#permohonan MK
Explore tagged Tumblr posts
Text
Tim Hukum Helmi-Mi'an: Lakukan Pengujian UU Pilkada ke MK dan DKPP
Tim Hukum Helmi-Mi’an: Lakukan Pengujian UU Pilkada ke MK dan DKPP KANTOR-BERITA.COM, BENGKULU|| Tim Kuasa Hukum pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu Helmi Hasan dan Mi’an, bersama dengan pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Bengkulu Selatan, Elva Hartati dan Makrizal Nedi, mengambil langkah hukum dengan mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan…
#DKPP Pilkada 2024#kode etik#Masa jabatan kepala daerah#Pengawasan kode etik#pengujian UU Pilkada#penyelenggara pemilu#permohonan MK#Tim Hukum#Mahkamah Konstitusi
0 notes
Text
Namun ketika kita berbicara mengenai demokrasi, kita tidak bisa berbicara demokrasi secara umum. Kita perlu bertanya demokrasi untuk siapa? Untuk kelas mana? Anies Baswedan dan PDI Perjuangan yang sekarang sedang dikurung sendirian oleh KIM+ tentu terganggu dengan upaya sebagian besar fraksi DPR tersebut. Kalau berhasil, maka mereka dapat kehilangan “hak demokratis” mereka untuk memiliki calon gubernur di DKI Jakarta. Tapi apa untungnya bagi buruh dan rakyat Indonesia? Apa yang kita dapatkan kalau mereka bisa memiliki calon gubernur atau bahkan memangkan kursi gubernur DKI Jakarta?
Senin, 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora mengenai Undang-Undang Pilkada. Terdapat dua putusan penting di hari yang sama. Pertama, putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Di dalam putusan ini, MK menyebut bahwa partai politik atau gabungan partai politik serta Pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah walaupun mereka tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Ambang batas Pilkada ditentukan dari jumlah Daftar Pemilih Tetap Pemillu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait.
Kedua, adalah putusan Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian syarat batas usia calon kepala daerah yang diatur Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada. MK menolak permohonan dua mahasiswa, Fahrur Rozi dan Anthony Lee, yang meminta MK mengembalikan tafsir syarat usia calon kepala daerah sebelum adanya putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024. Adapun, putusan MA tersebut berhubungan dengan perubahan syarat usia calon kepala daerah menjadi saat pelantikan calon terpilih. Sebelumnya, syarat terkait berlaku saat penetapan calon oleh KPU.
Sehari setelahnya, Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) berencana untuk mengadakan rapat guna mendalami Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang batas usia calon. Rencananya, rapat diselenggarakan pada Rabu, 21 Agustus 2024. Namun, tidak hanya mengeksaminasi dua putusan itu, DPR berusaha untuk menganulirnya. Upaya menganulir dua keputusan tersebut mengarah pada dua tujuan. Pertama, ada dua skenario berhubungan dengan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024. Yaitu mengembalikan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dengan tetap menerapkan Pasal 40 tentang syarat ambang batas, yaitu 20 persen kursi DPRD bagi partai calon atau gabungan partai untuk mengusung calon atau memberlakukannya pada Pilkada 2029. Kedua, adalah mengubah usia calon kepala daerah sejak dilantik sesuai Putusan MA meski MK dalam putusan 70/PUU-XXII/2024 menegaskan usia calon kepala daerah terhitung sejak penetapan bukan sejak pelantikan.
Sikap DPR yang demikian kemudian mendorong terjadinya konsolidasi di antara beberapa kalangan gerakan. Per hari ini, aksi-aksi terjadi di Palembang, Padang, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Malang, Cianjur, Bandung, Makassar, Surabaya. Apa yang dapat dipotret atas kemarahan tersebut? Terdapat dua kecenderungan sudut pandang. Pertama, marah karena DPR terlihat berusaha untuk mengakomodir rencana Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM +) bertarung melawan kotak kosong di Pilkada Jakarta. Kedua, marah karena menganggap situasi demokrasi di Indonesia sudah memburuk dan Dinasti Jokowi telah keterlaluan.
Namun ketika kita berbicara mengenai demokrasi, kita tidak bisa berbicara demokrasi secara umum. Kita perlu bertanya demokrasi untuk siapa? Untuk kelas mana? Anies Baswedan dan PDI Perjuangan yang sekarang sedang dikurung sendirian oleh KIM+ tentu terganggu dengan upaya sebagian besar fraksi DPR tersebut. Kalau berhasil, maka mereka dapat kehilangan “hak demokratis” mereka untuk memiliki calon gubernur di DKI Jakarta. Tapi apa untungnya bagi buruh dan rakyat Indonesia? Apa yang kita dapatkan kalau mereka bisa memiliki calon gubernur atau bahkan memangkan kursi gubernur DKI Jakarta?
Bukankah semua partai-partai tersebut, baik yang berada di dalam KIM+ termasuk juga PDI Perjuangan serta juga Anies Baswedan justru berperan besar dalam mendukung secara langsung ataupun tidak langsung pengesahan berbagai produk hukum yang merusak demokrasi, merusak demokrasi bagi buruh dan rakyat? Bukankah faktanya, rentetan produk hukum anti demokrasi banyak yang dilahirkan di Indonesia selama Rezim Mega-Hamzah, SBY-JK dan SBY-Boediono? Selama 10 tahun Rezim Jokowi, kita melihat berbagai produk hukum anti demokrasi juga terus disahkan.
Di tahun 2017, Jokowi mengeluarkan PP No. 60 Tahun 2017 yang mengatur keramaian umum dan kegiatan politik memerlukan izin dan dapat ditolak dan boleh dibubarkan jika tidak mengantongi persetujuan Polisi. Tahun yang sama, Perppu Ormas disahkan yang akhirnya membuat pembubaran organisasi massa dapat dilakukan secara langsung oleh Pemerintah, tanpa melalui mekanisme pengadilan. Di dalam UU Terorisme dan UU ITE revisi era Jokowi, terdapat pidana untuk orang-orang yang memilih untuk abstain dalam pemilihan umum. Selain itu terdapat juga KUHP baru yang di dalamnya memuat pasal makar, penghinaan presiden dan penodaan agama.
Di sektor perburuhan, sikap anti demokrasi rezim Jokowi sudah nampak sejak mereka mengeluarkan PP 78/2015 yang secara esensial menghilangkan akses serikat buruh untuk terlibat dalam penentuan upah minimum. Ke depan, DPR dan Pemerintah juga tengah menggodok revisi UU Polri yang membuat polisi dapat semakin berpolitik dan revisi UU TNI yang membuka pintu anggota TNI aktif menduduki jabatan-jabatan sipil. Produk-produk kebijakan anti rakyat tersebut dilahirkan dalam iklim politik parlemen yang relatif sama: disepakati oleh semua partai, yang mendukung ataupun tidak mendukung pemerintahan Jokowi.
Itu bukan berarti bahwa berbagai faksi elit politik dapat terus bersatu dan hidup bahagia. Tentu saja ada pertarungan di antara mereka tapi pada dasarnya pertarungan tersebut adalah pertarungan jatah kekuasaan politik dan sumber-sumber ekonomi. Kita tidak bisa mengatakan bahkan membayangkan bahwa pertarungan antar faksi elit politik akan terkait dengan kepentingan buruh dan rakyat seperti demokrasi dan kesejahteraan. Pertarungan mereka akan selesai seiring pembagian jatah kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi selesai. Apakah kita semua masing mengingat pertarungan Jokowi-Ma’aruf lawan Prabowo-Sandiaga? Apakah masih ingat bagaimana Jokowi-JK berjanji pemerintahannya akan profesional? Prabowo dan Sandiaga menjadi menteri Jokowi-Ma’aruf sedangkan pemerintahan Jokowi semakin jelas merupakan pemerintahan bagi-bagi jabatan termasuk kepada mereka yang pernah menjadi lawan politiknya.
Tentu saja PDI-Perjuangan akan berselancar di tengah arus penolakan revisi UU Pilkada. Dalam situasi ini, gerakan harus mengangkat tuntutannya sejelas-jelasnya, setegas-tegasnya, sekongkrit-kongkritnya. Tanpa itu maka faksi-faksi borjuis yang ada dapat dengan mudah memberikan isian dari ruang kosong tuntutan yang dibuat oleh gerakan. Ini bisa saja mendorong salah satu bagian dari gerakan untuk menghentikan gerakan ataupun lebih parah adalah kuda tunggangan dari faksi borjuis yang ada.
Tuntutan-tuntutan yang merupakan kepentingan dari buruh dan rakyat untuk demokratisasi, pertama dan terutama adalah penghapusan seluruh produk hukum yang anti demokrasi. Di dalamnya termasuk berbagai produk hukum di atas. Semua produk hukum terkait pemilihan umum ataupun partai politik harus menghilangkan hambatan apapun, batasan apapun, syarat apapun serta harus membuka seluas-luasnya, mempermudah semudah-mudahnya akses buruh dan rakyat untuk mendirikan partai politik ataupun mengusung calon pemimpinnya sendiri.
Semua paket undang-undang-undang ini adalah pondasi penghancuran demokrasi buruh dan rakyat di masa Reformasi di satu sisi, di sisi lain alat kepentingan kelas penguasa. Dapat dipastikan, akan terus menjadi senjata rezim kekuasaan selanjutnya: sisa-sisa Orde Baru dan dinasti politik. Ketika tuntutan-tuntutan tersebut diperjuangkan, dengan sendirinya perjuangan buruh dan rakyat akan membangun tembok pemisah dengan elit borjuasi sehingga sulit untuk diintervensi atau sekedar menjadi kuda tunggangan salah satu faksi borjuis.
Pada akhirnya untuk melawan kebijakan-kebijakan anti demokrasi, menghancurkan sisa-sisa rezim militer Soeharto dan dinasti politik dibutuhkan kekuatan politik dari buruh dan rakyat itu sendiri. Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) sebagai kekuatan progresif yang relatif signifikan di Indonesia harus menginisiasi dan menuntaskan pembicaraan serta pembangunan kekuatan politik alternatif. Kekuatan politik alternatif atau sebuah partai politik yang bertujuan untuk merebut kekuasaan politik adalah kebutuhan mendesak dari buruh dan rakyat Indonesia. Poin ini penting untuk diperjelas karena masih terdapatnya kekacauan pandangan di antara gerakan itu sendiri. Misalnya pandangan yang mengatakan bahwa membangun kekuatan atau partai politik alternatif itu terlalu ngawang-ngawang, ataupun pandangan yang menghapuskan tujuan perebutan kekuasaan itu menggantikannya dengan pandangan LSM ataupun gerakan moral bahwa tujuan gerakan adalah menjadi oposisi ataupun menjadi semacam kritikus loyal, penyeimbang atau semacamnya.
4 notes
·
View notes
Text
MK kabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dkk soal UU Cipta Kerja
Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indo
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Berita lengkapnya : Klik disini
0 notes
Text
Hukum kemarin, Uji materi UU Ciptaker hingga kru tvOne kecelakaan
"Ya, ada tiga korban meninggal dunia. Saat ini para korban sudah dibawa ke RSI Pemalang,"
Jakarta (ANTARA) - Sejumlah peristiwa hukum yang menarik pada Kamis (31/10) telah diwartakan di kanal Hukum, mulai dari MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja hingga tiga kru tvOne meninggal karena kecelakaan.
MK kabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dkk soal UU Cipta Kerja
Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Selengkapnya di sini
Kapolres: Empat orang luka serius ditabrak truk kontainer di Tangerang
Tangerang (ANTARA) - Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Zain Dwi Nugroho menyebutkan empat orang menjadi korban truk kontainer yang dikendarai secara ugal - ugalan sehingga menabrak sejumlah kendaraan."Hingga sore ini, kita mendata ada empat orang yang jadi korban dengan rincian tiga orang perempuan dan satu laki-laki," kata Kapolres Kombes Zain di Tangerang Kamis.Klik selengkapnya di sini
0 notes
Text
Regenerasi Macet, Perlukah Masa Jabatan Legislator Dibatasi?
Regenerasi Macet, Perlukah Masa Jabatan Legislator Dibatasi?
Tak seperti jabatan eksekutif yang hanya boleh dijabat dua periode, jabatan legislator di Senayan bisa dilakoni sepanjang hayat. Pasalnya, tidak ada norma hukum yang membatasi berapa kali seseorang boleh mencalonkan diri menjadi anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Seseorang yang pernah menjadi anggota DPR, DPD, dan DPRD bisa berkali-kali menjadi anggota dewan. Syaratnya hanya satu, yaitu memenangkan pemilu legislatif.
Sejumlah kalangan menilai hal itu sebagai ketidakpastian hukum. Pasalnya, jika lembaga eksekutif dibatasi menjabat paling lama dua periode, lantas mengapa masa jabatan di lembaga legislatif tidak dibatasi.
Ekses dari ketiadaan aturan hukum soal pembatasan masa jabatan legislator itu adalah stagnasi. Parlemen akhirnya hanya diisi oleh wajah-wajah yang “itu-itu saja” sehingga perkembangan lembaga legislatif berjalan lambat.
Maka tak mengherankan Mahkamah Konstitusi (MK) berkali-kali menerima permohonan agar norma pembatasan masa jabatan anggota legislatif bisa ditetapkan. Teranyar, permohonan ini dilayangkan oleh politikus Muhamad Zainul Arifin.
Zainul merupakan kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang gagal tembus ke Senayan pada Pileg 2024 lalu. Oleh karena itu, Zainul meminta MK agar membatasi masa jabatan anggota DPD, DPR, DPRD dan MPR paling lama dua periode.
Zainul melayangkan permohonan agar MK menguji konstitusionalitas Pasal 76 Ayat 4, Pasal 252 Ayat 5, Pasal 318 Ayat 4, dan Pasal 367 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
UU MD3 memang tidak secara gamblang membatasi masa jabatan anggota legislatif. Pasal 76 UU MD3, misalnya, hanya menyatakan bahwa masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Ketiadaan aturan batas masa jabatan anggota legislatif dinilai turut membikin regenerasi di tubuh lembaga legislatif macet. Terlebih, anggota yang punya modal dan pengaruh besar lebih berpeluang untuk terpilih berkali-kali menjadi anggota legislatif. Seturut temuan dari tim hukum Zainul, bahkan ada anggota legislatif yang telah puluhan tahun menjadi penghuni Senayan.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, memandang bahwa pembatasan masa jabatan anggota lembaga legislatif merupakan upaya untuk mendorong regenerasi dan menghindari dominasi oleh elite politik tertentu. Namun, upaya ini tidak selalu efektif jika tidak diimbangi dengan sistem kaderisasi yang kuat di partai politik.
“Tanpa adanya penguatan pada internal partai, pembatasan tersebut mungkin hanya akan menghasilkan rotasi wajah tanpa substansi perubahan,” ujar Annisa kepada reporter Tirto, Jumat (25/10/2024).
Baca juga: UU MD3 Masuk Prolegnas 2024, DPR Bantah Mau Revisi Posisi Ketua
Puluhan Tahun di Senayan
Kaderisasi yang baik dapat menciptakan pemimpin berkualitas yang siap menjalankan amanat jabatan. Sehingga, regenerasi yang diharapkan dapat terwujud dengan lebih baik.
Regenerasi di DPR, kata Nisa, memang penting untuk menciptakan dinamika dan keberagaman suara dalam pengambilan keputusan. Kendati begitu, Nisa juga mengingatkan bahwa regenerasi tidak berarti sebatas mengganti anggota legislatif lama dengan wajah-wajah baru.
Regenerasi yang bermakna di DPRD, DPR RI, DPD, dan MPR perlu beriringan dengan proses pendidikan politik dan pelatihan kader parpol yang mumpuni. Apabila kaderisasi dan pendidikan di parpol tidak berjalan dengan baik, yang dihasilkan hanyalah orang-orang baru dengan isi kepala dan sikap orang-orang lama.
Menurut Nisa, regenerasi di DPR mengalami kemandekan akibat tidak ada pembatasan masa jabatan. Hal itu pun bakal berimbas negatif terhadap proses demokratisasi secara luas. Ketika anggota legislatif dari kelompok yang sama terpilih terus-menerus, inovasi kebijakan dan respons terhadap kebutuhan masyarakat yang terus berubah bakal mengalami stagnasi.
“Anggota legislatif yang sudah puluhan tahun menjabat dapat kehilangan kedekatan dengan konstituen mereka, serta kurang peka terhadap isu-isu baru,” ucap Nisa.
Kuasa hukum Zainul, Abdul Hakim, menyatakan pengaturan norma hukum perihal batasan masa jabat anggota legislatif penting demi mencegah terbentuknya kekuasaan yang terpusat pada individu atau kelompok tertentu.
“Dengan begitu, ruang partisipasi setiap warga negara terbuka lebar dan proses sirkulasi politik pun dapat berlangsung secara sehat dalam alam demokrasi,” kata Abdul saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (25/10/2024).
Abdul menambahkan bahwa pasal-pasal yang diuji di MK dinilai membuat kerugian konstitusional yang aktual bagi kliennya sebagai warga negara yang mencalonkan diri pada Pileg. Hal itu disebabkan karena tidak ada kesempatan yang sama dalam pemerintahan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D Ayat 3 UUD 1945.
“Karena ruang keterpilihan anggota DPR baru menjadi sempit dan sirkulasi kekuasaan pada lembaga legislatif menjadi macet,” jelas Abdul.
Dalam dokumen permohonannya untuk MK, Abdul juga melampirkan sejumlah nama-nama anggota legislatif yang telah bercokol di Senayan dalam waktu puluhan tahun. Misalnya, Guruh Soekarnoputra dari PDIP yang sudah menjadi anggota legislatif selama 30 tahun.
Selanjutnya, ada Ferdiansyah dari Partai Golkar yang sudah menjadi anggota DPR selama 25 tahun 19 hari. Ada pula mantan Wakil Ketua DPR periode lalu, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, yang sudah menjadi anggota DPR dari Fraksi PKB selama 20 tahun 22 hari. Selain itu, ada Hidayat Nur Wahid dari PKS yang sudah menjadi anggota legislatif selama 20 tahun 19 hari.
Dalam dokumen tim kuasa hukum Zainul, anggota legislatif paling lama di Senayan adalah Muhidin Mohamad Said dari Golkar. Dia menjadi anggota dewan di Senayan selama 32 tahun 19 hari.
Menurut Abdul, urgensi pembatasan masa jabatan anggota legislatif sebenarnya telah diungkapkan dalam berbagai studi akademik. Namun, DPR selaku pemegang kuasa legislasi utama seolah tutup mata atas berbagai hasil studi yang ada.
“DPR seolah-olah tidak pernah tahu atas apa yang ditemukan dan apa yang disarankan akademisi perihal dampak buruk dari ketiadaan pembatasan periodesasi jabatan,” ucap Abdul.
Baca juga: CSIS Khawatir Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran Pengaruhi Jumlah DPR
Mendobrak Tirani Kekuasaan
Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, menilai bahwa pembatasan masa jabatan anggota legislatif memang diperlukan. Pasalnya, dengan aturan yang ada saat ini, anggota DPR seakan-akan bisa terpilih seumur hidup.
Hal ini, kata dia, serupa masalah politik yang mendorong amandemen untuk membatasi masa jabatan presiden menjadi dua periode. Bila di ranah eksekutif sudah berlaku maksimal dua periode, seharusnya hal yang sama berlaku untuk lembaga legislatif.
“Ini kan jadi anomali tersendiri,” kata Musfi kepada reporter Tirto, Jumat (25/10/2024).
Musfi menjelaskan bahwa beberapa negara Amerika Latin, seperti Bolivia dan Kosta Rika, sudah menerapkan pembatasan masa jabatan bagi legislator. Di sana, anggota lembaga legislatif hanya boleh menjabat sebanyak dua kali.
Dengan kata lain, sudah ada dua rujukan sejarah atas urgensi pembatasan masa jabatan DPR.
Yang pertama adalah sejarah di bangsa Indonesia sendiri, yakni untuk mencegah terjadinya tirani. Dan kedua, referensi dari bangsa lain yang sudah menerapkan hal serupa.
Pembatasan masa jabatan anggota legislatif pun bukan hanya soal regenerasi wajah penghuni Senayan semata. Ia juga diperlukan demi menekan tirani kekuasaan. Kekuasaan, kata Musfi, mampu mengubah psikologi seseorang jika terlalu lama terlena jabatan. Macam perkataan Lord Acton: “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely.”
“Jika tidak ada pembatasan periode, wajah anggota DPR hanya itu-itu saja. Meskipun ada wajah baru, ternyata itu adalah sanak keluarganya,” terang Musfi.
Selama ini, menurut Musfi, siklus kekuasaan di DPR cenderung mengarah pada pemusatan segelintir keluarga kaya dan sosok-sosok berpengaruh. Regenerasi DPR jadi penting untuk mendorong reformasi kebijakan dan birokrasi dalam perumusan produk undang-undang.
Ketiadaan aturan pembatasan masa jabatan legislatif, DPR justru rentan menjadi tempat pemusatan kekuasaan keluarga dan proksi bisnis. Hal ini dinilai Musfi sebagai biang masalah lahirnya produk undang-undang yang dinilai tidak prorakyat.
Musfi yakin betul bahwa rencana pembatasan masa jabatan anggota legislatif akan menuai respons resisten dari para penghuni Senayan. Pasalnya, menjadi anggota dewan sebatas dipandang sebagai prestise. Banyak yang candu ketika sudah berhasil duduk di parlemen.
Terlebih, DPR misalnya, punya kewenangan memanggil menteri-menteri hingga membuat produk legislasi yang menentukan pembangunan negara.
“Bukan hanya memanggil, anggota DPR dapat mendebat hingga memarahi para menteri. Ini kan sensasi kekuasaan yang luar biasa,” ujar Musfi.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, menilai wacana pembatasan masa jabatan anggota legislatif adalah hal yang diperlukan untuk mendorong kaderisasi partai politik yang bermakna. Secara tidak langsung, kata dia, pembatasan masa jabatan anggota legislatif bisa mendorong proses meritokrasi di tubuh parpol.
“Sehingga, parpol membangun mekanisme menjaring orang-orang muda untuk bisa menggantikan tokoh politik lama,” ucap Yance kepada reporter Tirto, Jumat (25/10).
Gagasan ini juga dapat mendorong loyalitas pemilih tidak terpusat hanya pada satu dua individu saja. Namun, memiliki loyalitas lebih besar kepada partai politik yang mampu melahirkan kader-kader mumpuni sebagai wakil rakyat.
“Oleh karena itu pula, partai politik perlu menawarkan tokoh-tokoh baru yang energik untuk menjadi calon anggota legislatif,” sambung Yance.
Baca juga:
DPR Tetapkan 13 Pimpinan Komisi di Periode 2024-2029
Baleg Persilakan Masyarakat Usul RUU yang Masuk ke Prolegnas DPR
Regenerasi Macet, Perlukah Masa Jabatan Legislator Dibatasi?
Sumber: https://www.msn.com/id-id/berita/other/regenerasi-macet-perlukah-masa-jabatan-legislator-dibatasi/ar-AA1t2FwX?ocid=msedgntp&pc=U531&cvid=b108676f9b35431a91b006bf0b387cca&ei=41
Akses, 28/10/2024.
0 notes
Text
Mahkamah Konstitusi Menolak Gugatan Pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu
JAKARTA, cinews.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. “Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Suhartoyo di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2024. Gugatan itu berkaitan dengan Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pemohon…
0 notes
Text
MK Kembali Gelar Sidang Pengujian UU Desa yang Diajukan 14 Cakades Terpilih di Konawe Selatan
Jakarta, BuletinNews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian materiil Pasal 118 huruf e Undang-Undang Nomor 3 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Selasa (21/08/2024). Permohonan Perkara Nomor Perkara 92/PUU-XXII/2024 ini diajukan…
0 notes
Text
MK Tolak Permohonan Pendeta Papua Terkait Bupati Walikota Harus OAP
JAKARTA | PAPUA TIMES- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan perkara yang diajukan Bastian Buce Ijie, seorang pendeta dari Kota Sorong (Pemohon I), Zakarias Jitmau (Pemohon II), serta Willem Sedik (Pemohon III) terkait Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat Orang Asli Papua (OAP) yang berasal dari rumpun ras…
0 notes
Text
MK Izinkan Kampanye Pilkada di Kampus Asal Tanpa Atribut
INGATLAH.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan permohonan dua mahasiswa Universitas Indonesia (UI) terkait uji materi Pasal 69 huruf i dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada. MK memberikan lampu hijau bagi kampanye Pilkada di kampus, asalkan kampanye tersebut tidak menggunakan atribut. Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan bahwa permohonan para mahasiswa tersebut diterima…
0 notes
Text
KPU Kota Bogor Bantah Tudingan Manipulasi Suara Golkar di Dapil 3
RASIOO.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor menepis tuduhan yang dilontarkan Partai Golkar terkait dugaan perubahan suara dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil Kota Bogor 3. Tuduhan tersebut dibawa ke sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa 13 Agustus 2024. Permohonan yang diajukan oleh Partai Golkar ini teregistrasi dengan…
0 notes
Text
Ulak Karang Peduli Tegas Berikan Dukungannya Kepada H. Leonardy Harmainy
PADANG, Sumbarlivetv.com — Gelaran PSU (Pemilihan Suara Ulang) terhadap DPD RI Dapil Sumbar oleh KPU Sumbar pada tanggal 13 Juli 2024 mendatang, membuat 15 orang calon yang dulunya ikut bertarung, kembali bersiap-siap menghadapi pemilihan tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui, MK (Mahkamah Konstitusi) mengabulkan permohonan Irman Gusman agar pemilihan DPD RI Dapil Sumbar diulang, dengan…
View On WordPress
0 notes
Text
UU Tapera Digugat ke MK
JAKARTA (Arrahmah.id) – Undang-Undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang baru-baru ini menjadi perbincangan dan mendapat penolakan dari pekerja swasta digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasarkan surat permohonan pada website MK yang dikutip, Sabtu (22/6), gugatan dilayangkan oleh Leonardo Olefins Hamonangan S.H selaku karyawan swasta (Pemohon I) dan Ricky Donny Lamhot Marpaung…
View On WordPress
0 notes
Text
KPU Kota Serang Segera Laksanakan Putusan MK
SERANG– Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Serang memastikan akan segera melaksanakan hasil putusan Mahkamah Konstitusi terkait 2 sengketa Pileg di Kota Serang yang telah diputus. Kedua sengketa tersebut telah diputus pada Kamis (6/6/2024) lalu. Hasilnya yaitu mengabulkan sebagian permohonan dari pemohon Partai Demokrat dan menolak seluruhnya dari pemohon PPP. Terkait putusan dari pemohon Partai…
View On WordPress
0 notes
Text
Uji materi UU Ciptaker dikabulkan MK, Partai Buruh: Keadilan masih ada
residen Partai Buruh Said Iqbal mengatakan bahwa keadilan masih ada usai Mahkamah Konstitusi(MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang diajukan partainya bersama sejumlah serikat buruh yang lain.
“Bahwa keadilan itu masih ada. Kami sangat terharu dan mengapresiasi para hakim MK. Tidak ada dissenting opinion (pendapat bereda) pada hari ini,” kata Said Iqbal saat ditemui usai sidang pengucapan putusan di Gedung I MK, Jakarta, Kamis.
Berita lengkapnya : Klik disini
0 notes
Text
MK kabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dkk soal UU Cipta Kerja
Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indo
Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.MK setidaknya mengabulkan pengujian konstitusional 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang dimohonkan oleh Partai Buruh. Sementara itu, satu pasal yang dimohonkan tidak dapat diterima, sedangkan permohonan selain dan selebihnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum.Adapun, pokok permohonan yang dikabulkan MK tersebut berkenaan dengan norma Pasal 42 ayat (1) dan ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4; Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12; Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 13; Pasal 64 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 18; Pasal 79 ayat (2) huruf b dan Pasal 79 ayat (5) dalam Pasal 81 angka 25; Pasal 88 ayat (1), Pasal 88 ayat (2), serta Pasal 88 ayat (3) huruf b dalam Pasal 81 angka 27;
Kemudian, Pasal 88C, Pasal 88D ayat (2), Pasal 88F dalam Pasal 81 angka 28; Pasal 90A dalam Pasal 81 angka 31; Pasal 92 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 33; Pasal, 95 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 36; Pasal 98 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 39; Pasal 151 ayat (3) dan ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40; Pasal 157A ayat (3) dalam Pasal 81 angka 49; dan Pasal 156 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 47 UU Cipta Kerja.
Sementara itu, satu pokok permohonan yang tidak dapat diterima adalah berkenaan dengan norma Pasal 156 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 47 UU Cipta Kerja. MK tidak dapat menerima karena pokok permohonan terkait pasal dimaksud bersifat prematur.
Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Para pemohon mengajukan 71 poin petitum yang terdiri dari tujuh klaster dalil, yakni dalil mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan minimum upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang penggantian hak upah (UPH), dan uang penghargaan masa kerja (UPMK).
0 notes