#minimal nikah
Explore tagged Tumblr posts
Text
He's the constant thing in the depth of my mind that has been rooted way too deep and I do not think I'm able to uproot him. He's there and he's staying.
He's probably thriving with every tears that had fallen from our eyes :')
<TFW you have class tomorrow but he's been plaguing your mind 24/7>
(The base)
#orv#omniscient reader's viewpoint#fanart#orv fanart#orv kdj#gapapa bukan jodoh#minimal nikah#doodle#pretty kim dokja#kim dokja#having stress?#draw Kim Dokja
95 notes
·
View notes
Text
“أنت القصة التي لا أريد أن تكون لها نهايه".
You’re the story that I never want to have an end.
—
💍 ٠١/٠٦/٢٣
#personalphotographs #متزوجة #simplenikah #noweddingextravagance
65 notes
·
View notes
Text
Jangan sampai
Beberapa kali aku mendengar dari adik-adik under 29:
"Ah tehdin masih single di 30an hepi-hepi aja tuh"
Jangan ya. JANGAN SAMPAI kalian mengalami se-usia ku: perempuan dan masih single. Ujiannya berat. Kalo gak gila, minimal stress. Yang feeling content? ada, setelah beberapa fase mengambil "hikmah".
Kalau bisa menikah sebelum 30, menikahlah. Mengurangi adu mulut dengan orangtua, saudara, tetangga, teman, dan netizen. Tapi kalo mau dicobain, ya gapapa. Kali aja penasaran yekan.
Di negara yang enggak ramah single usia 30 ini, memang harus "pintar" me-menej emosi, dan wajib bodo amat. Gak dikit-dikit overthinking dan blaming yourself "oh ada yang salah sama aku, makanya aku menarik orang yang salah terus".
Jadi apa? jangan sampai kalian mengikuti jejak aku dan para mbak yang lain. Nikah sebelum 30 udah paling bener: dengan catatan kamu mau menikah sama dia, dia pun begitu, dan orangtua merestui.
7 Oktober 2024
100 notes
·
View notes
Text
Normalnya
Kemarin lusa ngobrol sama psikiater, dari kurang lebih 2 jam ngobrol ada banyak sekali yang kubawa pulang dalam pikiran. Mau kutulis di sini, biar nggak lupa. Karena ada beberapa aspek pembahasan yang loncat-loncat, jadi nggak apa-apa kutulis seloncat-loncat itu.
Jadi kemarin diskusi soal cara berpikir yang normal dan tidak normal. Sehingga kita jadi mudah mengidentifikasi diri sendiri dan juga orang disekitar kita, normal apa enggak.
Normalnya, orang kalau mau menikah itu kan pasti mencari yang baik. Nyari yang lebih baik darinya atau minimal setara. Kalau sampai ada yang nyarinya di bawah kualitas dirinya - yang penting mau sama dia. Bahkan mungkin terjebak dalam toxic relationship dengan orang yang buruk banget karakternya tapi tetap dipertahankan. Ini udah nggak normal. Kalau orang normal, pasti akan mencari yang baik, bukan yang buruk. Dan akan langsung nge-cut kalau sudah tahu kondisinya demikian.
Wajar kalau orang tuamu itu pengin kamu dapat pasangan yang baik secara bibit-bebet-bobot. Kamu sudah dihidupi, disekolahkan, banyak hal yang dikorbankan orang tuamu untukmu bisa kayak sekarang. Eh pas mau nikah, seadanya orang yang penting cinta. Wajar sekali kalau nantinya orang tuamu muntab dengan keras kepalanya dirimu. Itu normal. Nggak normal justru kalau orang tua membiarkan diri kita tersesat dalam memilih pasangan hidup, membiarkan kita terjebak dengan orang yang salah, apalagi kalau nanti tahu anaknya KDRT terus sama ortu kalian nggak boleh cerai karena malu-maluin - jaga nama baik keluarga, tidak mau tahu, dan sebagainya. Itu baru nggak normal.
Normalnya, orang kalau sudah tahu bahwa orang yang kita kenal itu karakternya buruk. Meskipun, bukan kita yang mengalami kejadiannya langsung. Alarmnya sudah ON, sudah akan berhati-hati untuk membangun hubungan. Bukan malah mengabaikan data itu dan menganggap selama bukan kita yang mengalami, maka itu semua FINE FINE aja. Tidak terjadi di kita, bukan berarti itu adalah hal baik. Normalnya, kita akan lebih waspada dan itu memang sangat wajar.
Sangat wajar dan normal sekali kalau kita kemudian membangun boundaries dan tidak membangun hubungan dengan orang-orang yang sudah melewati batasan kita. Justru nggak normal dan pasti ada sesuatu, kalau kita tidak bisa memberikan rejection pada orang-orang tersebut. Tidak membangun boundaries, yang terjadi adalah diri sendiri yang kesulitan. Jadi wajar sekali kalau bahkan mungkin kamu memutus hubungan dengan mereka. Jadi, selama ada fitur unfollow - block - hide - report, silakan dipakai.
Sebagian hal itu adalah dari obrolan kemarin. Catatan lainnya banyak, tapi akan jadi catatan penting bagi diri aja.
Oh iya, ke psikolog/psikiater itu tidak hanya kalau kamu sedang sakit secara mental dan emosional. Dan kondisi sehat, coba aja cek-cek aja. Selayaknya medical-check up dalam kondisi sehat.
-kurniawangunadi
453 notes
·
View notes
Text
Perempuan Dominan
Sebenernya pengen bahas ini dah lamaaa banget, tapi bingung nulisnya kayak gimana. Sampai akhirnya aku terpantik dari story tehdin sekitar minggu lalu, yangmana belio dapat nasihat jangan terlalu dominan
Aku agak gemes, karena dominan seringkali konotasinya negatif. Padahal tidak selalu seperti itu
Oh iya, sebelum menulis ini, aku tanya dulu sama suamiku, "Aku ini dominan nggak sih mas?". Dia jawab, "Iya".
"Definisi dominan menurut mas itu kaya gimana?", tanyaku. "Unggul, kuat", jawabnya
"Hmm masa? Kayanya lebih ke berpengaruh gitu nggak sih mas?", tanyaku. "Hmm gak juga. Tapi iyasih, membawa pengaruh", jawabnya
"Akupun juga terpengaruh beberapa hal dari mas. Buktinya aku sekarang lebih calm dan gak se-sangar dulu", kataku. "Trus mas nyesel gak nikah sama aku? Aku kan dominan. Biasanya cowo-cowo gak mau tuh sama cewe yang suka ngatur", tanyaku
"Enggak. Meski kamu sering reaktif, bawel, tapi itu kan juga perhatian. Aku suka sama orang yang bisa diajak diskusi dan ngasih saran. Trus kadang kalo aku sudah maunya A, kamu juga gapapa, bisa terima aja", jawabnya
Perempuan dominan memang cocok sama laki-laki yang perlu dukungan dan validasi; yang perlu diajak negoisasi dan diskusi. Dominan seringkali dianggap negatif, padahal bukan berarti angkuh dan berkuasa, justru dominan itu memiliki kontrol kuat dalam dirinya, sehingga mudah menempatkan diri pada kondisi
Namun bukan berarti nantinya tidak ada konflik, pasti ada karena dua individu berbeda. Biasanya kita mencari yang minim potensi konflik
___
Dulu sebelum menikah, yang paling khawatir ialah mamaku, karena beliau tau aku orangnya dominan, tidak mau diatur, kuat pendirian dan keras kepala. Padahal aku merasa diriku gak semenakutkan itu. Terbentuk seperti itu karena keluargaku memang keras, ceplas ceplos, no baper-baper. Aku merasa diriku ini diplomatis, gak saklek, tapi ketika orang-orang menilai berbeda. Ya slow aza
Kayanya udah biasa ya, cewe-cewe dominan dan independen selalu dapat nasihat dari orang lain yang intinya jangan terlalu dominan. Tapi aku selalu skeptis. Why? Ya nggak apa-apa dong, asalkan paham dengan kapasitas diri, paham dengan peran berdasarkan prinsip masing-masing, bisa mengatur ego
Gak masalah menjadi perempuan yang dominan, strong, independen atau apa lah sebutannya. Justru itu harus, daripada nggak punya pendirian, gak tau tujuannya apa, cuma ngikut alur dan mudah terwarnai. Manut-manut ae, dikon nyemplung kali moro gelem sisan wkwk candaa ini perumpamaan aja
Kalau istri cenderung dominan dari suami, tetap harus bisa menghargainya sebagai kepala keluarga; juga sebagai suami. Beri ruang, dan turunkan ego. Pahami love language pasangan. Dua tahun ini, aku juga akhirnya belajar, bahwa memang benang yang mbulet itu harus diluruskan (dibicarakan baik-baik dan belajar memvalidasi apa yang sedang dirasakan)
Sekalem-kalemnya suami, tentu ia tetap ingin diperlakukan sebagai kepala keluarga yang punya andil besar dalam setiap keputusan. Istri mendampingi, menemani dan keduanya saling support
Jadi.. pasangan itu bukan saingan, justru saling mendukung. Siapapun yang lebih dominan, sebisa mungkin mau memposisikan diri dalam hal satu atau hal yang lainnya. Kedudukan suami di atas, dan istri di bawah suami, bukan berarti ada penindasan atau sebagainya. Dikarenakan suami memiliki peran dan tanggungjawab paling besar di dalam keluarga
Semoga Allah lembutkan hati kita untuk terus berbaiksangka, juga saling mendukung orang-orang di sekitar kita
Jakarta, 1 Agustus 2023 | Pena Imaji
262 notes
·
View notes
Text
Kalo ditanya, apa yang paling lo sesali sekarang, jawaban gue adalah MENIKAH.
Jadi, pliss, banget buat lo semua yang masih single, lo wajib ketemu manusia yang bener-bener tepat. Dia juga harus punya keluarga yang mendukung lo apapun keputusan lo dan pasangan lo. Lo harus ketemu pasangan yang, mereka ngga banyak di atur sama keluarganya, harus punya pasangan yang punya pendirian, punya prinsip, punya visi dan misi yang sama dengan lo. Biar hidup yang bakal berjalan selamanya itu terasa ringan untuk di jalani.
Satu lagi, lo perlu ketemu kelurga besar calon pasangan lo minimal sekali. Biar lo punya gambaran tentang hidup lo kedepannya, bakal gimana setelah gabung jadi keluarga mereka.
Dan, semoga kalian ngga takut nikah ya.
Menikah akan indah ketika bersama dengan orang yang tepat.
😉
#kehidupan#married life#pernikahan#menikah#motivasi#opinion#tulisan#writers on tumblr#catatan#cinta#pasangan hidup
48 notes
·
View notes
Text
Hasil Promil 7 tahun
Melewati anniversary yang ke 7 di November kemarin, ga nyangka udah banyak waktu yang aku lewati bersama suami. Jujur sebelum nikah aku kira punya anak itu ga susah, habis nikah-hamil-punya anak seperti keluarga normal lainnya. Makanya pas masuk usia kepala 3 aku pingin cepet nikah biar aku bisa besarin anak ga terlalu tua (pikiran aku dulu).
Setahun, dua tahun belum hamil juga masih belum berasa, aku dan suami sering pergi berdua tapi akhir tahun kita coba untuk promil. Waktu itu masih dengan minum vitamin yang diberi dokter, lalu karna masuk pandemi dan aku ketrima kerja di tempat yang sibuknya luar biasa, terpaksa promil berhenti dan ga lanjut lagi.
Di Oktober 2022 aku tergerak untuk promil lagi di RS Jakarta yang terkenal sbg RS bayi tabung pertama di Indonesia. Aku bersyukur dipertemukan dengan para suster yang luar biasa baik, helpfull dan menyemangatiku untuk bisa hamil. Mereka salah satu alasan aku tetap bertahan di RS tersebut meski inseminasi pertama gagal, aku tetap mau inseminasi kedua. Oya, kenapa jadinya inseminasi bukan ivf? Karna ivf butuh sel telur minimal 5, sedangkan aku hanya ada 1 setiap bulannya. Setelah gagal inseminasi ke 2, dokter memutuskan untuk aku istirahat dulu dari promil karna udah terlalu lama bolak balik RS.
Memasuki pernikahan ke 7 kemarin dengan usia yang juga sudah tidak muda lagi serta tuntutan harus punya anak dari keluarga suami (yang memang sebenernya belum tau detail kondisiku) maka aku putuskan ayo promil lagi. Mengikuti saran teman yang berhasil hamil dengan dokter di Bandung, meski dapat antriannya sulit sekali karna banyak yang mau ketemu beliau, akhirnya Allah bukakan jalan dengan berhasil reservasi setelah mencoba semingguan.
Di perjalanan ke Bandung aku bilang ke suami kalau dokternya ceplas ceplos, yang menurut beliau bisa bantu beliau bantu, yang menurut beliau ga indikasi beliau akan ngomong baiknya hidup berdua aja. Seingatku aku bilang "Nanti kamu bisa Terima kemungkinan terburuknya ga kalau dokternya sampai bilang gitu?" Suamiku bilang "iya"
Selasa itu aku dapat nomer urut 14, dijadwal jam 11.30. Sampai Bandung jam 07.30, kami makan di tempat favoritku yang setiap ke Bandung wajib sarapan Soto Segaar Boyolali. Setelah makan, sampai RS sekitar jam 09.00. Tanya security, print barcode yang ada di aplikasi lalu diarahkan ketemu perawat di ruangan.
Pagi itu aku hanya dapat info bahwa kemungkinan ketemu dokter di jam 1 karna beliau ada tindakan 4 bayi tabung dan disuru tunggu lagi. Baru ketemu dokter sekitar setengah 3 sore dan kagetnya sebelum ketemu dokter diburu2in minta hasil lab dsbnya. Ini tuh gara2 pelayanan RS sebelumnya yang bagus banget jadi berasa jomplang banget hiks.
Kenapa aku bilang bagus banget pelayanannya di RS Jakarta? Karna ketika baru datang suster minta aku duduk di satu ruangan. Kami sama2 duduk, suster memperkenalkan diri lalu tanya jawab "sudah berapa lama menikah? Apakah ini pernikahan yang pertama? Apakah ada riwayat hamil? Apakah ada riwayat keguguran? Apakah ada riwayat penyakit lain? Apakah sudah pernah melakukan pemeriksaan AMH, HSG, TSH utk ibu dan analisis sperma untuk bapak? " Setelah sudah dicatat semua, kembali ke ruang tunggu dan dipanggil dokter.
Kalau yang terakhir kemarin serba buru2 banget semuanya sampai bingung. Ga lama ketemu dokternya, diperiksa USG, baca hasil lab dan hasilnya dokter bilang bijaknya hidup berdua aja, sumber kebahagiaan ga cuma dari anak aja, masih banyak yang lain. Eh ternyata gue ga kuat, nangis di depan dokternya.
Keluar RS hujan besar, makin nangis otw ke hotel. Di hotel kayak masih ngang ngong. Masa iya aku yang pingin banget punya anak ini harus berdua aja? Dari kecil aku paling suka anak kecil, tapi aku ga punya adek. Waktu liat teman-temanku sudah nikah, punya anak, aku malah merantau jauh dari keluarga, aku sering bantu kakak2 perawat jagain anak2nya kalau mereka lagi turun lapangan, bahkan aku yang tidurin atau kasi susu mereka. Sesuka itu woy aku sama anak-anak. Aku merasa ujian ini terlalu berat buat aku.
Beberapa hari berjalan aku masih kebangun sendiri pas tidur. Lama-lama aku mulai bisa nerima, kayaknya orang yang dikasi ujian ga cuma aku sendirian. Tapi hati aku ancur banget sih ini, cuma aku bisa apalagi? Aku dan suami juga udah lakuin semaksimal mungkin.
Semoga Allah gantikan dengan kebahagiaan2 lain😭
12 notes
·
View notes
Text
Takut
Seru banget deh kemarin lihat instastorynya Judith, dia dan rekan-rekannya di Kompas.id lagi nge-run investigasi series gitu berkaitan dengan angka pernikahan yang turun di Indonesia recently (as are in all other parts of the world). Terus ada satu tulisan yang judulnya “Mencari Jawaban dari “Kapan Nikah?”(4)” https://www.kompas.id/baca/investigasi/2024/10/21/mencari-jawaban-dari-kapan-nikah?open_from=Investigasi_Page (semoga nggak kena paywall ya, soalnya aku subscribe Kompas.id jadi bisa baca dengan mudah), dan ada part yang intriguing banget di salah satu quote interviewee-nya. Eh ternyata gak direct quote deng, udah di-intisari sama penulis artikel, tapi bunyi kalimatnya gini:
“Antonius pun sudah menempuh studi S-3. Menurut dia, perempuan yang dapat menjadi pasangannya dinilai dari segi wawasan, ketertarikan untuk mengobservasi sesuatu, selera seni, kemauan untuk belajar hal-hal baru, pengenalan diri, kemampuan memahami orang lain, serta kemampuan berpendapat dan mengartikulasikannya dengan baik. Dia melanjutkan, pasangan yang berwawasan, berpendidikan, dan mau untuk belajar membuat relasinya tidak membosankan. Ada beragam hal yang bisa dieksplorasi dan diobrolkan dengan pasangan.”
I choked when I read “selera seni” karena iyasih emang gakpenting-penting banget kayanya bagi beberapa orang, tapi buat aku itu tuh penting banget buat dicari di pasangan! Begitu selesai baca artikel Kompas ini, otakku langsung wandering around ngalor ngidul: “Iya yah, kalau nanti suamiku gak suka dengerin musik gimana… nggak ngerasa musik itu penting in life… Kalau belum pernah denger Stray Kids gapapa deh, bisa ku-perkenalkan, tapi kalau nggak sampai dengerin MCR… matilah aku.
Terus juga kalau dia gak bisa melukis atau gakpernah megang brush seumur dia hidup juga gapapa deh masih bisa kutoleransi, tapi minimal tahu van Gogh itu siapa dan bisa menikmati painting/sculpture the way I do…
Kalau dia gakpernah nonton musical theatre aku bisa introduce juga, gapapa. Duh tapi kalau bisa, suamiku minimal pernah nonton konser YaAllah dan semoga dia juga senang ngeliatin minute details on stage engineering dan manajemen performance. Semoga dia pernah getting involved in any kind of art production deh: be it in a band, or plays, dance group, atau bahkan jadi sound engineernya aja pun gapapa.”
Udah tuh kan kekhawatiran tentang “selera seni”-nya… Apakah berhenti di situ sodara-sodara? Tentu saja tidak.
Makin parah sekarang spiralnya pindah ke keilmuan… (palm face). “Kalau dia gak se-fascinated itu ngelihat fossil gimana…? Atau meteorite? Atau just plain burung making sound in the park??? Aku harus sama orang yang appreciating nature juga Ya Allah, kayanya biologist wouldn’t be a bad option… atau orang yang belajar space engineering/aviation juga gapapa deh minimal dia bisa appreciate betapa kerennya burung bisa terbang dengan segala aerodinamisitasnya (is that even a word?)”
Setelah profesi/keilmuan, pindah ke lifestyle/hobby… “Terus harus suka baca juga ni orang, jangan sampe amit-amit gak suka baca. Kalau bisa tapi jangan yang bacanya self-help book gitu Ya Allah karena cringe banget gabisa banget akutuh sama abang-abang/dedek-dedek yang paling iye ngerasa paling ngerti gimana dunia bekerja cuma gara-gara selesai baca “The Psychology of Money” (I have no beef on this book whatsoever and I also haven’t read it, but you know what I mean, you guys know this very specific group of people and how annoying they can be). Selain suka baca, I would be really grateful YaAllah kalau ni orang well-traveled, minimal pernah nyusun itinerary travel sendiri, knows how to book flights, hotels, making visa. Intinya amit-amit banget kalau sampai harus deal sama cowok yang gak bisa ngapa-ngapain sendiri atau cuma bisa nyuruh-nyuruh orang doang. I don’t mind sih kalau dia emang belum banyak visited places, tapi minimal banget mau belajar dan adaptasi aja udah cukup kok YaAllah. Sama I would really appreciate kalo orang ini juga suka belajar new languages, how fun the house will be kalau kita keep switching languages dan baca buku berbagai macam bahasa sambil travelling ke banyak tempat buat practice ngomong bahasa itu??! (Ok udah agak a stretch, sekarang jadi kayak imajinasi tingkat tinggi).”
Tau gak beres dari mikir ini apa yang kepikiran di otakku? “Buset Non lu mau cari suami atau cari mahasiswa bimbingan skripsi???” Tapi WAJAR KAN??! Orang ini adalah orang yang aku akan spend the rest of my life with?! Tentu aja aku bakal harus compromise for certain things and he will do, too. But it never hurts to be specific on who you want to share your life with???
Ujung-ujungnya tapi melihat track record aku, most of the time, kalau aku sudah SUKA banget sama orang, sampe head over heels, udah kek kena santet, biasanya ya don’t matter juga mau ni orang dengerinnya ST12 juga (don’t at me, I love ST12, and RADJA too, I think they are geniuses). Tapi being single over 30 now dan setelah mengakumulasi cukup lumayan pengalaman hidup berrelasi dengan orang-orang, at least aku tahu kualitas apa yang aku GAK MAU ada di calon pasanganku kelak. And it’s a really good filter.
Pada akhirnya, pas dipikir-pikir lagi, teman-temanku pun nggak dengerin Stray Kids tapi aku bisa-bisa aja berteman sama mereka, teman-temanku sekarang nggak semuanya bisa appreciating fossil the way I do but I have no problem. Mereka juga nggak nonton konser, makanya ku selalu nonton konser sendirian. Beberapa ada yang suka baca, tapi mayoritas nonton tiktok dan aku masih mau temenan sama mereka. Beberapa ada yang learning 3rd, 4th language, tapi mostly ya cuma bisa Bahasa Indonesia dan English and I am fine with that. Mungkin emang kayanya standarku tinggi banget tapi pas dilihat-lihat lagi, rasa toleransiku sepertinya jauh lebih tinggi/besar daripada “ick”-ku sama orang. Pada akhirnya aku tetap sayang sama teman-temanku ini, kalimat andalanku: “Well, if they are happy, so am I.”.
Seperti yang baru aja ku-post di instastory kemarin, sebetulnya ku cuma butuh suami yang hobi masak dan bersih-bersih rumah karena jujur capek banget kerja seharian nulis tesis tuh, apalagi kalau ngelab YaAllahhhh. Pulang-pulang masih harus mikir masak apa, motongin onions, berdiri depan kompor… Marilah kita berdoa dan wujudkan suami yang punya “selera seni” yang sama denganku dan jago memasak itu. Aamiin. (Kata orang kalau doa di-spell out baik out loud verbally atau dalam bentuk tulisan, biasanya akan jadi lebih mudah termanifestasi, karena otak kita sudah tahu apa yang kita mau).
30.18 31/10/2024 15:07
(I really should be writing my thesis but here I am, writing what I want in my future husband).
15 notes
·
View notes
Text
hikmah menarik di tahun 2024 (2)
kali ini tulisannya agak panjang. aku mau menceritakan seorang teman hebatku yang baru saja beberapa hari lalu sidang magister.
—
“aku ambil fast track bukan buat ngejar gelar cepet, tapi seneng aja dapet kesempatan belajar gratis di saat kesempatan itu Allah hadirkan di depan mata. aku juga pengen mulia di hadapan Allah dengan aku berilmu”
begitu kata dia yang dulu masuk kuliah di umur yang ke-17 tahun. dia dapet kesempatan fast track karena cumlaude. proud bestfriend!
aku kenal dia di hari pertama masuk kuliah. setelah beres kelas hari pertama waktu itu, aku sksd banget ke dia karena namanya lucu. aku bikin lelucon, yang kayanya garing sih, tapi dia ketawa. dari situ lah akhirnya kami berteman dekat, sangat dekat. kami pernah nangis berdua saat kami menyampaikan unek-unek masing-masing. ahaha lucu banget deh [intermezo dikit].
aku selalu suka sama semangatnya nuntut ilmu. lebih suka lagi ketika tau alasan dibalik semangatnya dia. katanya gini, "aku tuh suka kimia soalnya relate sama kehidupan, dan bikin jadi sadar sama kuasa Allah". mungkin dia juga merasakan frekuensi yang sama ketika ngobrol denganku, sampai akhirnya dia ngajak bikin proyek 'sains berbicara', yang isinya mengungkap kebenaran-kebenaran di dalam Al-Quran lewat fenomena sains. tapi sayangnya proyek itu cuma berjalan beberapa bulan karena kesibukan masing-masing.
aku takjub sama kasih sayang yang amat nyata dari Allah untuk dia. bisa dibilang, dia hampir tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk kuliah. selama 4 tahun + 1 tahun dia kuliah, selalu aja ada beasiswa terbuka untuknya. aku ingat saat aku menginap di kosan-nya beberapa bulan lalu, dia bilang, "selama ada semangat untuk Allah, Allah sendiri yang bakal ngejamin rezeki buat kita".
kemarin dia abis posting sesuatu di ig nya yang menceritakan kisah perjalanan pendidikannya. dari yang awalnya SD di kampung halamannya, lanjut SMP SMA di kecamatan yang mana jaraknya jauh banget dari kampungnya. terus dia izin ke orang tuanya mau kuliah. ibunya nangis karena ngga punya uang buat ngewujudin impiannya itu. sampai akhirnya dia berusaha keras supaya bisa kuliah gratis. alhamdulillah atas izin Allah dapet tuh beasiswa bidikmisi. proud bestfriend (2)!
aku pernah ikut dia ke rumahnya di kampung. subhanallah itu mah bener-bener di pelosok gunung yang minim cahaya minim sinyal. ga ada yang namanya indomart alfamart. ga ada gofood shopeefood. terus aku nanya “temen-temen kamu mana? kok kayanya sepi di sini ga ada muda mudi”. kata dia “temen temenku mah beres SMA langsung pada nikah. pada kerja meren wayah kieu mah”. di saat temen-temen SMA-ku masih satu dua orang yang udah nikah, ini dia sendiri yang belum nikah di antara teman-temannya. menandakan lingkungan di kampung-nya ngga punya concern ke pendidikan (ya kan?) tapi dia, dengan semangatnya? memilih untuk lanjut S2?! masyaAllah.
begitulah. aku amat bersyukurr Allah pertemukan aku dengan dia. aku harap semoga kami ngga pernah lost contact dan kami bisa ke syurga bareng huaa aamiin!
sekian dan semoga aku bisa menyusul dia lanjut magister🤪
6 notes
·
View notes
Text
Salahkah bila aku ingin laki-laki yang menjadi suamiku kelaka adalah seorang laki-laki yang minimal setara denganku, terutama perihal pemahaman agama. Tentang bagaimana manhajnya, bagaimana ia memandang syari'at Allaah. Tentang apa dan bagaimana rumah tangga di jalankan. Salahkah bila aku ingin laki-laki yang bisa membimbingku menjadi lebih baik ?
Bukankah seorang laki-laki yang bergelar suami itu adalah guru bagi istrinya ? Seorang imam yang harus mampu mengarahkan istrinya ?
Aku tak ingin asal menikah. Aku nggak ingin asal milih pasangan. Meskipun usiaku saat ini beranjak kepala 3, tapi aku nggak ingin menikah hanya karena umur atau desakan orang tua. Aku ingin menikah ketika aku sudah siap dan bertemu dengan ia yang bisa dan mampu membimbingku. Ia yang akan menjadi partner ibadahku nantinya.
Sakit hati rasanya ketika ibu bilang "umur kela 3 itu susah cari yang lajang,". "Nikah itu gak suah pilih2. (Perihal rupa) ".
Aku memang bukan wanita yang cantik jelita, aku sadar wajahku juga pas-pasan. Tapi boleh kan aku punya kriteria ?? Boleh kan ??
Kenapa bahkan orang yang paling aku sayangi saat ini menjadi orang yanh menyakiti ?
Bukankah ibunda khadijah menikah dengan rosul saat usia kepala 4 dan rosulullah umur 25 ?
Dear ibuku...
Aku belum siap menikah saat ini. Meski umurku sudah 28+. Karena aku ingin menyembuhkan dulu trauma yang ada dalam diriku.
Aku nggak ingin menikah karena dipaksa jadinya terpaksa. Karena segala hal yang di paksakan akan berakhir tidak baik.
Aku menulis ini karena saat aku bernicara dengan ibu, ibu nggak mau denger penjelasanku perihal apa yang sebenarnya ku mau.
Bu.. Aku ingin menikah dengan laki-laki yang memiliki value yang sama denganku.
Karena bagiku, menikah bukan untuk satu aatau dua bulan/tahu. Tapi untuk selamanya.
Aku nggak ingin menikah dengan terpaksa yang menjadikanku sulit untuk taaat dengan suamiku nanti.
Bu.. Cukup ibu membsarkan hatiku, mendukungku dalam ketaatan pada Allah.
Bila pun Allah tidk memberikanku jodoh di dunia, aku yakin selama aku taat dan bisa masuk surga-Nya, aku akan di nikahkan Allah di Jannah-Nya nanti..
Nulis ini sambil mewek
53 notes
·
View notes
Text
Hilang Arah?
Apa sih sebenernya yang dicari? Berkali-kali gue dibilangin, jangan terlalu tinggi buat kriteria. Iya ini prolog nya perkara jodoh emang. Di umur 26 ini yang temen-temen gue udah banyak punya anak 2😂 rasa nya udah kebal kalau ditanya kapan nikah. Senyam senyum aja minta doain, Allah yang tau, gue juga sendiri bingung. Kalo jodoh nya udah keliatan juga mau nya cepet gasi wkwk.
Sampai seminggu yang lalu, gue merasa kriteria yang gue masukin cv itu adalah bentuk minimal dari wujud calon suami. Dibanding waktu lulus kuliah kriteria gue udh jauh lebih mending padahal, tapi tetep aja, kata umi gue 1 banding 1000 laki-laki kaya gitu di Indonesia. Dibilangin sama umi kaya gitu jawaban gue sama, "aku cuma satu juga di dunia kok". Nah minggu lalu, gue dibilangin, apa yang kita cari di masa nyari jodoh itu ya yang akan jadi ujian di perjalanan pernikahan. Gue gatau ya asli nya gimana, tapi karena yang ngomong orang soleh jadi shohih dong.
Kata beliau, "maka itulah cari yang paling baik agamanya, karena ujian agama itu lebih mudah dilalui dibanding ujian dari faktor lain yang berat dunia nya". Ihiy, apa tidak telak wkwk. Poin utama nya, ya perbaiki dulu niat nya. Sebelum melangkah lebih jauh lagi.
Kenapa jodoh harus sekufu? Ya supaya fiid dunya wal akhirati hasanah. Tapi menggapai kufu yang sama, perlu proses panjang. Gue langsung ngerunut, apa-apa yang gue sebutkan jadi kriteria nyatanya akhir-akhir ini di gue sendiri abai. Terutama sunnah-sunnah yang sering banget kelewat. Poin utama itu jelas lurusin niat, tapi gue bener-bener lupa sama sekufu agama yang perlu gue usahakan saat ini. Ustadzah nya teh bilang, perbaiki dulu ibadah nya. Klise kan, tapi ya emang makin kesini bukan makin bener ibadah gue malah ngalor ngidul. Tilawah ramadhan aja ga sampe setengah capaian tahun kemarin, what a shame😂
Siapa yang hilang arah? Gue. Punya banyak pinta dan harapan tapi lupa mengetuk pintu langit. Merasa cukup karena hidup ini tidak sejungkir balik tahun-tahun kemarin. Ngga bersyukur banget kan? Tahun ini Allah uji dari sisi yang jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya.
Most of part of this notes emang curhat sih wkwk. Ini gue kasih aji-aji dari ustadzah supaya tulisan ini ada berkah nya yakan. Beliau bilang, perhatikan 4 waktu. Apa aja tuh, solat kan 5 bukan 4. Iya ini baru juga buat gue, dan waktu searching susah nyari pembahasan nya. So here's the details :
Sebelum subuh
Setelah subuh sampai terbit matahari
Sebelum maghrib
Maghrib ke isya
Kata nya, manusia cuma diminta waras di 4 waktu itu aja. Waras in terms of kodrat manusia sebagai hamba Allah yang diciptakan untuk beribadah ya. Sisa nya sak karepmu, mau kejar dunia, sok mangga kejar. 4 waktu itu penting karena menandai pembuka dan penutup hari. Dibuka dengan yang baik, ditutup dengan yang baik. Sebelum subuh diisi dengan sholat tahajud dan perbanyak istighfar. Setelah subuh jangan tidur, tilawah plus baca arrahman alwaqiah. Sebelum maghrib banyakin memuji Allah. Rentang maghrib ke isya, mengusahakan untuk sholat isya dengan baik sebagai tanda sudah menutup hari ini dengan baik.
Terakhir, ditambah dengan total rakaat sunnah 40 rakaat, ustadzah bilang insyaAllah khawatir nya hilang. Lho bukan jodoh nya dateng? Iya bukan. Khawatir nya yang hilang. Keraguan akan masa depan dan berbagai kekhawatiran urusan dunia yang sudah digariskan.
At last, semoga yang hilang arah kembali ke jalan yang lurus dan diberkahi Allah. Semoga dijauhkan dari apa-apa yang buruk dan selalu didekatkan kepada kebaikan. Barakallah fiikunna😊😊
13 notes
·
View notes
Text
Gimana Promosiin Diri Buat Nikah?
Sebenarnya memperlihatkan diri siap berumah tangga itu sederhana, mudah. Cukup dengan memperlihatkan kita bisa menuntaskan kerjaan-kerjaan dan masalah-masalah rumah tangga dengan baik.
Nyuci baju sendiri dan beresin kamar itu hal yang terlalu standar. Perlihatkan saja kita pandai beresin ruang tengah, beresin dapur, bisa memasak untuk keluarga, nyuciin baju ortu, perbaiki perabotan, instal gas, ganti lampu, dlsb.
Lalu naik ke level yang lebih tinggi. Maintenance aset rumah tangga, seperti merawat bangunan, perbaiki paralon, pembersihan toren, benerin genteng. Kalau tak mampu, minimal tahu apa yang harus dilakukan, dan siapa yang bisa mengerjakan (pasti kuli/tukang bangunan).
Naik lagi ke level yang lebih tinggi. Dari kemampuan itu, kita akan punya perhitungan pengeluaran dan anggaran yang harus disiapkan. Itulah manajemen keuangan rumah tangga.
Itu baru tempat tinggal sendiri. Naik lagi ke level yang lebih tinggi. Katakanlah (semoga saja) kita punya rumah sendiri lengkap dengan sertifikat beserta pajaknya (harus diurus juga), dan punya aset lain berupa kontrakan. Itu juga harus diurus, dan perlu kemampuan kerumahtanggaan.
Perempuan ataupun laki-laki, sama saja perlu kemampuan itu.
Hanya saja kalau laki-laki terbukti rajin dan pandai dalam kerjaan rumah tangga relatif kalah laku dibanding yang ganteng, tinggi, dan mapan.
Kalau perempuan yang terbukti rajin dan pandai dalam kerjaan rumah tangga biasanya lebih dipilih lelaki yang memang ingin berumah tangga, bukan sekadar nikah, mesra, lalu ribut dan pisah.
***
Jadi kalau perempuan ingin lebih dipilih. Perlihatkanlah kamu rajin dan pandai dalam kerjaan rumah tangga. Dikenal jago masak (walau cuma bikin sambel) masih lebih baik ketimbang dikenal hafal tempat-tempat kuliner.
Kalau laki-laki ingin lebih dipilih. Perlihatkan kamu mapan, berpenampilan baik, dan menyamankan pas ngobrol. Lebih banyak menyimak lebih baik ketimbang lebih banyak mengarahkan. Kalau sudah jadi suami (jadi imam), barulah berhak untuk men-drive atau menahkodai.
Ini cuma sudut pandang generasi lawas tentang hal prinsipil buat laku, yang mungkin beda dengan karakter generasi sekarang.
2 notes
·
View notes
Text
10 tahun
Rasanya masih inget salah satu status "fenomenal" saat aku maba di 2010, waktu itu aku menulis:
4 tahun lagi nikah...
Iya, kalau sesuai isi kepala remaja belia, 2014 aku sudah menikah dengan pangeran yang membawa bunga saat aku wisuda. Foto wisuda bareng suami.
Lalu 10 tahun kemudian, aku belum menikah. HAHAHAHHAHHA. Ya gak apa-apa sih, segala sesuatu ada positif negatifnya. Embrace it!
Ternyata sudah 10 tahun, dari "goal" dan "pengikut" nikah muda itu asyik dan buku "udah putusin aja" nya felix siaw. Gak kerasa? Ya kerasa lah, apalagi udah dicap generasi fossil sama gen alpha hahhaha.
Tapi kalau dipikir-pikir, agak ngeri-ngeri sedap juga menikah directly setelah lulus, belum ada pengalaman earning money. Jadi inget reels tadi yang ada BCL nya, dia bilang, "Perempuan harus tetap berpenghasilan, minimal tau cara menghasilkan uang, tidak bisa terlalu tergantung dengan suami, kalau tiba-tiba suami meninggal? what will you do?".
1 Desember 2024
25 notes
·
View notes
Text
Ngobrol sama ibuk.
Aku: bu, nikah sama punya anak itu capek banget ya?
Ibu: iya nak, pasti, capek banget, apalagi kalau ga punya support system yang baik minimal pasangan, yang ngehargain kamu, yang bisa jadi tempat diskusi yang nyaman, menumpahkan rasa lelah, karena nanti ada hal yang harus kamu keep hanya dengan pasanganmu, tapi kalau pasanganmu ga support ya kamu cuma bisa mendem sendiri dan berusaha tetep kuat. Support mertua juga, dan support keluarga pasangan yang bisa menganggap kamu ada, bukan nyalahin ini itu.
Aku: tapi ibu nyesel ga memutuskan nikah dan punya anak?
Ibu: insya Allaah engga, karena ibu selalu berdoa supaya sabar ibu bisa berbalas dengan anak-anak yang shalih dan shalihah, yang bisa doain ibu.
Nak, peran perempuan itu berat, dari sejak menikah harus melayani suami seoptimal mungkin, terus mengandung, melahirkan, menyusui, memikirkan pendidikan, mencuci, menyiapkan pakaian, bersihin pipis bab bayik, bersih bersih rumah, beres beres, belum kalau yang sambil kerja, dan sebagai manusia pasti wajar ada lelahnya dengan pekerjaan-pekerjaan yang ga akan selesai itu, disitulah butuh support suami yang membantu, yang pengertian, yang berterima kasih, yang bisa dengerin keluh kesah, yang meringankan. Ibu doain semoga kamu dapat pasangan yang suportif, yang saling sayang, saling mendoakan.
Aku: aamiin.
(dengan redaksi yang disesuaikan)
Malam itu aku merenung cukup dalam. Makasih ibuk, love you.
53 notes
·
View notes
Text
Refleksi 2909
Mencoba sekeras tenaga untuk workout (dalam seminggu at least adalah ya 2 - 3 kali) karena ku semakin tidak suka melihat tumpukan lemak di badanku. Dulu rutin lari pagi, 1 minggu 2 - 3 kali pas skripsian atau tesis - agar tetap waras. And it works to keep my body weight in normal body mass index (BMI). Sekarang? wkwkwk kumenangis sekali selama pindah kesini 2 tahun terakhir BB ku naik banyaaak (8 kilo itu banyak loh yaaaa). Agak parah sih karena makannya tidak terkendali :( (say the person that tell others to eat balanced and regularly workout meh).
Memasuki zona spaneng akibat akreditasi. Halusinasi kegiatan pasca akred lah yang menguatkan kami. Misal mbaRies udah punya wacana bawa anaknya ke Bogor, mengunjungi almamater tercinta wkwk. Kukomporin ke Jatim gitu biar dapat tiket murah dan bisa visit ke bonbin yang lumayan. Dan denger - denger di Jatim banyak tempat wisata yang family friendly.
Meanwhile aku cuma asal ceplos "Pi ke Jepang yok Pi" atau "ih pengen nonton konser niki tahun depan" yang kemudian mbaRies "Hah Niki Minaj?" (astaga mbaaaa bukaaan). Tapi, sebagai homebody yang kebahagiaannya adalah stay at home, gue mempertanyakan timbal balik yang gue temukan saat nonton konser. Because last time gue nonton konser itu ya nonton Payung Teduh di auditnya Fahutan lesehan mode dengan tiket under 50k (cmiiw) jaman kuliah. Alhamdulillah kusudah masuk departemen aka keluar asrama jadi tidak ada jamal. Cuma sadar diri aja, anak gadis tida baeq pulang larut malam. Palingan besoknya disindir bu kost. wkwkwk.
MbaRies nasehatin "Sana minta kenalin Ri (calon maksudnya)" yang lalu kujawab "Nanti deh mba. Aku tidak ada energi untuk ketemu orang baru". Karena zuzurly aku mulai overwhelming. Semua pikiran jelek muncul dan jadinya malah bikin overthinking. Sudah mulai memasuki zona waktu pagi - sore kerja, magrib ke isya (kalau niat dan ga cape) kerja lagi.
Obrolan sama MbaAs pekan lalu pas DL sebenarnya aku setujui. Kaya misal, ternyata nih kita udah lama hidup di dunia dan berusaha semaksimal mungkin untuk ketemu jodoh, tapi kalau ga ada, ya udah ga papa. Karena gue termasuk orang yang percaya, ga semua orang bisa ketemu jodohnya di dunia ini. Mungkin ada yang ketemunya nanti di akhirat.
Gue pengen nikah, tapi bukan buat ngisi kekosongan dan ngisi rasa kesepian. Zuzurly beberapa waktu sempat ngerasa kesepian (terutama pas long weekend kemarin, yang bikin gue beranjak keluar untuk bekerja atau sekedar grocery shopping atau baca buku sambil cuci motor). Terus, lu pengen nikah buat apa? Bentar eike rancang dulu jawabannya. Riset dulu yak sama diri sendiri (wkwk).
Pekan lalu pas otw ke AWS paspasan ujan 10mesh + angin. Malesin sih aslik, tapi karena sudah janjian sama bu Atik mau rapat sama Ka Instalasi dan CI di sana plus lanjut supervisi, kupaksakan diri ini ngecek grab (masyaAllah mahal. Kemarin pas DL ke Tarakan, ojolnya murah pisan aslik). Nasib manusia bermotor ya sudah alhamdulillah wasyukurillah masih ada jas ujan. Bismillah aja tetap minimally wet sampai sana. wkwk.
Apa daya tetep basah - yang akhirnya kering selama gue di sana. Balik ke kampus, niatnya mau mampir kos dulu ganti baju tapi ya udahlah gas aja hajar. Mikirin harus nambah cucian (walau gue sangat suka cuci baju), mending di sabar-sabarin aja. Berujung Sabtunya, malah radang tenggorokan makin parah (dahlah). Mari kita hajar pakai ramuan rimpang. Karena obat apotek tidak berefek signifikan, kecuali ke pileknya.
Sebenarnya sekarang ini gue pengen banget banget baca buku karena buku terakhir seru dan belum kelar. Tapi tapi ada DKPS yang menanti diisi wkwkwk. Emang ya adegan dewasa sekali ini, bekerja profesional sampe hari Ahad aja masuk kantor. The real spaneng.
2 notes
·
View notes
Text
Usia Dua Lima.
Aku gak tahu apa yang sebenarnya harus aku lakukan di usia duapuluh lima tahun. Aku juga gak tahu apa saja hal-hal yang gak perlu lagi aku lakukan di usia ini (kalau memang ada). Aku gak tahu siapa yang buat standar "keharusan" itu jadi dimiliki oleh semua orang yang kompak menginjak usia dua lima di tahun yang sama. Aku juga gak tahu, apakah standar itu sudah mengikuti standar pembuatan standar? Aduh, pusing ya! Pusing.
Katanya, usia dua lima itu harus sudah menikah, atau paling enggak akan menikah. Katanya, usia dua lima itu harus sudah lulus kuliah, karena kalau kamu belum lulus pilihannya cuma dua; kamu memang gak kuliah atau kuliahmu lulusnya telat (banget), eh, tapi jaman sekarang kan ada yang namanya "gap year" ya? Lalu, katanya lagi nih (yang sebenarnya aku juga gak tahu katanya ini, katanya siapa?) usia dua lima itu harus sudah punya pekerjaan tetap dengan gaji sudah di atas UMR, paling enggak udah hampir dua dijit lah. Lalu, katanya juga, usia dua lima itu kamu harus udah punya tabungan minimal serratus juta (yang kayaknya kalau dibeliin soto bisa buat makan sekampung), sudah tinggal di rumah milikmu sendiri, sudah punya kendaraan atas namamu sendiri (dan harus atas perjuanganmu dalam mendapatkannya, meski kredit dan yang bayar DP adalah orangtuamu), sudah punya rencana masa depan yang matang entah itu setahun, lima tahun, sepuluh, dua puluh tahun kemudian, harus punya kematangan emosional yang utuh, dan harus punya pengetahuan yang banyak (lengkap). Tapi, daritadi kayaknya aku udah nyebutin berapa kata gak tahu ya? Aku banyak gak tahunya! Dan dari semua 'katanya' itu, gak ada satupun yang aku capai. Duh, kayaknya aku memang gak bisa menginjak usia dua lima, gimana nih? Bukan gak bisa hidup sampai usia dua lima, tapi maksudnya aku gak bisa dengan bangga menyebutkan kalau usiaku "ini loh, aku sudah duapuluh lima tahun," jadi, kayaknya kalau tahun ini ada orang tanya usiaku berapa, aku cukup menyebutkan tahun lahirku aja, atau aku sebutkan aku lahir bersama apa (reformasi, contohnya).
Tapi, aku bener-bener gak tahu, apakah benar usia dua lima harus memenuhi semua keharusan itu? Kenapa harus?
Lagipula, setelah mencapai itu semua lalu apa? Apakah akan ada keharusan lainnya di usia tiga puluh, empat puluh, lima puluh? Aduh, kayaknya kalau dibikin daftar aku keburu menginjak usia enam puluh duluan!
Bukannya enggak mau memenuhi semua keharusan itu. Tapi, usia dua limaku sama sekali enggak keren. Aku belum menikah, jangankan rencana untuk menikah di usia ini, punya pacar aja enggak! Tiap ditanya "kapan nikah?" Aku cuma bisa jawab "belum kelihatan hilalnya" untung saja tidak ada ahli ilmu Falak yang tiba-tiba nyaut "kan sebentar lagi bulan Ramadhan, pasti hilalnya kelihatan."
Huh, belum lagi, aku juga belum lulus kuliah. Bayangkan! 7 tahun jadi donatur setia kampus tapi aku harus kejar-kejaran sama waktu kalau gak mau didepak semester ini, apapun caranya aku harus menyelesaikan studi di semester ini, entah apapun kampus gak akan peduli, mereka hanya peduli; aku lulus. Begitupun orangtuaku, mereka hanya peduli; aku lulus. Sedangkan aku? Satu hal yang selalu aku pedulikan adalah; aku akan kemana, kerja apa setelah ini? Dan membayangkan kalau fasilitas sebagai "pengangguran dengan gaya" alias "mahasiswa" ini harus tercabut setelah aku lulus nanti benar-benar membuatku ngeri. Aku gak bisa lagi seenaknya dan berkata "saya mahasiswa, jadi saya boleh ikut acara ini kan?" aku juga gak bisa lagi berdalih "saya kan masih mahasiswa, jadi wajar kalau saya melakukan kesalahan," juga, "saya kan masih mahasiswa, jadi saya sibuk." Kehilangan status sebagai mahasiswa gak enak, tapi dapet status jadi Drop-Out kayaknya lebih gak enak!
Lanjut. Gimana mau punya gaji di atas UMR, bisa masih dapet uang saku di semester yang sangat veteran ini saja sudah bersyukur. Dan, bisa kerja lepas di sini sana yang dibayar seenak jidat atasanpun, sudah sangat bersyukur. Apa? Gaji dua digit? Mimpi! Dapat gaji mendekati UMR aja rasanya sudah seperti mau mengenggam dunia (dan membeli semua barang yang kulihat di lokapasar). Apalagi tabungan serratus juta? Duh! Seminggu bisa nabung sepuluh ribu aja rasanya aku seperti bisa beli saham BCA 1000 lot! Padahal? Kalau untuk beli boba aja cuma dapat yang original, gak bisa pakai topping apa-apa.
Duh, duh. Jangankan punya rumah sendiri, atas nama sendiri, pakai uang sendiri (meski ditambahin orangtua). Punya kamar sendiri saja, tidak! Apa itu privasi? Barang mewah. Bisa sendirian di kamar selama berjam-jam dan melakukan hal-hal yang aku bisa lakukan sendirian (seenaknya) adalah kemewahan yang amat berharga. Kendaraan? Gak usah dipikirin deh, kan ada ojek online yang selalu ada dimanapun, kapanpun. Kamu gak usah ribet-ribet bayar pajak, ngurus surat izin, belajar nyetir, beli bensin, dan gak perlu juga bayar biaya servis! Kamu tinggal klik, sudah bisa berpindah ke belahan pulau lain! Aku gak lagi promosi ojek online manapun, aku cuma menyadari aja kalau ojek online sangat berguna untukku yang gak punya dan gak bisa naik kendaraan sendiri.
Rencana masa depan? Rencana terakhir yang aku buat adalah: Akan makan apa malam ini? Dan rencana itu gagal karena jawabannya sudah pasti: Makan masakan mama. Sudah paten, tidak bisa diganggu gugat. Jadi, kalaupun aku membuat perencanaan dengan mendalam dan menyeluruh, enggak akan ngefek apa-apa karena gak akan tercapai juga. Tapi aku gak terlalu ikutin arus juga sih, nanti bisa tenggelam, atau tersesat kan? Aku cuma mempersiapkan diri atas semua kemungkinan yang terjadi.
Apa? Kematangan emosional? Aduh, kesabaranku setipis tisu! Menulis tulisan ini saja (meskipun secara harfiah mengetik sih) sudah bikin aku kesal (karena pegal) dan kayaknya akan aku selesaikan sebentar lagi.
Terakhir, otakku kosong. Kopong. Kalau gak kosong pasti aku sudah bisa menyelesaikan studiku sejak 3 tahun lalu. Aku juga pasti sudah dapat pekerjaan (dengan gaji) lebih baik. Akupun bisa menjawab semua pertanyaan hidup ini. Atau sekalian saja jadi filsuf, seperti Socrates misalnya?
Tapi tidak. Tidak. Aku hanya aku. Menginjak usia dua lima tidak serta merta membuatku jadi seorang superhero yang bisa menurunkan suhu bumi 1.5° secepat kilat dan membuat kita terhindar dari krisis iklim. Tidak juga membuatku bisa melenyapkan sampah yang ada di Bantargebang dengan sekali tepuk. Aduh, apalagi mencapai yang katanya seharusnya itu, tentulah semakin gak bisa!
Aku hanya aku, seperti ini, apa adanya dan adanya apa? Aku juga masih bertanya-tanya.
Masih soal usia seperempat abad.
- Sastrasa
#quote#puisi#quotes#galau#inspirasi#sedih#bahagia#motivasi#senang#kasih#kisah#dualima#25#twentyfive#inovasi#bday#milad#poetry#literasi#sastra#buku#baca
46 notes
·
View notes