkan apapun dan siapapun. Itu makna berdamai dengan diri sendiri.
Terima kasih telah mengajarkanku berdamai dengan diri sendiri dan segalanya.
0 notes
Text
Aku pun tahu Sukab, senja yang paling keemas-emasan sekalipun hanya akan berakhir dalam keremangan menyedihkan, ketika segala makhluk dan benda menjadi siluet, lantas menyatu dalam kegelapan. Kita sama-sama tahu, keindahan senja itu, kepastiannya untuk selesai dan menjadi malam dengan kejam. Manusia memburu senja kemana-mana, tapi dunia ini fana Sukab, seperti senja. Kehidupan mungkin saja memancara gilang-gemilang, tetapi ia berubah dengan pasti. Waktu mengubah segalanya tanpa sisa, menjadi kehitaman yang membentang sepanjang pantai. Hitam, sunyi dan kelam.
Rupa-rupanya dengan cara seperti itulah dunia mesti berakhir. Senja yang engkau kirimkan telah menimbulkan bencana tak terbayangkan. Apakah engkau tahu suratmu itu baru sampai sepuluh tahun kemudian? Ah, engkau tidak akan tahu Sukab, seperti juga engkau tidak akan pernah tahu apa yang terjadi dengan senja yang kau kirimkan ini. Senja paling taik kucing dalam hidupku Sukab, senja sialan yang paling tidak mungkin diharapkan manusia. - Alina dalam “Jawaban Alina”, Seno Gumira Ajidarma.
0 notes
Text
Part II
"Gue juga kehilangan lu. Lu doang yg bisa gue ajak bikin puisi berantai. Sama lu tuh otak gue jadi penuh kata-kata"
Kalau kalian sudah membaca "Setelah Sekian Lama Akhirnya Memberanikan Diri Mengirim Surat", ada baiknya kalian baca postingan ini juga. Ini adalah lanjutan. Sebenarnya tidak ada niat melanjutkan, tapi ternyata ada lanjutannya. Jika kalian tahu siapa, diam saja.
"Gue boleh mengatakan sesuatu di kisaran dibulan Oktober-November tahun 2014 gak? Tapi gue bilangnya sekarang. Ini cuma mewakili diri gue di bulan dan tahun segitu. Gak ada maksud lain. Supaya ini semua tuntas, walau aneh!"
"boleh. silahkan."
"Vania, aku sayang kamu. Tapi aku lebih sayang ibuku. Tapi aku tetap sayang kamu - Aku, 2014"
"Aku juga menyukai diriku yang menyukaimu pada saat itu - Vania, 2019"
Sebuah pengakuan janggal. Janggal? ya karena memang janggal. Bagiku.
Sebut saja, aku pernah dekat dengan seseorang di suatu masa. Biar aku yang tahu kapannya. Bermula ketika hidup mulai dengan tegas menempa aku yang masih kekanak-kanakan. Awal pendewasaanku adalah patah hati. Bagi orang lain mungkin itu biasa, bagiku segalanya sangat sulit disederhanakan.
Berada di lingkungan baru membuatku harus mengenal manusia-manusia asing. Menghafal setiap nama mereka dan tersenyum ketika berpapasan. Lazimnya begitu kan?
Dengan rasa malas, aku terpaksa harus menghadiri suatu pertemuan terkait tugas untuk sebuah acara. Kudapati mereka sedang duduk-duduk di hamparan rerumputan. Aku yang baru datang segera ikut bergabung.
Kelompok kami ditugaskan membuat sajak, merekamnya kemudian menyerahkan hasil videonya. Aku membaca berulang dalam hati bait-bait sajak yang ada di tanganku, bukan tulisanku tentunya, mereka memberikan ini agar aku membaca bagianku. Bagus juga.. gumamku saat itu.
"ini tulisan siapa?"
"dia"
Segera melirik ke seorang anak laki-laki. Berkulit putih, tidak terlalu banyak bicara dan sesekali tertawa. Saat itu dia mengenakan baju warna hitam dan kemeja flanel bermotif tartan. Jika aku tak salah ingat. Ini sudah lama sekali.
Tanpa berlama-lama, kami pun pulang. Di perjalanan menuju parkiran, aku beranikan diri menghampiri dia.
"lo suka baca buku?"
"gue sukanya cewek"
"kok lo nyebelin?"
Siapa sangka hari-hari setelah itu kami makin dekat. Jangan salah paham! bukan dekat yang bagaimana, dekat selayaknya teman. Aku bercerita sangat rinci tentang laki-laki yang sedang dekat denganku. Dia pun demikian, diceritakannya tentang sosok perempuan yang sedang dekat dengannya. Kami saling mendukung, saling menguatkan.
Dia tahu persis semua hal. Begitu pula ketika aku diperkenalkan dengan kehilangan. Dia menjadi pendengar dan sahabat yang baik, aku sangat merasa lengkap saat itu. Hampir semua hal kami ceritakan. Setiap malam, setiap hari. Melakukan segala hal bersama-sama. Berada di lingkup pertemanan yang sama. Kami sungguh dekat.
Beberapa orang mengatakan seharusnya kami lebih baik menjadi pasangan. Cocok katanya. Memiliki ketertarikan yang sama dan sama-sama enak dipandang (alasan paling tidak berkaitan dengan apapun).
Hampir setiap saat ketika kami saling berkirim surat, teman yang duduk sebelah kami bertanya.
"kalian kenapa sih nggak pacaran aja?"
"nggak tau. kita sahabatan sih"
"kalian kalo punya anak pasti cakep. soalnya emak bapaknya aja cakep".
Aku menoleh ke arahnya. Melihat sebentar ia yang sedang sibuk mencatat. Ya.. dia memang lumayan ternyata. Paling tampan malah di kelas. Aku selalu lambat menilai tampang seseorang yang dekat denganku. Sebab tampang menjadi tidak berarti ketika kita telah akrab dengan seseorang. Betul tidak?
Dini hari, ketika aku menyuruhmu membaca buku-buku feminis, tapi responmu terdengar sangat lugu:
"Iya sih, tapi lu jangan sampe gak nikah! Soalnya kalo lu nikah dan punya anak, anak lu gue yakin cantik (kalo anak lu cewek).. nah kalo lu ga nikah kasian orang cantik jadi berkurang"
hahahahahaha.
Percayalah, tapi aku pun tidak tahu sebab mengapa kita tak bisa bersama. Saat itu belum, tapi sekarang sudah.
"lo suka nggak sama dia?"
Pertanyaan ini sangat menguras pikiran. Lebih susah ketimbang menjawab soal-soal ujian mata kuliah Manajemen Pembangunan!
"nggak tau. kalau pun suka, kayaknya nggak bisa. dia aja udah sama orang lain. tapi kayaknya emang sebatas temen aja"
Sebab perasaanku untuknya selalu terlihat samar. Terlalu kabur untuk dieja. Terlalu dekat namun sulit untuk diraih. Perasaan itu menggantung. Kami terlalu dekat. Sekali lagi, kami sangat dekat. Aku tahu siapa perempuan yang ia kagumi. Aku tahu. Sama sekali tidak terbesit di pikiranku untuk melangkah ke kemungkinan-kemungkinan selanjutnya. Akan terasa sulit jika berusaha memulai memercikkan rasa dengan makna lebih. Memadamkan sebelum berkobar adalah pilihan terbaik. Aku tidak mau kehilangan sosok teman yang aku butuhkan.
Kita memang sempat tidak seakrab dulu. Melepaskan diri satu sama lain. Sebab sudah menulis romansa masing-masing. Romansa kita ternyata jauh lebih lucu dari apa yang dibayangkan. Jika kemarin aku tidak memberanikan diri mengirim surat, pasti kamu tidak akan mengatakan hal ini pada pukul setengah tiga pagi.
"Van, sesuai janji gue, malem ini gue mau sampaikan sesuatu ke elu. Walaupun ini (mungkin) gak penting, tapi gue harus tetap menyampaikan nya, karena bagi gue ini waktu yg tepat untuk menyampaikan hal itu. Gue harus sampaikan hal ini supaya gue gak punya beban perasaan masa lalu.
Jadi gini.. Jujur, dulu gue suka sama lu. Mungkin lebih dari suka. Apalah namanya itu, intinya gue punya rasa yg lebih dari sekedar teman atau sahabat ke lu. Kurun waktunya bisa dibilang ketika awal-awal kuliah hingga kita sering bikin sajak berantai. Tapi disaat itu gue nyadar diri, lu sedang mengagumi sosok dia dan gue pada waktu itu masih masa PDKT sama dia. Tapi namanya perasaan gak akan mungkin bisa dibohongin.
.... Dan entah kenapa perasaan itu terus tumbuh, gue selalu berusaha untuk nutup2in soal perasaan gue ke lu ke siapapun. Dan pada akhirnya perasaan itu lambat laun menghilang ketika gue pacaran sama dia, dan lu mulai deket dan pacaran sama dia
... Iya emang gue nyembuiin se-paripurna mungkin soal perasaan gue ke elu. Gue ga pernah cerita ke siapa pun ttg lu selain ke puisi samar-samar gue. Gue juga mengakui kalo gue gak ada pergerakan sedikitpun untuk menyatakan perasaan gue ke elu. Jujur, gue bener2 bimbang waktu itu soalnya gue udah terlanjur deket sama dia duluan..
Iya gue tau lu tipikal cewek kayak gini (gaksuka kode-kodean), makanya gue gamau kode ke elu. Gue main aman aja dan sebisa mungkin buat nutupin perasaan gue ke elu. Kalo misalkan waktu itu gue gak deket sama dia, mungkin akan berbeda....
... Kalo gasalah itu setelah atau pas hari ultah gue. Lu masih inget gak? Kalo gue masih inget jelas. Di perjalanan pulang dari lu ngebahas hal ttg kenyamanan. Ketika itu jawaban gue untuk menanggapi obrolan lu tuh sangat normatif, karena gue rancu yg lu maksud itu gue atau bukan. Tapi waktu itu perasaan gue amburadul gak karuan, dibilang seneng ya seneng bgt, tapi disatu sisi gue masih deket juga sama dia. Cuma bimbang yg gue rasa.
Masih inget puisi gue di Gunung Gede waktu itu? Puisinya ada di note yg udah ilang. Kalau gak salah judulnya "wanita berkerudung merah", atau bisa juga salah, soalnya gue udah lupa bgt. Intinya di puisi itu gue mengagumi seseorang perempuan. Jujur, sebenernya puisi itu untuk lu. Tapi gue ga berani bilang ke lu kalo puisi itu tertuju ke lu. Ketika gue ngasih tau puisinya ke lu pas di kelas, lu langsung bilang kalo puisi itu sangat romantis dan mengklaim puisi itu buat dia dan gue meng-iya-kan pernyataan lu. Itu adalah salah satu dari sekian kebohongan yg gue sembunyiin ke elu selama bertahun-tahun.
Perihal puisi berantai yg judulnya "Vania", disitu gue gak nganggap lu sebagai teman atau sahabat, tapi gue menganggap itu sebagai rasa cinta dan kekaguman gue ke elu. Itu dari perspektif gue.
...Ini dia yg bikin semua jadi ambigu. Mungkin maksud lu pengen curhat segala macam ke gue itu karena faktor gue selalu ada buat lu, tapi kan gue punya persepsi lain, dan gue kesel bgt akan hal seperti ini. Segala sesuatu nya jadi ngambang dan gak ada alur kejelasan....
Dan gue berharap dengan gue menceritakan semua hal ini hubungan persahabatan kita jangan jadi canggung. Lu harus tetap jadi Vania yg gue kenal, dan gue juga akan tetap jadi gue yg lu kenal. Tanpa ada sekat. Tanpa ada rasa canggung.
Tapi ketika lu sama dia, jujur gue seneng, soalnya lu udah dapet yg "pasti", ...dan karena gue tau lu bahagia sama dia, gue ingin menjauh dari lu (dalam artian kalo dulu gue pernah suka sama lu) supaya gue bisa belajar buat berdamai sama masa lalu."
Sebelumnya, aku ingin mengucapkan terimakasih telah memberikan aku jawaban mengapa kita tidak dapat bersama. Keraguan itu selalu meraja hingga langkahku berjalan ke arahmu selalu tercekat. Aku terlalu takut untuk bersama karena yakin itu tak kunjung ada. Terima kasih telah memberikan jawaban atas pertanyaan yang tak terjawab. Sekali pun harus menunggu bertahun-tahun lamanya. Maaf jika aku tidak pernah berupaya menawarkan kemungkinan-kemungkinan, sebab semua terasa tidak semestinya. Aku tidak pernah menyanggupi sesuatu diluar kesanggupanku.
Aku memang bodoh perihal isyarat. Sering tak menangkap maksud. Selalu luput dan tidak piawai.
"Entah mau ngetik apalagi....... gue dulu sayang sama lu van. Ah elah.. Lu nyadar gaksih kalo chatingan lu itu sebenarnya bikin gue bermaksud lain ttg persahabatan kita, apa emang itu mau lu pada waktu itu?"
Jawabannya sama. Aku tidak sadar.
Maaf atas ketidaksadaranku dan ketidakmengertianku akan banyak hal. Banyak hal-hal yang orang kira aku mengerti, padahal tidak.
Memang ada beberapa cerita yang tidak memiliki usai. Tapi... terimakasih kamu telah merampungkannya... dengan penuh kejutan tak terduga.
Mungkin ini adalah cara semesta mempertemukan kita kembali, menjadi sepasang teman baik tanpa ada yang berubah. Kita tidak perlu merasa saling kehilangan lagi.
0 notes
Text
Nggak Bisa Tidur
mendungku kian larut. apakah mendungmu juga? aku yakin kau paham sebabnya.
diam demi diam menggenap, rasa kantuk melenyap.
lagi-lagi mataku enggan terpejam.
aku terjaga. apa kau tetap di sana?
0 notes
Conversation
3:00am
membungkam untuk berujar
mengecap asing kemudian terkapar
kita terjerat letih sendiri
ditelantarkan harapan yang menari-nari
serta perasaan yang sibuk berlari-lari
0 notes
Quote
Vania, aku sayang kamu. Tapi aku lebih sayang ibuku. Tapi aku tetap sayang kamu.
G, 2014
0 notes
Text
.
akhirnya, kita akan kembali pada apa yang kita sebut rumah. kembali menapaki jalan penuh tapak kaki yang terasa akrab dikenali.
perlahan, aku tertegun. keberadaanku adalah fana. bertahta di ambang abadi dan tiada. bagimu, nihil pun tak apa. engkau berbeda, tentangmu selalu ada.
memang bukan tugasmu mencari, aku yang memilih berlari. menanti kau tukas namaku sekali lagi, mengemas beribu cemas agar aku menolak pergi. kiranya aku keliru memaknai. begitu lugu merangkum arti.
jauh sungguh tak pernah jadi pilihan, sebab dekat selalu jadi kehendak.
di tiap liku jalan, nyaliku habis terkikis. selaksa tanah membakar gerimis.
dalam samar pekat malam, kekosongan tahu kepada siapa ia harus menerkam.
semoga kamu bahagia dengan apa yang kamu miliki.
1 note
·
View note
Video
tumblr
sedang sering menonton serial ini. menarik juga. Langit dan Matahari tampak lucu! :)
0 notes
Conversation
The Hidden Skill
Ayah: "kamu potong rambut?"
Aku : "Iya"
Ayah : "kapan ke salonnya?"
Aku : "potong sendiri"
Ibu : "masa? ke salon kali"
Aku : "iya. sendiri"
obrolan pagi ini..
memendekkan rambut adalah sebuah pilihan, memotong sendiri adalah keputusan.
"kenapa? buang sial?"
tidak sih. aku tidak merasa sial sejauh ini.
Panjangnya rambutku telah mencapai punggung. Namun, kini ia tergerai hanya sebatas bahu. Muasal dari segala ini sebab aku tak sanggup mengurusnya, beberapa di antaranya bercabang kemudian kering di bagian ujung. Terasa tidak nyaman membiarkan mereka terabaikan, lalu tumbuh memanjang dengan terbengkalai. Tidak adil rasanya ketika ingin memiliki tapi tak sanggup merawat. Sejak duduk di bangku sekolah, aku selalu memimpikan rambut sepanjang ini. Memang ada hal-hal di dunia ini yang lebih baik disimpan dalam ingin saja.
Harapku, segenap resah dan gundah turut segera terpangkas bersama helai-helai rambut yang kutebas pagi ini. Beruntung, Tuhan menciptakan aku bukan sebagai makhluk yang suka menyesali apa yang ada. Semoga senantiasa demikian.
Tiba-tiba pengen belajar tentang hair cut deh hahahaha.
0 notes
Photo
106 notes
·
View notes
Photo
hm
“Your soulmate is not far from you” — Toei’s love fortune in EP.6
175 notes
·
View notes