#memahamiku
Explore tagged Tumblr posts
kurniawangunadi · 5 months ago
Text
Siapa yang Jatuh Cinta?
Kita terlalu banyak berbeda, tapi kamu sebut itu sebagai pelengkap. Kita terlalu banyak masalah, tapi kamu yakin itu bukan masalah. Kita terlalu banyak mimpi, tapi kamu tegaskan bahwa semua bisa jadi kenyataan. Kita terlalu banyak hambatan, tapi katamu, jangan khawatir. Kita ini terlalu banyak alasan untuk tidak perlu meneruskan obrolan, tapi diammu sanggup memahamiku. Kau pikir aku jatuh cinta padamu? Dan katamu, "aku yang jatuh cinta." Hah?!?!
197 notes · View notes
penaalmujahidah · 1 year ago
Text
Ya Rabb, atas segala resah dan segala riuh kepala yang tak bisa aku lisankan, aku yakin Engkau tetap memahamiku melebihi diriku sendiri dan siapapun di dunia ini. Meskipun bahasa yang aku gunakan untuk mengungkapkannya hanya berupa tangisan.
@penaalmujahidah
227 notes · View notes
iyunniee · 1 year ago
Text
Dulu, kupikir menjelaskan tentang diriku kepada orang itu perlu agar ia tidak salah paham—mengingat diriku adalah perempuan rumit yang sering disalahpahami.
Namun, ternyata menjelaskan diriku pada orang bukanlah pilihan yang tepat. Orang-orang tidak pernah benar-benar menanggapi kecuali disuatu waktu aku penting. Kecuali aku adalah orang yang ingin mereka pahami.
Jadi, sekarang aku hanya akan menjelaskan diriku pada seseorang yang ingin memahamiku. Perihal suatu waktu ia akan abai, aku tidak peduli lagi—itu diluar kuasaku.
—hei Octo!
114 notes · View notes
payungbercerita · 11 months ago
Text
23 Tahun: Seharusnya aku sudah selesai pada luka itu
Orang-orang yang dulu menyakitiku, mungkin sudah lupa bagaimana sedihku, perihku, serta tangisku pada hari itu. Goresan kecil di tangan dengan sedikit darah, perlawananku, serta kata pembelaan angkuh yang bisa aku keluarkan kala itu mungkin sudah hangus dalam pikiran mereka. Mungkin bisa jadi, jika aku ceritakan bagaimana bencinya aku atas kejadian itu membuat mereka bertanya: Apa benar aku pernah melakukannya?
Seharusnya aku bisa memaklumi perilaku anak kecil yang polos lagi sedang bersemangat untuk menunjukkan kekuatannya. Anak laki-laki yang ingin dilihat, didengar, disegani oleh lingkungan sekitar lantaran banyaknya orang yang melihatnya dengan sebelah mata dan merendahkan kemampuannya. Seharusnya aku bisa memahami bahwa anak laki-laki itu hanya meminta perhatian dan penghormatan meski menggunakan cara yang melukai seseorang.
Tapi nyatanya berdamai dengan masa lalu tidaklah mudah. kenang-kenangan yang aku peroleh dari masa kecil itu membuat pandangan hidup serta rasa-rasa yang hadir tetap berkaitan. Aku tetap terhubung pada masa itu, terutama setiap kali aku mulai percaya pada seorang laki-laki.
Banyak pertanyaan yang memenuhi pikiranku dan berkecamuk begitu kuat. Seringnya berbuah keraguan dan kesedihan serta gelombang yang mempertontonkan bagaimana kejadian masa lalu itu begitu menyakitkan.
Mampukah dia menghargaiku dengan sebaik-baiknya penghargaan? Mampukah dia memahamiku dengan segala bentuk kekurangan serta luka yang terkadang membuatku rapuh? Mampukah dia menahan perkataan kasar serta merendahkan tatkala amarahnya sedang berkecamuk? Mampukah dia tidak menghinaku saat kondisi fisikku tidak mampu memanjakan penglihatannya?
Ya, pertanyaan yang memenuhi isi kepala ini bukan lagi seputar harta dan kecukupan ekonomi. Kekhawatiran terbesar letaknya pada perilaku. Meski aku tahu bahwa luka ini berada pada kendaliku, tapi aku juga terkadang tidak mampu jika terus menerus dihadapkan dengan sinyal-sinyal yang mengingatkanku pada masa itu.
Aku tahu bahwa berdamai dengan masa lalu adalah keharusan. Tapi berdamai bukan berarti melupakan semuanya. Ada sisa rasa yang masih menetap dan membesar tatkala diingatkan kembali. Perihnya, derasnya, sedihnya bukan perkara mudah untuk dihilangkan.
42 notes · View notes
milaalkhansah · 1 year ago
Text
Aku selalu ingin bercerita. Tapi respon yang kuterima, membuatku selalu mengurungkan itu semua.
Ketika kelak datang hari di mana kau tak lagi mendengar cerita tentang apa yang terjadi dalam hidupku. Itu bukan berarti hidupku sedang baik-baik saja, atau tidak ada lagi momen-momen di mana aku merasa bahagia.
Aku hanya belajar dari yang sudah-sudah. Bahwa saat aku memutuskan untuk berbagi tentang itu semua padamu. Kau tak pernah benar-benar mengerti bagaimana rasanya menjadi diriku.
Aku lelah untuk selalu menjelaskan.
Dan aku bertambah lelah lagi bahwa ternyata, aku pun juga tetap harus menjelaskan pada seseorang yang kukira bisa memahamiku tanpa perlu kujelaskan terlebih dahulu.
75 notes · View notes
palupiyuliyani · 14 days ago
Text
Setelah menikah, aku justru semakin menyadari bahwa di dunia ini benar-benar tidak ada yang memahamiku dan menemaniku sepanjang waktu kecuali Allah.
Suami karena dia laki-laki yang panjang logikanya, terkadang tidak mengerti rumitnya perasaan perempuan. Kadang tidak mengerti reaksi apa dan harus bagaimana ketika istrinya sedang curhat. Tidak tahu harus apa, ketika istrinya sedang marah.
Dan setelah menikah, tidak mungkin menceritakan hal-hal semacam ini kepada orang tua, saudara, teman atau siapapun. Karena suami/istri haruslah jadi orang yang pertama tahu masalah masing-masing.
Bahkan ketika marahan dengan pasanganpun, tidak mungkin diceritakan kepada orang lain, karena ya tadi konflik dalam pernikahan itu tidak abadi, akhirnya nanti baikan ngapain diceritakan ke orang lain?
Lalu saat tiba di titik, ada masalah di luar rumah, dan ternyata tidak bisa bercerita pula dengan suami entah karena dia sedang lelah, marahan, atau LDR seperti sekarang tidak mungkin juga bercerita ke keluarga atau teman.
Maka akhirnya menepi dalam sujud panjang, menengadahkan tangan sambil mengadu kepada-Nya menjadi satu-satunya pilihan agar hati kembali tenang.
Tiada yang setia menemani kecuali Allah, tiada yang memahami kecuali Allah, tiada yang menguatkan kecuali Allah.
:)
5 notes · View notes
hellomarss · 4 months ago
Text
Pernahkan, sekali saja aku memaksamu untuk memahamiku?
5 notes · View notes
sastrasa · 1 year ago
Text
Selamat kembali, Tuan Pengelana, Lagi.
Sebuah memoar.
Kita 'bertemu' belum genap seminggu. Tapi kamu sudah sukses membuat hatiku tergugu. Gimana enggak? Hari pertama, aku menghabiskan waktu sepuluh jam dua puluh satu menit untuk bertukar cerita denganmu. Seru. Aku banyak tertawa setelah sekian lama. Aku merasa, oh, ternyata ada ya manusia di bumi ini yang bisa mengimbangi langkahku. Oh, ada seseorang yang akhirnya bisa nyambung kuajak bicara. Oh, ada seseorang yang seru. Aku belum buka hati, buatku kamu cuma teman cerita yang memenuhi sisi applikasi. Aku enggak merasa ada kupu-kupu di perutku, atau jantungku yang berdegup ketika menerima pesanmu. Aku merasa biasa saja bertukar cerita denganmu. Perhatian dan pertanyaan kecilmu buatku tersenyum sedikit. Hangat. Enak juga rasanya. Aku berhenti bertukar cerita dengan yang lain. Aku cuma terserap kepadamu. Sibuk membuka ruang obrolan denganmu. Tapi aku masih biasa saja, toh kalaupun deg-degan itu adalah reaksi wajar atas kegembiraan yang terjadi. Bukan rasa suka apalagi jatuh hati. Besoknya, dua jam lima puluh lima menit. Masih membuatku tersenyum. Aku merasa, oh, kayaknya kamu benar-benar bisa memahamiku. Mungkin. Lalu, kita berbincang soal sesuatu yang membuatku kurang nyaman kala itu. Aku belum siap kembali ke sana. Aku masih merasa hina membicarakannya. Lalu besoknya, tiga jam lima puluh satu menit. Aku meminta maaf atas kesalahanku hari kemarin. Aku enggak suka membuat orang lain gak nyaman. Kamu bilang, enggak apa-apa, tapi aku tahu rasa gak nyaman itu masih ada. Kamu mulai lama membalas pesanku. Kamu mulai sibuk. Tapi kamu masih memberi kabar. Kamu masih ramah. Kamu masih perhatian. Hangat. Aku suka rasa hangat itu. Aku juga bingung bagaimana harus menghadapinya, apakah aku boleh merasa hangat hanya karena pesan singkat? Besoknya, kamu sama sekali enggak membalas pesanku. Hatiku campur aduk. Aku tahu kamu enggak mungkin lupa begitu saja. Aku juga tahu alasan sebenar-benarnya kenapa kamu mengabaikanku seharian. Aku juga tahu kamu kemana. Aku tahu apa yang sebenarnya kamu lakukan. Tapi baiklah, mungkin kita memang butuh jarak. Esoknya lagi, kamu membalas pesanku. Lama. Enggak lagi perhatian. Cuek. Berubah serratus delapan puluh derajat. Aku tahu. Ada yang salah. Aku juga tahu, sesuatu yang salah itu enggak bisa aku benahi. Kemarin, dua jam tiga puluh sembilan menit. Aku ingin membuat perbincangan kita kembali seru. Aku suka sensasi hangat yang muncul ketika membaca pesan-pesanmu. Kita bermain game. Berbincang banyak. Berbagi terlalu dalam. Tapi aku senang. Aku enggak merasa bersalah dan kehilangan apa-apa. Mungkin karena aku sudah siap membicarakannya. Aku bahagia. Malam itu menyenangkan, aku menikmati semua yang kita bicarakan. Aku enggak akan melupakan semuanya. Aku masih ingat dengan jelas dengan detil itu semua. Tapi memang dasar manusia, sulit untuk merasa cukup. Dan akupun enggak bisa berbuat lebih banyak, aku punya batasan dan prinsip yang enggak bisa aku langgar. Aku bersyukur kamu menghargainya. Tapi ternyata memang cukup sampai di situ. Cukup sampai kemarin serunya. Prinsip kita beda. Ternyata sebesar itu perbedaan prinsip aku dan kamu. Sebesar itu jarak yang ada. Jarak yang enggak bisa aku paksa.
Awalnya, aku ingin berhenti di kamu saja. Jujur, ini pertama kalinya untukku, merasa seseorang cukup. Setara. Seimbang. Enggak lebih, enggak kurang dariku. Aku ingin berhenti di kamu saja. Tapi enggak, itu cuma berlaku untukku, bukan buatmu. Aku merasa kamu cukup, tapi buatmu aku enggak cukup. Dan mungkin lagi-lagi, aku bertemu seseorang terlalu sama denganku. Sama keras kepalanya, sama egoisnya, sama berprinsipnya, sama. Enggak ada yang mau mengalah karena memang memegang teguh prinsip, enggak bisa ngalah. Masalah prinsip adalah sesuatu yang enggak bisa ditawar, kan?
Akhirnya, kamu jujur, kamu enggak bisa kayak gini. Aku ingin memberikanmu pujian atas kejujuranmu. Terima kasih sudah menjadi seseorang yang cukup dewasa untuk menolak dengan jujur. Hubungan bisa terjalin dengan baik jika ada persetujuan dari keduanya, maka dari itu jika kamu memilih enggak bisa, ya aku gak bisa maksa. Lalu kukatakan padamu bahwa gak ada yang bisa menyakitiku, karena betul adanya. Menjadi gagal, menjadi pilihan ke-sekian, menjadi tereliminasi bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan. Hal itu hanyalah satu dari sekian banyak hal yang terjadi di bumi ini. Dan aku sama sekali enggak merasa tersakiti. Jadi kamu enggak perlu merasa jahat, karena kamu enggak bisa menyakitiku.
Anehnya, dibanding merasa sedih, patah, dan terpuruk. Aku lebih merasa lega, senang dan menang. Aku merasa lega karena enggak perlu berlama-lama bersama seseorang yang ternyata memang enggak mau sama aku. Aku senang karena aku bisa memilih jalanku sendiri, aku enggak perlu memaksakan diri. Aku juga menang karena aku berhasil memegang prinsipku. Aku enggak goyah. Aku enggak gundah. Aku enggak tergoda apapun itu. Aku menang karena berhasil mengatur harapan dan perasaanku dengan baik. Ternyata patah hati bisa se-menyenangkan ini? Mungkin patah hati memang seharusnya dirayakan dan ditertawakan. Ah, ini adalah patah hati yang paling menyenangkan. Besok aku harus tumpengan. Atau mungkin karena aku memang belum sepenuhnya buka hati?
Entahlah, mungkin ini rasanya ketemu orang yang tepat di waktu dan tempat yang enggak tepat. Jadi ya, tetap enggak tepat. Eh, sebenarnya akupun belum seribu persen yakin sih kalau kamu orang yang tepat. Aku enggak berharap banyak, toh sejak awal aku hanya butuh teman bertukar cerita. Tapi ternyata cerita itu mahal sekali. Ceritaku terlalu mahal dan berharga, enggak seharusnya aku ceritakan pada sembarang orang. Dan ternyata cerita sederhana bisa berkembang menjadi sebuah harapan besar yang enggak pernah terbayangkan. (Ah, masalah harapan, harapan kan akan selalu muncul, bahkan jika berharap enggak punya harapan).
Halo, kamu, satu dari sekian tuan pengelana yang datang dan pergi. Setelah dua tahun tidak lagi menerima tuan pengelana singgah. Selamat kembali, tuan pengelana, dalam pengembaraanmu, lagi. Semoga selamat sampai tujuan. Hati-hati di jalan.
Ohiya, kamu tenang saja. Biasanya seseorang yang berhasil membuatku tersenyum akan segera menemukan tujuannya. Atau bahkan kamu, sudah? Selamat ya.
Aku izin menjadikanmu tulisan ya, untuk memanjangkan ingatan dan pelajaran.
- Sastrasa
Untuk Artificial Intelligence.
14 notes · View notes
journeyvie · 4 months ago
Text
Agustus dengan sepaket rasanya
Dear Diary, pernahkah kau merasa bahwa hidupmu benar-benar hampa dan tidak berguna? hm, maksudku kau merasa bahwa apa yang kau lakukan tidak benar-benar sesuai dengan apa yang sedang kau rencanakan, berbagai usaha yang kau lakukan ternyata tak juga mampu menunjang jalan untuk menuju impianmu itu? rasanya lelah, benar-benar sedih dan terluka.
Bagaimana aku mendefinisikannya, ya? entahlah, aku saat ini hanya merasa tidak berguna saja, apa kau memahamiku, Diary? Akhir-akhir ini aku sedang kecewa pada beberapa hal yang menghampiriku, sesuatu terjadi tidak selalu sesuai dengan keinginan hati, penolakan-ponalakan itu membuat nyeri, nyeri sekali, sungguh.
tidak sekali atau dua kali, ah siapa yang akan memahami?
1 hal yang aku pelajari dari bertumbuh adalah bagaimana kita harus menyiapkan hati yang lapang, lalu menyiapkan pula ruang penerimaan, karna ternyata tidak semua hal yang kita usahakan akan menuju impian itu, bisa jadi tidak akan sampai, atau justru berbelok pada hal lainnya, menyakitkan memang, ya? rasanya kata yang sangat aku hindari saat ini adalah penolakan.
Menolak ataupun ditolak, ah! rasanya mengapa begitu menyakitkan.
Kadang aku merasa tidak berarti, tidak pernah seberharga itu, Aku, keadaanku, barangkali memang tidak berguna, ya?
Entahlah, Maafkan Aku Diary, aku hanya ingin menuliskan kesedihanku, tidak bermaksud untuk menyerah, hanya mencoba untuk menarasikan rasa.
4 notes · View notes
rahmadany · 1 year ago
Text
“Wahai Diriku, Terimakasih Telah Memilihku”
Bagaimana perjalanan 23 tahun mu ? Pasti sangat berat ya .. mulai dari memutuskan untuk bercadar di tahun 2020, merubah circle dan kompos kehidupan. Caci maki, foto2, cerita2 masa lalu tiba-tiba terup di media sosial, sampai pada akhirnya terdengar di telinga-telinga mereka dengan mengatakan ; “Dasar munafik, apa tujuan mu bercadar? Sana cari ilmu dulu jangan asal ikut trend saja” satu kata yang aku terima dengan hati remuk. Berhenti menyebutkan sebuah nama ditahun 2022. Gagal menikah di tahun 2023 dengan meninggalkan jejak trauma yang sangat mendalam .
Aku tau, jika semua ini terasa begitu berat. Beberapa kali menyuarakan “ingin berhenti melangkah” namun, keyakinanku kepadaNya masih terasa begitu kuat.
“ Tidak ada yang paling menepati janji, kecuali Allah” . Ucapnya meyakinkan diriku.
Keyakinanku kembali menguat . Jika semua hal yang aku anggap patah hari ini, akan Allah gantikan dengan kehadiran-Nya. Bagaimana ? Apa itu cukup menjadi alasan untuk kamu bersyukur atas takdir yang sedang kamu jalani saat ini ?
Aku melamun, ..
membayangkan Allah mencukupkan kehadiran-Nya untuk diriku. Pergi ta’lim bersama Allah, sholat langsung dihadapan Allah dan bebas menangis sekaligus bercerita dengan dipeluk oleh Allah. Ingin apa-apa Allah ada, ingin pergi kemana-mana, Allah temani. Ingin dicintai, Allah berikan cinta-Nya. Sesederhana itu, kenapa sulit sekali ? Karna semakin kesini, semakin sadar bahwa menjadi dewasa yang mampu menjaga diri dalam ketaatan kepada Allah itu sulitnya bukan main.
“Ya Rabb, atas segala resah dan segala riuh kepala yang tak bisa aku lisankan, aku yakin Engkau tetap memahamiku melebihi diriku sendiri dan siapapun di dunia ini. Meskipun bahasa yang aku gunakan untuk mengungkapkannya hanya berupa tangisan” .
“Ka, tenangkan hatimu. Maafkan mereka sebagaimana engkau ingin dimaafkan oleh Allah. Tidak perlu membalas dendam. Sembuhkan, lanjutkan perjalananmu untuk menjadi seorang perempuan yang shalihah dan jangan pernah menyakiti mereka yang telah menyakitimu. Karna kehadiran Allah, akan membuatmu merasakan cukup atas segala rasa yang kau beri nama Luka”.
Ustadzah Halimah Alaydrus mengatakan “ Allah punya cara untuk menjawab doamu. Termasuk dengan air mata yang sedang mengalir di pipi mu . Meski rasanya tak adil, tetapi ketahuilah tak pernah tak ada alasan Allah menjawab doamu melalui yang kini membuatmu menangis. Hei, bertahan yaa .. do’a tidak pernah mengecewakan . Hanya sedang ditunda bukan tidak di dengar.
وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
19 notes · View notes
dinata22 · 6 months ago
Text
Aku pikir kamu sudah dewasa,aku pikir kamu mampu untuk menghargaiku, aku pikir kamu mampu untuk memahamiku, aku pikir
Aaah, aku pikir hanya ekspetasi ku yang tinggi tentangmu.
5 notes · View notes
adelavie · 6 months ago
Text
Berkali-kali mencoba berkata, berakhir dengan diam adalah jawaban. Dingin tidak pernah membunuhku.
Tak perlu memahamiku, karna aku lebih membenci diriku jika menyakiti.
Jika usahaku tak cukup, lebih baik lihatlah buruk ku, jauh lebih meyakinkan daripada penjelasan apapun.
#duniaku
2 notes · View notes
amelyaseptiana · 1 year ago
Text
Ruangaksara #170
Terima kasih, Ayah.
"Jadi, siapa lelaki yang sudah berhasil menaklukkan hati 'pemilih' sepertimu?", tanya ayah sambil tersenyum ke arahku, memecah keheningan malam itu.
"Belum ada, yah hehe", jawabku singkat.
"Sepertinya ada seseorang yang sedang mengganggu pikiranmu. Kalau kamu butuh cerita, ayah selalu siap menjadi pendengarnya, lho", lanjut ayah.
"Udah gak ada yah, udah selesai. Hehe"
"Tapi sepertinya pikiranmu belum selesai memikirkannya, kan?", goda ayah memancingku untuk bercerita.
Ayah kali ini berhasil membuatku tak berkutik. Tebakannya benar. "Kok bisa sih ayah tahu?" Gumamku.
Aku kemudian menceritakan proses yang aku jalani bersamamu, benar2 dari awal kita kenalan hingga beberapa bulan yang lalu proses ini sepakat kita selesaikan.
Sebelumnya, aku tak pernah seberani ini bercerita tentang seorang lelaki yg dekat denganku kepada ayah. Untuk pertama kalinya, aku menceritakan seseorang kepadanya, menceritakanmu.
"Apakah kamu juga sungguh menyukainya?" ayahku bertanya
"Iya", jawabku malu-malu.
"Tapi kami sudah selesai, yah", mataku berkaca-kaca tak berani menatap mata ayah.
"Kak.. kamu gak mau coba mendiskusikan lagi?", tanya ayah.
"Aku gak tahu, yah. Apakah aku masih bisa melakukan itu atau tidak, kami sudah selesai, sungguh aku tak ingin kembali", suaraku semakin kecil.
"Yasudah kalau belum bisa sekarang, jangan dipaksakan. Beri waktu untuk dirimu sendiri dulu, insyaAllah kalau sudah datang waktu yang tepat menurut Allah, pasti prosesnya akan dimudahkan, entah sama dia atau bersama seseorang yang baru yang dipilihkan langsung oleh Allah. Yakinlah! Yg datang kemudia pasti selalu lebih baik dan lebih tepat, insyaAllah", sambung ayah menenangkanku.
"Iya yah, terima kasih sudah selalu ada di saat-saat seperti ini. Terima kasih karena tidak pernah memaksaku, juga tak pernah bertanya pertanyaan sensitif 'kapan nikah?', terima kasih sudah memahamiku dengan sangat baik. Jujur, aku khawatir, tak bisa menemukan sosok pasangan yang memahamiku seperti ayah", ucapku.
"Pasti ada dan akan selalu ada selama kamu selalu mengandalkan Allah dan bersedia memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengenalmu, insyaAllah suatu hari kamu akan dipertemukan dan disatukan dengan seseorang yang bisa memahamimu dan bisa kamu pahami dengan baik, seseorang yang dengannya kalian saling menjadi sahabat dalam urusan agama, dunia, dan akhirat", lanjut ayah.
____________
7 notes · View notes
milaalkhansah · 1 year ago
Text
‘mama’
Tumblr media
Mas, kadang aku merasa aku adalah mama, dan mama adalah aku. 
kadang pula aku merasa kita adalah dua orang yang sangat berbeda dan bertolak belakang.
aku yang dulu mungkin menjadikan mama sebagai dalang buruknya masa laluku. aku selalu merasa, mama adalah penanggung jawab atas berbagai hal buruk yang menimpaku di usia yang sangat belia.
namun, aku yang sekarang perlahan belajar memahami bahwa menjadi mama tidak mudah. bahwa menjadi mama adalah sebuah perjuangan yang berat. aku yang sekarang rasanya mengerti alasan di balik setiap keputusan yang mama ambil di masa lalu.
aku seperti bisa melihat diriku sendiri, saat mama bersembunyi dari kesepian dan kesedihan di balik sifat pemarah dan emosional yang beliau miliki. aku seperti bisa mengerti mengapa ekspresi wajah mama selalu kaku dan penuh guratan, karena kehidupan yang mama jalani, tidak memberikan  beliau kesempatan untuk tersenyum barang sebentar.
Mas, jika engkau bertanya siapa yang paling kusayangi di dunia ini, maka mama adalah jawabannya. meski kasih sayang itu tidak selalu mampu kutunjukkan dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh mama. sebab bagaimanapun, masa kecilku terdidik oleh rasa segan untuk menunjukkan perasaan secara terang-terangan.
Mas, setiap menengok ke belakang. saat Melihat kembali apa yang telah kami lewati. perasaanku selalu menjadi berat, dan mataku terasa memanas. apalagi ketika mengingat tahun-tahun kehilangan dan penuh kesulitan yang keluargaku telah lewati. tidak ada seorang pun yang mengetahui, bahwa aku menimbun rasa bersalah dan juga penyesalan yang besar kepada Mama.
rasa bersalah karena belum mampu memberikan mama kehidupan yang lebih baik. rasa bersalah karena merasa belum bisa menjadi anak yang baik untuk mama.
Mas, salah satu alasan mengapa aku selalu ragu untuk menikah. karena aku memikirkan mama. aku takut, jika kelak aku menikah. aku tidak bisa lagi seleluasa dulu menemui mama. aku takut membuat mama merasa tersisihkan dan dilupakan. aku takut tinggal jauh dari mama. aku juga takut aku tidak bisa mendapatkan seseorang yang bisa menyayangi mama...
Mas, kelak jika kita menikah. tolong belajar sayangi mama, ya. seandainya bisa kubagi memori perjuangan mama untuk membesarkanku, niscaya akan kubagi padamu Mas. namun perasaan sesak dan juga air mata yang tidak bisa kutahan setiap menceritakan mama membuatku mengurungkan niat. kau bisa mulai belajar memahami mama, dengan belajar memahamiku terlebih dahulu karena bagaimanapun aku adalah salinan dari karakter orang yang mendidikku, bukan?
Mas, perjuanganmu kelak tak akan mudah. kau akan kutuntut untuk memahami banyak hal dalam hidupku, seperti keluargaku. satu hal yang kujanjikan padamu, saat kau mampu bersabar dalam menyayangiku dan juga keluargaku. akan kau dapati diriku akan menyayangi dirimu dengan segenap jiwaku.
balasan yang sebanding, kan, Mas?
Surat ketujuh, Kamis, 26 Juli 2023
46 notes · View notes
bungajurang · 8 months ago
Text
Menuang air pada api yang membara.
Fiksi yang makan hati.
Pagi ini aku bangun dengan keringat bercucuran hingga kaosku basah. Aku tidak mimpi buruk. Sisa-sisa hujan semalam berubah menjadi udara lembab dan panas, serta mengundang nyamuk-nyamuk kebun raya, menemani malamku yang singkat. Aku harap malamku panjang agar cukup waktu bagiku untuk pulih. Tapi malamku selalu singkat. Ketika matahari menyinari duniaku, aku harus bangkit. 
Tiba-tiba saja dadaku sesak, jantungku berdegup sangat kencang, dan tanganku gemetar. Sebentar lagi hari raya, sebentar lagi aku kembali ke rumah, sebentar lagi aku bertemu keluarga. Eh, apa makna keluarga bagiku? Keluarga adalah sekumpulan orang yang membuatku nyaman dan aman. Oh, berarti aku bukan bertemu keluarga. Aku hanya akan bertemu sekumpulan orang-orang yang mengaku bahwa mereka adalah keluarga.
Jika mereka benar keluarga, mengapa mereka menyakiti? Jika mereka benar keluarga, mengapa mereka menyakiti?
Karena mereka keluarga, makanya mereka menyakiti. Mereka keluarga, makanya mereka yang paling tahu kondisiku, isi hatiku, isi kepalaku, dan mungkin isi perutku. Mereka keluarga, makanya mereka yang paling tahu keinginanku, hasratku, dan apa yang terbaik bagiku. Mereka keluarga, tentu saja mereka lebih tahu dan memahamiku daripada diriku sendiri.
Apa? Bekerja di lembaga non-pemerintah? Kok seperti tidak ada pilihan pekerjaan yang lain. Apa? Mau kuliah di luar negeri? Kenapa harus jauh-jauh kalau di sini ada kampus. Apa? Kamu punya pilihan sendiri? Sejak kapan kamu boleh memilih.
Hanya dua telingaku yang boleh digunakan saat bersama mereka untuk mendengar ceramah, keluhan, nasihat, luapan emosi.
Tentu saja aku tidak boleh membalas perkataan mereka, karena mereka keluarga. Tentu saja aku tidak boleh menunjukkan kemarahan, rasa sedih, kekecewaan dan ungkapan tidak suka pada mereka, aku harus menjaga hati mereka. Suatu kali aku menangis dan berusaha menunjukkan bahwa aku tidak nyaman. Apa yang terjadi? Aku menjadi musuh besar. Pembuat onar. Perusak kebahagiaan. 
Salah satu alasanku ingin menikah adalah aku berharap ia bisa menyelamatkanku dari keluarga. Mari kita bentuk keluarga yang sungguhan, bukan keluarga jadi-jadian. Mari pergi ke tempat tidak ada keluarga jadi-jadian itu. Tapi nyatanya, tidak ada yang bisa menyelamatkanku selain malam-malamku yang singkat, lagu-lagu yang aku putar berkali-kali, rokok yang memenuhi paru-paru, buku yang tiada habisnya, dan kasih sayang yang aku temukan pada sesama manusia-bukan-keluarga.
Selamat hari raya.
2 notes · View notes
sunnyseedsposts · 8 months ago
Text
pada akhirnya kamu menemukan orang yang tidak mengacungkan interupsi atas pertanyaanmu, tidak mengabaikan pesanmu, dan tidak meninggalkanmu tertidur ketika sedang berbicara via videocall
ia berhasil menarik hatimu kembali, meski jarak menjadi portal yang menyulitkan untuk bertemu tapi jiwamu sudah ditemui
bukan aku, yang sok merasa dekat padahal hati kita sama sama jauh, aku jauh dari kata memahamimu dan kau jauh dari kata memahamiku.
#sajak #puisi
3 notes · View notes