Tumgik
#lokale Politik
muhammaddahab · 2 years
Text
Der Augusta National Golf Club wird im Rahmen der Kartelluntersuchung des Justizministeriums untersucht
Die kartellrechtlichen Ermittlungen des Justizministeriums zum professionellen Golf umfassen laut mit der Angelegenheit vertrauten Personen den Augusta National Golf Club und die United States Golf Association sowie die PGA Tour. Die PGA Tour kämpft gegen das von Saudi-Arabien unterstützte Angebot von LIV Golf, eine wettbewerbsfähige Golftour zu schaffen, die bereits eine Reihe von Starspielern…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
acehkita · 2 years
Text
Mengenal 6 Partai Lokal di Aceh Peserta Pemilu 2024
Mengenal 6 Partai Lokal di Aceh Peserta Pemilu 2024
BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Nota kesepakatan damai Aceh antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, mengamanatkan kewenangan unsur masyarakat untuk membentuk partai lokal. Bentuk keistimewaan Aceh dengan otonomi khusus ini kemudian diperkuat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dan sejumlah…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
free-piza · 2 months
Text
München, 80er, Disco-Ära: Die queere Szene blüht und Weltstars wie Freddie Mercury machen hier Party. Aber plötzlich ist Schluss. Ein mysteriöses Virus erreicht die Stadt. In "I Will Survive" sprechen wir mit den Menschen, die als Erste und vielleicht am härtesten von der AIDS-Krise getroffen wurden. Der Podcast erzählt von ihrer Angst, ihren Verlusten und ihrem Widerstand in einer Zeit, als Bayern als einziges Bundesland auf Ausgrenzung statt auf Aufklärung setzt. Und es geht um die Frage: Welches Vermächtnis haben die Menschen von damals der queeren Community heute hinterlassen?
Diese Podcast-Minidoku hat 7 Folgen und ist sehr sehr gut gemacht und super interessant. Vor allem wenn man, wie ich, so gut wie nichts über lokale Politik zu der Zeit wusste. Ich bin da durchgerauscht wie nichts, kann ich nur empfehlen.
34 notes · View notes
beningtirta · 11 months
Text
Naik Kelas, Melihat Dunia
Saya lahir dari keluarga tidak berpendidikan. Ibu saya tidak tamat SD. Ayah saya meninggalkan madrasah tsanawiyah (setara SMP) karena yatim piatu dan tidak ingin merepotkan kakak tiri dan suami kakak tirinya yang memberi atap, makan, dan menyekolahkan. Saya sejak kecil tidak merasakan "kemewahan" seperti handphone pribadi, komik, diantar jemput pakai mobil, sega, nintendo, playstation atau liburan ke luar kota. Kami sekolah, mengerjakan PR, mengaji di mesjid, and repeat. Kami tidak tahu apa itu politik dalam negeri, apalagi politik luar negeri seperti penjajahan Isra3L pada Palestin4.
Baru setelah merantau ke Singapura, saya mulai belajar apa itu pergerakan, tipis-tipis. Sebelum lulus kuliah ikut Forum Indonesia Muda yang membuat saya terekspos dengan dunia aktivisme. Tapi masih fokusnya pada isu-isu nasional.
Saat master dan PhD di Inggris saya terekspos lebih jauh dengan aktivisme yang lebih formal, seperti menulis antologi, menulis opini di media massa, dan lalu policy brief (semacam rekomendasi kebijakan berdasarkan bukti dan studi ilmiah).
Menjelang lulus PhD, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Kerajaan Inggris ketar-ketir dengan invasi Rusia ke Ukraina. Tiga entitas politik ini mengutuk aksi Putin dan mengirim bantuan pada warga Ukraina. Media satu suara mengecam Putin. Beberapa negara juga buka pagar untuk pengungsi Ukraina sebagai bentuk simpati.
Sekarang saya bekerja di Inggris, invasi dan pembunuhan secara terang-terangan oleh IsraëL kepada warga Palestin4 dengan jumlah korban 8000an dalam waktu tiga minggu. Korban masih berjatuhan, aksi militer terus digencarkan dan parahnya didukung oleh Uni Eropa, Amerika Serikat dan Kerajaaan Inggris.
Dunia Barat dan negara superpower punya dua muka. Tahun lalu mereka mengecam invasi Rusia ke Ukraina, tapi tidak invasi Isra3L ke tanah Palestina.
Ini bukan perang karena seperti Ukraina-Rusia, kekuatan militer tidak sebanding. Ini invasi, penjajahan.
Ada hal-hal yang ternyata sulit diubah, tapi bisa jika kita semua satu suara melawan dan menolak diam.
Media massa sudah dua dekade berpihak pada Isra3L. Media massa punya pemilik. Pemiliknya punya keberpihakan. Pemilik media yang besar-besae berpihak pada siapa yang punya. Sulitnya, media seperti CNN dan BBC dipegang kendalinya oleh pendukung misi IsraëL. Kecaman pada grup militan di negara Timur Tengah dan Afrika itu bisa jadi teramplifikasi oleh media massa. Ketika kita lihat mendalam, ternyata ini jadi justifikasi Amerika Serikat membunuh ribu bahkan jutaan manusia di negara "konflik". Well, konflik ini mereka yang mulai dan amplikasi. Dibaliknya ada motivasi lain--sumber migas misalnya.
Ideologi Isra3L itu jelas, zionisme--merampas Tanah Palestina, menghapuskan negara dan bangsa Palestina demi berdirinya negara-bangsa Yahudi. Dari ideologi saja, sudah seharusnya kita tidak berpihak karena untuk mencapai misinya, Isra3L akan membunuh dan mengusir jutaan manusia warga lokal Palestina.
Isra3L sudah tumbuh menjadi negara maju yang punya jaringan bisnis. Ini membuat Uni Eropa tidak mengecam partner bisnis mereka koloni penjajah Isra3L.
Politisi punya hubungan dengan pebisnis Isra3L/orang-orang pendukung ide Zionisme. Misalnya, Perdana Menteri Inggris yang punya investor mantan militer Isra3L dan pejabat pentolan UNICEF ada istri dari investor bagong pendukung zionisme.
Dari 4 hal ini, sulit melawan jika banyak dari kita hanya diam. Media massa dan politisi negara maju tidak berpihak pada Palestin4. Bahkan 1-2 negara Arab malah "membantu" operasi pembantaian warga Palestin4 yang sedang berlangsung.
Jadi, harapan warga Palestin4 tinggal suara mayoritas (orang biasa, kita semua).
Setiap dari kita bisa melawan 4 kesulitan di atas. Lawan media massa yang misleading dengan media alternatif yang berpihak pada kemanusiaan. Tolak eksistensi Isr4el karena ideologinya pengusiran, perampasan, pembantaian, dan rasis. Anggurin semua komen pro-Isra3L biar komen mereka tenggelam. Like & reply komen yang cocok di hati. Jangan pakai istilah negara israhell, karena kita harus menolak mereka sebagai negara karena sejatinya mereka adalah koloni penjajah (settlers colonial state) yang sudah dibiarkan dunia (dengan kawalan negara adidaya) untuk mengambil rumah dan tanah warga Palestin4. Penjajah nomor satu, pembunuh nomor satu abad ini.
Lalu, lawan dominasi ekonomi dengan boikot brand dan block influencer yang mendukung Isra3L secara ekonomi maupun moril. Suarakan kebenaran terus menerus sampai dukungan hak warga Palestin4 dan kecaman pada pemerintah kolonial Isra3L menjadi mainstream. Kita mau semua manusia di dunia diakui sama dan punya hak yang sama, juga warga Palestin4 diakui setara (tidak seperti hari ini dimana pemerintah penjajah Israle menanggap warga Palestin4 hewan. Terlaknat mereka!)
Jika ada kesempatan, berkumpul dan ikutlah turun ke jalan. Buat perjuangan Palestina dan kejahatan perang Isra3L ini obrolan keluarga dan lingkar pertemanan kita. Jika busukny mereka sudah diakui jutaan orang, Isra3L dan teman-teman gentar dan mungkin akan meninggalkan perdana menteri IsraëL terpojok. Buat semua kanal media/tokoh yang mendukung Isra3L malu karena argumen invasi dan pengeboman mereka tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan HAM.
Akhirnya, Isra3L akan capek dan habis tenaga jika kita potong aliran dana dan sokongan pada mereka, seperti Rusia akhirnya tarik mundur karena melanjutkan invasi terlalu mahal.
Your boycott is important. Your voice to push politicians to cut ties with IsraëL is important.
We will win this together.
*
Ditulis oleh Bening, seorang anak pedagang kain di kios berdebu di pasar penampungan di Pekanbaru, dia baru saja mengedukasi dirinya lewat media alternatif dan akun Instagram wartawan lapangan di Gaza.
91 notes · View notes
Hey, du hast letztens gemeint wir brauchen in Österreich mehr linke Musiker/Musik (und ich stimme zu). Habe gehofft du kennst vielleicht trotzdem a paar, die du empfehlen könntest?
- Danke! <3
Hi! oof, ich kenne leider eben nicht so viele.
In dem Posting hab ich mich auf die "Zwa Voitrottln" bezogen, die es ja leider nicht mehr gibt. Was sehr schade ist. Viele ihrer Lieder waren mehr Comedy als politisch, aber "Maria Johanna" ist z.B. pro Cannabis Legalisierung (und sehr lustig). Und viele Lieder thematisieren Veganismus bzw Fleisch/Mich-Landwirtschaft
Vielleicht könnte man Turbobier dazuzählen? Ich glaube die meisten Songs sind nicht so politisch, aber der Wlazny als Politiker hat schon leiwande Ansichten.
"Die Schmetterlinge" sollte man wahrscheinlich erwähnen.. ist aber nicht so meines. Der Willi Resetarits war da dabei. Vielleicht kann man sein Projekt "Ostbahn Kurti" auch da einordnen.
"The Zsa Zsa Gabors" gibts noch, die man vielleicht kennen könnte. Punk.
Monobrother könnte man wahrscheinlich auch da einordnen, kenn ich aber nicht so gut. Kenne nicht viele Lieder von ihm, das Album "Mir geht es um die Menschen" wirkt aber vielversprechend. (Off topic aber vor Ewigkeiten hat mir irgendwer über Tumblr diesen Song von ihm geschickt und ich bin echt impressed dass der immer noch Musik macht, kudos!!! V.a. hittet der Song jetzt different da ich auch ins ländliche Mostviertel umgezogen bin aus der Big City STP)
"The Z" ist auch Österreicher, glaube ich zumindest. Hab ich mal auf einer Fridays For Future Demo gesehen, ziemlich leiwand der Dude. Apropos, das sind eigentlich die Veranstaltung, wo man am ehesten linke Musikschaffende bzw Bands findet. Pride Paraden, FFF Demos, kleine, lokale Festivals, usw. Das sind dann auch die Leute, die ich gerne supporte. Gehe lieber für 15 Euro zu einem Underground Konzert und stehe 3 Meter vor der Bühne als für 800 Euro zu Popstars aus Amerika und kann die Bühne nur auf den Bildschirmen sehen.
Sonst fällt mir nur Musik aus dem tiefen Underground ein. Z.b. Topsy Turvy, eine Punk-Girlgroup, aber ich bin mir nicht sicher ob man von denen online Musik findet. Gibt sicher unzählige Underground punk/rock projekte mit linker Einstellung, man muss sie halt finden.
In Deutschland gibt es ja schon unendlich viel explizit linke Musik. Alligatoahs neuere Lieder (1, 2), Kavka, Antilopen Gang / Danger Dan, ZSK natürlich, Swiss mit Linksradikaler Schlager, Ärzte kennt eh jeder, Alles.Scheisze, und, und und...
In Österreich kenn ich nicht so viel (könnt mir gerne was recommenden vielleicht mach ich eine Playlist für linksgrünversiffte Österreicher:innen)
41 notes · View notes
doppelnatur · 1 year
Text
Hey deutsche ppls??? Do this. Unbedingt. Es ist schnell, einfach und extrem wichtig. Hier ist die vor formulierte E-Mail:
Sehr geehrte/r [Vertreter*in]
Ich schreibe Ihnen heute aus Ihrem Wahlkreis, da ich von der Zustimmung der Bundesregierung zu massiven Asylrechtsverschärfungen in Europa entsetzt bin.
Die Bundesregierung hat Vorschlägen zugestimmt, die weder im Koalitionsvertrag noch in den Wahlprogrammen der Parteien stehen. Es scheint, als wäre Ihnen völlig egal, was Sie vor der Wahl versprochen haben - mich enttäuscht so ein Umgang mit der Demokratie.
Dazu kommt, dass die Minister*innen Ihrer Partei die Abstimmung mit Falschinformationen über die Konsequenzen ihrer Zustimmung begründen. Beispielsweise werden Grenzverfahren als “schnelle und faire Asylverfahren” für Menschen mit geringen Asylchancen dargestellt, von denen beispielsweise Syrer*innen generell ausgeschlossen seien. Dass keiner dieser Punkte zutrifft, wird von Expert*innen aus der Migrationswissenschaft seit Monaten immer wieder beschrieben. Dadurch stellt sich die Frage, ob bewusst Falschinformationen verbreitet werden, oder ob der Regierung nicht bewusst war, worüber sie genau abgestimmt hat.
Die Bundesregierung und Teile der Opposition tragen nun also massive Asylrechtsverschärfungen mit, die das Leid und das Chaos in der Asylpolitik noch vergrößern. Populistische Thesen werden in Gesetzesform gegossen, ohne dass es eine seriöse Folgenabschätzung der Vorschläge gab. Eine verbindliche Verteilung in Europa oder der deutliche Ausbau von legalen Fluchtwegen wurde nicht erreicht. Eine juristische Folgenabschätzung gibt es noch immer nicht, obwohl die Verordnungen massiv in das deutsche Asylrecht eingreifen. Das scheint den Bundestag allerdings nicht sonderlich zu interessieren, denn bislang gibt es nicht einmal eine offizielle Stellungnahme durch den Bundestag. So entsteht der Eindruck, der Asylkurs der Ampel würde sich eher an populistischen Verirrungen orientieren, als an Fakten und Menschenrechten. Das ist eine beängstigende Basis für zukünftige Politik.
Daher möchte ich Ihnen als meine/n Vertreter/in im Bundestag einige Fragen stellen. Ich bitte Sie, mir auf diese Fragen möglichst schnell, gerne auch in einem persönlichen Gespräch in Ihrem Wahlkreisbüro zu antworten. Außerdem bitte ich Sie, sich für eine Stellungnahme nach Artikel 23 des Grundgesetzes einzusetzen. Diese Stellungnahme könnte vom Bundestag genutzt werden, um sich für die Umsetzung des Koalitionsvertrags einzusetzen, mindestens jedoch, um endlich eine Folgenabschätzung dieser umfassenden Asylrechtsreform zu erwirken und eine demokratische Debatte über diese umfangreiche Asylreform zu ermöglichen.
1. Zäune, Grenzverfahren, Lager- ist diese Politik nicht bereits gescheitert?
Zäune, Grenzverfahren, große Lager an den Grenzen und eine Verschärfung des Asylrechts: De facto wurden diese aktuell geforderten Maßnahmen bereits umgesetzt . Doch weder das Leid noch das Chaos oder die Zahl der Geflüchteten ist dadurch gesunken. Wieso gehen Sie davon aus, dass die immer gleichen Antworten irgendwann zu einem anderen Ergebnis führen?
2. Wollen Sie neue Massenlager wie Moria?
Auch die Anwendung von Grenzverfahren an den Außengrenzen hat zu Lagern wie Moria geführt. Parteiübergreifend war man sich einig, dass dieses Leid enden soll. Warum werden durch die Bundesregierung und Teile der Opposition nun auf europäischer Ebene eine massive Erweiterung dieser Politik der Massenhaftlager, Schnellverfahren und Zulässigkeitsprüfungen angestrebt, statt sich für rechtsstaatliche Verhältnisse und ein Ende der Pushbacks einzusetzen?
3. Unterstützen Sie die pauschale Verhaftung von Männern, Frauen und Kindern?
Menschen in Grenzverfahren dürfen in der Zeit des Verfahrens keinen Zutritt zum Territorium haben. Wie sollen verpflichtende Grenzverfahren also ohne systematische Inhaftierung von Männern, Frauen und Kindern durchgeführt werden? Warum wird in der Debatte nur von den Außengrenzen geredet? Ist Ihnen klar, dass die Verpflichtung zu Grenzverfahren auch für viele Geflüchtete in Deutschland gelten würde?
4. Wieso lügt die Bundesregierung und sagt, Menschen aus Syrien und Afghanistan wären von den Verschärfungen nicht betroffen?
Die Regierung behauptet, dass Menschen aus Syrien oder Afghanistan nicht von Grenzverfahren betroffen wären. Momentan sind sie jedoch die Hauptbetroffenen in Ländern wie Griechenland, weshalb ihre Asylanträge oft als unzulässig abgelehnt werden. Dieses Problem würde durch den Vorschlag der Bundesregierung zur Ausweitung des Konzeptes der “sicheren Drittstaaten" sogar noch vergrößert. Die Reform ermöglicht, einen Großteil der Asylanträge unabhängig von den Schutzquoten als unzulässig abzulehnen. Unterstützen Sie dieses Ziel? Warum kommuniziert die Regierung hier nicht ehrlich?
5. Wieso werden legale Fluchtwege immer weiter beschränkt statt ausgebaut?
Es ist unumstritten, dass die Schaffung legaler Fluchtmöglichkeiten dazu beiträgt, dass irreguläre Migration überflüssig wird. Doch seit mehreren Jahren sinken die Zahlen der legal aufgenommenen Geflüchteten in Deutschland und Europa - ob durch Resettlement oder andere Programme. Warum wird in Reden etwas versprochen, was in der Praxis nicht umgesetzt wird?
6. Wieso wird so getan, als seien Abschiebungen die Lösung für überlastete Kommunen, obwohl ein Großteil der Menschen einen Schutzstatus bekommt?
80% derjenigen, die seit Kriegsbeginn bei uns Schutz gefunden haben, kamen aus der Ukraine. Bei den übrigen Schutzsuchenden wurden nur 20% der Asylanträge aus inhaltlichen Gründen abgelehnt. Die allermeisten Menschen, die in Deutschland Schutz suchen, haben also auch ein Recht darauf, hier zu bleiben. Warum wird trotzdem so getan, als wenn die Herausforderungen in den Kommunen vor allem durch einen Mangel an Abschiebungen gelöst werden, statt eine massive Integrationsoffensive zu starten und für eine nachhaltige Finanzierung zu sorgen?
7. Wieso wird fast nur über die Nachteile von Migration gesprochen?
Jährlich fehlen mehrere hunderttausende Menschen, die nach Deutschland kommen und hier leben, arbeiten und sich eine Zukunft aufbauen. Für viele Menschen ist durch Bürokratie, rassistische Übergriffe oder mangelnde Unterstützung bei der Migration und Integration Deutschland kein attraktives Einwanderungsland.
Wie tragen Sie dazu bei, dass mehr über die Vorteile von Migration geredet, die Integration beschleunigt und der Spurwechsel, der im Koalitionsvertrag vereinbar wurde ermöglicht wird?
8. Wieso wird immer wieder so getan, als würden Zäune und Grenzkontrollen Asylanträge reduzieren?
Es wird viel darüber geredet, dass mehr Zäune an den Außengrenzen oder Kontrollen an der deutschen Grenze zur Reduzierung irregulärer Migration notwendig seien. Inzwischen gibt es jedoch bereits sechsmal so viele Zäune an den Außengrenzen wie 2014 und es werden zusätzliche Milliarden in Grenzkontrollen gesteckt. Doch auch ein Mensch, der an einem Zaun steht oder an der deutschen Grenze kontrolliert wird, hat das Recht auf ein rechtsstaatliches Asylverfahren. Warum wird in der Öffentlichkeit trotzdem so getan, als würden Zäune und Grenzkontrollen die Zahl der Asylanträge reduzieren?
9. Inwiefern sollen Investitionen in Zäune Solidarität darstellen?
Auf europäischer Ebene unterstützt die Bundesregierung den Ansatz der “flexiblen Solidarität”. Dabei handelt es sich nicht um eine verbindliche Verteilung von Geflüchteten auf die EU-Staaten, auch wenn die Bundesregierung das behauptet. Statt Menschen aufzunehmen, können Staaten ihren Beitrag zu diesem Mechanismus leisten, indem sie beispielsweise in Migrationsabwehrprojekte wie Zäune in Drittstaaten investieren. Warum setzt sich die Bundesregierung nicht für einen verbindlichen Verteilmechanismus ein oder sorgt zumindest dafür, dass diejenigen Staaten, die sich nicht an der Aufnahme beteiligen, Geld an die aufnehmenden Staaten bezahlen müssen?
10. Würden durch schlechtere Bedingungen an den Außengrenzen nicht sogar mehr Menschen nach Deutschland kommen, weil sie aus anderen EU-Staaten fliehen müssen?
Durch die deutsche Verhandlungsposition werden weitere Asylrechtsverschärfungen in Ländern wie Ungarn, Griechenland oder Kroatien ermöglicht. Neben den direkten Folgen, die das für Geflüchtete hat, tragen die schlechten Bedingungen an den Außengrenzen schon jetzt zu Sekundärmigration in Länder wie Deutschland bei. Warum setzt sich die Bundesregierung nicht wie im Koalitionsvertrag versprochen für bessere Standards ein, sondern ermöglicht EU-Staaten noch schlechtere Bedingungen, die dann zu noch mehr Flucht innerhalb der EU führen?
11. Warum tun Sie nichts gegen die Gewalt, Misshandlungen und Entrechtung an den EU-Grenzen?
Es gibt tausende Berichte von gewaltsamen Pushbacks, in einigen EU-Ländern wird die Menschenwürde von Geflüchteten so missachtet, dass deutsche Gerichte einen die Situation als menschenrechtswidrig bezeichnen. Warum wird seit Jahren das Asylrecht in Europa nicht durchgesetzt? Warum strebt Deutschland keine Vertragsverletzungsverfahren an, obwohl der Rechtsbruch so offensichtlich ist? Wie soll in Zukunft verhindert werden, dass die Gewalt gegen Geflüchtete weiter eskaliert?
12. Wieso fließen EU-Millionen an die libysche Küstenwache, aber kein Cent an die zivile Seenotrettung?
Immer wieder wird behauptet, zivile Seenotrettung würde Menschen dazu ermutigen, nach Europa zu fliehen. Mehrere Studien haben das längst widerlegt und deutlich gemacht, dass es ohne Seenotrettung nicht weniger Geflüchtete, sondern vor allem mehr Tote gibt. Seit 2014 sind mehr als 30.000 Menschen im Mittelmeer ertrunken, in diesem Jahr droht ein neuer Höchststand erreicht zu werden. Trotzdem wird Seenotrettung massiv behindert und kriminalisiert. Gelder fließen stattdessen in Millionenhöhe an die libysche Küstenwache, obwohl sie laut Vereinten Nationen in Menschenhandel, schwere Verbrechen wie Vergewaltigungen und sogar Schlepperei verstrickt ist. Finden Sie das tragbar? Und was tun Sie dafür, dass keine Verbrechen mehr bezahlt, sondern die zivile Seenotrettung unterstützt wird? Können Sie die Kritik an ziviler Seenotrettung nachvollziehen?
13. In welcher Welt wollen Sie leben?
Migration hat es immer gegeben und wird es immer geben. Auch mit Blick auf die Klimakrise und daraus resultierende Konflikte werden in Zukunft leider deutlich mehr Menschen gezwungen werden, ihr Zuhause zu verlassen. Ein Teil von ihnen wird auch nach Europa kommen. Finden Sie es wirklich erstrebenswert, all diese Menschen mit Zäunen und Haftlagern auszusperren und ihre Fluchtrouten immer tödlicher zu machen? Oder wollen Sie sich für ernsthafte Fluchtursachenbekämpfung und ein Migrationssystem einsetzen, dass nachhaltig funktionierende Lösungen schafft? In welcher Welt wollen Sie leben?
Ich freue mich auf Ihre schriftliche Antwort zu diesen Fragen. Bitte nennen Sie mir außerdem den nächstmöglichen Termin für eine Sprechstunde, damit wir persönlich über diese Fragen und eine Bundestagsstellungnahme Stellungnahme nach Artikel 23 Grundgesetz sprechen können.
Mit freundlichen Grüßen,
@unoffi-ciel
@official-german-puns
83 notes · View notes
unfug-bilder · 4 months
Text
Nazis machen Nazi-Sachen
3 notes · View notes
theartismi · 6 months
Text
Demokrasi : Gambaran dari Sampah Peradaban
Istilah “demokrasi” saat ini tidak dapat dilepaskan dari wacana politik apapun, baik dalam konteks mendukung, setengah mendukung, atau menentang. Mulai dari skala warung kopi pinggir jalan sampai hotel berbintang lima, demokrasi menjadi obyek yang paling sering dibicarakan, paling tidak di negeri ini. Dengan logika antitesis, lawan kata demokrasi adalah totaliter. Jika tidak demokratis, pasti totaliter. Totaliter sendiri memiliki kesan buruk, kejam, bengis, sehingga negara-negara komunis sekalipus tidak ketinggalan ikut memakai istilah demokrasi, walaupun diembel-embeli sebagai “Demokrasi Sosialis” atau “Demokrasi Kerakyatan”.
Dalam kaitannya dengan masalah ini, UNESCO pada tahun 1949 menyatakan:
“…mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh…”
Gejala serupa juga melanda dunia Islam. Para intelektual muslim berupaya mencari titik temu antara demokrasi dan ajaran Islam. Partai-partai politik Islam, misalnya di negeri ini, berlomba-lomba mengklaim diri sebagai “paling demokratis” agar tidak terkena serangan panah beracun dari pihak Islamophobia yang mencap Islam sebagai agama totaliter dan dogmatis. Putra-putri Islam dengan susah-payah berupaya “melindungi” nama baik agamanya dengan ungkapan-ungkapan bernada defensif apologetik, walaupun hal itu menyebabkan ajaran Islam menjadi kabur atau malah lenyap.
Bagaimana hakikat demokrasi yang sebenarnya? Apakah Islam memiliki titik temu dengan demokrasi? Bagaimana realitas demokrasi sesungguhnya? Dan apa peranan negara-negara adidaya dalam pemaksaan ide demokrasi kepada negeri-negeri Islam? Tulisan berikut ini akan menguraikannya.
Kerajaan-kerajaan lokal mulai muncul di Eropa sejak tahun 476 M. Seperti halnya Romawi, gereja turut menjadi penentu dalam sepak-terjang penguasa kerajaan. Para bangsawan dan politikus—yang umumnya dari keluarga kaya—menjadi boneka yang dikendalikan penuh oleh gereja. Tetapi karena ajaran Kristen tidak mengatur urusan kenegaraan, gereja membuat berbagai fatwa menurut kemauan mereka sendiri dan hal itu diklaim sebagai wewenang yang diterimanya dari Tuhan. Tidak heran jika sosok kerajaan-kerajaan Eropa saat itu lebih mirip dengan Imperium Romawi Kuno yang paganistis dan belum mengenal agama.
Gereja memiliki supremasi yang sangat tinggi hampir dalam setiap urusan. Para pemuka gereja diyakini sebagai satu-satunya pihak yang berhak berkomunikasi langsung dengan Tuhan, dan hasil “komunikasi” itu diajukan kepada penguasa kerajaan untuk ditetapkan sebagai keputusan politik. Eropa memiliki sejarah yang cukup berdarah mengenai hal ini : ribuan wanita dibunuh ketika gereja mencap perempuan sebagai tukang sihir, kaum ilmuwan yang tidak setuju dengan pendapat gereja harus rela dipenjara atau bahkan dibunuh (seperti yang menimpa Galileo Galilei dan Nicolaus Copernicus), perampasan tanah milik rakyat untuk dibagi-bagikan kepada penguasa dan pemuka gereja, sampai orang yang hendak matipun tak luput dari pemerasan oleh gereja. Pendapatan terbesar gereja berasal dari penjualan Kunci Surga (Keys to Heaven), yaitu menjual surat pertobatan kepada orang-orang yang hendak meninggal. Dengan membayar sejumlah uang, gereja meyakinkan orang tersebut bahwa dosa-dosanya telah diampuni dan boleh memasuki surga.
Pada tahun 1618 meletus perang sipil di seluruh daratan Eropa antara pendukung dan penentang supremasi gereja. Perang itu berlangsung selama 30 tahun dan menghabiskan sepertiga penduduk Eropa serta meruntuhkan sebagian besar kerajaan yang bercokol di Eropa. Perang terlama terjadi antara Perancis dan Spanyol sampai tahun 1659. Akibatnya, para pemikir terpecah menjadi 2 kelompok:
1. yang mempelajari filsafat Yunani, disebut Naturalis, dan meyakini bahwa akal manusia mampu menyelesaikan semua persoalan;
2. yang berpihak pada gereja, disebut Realisme, dan meyakini ajaran gereja sebagai kebenaran.
Sekularisme benar-benar menggembirakan hati para filosof dan politikus. Tidak ada lagi gereja yang memenjarakan kebebasan berpikir mereka. Politik dan segala urusan duniawi telah menjadi sangat bebas nilai. Tidak ada satupun yang membatasi. Tidak nilai agama. Tidak pula nilai moral. Salahsatu lambang betapa liarnya dunia politik sekuler adalah buku karya Niccolo Machiavelli yang berjudul The Discourses on the First Ten Books of Livy dan The Prince. Salahsatu pilar pemikiran politiknya adalah: “….politik adalah sesuatu yang sekuler. Politik adalah pertarungan antar manusia untuk mencari kekuasaan. Semua orang pada dasarnya sama, brutal, dan egoisme politik harus mengikuti aturan universal yang sama untuk semua orang. Penguasa yang sukses harus belajar dari sejarah, harus mengamati para pesaingnya, dan mampu memanfaatkan kelemahan mereka.”
Sekularisme tetap dianut hingga masa kini. Menteri Luar Negeri AS, Madeleine Albright, pada tanggal 23 Oktober 1997 di depan sivitas akademika Columbus School of Law, The Catholic University, Washington D.C. menyatakan: “Di AS, kita meyakini pemisahan gereja dan negara. Konstitusi kita merefleksikan ketakutan atas penggunaan agama sebagai alat penyiksaan, yang pada abad ke-17 dan 18 menyebabkan banyak orang melarikan diri ke daratan Amerika…”
Sekularisme merupakan akar demokrasi. Dalam sistem politik yang sekularistik, dimana agama hanya menjadi “inspirasi moral dan alat penyembuhan” , kehendak akal manusia menjadi penentu semua keputusan. Dan inilah ciri yang utama dari demokrasi, yaitu menyerahkan keputusan politik kepada kehendak masyarakat (the will of the people), sesuai dengan pertimbangan akal manusia.
Ditinjau dari akar kelahirannya, Islam jelas berbeda dengan demokrasi. Sistem Islam tidak lahir dari akal-akalan manusia, tetapi merupakan wahyu Allah swt. Tetapi memang ada sementara pihak yang mencoba menyebut Islam sebagai Mohammedanism untuk menimbulkan kesan sebagai agama buatan Muhammad, seperti yang dinyatakan oleh H.A.R. Gibb.  Dalam hal ini Allah swt berfirman:
Kedaulatan (as siyadah) didefinisikan sebagai “menangani dan menjalankan suatu kehendak atau aspirasi tertentu” . Dalam sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Hal ini berarti rakyat sebagai sumber aspirasi (hukum) dan berhak menangani serta menjalankan aspirasi tersebut.
Dalam sistem demokrasi, rakyat berfungsi sebagai sumber hukum. Semua produk hukum diambil atas persetujuan mayoritas rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) maupun melalui wakil-wakilnya di parlemen (demokrasi perwakilan). Inilah cacat terbesar dari sistem demokrasi. Manusia dengan segala kelemahannya dipaksa untuk menetapkan hukum atas dirinya sendiri. Pikiran manusia akan sangat dipengaruhi lingkungan dan pengalaman pribadinya. Pikiran manusia juga dibatasi oleh ruang dan waktu. Atas pengaruh-pengaruh itulah maka manusia bisa memandang neraka sebagai surga, dan surga sebagai neraka.
Dalam sistem demokrasi, jika mayoritas rakyat menghendaki dihalalkannya perzinaan, maka negara harus mengikuti pendapat tersebut. Budaya sebagian suku di Sumatera Utara yang terbiasa meminum tuak, dapat memaksa penguasa setempat untuk mengizinkan peredaran minuman keras. Mayoritas rakyat Iran pada Revolusi Islam 1979 menginginkan diterapkannya sistem pemerintahan Wilayatul Faqih, tetapi sekarang muncul gugatan terhadap sistem tersebut, maka penguasa harus memperhatikan kehendak tersebut. Walaupun dalam konsep Syi’ah, sistem Wilayatul Faqih adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar.
Dalam sistem demokrasi, masyarakat kehilangan standar nilai baik-buruk. Siapapun berhak mengklaim baik-buruk terhadap sesuatu. Masyarakat bersikap “apapun boleh”. Di San Fransisco, para eksekutif makan siang di restoran yang dilayani oleh pelayan wanita yang bertelanjang dada. Tetapi di New York (masih di AS), seorang wanita telah ditangkap karena memainkan musik dalam suatu konser tanpa pakaian penutup dada. Newsweek menyatakan: “…kita adalah suatu masyarakat yang telah kehilangan kesepakatan….suatu masyarakat yang tidak dapat bersepakat dalam menentukan standar tingkah laku, bahasa, dan sopan santun, tentang apa yang patut dilihat dan didengar.”
Dalam Islam, penetapan hukum adalah wewenang Allah swt. Penetapan hukum tidak bermakna teknis, tetapi bermakna penentuan status baik-buruk, halal-haram, terhadap sesuatu hal. Allah swt berfirman:
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (QS al-An’aam : 57)
“Kemudian jika kamu (rakyat dan negara) berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya).” (QS an-Nisaa : 59)
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam menempatkan kedaulatan di tangan Allah sebagai Musyarri’ (Pembuat Hukum), sebagai pihak yang paling berhak menentukan status baik-buruk terhadap suatu masalah. Segala produk hukum dalam sistem Islam harus merujuk kepada keempat sumber hukum Islam, yaitu al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma Shahabat, dan Qiyas (ijtihad).
2. Kekuasaan
Dalam sistem demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat dan mereka “mengontrak” seorang penguasa untuk mengatur urusan dan kehendak rakyat. Jika penguasa dipandang sudah tidak akomodatif terhadap kehendak rakyat, penguasa dapat dipecat karena penguasa tersebut merupakan “buruh” yang digaji oleh rakyat untuk mengatur negara. Konsep inilah yang diperkenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755), dikenal dengan sebutan Kontrak Sosial.
Dalam sistem Islam, kekuasaan ada di tangan rakyat. Dan atas dasar itu rakyat dapat memilih seorang penguasa (Khalifah) untuk memimpin negara. Pengangkatan seorang Khalifah harus didahului dengan suatu pemilihan dan dilandasi perasaan sukarela tanpa paksaan (ridha wal ikhtiar). Tetapi berbeda dengan sistem demokrasi, Khalifah dipilih oleh rakyat bukan untuk melaksanakan kehendak rakyat, tetapi untuk melaksanakan dan menjaga hukum Islam. Maka seorang Khalifah tidak dapat dipecat hanya karena rakyat sudah tidak suka lagi kepadanya, tetapi dapat dipecat jika tidak lagi melaksanakan hukum Islam walaupun baru sehari menjabat. Bukhari, Muslim, Ahmad, an-Nasai, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit:
“Kami membaiat Rasulullah saw (sebagai kepala negara) untuk mendengar dan mentaatinya dalam keadaan suka maupun terpaksa, dalam keadaan sempit maupun lapang, serta dalam hal yang tidak mendahulukan urusan kami (lebih dari urusan agama), juga agar kami tidak merebut kekuasaan dari seorang pemimpin, kecuali (sabda Rasulullah): ‘Kalau kalian melihat kekufuran yang mulai nampak secara terang-terangan (kufran bawaahan), yang dapat dibuktikan berdasarkan keterangan dari Allah.”
“Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Mutthalib, dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang lalim, lalu ia menyuruhnya berbuat baik dan mencegahnya berbuat munkar, lalu penguasa itu membunuhnya (karena marah).”
3. Kebebasan
Dalam sistem demokrasi, kebebasan adalah faktor utama untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengekspresikan kehendaknya—apapun bentuknya—secara terbuka dan tanpa batasan atau tekanan.
Masyarakat demokratis bebas memeluk agama apapun, berpindah-pindah agama, bahkan tidak beragama sekalipun. Juga bebas mengeluarkan pendapat, walaupun pendapat itu bertentangan dengan batasan-batasan agama. Bebas pula memiliki segala sesuatu yang ada di muka bumi, termasuk sungai, pulau, laut, bahkan bulan dan planet jika sanggup. Harta dapat diperoleh dari segala sumber, baik dengan berdagang ataupun dengan berjudi dan korupsi. Dalam sistem demokrasi, masyarakat juga bebas bertingkah laku tanpa peduli dengan mengabaikan tata susila dan kesopanan.
Islam tidak mengenal kebebasan mutlak. Islam telah merinci dengan jelas apa saja yang menjadi hak dan kewajiban manusia. Islam bukan hanya berorientasi kepada kewajiban, tetapi juga hak sebagai warganegara dan individu.
Ummu Athiyah dari Abu Said ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Jihad paling utama adalah (menyampaikan) perkataan yang haq kepada penguasa yang zalim.”
Islam melarang seseorang untuk memiliki benda-benda yang tidak berhak dimilikinya, baik secara pribadi maupun kelompok. Islam telah merinci beberapa cara pemilikan yang terlarang, misalnya pencurian, perampasan, suap (riswah), korupsi, judi, dan sebaliknya menghalalkan beberapa sebab pemilikan, yaitu bekerja, waris, mengambil harta orang lain dalam keadaan terdesak yang mengancam jiwanya, serta harta yang diperoleh tanpa pengorbanan semisal hadiah, hibah, sedekah, atau zakat.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah orang lain, sampai kamu mendapatkan izin, dan kamu mengucapkan salam kepada penghuninya.” (QS an-Nuur : 27)
Syura = Demokrasi ?
Adanya prinsip syura dalam sistem Islam dan musyawarah dalam sistem demokrasi tidak dapat dijadikan alasan untuk menyamakan Islam dengan demokrasi. Becak memiliki roda, demikian pula dengan mobil. Tetapi bukankah becak jauh berbeda dengan mobil?
Tidak semua masalah dapat dimusyawarahkan dalam Islam. Hal inilah yang membedakannya dengan sistem demokrasi yang mengharuskan setiap keputusan diambil dengan suara terbanyak, tidak peduli apakah hasil keputusan itu melanggar batasan-batasan agama yang sudah mereka singkirkan jauh-jauh dari panggung kehidupan dunia. Islam membatasi musyawarah hanya untuk masalah-masalah yang mubah. Adapun masalah-masalah yang telah jelas halal-haramnya, tidak dapat dimusyawarahkan untuk dicabut atau sekedar mencari jalan tengah.
Untuk masalah-masalah teknis dan menyangkut keterampilan tertentu, Rasulullah saw menyerahkan keputusannya kepada para pakar dalam bidang tersebut. Ketika meletus perang Badar Kubra, Rasulullah saw menempatkan pasukannya jauh di belakang sebuah sumur (sumber air). Melihat hal ini, Hubbab bin al-Mundzir bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah ini wahyu atau sekedar pendapatmu?” Lantas dijawab oleh beliau: “Ini hanyalah pendapatku.” Hubbab al-Mundzir kemudian mengusulkan kepada beliau untuk menempatkan pasukannya di depan sumur, sehingga mereka dapat menguasai sumur tersebut dan menimbunnya jika pasukan Quraisy menyerang sehingga musuh tidak dapat mengambil air dari sumur itu. Rasulullah saw lantas mengubah pendapatnya dengan pendapat Hubbab tersebut.
Untuk masalah-masalah yang sifatnya mubah (boleh), Rasulullah saw meminta pendapat kaum muslimin. Ketika Perang Uhud, beliau dan sebagian Shahabat yang terlibat dalam Perang Badar memilih menyambut musuh dari dalam benteng kota Madinah. Tetapi mayoritas penduduk Madinah dan sebagian Shahabat yang tidak ikut Perang Badar memilih untuk menyongsong musuh di lur benteng. Melihat semangat yang begitu membara, ditambah ucapan Hamzah bin Abdul-Mutthalib yang ketika Perang Badar tidak turun ke medan laga, akhirnya Rasulullah saw memutuskan untuk menyambut musuh di luar benteng.  Dalam hal ini, beliau hanya meminta pendapat mengenai lokasi penyambutan musuh. Adapun kewajiban jihad tidak beliau musyawarahkan karena jihad merupakan kewajiban yang tidak berhenti hingga hari kiamat. Allah swt berfirman:
Dan memang pada kenyataannya, menyerahkan setiap keputusan politik kepada seluruh warganegara adalah sesuatu yang mustahil dan justru dapat mengkhianati kebenaran. Sistem polis di Yunani Kuno yang digembar-gemborkan telah menerapkan demokrasi langsung (direct democracy), ternyata melakukan diskriminasi rasial dengan memberikan hak bersuara hanya kepada golongan penduduk kaya dan menengah. Adapun golongan pedagang asing dan budak (yang merupakan mayoritas penduduk) tidak memiliki hak suara samasekali.
Dalam lapangan peradilan, sistem juri seperti yang dipakai di AS dan Inggris telah mengundang kritik yang sangat keras. Para juri dipilih mewakili setiap komunitas di suatu kota/distrik tanpa melihat kemampuan masing-masing sedangkan hakim hanya bertugas mengatur persidangan agar sesuai dengan hukum acara. Vonis terhadap terdakwa dijatuhkan berdasarkan kesepakatan atau suara mayoritas anggota juri. Dengan sistem seperti ini, diharapkan akan lahir keputusan pengadilan yang “demokratis”.
Tetapi layakkah nasib seorang terdakwa (apalagi terdakwa hukuman mati) diserahkan kepada 10-12 orang yang samasekali buta hukum? Mereka (para juri) bisa jadi buta huruf, tidak menguasai asas-asas hukum pidana, atau bahkan pernah melakukan kejahatan yang sama dengan si terdakwa. Atau termakan oleh kepandaian bersilat lidah dari para pengacara sehingga vonis yang dijatuhkan tidak lagi didasarkan pada bukti-bukti materiil yang memang hanya dapat dipahami oleh para ahli hukum. Sistem juri adalah pengadilan primitif, sisa-sisa peradilan hukum rimba, yang tidak menjunjung kebenaran hukum, tetapi mengambil suara mayoritas (siapapun orangnya) sebagai kebenaran.
Demokrasi sebagai Alat Penjajahan
Benarkah Amerika Serikat—sebagai kampiun demokrasi di dunia—telah memberi contoh terbaik tentang demokrasi? Ralph Nader pada tahun 1972 menerbitkan buku Who Really Runs Congress?, yang menceritakan betapa kuatnya para pemilik modal mempengaruhi dan membiayai lobi-lobi Kongres. Diperkuat oleh The Powergame (1986) karya Hedrick Smith yang menegaskan bahwa unsur terpenting dalam kehidupan politik Amerika adalah: (1) uang, (2) duit, dan (3) fulus. Sehingga benarlah apa yang diteriakkan Huey Newton, pemimpin Black Panther pada tahun 1960-an: “Power to the people, for those who can afford it.” (kekuasaan diperuntukkan bagi siapa saja yang mampu membayar untuk itu).
Sejak terbentuknya negara federasi pada tahun 1776, Amerika memerlukan waktu 11 tahun untuk menyusun konstitusi, 89 tahun untuk menghapus perbudakan, 144 tahun untuk memberi hak pilih pada kaum wanita, dan 188 tahun untuk menyusun draf konstitusi yang “melindungi” seluruh warganegara. Dengan masa lalu yang demikian kelam dan masa kini yang demikian jorok, Amerika dengan arogan mencoba memberi kuliah tentang demokrasi kepada negara-negara berkembang yang mayoritas negeri-negeri Islam.
Negara adidaya tersebut mempunyai kepentingan untuk membuka pasar global seluas-luasnya sehingga perusahaan Amerika dapat masuk dan menguasai pasar di negara setempat. Untuk mencapai hal itu, dibutuhkan suatu rezim yang lemah, yang dapat ditekan oleh para pemilik modal atau badan-badan keuangan internasional. Rezim yang lemah ini diharapkan dapat bekerjasama secara lebih kooperatif dengan para investor Amerika dalam sektor perdagangan, dan tentunya mudah tunduk pada tekanan politik Amerika dalam sektor diplomatik.
4 notes · View notes
herricahyadi · 2 years
Note
Mas bisa tolong jelaskan Aswaja itu yang bagaimana dan HTI itu yang bagaimana, NU juga seperti apa? Soalnya kurangnya pengetahuan tentang aqidah menjadikan banyak generasi yang akhirnya hanya menjadi pembebek tanpa tahu perbedaan dari NU,Aswaja,sama HTI. Terimakasih, mohon penerangannya.
"Aswaja" itu terminologi golongan yang merujuk kepada "ahlus sunnah" yaitu mereka yang menisbatkan diri sebagai golongan Rasulullah ﷺ. Mereka yang mengikuti mazhab-mazhab utama dalam Islam dan mempraktikkannya. Penisbatan ini dirasa penting untuk membedakan dengan mereka yang sekadar mengklaim sebagai pengikut Rasulullah ﷺ tapi tidak mengikuti jalannya.
Tapi perlu dipahami bahwa terminologi ini tidaklah spesifik untuk kelompok tertentu. Mereka yang mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ juga dikategorikan masuk ke dalam "Aswaja". Hanya sekarang di Indonesia term ini menjadi lebih sempit dan digunakan oleh ormas tertentu untuk menciptakan jarak dengan kelompok Islam lain.
HTI itu Hizbut Tahrir Indonesia, cabang dari Hizbut Tahrir. Mereka adalah gerakan pembebasan yang berfokus pada pendirian khilafah. Secara mazhab mereka juga termasuk "Aswaja". Yang membedakan adalah pola gerakan mereka politis dan fokus pada pemikiran. Mereka gerakan global yang berpaham Pan-Islamisme (persatuan Islam). Sementara NU itu ormas atau gerakan sosial kemasyarakat yang bersifat domestik, hanya ada di Indonesia dan diikuti oleh WNI saja. NU bukan mazhab dan gerakan tidak global karena pahamnya juga sangat lokal.
Secara garis besar tidak ada yang perlu dipertentangkan antara kedua entitas ini. Belakangan memang muncul permusuhan terhadap HTI lebih disebabkan faktor politik dan beberapa kelompok merasa terancam eksistensinya. Padahal HTI menyerukan kepada Islam meski dengan cara yang berbeda. Apakah perbedaan ini justru menciptakan kebencian di kalangan umat Islam? Jika iya, cara berislamnya keliru. Berpecah-belah itu bukan jalan Rasul ﷺ. Mengaku sebagai "Aswaja" tapi merasa hanya kelompoknya saja yang benar ini justru merusak bangunan umat.
36 notes · View notes
shinayashipper · 7 months
Text
Yugioh AU lokal highschool because saya stres banget sama bangsa ini
IPA atau IPS
Yugi and the gang itu anak IPS semua sih, cuma Otogi aja beda kelas. Btw ini keknya udah pernah saya ramble di twitter, tp gpp lah ya share lagi.
Btw jaman saya itu belum ada kelas Bahasa jd masih cuma IPA / IPS aja gengs...
Yugi - anak IPS dengan niat fokus bisnis untuk meneruskan toko kakek. Tampilannya kek jamet abis, tapi perilaku nya baik. Sering kena razia karena bawa games / komik ke sekolah.
Kaiba - anak IPS yang hatinya sebenernya anak IPA, cuma masuk IPS karena fokus bisnis. Tampilan rapi seragam atribut lengkap (iyah sampai lencana gitu2 jugak). Apapun yang dilakukan, masih stuck di rangking 2 aja. (Saingannya Atem wk)
Atem - anak IPS karena pressure keluarga buat terjun politik nantinya. Jadi Ketua Kelas dan Ketua OSIS juga (pressure bapak serem gengs). Tampilan seragam biasa aja, masih rapi, atribut gasuka lengkap banget kecuali hari Senin. Si paling rangking 1 (bikin si Kaiba gondok)
Anzu - tipe anak populer. Ketua ekskul dance. Disenangi banyak orang dan friendly banget. Tipe yang seragamnya suka di modif (rok dibuat agak pendek dan kemeja kekecilan wkwk).
Jou - jamet beneran. Dulunya preman sering nongki di gang sebelah. Sering nyebats dan ketauan guru. Tapi setelah temenan sama Yugi, preman nya ilang. Tampilan masih jamet.
Honda - anggota OSIS. Seneng banget urus2 jadi panitia sana-sini. Si paling bolak-balik kalo ada event. Si paling sibuk.
Bakura - Asalnya anak IPA tapi tiba2 pindah IPS ke kelasnya Yugi karena alasan misterius. Anak populer padahal nggak aktif sosmed dan gak aktif ekskul apapun.
Otogi - anak IPS kelas sebelah tapi suka nongkrong di kelasnya Yugi. Si paling populer terutama di kalangan adek2 kelas. Tampilan juga kayak jamet, sering kena razia rambut. Tapi seringnya dimaafin karena modal ganteng.
2 notes · View notes
lensadesa · 10 months
Text
Mencapai Kemenangan Pilkades Tanpa Politik Uang: Realitas yang Menginspirasi
Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) seringkali diwarnai oleh politik uang yang merusak integritas demokrasi. Namun, beberapa desa telah membuktikan bahwa kemenangan dapat dicapai tanpa terjerat praktik korup. Desa-desa seperti X, Y, dan Z menonjol dengan pendidikan politik yang kuat, transparansi dana kampanye, dan partisipasi masyarakat yang aktif. Keberhasilan ini juga diperkuat oleh media independen, hukum yang tegas, dan pengawasan pemilihan yang ketat. Bukti nyata ini memberikan harapan bahwa demokrasi lokal dapat tumbuh tanpa keterlibatan finansial yang merugikan. Kesuksesan ini harus dijadikan contoh untuk desa-desa lain membangun demokrasi yang bersih dan berdaya.
source : https://www.lensadesa.com/2020/09/mujiono-kepala-desa-deketagung-bertekad.html
#pilkades #demokrasi #Tanpapolitikuang #
2 notes · View notes
Text
Tumblr media
Studentische Mobilität in Gefahr
Ministerien mauern: Keine Lösung für Semestertickets in Sicht
Während für die "meisten Menschen in Deutschland" mit dem 49€ Ticket ihre Mobilitätsprobleme eigentlich gelöst sein sollten, stehen einige "Randgruppen" immer noch vor großen Problemen. Dabei sehen wir großzügig darüber hinweg, dass
nur etwa 12 Millionen von 80 Millionen so ein Ticket gekauft haben,
es sich viele wegen ihres Preises nicht leisten können,
für Kinder, Jugendliche, Studenten und Rentner keine entsprechenden Angebote vorhanden sind (dazu gleich mehr),
es in vielen Gegenden - vor allem auf dem Land - überhaupt keinen ausreichenden Nahverkehr gibt.
Aber abgesehen von diesen "Kleinigkeiten", die ein gewissenhafter Verkehrsminister ja angehen könnte, sind wir einen Schritt weiter als ohne das Ticket. Nun schreiben uns das Landes-ASten-Treffens NRW in seiner aktuellen Pressemitteilung zur Zukunft des dortigen Semestertickets.
Immer noch keine Lösung für das Semesterticket - Studentische Mobilität steht auf der Kippe
Das Modell für ein bundesweit gültiges Semesterticket wird auf Bundesebene weiterhin blockiert. Es gibt weder eine langfristige Lösung noch eine Übergangslösung für das kommende Semester. Viele Studierendenvertretungen stehen daher kurz vor der Vertragskündigung des bisherigen Tickets.
Das Landes-ASten-Treffen NRW kritisiert, dass Studierende elf Wochen nach Start des Deutschlandtickets immer noch keine Gewissheit haben, wie es mit dem Semesterticket weitergeht. Eine in den Medien diskutierte bundesweite Lösung wird von einzelnen Ministerien immer noch blockiert. Sollten die Verhandlungen weiter verzögert werden, droht den Verkehrsverbünden eine Kündigungswelle der Ticketverträge. Viele ASten bereiten sich gerade darauf vor, die teilweise seit 30 Jahren laufenden Vereinbarungen mit den lokalen Verkehrsunternehmen zu beenden. Die Mobilität der armutsgefährdeten Gruppe der Studierenden steht auf der Kippe.
"Die Blockade einzelner Bundesländer und des Bundesfinanzministeriums stellt Studierendenschaften in NRW vor große Probleme. Nach Monaten ergebnisloser Gespräche mit Verkehrsunternehmen und der Landespolitik braucht es endlich eine Lösung, wie das Semesterticket gerettet werden kann. Kündigungen, die viele ASten gerade vorbereiten, müssen verhindert werden. Sonst stehen auch viele Verkehrsunternehmen vor finanziellen Problemen", so Katharina Rummenhöller, Koordinatorin des Landes-ASten-Treffens NRW.
Die derzeitig vorbereiteten Kündigungen basieren auf der rechtlichen Einschätzung zweier Rechtsgutachten. Der Preisabstand zwischen dem neu eingeführten 49-Euro-Ticket und den bestehenden Semestertickets ist zu gering, ein Gericht könnte die Solidarfinanzierung der Studierendentickets deswegen für unrechtmäßig erklären. Damit würde sich für viele Studierende die Mobilität verteuern. Für lokale Verkehrsunternehmen würde eine sichere und verlässliche Finanzierung wegfallen. Die Semestertickets finanzieren den Nahverkehr in NRW mit einem dreistelligen Millionenbetrag.
David Wiegmann, Koordinator des Landes-ASten-Treffens NRW, ergänzt: "Auch die individuelle Ebene muss bedacht werden. Viele Studierende zahlen jetzt mehr für ihr Semesterticket als Arbeitnehmer*innen für ihr Jobticket. Dabei sind ein Drittel aller Studierenden armutsgefährdet. Wenn die beteiligten Ministerien weiterhin keine Lösung anbieten, wird diese soziale Schieflage billigend in Kauf genommen."
Amanda Steinmaus, ebenfalls Koordinatorin des Landes-ASten-Treffens NRW, betont: "Die Studierendenvertretungen sind landes- und bundesweit gut vernetzt und kennen die unterschiedlichen Problemlagen vor Ort. Wir brauchen schnellstmöglich eine günstige Übergangslösung und langfristig ein Konzept, das die Bedürfnisse ländlicher und urbaner Studierender zusammenbringt und die Hochschullandschaft sowie die lokalen Verkehrsunternehmen stärkt. Stattdessen lässt uns die Politik im Regen stehen."
Landes-ASten-Treffen NRW c/o AStA TU Dortmund Emil-Figge-Straße 50 44227 Dortmund
Mehr dazu bei https://latnrw.de/ und alle unsere Artikel zum (4)9€ Ticket https://www.aktion-freiheitstattangst.org/cgi-bin/searchart.pl?suche=9€&sel=meta
Kategorie[21]: Unsere Themen in der Presse Short-Link dieser Seite: a-fsa.de/d/3v6 Link zu dieser Seite: https://www.aktion-freiheitstattangst.org/de/articles/8458-20230713-studentische-mobilitaet-in-gefahr.htm
3 notes · View notes
speyer-zeitung · 6 days
Text
Speyer Chinese: A Comprehensive Insight
Tumblr media
Das Wichtigste in Kürze
- Tishman Speyer ist ein führendes Immobilienunternehmen, das bedeutende Investitionen in China tätigt. - Zu den jüngsten Projekten gehören der Verkauf des Springs Center und die Umwandlung eines Hotels in Shanghai in Serviced Apartments. - Die Investitionen konzentrieren sich auf verschiedene Immobiliensektoren, einschließlich Büros, Hotels und Einzelhandel. - Das Unternehmen plant, weiter in den chinesischen Immobilienmarkt zu investieren, insbesondere nach der Aufhebung der COVID-19-Beschränkungen.
Einführung
Tishman Speyer ist seit vielen Jahren ein bedeutender Akteur auf dem chinesischen Immobilienmarkt. Ihre strategischen Investitionen und Partnerschaften haben das Unternehmen zu einem wichtigen Mitspieler in der Region gemacht. In diesem Artikel werfen wir einen genaueren Blick auf einige ihrer bedeutendsten Projekte und die Pläne für die Zukunft.
Jüngste Investitionen und Projekte
Springs Center Verkauf - Ort: Shanghai - Verkaufspreis: 1,1 Milliarden US-Dollar - Beschreibung: Das Springs Center ist ein 10-Gebäude-Campus, der zu den größten Immobilienverkäufen in China im Jahr 2022 zählt. Der Verkauf an CapitaLand markiert das Ende des Tishman Speyer China Funds, der 2008 ins Leben gerufen wurde​ (PERE)​​ (Bisnow)​. Umwandlung des Holiday Inn Express - Ort: Shanghai - Projektbeschreibung: Tishman Speyer plant die Umwandlung eines ehemaligen Holiday Inn Express Hotels in Serviced Apartments. Die Umgestaltung, die 16 Monate dauern wird, umfasst 305 Apartments und wird unter der Marke Modena by Fraser betrieben​ (Mingtiandi)​. - Projektziel: Ansprechen von Kunden im mittleren bis gehobenen Segment, die Kurz- und Langzeitaufenthalte suchen.
Strategische Bedeutung Chinas
Trotz der Herausforderungen durch die COVID-19-Pandemie bleibt China ein zentraler Markt für Tishman Speyer. Mit der Aufhebung der Null-COVID-Politik erwartet das Unternehmen eine Wiederbelebung des Marktes, insbesondere im Einzelhandels- und Hotelsektor​ (Bisnow)​. Zitate - Wilson Chen, CEO von Tishman Speyer China: „Jetzt, da Investoren wieder nach China kommen dürfen, können sie die Projekte und Vermögenswerte besuchen. Das ist sehr wichtig und definitiv eine gute Nachricht für sie“​ (Bisnow)​.
Zukunftsaussichten und Pläne
Erweiterung des Investitionsportfolios Tishman Speyer plant die Auflegung weiterer fondsbasierter Investitionen in den chinesischen Immobilienmarkt. Das Unternehmen fokussiert sich dabei auf verschiedene Sektoren, einschließlich Büroimmobilien, Einzelhandel und Gastgewerbe, um von der wirtschaftlichen Erholung und dem gesteigerten Konsumverhalten zu profitieren​ (Bisnow)​. Finanzierungsstrategien Die Finanzierung dieser Projekte erfolgt durch eine Kombination aus Eigenkapital und Fremdkapital, wobei Tishman Speyer auch strategische Partnerschaften eingeht, um die finanzielle Belastung zu minimieren und das Risiko zu streuen​ (Mingtiandi)​​ (Bisnow)​.
Abschluss
Tishman Speyer bleibt ein zentraler Akteur auf dem chinesischen Immobilienmarkt, der durch strategische Investitionen und zukunftsorientierte Projekte beständig wächst. Mit der wirtschaftlichen Erholung und der Aufhebung der COVID-19-Beschränkungen sieht das Unternehmen einer vielversprechenden Zukunft entgegen.
Interessante Fragen zum Thema
- Welche Herausforderungen könnten für Tishman Speyer bei zukünftigen Investitionen in China auftreten? - Antwort: Zu den potenziellen Herausforderungen zählen regulatorische Änderungen, Marktvolatilität und geopolitische Spannungen. Strengere Umweltauflagen und lokale Wettbewerbsbedingungen könnten ebenfalls Einfluss auf zukünftige Investitionen haben. Die Fähigkeit, sich an diese Veränderungen anzupassen, wird entscheidend sein​ (Bisnow)​. - Wie wirkt sich die Aufhebung der COVID-19-Beschränkungen auf den chinesischen Immobilienmarkt aus? - Antwort: Die Aufhebung der Beschränkungen hat zu einer Wiederbelebung des Konsums und des Tourismus geführt, was besonders den Einzelhandels- und Hotelsektor begünstigt. Investoren kehren zurück, um die Marktchancen zu nutzen, was zu einem Anstieg der Investitionstätigkeit führt​ (Bisnow)​. - Welche Vorteile bietet die Umwandlung von Hotels in Serviced Apartments für Tishman Speyer? - Antwort: Die Umwandlung ermöglicht es, bestehende Immobilien optimal zu nutzen und neue Einnahmequellen zu erschließen. Serviced Apartments bieten flexible Unterkunftsmöglichkeiten, die sowohl Kurz- als auch Langzeitmieter ansprechen, was in einem sich erholenden Markt besonders attraktiv ist​ (Mingtiandi)​. - Welche Rolle spielen strategische Partnerschaften für Tishman Speyers Erfolg in China? - Antwort: Strategische Partnerschaften ermöglichen den Zugang zu lokalem Wissen und Ressourcen, reduzieren finanzielle Risiken und unterstützen die effiziente Durchführung großer Projekte. Diese Partnerschaften stärken auch das Netzwerk und die Marktposition von Tishman Speyer​ (PERE)​​ (Bisnow)​. - Wie beeinflussen geopolitische Spannungen zwischen den USA und China die Investitionsstrategien von Tishman Speyer? - Antwort: Geopolitische Spannungen können das Investitionsklima durch Unsicherheit und regulatorische Barrieren beeinflussen. Tishman Speyer muss daher flexibel bleiben und sorgfältig abwägen, wie diese Spannungen ihre langfristigen Pläne beeinflussen könnten. Diversifikation und lokale Partnerschaften könnten helfen, Risiken zu mindern​ (Bisnow)​.
Bildvorschlag
Ein Bild eines modernen Bürogebäudekomplexes in Shanghai, das Tishman Speyers Investitionen in China symbolisiert. Ich werde nun das Bild generieren.
Speyer Chinese: A Comprehensive Insight
Das Wichtigste in Kürze
- Tishman Speyer ist ein führendes Immobilienunternehmen, das bedeutende Investitionen in China tätigt. - Zu den jüngsten Projekten gehören der Verkauf des Springs Center und die Umwandlung eines Hotels in Shanghai in Serviced Apartments. - Die Investitionen konzentrieren sich auf verschiedene Immobiliensektoren, einschließlich Büros, Hotels und Einzelhandel. - Das Unternehmen plant, weiter in den chinesischen Immobilienmarkt zu investieren, insbesondere nach der Aufhebung der COVID-19-Beschränkungen.
Einführung
Tishman Speyer ist seit vielen Jahren ein bedeutender Akteur auf dem chinesischen Immobilienmarkt. Ihre strategischen Investitionen und Partnerschaften haben das Unternehmen zu einem wichtigen Mitspieler in der Region gemacht. In diesem Artikel werfen wir einen genaueren Blick auf einige ihrer bedeutendsten Projekte und die Pläne für die Zukunft.
Jüngste Investitionen und Projekte
Springs Center Verkauf - Ort: Shanghai - Verkaufspreis: 1,1 Milliarden US-Dollar - Beschreibung: Das Springs Center ist ein 10-Gebäude-Campus, der zu den größten Immobilienverkäufen in China im Jahr 2022 zählt. Der Verkauf an CapitaLand markiert das Ende des Tishman Speyer China Funds, der 2008 ins Leben gerufen wurde​ (PERE)​​ (Bisnow)​. Umwandlung des Holiday Inn Express - Ort: Shanghai - Projektbeschreibung: Tishman Speyer plant die Umwandlung eines ehemaligen Holiday Inn Express Hotels in Serviced Apartments. Die Umgestaltung, die 16 Monate dauern wird, umfasst 305 Apartments und wird unter der Marke Modena by Fraser betrieben​ (Mingtiandi)​. - Projektziel: Ansprechen von Kunden im mittleren bis gehobenen Segment, die Kurz- und Langzeitaufenthalte suchen.
Strategische Bedeutung Chinas
Trotz der Herausforderungen durch die COVID-19-Pandemie bleibt China ein zentraler Markt für Tishman Speyer. Mit der Aufhebung der Null-COVID-Politik erwartet das Unternehmen eine Wiederbelebung des Marktes, insbesondere im Einzelhandels- und Hotelsektor​ (Bisnow)​. Zitate - Wilson Chen, CEO von Tishman Speyer China: „Jetzt, da Investoren wieder nach China kommen dürfen, können sie die Projekte und Vermögenswerte besuchen. Das ist sehr wichtig und definitiv eine gute Nachricht für sie“​ (Bisnow)​.
Zukunftsaussichten und Pläne
Erweiterung des Investitionsportfolios Tishman Speyer plant die Auflegung weiterer fondsbasierter Investitionen in den chinesischen Immobilienmarkt. Das Unternehmen fokussiert sich dabei auf verschiedene Sektoren, einschließlich Büroimmobilien, Einzelhandel und Gastgewerbe, um von der wirtschaftlichen Erholung und dem gesteigerten Konsumverhalten zu profitieren​ (Bisnow)​. Finanzierungsstrategien Die Finanzierung dieser Projekte erfolgt durch eine Kombination aus Eigenkapital und Fremdkapital, wobei Tishman Speyer auch strategische Partnerschaften eingeht, um die finanzielle Belastung zu minimieren und das Risiko zu streuen​ (Mingtiandi)​​ (Bisnow)​.
Abschluss
Tishman Speyer bleibt ein zentraler Akteur auf dem chinesischen Immobilienmarkt, der durch strategische Investitionen und zukunftsorientierte Projekte beständig wächst. Mit der wirtschaftlichen Erholung und der Aufhebung der COVID-19-Beschränkungen sieht das Unternehmen einer vielversprechenden Zukunft entgegen.
Interessante Fragen zum Thema
- Welche Herausforderungen könnten für Tishman Speyer bei zukünftigen Investitionen in China auftreten? - Antwort: Zu den potenziellen Herausforderungen zählen regulatorische Änderungen, Marktvolatilität und geopolitische Spannungen. Strengere Umweltauflagen und lokale Wettbewerbsbedingungen könnten ebenfalls Einfluss auf zukünftige Investitionen haben. Die Fähigkeit, sich an diese Veränderungen anzupassen, wird entscheidend sein​ (Bisnow)​. - Wie wirkt sich die Aufhebung der COVID-19-Beschränkungen auf den chinesischen Immobilienmarkt aus? - Antwort: Die Aufhebung der Beschränkungen hat zu einer Wiederbelebung des Konsums und des Tourismus geführt, was besonders den Einzelhandels- und Hotelsektor begünstigt. Investoren kehren zurück, um die Marktchancen zu nutzen, was zu einem Anstieg der Investitionstätigkeit führt​ (Bisnow)​. - Welche Vorteile bietet die Umwandlung von Hotels in Serviced Apartments für Tishman Speyer? - Antwort: Die Umwandlung ermöglicht es, bestehende Immobilien optimal zu nutzen und neue Einnahmequellen zu erschließen. Serviced Apartments bieten flexible Unterkunftsmöglichkeiten, die sowohl Kurz- als auch Langzeitmieter ansprechen, was in einem sich erholenden Markt besonders attraktiv ist​ (Mingtiandi)​. - Welche Rolle spielen strategische Partnerschaften für Tishman Speyers Erfolg in China? - Antwort: Strategische Partnerschaften ermöglichen den Zugang zu lokalem Wissen und Ressourcen, reduzieren finanzielle Risiken und unterstützen die effiziente Durchführung großer Projekte. Diese Partnerschaften stärken auch das Netzwerk und die Marktposition von Tishman Speyer​ (PERE)​​ (Bisnow)​. - Wie beeinflussen geopolitische Spannungen zwischen den USA und China die Investitionsstrategien von Tishman Speyer? - Antwort: Geopolitische Spannungen können das Investitionsklima durch Unsicherheit und regulatorische Barrieren beeinflussen. Tishman Speyer muss daher flexibel bleiben und sorgfältig abwägen, wie diese Spannungen ihre langfristigen Pläne beeinflussen könnten. Diversifikation und lokale Partnerschaften könnten helfen, Risiken zu mindern​ (Bisnow)​. Read the full article
0 notes
Text
Hub 0838-4385-6102, Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta untuk Solusi Bisnis yang Kreatif
Tumblr media
Hub 0838-4385-6102, Di era modern ini, kolaborasi menjadi salah satu pilar penting dalam pertumbuhan dan perkembangan bisnis. Terutama di kota metropolitan seperti Jakarta, di mana kompetisi semakin ketat, kolaborasi yang efektif antara berbagai pihak menjadi kunci utama untuk menghasilkan inovasi dan solusi kreatif yang dapat mendukung kesuksesan bisnis. Tidak hanya itu, kolaborasi yang berhasil mampu menggabungkan ide-ide cemerlang dari berbagai sektor, sehingga menciptakan peluang yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Oleh karena itu, Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta hadir untuk membantu para pelaku bisnis mencapai tujuan ini melalui pembicaraan inspiratif dan bimbingan strategis.
Pentingnya Kolaborasi dalam Bisnis Modern
Kolaborasi bukan hanya sekedar bekerja sama, tetapi merupakan proses yang lebih dalam di mana dua atau lebih entitas saling berbagi pengetahuan, sumber daya, dan kreativitas. Bisnis yang mampu berkolaborasi dengan baik biasanya memiliki daya saing yang lebih tinggi, karena mereka mampu memanfaatkan keahlian dan perspektif yang beragam. Di sinilah peran Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta menjadi sangat penting. Mereka tidak hanya menginspirasi, tetapi juga memandu perusahaan dalam membangun strategi kolaboratif yang berkelanjutan.
Dalam konteks bisnis di Jakarta, kolaborasi sering kali melibatkan berbagai industri yang berbeda. Misalnya, perusahaan teknologi dapat berkolaborasi dengan industri ritel untuk menciptakan platform e-commerce yang inovatif. Atau, sektor pariwisata dapat bekerja sama dengan startup lokal untuk mengembangkan pengalaman wisata berbasis teknologi. Kemungkinan-kemungkinan ini hanya bisa terealisasi melalui kolaborasi yang kuat, dan dengan bantuan Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta, perusahaan dapat lebih mudah menemukan jalan menuju kolaborasi yang sukses.
Mengapa Jakarta Menjadi Pusat Kolaborasi Bisnis?
Sebagai ibu kota Indonesia, Jakarta merupakan pusat perekonomian, politik, dan budaya yang dinamis. Jakarta menawarkan ekosistem bisnis yang penuh dengan peluang, mulai dari perusahaan multinasional hingga startup yang baru tumbuh. Kota ini juga menjadi tempat bertemunya berbagai pemangku kepentingan dari berbagai sektor industri, yang menjadikannya sebagai tempat ideal untuk membangun kemitraan strategis. Selain itu, dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, banyak perusahaan di Jakarta yang menyadari pentingnya berinovasi melalui kolaborasi.
Di sinilah Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta dapat berperan besar. Mereka memiliki wawasan mendalam tentang tren pasar dan kebutuhan industri, serta mampu membantu perusahaan-perusahaan dalam menciptakan ide-ide baru yang relevan. Dengan bimbingan mereka, pelaku bisnis dapat lebih percaya diri dalam menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.
Membangun Kolaborasi yang Efektif: Langkah-langkah Kunci
Setiap kolaborasi bisnis yang sukses dimulai dengan perencanaan yang matang. Dalam membangun kolaborasi yang efektif, ada beberapa langkah kunci yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan:
Identifikasi Tujuan Bersama: Sebelum memulai kolaborasi, penting untuk memahami apa yang ingin dicapai oleh masing-masing pihak. Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi tujuan bersama yang realistis dan menguntungkan semua pihak.
Pemilihan Mitra yang Tepat: Tidak semua kolaborasi akan berhasil. Oleh karena itu, pemilihan mitra kolaborasi yang tepat adalah langkah krusial. Faktor seperti keselarasan visi, nilai-nilai perusahaan, dan potensi sinergi harus dipertimbangkan dengan cermat.
Komunikasi Terbuka: Kolaborasi yang berhasil memerlukan komunikasi yang terbuka dan jujur. Setiap pihak harus siap untuk berbagi informasi, mendengarkan ide-ide dari mitra mereka, dan bersedia menyesuaikan diri jika diperlukan.
Pembagian Tugas yang Jelas: Agar kolaborasi dapat berjalan dengan baik, pembagian tugas harus jelas sejak awal. Ini akan memastikan bahwa setiap pihak memahami peran mereka dan dapat bekerja secara efisien untuk mencapai tujuan bersama.
Evaluasi dan Penyesuaian: Kolaborasi bukanlah proses yang statis. Selama perjalanan, evaluasi berkala perlu dilakukan untuk memastikan bahwa kolaborasi tetap berada di jalur yang benar dan mencapai hasil yang diharapkan. Jika diperlukan, penyesuaian strategi dapat dilakukan untuk mengoptimalkan hasil.
Peran Jasa Pembicara dalam Mendorong Kolaborasi
Banyak perusahaan yang mungkin memiliki keinginan untuk berkolaborasi, tetapi tidak tahu bagaimana memulainya atau bahkan bagaimana mengelola proses kolaborasi yang efektif. Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta hadir sebagai solusi untuk memberikan wawasan dan inspirasi kepada perusahaan-perusahaan ini. Mereka tidak hanya berperan sebagai pembicara motivasi, tetapi juga sebagai konsultan yang dapat membantu mengidentifikasi peluang kolaborasi yang potensial dan memberikan panduan praktis tentang bagaimana cara menjalankan kolaborasi tersebut.
Dengan bimbingan dari Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta, perusahaan dapat melihat kolaborasi dari perspektif yang lebih luas. Mereka dapat memahami bahwa kolaborasi bukan hanya sekedar alat untuk memperluas jaringan, tetapi juga sebagai strategi bisnis yang dapat meningkatkan inovasi, efisiensi operasional, dan pertumbuhan jangka panjang.
baca juga : Jasa Motivator Kompetensi di Kebumen: Tingkatkan Keahlian Tim Anda
Studi Kasus: Kolaborasi Sukses di Jakarta
Jakarta telah menjadi saksi banyak kolaborasi bisnis yang sukses. Salah satu contoh yang menarik adalah kolaborasi antara industri teknologi dan industri keuangan di Jakarta. Perusahaan-perusahaan fintech di Jakarta telah berhasil bekerja sama dengan bank-bank besar untuk menciptakan solusi pembayaran digital yang memudahkan transaksi bagi masyarakat luas. Kolaborasi ini tidak hanya menguntungkan kedua belah pihak, tetapi juga membantu memajukan inklusi keuangan di Indonesia.
Dalam kasus lain, sektor pariwisata di Jakarta telah menjalin kolaborasi dengan perusahaan teknologi untuk menciptakan aplikasi yang memungkinkan wisatawan untuk menjelajahi kota dengan cara yang lebih interaktif. Kolaborasi ini telah berhasil menarik lebih banyak wisatawan ke Jakarta dan membantu memperkuat posisi kota sebagai tujuan wisata utama di Asia Tenggara.
Studi kasus seperti ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi dalam menciptakan inovasi yang relevan dan berdampak besar. Dengan bantuan Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta, banyak perusahaan lain dapat belajar dari pengalaman-pengalaman ini dan menerapkan strategi serupa dalam bisnis mereka.
Ciptakan Ide-Ide Baru Bersama Kami
Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan harus selalu mencari cara-cara baru untuk berkembang. Salah satu cara terbaik untuk mencapai hal ini adalah dengan berkolaborasi dengan pihak lain yang memiliki visi yang sama. Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta hadir untuk membantu Anda menemukan mitra yang tepat, menciptakan ide-ide baru, dan menjalankan strategi kolaborasi yang efektif. Dengan bimbingan mereka, Anda tidak hanya akan mampu bersaing di pasar yang semakin kompetitif, tetapi juga menciptakan inovasi yang berdampak besar bagi bisnis Anda.
Jika Anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta dapat membantu perusahaan Anda, jangan ragu untuk Hubungi Kami 0838-4385-6102. Kami siap membantu Anda dalam menciptakan solusi bisnis yang kreatif dan inovatif melalui kolaborasi yang kuat dan berkelanjutan.
Menghadapi Tantangan dalam Kolaborasi
Meskipun kolaborasi memiliki banyak manfaat, tidak jarang perusahaan menghadapi tantangan dalam menjalankannya. Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya kepercayaan antara mitra kolaborasi. Ketika dua perusahaan yang berbeda bekerja sama, mungkin ada kekhawatiran tentang berbagi informasi sensitif atau strategi bisnis. Di sinilah Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta dapat berperan untuk membangun kepercayaan antara mitra, melalui komunikasi yang terbuka dan strategi mitigasi risiko.
Selain itu, perbedaan budaya organisasi juga dapat menjadi hambatan dalam kolaborasi. Setiap perusahaan memiliki budaya kerja dan nilai-nilai yang berbeda, dan ketika dua entitas yang berbeda bekerja sama, konflik dapat muncul. Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta dapat membantu mengidentifikasi perbedaan-perbedaan ini dan menyarankan cara-cara untuk menyelaraskan budaya kerja demi kesuksesan bersama.
Kolaborasi juga memerlukan manajemen yang baik. Tanpa manajemen yang efektif, kolaborasi dapat terhambat oleh miskomunikasi, kurangnya koordinasi, atau bahkan konflik kepentingan. Oleh karena itu, perusahaan yang ingin sukses dalam kolaborasi harus memiliki tim manajemen yang handal, atau bisa juga menggunakan jasa pembicara dan konsultan yang berpengalaman dalam bidang ini.
Kesimpulan
Di Jakarta, di mana persaingan bisnis semakin intens dan perubahan pasar terjadi dengan cepat, kolaborasi bukan lagi sekadar pilihan tetapi menjadi kebutuhan. Dengan kolaborasi, perusahaan dapat mengakses sumber daya, pengetahuan, dan ide-ide baru yang mungkin tidak dapat mereka capai sendiri. Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta menyediakan panduan, inspirasi, dan strategi yang diperlukan untuk memastikan kolaborasi berjalan sukses.
Kolaborasi yang baik tidak hanya menghasilkan inovasi, tetapi juga memperkuat hubungan bisnis, meningkatkan efisiensi operasional, dan menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Jika Anda ingin membawa bisnis Anda ke tingkat berikutnya, kolaborasi adalah jawabannya. Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta siap membantu Anda mencapai kesuksesan dengan cara yang kreatif dan berkelanjutan. Hubungi Kami 0838-4385-6102 untuk memulai perjalanan kolaborasi Anda hari ini.
Tumblr media
FAQ: Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta
1. Apa itu Jasa Pembicara Kolaborasi?
Jasa Pembicara Kolaborasi adalah layanan yang menawarkan pembicara ahli untuk membantu perusahaan dan organisasi dalam menciptakan kolaborasi yang sukses. Pembicara ini memberikan panduan tentang strategi kolaboratif, berbagi ide kreatif, serta memberi inspirasi untuk inovasi bisnis melalui kerja sama lintas sektor.
2. Bagaimana cara Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta membantu bisnis saya?
Dengan Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta, perusahaan Anda akan mendapatkan wawasan mendalam tentang cara menjalin kemitraan yang strategis dan efektif. Pembicara akan memberikan solusi inovatif, membantu dalam proses negosiasi kolaborasi, dan menawarkan metode untuk membangun kerja sama yang berkelanjutan. Ini sangat berguna bagi perusahaan yang ingin mengembangkan jaringan atau menciptakan produk dan layanan baru.
3. Siapa saja yang dapat menggunakan layanan ini?
Layanan Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta tersedia untuk semua jenis bisnis, mulai dari startup hingga perusahaan besar, termasuk organisasi non-profit, lembaga pendidikan, dan sektor publik. Layanan ini sangat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin menjalin kerja sama antar perusahaan, lintas industri, atau bahkan kolaborasi internasional.
4. Apa topik utama yang biasanya dibahas oleh pembicara kolaborasi?
Topik yang dibahas dapat bervariasi tergantung kebutuhan bisnis Anda, tetapi secara umum pembicara kolaborasi akan membahas strategi pengembangan jaringan, negosiasi kemitraan, inovasi melalui kolaborasi, pemecahan masalah lintas sektor, serta cara mengoptimalkan sumber daya bersama. Pembicara juga dapat menyesuaikan topik sesuai dengan industri dan tantangan spesifik yang dihadapi oleh perusahaan Anda.
5. Bagaimana cara menghubungi Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta?
Jika Anda tertarik menggunakan layanan Jasa Pembicara Kolaborasi di Jakarta, Anda dapat langsung Hubungi Kami 0838-4385-6102. Tim kami akan membantu Anda merencanakan sesi yang sesuai dengan kebutuhan bisnis Anda dan memberikan solusi kolaboratif yang tepat.
Hubungi kami
WA : 0838-4385-6102
Link WhatsApp :
(Wulan Aulia - Skariga )
0 notes
yaoisocietys · 16 days
Text
YaoiSociety rules.
1. YaoiSociety hanya untuk akun RP.
2. Dilarang mengirim menfess terror, SARA, suicidal, homophobic, politik, phobia kolektif, dan spam ( mengirim menfess yang sama dalam jangka waktu sehari. GUNAKAN CAPTION YANG BERBEDA. )
3. Dilarang mengirim gambar deepfake AI dan sebagainya. dilarang mengirim video. 4. Berjualan atau bertukar hanya untuk akun RP Yaoi / rated saja, selain itu tidak boleh. 5. WAJIB Sensor nama idol saat mengirim menfess. 6. Boypussy allowed tetapi DILARANG mengirim foto memek. Pict NSFW hanya diperbolehkan bagian tubuh laki laki saja seperti kontol dan lobang keriput. 7. Forbidden idol wajib memberi sensor pada nama idol.
8. Underage hanya boleh mengirim menfess mencari teman ngobrol atau mutuals.
9. Chara lokal allowed.
Kritik dan saran dapat menghubungi Contact Person: @_ngh
1 note · View note
turisiancom · 20 days
Text
TURISIAN.com - HLF MSP 2024 atau High Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships  diproyeksikan akan membawa dampak besar bagi ekonomi lokal Pulau Dewata. Forum internasional yang digelar pada 1-3 September 2024 di Bali  ini diharapkan mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi. Terutama di sektor perhotelan, kuliner, pariwisata, dan perdagangan. "Acara ini akan berdampak positif, baik di tingkat mikro maupun makro. Peningkatan jumlah pengunjung, baik domestik maupun mancanegara," ujar Bogat Widyatmoko, Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, pada Minggu, 1 September 2024, di Nusa Dua, Bali. BACA JUGA: Kawasan Malioboro Yogyakarta Kembali Menggeliat, Sudah Penuh Wisatatan Ia pun mengemukakan bahwa selama forum berlangsung, akan mendorong permintaan terhadap akomodasi. Termasuk, makanan, minuman, layanan transportasi, hingga destinasi wisata. Sementara itu, forum ini sendiri akan dihadiri sekitar 1.275 peserta dari 26 negara, yang terdiri dari perwakilan pemerintah. Tak terkecuali, akan hadir  organisasi internasional, sektor swasta, organisasi non-pemerintah, akademisi, hingga lembaga think tank dan filantropi. BACA JUGA: Makassar F8, Event Internasional yang Diikuti Belasan Negara Bogat menjelaskan bahwa forum ini tak hanya berdampak pada ekonomi lokal. Namun,  juga memperkuat jejaring antara pelaku ekonomi domestik dan global. Membuka peluang kolaborasi ekonomi di masa depan. “Efek makro dari forum ini akan tercermin pada potensi kemitraan multipihak yang dapat memperkuat ekonomi Indonesia," katanya. "Kolaborasi yang terjalin akan memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional,” sambung Bogat. BACA JUGA: Indonesia Serahkan Estafet Kepemimpinan ASEAN Tourism Forum 2024 kepada Laos Keuntungan Ekonomi Selain memberikan keuntungan ekonomi bagi Bali, HLF MSP 2024 juga menjadi wadah penting untuk membahas kerja sama transformatif. Khususnya, dalam menghadapi tantangan global, seperti kesenjangan pembangunan, dengan pendekatan kemitraan multipihak. Sebagai bagian dari peringatan 69 tahun Konferensi Asia-Afrika 1955, forum ini menjadi kesempatan emas bagi Indonesia. BACA JUGA: Event Culture Run Bakal Jadi Program Berkelanjutan di Bali Utamanya, dalam upaya  mempromosikan berbagai kepentingan strategis di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sehingga, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. “Kita ingin merangkul seluruh pemangku kepentingan untuk terlibat dalam forum ini. Sehingga hasilnya bisa memberikan dampak jangka panjang bagi pembangunan dan kesejahteraan bersama,” tutup Bogat. ***
0 notes