#lowongan pekerjaan untuk mahasiswa yang masih kuliah
Explore tagged Tumblr posts
jurnalweli · 10 months ago
Text
Doa Ibu Menembus Batas
"Kenapa sekarang aku nyaman menjadi guru, bukannya dulu aku betul-betul tidak ingin menjadi guru tapi kenapa pilihan, ketertarikan dan arah gerakku tertuju pada guru?", kataku kepada temanku saat itu.
Iya, sejak kecil ketika ditanya tentang cita-cita aku menjawab, guru. Tapi saat itu aku merasa belum paham maksud cita-cita dan belum banyak referensi tentang cita-cita. Beranjak remaja, masih tak jauh berbeda. Aku mulai mengerti tapi tetap belum memiliki pilihan sehingga ketika ada yang bertanya tentang cita-citaku aku belum mampu menjawab dengan tegas. Sampai suatu ketika aku mulai banyak referensi dan tidak memandang guru sebagai cita-cita. Aku juga tidak memiliki keinginan untuk kuliah di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.
Ibuku adalah mantan seorang mahasiswa fakultas keguruan. Ibu sempat mendaftar dan diterima namun karena ekonomi keluarga yang kurang dan belum mendapat restu kakek akhirnya keinginan itu perlahan sirna. Ibu tidak jadi melanjutkan pendidikan. Ibu tidak kuliah dan cukup sampai di SMK. Ketika aku akan memasuki gerbang kuliah, ibu memberi pilihan padaku untuk mendaftar fakultas keguruan dengan tanpa memaksa seolah aku harus melanjutkan impiannya yang terkubur. Ibu tetap menyerahkan keputusan pilihan jurusan padaku. Akhirnya, aku lulus sebagai sarjana psikologi.
Seperti sudah alurnya begitu, seusai kuliah aku mencari pekerjaan. Pekerjaan pertamaku adalah guru TK. Pekerjaan yang jauh dari diriku dan keinginanku. Sudah tentu aku tidak mau guru, ditambah aku tidak menyukai anak kecil untuk belajar dan dididik seperti ini. Beda cerita jika anak kecil hanya diajak bermain dan lucu-lucuan, aku akan menikmatinya. Anehnya, ketika ada lowongan tersebut aku bersegera mendaftar.
Jujur, kujalani pekerjaanku dengan cukup bahagia. Mengeluh sedikit, wajar. Tapi tidak menyesal. Lama-lama justru aku lebih bahagia karena bersama anak-anak yang mungkin beban hidupnya belum banyak, ya hehe. Lalu aku resign karena beberapa hal salah satunya aku harus pulang kampung. Di rumah, aku mencari lowongan pekerjaan lagi. Aku mencoba mendaftar di beberapa lowongan yang mendekati dengan latar belakangku sebagai sarjana psikologi dan potensi lain yang aku punya dan yakini. Lagi-lagi aku mendaftar sebagai pendidik. Kali ini di sebuah pondok pesantren usia anak SMA. Aku menyimak hafalan santri dan ikut serta tinggal di asrama. Karena beberapa faktor, aku melepasnya.
Aku kembali merantau di kota kuliahku dulu. Aku mengabdikan diri di pondok pesantren lagi. Sama seperti sebelumnya, aku tinggal di asrama dan menyimak hafalan santri. Kurang lebih 3 kali aku berganti tempat kerja yang ternyata semua sama-sama sebagai pendidik. Betapa dulu aku sangat menolak bercita-cita sebagai guru, tapi dewasa ini aku didekatkan dengan bidang pendidikan sebagai pendidik dan perlahan aku menikmatinya.
"Jangan-jangan ada doa ibuku di sini", begitu pikirku.
Saat itu, ibu memang tidak memaksaku tapi barangkali ada harap dari ibuku yang ia langitkan. Entah hanya sekedar ucapan atau serius dalam doa. Ibu tidak menaruh harap padaku, ia langsung menaruh harap padaNya. Setiap kali aku meminta ijin untuk daftar kerja, ibuku juga tidak pernah berkomentar. Setiap kali aku bercerita jika gaji guru yang terasa kecil, ibuku malah menenangkanku.
Terimakasih, ibu sudah ridho atas segala pilihanku. Terimakasih, ibu untuk doa-doa baikmu. Aku yakin kebaikan dan keberuntunganku saat ini adalah karena doamu.
4 notes · View notes
putriutamidewi · 2 years ago
Text
Badai Pasti Berlalu
3 hari berlalu, sejak tragedi kabar Ayah Alea yang jatuh sakit. Kini di kamar kontrakan Inaya, ada Alea yang sedari tadi terpaku di depan laptop.
Layarnya terpampang gambar 3D desain furnitur tugas akhirnya yang belum terevisi.
Namun kepala Alea dipenuhi pikiran.
Bagaimana cara agar aku bisa tetap kuliah tanpa ambil cuti namun juga bisa bayar UKT?
Bagaimana cara agar aku bisa membantu biaya pengobatan ayah?
Bagaimana cara agar aku bisa mengurangi hutang ayah?
Bagaimana cara agar aku bisa kuliah dengan bahagia layaknya teman-temanku, bisa nonton bioskop bareng temen seusai kelas misalnya!
Alea mengeluarkan sketchbook di ranselnya. Bukan untuk menggambar sketsa tugas akhirnya, melainkan breakdown masalah hidupnya.
Ia memulai dengan Bagimana cara agar aku bisa tetap kuliah tanpa ambil cuti namun juga bisa bayar UKT?
“Apa aku itu banding UKT saja yaa, tapi kan aku semester 8? apa bisa? Coba kalau aku bisa dapat beasiswa BDMS mungkin aku tidak perlu pusing. Dan yang paling menyiksa sebenernya adalah biaya pembuatan produk tugas akhir ini yang mahal, astaga. Aku ga sanggup kalo molor kuliah. Coba nanti aku tanya anak kesma —kesejahteraan mahasiswa,” gerutu Alea seorang diri
“Aleaa, kamu ngga ke kampus hari ini?” seru Inaya dari luar kamar. Jam menunjukkan pukul 9.45, sedang kuliah dimulai pukul 10.00. Jarak kontrakan ke kampus butuh 20 menit.
Alea lekas bergegas, Semoga masih sampai sebelum kelas mulai. Sesampainya di kelas, mahasiswa sudah berhamburan. Alea bertanya dengan teman yang baru saja keluar kelas.
“Lah udah selesai Nis?” tanya Alea
“Enggak jadi kelas, Al. Pak Bandi lagi sakit. Tapi ada titipan tugas nih Al, sini aku jelasin. Ke ruang baca yuk!” ajak Nisa
“oke! eh kamu anak kesma kan ya, Nis?”
“Iya bener, Ada apa Al emangnya?”
“Ada yang mau aku aku tanyain,Nis”
Mereka berdua akhirnya duduk berhadapan dan Alea menceritakan tentang kesulitan membayar UKT. Alea menceritakan sebagian, tidak dengan hutang dan biaya pengobatan ayahnya.
“Wah, tidak bisa berkata-kata Al. Tapi kalo kasus kayak kamu itu masih bisa dibantu. Tinggal nanti pihak kemahasiswaan mutusinnya gimana. Pas banget Al, ini lagi ada slot banding UKT dan beasiswa BDMS juga sekarang range 2,5juta kebawah bisa masuk. Kasusmu bisa aku bawa ke kemahasiswaan, dan aku yakin Bu Anies —Ketua Kemahasiswaan dan Advokasi bisa bantuin nyari solusi. Untuk sementara kamu siapin beberapa berkas yaa Al. Nanti aku chat apa aja yang harus aku disiapin,” terang Nisa
Mata Alea berkaca-kaca dan dia bersyukur sekali keberuntungan memihaknya. Dia peluk Nisa erat-erat. “Makasih yaa Nis, makasih banyak! Semoga Allah membalas kebaikanmu berkali lipat.”
“hehehe iyaa, Al sama-sama. Kamu yang semangat yaa, ayo lulus barengg. Aku menemui Bu Anies dulu yaa” ucap Nisa sekaligus pamit.
Kini tinggal Alea duduk lesehan di belakang meja berukuran 2x1 meter. Hatinya sedikit lega, satu masalah ada harapan untuk selesai.
Kini ia berpikir, Bagaimana cara agar aku bisa membantu biaya pengobatan ayah dan mengurangi hutangnya? Menjadi part time bimbel seni tidak cukup. Ia harus menambah keran pemasukan lagi.
Dia buka laptopnya, lalu menjelajahi situs linked*n. Dia mengangis-ngangis barangkali ada pekerjaan freelance yang cocok dengan skillnya. Mata Alea tertuju pada salah satu lowongan project membuat 3D desain furniture custom.
Alea mengontak pihak pemilik postingan tersebut, Alea mengirimkan portfolio tugas akhirnya yang selesai setengah untuk melamar. Cepat sekali mendapat balasan. Lalu mendapat tawaran 200 pound untuk satu desain furnitur. Alea diberikan proyek membuat 10 desain furnitur dalam waktu 2 minggu.
“Wah, kalo gini caranya aku bisa gampang buat mengurangi hutang ayah, dan aku bisa membantu biaya pengobatan juga,” gumam Alea dengan tersenyum
Kini rutinitas Alea semakin padat, pagi sampai siang dia mengerjakan pekerjaan dari client Inggrisnya, siang sampai sore dia mengerjakan TA, dan sore sampai maghrib dia mengajar di bimbel seni. Malam hari sampai dini hari, ia mengerjakan revisi dari client inggrisnya.
Disuatu pagi, usai Inaya menyiapkan sarapan, ia mengetuk kamar Alea.
“Al, sarapan dulu gih, hari ini katanya ada bimbingan?”
Hening, tidak ada jawaban
“oh, masih tidur”
sudah pukul 09.00, Alea masih di kamarnya. ”Al, nanti telat bimbingan lagi kamuu, Buruan bangun gih!”
Masih tidak ada respon. Inaya cemas, karena tidak biasanya Alea begini. Dia selalu tepat waktu, apalagi soal janji bimbingan dengan dosen.
Dia buka pintunya, dan mendekat ke ranjang sambil menggoyangkan badan Alea, namun dia kaget. Tubuh Alea demam tinggi. Diambillah thermo gun dan ia tembakkan ke kening Alea.
“40 derajat? Astaga” Inaya mendapati Alea yang lemas, ternyata sedari tadi dia bangun namun tidak terdengar responnya saking badannya lemas. Segera Inaya memesan ojek online, lalu membawa Alea ke IGD setempat.
Di kampus, Nisa sedang duduk di kursi tunggu depan ruang dosen untuk antri bimbingan tugas akhir. Ia berharap bertemu Alea, karena ada yang perlu disampaikan terkait pemberkasan banding UKT dan soal slot beasiswa bidikmisi. Namun pagi itu tidak ia dapati Alea. “Kemana ya dia, aku telfon engga diangkat, Apa aku samperin ke kontrakannya aja ya,” batin Nisa.
Usai bimbingan Nisa pergi ke kontrakannya Alea. Dia terkejut karena kosong.
“Mbak, mbak cari siapa?” tanya tetangga yang sedang menyapu depan rumah.
“Cari Alea buu, kemana yaa yaa kok kosong rumahnya, dia tadi ngga berangkat kuliah juga”
“Di rumah sakit sana mbak, tadi pagi ga bisa bangun”
Nisa bergegas pergi kerumah sakit menemui Alea. Sesampainya di rumah sakit, dia bertanya pada bagian administrasi ttg pasien Alea. Namun belum sempat bertanya, ia dikejutkan oleh seseorang yang mengurus berkas Alea —Inaya sepupu Alea. Siapa orang ini, kok Alea ga pernah cerita kalo tinggal sama walinya? Bukannya dia tinggal sendiri ya?
— kira-kira apa yang terjadi selanjutnya? Nantikan kelanjutannya yaa di #5ccday14 besok!
5 notes · View notes
magangtkjmalangraya · 18 days ago
Text
Hub:0819-4343-1484 waktu terbaik magang RPL Malang
Tumblr media
Magang adalah langkah penting bagi mahasiswa untuk memulai karier profesional mereka, terutama bagi mereka yang mengambil jurusan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL). Bagi mahasiswa di Malang, yang dikenal sebagai pusat pendidikan dan teknologi, memilih waktu terbaik magang RPL di Malang sangatlah penting. Memilih waktu yang tepat dapat memberi dampak besar terhadap pengalaman dan perkembangan keterampilan yang didapat selama magang.
Mengapa Waktu Magang Itu Penting?
Menentukan waktu yang tepat untuk magang tidak hanya soal kesesuaian dengan jadwal kuliah. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, seperti waktu yang memungkinkan Anda untuk mendapatkan pengalaman maksimal, kesempatan untuk bekerja pada proyek-proyek yang relevan, serta kesiapan industri untuk menerima magang. Dengan memilih waktu yang tepat, Anda dapat memaksimalkan manfaat magang dan mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja setelah lulus.
1. Waktu Magang yang Ideal: Musim Liburan atau Setelah Ujian
Banyak perusahaan teknologi di Malang, baik startup maupun BUMN, membuka lowongan magang terutama pada musim liburan atau setelah ujian tengah semester. Pada periode ini, mahasiswa lebih fleksibel dalam mengatur waktu karena tidak terikat oleh jadwal perkuliahan yang padat. Oleh karena itu, waktu terbaik magang RPL di Malang sering kali jatuh pada liburan semester atau periode setelah ujian akhir.
Selain itu, magang di waktu ini memberi kesempatan untuk mengerjakan proyek-proyek penting tanpa gangguan tugas kuliah. Hal ini memungkinkan mahasiswa untuk lebih fokus dan menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang lebih baik. Perusahaan juga cenderung memiliki lebih banyak proyek yang bisa dikerjakan oleh peserta magang, karena mereka membutuhkan tambahan tenaga selama periode tersebut.
2. Menghadapi Tantangan Magang: Awal Tahun Akademik
Pada awal tahun akademik, banyak perusahaan mulai membuka kesempatan magang untuk mahasiswa yang baru memasuki semester tertentu. Meskipun pada awal semester mahasiswa mungkin masih menyesuaikan diri dengan rutinitas perkuliahan, memilih waktu magang pada periode ini bisa memberi keuntungan dalam jangka panjang. Pada saat ini, perusahaan sering kali mencari talenta baru untuk ikut serta dalam proyek-proyek yang sedang berjalan.
Mengikuti waktu terbaik magang RPL di Malang di awal tahun akademik memungkinkan Anda untuk belajar tentang tren terbaru dalam pengembangan perangkat lunak, karena banyak perusahaan yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan produk baru di periode ini. Dengan terlibat langsung, Anda dapat mengembangkan keterampilan yang lebih sesuai dengan permintaan pasar.
Hubungi Kami untuk Informasi Lebih Lanjut
Untuk informasi lebih lanjut tentang waktu terbaik magang RPL di Malang, Anda bisa menghubungi kami di Hub:0819-4343-1484. Kami siap memberikan panduan mengenai waktu magang yang sesuai dengan kebutuhan Anda dan memberikan informasi terkait peluang magang yang tersedia.
Kesimpulan
Memilih waktu terbaik magang RPL di Malang dapat menjadi faktor penentu dalam kesuksesan pengalaman magang Anda. Musim liburan atau periode setelah ujian tengah semester sering kali menjadi waktu yang ideal untuk menjalani magang karena memberi fleksibilitas dan kesempatan untuk bekerja pada proyek yang lebih besar. Di sisi lain, memulai magang pada awal tahun akademik juga memberikan keuntungan dalam mempelajari tren terbaru dalam dunia teknologi. Dengan memilih waktu yang tepat, Anda dapat memperoleh pengalaman yang berharga dan membangun koneksi yang dapat membantu memajukan karier Anda di masa depan.
FAQ
Apakah magang hanya tersedia selama musim liburan?
Tidak, magang dapat tersedia sepanjang tahun, tetapi musim liburan atau setelah ujian merupakan waktu yang lebih fleksibel untuk menjalani magang.
Bagaimana cara mengetahui waktu terbaik untuk magang?
Anda dapat mengecek lowongan magang melalui website perusahaan atau menghubungi kami di Hub:0819-4343-1484 untuk informasi terbaru.
Apakah ada keuntungan magang di awal tahun akademik?
Ya, pada awal tahun akademik, banyak perusahaan yang mencari peserta magang untuk bergabung dalam proyek baru yang sedang berjalan.
Dengan pemilihan waktu yang tepat, pengalaman magang Anda di Malang akan memberikan manfaat maksimal untuk pengembangan karier di bidang RPL.
0 notes
hellosarabrinasarab · 1 year ago
Text
pelajaran dari trip sehari ke malang
Baru balik dari malang setelah seharian kemaren muter-muterin almamater S1 bareng sama temen kuliah dulu yang sekarang uda pada jadi guru. Well, kita ngga kuliah di fakultas keguruan, tapi psikologi emang bisa banget buat diterima jadi guru BK di sekolah. setidaknya di Indonesia. Jadi gua banyak cerita sama 2 temen gua ini tentang gimana tantangan menjadi guru BK di sekolah jaman now. terutama, karena mereka megang anak SMP dan SMK, jadi gua belajar banyak tentang tantangan menghadapi anak remaja jaman sekarang.
lumayan refreshing, tidak melulu mempermasalahkan gangguan yang obviously terlalu klinisi dan bikin pusing. dan gua juga jadi belajar dari pengalaman mereka, tentang beban kerja di sekolah, dan beban pekerjaan dalam menjadi seorang karier persue secara keseluruhan sih sebenernya. bahwa bekerja dan menjadi pelajar adalah dua hal yang sangat berbeda, dan tetap saja punya tantangan masing-masing.
gua ke malang naik kereta, paling pagi. jam 4 subuh. karena berangkatnya hari minggu, gua se gerbong sama banyak anak kecil dan orangtuanya dan paman bibinya, yang mungkin dalam perjalanan mengunjungi kerabat atau sekedar berjalan-jalan saja. karena segerbong sama anak kecil, ngga heran kalo agak rame atau dengerin suara anak kecil nangis. rencananya mau berangkat dan pulang di hari yang sama, tapi ternyata, walaupun gua uda mencoba beli tiket seminggu sebelumnya, gua tetep kehabisan tiket malam. bahkan yang 'tanpa duduk' aja ngga ada. jadi heran sama orang-orang mereka berarti uda beli tiket lebih dari seminggu sebelumnya dong? tapi wajar sih sebenernya, karena banyak banget orang sidoarjo, bangil di surabaya ataupun malang, saking terjangkaunya dua daerah itu dan banyaknya lowongan pekerjaan di sana, dibanding di daerah mereka sendiri. uda kayak, bandung-jakarta kurang lebih.
jadi lah gua pulang senin subuh dan alhamdulillah masi lumayan lowong kuota tiketnya pas gua beli. dan itu adalah perjalanan tadi subuh. hal yang gua pelajari selama perjalanan gua naik kereta adalah, ternyata setelah gua pikir-pikir, gua baru bener-bener menyadari bahwa orang-orang yang naik kereta malang-surabaya hari ini kebanyakan adalah pekerja dan mahasiswa. sejauh mata gua melihat, gua tidak menemukan ada anak kecil. dan bahkan, setelah gua inget-inget lagi, memang suasana kereta lebih sepi daripada dari pas gua berangkat sih. kayak everyone mind their own bussiness gitu. dan rata-rata naik sendiri, bukan perjalanan bersama teman atau keluarga. bahkan barang-barang yang dibawa juga minim, terutama untuk para pekerja, karena probably mereka akan kembali ke daerah mereka lagi di malam hari. tapi untuk mahasiswa, kebanyakan membawa tas ransel dan satu tas lagi yang mungkin isinya adalah bekal dari rumah untuk menunjang kehidupan selama merantau. karena masih pelajar dan belum berpenghasilan, jadi memang perlu perbekalan. (atau orang tuanya yang memaksa mereka bawa bekal, meski anaknya uda bilang ngga usah)
hal kedua yang gua sadari adalah rata-rata yang naik kereta adalah orang-orang yang rumahnya memang sekitar malang, bangil atau sidoarjo atau surabaya, yang memang kalo pun merantau tidak jauh jauh yaitu ke malang atau ke surabaya. walaupun ya memang sudah seharusnya, tapi ya, iya juga ya. soalnya, dari cara berpakaian, kemudian bahasa yang digunakan waktu berbicara, kayak tadi, gua dipanggil 'sinten':
"sinten kursinya nomor berapa (tentunya kursi nomor berapa ini juga pake bahasa jawa alus, cuman kok gua udah lupa ya. sampe beberapa jam lalu, cuma bagian 'kursi'nya doang padahal yang gua lupa"
SINTEN men
SINTEN. kayak baru kali ini gua denger kata kata 'sinten'. biasanya pake 'pean' dari 'sampeyan'. atau 'jenengan' dari 'panjengan'. gua sampe baru inget, kalo kata-kata itu ada.
tapi side story nya, untung gua ngerti sih dia ngomong apa. dia cuma nanyain gua bangku nomor berapa doang sih, tapi tetep aja pake bahasa jawa tingkat lanjut dan tempo yang lumayan cepat, kalo ngga ngerti, tetep aja ngga bakalan ngerti.
jadi gua lumayan bersyukur, gua bukan orang jawa, tapi seenggaknya gua ngga ketara banget orang luar jawa nya lah yaa.
kesadaran bahwa gua se gerbong dengan orang-orang jawa dan berasal dari daerah-daerah sekitar, juga gua rasakan waktu gua sampai di stasiun surabaya gubeng. gua baru sadar, bahwa pakaian yang dipakai oleh orang-orang di surabaya terlihat cukup modern dan fashionable, yang membuat gua membatin, 'ini belum ada apa-apanya dengan fashion orang-orang di bandung dan jakarta, tapi gua rasa, orang-orang daerah yang pergi merantau ke surabaya, pastinya akan mengalami proses adaptasi yang cukup intens saat mereka memutuskan menetap di surabaya ya".
sekian refleksi hari ini.
1 note · View note
caitlyncampoos · 2 years ago
Text
Kelebihan Kuliah Kelas Karyawan di Jakarta Dibandingkan Kuliah Reguler
Kuliah kelas karyawan di Jakarta memang menjadi pilihan tepat bagi Anda karyawan yang mungkin ingin melanjutkan studinya untuk kuliah di jenjang D3, S1, S2 atau S3. Mungkin beberapa diantara Anda masih banyak yang bertanya tentang apa yang dimaksudnya dengan kelas karyawan, lalu apa saja kelebihannya, apa bedanya kelas karyawan dengan kelas reguler, dan lain-lain.
Kuliah kelas karyawan di Jakarta merupakan suatu program kuliah di perguruan tinggi yang dirancang dan juga diselenggarakan khusus untuk para mahasiswa yang sudah bekerja.   Kualitas serta proses pendidikan dalam program Kelas Karyawan dirancang sama dengan Kualitas dan juga proses pendidikan di hari biasa. Setiap perkuliahaan juga telah diatur secara terstruktur serta terjadwal. Selain itu, didukung pula dengan pemilihan tenaga pengajar terbaik serta berpengalaman dalam bidangnya.
Sedangkan yang menjadi pembeda antara kelas karyawan dengan kelas reguler hanya pada hari dan juga waktu kuliahnya. Hari dan juga waktu Kuliah kelas karyawan di Jakarta umumnya dilaksanakan diluar jam kerja para karyawan. Dengan demikian makan kuliah kelas karyawan tidak akan mengganggu pekerjaan mahasiswanya Sedangkan secara kualitas tidak ada bedanya. Baik itu Kelas Karyawan maupun kelas reguler menggunakan tenaga pengajar yang sama.
Kelebihan Kuliah Kelas Karyawan di Jakarta Dibanding Kelas Reguler
Terdapat beberapa kelebihan mengikuti kelas karyawan dibandingkan dengan kelas reguler, diantaranya adalah sebagai berikut:
Umumnya cukup hanya sehari ke kampus sehingga bisa menghemat biaya transportasi
Pada umumnya biaya kuliah dapat dicicil bulanan. Beberapa kampus ada yang memberikan fasilitas cicilan biaya kuliah per bulan. Tentu saja hal tersebut bisa meringankan para mahasiswa didalam membayar biaya kuliah.
Terdapat beberapa mata kuliah yang diselenggarakan secara online, sehingga hal tersebut lebih memudahkan mahasiswa untuk tidak perlu datang ke kampus untuk mengikuti kuliah.
Tidak terdapat batasan umur mahasiswa untuk mengikuti kuliah, berapapun umur mahasiswa dibolehkan untuk kuliah.
Bisa berinteraksi dengan teman kuliah dari berbagai profesi sehingga hal tersebut bisa menambah wawasan.
Biasanya materi kuliah disesuaikan dengan dunia kerja sehingga bisa lebih mudah dipahami oleh para mahasiswa.
Bagi yang baru lulus SMA pun bisa melanjutkan kuliah di Kelas Karyawan. Justru sangat dianjurkan sebab memang pada saat kuliah Anda akan memiliki teman yang sudah bekerja sehingga Anda bisa dengan mudah mendapatkan banyak wawasan dan juga memperoleh lebih banyak informasi tentang lowongan kerja.
Biaya Kuliah Kelas Karyawan di Jakarta
Besarnya biaya kuliah kelas karyawan di Jakarta sebenarnya tergantung dari masing-masing perguruan tinggi yang menyelenggarakan. Selain itu, hal tersebut juga tergantung pada akreditasi serta fasilitas yang tersedia di perguruan tinggi tersebut. Semakin lengkap fasilitasnya pada umumnya akan semakin tinggi pula biaya kuliahnya. Namun, Anda tidak perlu khawatir sebab beberapa perguruan tinggi akan membantu mahasiswa kelas karyawan dalam membayar biaya studi dengan memberikan fasilitas cicilan bulanan.
Jika Anda ingin mengikuti kuliah kelas karyawan di Jakarta S1 S2 S3 jalur cepat maka Solusikuliah.com bisa menjadi pilihan tepat. Program kuliah karyawan memang menjadi solusi bagi karyawan yang ingin melanjutkan studi mereka, baik itu program sarjana S1, S2 ataupun S3. Sistem perkuliahan bisa Anda tempuh melalui kuliah Sabtu Minggu, kuliah online kelas karyawan maupun kuliah terbuka. Melalui program kuliah karyawan tersebut, maka para profesional dan juga karyawan bisa dengan mudah menjadi sarjana dengan biaya yang terjangkau di beberapa kampus.
0 notes
apaitupeluangkerja · 4 years ago
Text
SEDERHANA, Call WA 0812-2107-9039, Lowongan Kerja Di Serang Untuk Wanita
Tumblr media
KLIK https://wa.me/‪6281352049483, Lowongan Kerja Di Daerah Condet Jakarta Timur, Lowongan Kerja Di Daerah Garut, Lowongan Kerja Di Daerah Gresik, Lowongan Kerja Di Daerah Grogol Jakarta Barat, Lowongan Kerja Di Daerah Gunung Putri.
Hai Good People, peluang itu ada di mana-mana.
Pertanyaannya, kapan kamu mau meraihnya?
Berikut ini daftar paket usaha yang bisa kamu ambil sebagai sumber rezekimu yang baru:
A. PAKET USAHA SILVER
Rp 500.000,- mendapatkan:
+ 1 Dus Milagros.
+ 1 Akun Google My Business
+ 1 Akun Youtube Marketing
+ 1 Akun Facebook Marketing
Media Marketing Online Siap Pakai.
Tersegmen dan Tertarget Per Area Tempat Tinggal Anda, Langsung Juga Nomor HP Anda Yang Terpasang.
B. PAKET USAHA DIAMOND
Rp 2.900.000,- mendapatkan
+ 7 Dus Milagros
+ 23 Akun Media Marketing Online Terbaik Siap Pakai.
Tersegmen dan Tertarget Per Area Tempat Tinggal Anda, Langsung Juga Nomor HP Anda Yang Terpasang.
C. PAKET USAHA GOLD
Rp 1.700.000,-
+ 4 Dus Milagros.
+ 1 Akun Google My Business
+ 1 Akun Youtube Marketing
+ 1 Akun Facebook Marketing
+ 1 Akun Instagram Marketing
+ Simple Landing Page
Media Marketing Online Siap Pakai.
Tersegmen dan Tertarget Per Area Tempat Tinggal Anda, Langsung Juga Nomor HP Anda Yang Terpasang.
DISTRIBUTOR TERBESAR
MILAGROS BANJARBARU
Bpk. Aidi KaisarBiru
Langsung OWNER 0812-2107-9039
Klik : https://wa.me/‪6281352049483
Pusat GUDANG :
Jl. Kutilang No. 19,
Kel. Komet,
Kec. Banjarbaru Utara,
Kota Banjarbaru.
Banjarmasin - Kalimantan Selatan
Google Maps Klik : https://goo.gl/maps/3HK6kpVkfzoT99rx8
#llowongankerjamedan, #llowongankerjabaru, #llowongankerjasurabaya, #llowongankerjaikhwan, #lowongankerjamojokerto
0 notes
nasigorengg · 4 years ago
Text
Memulai Perjalanan S3 di Jerman
Di antara berbagai alasan yang sering diucapkan adalah alasan menunggu siap. Namun pada akhirnya kita hanya akan tahu bahwa kita telah siap adalah saat sudah menyelesaikannya. Jauh sebelum itu, kita tak benar-benar siap.
Lama tidak menulis blog, bila memang ada yang membaca, saya mohon maaf karena 2 bulan belakangan sedang fase berat-beratnya. 1 Maret, 1.5 bulan setelah menikah, saya menginjakkan kaki di Bandara Internasional Frankfurt untuk memulai perjalanan kuliah S3 di MEET Battery Research Center, University of Münster, Jerman. Memutuskan untuk menikah kemudian menjalani hubungan jarak jauh ternyata sangat tidak mudah. Namun bukan itu fokus tulisan kali ini. Saya akan bercerita perjalanan mendapatkan tempat untuk studi S3.
Boleh dibilang perjalanan ini bukan perjalanan yang pendek. Seringkali disaat saya meragukan diri saya sendiri, ia memaksa saya untuk memutuskan. Ia memaksa saya untuk mencoba, disaat saya sendiri tidak yakin. Karena hidup tidak pernah memberi jeda. Ia tidak menunggu sampai kamu siap untuk memulai kembali.
Menginjak semester 3 saat kuliah S2, saya mulai berpikir setelah lulus mau bagaimana. Tawaran PhD dari Profesor saya tolak baik-baik karena ingin memiliki pengalaman kerja di industri. Kala itu tidak terlalu khawatir, karena lulusan NCTU terkenal sangat mudah mendapat pekerjaan di Taiwan. Lulusan Materials Science NCTU untuk diterima di TSMC sudah seperti air yang masuk ke kerongkongan lalu ke perut. Tanpa hambatan.
Ketika itu saya mengirim aplikasi ke Google Taiwan karena ada lowongan yang sesuai dengan kualifikasi saya. Gayung bersambut, saya mendapat panggilan wawancara via telpon. Sayangnya, ketidakseriusan saya menjadikan kesempatan ini melayang begitu saja. Berlanjut, saya mengirim aplikasi ke company lain. Ternyata masih mendapat penolakan. Ketiga, keempat, sampai kesepuluh ternyata masih ditolak. Mulai was-was. Berpikir apakah saya memang tidak pantas, tidak cukup memiliki skill, dan disusul pikiran-pikiran negatif lain yang bermunculan.
Saya menyadari, ternyata diumur yang hampir mencapai 25 mungkin kerjadian-kejadian inilah yang orang sebut quarter life crysis. Insecure dan merasa tidak pantas. Sampai pada akhirnya saya menemukan lifehacks:
Don’t think you deserve job? Apply for it anyways
Don’t think they’ll reply to your email? Send it anyways.
Don’t self-reject.
-Anonym-
Sampai aplikasi ke 30-an menjadikan saya terbiasa dengan penolakan. Anehnya tidak ada rasa kecewa sama sekali. Sebaliknya, malah pikiran positif yang muncul. Rejection does not define who you are. Your qualification just does not match with their criteria. It is not because you are not good enough.
Di linkedin saya mulai aktif menghubungi orang, walau mereka adalah orang yang tidak saya kenal dan tidak pernah bertemu. Saya kirim pesan menanyakan apakah ada lowongan. Beberapa membalas tapi kebanyakan hanya membaca.
Then I realized I am in the phase which I re-questioned my career decisions. What I actually want and what my passion is. I kept in faith, under whatever circumstances I am in, putting a step by step career decision progress is very important. At the end of the day, it took 243 applications rejected before I found one.
Memilih tempat PhD
Tips pertama dari saya adalah melihat track record pembimbing yang di bidang yang ingin kita tekuni. Dalam hal ini pemilihan universitas menjadi tidak relevan. Saya tanpa ragu mendaftar di tempat sekarang karena Profesor saya saat ini menjadi “bos” di salah satu tempat riset baterai terbaik di Eropa bahkan dunia. Pembimbing saya saat ini adalah renowned researcher di bidang baterai. Kebetulan saat itu ada job vacancy di mana dibuka kesempatan PhD untuk 12 orang di bawah timnya. Lansung saya apply. Lantas, apa saja informasi yang perlu diperhatikan dan diketahui?
Personal statement dan CV
Dua hal ini adalah langkah awal dan salah termasuk yang paling penting. Ibaratnya ini adalah senjata utama untuk menembus dinding pertama dari perjalanan S3. Saya ingat betul personal statement saya dikoreksi lebih dari 5 orang. Secara singkat isi dari personal statement ini adalah perkenalan singkat, pengalaman saat S1 dan S2 yang menunjang S3, termasuk pengalaman riset, kegiatan ilmiah. Alasan ketertarikan dengan bidang riset dan tempat yang dituju, serta tujuan akhir juga perlu dipaparkan. CV juga hal yang penting karena mereka membaca dengan cermat apa yang sudah kita tekuni, so jangan malas untuk update CV ya!
Beasiswa
Beberapa lembaga Jerman yang memberikan beasiswa pada studi S3 seperti DAAD, DFG, BMBF. Kalau dari Indonesia ada Dikti dan LPDP. Kalau saya dan kebanyakan mahasiswa S3 di Jerman mendapatkan supply dana dari gaji. Di Jerman, mahasiswa S3 sudah dianggap semi-professional. Sebtuannya Mitarbeiter atau scientific staff, sehingga kegiatan perkuliahan S3 kebanyakan diisi dengan penelitian. Di sini kami mendapat hak dan kewajiban yang sama dengan pegawai kampus, digaji dan membayar pajak.
Bahasa Inggris
Memiliki kemampuan aktif Bahasa Inggris, minimal understandable adalah hal yang wajib namun tidak perlu melampirkan bukti TOEFL IBT/IELTS (at least dikasus saya). Unik ya? Karena mereka bisa menilai kemampuan Bahasa Inggris saya ketika proses interview.
IPK
Indek Prestrasi Komulatif penting dan tidak penting karena ada Profesor lebih mengutamakan pada personal statement atau proposal riset pendaftar. Meskipun demikian, bukan berarti kita menganggap remeh soal IPK (Indeks Prestasi Kumulatif), namun IPK bagus tidak menjadi jaminan.
Interview
Kalau sudah sampai tahap ini, selamat! Artinya tinggal selangkah lagi. Di proses interview ini yang paling-paling-paling-paling kritis. Harus sebisa mungkin menarik perhatian interviewer dalam waktu yang singkat. Pengalamanku saat proses interview dibagi 2 sesi. Sesi pertama adalah round table dengan aplikan lain dari berbagai negara. Masing-masing kita diberi 10 menit untuk presentasi mengenai tesis S2 dihadapan 4 Profesor. Setelah itu sesi individu di mana ke 4 Profesor tersebut akan menanyai kita lebih dalam mengenai presentasi yang sudah diberikan, CV, personal statement, dll. Jadi mereka akan tahu kalau di CV itu real atau tidak, kalau tesis kita berkualitas atau tidak. Bahkan mereka menanyai kita tentang basic keilmuan yang kita miliki. Saat itu saya ditanya tentang ilmu dasar kimia, ilmu dasar baterai, dan ilmu dasar elektrokimia.
Berdoa
Yang kadang luput dan disepelekan adalah bahwa semua ikhtiar ketika sudah dilakukan maka setelahnya bukan jatah kita. Out of our control, maka yang bisa dilakukan adalah berdoa. 30 menit setelah interview ternyata salah satu examiner mengirim e-mail bahwa saya melakukan pekerjaan hebat dan sangat besar kemungkinan untuk diterima. WOW! Langsung loncat-loncat lah saya. Alhamdulillah.
Pada akhirnya, dorongan bisa datang dari mana saja, bisa juga sekuat-kuatnya, termasuk setelah kalian membaca tulisan ini. Tapi untuk melangkah, kamu tetap butuh kakimu sendiri 😊. I would be happy if there is anything I can help with.
Münster, 24 Mei 2021
14 notes · View notes
noteselramahat · 3 years ago
Text
Pentingkah Cumlaude?
Mahasiswa akhir, cumlaude, blablabla. Penting nggak sih? Aku mau cerita pengalaman dan pandanganku soal Cumlaude. Mau setuju atau ngga setuju, terserah. Yang penting ada alasan yang jelas kenapa setuju, kenapa enggak. Angkatanku ini adalah angkatan yang semester terakhir (sebelum perpanjangan) lulusnya adalah Juli 2020. Waktu itu ngga ada yang tau situasi kondisi corona akan mengubah kebijakan seperti apa. Selain itu, work form home sangat membuatku kehilangan semangat dalam mengerjakan skripsi dan laboratorium fisika.
Ngga lulus ontime pengen ngejar lomba-lomba sama organisasi ya? Jujur, mulanya niatku pengen ikutan lomba-lomba di semester akhir karena ku pikir ini waktu yang tepat karena ngga sibuk kuliah. Tapi lambat laun ini semua terkikis yang pada akhirnya aku cuma ikutan lomba dua kali di tahun 2020, yaitu lomba KTI di bulan Mei dan lomba podcast bulan November alhamdulillah menang semua. Kalau organisasi, tidak. Bahkan aku minta off sampai selesai skripsi di suatu komunitas. Dan saat ini aku juga ngrasa prestasi dan organisasiku cukup membawaku ke pasca kampus.
Lalu, apa faktor yang bikin ga lulus tepat waktu? Ada beberapa faktor yang membuat aku lulus ga tepat. Faktor utamanya adalah ketidakdisiplinanku. Apakah aku tidak membuat timeline dan task list? Aku buat secara runtut dan rapi ku update terus. Apakah sembari menunggu aku hanya berdiam diri? Tidak, aku mengerjakan hal yang lain sambil nyicil pembahasan dll. Apakah aku tidak mempersiapkan kemungkinan terburuk? Iya, ini kesalahanku. Aku hanya menyiapkan kemungkinan buruk, namun belum terburuk. Aku memandang penelitian kebanyakan teman-temanku seakan cepat mendapat respon dari subjek maupun pembimbing terkait, padahal banyak faktor X yang tidak dapat dikontrol. HARUSNYA, ketika ada yang tidak sesuai dengan timeline, segera mengambil tindakan, entah mancing umpan atau sebagainya, bukan memberi perpanjangan waktu. Karena ini kondisi pandemi, siswa juga sudah malas dengan daring, maka akan lebih sulit mengumpulkan data mereka. SELAIN ITU, pentingnya berkumpul dengan orang yang sama-sama ambis buat fokus skripsi ini sangatlah penting. Ini bisa mentriger buat segera ngerjain sembari liat progres orang lain.
Tumblr media
Lalu kapan menyelesaikan skripsi? Selesai penelitian pertengahan bulan Januari dan naskah skripsiku selesai kurang dari 5 hari (belum dikoreksi, dan lampiran belum komplit).
Kenapa ngga langsung ngajuin sidang aja? Tidak semudah itu fergusso. Pada waktu itu, masih ada lebih dari 5 kakak tingkatku yang sudah diujung tanduk belum menuntaskan semua tugas akhir (ada 3 tugas akhir, semfis, labfis, dan skripsi)  sehingga prioritas dosen adalah katingku yang hampir DO kalo ga selesai. Selain itu, ada banyak teman-temanku seangkatan yang pengen lulus di semester itu juga. Dosenku dan aku sedari awal memang cukup idealis karena memang topik penelitian ini baru. Meskipun demikian, aku di akhir-akhir waktu pengennya "dah lah ini aja yang dikumpulin" dan segera mencicil persyaratan sidang yang lain jadi ngga bisa nglakuin hal itu.  Dengan beberapa negosiasi, salah seorang dosenku tidak menyanggupi untuk mengoreksi naskahku segera.
Kecewa sedih nggak? Saat itu sangat kecewa, sedih, sakit hati kaya kehilangan seorang kekasih (canda kekasih). Nangis sejadi-jadinya di lobi gedung D FKIP dan disaksikan oleh salah seorang temanku.
Habis sedih terus ngapain? Mencoba mencari penenangan diri dengan menghubungi kakak ideologisku dan diingatkan kembali "apa tujuan Cumlaud?". Lalu aku mencoba berpikir dan menjawab beberapa pertanyaan:
Kenapa harus Cumlaude? Apa Benefit Cumlaude? Gimana kalo ngga Cumlaude? Apa kerugian kalau ngga Cumlaude? Apa urgensi kalau selesai semester ini?
Apa jawaban dari pertanyaan yang dipikirkan? Setelah merenung kembali, ketakutan utamaku adalah takut ngalamin kerugian duit buat bayar UKT lagi padahal tinggal sedikit sekali langkahnya. (prinsip ekonomi banget yak)
Alasan cumlaude, aku merasa egoismeku saat itu mengejar gengsi predikat Cumlaude (jujur aja ini bund). Aku ngrasa temen-temenku yang B aja bisa Cumlaude, masak aku enggak.
Beberapa kali lihat lowongan pekerjaan syaratnya adalah minimal IPK, ngga ada syarat Cumlaude. IPK ku saat itu cukup untuk mendapat Cumlaude, tapi tidak untuk waktu lulusnya.
DAN SKENARIO ALLAH NGGA ADA YANG TAHU. Di hari yang sama saat aku menangisi hal itu, aku mendapatkan informasi edaran keringanan UKT buat yang tinggal sidang skripsi. Betapa mengejutkannya, aku ngrasa kaya ini ngga logis, kenapa rektorat memberikan keringanan semacam ini padahal udah dikasih waktu satu semester. Dan saat itu pun aku semakin mantap buat oke ngga Cumlaude gapapa.
Habis lulus ngga Cumlaude, apa kerugian yang dialami? Sama sekali ngga ada. Aku habis lulus aku bikin planning kerja dulu sebelum lanjut studi karena aku belum nemu alasan yang kuat kenapa aku harus studi lanjut saat ini. Beberapa kali tes pekerjaan nggak ada yang nanyain "waktu studinya berapa lama" maupun alasan "kenapa ngga Cumlaude dengan IPK setinggi itu". Kalau kasusnya buat studi lanjut, mohon maaf aku ngga ngerti.
Kesimpulan Lulus kapan aja itu terserah masing-masing individu. Lulus ga tepat waktu kalo ndulang prestasi atau perbanyak magang malah lebih baik, karena buat kerja yang dicari pengalaman di bidang profesi masing-masing. Asalkan ngga lulus-lulus gegara males aja. Yang penting tetapkan waktu kapan akan diselesaikan, karena itu amanah dari orang tua.
15 notes · View notes
dinisuciyanti · 4 years ago
Text
Pesan #1
Usiaku tidak terbilang muda, pun tidak tua, above 25 and under 30. Usia yang sedang menikmati masa muda, di kota metropolitan maupun megapolitan di dunia, bukan di desa tentunya. Aku sering melihat tweet atau postingan disini, yang terbaca sebagai under 25, ya, aku paham betul bagaimana rasanya, galaunya, dan perasaan campur aduk itu. 
Pesanku, untuk adik-adik yang sedang menempuh SMA, di kelas XII, karena kalian tidak ada UN, jadi, fokus lah belajar untuk seleksi masuk PTN, dan apply beasiswa jika memang masuk kategori yang mesti dibantu. Tentukanlah jurusan yang kalian ambil berdasarkan, “aku ingin menjadi apa setelah lulus? profesi apa yang ingin dijalani?”. Kalaupun masih bingung “ah yang penting lolos PTN”, “ah yang penting kuliah”, itu pun tak mengapa, kamu akan tau skill apa yang kamu miliki ketika memasuki dunia perkuliahan, jika kamu menemukan circle yang tepat.
Pesanku, untuk adik-adik maba, tingkat 1-3, nikmatilah masa mahasiswa mu. Nomor Induk Mahasiswa mu adalah kunci dari mudahnya kamu mengikuti leadership training, exchange student, conference, atau apply beasiswa yang begitu melimpah. Gunakan label mahasiswa mu untuk berorganisasi, ikut himpunan jurusan/fakultas atau BEM universitas, ikut kepanitiaan, itu akan sangat memperluas circle mu, yang akan sangat membantu dalam dirimu untuk bertumbuh hari ini dan bertukar-informasi soal lowongan pekerjaan saat lulus nanti. Kalau kamu cukup pintar, ikutlah PKM, seleksi Mapres (Mahasiswa Berprestasi) dan kejarlah cumlaude, lulusan cumlaude mendapat posisi eksklusif dalam penerimaan CPNS, jika kamu ingin menjadi PNS tentunya.
Pesanku, untuk mahasiswa tingkat akhir, jika kalian bukan anak BEM yang sangat sibuk, atau bukan mahasiswa yang sibuk conference/exchange student, dengan kata lain mahasiswa yang biasa saja, luluslah tepat waktu, karena bayaran semesteran mu mahal, lembaga beasiswa tidak akan memberikan lebih dari tenggat waktu, kasihan orangtuamu jika harus membayar terus sementara kamu malas bimbingan. Tidak ada dosen yang mempersulit, kamu tau salah satu indikator akreditasi jurusan PTN/PTS? ya, mahasiswanya lulus tepat waktu. Jadi, kejarlah dosenmu di hari kerja, bukan hari libur. Lulus tepat waktu bagi mahasiswa yang biasa saja adalah kewajiban. 
10 Oktober 2020
16 notes · View notes
gagangpensil · 5 years ago
Text
Plegmatis: orang-orang lambat
Rasanya baru kemarin saya lulus SMA. Rasanya baru kemarin saya mendaftar kuliah. Rasanya baru kemarin saya menjadi mahasiswa baru. Bahkan saya masih merasa ada jam kuliah nanti siang.
Saya masih bisa merasakan suasana lorong kelas, kaki-kaki mahasiswi menaiki tangga dan saling bercanda.
Saya masih ingat sepasang sahabat perempuan yang sering duduk di lantai luar kelas dengan netbook kecil dekat stopkontak saat pergantian jam kuliah.
Mereka punya banyak perbedaan. Dunia mereka berbeda. Tempat tinggal juga berjauhan. Bukan karena memiliki banyak kesamaan. Ruang dan waktu hanya tak sengaja mempertemukan mereka. Ada ruang kosong yang perlu ditempati. Ada waktu yang perlu diisi. Ada momen yang perlu dirasakan. Ada kenangan yang perlu dipintal.
Beberapa bulan lagi mungkin ruang dan waktu tidak lagi bersahabat dengan mereka. Beberapa bulan lagi mereka akan memiliki tempat mereka masing-masing.
Beberapa bulan lagi itu adalah beberapa bulan yang lalu.
Beberapa bulan yang lalu mereka mendapati masa perpisahan itu. Ruang dan waktu habis. Beberapa bulan yang lalu sebagian besar kawan-kawan akhirnya diwisuda.
Rasanya baru minggu lalu mereka sibuk mengajukan judul dan revisi berulang-ulang. Hari ini undangan demi undangan pernikahan berdatangan. Foto perihal lowongan pekerjaan, pengurusan SKCK dan inovasi-inovasi usaha mengisi lini masa.
Kawan saya ada yang terduduk di pojok kursi kampus. Hikmat merasakan lorong yang kosong. Sesekali melintas mahasiwa baru yang tak dia kenal.
Rasanya baru kemarin kawan-kawannya bergantian masuk ruang dosbing. Saling bercanda untuk menutupi cemas.
Dia ragu mengirim chat ke kawan-kawannya yang sudah lepas dari kampus. Mereka sudah pulang kampung. Menuju asing seperti awal perkuliahan.
Semua orang menjadi tokoh utama di hidup mereka masing-masing. Berjalan di lintasan masing-masing. Di keluarga masing-masing. Tidak ada lagi ikatan dengan kampus. Tidak ada lagi alasan untuk mengirim chat, seperti; "nanti ada kelas? PPT nya sudah jadi? Nanti makan di mana? Ikut seminar yuk."
Dunia yang sangat cepat membuat orang-orang lambat seperti dia dan sebagian kecil orang di luar sana seperti orang asing. Duduk di sudut peron, memperhatikan gerbong demi gerbong menurunkan dan menaikan penumpang. Orang-orang bergantian datang dan pergi. Sementara dia masih sibuk menghayati. Menikmati detik demi detik.
Rasanya semua seperti mimpi dan terlalu berharga karena ada tapi hanya sekedar melintas saja.
Semua orang berlari seperti dikejar usia. Semua orang mencentang list demi list mereka sebagai tanda keberhasilan demi keberhasilan. Mereka tahu hidup mereka hanya singkat, mereka harus buru-buru.
Sementara beberapa orang yang lain berjalan ringan seperti orang liburan di tengah padang rumput hijau. Menyesap dalam-dalam aroma bebukitan. Menikmati senti demi senti langkah kaki. Berjalam sesuka hati, kadang berjalan mundur sembari melihat jalan di belakang.
Tapak kaki yang tertinggal. Tapak kaki kawannya yang bernama A. Tapak kaki kawannya yang bernama B. Yang sekarang sudah jauh di depan. Bebatuan yang sudah terlewati seperti melambaikan tangan, "selamat jalan."
Orang-orang lambat seperti dia ini dan mungkin sebagian kecil orang-orang di luar sana yang saya yakin juga sama seperti dia memang sering tertinggal. Sebab sebagian besar orang-orang berlari seperti kuda yang memakai kacamata. Tak bisa menoleh ke kanan-kiri-belakang. Mereka fokus ke depan. Hanya ke depan. Seperti dikejar usia. Puncak bukit di depan harus segera didapat selagi sempat.
Ya. Tentu saja kadang orang-orang 'lambat' ini cemas dan ketakutan. Takut tertinggal dan tak ada pertolongan. Takut terlalu lama menikmati jalan. Takut terlalu lama menghayati tapak kaki yang tertinggal. Kadang mereka kerap menghibur diri sendiri, "tak apa. Hidup ini bukan perlombaan."
Beberapa yang usianya hampir menyentuh kepala tiga namun belum menghasilkan apa-apa mulai depresi. Kawan-kawan seangkatannya sudah memiliki anak. Sudah memiliki rumah. Sudah mapan. Sudah menempati suatu jabatan. Sementara dirinya sendiri masih belum beranjak dari tempatnya 5 tahun lalu. Masih duduk di peron yang sama.
Dunia berjalan terlau cepat untuknya. Orang-orang hanya butuh rata-rata 25 tahun untuk mengumpulkan mental dan mantap menikah, tapi dia merasa 25 tahun belum cukup. Bahkan dia merasa dia masih muda, masih anak yang baru saja lulus SMA.
Dia mulai bingung, apa yang salah dengan dirinya. Kenapa orang-orang bisa mengikuti irama dan kecepatan laju dunia sementara dia tidak.
Kadang dia tak punya waktu berfikir sebab lingkungan (red.keluarga) lebih dulu mendesak. Siap tak siap dia harus bisa mengikuti kecepatan orang lain. Beberapa orang mulai depresi di posisi tersebut. Dia tak bisa menyalahkan orang lain. Dia hanya bisa menyalahkan hidup dan dirinya sendiri. Akhirnya dia membenci dirinya. Memaki kelambanannnya sendiri.
Jalan di depan sangat kosong. Gerbong sudah habis. Dunia tak punya waktu menunggu orang yang lebih suka duduk-duduk di bawah pohon apel dan hanya melamuni apa yang orang-orang tinggalkan di belakang.
Jargon demi jargon motivator memenuhi telinganya, "kesuksesan hanya bisa diraih oleh mereka yang bekerja keras, cepat dan lincah mengambil celah"
Dia mengutuk dirinya sendiri yang lebih suka beristirahat dan menikmati kedamaian di tempatnya duduk. Kesuksesan seperti ditaruh di depan muka lokomotif yang tak mungkin bisa dikejar.
Apakah orang-orang lambat punya tempat di dunia ini?
Jawaban saya: ADA!
Dari awal penciptaan manusia hingga hari ini, waktu tidak berubah (kecuali beberapa detik saja sesuai perhitungan sains). 24 jam sehari. Semua orang tinggal dalam dunia yang isinya 24 jam sehari. Ada yang sadar waktu berjalan cepat sehingga ia ikut berjalan cepat. Ada yang sadar tapi ia enggan berjalan cepat.
Apakah ia akan tertinggal? Tentu saja. Dia akan tertinggal oleh kawannya yang berjalan cepat. Tapi apakah dia punya tempat? Tentu saja. Dia tetap memiliki tempat.
Yang perlu diingat adalah, tidak ada yang di belakang tidak ada yang di depan. Meskipun dia tertinggal, tapi dia tidak tertinggal di belakang, dia tertinggal di tempat yang lain. Di tempat yang sesuai dengan dirinya. Dia dan kawannya masih ada dalam satu waktu. 24 jam. Tapi berbeda tempat. Tidak di belakang juga tidak di depan. Hanya jalan yang berbeda.
Tak perlu takut dan cemas dunia akan meninggalkan kita, sebab dunia tidak akan kemana-mana. Kita masih akan hidup dengan berjalan cepat atau pun lambat. Usia bukan seperti serigala yang akan memangsa orang-orang yang lambat dan tertinggal. Usia bisa memangsa siapa saja. Yang berjalan lambat atau pun cepat.
Tak perlu takut dan khawatir kesuksesan akan menjauhi kita. Kesuksesan bisa didapat oleh siapa pun. Orang-orang lambat bisa meraih kesuksesannya dengan caranya sendiri. Orang-orang cepat bisa meraih kesuksesannya dengan caranya sendiri dan mungkin lebih cepat. Tapi tak masalah. Yang terpenting bukan kecepatan dalam meraihnya tapi bagaimana cara kita menikmati dan memanfaatkannya.
Tak masalah menjadi orang lambat karena kita tak dilahirkan hanya untuk berlari. Kita bisa duduk. Berbaring. Jalan santai. Tak masalah juga menjadi orang cepat. Mereka memilih berlari semampu mungkin, secepat mungkin lalu baru menikmati istirahat.
Tidak salah menjadi orang lambat. Mereka hanya terkadang kaget saja dengan kecepatan dunia. Kecepatan momen demi momen yang terus berganti. Mereka sangat menyayangi waktu. Mereka enggan membuang waktu seperti sampah yang sekali pakai.
Bedanya dengan orang cepat, orang cepat sangat menghargai waktu dengan cara mengisinya dengan penuh. Seperti gelas kaca kosong yang harus dihargai dengan cara mengisinya dengan susu hingga penuh. Setelah susunya habis, 'orang lambat' yang menyimpan gelasnya. Sementara 'orang cepat' pergi keluar, mengisi gelas lain.
Masing-masing memiliki tempatnya. Tidak ada yang di depan tidak ada yang di belakang.
Ada yang butuh 25 tahun untuk matang. Ada yang butuh 35 tahun dan itu tidak masalah.
Orang-orang lambat, kamu masih berhak hidup dengan baik. Kamu hanya berbeda. Kamu hanya menyayangi waktu sampai-sampai tak tega meninggalkannya.
Tak masalah orang-orang seangkatanmu sudah memenuhi CV mereka sementara kamu masih bingung bagaimana mengisinya.
Tak masalah orang-orang sudah menempati tempat yang umumnya di usia mereka sudah tempati. Tak masalah belum siap. Tak masalah belum berani. Setiap orang punya waktu yang berbeda dalam mengolah hati.
Yang terpenting, kamu menjadi dirimu sendiri. Daripada pura-pura cepat lalu kelelahan dan tersungkur di tengah jalan.
Tumblr media
Image from: Jamesaltucher.com
#nulisajadulu
295 notes · View notes
wahyuawaludin · 4 years ago
Photo
Tumblr media
Green Jobs: Tips Mempersiapkan Karir di Bidang Lingkungan 2026 Untuk Anak Muda
by Wahyu Awaludin
Krisis Menghadang
Krisis COVID telah menghancurkan banyak hal. Pada tanggal 20 Februari 2021, Covid telah tercatat di angka 111 juta kasus dan merenggut 2,45 juta jiwa. Sebagai perbandingan, penduduk kota Depok adalah 2,41 juta jiwa. Artinya, jika Covid cuma terjadi di Depok, ia telah sukses membuat Depok punah dari muka bumi.
Kasus di Indonesia sendiri belum menggembirakan. Tercatat sudah 1,25 juta kasus dan 33.969 jiwa wafat. Ini setengah dari kapasitas Stadion Gelora Bung Karno. Bayangkan Anda tengah menonton sepak bola dengan penonton penuh, lalu setengah dari mereka tewas serentak. Mengerikan.
Situasi ini telah mendorong banyak negara untuk berbenah, salah satunya di bidang ekonomi. Mereka mulai meninggalkan ekonomi karbon dan mulai mengembangkan green economy. Orang-orang mulai paham bahwa kesehatan penting. Tak disangka, green economy adalah salah satu sektor yang berkembang di masa covid ini.
Kelak, tentu saja green economy memunculkan green jobs (pekerjaan ramah lingkungan).
 Apa itu Green Jobs?
Katadata mengutip World Economic Forum bahwa ekonomi hijau seperti 1) pangan, pemanfaatan lahan dan laut; 2) infrastruktur dan lingkungan buatan; 3) serta energi dan industri ekstraktif dapat menghasilkan peluang bisnis senilai US$ 10,1 triliun (Rp140 ribu trilyun) dan 395 juta lapangan pekerjaan pada tahun 2030.
Peluang itu akan memunculkan apa yang disebut dengan pekerjaan ramah lingkungan (green jobs). SIngkatnya, green jobs adalah pekerjaan yang layak secara penghasilan sekaligus bisa membantu menyelamatkan lingkungan. Di Indonesia sendiri, menurut perhitungan Rafika Dewi, Green Jobs bisa membuka lapangan pekerjaan sampai 4,2 juta buah. Jumlah yang tidak sedikit bukan?
Untuk menangkap peluang luar biasa di masa depan itu, pemerintah Indonesia sudah berkomitmen untuk menyiapkan anak-anak muda supaya memiliki skill di green jobs ini. Dalam ASEAN Labour Ministers Meeting (ALMM) ke-25, Indonesia bersama negara-negara tetangga juga menyatakan komitmennya untuk mengkampanyekan green jobs. Persiapan ini juga melibatkan banyak institusi, misalnya Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Industri, Apindo, dan unsur-unsur lainnya.
Sebenarnya, untuk mendeteksi jenis-jenis green jobs yang akan muncul di Indonesia agak menyulitkan. Sebab, dunia masa kini berubah dengan cepat. Siapa yang menyangka di tahun 2019 bahwa tahun depannya, dunia akan diserang virus Covid yang ganas?
Bisa jadi green jobs pun akan berubah dengan cepat dan kita terus dituntut untuk beradaptasi. Namun, bagaimanapun juga, prediksi ini tetap diperlukan sebagai kompas kita dalam bergerak. Nah, dengan sedikit analisa, Rafika Dewi menyebutkan bahwa sektor-sektor green jobs inilah yang akan berkembang di Indonesia beberapa tahun ke depan.
1.       Sektor pertanian
a.       Pertanian organik
b.      Budidaya tanaman berdampak rendah
c.       Perkebunan karet
d.      Minyak kelapa sawit berkelanjutan
e.      Perkebunan organik untuk minuman
f.        Pertanian kombinasi.
 2.       Sektor kehutanan
a.       Produksi hutan alam yang mengikuti hukum SFM
b.      Konsesi hutan alam yang berkelanjutan
c.       Rotan
d.      Hasil hutan non-kayu (NTFP)
e.      Jasa hutan
f.        Perlindungan dan konservasi.
 3.       Sektor energi
a.       Geothermal
b.      Energi yang dapat diperbaharui atau energi terbarukan
c.       Biomassa.
 Sedangkan menurut catatan International Labour Organization, saat ini sudah ada banyak perusahaan Indonesia yang membuka lowongan Green Jobs. Jadi, ini bukan sesuatu yang nun jauh di sana, tapi sudah ada di depan mata. Perusahaan-perusahaan itu misalnya adalah
a.       Astra International
b.      Climate field school for farmers
c.       PT Petromat Agrotech
d.      Indocement
e.      Green Building Council Indonesia
f.        Medcoenergy, dan lainnya.
 Apa yang Harus Anak Muda Siapkan?
Setelah kita tahu peluang green jobs di Indonesia, timbul pertanyaan, apa yang harus kita siapkan sebagai anak muda? Saya membagi persiapan yang sifatnya personal ini menjadi dua poin, yaitu persiapan 1 tahun dan persiapan 5 tahun ke depan.
 To do list 1 tahun:
a. Cari tahu lebih jauh soal green jobs. Peluang ini relatif masih baru dan belum banyak yang tahu. Oleh karena itu, kita harus mencari tahu lebih banyak dari sumber-sumber internet yang ada. Pelajarilah lebih jauh. Baca artikel-artikel yang terkait dengan green jobs, video wawancara, dan lainnya.
b. Bergabung ke komunitas green jobs dan sustainability. Carilah komunitas-komunitas nasional maupun global terkait lingkungan lalu gabunglah ke sana. Ini adalah langkah yang tepat untuk mempersiapkan karirmu di green jobs, sebab lebih baik punya teman banyak dibanding sendirian kan.  
c. Follow akun sosial media soal green jobs, lingkungan, dan terhubung dengan orang-orang di bidang ini. Contohnya adalah coaction. Ada banyak sekali update dan info terbaru yang ditawarkan oleh akun-akun ini. Orang-orang di bidang ini juga biasanya senang berbagai di sosial media mereka. Cobalah untuk terhubung dan kenalan dengan mereka.
d. Coba ikut webinar dan workshop terkait green jobs. Di masa depan, pasti webinar dan workshop terkait topic ini akan sering muncul. Ikutlah dan gabung ke acara-acara semacam ini untuk terhubung dengan topic ini lebih sering.
 To do list 5 tahun:
a. Siapkan S1 dan S2 di bidang green jobs. Apakah kamu seorang mahasiswa S1? Jika iya, persiapkan lah S2 kamu yang berhubungan dengan green jobs, contohya di Lund University. Sebenarnya tidak harus di sana. Tentu saja kamu bisa kuliah di tempat lain. Dengan memasang target sejak sekarang, kamu memiliki banyak waktu untuk mempersiapkannya. Kamu 2-3 langkah di depan teman sebayamu.
b. Cari lowongan dan kalau memungkinkan ikutlah magang. Untuk mencari info sedini mungkin, saya menyarankan untuk magang di perusahaan yang membuka green jobs. Tujuannya untuk menimba pengalaman awal dulu.
c. Tulis buku simpel tentang green & sustainability. Menurut saya, ini adalah langkah besar dan tidak banyak orang lain yang berpikir hal sama. Dengan menulis buku, kamu menjadi jauh lebih menonjol dibanding orang lain di industry green jobs ini. Kamu tidak harus membahas hal-hal rumit dan ilmiah jika kamu tidak sanggup. Intinya buatlah buku yang menjelaskan pandanganmu dan apa yang sudah kamu lakukan terkait masalah lingkungan.
d. Personal branding digital. Bangunlah personal branding digital dengan cara berbagi konten tentang lingkungan di sosial mediamu. Ini akan membuat nilai dirimu naik secara luar biasa.
e. Ikut ecourse, non gelar, workshop, dan sertifikasi. Saat ini sudah banyak online course tentang lingkungan. Sebagian dari mereka bahkan ada yang dipersiapkan dengan sangat serius oleh pengajar-pengajar yang berlevel internasional, baik dalam bentuk workshop serius maupun sertifikasi. Jadi, saran saya ikutilah hal-hal itu.
f. Coba jadi reseller perusahaan-perusahaan lingkungan untuk coba langsung masuk ke industri itu. Ada beberapa perusahaan yang produknya ramah lingkungan dan membuka sistem reseller. Hemat saya, jadilah reseller itu dan masukilah industri itu sejak dini. Dengan menjadi reseller dan mencoba menjual produk yang bersangkutan, kamu akan tahu kondisi realitas market yang ada di Indonesia yang terkait dengan lingkungan. Sejauh apa marketnya? Apa yang kurang? Apa yang harus dikembangkan? Dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan itu bisa terjawab olehmu jika kamu sudah terjun langsung ke industri yang bersangkutan.
 Itulah tips-tips yang bisa kamu lakukan untuk mempersiapkan karir green jobs di masa setidaknya 5 tahun lagi. Selamat mencoba!
 Referensi
Anonim. "Lembar Fakta tentang Pekerjaan yang Layak dan Ramah Lingkungan (Green Jobs) di Indonesia." International Labour Organization. https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilojakarta/documents/publication/wcms_149950.pdf . Diakses 20 Februari 2021.
Dewi, Rafika & Ahmad Maruf. "Analisis Penciptaan Green Jobs (Pekerjaan Hijau) di Indonesia Menggunakan Model Skenario Investasi Hijau", Journal of Economics Research and Social Sciences Vol 1, No 1 (2017). https://doi.org/10.18196/jerss.v1i1.9059. Diakses 20 Februari 2021.
Strietska-Ilina, Olga; Hofmann, Christine; Durán Haro, Mercedes; Jeon, Shinyoung. 2011. SKILLS FOR GREEN JOBS A GLOBAL VIEW: SYNTHESIS REPORT BASED ON 21 COUNTRY STUDIES. International Labour Office. https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/---dcomm/---publ/documents/publication/wcms_159585.pdf . Diakses 20 Februari 2021.
https://katadata.co.id/ariemega/infografik/5fae68d68adb9/green-jobs-masa-depan-ekonomi-dan-lapangan-kerja . Diakses 20 Februari 2021.
https://news.google.com/covid19/map?hl=id&mid=%2Fm%2F03ryn&gl=ID&ceid=ID%3Aid
https://id.exchange-rates.org/ . Diakses 20 Februari 2021.
https://www.scribd.com/document/420761730/PELUANG-GREEN-JOBS-PADA-PENDIDIKAN-KEJURUAN-docx . Diakses 20 Februari 2021.
5 notes · View notes
tashwirul · 4 years ago
Text
Bertahan Hidup Sebagai Mahasiswa
Pada tahun 2014, setelah saya diterima SIMAK UI, ayah mengajak diskusi dan merekomendasikan saya untuk kuliah di UGM saja. Waktu itu saya sudah diterima di UGM melalui SBMPTN dan bahkan sudah daftar ulang. Alasannya masuk akal, saya memiliki kakak yang ketika itu masih menjadi mahasiswa aktif di UGM dan ayah merasakan sendiri bahwa biaya kuliah di Jogja itu relatif lebih terjangkau, bahkan lebih murah daripada ketika kakak saya masih SMA. Saya bisa memahami itu, apalagi kakak saya adalah mahasiswa Bidikmisi yang biaya kuliah dan uang bulanannya ditanggung oleh negara, sementara saya bukan. Saya sudah daftar ulang di UGM dan mendapat besaran UKT 1 juta rupiah per semester, belum termasuk biaya hidupnya. 
Ayah saya adalah seorang mantan kepala desa. Sejak purna jabatan pada tahun 2008 sampai sekarang, praktis beliau tidak punya penghasilan tetap. Baik ayah maupun ibu, keduanya lulusan SMA. Di keluarga kami, kakak saya yang mahasiswa Bidikmisi di UGM adalah orang pertama yang kuliah. Itupun ayah saya awalnya sangat takut untuk mengizinkan kakak kuliah, lagi-lagi dengan kendala finansial yang bisa dimaklumi. Ayah terlihat sangat senang dan lega ketika kakak mendapat Bidikmisi, katanya baru merasakan sendiri ternyata beasiswa kuliah gratis itu memang ada. Sementara dalam bayangan ayah, UI berada di kelas yang berbeda. Lokasinya di Ibukota Negara, di kota metropolitan yang serba mahal, berisikan anak-anak orang kaya yang membawa mobil ke kampus, tentu membuat ayah cukup gentar untuk mengizinkan saya memilihnya. UI adalah mitos bagi keluarga kami saat itu. Saya punya sepupu yang menjadi mahasiswa UI, tetapi orang tuanya memang punya bisnis dengan omset puluhan hingga ratusan juta rupiah. Saya adalah anak kedua dari lima bersaudara, masih banyak adik-adik yang harus ditanggung biaya sekolahnya, sehingga kekhawatiran ayah sangat bisa saya mengerti.
Saya ingat, ketika saya sedang senang-senangnya mendapat pengumuman SIMAK UI, ayah justru tampak gusar. Ia berbicara pada ibu agar membujuk saya memilih yang di UGM saja. Tapi untungnya ibu berada di pihak saya. Sebagai seseorang yang belum pernah merasakan kuliah, ia sangat ingin anak-anaknya bisa kuliah di universitas ternama. Tiga kampus yang selalu disebut-sebut ibu adalah UI, ITB, dan UGM. Berhubung kakak sudah di UGM, ia ingin agar saya ke UI. Saya berusaha meyakinkan ayah dan memaparkan alasan mengapa ingin merantau sendiri ke Jakarta. Misalnya, saya ingin belajar hidup mandiri, tidak bergantung terus pada orang lain, dan juga UI adalah kampus impian saya sejak SMA. Hasil dari perundingan itu, ayah akhirnya merestui rencana studi saya sambil mewanti-wanti “Tapi kamu harus siap kalau sewaktu-waktu harus menahan lapar dan menahan sakit. Jangan sering mengeluh dan merengek. Harus mandiri dan kuat.” tentu saya siap akan hal itu.
Di awal-awal masa kuliah, ternyata saya benar-benar mengalami kesulitan itu. Yang paling terasa, waktu itu saya masih memakai hp jadul, belum punya ponsel android sehingga tidak bisa bergabung ke grup kelas dan grup angkatan yang kebanyakan dibuat di aplikasi LINE dan Whatsapp. Saya sering tertinggal informasi tugas, terutama yang berkaitan dengan ospek dan kuliah. Di semester satu, saya juga sering hanya makan sekali sehari, spesifiknya setiap setelah maghrib, untuk menjamak sarapan dan makan malam. Saya membeli nasi putih, tahu atau tempe, dan sayur di kantin asrama, lalu makan sendirian di kamar karena malu. Suatu kali saya makan sambil menangis karena bosan dengan menunya, tetapi tidak ada pilihan lain. Semua lowongan pekerjaan mengajar bimbel saya coba, tapi tidak pernah tembus karena kebanyakan mensyaratkan IPK tertentu yang baru akan keluar di akhir semester. Pernah sekalinya dapat job tutor privat, lokasinya di Jakarta Utara. Sangat jauh dari lokasi saya yang berada di Depok. Itupun tetap saya ambil karena memang butuh uang, meski dapatnya tak seberapa karena banyak habis untuk transport.
Oh iya, awalnya saya adalah mahasiswa reguler di UI, dengan UKT 500.000 per semester. Itu masih terasa sangat berat karena belum termasuk uang asrama dan uang makan sehari-hari. Karena itu, saya hanya makan sekali atau dua kali sehari dan tidak pernah jajan di kampus untuk menghemat uang kiriman dari orang tua. Saya pernah berjualan donat dan gorengan untuk diri sendiri, walaupun kalau ditanya teman, saya bilang untuk danus kepanitiaan yang saya ikuti. Saya pernah jualan aqua di CFD, karena setiap akhir pekan banyak masyarakat Jabodetabek yang berolahraga di UI. Banyak usaha yang pernah saya coba di tahun pertama. Sampai akhirnya di pertengahan tahun ada pengumuman ketersediaan kuota Bidikmisi gelombang dua. Saya segera mendaftar, melengkapi berkasnya, dan alhamdulillah lolos. Tetapi uang bulanan beasiswa ini baru saya terima di awal tahun kedua.
Di semester kedua, saya sudah tidak perlu membayar uang kuliah lagi. Saya juga menerima bantuan biaya hidup sebesar 3.600.000 untuk satu semester. Uang ini syukurlah sangat membantu, walaupun masih belum cukup. Karena untuk tinggal di asrama saja, yang relatif paling murah di sekitar UI, sudah menghabiskan 300.000, setengah dari uang bulanan Bidikmisi. Setelah mendapat beasiswa ini, akhirnya saya bisa membeli ponsel android dan bisa berkomunikasi dengan lancar. Saya juga membeli sepeda yang saya gunakan untuk berangkat ke kampus sehari-hari. Kiriman dari orang tua mulai berkurang, meskipun sesekali saya masih meminta kalau benar-benar terpaksa. 
Saya baru bisa lepas dari kiriman orang tua pada tahun 2016, semester 5. Di UI bukan hal yang aneh kalau satu mahasiswa menerima lebih dari satu beasiswa. Saya saat itu memperoleh beasiswa kepemimpinan, sehingga mendapat fasilitas tempat tinggal, makan dua kali sehari, dan uang bulanan sebesar 1.000.000 rupiah. Kondisi keuangan menjadi semakin stabil dan membaik. Saya di kemudian hari juga mendapat proyek menjadi panitia acara yang diadakan oleh DPR RI. Kegiatan itu membuat saya menerima uang 5.000.000 pertama yang saya pegang langsung. Sebagai mahasiswa tahun awal, tentu senang sekali rasanya. 
Di tahun-tahun berikutnya, kondisi ekonomi menjadi semakin meningkat. Setelah punya banyak kenalan, saya jadi sering mendapat kerja-kerja sampingan yang sebenarnya tidak bisa saya lakukan. Misalnya, saya pernah ditanya “Bisa desain atau tidak?”, saya jawab “Bisa” meskipun sebenarnya belum. Lalu dengan waktu yang sesingkat-singkatnya, saya belajar secara otodidak dan berhasil mendapat proyek tetap untuk content writing dan graphic design, yang membuat saya rutin mendapat 3 sampai 5 jutaan. Saya juga mengajar privat intensif UN SMA dan tinggal di rumah siswa tersebut selama masa persiapan UN. Setiap ada kesempatan untuk menambah uang jajan, misalnya dengan menjadi penunggu ujian, saya selalu mendaftar. 
Di tahun ketiga, saya aktif di organisasi kemahasiswaan tingkat universitas. Bahkan menjadi ketua lembaga tingkat universitas di tahun keempat. Saat itu sudah banyak pintu-pintu rejeki sampingan. Saya rutin diundang menjadi pembicara seminar, talkshow, dan diskusi baik di dalam kampus, di kampus lain, sampai keluar kota. Terkadang panitia hanya memberi sertifikat, bingkisan jajanan atau buah, dan barang-barang cinderamata. Terkadang pula ada yang memberikan uang. Saya tidak pernah memasang tarif tertentu apalagi meminta bayaran, tetapi Tuhan selalu punya cara untuk berbagi rejeki. Ada yang memberi 100.000, 500.000, sampai 750.000. Rekor yang paling mahal, saya pernah diberi 3.000.000 untuk bicara satu sesi seminar selama 30 menit. Lagi-lagi lewat jalan yang tidak terduga.
Di tahun keempat dan kelima, sebenarnya kondisi ekonomi sudah stabil. Posisi saya waktu itu memungkinkan saya mendapat honor setiap menghadiri rapat di kampus. Tetapi itu terbagi-bagi untuk menghidupkan organisasi saya (karena tidak mendapat operasional dari kampus), pengeluaran organisasi yang sering mendadak (bahkan pernah uang kiriman Bidikmisi saya berikan seluruhnya untuk proker organisasi karena tidak ada honor rapat), bayar kuliah (beasiswa hanya menanggung selama 4 tahun), uang makan, uang kost, dan lain-lain. Waktu itu, orang tua meminta tolong, kalau bisa, agar saya menanggung uang bulanan dan sekolah adik saya yang masih SMP di pesantren. Ternyata saya sanggup melakukannya sampai saat ini (setelah hampir tiga tahun). Saya berkesempatan untuk bekerja sebelum lulus, dengan gaji yang cukup. Serta beberapa kali mengerjakan proyek-proyek yang membuat saya mendapat honor 30 - 40 juta untuk saya sendiri dalam waktu satu atau dua bulan. Ibaratnya, saya sudah pernah merasakan makan sekali sehari dan menahan lapar seharian, sampai merasakan beli baju, sepatu, elektronik, atau makanan di mall tanpa memikirkan harganya. Ada momen juga ketika saya jadi semacam OKB yang menghabiskan belasan juta sebulan karena terlalu sering jajan dan makan di mall.
Sekarang saya sudah lulus. Tentu ada keinginan untuk lanjut mengerjakan kegiatan-kegiatan semacam itu. Apalagi saya mulai memikirkan menyicil rumah, investasi, dan sebagainya untuk masa tua. Praktis, saya sangat ketat mengatur pengeluaran bulanan saya. Tetapi saya sekarang punya priotitas lain untuk membangun karir sebagai akademisi. Saya tengah secara rutin berkonsultasi dengan profesor di luar negeri untuk proposal thesis S2 di kampusnya. Saya sudah mendapat LoA dan sedang menunggu pengumuman beasiswa untuk pendanaannya. Mungkin nanti, setelah saya menyelesaikan program Doktor, saya akan belajar “mencari uang” lagi. Sebagai anak yang berasal dari orang tua yang tidak pernah kuliah, saya jauh lebih berkeinginan untuk menjadi seorang profesor daripada profesi lain. Untuk sementara, asalkan cukup untuk biaya sehari-hari, menyekolahkan adik, dan rutin menabung, saya sudah bersyukur.
Saya jadi ingin bercerita ini karena di sebuah grup WA bersama para senior, mereka sedang mengingat-ingat susah payahnya dulu. Di tengah masa UTBK dan registrasi ulang mahasiswa baru, saya jadi teringat bagaimana dulu sulitnya mengawali kehidupan di kampus. Tahun 2014 ketika saya menyusun rencana untuk melanjutkan studi, saya punya banyak sekali halangan finansial. Tetapi alhamdulillah, pelan-pelan, satu per satu akhirnya membaik. Semoga siapapun adik-adik dari daerah yang saat ini banyak rintangan dan kekhawatiran, mau tetap memegang teguh mimpinya dan berjuang mewujudkan itu. Terus semangat dan sehat selalu***
Depok, 2020
8 notes · View notes
hnfhlnn · 4 years ago
Text
Tumblr media
Tahun ini benar benar mengejutkan. Hampir semua orang merasakan bagaimana rencana berupa menjadi wacana. Termasuk aku dan tentang kepulangan saat lebaran tahun ini. Rencana untuk pulang selalu saja harus terundur karena situasi yang tak juga usai. Sampai kemudian aku berkesimpulan jika tahun ini aku mungkin belum bisa pulang. Tapi Allah begitu baik. Kesempatan untuk bisa pulang akhirnya datang, meski begitu mendadak hingga pengurusan cuti dan pembelian tiketpun kulakukan hanya dalam beberapa jam. Dan besoknya, akupun langsung berangkat untuk pulang.
Perasaan menggelitik ini selalu saja hadir tiap kali aku menginjakkan kaki di bandara. Tak pernah terbayangkan sebelumnya aku bisa seberani ini pulang pergi naik pesawat sendirian. Aku masih ingat saat masih menjadi mahasiswa semester akhir. Kala itu aku baru mulai tertarik untuk mengikuti yang namanya perlombaan. Pertama kali mencoba bersama seorang teman, Alhamdulillah kami lulus di tahap pertama dan lanjut ke tahap selanjutnya di Bandung. Itu adalah momen luar biasa bagiku, pertama kali merasakan naik pesawat dan pertama kali pula aku menginjakkan kaki di pulau yang berbeda. Sepulang dari lomba, aku menyangka bahwa itu mungkin saat pertama dan terakhir bagiku berkunjung ke Bandung...
Sekitar satu bulan kemudian, aku mencoba untuk mengikuti perlombaan lainnya. Alhamdulillah aku bisa lolos lagi ke tahap selanjutnya di jakarta. Namun kali ini bukan kompetisi per team melainkan individu dan hanya aku sendiri yang lolos. Rasanya senang tapi bingung, bagaimana mungkin aku berangkat ke kota besar seorang diri? Aku tak seberani itu. Bisa-bisa sampai dibandara saja aku sudah nyasar. Pada akhirnya, satu2 nya harapanku adalah ada keluarga yang menemaniku berangkat ke Jakarta. Meski tentu saja, kampus hanya akan membiayaku saja sedang pendamping harus merogoh dari kantung sendiri. Mama pun membantuku membujuk bapak untuk mau menemani kesana. Tetapi dengan tegas bapak berkata, "tidak usah ngeluarin uang hanya untuk ikut lomba. Mending uangnya disimpan untuk nanti test kerja diluar setelah lulus kuliah."
Aku sangat kecewa dan tidak bisa memahami pemikiran bapak saat itu. Ini pertama kalinya aku begitu bersemangat mengikuti perlombaan dan aku merasa tak mendapat dukungan untuk itu. 'Lagipula mana mungkin aku test kerja diluar sedang aku maunya kerja disini saja!', sangkaku saat itu..
Setelah lulus kuliah aku mulai merasakan sulitnya mencari pekerjaan yang benar benar sesuai dengan jurusanku (di kota tempat aku tinggal). Melihat lowongan khusus untuk matematika/statistika rasanya seperti menemukan barang langka. Maka ketika diadakan rekruitmen untuk lulusan matematika/statistika secara nasional oleh salah satu bumn aku sangat bersemangat untuk ikut mendaftarkan diri. Alhamdulillah, aku lolos ditahap awal. Saat itu aku pun sadar bahwa persangka ku selama ini salah, bapak benar. Test selanjutnya tidak diadakan di Makassar, aku harus berangkat ke luar kota yang tentunya dengan biaya sendiri.
Waktu itu kakak dengan setengah serius dan bercanda bilang, 'tidak usahlah lanjut tes, tidak akan lulus juga. Buang buang uang saja'. Aku yang kurang PD tertawa dan ikut mengiyakan. Tapi tidak ada salahnya untuk mencoba, kan? Orangtuaku juga Alhamdulillah mendukung untuk melanjutkan tes.
Atas kehendak Allah aku pun lolos hingga tahap akhir. Rasanya senang bisa diterima bekerja sesuai dengan minat dan jurusan sewaktu kuliah. Dan aku benar-benar bersyukur bahwa kepercayaan orangtuaku menjadi tidak sia-sia. Sebelum berstatus pegawai, kami dibekali terlebih dahulu dengan beberapa hal selama kurang lebih 4 bulan dengan istilah 'management traine'. Saat itulah aku kembali mendapati betapa mengejutkannya skenario yang Allah tuliskan untuk ku,
'mungkin ini adalah saat pertama dan terakhir bagiku menginjakkan kaki di bandung'
Kalimat itu terputar di kepalaku. Kota yang dulu kiranya hanya akan ku kunjungi sekali justru kudiami dalam waktu yang cukup lama. Awalnya hanya 4 bulan, jadi tak apa pikirku. 4 bulan jauh dari rumah semoga bisa memberiku banyak pelajaran. Namun Nyatanya sudah sekitar 2 tahunan aku disini.
Kedepannya entah ke arah mana lagi kakiku kan melangkah. Manusia bisa berencana, tetapi Allah selalu punya kejutan kejutan baik untuk hambanya. Saat ini, mungkin hanya ada satu jalan yang bisa kita lihat di depan mata. Namun seiring kaki kita melangkah lebih jauh, ternyata ada begitu banyak jalan lain yang terselimuti oleh kabut. Dari banyaknya jalan itu, semoga Allah senantiasa menuntun kita menuju satu jalan yang terbaik. Jalan yang bisa mendewasakan dan membawa kita kepada ridhoNya.
-15.08.20
1 note · View note
mbeeer · 6 years ago
Text
KUDASAI - Lover, Please Stay
Percuma jika aku memaksa. Tentu aku ingin kau tetap tinggal. Setidaknya bertahan bersamaku sedikit lebih lama.
Kita pernah melalui yang lebih hebat dari ini dan tetap baik-baik saja. Tapi siapa aku berhak meminta? Kau nyatanya memang ingin pergi dari semua yang sudah kita cipta.
Maka tidak ada yang lain selain doa semoga kau tetap baik-baik saja.
Pulanglah kapanpun kau mau. Aku tetap menunggu hari itu. Hari di mana semua kembali seperti dulu.
Kau dan aku.
                                                       ****
Ini sudah kedua kalinya dia minta cerai dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Berarti total ia meminta cerai sudah lima kali dalam satu tahun kami menikah. Gue berkedip beberapa kali sebelum kemudian lamunan gue dibuyarkan oleh pelanggan yang mau memesan.
Cafe kepunyan gue ini tidak cukup besar, seperti halnya cafe-cafe lain. Hanya cafe kecil yang bisa diisi mungkin lima belas sampai dua puluh orang maksimal. Di luar sana ada beberapa kursi kecil gue letakkan sebagai tempat untuk mereka-mereka yang ingin duduk di outdoor sambil dinaungi oleh rindangnya pohon Angsana yang tampaknya sedang berbunga kuning lebat sekali hingga tak jarang sering luruh jika tertiup angin dan masuk di gelas-gelas minuman pesanan orang-orang.
Nyusahin aja.
Gue hanya ditemani oleh satu orang karyawan saja di sini. Dia kebanyakan gue suruh untuk melayani bagian serving saja ke pelanggan dan membersihkan meja yang sudah ditinggalkan. Awalnya gue merasa cukup dengan bantuan satu orang, tapi makin ke sini makin lumayan juga customer baru yang datang hingga pada akhirnya gue harus membuka lowongan pekerjaan.
Pikiran gue mendadak kosong gara-gara sms sialan barusan yang gue terima. Bahkan beberapa kue yang lagi gue buat di dapur saja mendadak jadi terlalu matang hingga tidak lolos quality control untuk gue jual. Pasalnya, kali ini sms itu tampak bukan seperti ancaman yang biasanya. Entah kenapa dia bilang seperti itu di pagi buta seperti tadi. Abis mimpi buruk apa ya? Terakhir dia minta cerai beberapa bulan yang lalu, itu semua cuma gara-gara dia lupa belum bayar kreditan kebaya.
YA TERUS?!
Gak ada hubungannya anjir sama gue tapi kenapa malah ujung-ujungnya minta cerai sama gue?!?! Kenapa gak minta cerai sama tukang kredit kebayanya aja?!
"Permisi.." Tiba-tiba ada suara datang dari bagian tempat pesan.
Dengan cepat gue keluar dari dapur lalu mengelapkan sisa-sisa tepung kue ke apron yang sedang gue pakai, "Ya mbak, mau pesan apa?" tanya gue ramah.
"Anu, mas.. Saya yang tadi mau ngelamar pekerjaan.." Ujarnya.
Gue langsung menelisik dari atas hingga ke bawah, ukuran dada, cup size, ukuran pinggul, dan jenjang kaki,
"PAS!!"
"Eh? Pas apa mas?"
"Hahaha enggak.. Sini sini duduk dulu di sini. Mau minum apa? Biar saya buatkan dulu."
"Aduh mas gak enak, apa saja terserah masnya."
"Oke-oke."
Gue mengantarkan cewek itu ke salah satu meja di cafe lalu meninggalkannya sebentar untuk membuatkannya sebuah minuman White Chocolate Matcha Iced Latte. Sembari membuatkan, gue sesekali meliriknya. Cewek umur 23 tahun, sedang kuliah di salah satu kampus yang tak jauh dari sini. Kemarin gue sempat melihat instagramnya dan engagement likenya cukup tinggi juga, dari segi promosi sih ini cewek sudah mumpuni banget. Rambutnya lurus tergerai dan menggunakan kaos polos berwarna putih sehingga membuat tubuh bagian atasnya menjual banget dari segi visual.
"Lumayan nih kalau jadi istri muda." Gumam gue pelan sambil mencopot cincin pernikahan di jari manis dan memasukkannya ke kantong baju, "Kata Tuhan, rejeki jangan ditolak. Subhanallah... Apakah ini jawaban dari sms cerai barusan ya Tuhan? Dirimu sungguh luar biasa, uhuy~"
Gue mengantarkan minuman itu lalu kemudian duduk di depannya, "Oke, kita kenalan dulu, siapa namanya?" Gue mengulurkan tangan.
"Helmi, mas. Panggilannya mimi." Ujarnya seraya menyambut jabat tangan gue.
"Saya Chaka, yang punya cafe ini. Umur 29 zodiak Leo. Panggilnya jangan mas, tapi pake A. Orang-orang di sini juga pada manggil gitu. Jadi nanti kamu manggilnya A Chaka aja, atau orang lain sih biasanya manggil A Chak." Gue tersenyum sambil masih menggenggam tangannya dan pura-pura membalikannya agar dia melihat di jari tangan kanan gue gak ada cincin.
Mimi hanya angguk-angguk tertawa canggung saja mendengar perkenalan gue barusan. Gue menjelaskan tentang job desk, serta jam berapa saja dia bekerja di tempat ini. Setelah deal dengan gaji yang pas, akhirnya Mimi mau menandatangani kontrak yang gue bawa. Terhitung mulai hari ini, cafe gue pada akhirnya punya karyawan cewek juga ya Allah nikmat mana lagi yang kau dustakan~
Gue mengajak Mimi ke area tempat pesan dan kasir, mengajarkannya beberapa hal tentang dasar-dasar pembayaran, cara melayani, menggunakan apron, dan sebagainya. Untuk hal teknis seperti bagaimana cara membuat minuman dan sebagainya akan gue ajakarkan nanti saja di hari libur biar tidak mengganggu aktifitas cafe. Sepanjang penjelasan mengenai detail-detail pekerjaan, gue selalu menyempatkan diri menggoda Mimi dan dia tampaknya oke-oke saja.
"Nah kan gini balance, di rumah punya istri serem banget kaya anak STM lagi tawuran, sedangkan di cafe ada karayawan baru, mahasiswi S1 pula yang cakep banget. Bibirnya aja tipis kaya sendal hotel." Seru gue dalam hati.
                                                       ****
Ketika gue selesai menyajikan makanan untuk pelanggan yang duduk di outdoor, gue sempat melihat ada mobil istri gue datang. Dengan buru-buru gue langsung masuk lagi ke dalam dan pura-pura lagi terlihat sibuk.
Dia membuka pintu cafe sehingga pandangan kami semua mengarah kepadanya. Dia masih sama, menggunakan baju formal dengan kacamata menggantung di hidung kecilnya. Karena tubuhnya yang kecil, tak jarang orang-orang mengira dia masih seumuran dengan karyawan gue yang baru saja kerja tadi, meski pada dasarnya umur istri gue tidak terpaut jauh dari umur gue sendiri.
Tanpa menyapa gue, dia langsung duduk di salah satu meja dan membuka laptopnya. Mimi yang mengetahui hal itu langsung berjalan menghampirinya sebelum kemudian gue tahan,
"Untuk yang satu ini, jangan dilayani." Kata gue geleng-geleng. "Kamu di sini aja, bahaya. Sebisa mungkin kamu jangan deket-deket sama dia ya."
"Loh? Kenapa, A?" Tanya Mimi heran.
"Orangnya galak banget. Makan siangnya aja mercon. Untuk yang satu ini biar aku yang ngelayani oke. Kamu lanjutin aja cuci gelas kotor."
"Tapi rasanya dia baik kok, A. Seumuran aku juga mungkin." Kata Mimi seraya membalikan badan lalu mencuci gelas di tempat cuci yang tak jauh dari sana.
"Ya dari luar sih emang keliatan baik-baik saja. Tapi bukan orang normal nih. Orang normal mah bersin keluar angin, kalau ini bersin keluar mini compo."
Dan bukannya takut, Mimi malah ketawa waktu mendengarkan kata-kata gue barusan. Gue membenarkan pakaian lalu berjalan pelan-pelan menghampirinya. Gue tarik perlahan kursi yang ada di depannya lalu kemudian duduk dengan perlahan sekali.
"Buatin Cappucino."
"SIAP!" Jawab gue sigap meski pantat gue belum menyentuh badan kursi sama sekali. Ya Allah aura intimidasinya serem banget. Keturunan naruto nih pasti.
Gue berjalan cepat ke arah mesin pembuat kopi dan mengerjakan pesanannya tanpa lama lalu kembali menghadap ke arahnya dan menyodorkan minuman itu kepadanya yang masih serius mengetik di laptop entah tentang apa. Lagi nulis wattpad kali yang judulnya Kudasai.
Dia tidak berbicara, begitu juga dengan gue yang masih duduk menghadapnya. Kami diam cukup lama.
"Gimana tadi kuliahnya? Proyek yang kemarin sudah selesai?" Gue mencoba membuka percakapan tapi tetap tidak dijawab.
"Cafe lumayan rame loh dari tadi pagi. Sekarang jadi banyak mahasiswa yang mampir ke sini sampai malam." Gue kembali melanjutkan membuka topik.
"Emang aku nanya?" jawabnya dingin dengan mata yang masih melihat fokus ke laptopnya.
ADUH ANJIR MATI GUE.
"Ngg.. Enggak sih." Gue menelan ludah sebelum kemudian ada hening panjang kembali di antara kami berdua.
Lagi mencoba mencari topik pembicaraan, tiba-tiba ia menutup laptopnya lalu melihat ke arah gue sambil melipat tangan.
"Pengacaraku datang malam ini. Untuk ngurus perceraian kita. Jam 8 malem aku tunggu di rumah." Tukasnya seraya berdiri lalu pergi melalui pintu belakang Cafe yang sebenarnya menyambung dengan rumah kami meski hanya dipisahkan oleh sepetak jalan kecil saja.
Gue menelan ludah lebih banyak. Bahkan cappucino buatan gue aja gak diminum sama sekali. Terus tadi dia pesan untuk apa anjir?! Anda pikir anda Chef Juna bisa memesan minuman lalu main tinggal gitu aja?
Hadeeeeh... Panjang deh urusanya. Mana tadi dia bilang mau ada pengacara yang bakal dateng pula. Untuk yang sekarang, ini adalah hal yang baru sampai ia berani memanggil pengacara. Dulu sih paling cuma minta cerai biasa. Tapi sekarang entah apa yang mendasari dia sampai memanggil pengacaranya seperti itu.
Itu artinya, untuk yang kali ini dia bener-bener serius sama ucapannya. Mati deh gue. Ijazah gue mana dia pegang lagi ah. Kalau gue cerai itu artinya ijazah gue bakal ditahan sama dia selamanya. Astagaaaa... Calon pengangguran seumur hidup.
"Rom!" Teriak gue kepada karyawan gue yang cowok.
Dengan sigap ia langsung keluar dari area dapur, "Iya A?"
"Lo handle urusan depan dulu ya. Gue mendadak banyak pikiran nih!" Gue langsung memijat kening sembari bersandar di kursi cafe.
"Loh tumben, perasaan tadi sehat-sehat aja, A. Kenapa?"
"MENS HARI PERTAMA!!!" Jawab gue kesal dan Romi hanya ketawa saja.
Gue melirik ke arah jam dinding, sudah jam tujuh malam. Lalu gue menurunkan pandangan gue ke arah pintu belakang dan menghela napas panjang. Meski di mata karyawan, gue berkali-kali terlihat kesal dan tidak betah kepada istri gue sendiri, tapi di rumah gue tidak seperti itu. Gue menyayanginya. Sangat. Sesekali ketika ia pulang dari kuliahnya, gue membuatkan kudapan manis kesukaannya lalu membuatkannya teh hangat. Meski selalu berwajah kesal, tapi tak jarang ia juga bercerita tentang kuliah S3 nya selayaknya wanita biasa. Juga tentang segala proyek tender pembangunan gedung yang ia pegang bersama firm arsiteknya.
Tanpa perlu hidup lama dengannya pun orang-orang akan tau kalau istri gue adalah tipe seorang wanita mandiri yang tidak bisa ditaklukkan oleh pria manapun. Seakan di hidupnya kehadiran pria adalah prioritas nomer terakhir di bawah prioritas lainnya. Soal pendidikan? jangan salah, di umur yang belum menyentuh kepala tiga, dia sudah hampir menyelesaikan S3 Arsitektur. Belum lagi, dia sekarang pemimpin dari firm arsitektur yang ia dirikan dulu waktu S2. Termasuk cafe ini, ini juga bukan punya gue. Iya sih ini punya gue, tapi sebagian besar modalnya diberikan oleh istri gue dan keluarganya.
Di belakang cafe ini ada rumah kami yang sederhana. Rumah modern anak milenial yang ditata serapih mungkin. Tentu itu semua buatan istri gue. Dia sendiri yang mendesain, dan mengepalai kuli-kuli yang bekerja membangung rumah itu siang dan malam. Sedangkan gue hanya kebagian sebagai tukang membawa makanan aja buat dia dan para pekerja. Sungguh lelaki yang tidak ada martabatnya sama sekali. Meski uang dari keluarganya sangat banyak, tapi rumah yang ia bikin tidak terlalu besar. Lebih cocok untuk rumah yang dihuni oleh dua orang saja. Rumah berdinding semen yang sudah dipoles seperti interior cafe kekinian, dengan ornamen-ornamen kayu alami di setiap perabotan yang kami miliki seperti meja makan, kursi, tangga, dan lain-lain.
Lantai pertama terdapat ruang tengah beserta sofa dan tivi. Tak jauh dari sana ada meja makan dan dapur yang dipisahkan oleh akuarium panjang. Yang sudah tentu juga terbuat dari ornamen kayu. Di samping meja makan ada pohon-pohon ketapang beserta pot-pot kecil hingga terlihat asri sekali. Karena itu tanaman asli, sudah tentu berarti di atas meja makan adalah atap yang terbuat dari genting yang bisa menerima sinar matahari. Tapi dengan perhitungan yang mantap, entah gimana ceritanya cahaya matahari tidak pernah langsung masuk ke dalam rumah, melainkan hanya cahaya hangatnya saja. Membuat meja makan selalu dalam keadaan outdoor meski sebenarnya masih di dalam rumah.
Lantai dua adalah kamar kami berdua. Lengkap dengan kamar mandi yang mewah. Nah kalau urusan kamar mandi, gue yang meminta istri gue untuk mendesain tempat itu sebagai tempat paling mewah di rumah ini. Entahlah, selain dapur, gue ingin kamar mandi sebagai tempat pribadi yang nyaman untuk menghabiskan banyak waktu. Istri gue setuju, akhirnya ia mendesain  kamar mandi kami dengan nuansa bebatuan. Bath tub yang panjang dihadapkan langsung ke arah jendela luar yang sudah didesain hanya jendela satu arah sehinggak gak usah malu kalau gue lagi bugil terus goyang helikopter di kamar mandi. Gak tau goyang helikopter? Coba cek youtube.
Kembali ke cerita.
Gue diam sebentar, sebelum kemudian dengan buru-buru gue masuk ke dapur dan memasak sesuatu. Gue melirik ke arah jam tangan, waktu hanya bersisa tiga puluh menit doang. Sangat tidak cukup untuk memasak menu yang sebenarnya tidak pernah mau gue keluarkan sebagai menu jualan di cafe kami. Masakan andalan gue paling utama yang bahkan gue pilih untuk menjadi nama cafe kami itu.
"A.." Kata Romi yang kepalanya nongol sebelah dari jendela dapur, "Ada tamu tuh. Parkir di depan cafe."
Gue yang masih ngaduk-ngaduk sup langsung menatap Romi, "Pake mobil bmw merah?"
Romi mengangguk.
"Bangsat, ternyata pengacaranya beneran dateng. Rom!!" Gue teriak kencang dan Romi kaget sampai kepalanya kebentur kusen jendela, "Urus pembayaran cafe sampai beres. Gue pulang dulu. Penting!"
"Lah kok gitu A?"
"MENS GUE TEMBUS!!" kata gue bete.
                                                           ****
Gue membawa tiga piring masakan buatan gue itu ke dalam rumah. Dan di meja makan sudah ada istri gue dengan pengacara yang duduk di depannya. Waktu melihat gue masuk, pengacara itu menunduk memberi hormat dan gue juga membalasnya.
"Dimakan dulu." Ujar gue ramah dan meletakan tiga piring itu di meja depan kami.
Tidak ada sepatah kata yang keluar dari istri gue. Awalnya gue sempat bingung mau duduk di mana, tapi waktu gue coba pelan-pelan menggeser kursi yang berada di sebelah istri gue, dia tampak diam saja dan masih fokus berbicara hal-hal tentang proyek pembangunannya. Itu berarti gue diizinkan untuk duduk di sebelahnya. Karena biasanya kalau dia gak ngizinin pasti dia menatap sinis sambil bilang, "Yang suruh duduk di situ siapa?" Kejam banget pokoknya. Sampai sekarang gue masih yakin dia ini keturunan Daendles jendral VOC yang bikin jalan dari Anyer sampe Panarukan.
Cukup lama mereka berbicara hingga membiarkan masakan buatan gue mulai perlahan tidak lagi panas. Kepulan asap masakan yang ada di piring dengan aroma luar biasa enak itu membuat pengacara kami berkali-kali terlihat menelan ludah dan melirik ke arah sana, tapi ia tampak segan sebelum istri gue makan duluan. Istri gue sendiri masih sibuk dengan laptopnya dan membahas tentang perizinan hukum yang entah apa itu gue gak ngerti dengan pengacarannya.
"Sayang.." Tukas gue pelan, dan dia masih tampak sibuk mencorat-coret di buku catatannya, "Sayang.." Gue mengelus punggungnya pelan. Mata istri gue yang tadi masih serius menatap buku catatan langsung perlahan terlihat luruh dan menatap kosong ke arah depan, "Sayang dimakan dulu yuk makanannya. Sudah semalam ini kamu belum makan. Aku buatin Four Season yang kamu suka. Dan untuk yang malam ini, aku jamin rasanya lebih enak dari yang pernah aku buatin untuk kamu dulu-dulu itu. Makan dulu yaaa, pekerjaannya istirahat dulu oke? Mas Dani juga kasihan laper kayaknya." Gue melirik ke arah pengacara kami dan dia hanya cengengesan, "Mau ya?"
Ada tarikan napas panjang dari istri gue. Meski terlihat enggan, ia kemudian menutup laptopnya dan mengangguk mengiyakan. Gue tidak langsung memberikan garpu dan sendok kepada mereka berdua, gue ambil ketiga piring tersebut, dan memanaskannya selama 30 detik di dalam microwave agar kembali panas. Spaghetti Four Season wajib disajikan dengan panas agar rasanya lebih enak dan meresap. Dalam penyajian makanan, selain rasa, ada 2 aspek paling penting yang harus didahulukan. Satu adalah bentuk penyajian, dan satu lagi adalah Aroma. Aroma yang enak pada makanan membuat indra pengecap akan merasakan kenikmatan lebih pekat dua kali ketimbang makanan yang tidak beraroma menyengat. Dan dengan memanaskan di microwave, Aroma makanan itu kembali menyeruak mengepul ke udara.
Pada akhirnya kami makan malam bersama. Sesekali gue membuka pembicaraan dengan Dani, pengacara setia keluarga kami sejak lama. Menanyakan beberapa hal menyangkut rencana gue untuk membuka cabang cafe yang lain. Mengenai perizinan bangunan, juga mengenai keluarganya yang sudah akrab juga dengan keluarga kami. Dani adalah pengacara setia keluarga istri gue sejak lama, bahkan istri gue sendiri yang mendesainkan rumah Dani secara cuma-cuma ketika dulu ia ingin membangun rumah. Bagi kami, Dani sudah seperti keluarga sendiri.
Setelah makan selesai, istri gue kembali membicarakan masalah proyek pengerjaannya dan gue pergi ke dapur untuk mencuci piring.
"Mas, Chak, aku pulang dulu yaaa." Kata Dani tak jauh dari dapur.
"Oh iya, Mas Dan. Ati-ati di jalan." Kata gue yang masih sibuk mencuci piring.
Awalnya gue tidak menyadarinya, tapi selang lima menit, gue baru sadar kalau Dani tadi ke sini kan buat ngurus perceraian. Dengan cepat gue langsung mengahmpiri ke meja makan lagi. Di sana ada istri gue yang masih membuka laptop, ia menatap gue dan tampaknya mengetahui rona kebingungan yang ada di wajah gue saat ini.
"Duduk." Katanya, dan gue mengangguk, "Depan aku. Jangan di sebelah."
Ia menaruh kacamata bulatnya lalu mengusap-usap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tampak lelah sekali. Gue mengerti, pasti sulit rasanya menjadi Alpha Female di setiap bidang yang ia tekuni, termasuk di keluarga kecil kami. Rasanya dibanding gue, dia lebih cocok disebut sebagai kepala keluarga.
"Twindy... Soal sms kamu tadi sore.."
"Itu siapa di luar?" potongnya tanpa menjawab gue, "Kenapa ada cewek di sini?" lanjutnya ketus.
"Ngg.. karyawan baru. Baru kerja hari ini. Aku butuh tenaga tambahan, sayang. Cafe belakangan sudah semakin penuh dan aku keteteran kalau menghandle sendiri." Gue mencoba menjelaskan.
Dia diam dulu sebentar, menatap gue dari ujung kepala. Mencoba mencari-cari kebohongan apa lagi yang gue ucapkan. Karena sudah lama bergelut di bidang arsitektur dan mengepalai puluhan karyawan serta menghadapi banyaknya client dan juga tuntutan hukum, istri gue jadi punya keahlian luar biasa yang sangat ditakuti oleh semua suami di dunia. Keahlian untuk mencium kebohongan.
Lo bayangin, cewek biasa aja kalau lagi kepo beeeeuuuuh FBI juga kalah. Lah sedangkan kemampuan itu sekarang jauh lebih hebat dimiliki oleh istri gue. Udah kaya ahli nujum aja. Berkali-kali gue pernah berbohong dan tidak pernah ada yang berhasil melewati indra penciumannya. Sehingga sekarang prinsip hidup gue sudah berubah. Katakan sejujurnya, tapi tidak semuanya.
Tiba-tiba, istri gue langsung berdiri dan pergi begitu saja entah ke mana. Gue masih terdiam di meja makan tidak mengerti. Selang lima belas menit, dia datang dari pintu belakang yang menghubungkan rumah ini dan cafe depan.
"Perempuan tadi udah aku pecat." Ujarnya dengan nada kesal.
"Heeeeee?!" Gue terkejut. Alis gue sampai naik dua-duanya.
"Terus itu kemana cincinnya? Kenapa gak dipake? Sengaja dilepas biar keliatan belum punya istri, hah?!"
"HEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE......"
Nyawa gue mendadak melayang tamasya ke sidoarjo.
                                                   Bersambung
Part sebelumnya: INDEX
188 notes · View notes
yurikoprastiyo · 6 years ago
Text
Pasca wisuda
Banyak yang mengulur-ulur wisuda karna takut setelahnya tak mampu menghadapi kehidupannya. Tuntutan keluarga untuk segera bekerja, sindiran tetangga yang mempermasalahkan "sarjana kok nganggur" atau memang realita mencari pekerjaan yang memang sangat kompetitif.
Banyak juga yang mau tidak mau harus segera lulus dari kehidupan kampus. Tuntutan keluarga yang terus bertanya kapan lulus, sindiran tetangga yang terus bertanya "kuliah apa kredit rumah, kok gak lulus-lulus" atau biaya kuliah yang terus membengkak dan mau tidak mau harus segera lulus, padahal setelah wisuda bingung mau kemana.
Kuliah terkadang serasa percuma, selama empat tahun hanya mengejar selembar ijazah. Dan fatalnya banyak yang mempunyai ijazah yang sama, bahkan IPK nya lebih besar, bahkan kampusnya lebih terkenal. Tidak hanya itu, ribuan orang dari ratusan kampus mengeluarkan mahasiswa dengan titel yang sama S.E misalnya. Pada periode yang sama lowongan pekerjaan yang tersedia tidak lebih banyak dari jumlah lulusannya. Mau kemana kita?
Sayangnya dari ratusan sks yang kita ambil, dari puluhan dosen yang mengajar tidak ada satupun yang mengajarkan mata kuliah "kehidupan pasca kampus". Padahal inilah satu-satunya mata kuliah yang paling berguna setelah lulus. Begitulah kampus, hanya menyediakan tenaga kerja "belum siap pakai". Betapa bangganya kampus yang selalu pamer puluhan mahasiswanya bekerja di perusahaan A, B, C dsb. Padahal seharusnya kampus adalah lembaga yang paling malu karna ratusan mahasiswanya tidak memperoleh pekerjaan. Seringkali saya berpikir bahwa pesantren lebih baik daripada kampus untuk mempersiapkan kehidupan santri pasca belajar.
Kehidupan pasca wisuda memang berat. Apalagi untuk mahasiswa yang kerjaannya hanya kuliah dan pulang kosan untuk mengejar nilai tinggi. Salahkah begitu? Tidak. Karna kampus memang membentuk begitu. Pasca wisuda ia akan bingung memanfaatkan nilai akademiknya yang tinggi, dari sebuah kertas yang bernama ijazah. Sayangnya ia hanya selembar kertas dan akan tetap kertas.
Masih beruntung mahasiswa yang masa kuliahnya disibukkan dengan berorganisasi maupun berbisnis. Setidaknya setelah wisuda ia akan mempunyai banyak teman, banyak relasi dan banyak pengetahuan yang dimiliki. Akan banyak hal yang didapat disana. Akan ada banyak teman yang membantu, meskipun hanya info lewat grup wa, meskipun hanya rekomendasi bekerja atau HRD yang mencari pekerja dari organisasi yang sama. Begitupun dengan berbisnis, akan ada banyak teman yang siap membantu banyak hal, setidaknya menyebarkan info via grup wa, atau mengajak teman yang lainnya untuk menjadi pelanggan atau menjadi mitra dari bisnisnya.
Saya akui bahwa kehidupan pasca kampus adalah kehidupan yang berat. Karna banyak hal akan menjadi pertimbangan. Yang pasti, siapa dahulu yang berlomba-lomba untuk masuk kampus hingga rela belajar mati-matian untuk bisa masuk jalur SBMPTN atau yang lainnya, setelahnya berlomba-lomba untuk lulus, lalu berlomba-lomba untuk mendapat pekerjaan. Jangan takut, hadapilah. Sama seperti ujian masuk kampus, berat memang, tapi nyatanya bisa terlampui.
144 notes · View notes
nhadiyati · 5 years ago
Text
Berpikirlah Sebelum S2
Udah banyak yang ngeshare gimana cara dapat beasiswa untuk lanjut kuliah S2 atau mungkin kampus mana yang kece buat dipilih dan juga cara dapat letter of acceptance ataubahkan tips and trick administrasi dan seleksi masuk. Ya karena memang itulah hal yang harus dipersiapkan buat kamu melanjut S2, hal umum yang dipikirkan hhe jadi kali ini saya mau ngeshare perspektif sendiri (yang gak suka bisa menepi tapi jangan benci yaa)
Kalau kamu S2 karena alasan ingin menuntut ilmu dan belajar lebih mendalam? maka bersiaplah untuk memang belajar lebih rajin, sering-seringlah ke perpus, cari info conference, lomba, seminar dll karena hanya dengan status mahasiswa kita masih bebas untuk ikut demikian. Jangan terlalu banyak berharap dikelas kalau untuk memperdalam teori karena yang saya alami dosen lebih banyak combine cerita teori dan praktik (asyik sih memang tapi karena saya dulu dari S1 langsung S2 jadilah agak bengong dibagian praktik), jangan kesel atau gondok serta bersiaplah dengan kata-kata “ok skip, ini sudah dipelajari saat S1″
Kalau kamu S2 karena untuk pekerjaan yang bergensi? maka bersiaplah untuk menurunkan standarmu, karena untuk mencapai tangga tertinggi kita perlu mendaki. Lowongan pekerjaan sekarang banyak yang mencantumkan kata-kata “minimal berpengalaman” atau “umur minimal” yang setidaknya menjadi penyempit kesempatan mencari pekerjaan bagi yang kayak saya dari S1 langsung S2. belum lagi kata-kata “waduh S2 ya kenapa mau kerja disini” atau “kita yang sungkan atau bingung mau gajinya soalnya sudah sekolah mahal-mahal” atau “wah mbak kita gak buka lowongan untuk S2″. ketika ada kesempatan yang menurutmu bisa kamu jalankan ambil saja, jangan songong karena gelar wkwkw apalgi ada insiden kejadian gaji 8 juta.
Ketika kamu S2 dan belum bekerja maka bersiaplah dengan komentar nyinyir yang berkata “wah sudah sekolah lama-lama susah juga ya cari kerja”, dan ketika kamu S2 lalu berkerja dengan biasa akan ada juga yang “masa S2 cuman itu kerjanya”. Ekspetasi orang ke kamu akan gede banget “kan sudah S2 pasti bisa lebih dari kita-kita” atau “pasti lebih pahamlah kan soalnya udah S2″
Di S2 ada biaya yang lumayan jumlahnya (Jangan S2 kalau kamu bukan dari keluarga yang ada dan berada atau gak dapat beasiswa karena biaya kuliah S2 itu gak bercanda, diatas lima juta wkwkw), ada  waktu lebih banyak yang kamu keluarkan ketika teman-temanmu yang lain sudah bekerja, menikah, punya anak (kalau cewek kayak saya, siap-siap aja dibilang bikin takut para pria... yah tapi ini berarti jodoh kita para S2 adalah mereka yang berani wkwkw kalau kata senior saya cowok itu takut cowo pinter karena egonya dan gak bisa dibodoh2in tapi saya gak mau generalisir, inti pengalaman saya adalah sampai sekarang masih sendiri wkwk), ada tenaga dan pikiran yang juga dikeluarkan untuk menghadiri kelas, mengerjakan tugas kuliah, UTS dan UAS (walau biasanya take home hehe), serta disertasi.
S2 ketika kamu berkeinginan dan kemampuan, membutuhkan, dan telah mempersiapkan, Bismillah karena Allah ngajarin untuk nuntut ilmu setinggi-tingginya.
Tumblr media
Maafkan tulisan berantakan ini, cuman keluhan ketika orang mulai ribut sama gelar dan kerjaan atau hidup saya sekarang
6 notes · View notes