#mamalike
Explore tagged Tumblr posts
Text
Random Real Thoroughbred: MAMALIK
MAMALIK is a bay horse born in The United States in 1994. By DIESIS out of HAVE IT OUT. Link to their pedigreequery page: https://www.pedigreequery.com/mamalik
0 notes
Text
اسلامیت اور مغربیت میں سیاسی کشمکش
اسلامیت اور مغربیت میں سیاسی کشمکش اسلامیت اور مغربیت میں سیاسی کشمکش مولانا ابو الحسن علی ندوی رحمہ اللہ کی کتاب ہے۔ اسلامیت اور مغربیت میں سیاسی کشمکش مولانا ابو الحسن علی ندوی رحمہ اللہ کی بہترین کتاب ہے جسے حال ہی میں وفاق المدارس العربیہ پاکستان کے نصاب میں شامل کیا گیا ہے۔ اسلامیت اور مغربیت میں سیاسی کشمکش اسلامیت اور مغربیت میں سیاسی کشمکش نامی اس کتاب میں بنیادی طور پر یہ سمجھایا گیا ہے…
View On WordPress
#: Maulana Bilal Abdul Hai Hasani Nadvi Books#darse nizami books#darse nizami course#free book#Muslim Mamalik Me Islamiyat Aur Magribiyat Ki Kash Ma Kash#wifaq ul madaris nisab#اسلامیت اور مغربیت میں سیاسی کشمکش#درس نظامی نصاب#مولانا ابو الحسن علی ندوی
0 notes
Note
omg hi are you a mamaliker
Murder Is Okay ♥️
holding his hands down onto your shoulders from behind, suguru hums, adenoidal voice filling your ears so intimately, "sova, don't be so crude."
or so he says as his ever-so-slightly frigid hands reach over and cup your cheeks, pulling on the skin in congruence with his lips pressing a kiss on the top of your head, "you're not wrong, though, are you, my love?"
4 notes
·
View notes
Text
Saifuddin Quthuz Sang Ksatria Perang 'Ain Jalut
Dia adalah seorang pahlawan besar dari Dinasti Mamalik. Beliau hidup di zaman runtuhnya Khalifah Abbassiyah karena serangan pasukan Tartar (Mongol).
Saifuddin Quthuz adalah pahlawan yang telah meruntuhkan dominasi Tartar di negeri Syam. Dia membalas luka akibat kekalahan kaum Muslimin di tangan Tartar, dan sekaligus membuka jalan bagi runtuhnya invansi Tartar di negeri-negeri Muslim.
Tetapi ironisnya, Saifuddin Quthuz wafat terbunuh justru oleh penguasa Muslim lain yang haus kekuasaan yaitu Baibars. Dia menjadi pemimpin Muslim sebagai Sultan Mamamik di Mesir, namun kisah perjuangan beliau sangat membekas bagi sejarah Islam
Bisa dikatakan, Saifuddin Quthuz rahimahullah adalah pahlawan Islam dan Penguasa Muslim yang terzhalimi.
Perjalan Hidup Saifuddin Quthuz
Mengenal sedikit perjalanan hidup beliau; bernama asli Mahmud bin Mahmud bin Khawarizmi. Di kenal dengan nama Saifuddin Quthuz karena semasa kecil pernah dijual sebagai budak ketika Kakeknya Khawarizmi Syah mengalami kekalahan perang atas pasukan Tartar.
Kakeknya Mahmud bin Mahmud, Khawarizmi khan, seorang raja di wilayah Khawarizmi.
Kakeknya, Khawarizmi syah dari memang dari dulu telah memiliki sejarah pertempuran dengan pasukan Jengsi Khan atau Tartar. Dimana saat Khawarizmi jatuh ke tangan Tartar, anak-anak bangsawan tangkap, termasuk Mahmud bin Mahmud atau Saifuddin Quthuz. Mereka lalu di jual sebagai budak di pasar Damaskus. Dipasar itulah dia mendapatkan panggilan Quthuz.
Kisah menarik terjadi semasa ia menjadi budak, ia di siksa oleh tuannya dan bapak serta kakeknya di maki-maki dengan perkataan yang membuatbia menangis dan mogok makan.
Ketika ditanya tentang ras sakit karena pukulan dari tuannya? Dia menjawab tidak. Dia menangis karena ayah dan kakeknya dimaki, padahal ayah dan kakeknya lebih mulia dari dirinya dan apalagi tuannya.
Ditanya kembali tentang ayahnya apakah seoarang kafir? Dia menjawab, "Tidak, aku adalah seorang Muslim dsn anak seorang Muslim. Aku adalah Mahmud bin Mahmud. Aku adalah anak anak laki-laki dari saudara perempuan Khawarizmi Syah. Aku adalah anak raja".
Orang-orang disekitar yang mendengar berubah sikap terhadap Quthuz. Di kemudian hari dia menjadi pejabat pemimpin Dinasti Ayyubiah, Izzudin Aibak.
Dalam cerita lain, Saifuddin Quthuz semasa kecil bermimpi bertemu Rasulullah. Dalam mimpi itu Nabi berpesan bahwa dia akan menjadi penguasa Mesir dan menghancurkan bangsa Tartar. Mimpi itu seperti menjadi sebuah pelita yang menuntun Saifuddin Quthuz untuk mewujudkan misi besar yaitu Meruntuhkan Tartar.
Dan hal itu benar-benar terwujud, dengan pertolongan dan Barakah Allah Al Karim.
Dengan proses yang panjang penuh liku, Saifuddin Quthuz berhasil menjadi Sultan Dinasti Mamalik di Mesir. Setelah berkuasa, dia segera mengumpulkan para amir, panglima, pemuka agama, dan para cendikiawan.
Ia berbicara dengan lantang dan penuh keberanian tentang misi yang diembannya : "Aku tidak punya maksud apapun, kecuali agar kita bersatu untuk memerangi Tartar. Hal itu tidak akan terlaksana jika tidak ada seorang pemimpin Ketika kita telah keluar dan berhasil menghancurkan musuh, maka masalah kekuasaan aku serahkan kepada kalian. Pilihlah orang yang kalian kehendaki sebagai pemimpin kalian. "Kata-kata ini menunjukkan bahwa Saifuddin Quthuz tidak berambisi kekuasaan dan kata-katanya berhasil menaril simpati para pejabat dan penguasa Muslim
Pada masa itu sebelum misi Jihad dilaksanakan, Saifuddin Quthuz meminta pertimbangan ulama di masa itu, Izuddin Bin Abdussalam. Dia bertanya tentang ide menarik pajak dari rakyat untuk membiayai jihad. Untuk melakukan sesuatu yang besar maka perlu banyak pertimbangan untuk melangkah dan pengorbanan yang tidak membuat rakyatnya menjadi lemah.
Pada masa itu rakyat tidak dipungut pajak apapun, selain Zakat. Izzudin menjelaskan, kalau negara diserang musuh, sementara Baitul Maal tak punya sedikitpun; boleh mengambil pajak dari rakyat. Tetapi lebih baik jika para panglima menjual peralatan atau barang yang mereka miliki, hanya disisakan muda dan senjata. Dengan demikian, biaya Jihad tetap terpenuhi, sedang harta rakyat tidak terganggu. Jika apra pejabat masih memilik harta atau peralatan, maka mengambil pajak dsri rakyat tidak diperbolehkan. Pendapat ini diterima dan dijalankan oleh Saifuddin Quthuz, sekaligus menunjukkan sikap hormatnya terhadap ulama.
Ketika Saifuddin Quthuz sedang mempersiapkan pasukan dan senjata, datang utusan Hulagu Khan menghadapnya dengan membawa surat yang berisikan ancaman agar Quthuz dan pasukannya menyerah, sehignga Mesir dapat dikuasai Tartar. Pejabat mesir yang mendengar isi surat menjadi ketakutan. Ada yang menyarankan agar Quthuz menyerahkan diri.
Dengan lantang Quthuz berkata : "Aku akan menghadapi Tartar sendirian, wahai para pemimpin kaum Muslimin. Kalian makan dari harta Baitul Maal, tapi kalian taku berperang. Aku akan mengahadapi mereka sendirian. Siapa yang memilih berjihad, dia bisa menemaniku dan siapa yang tidak mau, silahkan kembali ke rumahnya, sesungguhnya Allah melihatnya."
Kemudian Quthuz berdiri sambil berseru, "Wahai pemimpin kaum Muslimin, siapakah yang akan membela Islam, kalau bukan kita? " Dia berkata sambil menangis, sehingga membakar semangat para komandan dan pejabat Muslim. Mereka bertekad mengalahkan Tartar, berapapun harga yang mesti dibayar. Sebagai simbol keberanian dan tekad, Saifuddin membunuh para utusan Tartar dan menyisakan satu orang untuk menyampaikan pesan kepada pemimpin mereka. Seoalh mengatakan "Kami tidak takut dengan ancamanmu! Bahkan kami akan menghinakanmi seperti nasib para tawanan ini! "
Perang di Mulai
Tepat pada tanggal 25 Ramadhan 658 H bertemulah dua pasukan pesar ini di wilayah Ain Jalut, Palestina. Saifuddin Quthuz rahimahullah ausa'a rahmah, memimpin sendiri pasukan mujahidin Islam menghadapi kaum paganis Tartar.
Pertempuran Dahsyat terjadi, ribuan kaum muslimin gugur begitu juga Tartar. Setelah Tartar merajalela di negeri-negeri Muslim, mereka tidak pernah menyangka akan menghadapi barisan manusia-manusia Tauhid yang bermental baja, bersemangat tinggi dan berambisi meruntuhkan dominasi mereka.
Pada mulanya Pasukan Islam Terdesak disisi sebelau kiri, salah satu bidikan musuh berhasil mengenak kuda Quthuz hingga mati. Iapun melompat dari kuda dan berperang dengan jalan kaki.
Seorang amir datang dan menawarkan kuda kepadanya, sebagai ganti kuda yang telah terbunuh. Tapi Quthuz menolak. Dia tetap memilih jalan kaki. Sebagai komandan pasukan mencela sikap Quthuz itu dan mengatakan bahwa Ia akan terbunuh dan Islam akan binasa.
Dengan hati tegar Saifuddin Quthuz berkata "Jika aku mati, maka aku akan pergi ke surga, sedangkan Islam ini memiliki Rabb yang tidak akan menyia-nyiakannya.
Seperti terbunuhnya orang ini dan itu... Bahkan para pemimpin seperti Umar, Ustman dsn Ali. Lalu Allah kirimkan orang-orang selainn mereka untuk menjaga Islam ini, dan orang itu tidak akan menyia-nyiakan Islam"
Hasil Perang Ain Jalut
Saifuddin Quthuz berhasil menumpas kaum Tartar dari bumi Syam, sehingga seluruh wilayah terbebaskan dari mereka. Dia berhasil menyatukan Syam dan Mesir dibawah Dinasti Mamalik, setelah keduanya terpisahkan sejak wafatnya Sultan Shalih Najmuddin Ayyub. Bagi kaum Muslimim kemenangan di Ain Jalut meninggikan moral mereka, bahwa kaum Muslimin bisa meruntuhkan kekuatan Tartar secara telak.
Dari mata kaum Tartar, kekalahan di Ain Jalut menimbulkan trauma sejarah dan kekalahan moral sangat dahsyat. Mereka tak pernah mengira, bahwa ada bangsa lain yang sanggup memporak-porandakan kekuatannya.
Sejak saat itu bangsa Tartar terpecah belah ada sebagai masuk Islam, sebagian mundur ke India dan mendirikan kerajaan Islam Moghul, sebagian lagi pulang ke kampung halamannya.
Ain Jalut mengobati luka Kaum Muslimin akibatkan runtuhnya Khalifah Abbassiyah di Baghdad. Dan pahlawan besar di balik kemenangan ini adalah Saifuddin Quthuz.
Setelah kemenangan di Ain Jalut, Kaum Muslim berbangga dengan saifuddin Quthuz dan memuliakan Sultan yang pemberani ini.
Kematian Saifuddin Quthuz
Saat hendak pulang ke Mesir, Saifuddin Quthuz dibunuh oleh penguasa Muslim lainnya. Padahal dia sudah bertekad untuk mundur dari kekuasaannya dan menempuh jalan Zuhud.
"Sekali berarti, sesudah itu mati", ungkap seorsng penyair tentang Kisah Hidut Saifuddin Quthuz. Masa kekuasaannya pendek, hanya satu tahun, tetapi artinya sangat besar bagi kaum Muslimin.
--------------------------
Bila dicermati, kisah Hidup Mahmud bin Mahmud Al Khawarizmk atau Saifuddin Quthuz, seperti kisah Nabi Yusuf. Pada awalnya dia hidup terhormat sebagai anak raja, kemudian dijual-belikan sebagai budak, lalu dibeli seorang penguasa. Penguasa itu mendidiknya sehingga menjadi manusia besar.
Jika Yusuf bin Ya'qub berjasa membebaskan rakyat Mesir dari ancaman Kelaparan, Maka Mahmud bin Mahmud membawa pasukan Islam di Mesir untuk meruntuhkan dominasi Tartar. Dan kedua-duanya terinspirasi oleh mimpi unik di masa kecil.
Benar kata seorang dai besar asal Mesir, Syaikh Hasan Al Banna "Impian hari ini adalah kenyataan di hari esok"
-Abubua
5 notes
·
View notes
Text
"Jangan salahkan kopi yang dingin, salahkan dirimu yang tak menghargai kehangatan nya"
~
Aku suka sekali menjelajah ke tempat tempat bersejarah, bukan hanya menghilangkan penat, tapi sekaligus melihat pesona bangunan yang membawaku pada zaman terdahulu.
Wikalah Al Ghuri salah satu bangunan dari komplek Sultan Alghuri, dimana terdapat masjid, kuttab, sabil, dan madrasah. Bangunan tersebut dibangun oleh Sultan Al Ashraf Abu Abu Nasr Qonsuah Al ghuri, beliau adalah Sultan ke 24 dari Dinasti Mamalik Burjiyyah. Bangunan wikalah ini berbentuk seperti asrama, dengan banyaknya kamar disetiap lantainya, hal ini memang sesuai dengan fungsinya yang merupakan tempat para pedagang dizaman Alghuri untuk beristirahat(homestay) atau menyimpan barang dagangan, seperti yang kita tahu bahwa dulu para pedagang bukan pergi dari kota ke kota, tapi negara bahkan benua, maka tak heran untuk membantu melancarkan perekonomian rakyatnya, Sultan Alghuri membangun wikalah ini.
Namun karena tidak semua ruangan disini terpakai lagi, lahirlah kesan menyeramkan, yang menjadi ketakutan pengunjung untuk menjelajahi setiap sudutnya
Kabar baiknya, setiap Sabtu dan Rabu dihalaman nya sering diadakan haflah teater, yang dengannya membantu ke eksistensian wikalah ini.
Terakhir, jaga apa dan siapa yang kamu punya
Karena kehangatan tak bisa datang keduakalinya dengan rasa yang sama.
✨
0 notes
Text
P4L3ST1N4 DARI ZAMAN KEKHILAFAHAN SAMPAI PENJAJ4HAN
1. Tahun 636/637 M, di bawah kekhilafahan Umar Bin khatthab dan panglima Islam Abu Ubaidah iBn al-Jarrah, Baitul Maqdis (Yerusalem) dibebaskan kaum Muslimin dari cengkraman Imperium Romawi. Saat Itu Umar meneken perjanjian bhwa ahli Kitab diberi kebebasan menjalankan ibadah di Yerusalem. Kondisi seperti ini terus berlanjut berabad-abad lamanya dan Baitul Maqdis dalam pemeliharaan Islam, sampai datang tentara salib.
2. Pada tahun 1095, paus Urbanus II mendeklarasikan perang Salib dan memprovokasi Krist3n Eropa untuk menyerbu Baitul Maqdis. Agresi ini berlangsung dan berujung pada petaka pembantaian yang dilakukan tentara s4lib terhadap kaum muslimin pada tahun 1099. para Ahli sejarah menggambarkan dahsyatnya pembantaian ini sampai Baitul Maqdis (Yerus4lem) Banjir darah karenanya.
3. Setelah proses panjang perjuangan dan dinamika yang datang silih berganti, sh4lahudiin al-Ayyub1 dan tentara Islam berhasil merebut kembali Baitul Maqdis pada tahun 1187, setelah terjadi perang Hitthin yang sangat legendaris.
4. Meskipun Baitul Maqdis kembali ke pangkuan islam, namun Keberadaan tentara S4lib di Pal3stina belum hilang, sampai tahun 1291 M, Dinasti Islam Mamalik berhasil mengusir mereka sehabis²nya dari P4lestina dan Syam. (Perang S4lib sendiri terjadi kurang lebih 2 Abad (1096 M-1291 M), dan akhirnya P4l3stina kembali ke tangan Umat Islam). Dinasti Mamalik memelihara Palestina sampai tahun 1517.
6. Pada tahun 1517, Palestina di bawah kekuasaan Dinasti Islam Turki Utsmani dan itu berlangsung berabad-Abad lamanya sampai awal abad 20.
7. pada tahun 1917, di masa perang dunia pertama, Inggris mengeluarkan deklarasi Balfour yang berisi dukungan akan didirikannya negara y4hud1 di Pelstina.
8. Pada tahun 1920, setelah kekalahan Turki Utsmani dalam perang dunia Pertama. Inggr1s menjajah Pal3stina dan mendudukinya. sehingga P4l3stina di bawah jajahan atau kependudukan Inggris. pemerintahan Inggris mulai membuka pintu bagi pengungsi Y4hud1 Eropa untuk masuk ke negeri P4lestin4.
9. pada tahun 1935, bangsa Arab P4lestina mulai membangkitkan perlawanan, dan hal itu berujung gugurnya Syaikh Izzudd1n al-Q4sam -rahimahullah- dekat kota Jenin. gugurnya Syaikh menyulut kemarahan rakyat P4lest1na, sehingga terjadi perlawanan di banyak kota2 P4l3stina. peristiwa perlawanan² tsb membuat Inggr1s pada tahun 1937 membuat usulan pembagian wilayah menjadi 2 bagian: Arab dan Y4hud1. wilayah P4lestin4 yang mayoritas Arab diberikan ke Y4hudi, sedangkan Yang Arab digabungkan dengn Jordan.
10. Pada tahun 1941-1945 terjadi Peristiwa H0l0caust pembantaian Bangsa Y4hud1 Eropa yang dilakukan oleh N4zi Jerman yang dipimpin oleh H1tler. peristiwa ini semakin menambah gelombang pengungsi y4hud1 dari Eropa ke P4l3stina. Mereka datang dengan kapal, dalam kondisi kurus kering kerontang tidak terurus.
11. Setelah merasa kuat, pada tahun 1948 Zi0n1st Y4hudi mendeklarasikan berdirinya Negara Isr43l. hal tsb menyebabkan terjadinya pembantaian kejam serta pengusiran besar-besaran yang dilakukan zi0nist kepada bangsa Pal3st1na, peristiwa ini disebut N4kbah. Am3r1k4 mengakui deklarasi tersebut dan kependudukan Inggr1s pun berakhir (1920-1948).
12. Di tahun yang sama 1948, Perang Arab-Isra1l meletus. Mesir, Jordan, Lebanon, Suriah melawan zi0nist. Perang berhenti pada tahun 1949 dg kesepakatan Rhodes, Akhirnya Entitas zionist Israhel menjadi sebuah realita yang dihadapi bangsa Arab. bahkan setelah perang ini wilayah Zionist lebih luas dari pada pembagian wilayah sebelumnya. zi0nist menguasai seluruh dataran pantai, kecuali Jalur Ghazza. Yordania menduduki kota timur Yerusalem dan Tepi Barat , dan menjadi menjadi bagian kerajaan yordania.
13. pada tahun 1958 berdiri gerakan F4tah (Harakat at-Tahrir al-Wathani al-F1l4sthini atau Gerakan Nasional Pembebasan P4l3stina), sebuah partai politik di Pal3st1na yang didirikan pada tahun 1958. Partai ini memiliki tujuan untuk mendirikan negara P4l3stina di daerah yang sedang menjadi tempat konflik. Di antara pemndirinya adlaah y4sir ar4f4t. idelogi gerakan ini: Nasionalisme, sekulerisme dan memperjuangkan solusi dua negara: Isra3l dan pale3stin4).
14. Pada tahun 1948-1967 Baitul Maqdis dalam kekuasaan dan pemeliharaan kerajaan Yordania.. dan ini termasuk kekuasan terpendek dalam sejarah masjidil aqsha
15. Pada tahun 1967 terjadi perang 6 hari (Arab [Mesir, Yordania, Suriah] vs Israhell), tepatnya pada 5–10 Juni 1967. Dalam perang ini Zi0n1st malah berhasil mencaplok wilayah Baitul Maqdis tepi barat yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Yordania. Isra3l juga berhasil menduduki ghaza, dataran Sinai (mesir) dan dataran Golan (suriah). sebelumnya Gaza dalam kekuasaan mesir (1959–1967).
16. pada 11 juni 1967 Isra3l menandatangani perjanjian gencatan senjata dan mendapatkan Jalur Ghazza, Semenanjung Sinai, Tepi Barat (termasuk Yerusalem Timur), dan Dataran Tinggi Golan. Secara keseluruhan, wilayah Isra3l bertambah tiga kali lipat, termasuk sekitar satu juta orang Arab yang masuk ke dalam kontrol Israel di wilayah yang baru didapat (banyak dari penduduk wilayah-wilayah tersebut mengungsi ke luar Israel). Batas Israel bertambah paling sedikit 300 km ke selatan, 60 km ke timur, dan 20 km ke utara.
17. pada tahun 1973 terjadi perang Yom K1pur, antara koalisi Ar4b vs Isra3ll, ko4lisi Arab terdiri dari Mesir, Libya, Suriah, Iraq, Yirdania, Arab Saudi dll. King Faisal ibn Abdul Aziz Al Saud adalah Raja Saudi yang menjadi pelopor embargo minyak yang dilakukan negara negara Arab terhadap Amerika Serikat pada bulan November 1973. Embargo ini dilakukan sebagai dukungan terhadap serangan yang dilakukan Mesir dan Syiria terhadap Isra3l. perang ini berhasil merebut kembali Sinai ke pangkuan Mesir dan Dataran Tinggi Golan ke pangkuan Syiria. Sebelumnya, 4 wilayah Arab ini (Sinai, Golan, Jalur Gaza dan tepi Barat), dikuasai Isra3ll melalu perang 6 hari pada tahun 1967, yang dimenangkan oleh Isr43l.
18. pada tahun 1978, terjadi perjanjian damai Arab-Isra3l C4mp Dav1d yang ditandatangani oleh Presiden Jimmy Carter, Presiden Mesir 4nwar S4dat, dan Perdana Menteri Israel M3n4ch3m B3g1n pada bulan September 1978, menetapkan kerangka kerja bagi perjanjian perdamaian bersejarah yang disepakati antara Isra3l dan Mesir pada bulan Maret 1979. perjanjian ini membuat 4nwar S4dat ditembak mati oleh tentaranya sendiri karena dianggap berkhianat.
19. selama rentan waktu 1948 sampai sekarang terjadi pembunuhan, pengusiran, blokade, genosida, penghancuran rumah dll, yang dilakukan zi0nist terhadap bngsa pal3stin4.
20. Pada tahun 1987, didirikan gerakan perlawanan islam ( Harakah al-Muqaw4m4h al-1slam1y4h disingkat Ha4mas). di antara tokoh pendirinya: Syaikh 4hmad Yasin -semoga Allah menerimanya sebagai syahid), yang bertujuan: Memerdekakan Palestin4, Mengusir zi0nist dari tanah air dan mendirikan negrra Isl4m.
21. setelah puluhan tahun dalam tekanan dan kekejaman zi0nist, Pada tahun 1987-1993 terjadi int1fada 1, sebuah Perlawanan bangsa P4lestina terhadap penjajah zi0n1s. peritiwa ini terjadi di Ghaza, tepi barat dan Yerusalem Timur, peristiwa ini memakan korban ribuan bangsa Palestina dan juga orang² isra3l. orang isra3l menyebut peristiwa ini dg pemberontakan pertama. H4mas, Fat4h dan faksi² yang lainnya bersatu ikut ambil bagian dalam perlawanan ini.
22. Pada Tahun 1994 mulai pembentukan pemerintahan P4lestin4 yang terbatas pada wilayah Gaza dan tepi barat. pemilu pertama terjadi pada tahun 1996 dan Y4sir 4rafat sebagai presiden Pal3stin4
23. pada tahun 2000, Pecah 1ntifad4 kedua karena dipicu masuknya Ari3l shar0n ke masjidil aqsha. intifad4 ini juga disebut intif4d4 al-Aqsha.
24. pada tahun 2003 Zi0n1st membuat tembok pemisah (tembok aparth3id) dg dalih sebagai pengaman dari serangan pemberontak, hal ini membuat banyak rakyat Pl3stina terpisah dari sanak kerabatnya.
25. pada tahun 2005 Yasir arafat wafat, lalu diganti Mahmud Abbas, pada tahun 2006 terjadi pemilu di Gaza dan tebi barat. pada pemilu tersebut dimenangkan oleh Ham4s, H4mas meraih 74 kursi, sedangkan Fatah hanya meraih 45 kursi saja. peristiwa ini menggegerkan dunia, terutama Isra3l dan amrik4 yang lebih menghendaki Fat4h yang menang. Hasil pemilu dan pembentukan pemerintahan ini ditolak oleh isra1l dan amerik4, Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pecahnya palestin4 dan terjadi gesekan antara Ham4s dan f4tah. Dewan Perwakilan (Parlemen) H4mas yang berada di Tepi Barat ditanggapi oleh Zi0nist isra3l padahal mereka pemenang pemilu, sehingga kekuatan terkini ham4s terpusat di Ghazza. Ghazza secara de facto dikuasai ham4s. isra3l mundur dari wilyaha ini tahun 2005. meskipun wilayah udara dan laut masih dikuasai 1sr4il, dan sejak itu 1srail memberlakukan blokade total terhadap jalur gh4za.
26. Rakyat Ghazaa merupakan musl1m yang kuat, berulang kali wilayahnya dibombardir oleh isra3l namun berulang kali pula mereka membangun kembali wilayahnya yg porak poranda.
27. pada 7 ok0b3r 2023 pasukan perlawanan berhasil masuk ke wilayah P4lesti1na yg dicaplok isra3l, penyerangan ini dilakukan dari jalur darat, laut dan udara. al-Muq4wam4h merebut dan menguasai bbp post militer di isra3l selatan. serta berhasil menyandera militer dan sebagian warga isra3l.
28. peristiwa 7/10 itu sendiri terjadi karena dipicu bbrp faktor, di antaranya: respons atas kekejaman yang telah dirasakan rakyat P4lestina beberapa tahun ke belakang berupa pembunuhan, pencaplokan tanah, pemukiman ilegal, serta respon atas blokade yang terjadi di Ghazza selama 17 tahun.
29. Peristiwa serangan H4m4s tersebut dibalas oleh isra3l dengan bombardir wilayah Ghaza. Masjid, gereja, rumah sakit dan sekolah tidak selamat dari penghancuran. korbanpun banyak berjatuhan.
30. Smpai detik ini 14/11 peperangan masih berkecamuk, dilaporkan juga bnyak tank² 1DF yang hancur, ma'nawiyah tentara 1DF Anjlok, dan serangan dari kedua belah pihak masih berlanjut..
3I. semoga Allah menolong bngsa pal3stin4 dari kekejaman penjajahan.
* disarikan dari berbagai sumber.
Ditulis Oleh Dr. Fadhlan Fahamsyah
1 note
·
View note
Photo
@chayavenice #sushi #sashimi #foodie #chayavenice #sushilover #cuisine see LAArtParty.com for #food #restaurant #review #foodies #restaurantwriter #ilovefood #mamalike (at CHAYA Venice)
#sushilover#foodie#food#cuisine#chayavenice#sushi#review#foodies#restaurantwriter#restaurant#mamalike#ilovefood#sashimi
1 note
·
View note
Photo
#selfie #camilosotomayor #like4like #mamalike #pichulike #tulike #seminario75 #barrioparquebustamante #lavidaesunjuego (en Parque Bustamante metro station)
#lavidaesunjuego#like4like#mamalike#selfie#seminario75#camilosotomayor#barrioparquebustamante#pichulike#tulike
1 note
·
View note
Photo
Unknown Venetian artist, likely a follower of Gentile Bellini, The Reception of the Ambassadors in Damascus, Oil on canvas, 1511, Louvre.
“This famous canvas, probably painted in the workshop of Gentile Bellini (d. 1507), depicts the Mamluk governor of Damascus granting and audience to some Venetians at the beginning of the sixteenth century. The very exact description of the Mosque of the Omeyyads and Damascan houses in the picture’s background leads us to suppose that the workshop worked on different studies. The emblems depicted – a cup and two gunpowder vessels – belonged to the sultan Qâ’it Bay. But the date the work was finished: 1511, inscribed under the cavalier, situates this embassy under the reign of Qânsûh al-Ghawrî. The characters appear to be the governor Sîbay, and on the Venetian side Nicolò Malipiero, consul to Damascus that year, or perhaps Pietro Zen, whose face we know from one of Titian’s protraits. This considerable character, who fell to disgrace with the Mamluks because he was involved with the Persian shah Ismâ‘îl, had handed in his accreditation letters in 1508. This is perhaps the moment which is set in the painting.
The embassy took place in a court of which the perimeter wall is broken up by an îwân, a vaulted room open on one side. On the right, a platform has been erected for the governor and his two assessors, all three dressed in white. They are sitting in Turkish style on a rug with octagonal motifs, similar to Mamluk carpets from the period. The governor is leaning against a cushion. His two assessors are probably Hanafi and Shafi’I Ulemas. This protocol reduced to the minimum was the same in Cairo for the ordinary audiences of the sultan. It recalled the very simple customs that took place in Medina, at the time of the Prophet and which were the rule in the first stages of Islam. However, the governor has a head covering with outgrowth which was called a nâ’ûra, “noria”: the waterwheel which reproduced the crown of the Sassanid king in fabric. Only the sultan and certain emirs were allowed to have them. As for Quant aux Mamluks, they are wearing tâqiyyas on their head, a goat’s hair hat dyed red which recalled their Circassian origin.
To the left of the îwân, the Venetians, wearing black, are grouped together behind their consul. The consul is wearing the scarlet toga reserved for the doges. The governor who is listening to the protocol interpreter has placed the accreditation letter on his knees. The audience has just begun. A dignitary on horseback, accompanied by his stable boy, is arrested by a guard who lowers his baton. Behind them, an Abyssinian page brings silk. In the foreground, on the left, two caravaneers are harnessing Bactrian camels.
This ceremony which takes place in Damascus reproduces the Cairo ceremony, when the sultan gave audience in the Citadel. It is not a grandiose occasion like the one that was given by the caliphs of Baghdad and Cordoba to receive the Byzantines. These are people who know each other. The Venetians loved Damascus. Staying there was pleasant and safe. They did not have to stay in a funduq, a closed hostelry. They lived where they felt like and could dress in oriental style. Under the reign of Qânsûh al-Ghawrî, Mamluks and Venetians united once again to fight the Portuguese.” - Source.
#damascus#mamluk sultanate#saltanat al-mamalik#embassy#louvre#gentile bellini#venetian school#renaissance art#early renaissance#venetian renessaince#venice#orientalism#oil on canvas
2 notes
·
View notes
Photo
Sorry I was distracted by T’Challa’s glorious ass
t’challa is a true bro
225K notes
·
View notes
Text
Mısır'da BAE'nin de yapımına destek verdiği Kingdoms of Fire diye bi dizi çekilmiş. Dizide Yavuz Sultan Selim ve Memlûk Sultanı Tomanbay'ın mücadelesi anlatılıyor. Amaçları Diriliş ve Muhteşem Yüzyıl gibi dizilerin Ortadoğu'daki etkisini kırmak imiş.
Mısır'a "Dobarlan Memlûkler kendilerine 'Devlet-ül Türkiyye' diyor." demek istiyorum. Osmanlı Mısır'da işgalci ise başta Tolunoğulları olmak üzere Sultan Baybars'da işgalciydi birdenbire Memlûklere sahip çıkmak anlamsız ama başıma bi iş gelmeyecekse güzel dizi, Ridaniye ve Mercidabık savaşlarını doyasıya izlemek isterdim ama savaş sahneleri doyurucu olmamış. Yavuz'un vahşiliğine, Tomanbay'ın ise insaniyetperverliğine vurgu yapılmış. Gereksiz kıyas, özellikle Yeniçeriler konusunda ileri gidilmiş.
Güzel diyorsun birde eleştiriyorsun demeyin ben ikisi de benim diyerek izledim, gocunan kendisi bilir ki Türk devletleri ilk kez burda karşı karşıya gelmiyor.
Fotoğraftaki janti abimiz Mahmoud Nasr kendizi Yavuz Sultan Selim'i canlandırmış, aslen Suriyeli aktör rolün altından güzel kalkmış. Görün ki "villain" olarak tasarlanan hikayede karakterini öne çıkarmış, durduk yere sempati. Beğenmeyen Payitaht izlesin.
5 notes
·
View notes
Photo
Daughter just bought this huge fluffy blanket at #oktoberfest in #mountolive and I love it 😍 #mamalikes #mamatakes https://www.instagram.com/p/CU0LA_3ASca/?utm_medium=tumblr
0 notes
Text
Sandor's genuine concern for Arya's well being is honestly mood
#protect arya at all costs#the hound being all father figurelike and shit#and brienne being all mamalike#arya stark#arya#sandor clegane#the hound#brienne of tarth#brienne#the wolf and the dragon#got#game of thrones
1K notes
·
View notes
Photo
DASSSS👏🏽MY👏🏽HONEYYYY👏🏽 !!!! 🤤😍🤩 @cayden-carter
Fuck gender roles. I’ve found new things and ways to make myself feel attractive. It took me a while to accept, but it feels great to embrace it.
93 notes
·
View notes
Text
TAFAKKUR: Part 428
AL-ANDALUS: THE LOST CIVILIZATION
How many people now know who Ibn Hazm, Al-Mu’tamid, Ibn Tufayl, Abu Ishaq al-Butruji were, or even where they came from? Most probably, not many. Yet these were among the most important scientists and thinkers of their age and lived in Al-Andalus.
The year 1492 has long been a historical landmark: the Americans recently celebrated the 500th anniversary of Columbus’s ‘discovery’ of the new continent. But there was another 500th anniversary to be marked in 1992. Although this event was also of momentous importance for the history of mankind, it has attracted much less attention. The event we are referring to was the fall of the last Muslim city left in Spain: Granada. The date was the second day of 1492 when the Catholic king of Castile captured the city which had been governed for nearly eight centuries by Muslims.
The Muslim conquest of the Iberian Peninsula, which marked one of the most magnificent and glorious periods in Islamic history began with an invitation from one side of a civil war then raging in Visigothic Spain in 711. Musa Ibn Nusayr, the Umayyad governor of North Africa, was asked to help the rival of a Visigoth king. Thereupon, Nusayr ordered his general Tariq Ibn Ziyad to aid these people with an army of 7,000. In the following years he himself went to Spain. Within seven years the Muslims took control of the whole of the Peninsula, except for Galicia and Austuria. Muslim rule was accepted voluntarily by many Spaniards and over time some of them accepted Islam. The Andalusian Muslims did little to disturb the natives and allowed them to perform their religions and customs. After the dissolution of the central Umayyad government between 1009 and 1031 as a result of uprisings and a succession of weak rulers, a number of independent petty kingdoms (in Arabic mutluk al-tawaif and in Spanish taifa) became established. In spite of the fact that these little kingdoms were weaker than the former Umayyad state, an astonishing flowering of arts and learning took place during the taifa period. One reason for this outstanding development was that each ruler patronized artists, scholars and scientists to gain more prestige than the others. Eventually, the absence of a centrally organized state led to the end of Muslims’ power in the Peninsula. They lost considerable areas of territory to the Christian kingdoms that were reasserting themselves in the north. The petty kingdoms of Al-Andalus asked Yusuf Ibn Tashufin, the Almoravid (in Arabic al-Murabitun) ruler in Morocco, to intervene. They got the help they needed, but in 1090, the Almovarids left the country to its own destiny. This time the taifa kingdoms asked the Almohads (in Arabic al-Muwahhidun) for help. The Almohads willingly accepted and for a period of time they won some success in Spain. Nevertheless, in 1212 at the battle of al-Iqab they were defeated and within a few decades the Almohads were forced back across the Strait of Gibraltar. Muslim cities fell one after another until 1260, when only the kingdom of Granada remained. Granada survived for another two centuries. By the end of 1491, the armies of Ferdinand and Isabella were at the gates of the city. There remained only one final act to be played out on January 2nd, 1492 by which Muslim political sovereignty in Spain came to an end. In 1500, Spanish Muslims were presented with a terrible choice–either to convert to Catholicism or be expelled from Spain. Some did convert, others continued to practice their faith in secret and the rest chose exile.
It is a fact that the Andulusians developed a uniquely plural society whose main features were freedom, tolerance and lack of assimilation–Arabs, Christians, Jews and other immigrants lived side by side in peace for about eight centuries. Cordoba, the capital city of Al-Andalus, was the centre of a sophisticated and rich Islamic-Hispanic civilisation. In its heyday, Cordoba was famous for its intellectually advanced culture, its centres of learning and its great libraries. In those years, there were about one million people, 200,000 houses, 60 palaces, 600 mosques, 700 baths, 17 universities and 70 public libraries in the city. The biggest central library of Cordoba had 400,000 hand-written books and the catalogues which included only the names of the books consisted of 44 volumes. The famous orientalist, Dozy, stated that nearly all the people in Cordoba could read and write.
Gebert of Aurillac, the French monk, later to become Pope Sylvester II, was the first European scholar of importance to study Arabic sciences. He was also responsible for sending many teams of students into Al-Andalus during the closing years of the 10th century. By the end of that century, the various schools in Cordoba employed hundreds of students as translators and just as many copyists working closely to interpret and translate hundreds, perhaps thousands, of manuscripts from Baghdad and Cairo. Through these translations, philosophical and scientific thought from the Greek, Roman and Arab worlds, preserved and expanded upon by Muslim scholars, passed into European consciousness to fuel both the Renaissance and the Age of Enlightenment. Western Europe, in general, owes a great debt to this enormously long and rich intellectual flow from Al-Andalus.
Islamic Spain was an immensely fertile ground for learning, producing a long series of intellectual, aesthetic and scientific advances attributable to Muslim, Christian and Jewish thinkers and the ethos they created. This blossoming was due in part to the spirit of tolerance that prevailed for much of the history of Al-Andalus.
In literature, Ibn Hazm (died in 1013) expanded traditional romantic poetry with his Tawq al-Hamamah (Dove’s necklace). This form of poetry passed from Al-Andalus into North Africa. Islamic literature in Andalus, however, reached its peak during the taifa era when the poet-king of Seville, Al-Mutamid, established an academy of letters, and Ibn Darraj al-Qastalli wrote a series of qasaid (poems) of unequalled beauty.
By the end of 11th century, Al-Andalus was at the forefront of European sciences. The Andalusians excelled in astronomy, both theoretical and practical, perfecting their tables and the precision of their astronomical instruments. Toledo astronomer Al-Zargali, (d. 1087), simplified the Hellenic astrolabe; his version, known as the saphea azarchelis, remained in use until the 16th century. He also anticipated the 17th century German astronomer Johannes Kepler in suggesting that the orbits of the planets are not circular but elliptical.
In medicine, Al-Andalus produced scholars like Al-Zahrawi (d. 1013), who wrote extensively on surgery, pharmacology, medical ethics and the doctor-patient relationship. Ibn Zuhr (known in the west as Avenzoar), a century and a half later, was an advocate of clinical research and practical experimentation. The first medical school in Europe was built in Salerno by Andalusians.
Abdullah Ibn Abdulaziz was one of the best-known geographers and renowned for his great work Al-Masalik wa’l-Mamalik (Roads and Countries). Another important geographer was Al-Idrisi who was educated in Cordoba and wrote Kitab al-Rujari (Roger’s Book) under the patronage of the King of Sicily, Roger II. In this book he divided the world into seven different climatic regions and each region into ten parts. He illustrated his book with some outstanding maps remarkable (and unique) for their accuracy.
Andalusians were also very successful in mathematics, especially geometry. They used the number ‘0’ for the first time in Europe. Among the well-known philosophers who lived in Andalus were Ibn Bajja, Ibn Tufayl and Ibn Rushd all of whom influenced European thought very profoundly. Abu Bakr Ibn Umar, Abu Marwan, Ibn Fradi were particularly famous in historical studies.
Although, over the years, the lost splendour of Al-Andalus has been much idealized in the Islamic world, there remains an appreciation of the factors behind its downfall. Some of these were external, such as the unification and expansion of the Christian kingdoms of Spain and the geographic and political isolation of Al-Andalus from the rest of the Muslim world. There were also internal factors that contributed to the decline of Al-Andalus particularly the rivalries that weakened and divided Muslim Spain, the greed and self-indulgence that gripped its elites, and the loss of inner religious dynamic.
#allah#god#prophet#Muhammad#quran#ayah#sunnah#hadith#islam#muslim#muslimah#hijab#help#revert#convert#dua#salah#pray#prayer#reminder#religion#welcome to islam#how to convert to islam#new convert#new muslim#new revert#revert help#convert help#islam help#muslim help
5 notes
·
View notes