#lampu mobil
Explore tagged Tumblr posts
gr8brandz · 2 months ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Lampu LED DRL Alis 30 CM 45 CM 60 CM Mobil Motor Sein Daytime Running Light
https://tokopedia.link/6odkJqWdjQb - https://s.shopee.co.id/10nQSRA9b9                           ==================================================== Spesifikasi: Warna : Putih + Kuning Biru + Kuning Ice Blue + Kuning Merah + Kuning
Ukuran: 30cm / 45cm / 60cm Informasi Lampu LED DRL 30CM 45CM 60CM Alis Tempel Flexible Mobil Motor Sein Running Grade A+ Sein Running alias BERJALAN
DRL Alis model lama ribet pasangnya, karena harus bongkar batok, kalau batok dibongkar ada resiko embun masuk sehingga menguning. Solusinya, pakailah DRL Alis model baru!!
DRL Alis Flexibel model baru ini, bisa dipasang di luar batok, anti air hujan badai, IP65, Jika mati karena hujan badai, silahkan tukar ke kami. Keunggulan DRL ini :1. Sinar Terang, menggunakan led CHIP OSRAM grade A, tidak menimbulkan bintik 2. Sein BERJALAN alias RUNNING!! Seperti pada mobil lexus atau mercedes 3. Pemasangan menggunakan double tape, sangat praktis 4. Bisa untuk semua mobil 5. Bisa untuk semua motor asal kelistrikannya sudah fullwave, jika rusak karena belum fullwave garansi tidak berlaku
Isi Kemasan 1 x Lampu LED DRL Alis 30 CM / 45 CM / 60 CM Mobil Motor Sein Daytime Running Light ==================================================== https://s.shopee.co.id/9ezi7T2NcG https://tokopedia.link/vfg3UqLVZzb
7 notes · View notes
cleaningservicebontang · 2 years ago
Text
PROFESIONAL, WA 0821-1073-4867, Jasa Cuci Jok Mobil palangkaraya
Tumblr media
KLIK Link https://wa.me/6282110734867, Jasa Cuci Baju Ambon, Jasa Cuci Baju Terdekat Bontang, Jasa Cuci Bantal Balikpapan, Jasa Cuci Baju Manual Samarinda, Jasa Cuci Boneka Sangatta, Jasa Cuci Bantal Guling Tenggarong, Jasa Cuci Baju Keliling Makkasar, Jasa Cuci Bak Air Manado SILVY CLEANS Jasa Pembersih Rumah dan Kantor, Toilet, Cuci Mobil, Cuci Motor, Hydro Vacuum Sofa, Hydro Vacuum Bed, Jok Mobil, Desinfektan, Jasa Cuci Sepatu, Tas, Helm Dll. Jalan Ahmad Yani Bontang Baru Api-Api Kec. Bontang Utara Kota Bontang Kalimantan Timur 75311 (Seberang Toko Buah Kencana Ungu) LANGSUNG OWNER : WA 0821-1073-4867 WEBSITE :https://www.silvycleans.com/ YOUTUBE :https://youtu.be/qLo7rxIKaLs IG :https://instagram.com/silvyclean?igshid=NjIwNzIyMDk2Mg== FB :https://www.facebook.com/silvycleanbontang #jasacucijokmobil, #jjasacucisofapuncak, #jjasacucisepatu, #jjasacucisofa, #jjasacucimesincuci, #jasacucikarpet, #jasacucikursikantor, #jasacucilampukristal, #jasacucilampucrystal, #jasacucilampuhias Harga Jasa Cuci Toren Air Sangatta, Jasa Cuci Mika Lampu Mobil Tenggarong, Jasa Cuci Interior Mobil Makkasar, Jasa Bersih Rumah Manado, Jasa Bersih Kasur Banjarmasin, Jasa Bersih Toren palangkaraya, Jasa Bersih Kamar Mandi Pontianak, Jasa Bersih Rumah Terdekat Lombok
0 notes
catatanmudri · 10 days ago
Text
Malam itu, ada sesuatu yang menghangatkan mataku.
Langit malam tampak kelam, hanya diterangi lampu jalan yang redup. Angin berembus pelan, membawa dingin yang merambat hingga ke tulang.
Kami menghabiskan malam dengan obrolan ringan yang sesekali diselingi tawa kecil. Hingga akhirnya, aku terlelap. Aku tak ingat kapan persisnya, hanya tahu bahwa tubuhku seakan menyerah pada lelah yang menggantung di pelupuk mata.
“Dri, bangun. Udah sampai.” suara temanku membangunkanku. Aku mengucek mata, masih setengah sadar. Mobil temanku telah berhenti, dan ia sudah memesankan ojek daring untukku.
Seorang ojek daring menunggu di depan. Aku menghampirinya, mengenakan helm yang ia sodorkan.
“Maaf ya pak, jika menunggu beberapa menit” ucapku
“Tidak apa-apa, Mas, saya mah happy aja”
Bapak itu tersenyum. “Mas nya sepertinya kelihatan capek ya. Hati-hati sama pikiran, Mas. Jangan dibawa berat-berat. Hidup ini kita jalani aja, yang penting sehat, waras, dan tetap bersyukur.”
Aku terdiam sejenak.
Di tengah perjalanan, bapak driver tiba-tiba berkata, “Mas Ilham, sampeyan kayaknya orang penting dan bagus ya.”
Aku tersentak. “Ilham, pak? Bapak kenal teman saya ya?”
“Baru pertama ini, Mas, yang pesen grab ini sampeyan, bukan?” tanyaku.
“Oh, bukan, teman saya, Pak, hehe” jawabku, lalu kami tertawa kecil.
Sejak itu, percakapan kami mengalir lebih lepas. Kata-kata yang keluar darinya seakan bukan hanya sekadar obrolan ringan di atas kendaraan. Ada kebijaksanaan yang merambat di antara jeda-jeda.
“Saya suka cara Mas ngobrol. Banyak penumpang yang saya antar, tapi jarang yang ngajak ngobrol begini. Hidup ini dijalani aja terus. Susah atau nggak cukup, tetap happy. Saya serahkan semuanya ke Allah. Dia yang kasih hidup, Dia yang kasih rezeki.”
“Saya tuh happy, Mas,” lanjutnya. “Apa yang kita punya hari ini, ya kita syukuri. Bisa sehat, bisa makan, bisa merasakan nikmatnya hidayah dari Allah saja sudah luar biasa.”
Aku menarik napas panjang. Langit malam masih pekat, tapi entah kenapa, rasanya lebih lapang.
Bapak itu tersenyum lagi. “Apapun keadaannya, jangan lupa bersedekah ya, Mas. Apalagi buat anak yatim. Saya selalu usahakan setiap bulan ke panti asuhan, sekadar berbagi sedikit rezeki.”
Aku menelan ludah. Ada yang tiba-tiba menghangat di mataku.
“Masya Allah, Pak…” suaraku tercekat. “Bapak biasanya ke panti mana?”
“Banyak, Mas. Tapi paling sering di daerah Jakarta Timur. Udah hampir dua tahun saya rutin ke sana. Kalau Mas mau, kapan-kapan ikut aja.”
Ia menoleh sekilas, lalu berkata, “Hidup ini sebentar, Mas. Kadang kita sibuk mikirin dunia sampai lupa bekal yang mau kita bawa ke akhirat. Saya cuma nggak mau nyesel di kemudian hari.”
Aku menarik napas dalam, membiarkan kata-katanya meresap di hati, sementara lampu-lampu jalan terus berpendar dalam keheningan malam.
“Terima kasih banyak ya, Pak, semoga Allaah selalu menjaga kita," ucapku sebelum turun.
Bapak itu tersenyum, lalu melaju pergi, menghilang di tikungan jalan.
Aku berdiri sejenak, menatap langit yang gelap.
Malam itu, perjalanan pulang bukan sekadar perjalanan biasa. Aku merasa seperti baru saja bertemu seseorang yang entah kenapa—mengingatkanku pada hal-hal yang selama ini kulupakan.
Barangkali, Allaah selalu punya cara-Nya sendiri untuk menegur hamba-Nya. Bahkan lewat pertemuan singkat dengan seorang pengemudi ojek di tengah dinginnya malam.
10 notes · View notes
crescenthemums · 18 days ago
Text
Makin kesini, gue makin nggak suka hujan.
Hari ini gue berangkat kerja siang keburu-buru banget karena tiba-tiba mendung dan bunyi geluduk padahal sebelumnya panas terik. Ojek gue ngebut karena takut hujan sebelum sampe tujuan. Begitu sampe stasiun berangkat, beneran hujan. Di stasiun tujuan masih belum hujan tapi udah mendung banget gelep. Ojek gue juga ngebut, dan tepat sampe RS pas mulai gerimis kecil.
Untuk orang yang commuting on daily basis kayak gue, naik transportasi umum pula, hujan tuh malapetaka. Mau gerimis atau deres sama aja, sama-sama basah, sama-sama ngabisin energi. Oke, ada jas hujan, tapi mana ada ojek online yang mau ambil orderan? Oke, bisa pesen taksi online, tapi kalo tiap hari dengan tarif yang naik setiap hujan ya boncos juga, belum lagi macetnya, banjirnya, atau mobilnya ngga capable nembus genangan jadinya mogok. Ampun.
Telat nyampe kantor, udah pasti. Jangan lupa bahwa ada yang namanya denda potong gaji kalo telat. Kantor lain bahkan dendanya bisa jahat banget zero tolerance. Belum lagi udahlah telat, sampe kantor bentukan udah lepek, bau asem, bau lembab, badan pliket ngga jelas karena sumuk tapi basah kecipratan. Naik ojek rawan laka, naik mobil ngga sampe-sampe. Capek. Mood kerja jadi ngga enak.
Itu baru kerja. Lagi di rumah? Kebetulan tempat yang gue tinggali sekarang ngga kena banjir tapi beberapa kali tergenang aja. Paling mentok mati lampu atau anak-anak bulu rewel kedinginan dan takut petir. Tapi rumah-rumah lain, apalagi yang kejadian di beberapa hari ini, banjir dimana-mana, literally banjir berarus kayak tsunami. Bawa lumpur, sampah, penyakit. Masalah bukan cuma pas banjir, tapi juga setelah banjir. Dulu jaman gue kecil tinggal di rumah kontrakan yang atapnya bocor ngga kelar-kelar aja udah capek banget saban abis hujan pasti ngepel, sibuk ngeluarin perkakas buat nampung bocoran, di dalem rumah tapi kedinginan, belum lagi abis itu pasti banyak hewan keluar dari persembunyiannya; mulai dari kecoa sampe ular. Belum lagi kalo pake sumur, nanti air jadi cenderung butek dan bau. Capek.
Oh masih ada juga masalah cucian ngga kering-kering, sekalinya kering udah bau apek. Kalo ngga nyuci ngga mungkin karena pulang-pulang baju lembab. Belum sepatu kotor, ngga dicuci dekil tapi dicuci keringnya lama, stok sepatu ngga banyak. Gile. Pelik.
Ada banget masanya gue 'suka' sama hujan, meromantisasinya as if hidup baik-baik aja pas hujan. Kayanya karna pada masa itu gue ngga harus banyak pindah-pindah, ngga harus berhadapan sama kewajiban-kewajiban orang dewasa perkara telat kerja potong gaji atau benerin atap bocor bayar tukang mahal.
Sayangnya sekarang hidup jauh dari kemudahan-kemudahan. Hujan yang bikin aktifitas terhenti itu tadinya gue apresiasi, kini gue caci maki karena satu aja hal terhenti, bisa domino ke hal lain dan itu bikin susah. Hidup makin susah. Makin capek. Kondisi kayak gini bukan pada tempatnya buat diingetin betapa hujan seharusnya adalah berkah, atau rezeki, atau hal-hal baik lain. If that happens to you, good for you. Tapi tidak menutup fakta bahwa ada yang frustrasi dan menderita setiap kali hujan ada.
Ini ngingetin sama salah satu scene di film Parasite:
Tumblr media
Wk.
Buat orang-orang dengan segudang privilege, hujan masih kerasa kayak 'berkah'. Tapi buat sebagian lainnya yang mau bertahan hidup aja susah, rasanya tiap hujan bawaannya pengen marah-marah.
Di musim yang tidak jelas ini, semoga semua empati tidak tumpul.
Sekian dan SEMOGA GA UJAN DULU PLIS GUE MAU PULANG 🙏
14 notes · View notes
ffahraa · 2 months ago
Text
9:28
#Blur
Lampu-lampu kota berpendar di mataku, tapi semuanya terasa buram. Entah karena gerimis yang membasahi kaca mobil, atau pikiranku yang terlalu penuh.
Aku menatap bayanganku sendiri di jendela. Samar. Seperti perasaan yang tak bisa kugenggam utuh. Seperti kata-kata yang ingin kusampaikan, tapi selalu tertahan di ujung lidah.
"Apa yang sebenarnya aku inginkan?" tanyaku dalam hati.
Tapi jawabannya kabur. Seperti jalanan basah yang diselimuti kabut malam ini. Seperti kenangan yang mulai memudar, tapi masih menyisakan jejaknya di hati.
@ffahraa , hari kesembilan dari #28hariberprosa
11 notes · View notes
annisariks · 9 months ago
Text
Tumblr media
Lampu Merah
Aku berhenti di lampu merah. Rasanya seperti mengistirahatkan pikiran sejenak setelah melihat berbagai pemandangan random di kanan dan kiri jalan. Aku menatap kaca spion melihat diriku dimandikan oleh cahaya warna merah. Merasakan sesuatu yang sepertinya pernah kurasakan sebelumnya. Aku, kamu, lampu merah, lampu sein mobil, malam setelah hujan, dan kesunyian diantara kita—rasa-rasanya aku dibawa kembali menuju ke memori itu. Ternyata aku benar-benar bahagia waktu itu, sampai-sampai secuplik kenangan itu bisa hadir di saat yang tidak terduga seperti ini. Lampu merah ini istimewa bagiku karena sepanjang perjalanan kamu selalu memilih untuk menghindar dari lampu merah. Tetapi, untuk kali pertama kita terjebak dalam perhentian sementara ini.
Sungguh, ini tidak hanya tentang lampu merah.
Ternyata aku juga selalu mengenangmu sejenak di setiap jeda saat aku lelah mengejar dunia.
—annisariks
21 notes · View notes
sarasastra · 2 months ago
Text
Kesal
Jika ditanya, apa yg selama ini membuat kamu kesal?—maka aku akan menjawab..
Aku sudah terlalu lama kesal pada 'warga kampung yg begajulan'. Yg karakteristiknya itu seperti poin-poin di bawah ini:
1. Suka bakar sampah baik pagi, sore maupun malam hari. Sampah dapur, daun kering bahkan ban!
2. Suka buang sampah sembarangan, numpuk²in sampah disuatu tempat/lahan kosong dipinggir jalan. Atau waktu lagi naik motor tiba² lempar sampah ke pinggir jalan.
3. Tidak punya konsep "safety riding", semisal; ngga pakai helm di jalan raya, ngebut²an + suka nyalip truk, lampu depan motor mati/tidak menyala (bahaya banget kalau malam hari ga kelihatan) dan menjadikan mobil pick up sebagai kendaraan pengangkut manusia.
4. Kebiasaan memberhentikan kendaraan sembarangan. Biasanya supir angkutan umum :( suka berhenti tiba², itupun kurang kepinggir. Jadi bikin macet.
5. Suka menerobos lampu merah. Ga sabaran.
6. Knalpot berisik!
7. Merokok saat mengendarai sepeda motor. Terlebih kalau didepannya lagi boncengin anak kecil.
Apalagi ya. Kebetulan cuma ingat 7 poin ini.
Selama ini udah berusaha sabaaaar banget sama faktor eksternal alias yg ngga bisa dikendalikan ini.
Lama-lama udah ngga bisa menangis dalam hati, malah ketawa aja jadinya. Ya Allah, begini amat ya..
Aku suka berpikir, apa yg membuat orang² ini seperti itu karakternya?
Sejauh yg bisa kutemukan jawabannya hanyalah:
- kurangnya edukasi, karena latar belakang pendidikan
- tidak tegasnya penegakan hukum di wilayah tersebut
- tidak/kurang adanya aturan yg mengatur semuanya
Mungkin banyak yg aku ngga paham, tapi testimoniku real apa adanya sebagai penghuni sementara.
Aku ngga tau apa cuma aku aja yg gemes sama kondisi kayak gini, atau banyak juga yg berpikiran sama denganku?
Entahlah..
Kadang² jadi merasa ngga kompatibel sama kultur dan kebiasaan orang² diwilayah ini. Sampai jadi mikir untuk dicoret aja wilayah kab. ini dan kab² manapun, lebih baik stay di kota lagi :") meski biaya hidup akan lebih mahal tapi lebih baik dari segi lingkungan, akses, fasilitas umum dll-nya. Terkompensasi.
Hmm pada akhirnya, hidup itu mengandung ujian. Dan respon kita akan menentukan keberjalanannya.
Semangat-semangat!
Tangerang, 12 Januari 2025 | 00.34 WIB
10 notes · View notes
menyapamakna1 · 8 months ago
Text
Cerpen: Aku tak ingin pergi.
Langit sore itu sangat indah, semburat warna oren membungkus langit-langit kota. Angin menyapa setiap orang yang berada dikota. Lembut masuk ke kulit, menentramkan jiwa. Kota ini sangat ramai, dipenuhi orang-orang berlalu lalang dijalan, orang-orang yang baru pulang kerja atau pun orang-orang yang pulang dari kuliah. Sangat ramai sekali.
Hiruk pikuk suara orang yang saling bersahutan mengumbar lelucon, orang-orang yang bertegur sapa satu sama lain beradu. Namun tidak bagi Kian yang berdiri mematung, menatap orang-orang dibawahnya diatas jembatan tinggi. Menatap sendu, seperti ada rasa sakit tak tertahankan. Satu tangannya meraba dada pelan, lalu mencengkramnya dengan kencang. Merasakan sakit tidak terkira. Ia pukul dadanya beberapa kali berharap kesedihan itu segera hilang, tapi butiran bening itu terus saja turun lewat pipi. Membuat lelaki ini semakin membuncah dalam kesedihan. Nafas tersengal-sengal karena airmata tak juga berhenti. Betapa terlukanya Kian hari itu. Aspal berwarna abu dibawah jembatan penuh oleh mobil yang berjajar, berdesakan. Bunyi klakson terdengar bersahutan memekakkan telinga. Tidak memberi kesempatan mobil untuk saling melewati, sekedar salip menyalip. Lampu bundar berdiri tegak menghiasi kota dan gedung-gedung pencakar langit. Angin masuk menembus jiwa, mengibas-ngibas rambut pendek hitam legam. Bulir-bulir bening jatuh dipipi, mata sendu, merah sekali. Tubuh lemas, hati tercabik, menatap dunia ini redup. Dirinya memejam mata pelan, mengingat Hazka teman karibnya yang sangat ia pedulikan. Tubuhnya bergetar hebat.
"Maaf, karena aku tidak menepati janjiku untuk tinggal denganmu. Maaf, karena aku sudah mengecewakanmu" Tangan Kian memegang penyangga jembatan pelan. Mencengkram semakin keras, kakinya naik keatas penyangga dengan hati-hati, setelah itu tangan sempurna direntangkan. Menutup mata pelan, merasakan kembali angin yang menyapa lembut. Setelah beberapa detik terdiam, menarik nafas pelan dan satu denting air mata keluar, tubuhnya langsung terhempas bersama angin, melayang.
****
Matahari menyapa lembut lewat cahaya menerangi dunia. Pagi itu kota sangat hangat. Kian membuka mata pelan membuka selimut. Lalu beranjak ke kamar mandi, kaki melangkah gontai kearah kaca besar yang tertempel di dinding kamar mandi. Memerhatikan wajahnya lamat-lamat, mengucek mata. Wajahnya kusut, rambut berantakan, mata remang-remang namun lama-lama terlihat jelas. Sebenarnya Kian masih ingin merebahkan tubuhnya diatas kasur, rasa kantuk masih menjalar. Menggeliat sebentar, menguap, setelah itu diam beberapa detik, bergegas mandi. Lalu mengenakan pakaian rapih, sempurna sangat tampan. Ia bergegas pergi kuliah.
Kampus sangat ramai. Orang-orang berlalu lalang seperti pasar menjadi pemandangan sehari-hari. Menenteng tas sambil mengobrol acak bersama teman, berjalan menuju kelas, atau ke kantin atau ke perpustakaan atau masuk kelas mengikuti matkul. Tempat duduk terbuat dari semen juga nampak penuh oleh siswa-siswi yang mengobrol entah apa, sangat seru. Kehangatan matahari menyergap seluruh kampus, tapi siswa-siswa itu biasa saja. Angin membasuh pelan masuk ke dalam jiwa orang-orang dikampus, mengaliri batin mereka, sangat sejuk. Suara orang-orang di kampus memekakkan telinga, sangat berisik. Satu orang dengan satu orang lainnya juga kadang harus berteriak, karena tak terdengar. Semua sibuk satu sama lain.
Kian yang sudah berada dikampus, baru akan sampai ke perpustakaan, beberapa orang bergerombol datang menghadang. Hazka teman baiknya juga ada diantara mereka. Orang-orang bergerombol itu mengisyaratkan Kian untuk ikut mereka. Tanpa basa-basi lelaki inipun melakukannya.
Tempat ini sepi, tak ada seorangpun disana kecuali Kian dan gerombolan orang-orang yang menghentikan langkahnya ke perpustakaan. Bagi Kian ini sudah menjadi hal biasa. Ia terdiam menatap satu persatu gerombolan itu, kemudian fokus kepada Hazka yang diam ketakutan memandang Kian. Setelah itu Kian kembali menatap teman-teman yang mengelilinginya. Lelaki ini menghembuskan nafas pelan. Teman-temannya tertawa meledek, menatap tajam Kian. Hari itu cuaca sangat bersahabat, tapi tidak bagi Kian. Mau hari apapun itu, baginya sama saja. Dipukuli, dikeroyok, ditendang, itu adalah makanan sehari-harinya dikampus. Sangat sakit, tubuhnya menerima tendangan, pukulan. Menerimanya dengan pasrah, tak ada suara, tak ada rajukan meminta ampun, minta tolong. Kian diam membisu, menunggu waktunya habis untuk dipukuli. Memar diwajah, luka biru ditangan, berbekas di wajah dan tubuh. Seluruh badannya kesakitan. Hazka tak berkutik, diam membisu, meski dalam hati kesal. Ielaki yang sudah bersahabat dengan Kian selama beberapa tahun ini menatap penuh sesak. Ia melihat sahabatnya seperti itu, tapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Teman karibnya ini sebenarnya ingin menolong, tapi rasa takutnya mengalahkan keberanian. Suara tawa memenuhi langit. Buk..buk..buk..suaranya sangat lembut, tapi mematikan. Siapapun tahu pukulan dan tendangan itu menyakitkan. Kian meringis sesekali, tubuhnya tersungkur. Orang-orang bergerombol itu menendang semakin keras. Setelah selesai, mereka pergi meninggalkan tempat.
Dibawah matahari hangat, lelaki ini berusaha berdiri, tapi tubuhnya terasa berat akibat pukulan dan tendangan. Kian menatap gerombolan itu remang-remang. Ia menatap Hazka yang menjauh bersama teman-temannya. Hazka berbalik sebentar menatap Kian yang kesakitan lalu kembali memunggungi nya. Lelaki ini berusaha membawa tubuhnya yang terkulai kearah dinding. Tangannya terasa berat, tapi berusaha sekuat tenaga menopang tubuhnya agar bersandar. Setelah berhasil, ia menyeringai terluka menatap sekitar yang kini lengang. Tak terpungkiri batin Kian terluka. Ia menangis sesenggukan sampai rasanya sesak. Ada rasa perih mengaliri batin, ada rasa sakit yang tak bisa disembuhkan secara fisik. Air bening nan jernih itu lagi-lagi turun. Mata kian berkaca-kaca, memukul dadanya beberapa kali supaya mereda amarah dan air mata yang masih mengalir dipipi. Lelaki ini perih tiada tara.
Kian dan Hazka adalah teman dekat, sangat dekat malah. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama kalau kuliah sudah selesai. Kalau sudah sepi dan tak ada orang-orang dikampus, mereka akan bertemu ditempat sepi. Bermain bersama sekedar menghirup udara segar, saling bertukar cerita. Mereka tersenyum bersama, tertawa bersama, melempar lelucon satu sama lain. Sangat tenang dan damai. Mereka selalu melakukan itu diwaktu-waktu tertentu. Mereka sangat nyaman satu sama lain. Serasa dunia milik berdua. Terutama bagi Kian, waktu-waktu ini sangat dinantikan. Karena saat waktu-waktu ini ia bisa bermain bebas tanpa gangguan. Tanpa harus berpura-pura tak dekat dengan Hazka di depan teman-teman lain.
****
Langit bewarna jingga sangat cantik sore itu. Hazka dan Kian sedang berada ditempat sepi menatap langit indah memanjakan mata. Sinar keemasan menyoroti mereka sehingga mata mereka memicing, namun lama-lama terbiasa. Sangat sepi.
Dua pemuda ini berdiri menatap fokus ke depan, merasakan angin menerpa wajah, sangat tenang. Hanya bunyi dersik dedaunan tertiup angin yang terdengar. Mata Kian sembab, pipi merah cukup menggambarkan dirinya terluka tak terhingga.
"Terimakasih karena masih mau menjadi temanku, karena kamu tak meninggalkanku sendiri" Kian menarik nafas lelah.
"Setidaknya kamu tak menjauh, aku senang bertemu dan berteman denganmu" Kian tersenyum terluka.
"Maaf Kian, seharusnya aku melindungimu tadi" Hazka menjelaskan terbata. Sorot matanya penuh kekhawatiran. Kian menggeleng pelan, lalu tersenyum lembut.
"Ini masalahku karena tidak berani, aku terlalu pengecut" Kian melanjutkan.
"Kian kenapa kamu tak pergi saja, tinggalkan tempat ini. Tempat ini tak cocok untukmu, kamu banyak terluka disini. Aku khawatir denganmu" Hazka memohon. Kian hanya tersenyum getir, lalu memandang Hazka lamat-lamat. Senyum Kian masih belum hilang.
"Terimakasih sudah mengkhawatirkanku, aku gila bukan? Menolak tawaranmu meninggalkan tempat ini. Aku sudah menyukai tempat ini" Kian tersenyum lembut, menatap Hazka penuh kedamaian.
"Kalau aku pergi, kamu akan menghilang" Kian menatap getir Hazka. Pandangannya seolah mengatakan jangan mengusirnya pergi. Kian memalingkan wajah, mendongak menatap langit. Lengang. Langit berwarna jingga diam-diam berganti menjadi warna gelap. Bintang-bintang siap bertaburan mempercantik langit gelap. Bulan juga malu-malu menunjukkan diri, tapi akhirnya memberanikan diri menunjukan seutuhnya keindahan yang dimiliki. Langit malam itu benar-benar sangat indah. Lampu bundar dipinggir jalan menyala satu-persatu, menambah pesona alam semesta. Hazka menghembuskan nafas pasrah.
"Haz, bagaimana kalau kita pergi dari sini? Bagaimana kalau kita pindah dari kota ini? Kamu tahu kan aku tak suka sendirian" Suara Kian tampak lelah. Hazka diam, ia menggigit bibir. Tak ada jawaban, membuat Kian menoleh kearahnya. Dari ekspresinya, Kian tahu kalau temannya ini bimbang. Kian menghadap lagi kedepan.
"Aku akan memikirkannya, terimakasih sudah banyak mengkhawatirkanku" Balas Kian.
*****
Hari berganti, Kian berdiri ditempat kemarin ia bertemu dengan Hazka. Langit sangat indah, warna jingga menghiasi kota. Kian menangis sendirian, membungkuk setengah, membiarkan bening-bening kristal jatuh semaunya. Tubuh bergetar, suara-suara klakson mobil dibawah jembatan begitu berisik, saling beradu. Angin menembus kulit menyapa lembut, membasuh jiwanya yang dibalut kesedihan. Sorot mata penuh kegelisahan, penuh kerumitan, lelaki ini sangat lelah. Satu detik kemudian badan kembali tegak, tangan memegang penyangga jembatan lembut, namun penuh ketakutan. Kemudian memejam mata, membiarkan dirinya terhanyut dalam kesakitan yang dirasakannya selama ini. Ingatan teman-temannya saat menertawakan, memukul, menendang dan ejekan-ejekan lainnya menyelinap membelenggu pikiran dan tubuh. Melahirkan tangisan kecil mengenaskan. Kian tahu dirinya tak di inginkan kehadirannya oleh dunia ini. Tersengal-sengal berusaha untuk berhenti menangis, tapi kejadian-kejadian dalam ingatannya semakin menyerang lebih keras, membunuh perlahan. Kian sesenggukan, tak kuat dengan perjalanan hidupnya. Tapi seketika tersenyum lembut ketika memorinya bersama Hazka terlintas. Sungguh menakjubkan baginya bisa bertemu dengan teman sebaik Hazka. Ia mengingat setiap hal yang dilaluinya bersama sahabatnya itu. Tertawa bersama, menangis bersama, bercerita bersama. Tentang apapun.
Kian bisa menjadi apa adanya didepan Hazka. Kian termenung mengingat kebersamaan mereka. Berbagi hal berharga bersama teman berharga adalah hal yang istimewa, menakjubkan. Setidaknya dunia menghadirkan teman berharga untuk hidup Kian yang pelik sekali. Baginya Hazka adalah hal yang berharga, lebih dari apapun. Ia adalah keluarga dan teman yang sangat berarti. Tak tergantikan.
Kian membuka mata perlahan, suasana hening, tak ada siapapun kecuali dirinya sendiri. Satu tangannya mengambil ponsel disaku celana, lihai mencari kontak Hazka. Setelah ketemu, ia menatap sebentar, miris, tersenyum getir. Beberapa detik menelpon Hazka. Terdengar suara yang biasa lelaki ini dengar di ujung telpon.
"Hallo Kian" Sapa Hazka lembut. Bibir Kian menyungging senyum.
"Haz, kamu adalah teman terbaikku, aku tak menyesal bertemu denganmu. Aku sungguh bahagia kamu sangat peduli padaku. Kamu tahu, aku orangnya mudah ketakutan, tapi kali ini aku memberanikan diri" Suara Kian lembut. Hazka diam mendengar ia berceloteh.
"Memang kamu sudah melakukan apa?" Hazka penasaran. Kian tersenyum tenang.
"Aku akan meninggalkan kota. Seperti katamu, kota ini tak cocok untukku" Diam-diam bening-bening kristal jatuh lagi, namun Kian berusaha tak terdengar sesenggukan.
"Kamu menangis?" Hazka cemas memastikan.
"Aku tidak apa-apa, aku hanya takut kamu akan melupakanku setelah aku pergi" Kata Kian lagi. Hati Kian hancur berkeping.
"Kian, jangan memaksakan diri kalau tidak mau pergi. Aku tahu keputusan itu tidak mudah. Jangan pergi, kalau tidak mau pergi. Kamu tidak perlu mendengarkanku, anggap saja aku tak pernah mengatakannya" Lelaki diujung telpon ini meyakinkan. Kian menggeleng.
"Aku sudah pikirkan matang-matang, jangan khawatir. Senang bisa mengenalmu, aku harap kamu selalu mengenangku, membiarkanku untuk bersamamu, meski sudah jauh" Kian menangis kecil.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" Lanjut Kian.
"Tentu saja, apa itu?" Hazka sedikit khawatir.
"Kamu senang ketika bersamaku?" Kian masih menangis. Batinnya terluka. Hazka merasa ada yang aneh dari pertanyaan diseberang telpon.
"Tentu saja aku senang, kenapa bertanya begitu? Kamu ini aneh" Hazka cemas merasa ada yang janggal.
"Syukurlah" Kian berseru pelan. Tersenyum tenang.
"Aku tutup telpon yah, terimakasih sudah mendengarkanku, aku akan merindukanmu teman. Kamu juga harus sering-sering berkunjung ke tempatku yah" Kian menutup telpon, memandang keindahan seluruh kota sebelum benar-benar pergi dari atas jembatan. Sangat tenang.
Suara-suara kendaraan beroda empat masih terdengar. Angin membiarkan dauh jatuh dengan lembut. Sangat damai. Hari ini pun tiba. Kian memegang penyangga jembatan pelan, namun penuh ketakutan.
"Maaf, karena aku tidak menepati janjiku untuk tinggal denganmu. Maaf, karena aku sudah mengecewakanmu" Tangan Kian memegang penyangga jembatan pelan. Mencengkram semakin keras, kakinya naik keatas penyangga dengan hati-hati, setelah itu tangan sempurna direntangkan. Menutup mata pelan, merasakan kembali angin yang menyapa lembut. Setelah beberapa detik terdiam, menarik nafas pelan dan satu denting air mata keluar, tubuhnya langsung terhempas bersama angin, melayang.
End.
@menyapamakna1
12 notes · View notes
oudbergamot · 2 months ago
Text
III. Hujan dan Sebuah Percakapan
Tumblr media
POV Wira:
Wira merapikan mejanya sekilas, bersiap untuk pulang. Ia melirik jam tangannya—sudah lewat pukul sembilan. Di ruangan ini, hanya dia yang tersisa. Semua rekan kerjanya sudah lebih dulu meninggalkan kantor.
Dengan sedikit peregangan, Wira mengambil tasnya lalu turun ke parkiran. Begitu keluar gedung, angin dingin dan suara hujan lebat langsung menyambutnya. Ia menarik napas dalam sebelum bergegas menuju mobil. Saat melewati pos keamanan, ia menyapa satpam yang bertugas.
"Baru pulang, Mas Wira?"tanya Pak Satpam, bersandar di dekat pintu sambil menyeruput kopi dari termos kecilnya.
"Iya, Pak. Balik dulu."
"Hati-hati, Mas."
Wira mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Ia memundurkan kendaraan perlahan sebelum akhirnya keluar dari kompleks kantor. Hujan masih deras, menari di kaca mobilnya dengan ritme yang tidak beraturan.
Saat melewati sebuah halte bus, pandangannya tertuju pada seseorang yang berdiri sendirian, menggigil di bawah derasnya hujan. Roknya tertiup angin, tasnya basah, dan rambutnya menempel di wajah.
Ganes.
Wira mengerem mendadak, hatinya berdebar. Sejenak ia terpaku, bergumul dengan pikirannya sendiri.
Dia istri orang... Aku tidak seharusnya terlalu berhubungan dengan istri orang.
Namun, melihat Ganes yang basah kuyup, berdiri sendirian di malam seperti ini, Wira tidak bisa tinggal diam. Ia menepi, lalu menurunkan kaca jendela.
"Ganes! Ganes!" panggilnya.
Ganes menoleh, tampak bingung sejenak, lalu mengangguk pelan.
"Bareng aja yuk! Macet, busnya lama!" ujar Wira, sedikit mengeraskan suaranya agar bisa terdengar di tengah hujan.
Ganes terlihat ragu, namun tubuhnya yang sudah menggigil memaksa dirinya untuk masuk.
"Mas Wira, makasih banyak ya. Maaf jadi ngerepotin."
"Nggak apa-apa, ini deres banget hujannya. Bisa-bisa di depan banjir."
Wira mengambil satu kotak tisu dari dashboard dan menyerahkannya ke Ganes. "Ini, pakai aja buat keringin tangan sama tasmu."
Ganes menerima tisu itu dengan senyum tipis.
"Ganes pulangnya ke mana?"
"Ke Halte Dukuh Atas aja, Mas."
"Udah sekalian aja sampai rumah, nanggung ini."
Wira mengecilkan AC mobilnya agar Ganes tidak semakin kedinginan. Suasana dalam mobil terasa lebih tenang dibandingkan hujan deras di luar.
Jalanan macet. Lampu-lampu mobil di sekitar mereka berpendar, memantul di permukaan jalan yang basah.
"Kok tumben shift malam?" tanya Wira untuk memecah keheningan.
"Iya, temanku ada acara malam ini, jadi dia minta tukar shift."
Wira mengangguk paham. "Lain kali kalau hujan begini, minta jemput suamimu aja, Nes."
Ganes terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. "Suamiku udah nggak ada, Mas."
Wira terpaku. Untuk beberapa detik, pikirannya benar-benar kosong. Ia mencoba merangkai kata yang tepat, namun tak satu pun terasa cukup.
"Maaf ya, Ganes... Aku nggak maksud mengungkit."
"Nggak apa-apa kok, Mas. Hehe." Ganes tertawa kecil, tapi ada sesuatu dalam suaranya yang sulit diartikan.
Wira menarik napas dalam. Jantungnya masih berdetak kencang.
Lega.
Dan perasaan itu membuatnya merasa seperti orang jahat. Apakah aku keterlaluan?
Ia menggeleng pelan, mengusir pikirannya sendiri.
"Jadi kamu tinggal berdua aja sama Ami?" tanyanya, suaranya sedikit lebih lembut.
"Iya. Tapi kalau aku kerja, Ami dijagain kakakku. Sekarang juga aku mau pulang ke rumah kakakku dulu."
"Oh... Ami sekarang umur berapa?"
"18 bulan. Lagi lucu-lucunya!" jawab Ganes, senyumnya lebih lepas kali ini.
Wira ikut tersenyum. Obrolan mereka terus mengalir sepanjang perjalanan, membuat kemacetan tak terasa terlalu buruk. Hingga akhirnya, mobil Wira berhenti di depan rumah kakak Ganes.
"Udah sampai. Hati-hati, Nes."
Ganes mengangguk. "Sekali lagi makasih, Mas."
Wira menunggu sampai Ganes benar-benar masuk ke dalam rumah sebelum akhirnya melajukan mobilnya kembali. Malam itu, perjalanan pulangnya terasa lebih ringan. Ia bersenandung pelan, senyum yang sama sekali tak bisa ia tahan masih menghiasi wajahnya.
Hatinya berbunga-bunga.
Tumblr media
Tumblr media
2 notes · View notes
atifadhilah · 2 years ago
Text
Wondering.
Welcome back to my blog, wkwk. Masih di minggu pertama di negeri matahari, masih excited, masih oh ini oh itu. Meski masih banyak juga lupanya seperti hanya sekedar pencet tombol mesin cuci karena hurufnya keriting semua haha.
Masih terwah-wahnya dengan masyarakatnya yang tertib dan jujur banget. Misalnya di supermarket dimana kita self-service untuk bayar barang yang kita beli meanwhile di RS atau di sekolah aja kantin kejujuran suka ludes barangnya tapi ga ada duid baliknya wkwk.
Yang lebih kaget lagi, debit di sini ga pake pin, langsung scan aja wkwk, jadi gampang banget mau pindah tangan, tapi nyatanya engga, disini tetep cukup aman. Kalau ketinggalan dompet, hp atau laptop di suatu tempat, ya selama ga diambil, bakal tetep ada di tempat yang sama, ga berpindah, meski ga ada cctv sekalipun.
Semua mobil taat lalu lintas, ga ada nerobos, jarang ada motor, apalagi yang ugal-ugalan atau knalpotnya ngebul. Semua kendaraan memprioritaskan pejalan kaki, tapi pejalan kakinya juga tertib, meski ga ada mobil yang lewat, kalau masih lampu merah ya gak akan nyebrang. Secepat-cepatnya pace disini, kayaknya tetep cepetan pace di indo yang banyak serabat serubutnya.
Kadang bingung, kek mereka setertib ini, goal hidupnya apa ya. Hampa banget ga sih, bahkan kalau malem udah kek ga ada kehidupan, hening banget, sampe kita pun harus kayak mengendap-endap even di rumah sendiri. Di balik kehidupan yang keliatan masya Allaah, tetep aja mungkin di hatinya merasakan kekosongan.
Allahu a'lam, semoga banyak saudara disini yang diberikan hidayah islam, memeluk manisnya iman, biar combo, tertib dunia, bahagia akhirat. aamiin.
27 notes · View notes
gladiollsusi · 1 year ago
Text
Mari kita apresiasi diri sendiri dengan mengingat kembali hal-hal yang rasanya dulu gak bakalan pernah dilalui tapi ternyata berhasil dilalui juga ☺️. Apalagi setelah tinggal merantau, jauh dari keluarga.
Setelah akhirnya bisa nyetir sendiri, maka ku harus berhadapan dengan printilan printilan terkait dengan hal tersebut.
Mulai dari urusan servis dan ganti oli. Ngurusin pajak dan asuransi.
Hingga akhirnya bolak balik bengkel untuk urusan,
“kok ada bunyi bunyi yang asing ya”
“Ini starter nya kok agak lemah ya”
“Lampu depan udah gak berfungsi lagi”
Tentu kalau semisal punya sandaran untuk membantu mengajarkan itu semua mungkin rasanya akan lebih mudah.
Tapi sebagai mbak-mbak yang harus mengurus dirinya sendiri, tentu mau gak mau harus setrong. Harus bisa. Pokoknya harus bisa.
Masih ingat banget bagaimana aku datang ke bengkel dengan selow dan santai tanpa ambil booking antrian. Imbasnya, ku harus nunggu lama seharian di bengkel 🙂. Ya kan, dulu aku gak paham harus booking antrian terlebih dahulu.
Perasaan bingung dan bengong ketika pihak bengkel laporin hasil service dan hal hal yang perlu diganti 🙂
Bingung banget ketika ditanya pendapat sama orang bengkelnya. Karena ku benar benar buta urusan bengkel.
Juga perasaan deg-deg cemas dengan estimasi biaya saat berurusan dengan perbengkelan 🥹
Ohh iya peraaan takut dan lemes setelah mobil mengalami accident di jalan. Trus yang nabrak malah kabur. Bagian depan mobil sampai penyot, pintu driver susah dibuka. Waktu itu, meski dengan tangan dan kaki yang sudah gemetaran, beruntung aku bisa sampai di tempat tujuan dan menenangkan diri. Setelah momen nangis nangis shock, baru deh mulai mikir untuk klaim asuransi ke bengkel.
Dan ternyata si Mbak-Mbak ini mampu melalui itu semua. Meski pada proses nya penuh dengan keluhan, nangis nangis, dan always mengeluh.
Huhuhu bangga sama diri sendiri. Kalau dipikir-pikir ternyata cukup tangguh juga mbak mbak kecik ini 💪
Gak apa apa. Mari tetap mengeluh kalau memang itu salah satu cara untuk tetap waras dan tangguh.
Tentu dalam proses itu semua ada bantuan dari teman teman sekitar.
Ada kalanya lagi di bengkel, ku nelpon teman kerja untuk tanya tanya.
Dan yang pasti ngerepotin Adek untuk bicara langsung sama pihak bengkel nya via telepon karena ku bingung 😜😂
Tentu menyenangkan jika ada yang bisa kita andalkan
Tapi sering sekali tidak ada yang bisa kita andalkan selain diri sendiri.
Semangat ya kita semua
Semoga kita tetap tangguh dan sehat mental nya ❤️
9 notes · View notes
cleaningservicebontang · 2 years ago
Text
PROFESIONAL, WA 0821-1073-4867, Jasa Cuci Sepatu Terdekat Manado
Tumblr media
KLIK Link https://wa.me/6282110734867, Jasa Bersih Taman Pontianak, Jasa Bersih Toren Air Lombok, Jasa Bersih Tempat Tidur Maluku, Jasa Bersih Wc Ambon, Jasa Bersih Wc Toilet Bontang, Jasa Bersih Jam Tangan Balikpapan, Jasa Bersih Jamur Lensa Samarinda, Jasa Bersih Jamur Kaca Mobil Sangatta SILVY CLEANS Jasa Pembersih Rumah dan Kantor, Toilet, Cuci Mobil, Cuci Motor, Hydro Vacuum Sofa, Hydro Vacuum Bed, Jok Mobil, Desinfektan, Jasa Cuci Sepatu, Tas, Helm Dll. Jalan Ahmad Yani Bontang Baru Api-Api Kec. Bontang Utara Kota Bontang Kalimantan Timur 75311 (Seberang Toko Buah Kencana Ungu) LANGSUNG OWNER : WA 0821-1073-4867 WEBSITE :https://www.silvycleans.com/ YOUTUBE :https://youtu.be/qLo7rxIKaLs IG :https://instagram.com/silvyclean?igshid=NjIwNzIyMDk2Mg== FB :https://www.facebook.com/silvycleanbontang #jasacucisepatumurah, #jasacucibaju, #jasacuciboneka, #jasacucibantal, #jasacucicarseat, #jasacucicepat, #jasacucidanpasanglampuhias, #jasacucidompet, #jasacucidispenser, #jasacuciepatumurah Jasa Cuci Tas Terdekat Bontang, Harga Jasa Cuci Sofa Balikpapan, Jasa Cuci Tas Samarinda, Jasa Cuci Spring Bed Sangatta, Jasa Cuci Kasur Depok Tenggarong, Jasa Cuci Lampu Kristal Makkasar, Harga Jasa Cuci Sepatu Manado, Jasa Cuci Mobil Ke Rumah Banjarmasin
0 notes
althafarabi-blog · 8 months ago
Text
Tumblr media
KAROSERI MOBIL dan TRUCK SKY LIFT - UNIT PERBAIKAN LAMPU JALAN
Segera Kunjungi Website Kami : : https://promokaroseri.blogspot.com <= Klik Disini ☎ / WA : 0812.1397.3233 https://sales-karoseri.blogspot.com <= Klik Disini ☎ / WA : 0813.910000.45 https://carrosserie-indonesia.blogspot.com <= Klik Disini ☎ / WA : 0812.88323.898
Info Karoseri Mobil & Truck : Karoseri Box Pendingin, Self Loader, Mixer, Trailer, Tangki, Wingbox, Towing, Crane, Skylift, Arm Roll, Box Besi, Box Alumunium, Bak Besi, Bak Kayu, Dump Truck, Modifikasi 4x4 { MELAYANI SERVICE - PERBAIKAN - REPAIR KAROSERI - All Type }
4 notes · View notes
chidasaurus · 2 years ago
Text
Teruntuk Seorang Tuan #18: Kita Usahakan Rumah Itu!
Pengen punya rumah sendiri, ada kitchen setnya, peralatannya lengkap: Oven, Microwave, Mixer, dannn segala macam bentuk lainnya. Jadi, aku bisa masak seharian tanpa bingung ah gapunya a b c. Oiya, ada coffee maker juga ya, agar nanti kamu bisa meracik kopi kesukaanmu sendiri dan bereksperimen dengannya.
Nanti, dari depan rumah kita akan nampak sederhana. Gaperlu pager. Kan, tinggalnya di kompleks yang ada satpamnya hehe. Ada garasi kecil buat mobil, disebelahnya ada taman bunga, ada bunga matahari dan beberapa bunga yang lain.
Ruang tamunya ada coffe table eh table coffee eh apa namanya? Itulah, kecil warna putih. Ada karpet kecil juga, warna putih (aduh tapi pasti cepet kotor). Lalu, di ruang tamu juga ada rak buku warna putih berpenutup kaca agar bukunya tidak berdebu. Di sebelahnya, ada lemari kaca. Isinya adalah souvenir yang kita beli selama berkeliling dunia! Yaaa, setidaknya souvenir saat aku sekolah di Inggris lah. Tapi semoga nanti kita diberi banyak kesempatan untuk mengunjungi banyak tempat lain ya, Mas! Masih di ruang tamu. Perlu sofa tidak ya? Ah nanti saja. Tapi kalaupun iya, nanti warnanya putih ya!
Di ruang keluarga, nanti akan ada TV set, biar kalau pagi-pagi kamu nonton Cococmelon sama anak-anak. Eh, nanti kita tim TV atau ga? Tapi, semisalpun tim TV, boleh ya tontonan anak-anak harus berbahasa Inggris? Aku ingin mereka bisa bahasa Inggris sejak kecil. Nanti, di ruang keluarga juga akan ada set sofa untuk kita menonton TV, set box mainan anak-anak, dan karpet yang besar. Hemm.. ada bean bag juga seru kayaknya yaa.
Di depan ruang keluarga ada taman kecil yang ditutup dengan pintu geser kaca. Di tamannya, ada bunga mataharinya tentu saja. Ada kursi taman dan lampu redup. Tanahnya, diberi rumput jempang dan beberapa batu-batuan. Wah, tapi harus extra merawat ya?
Oiya, ruang, lalu, kamar tidurnya ada tiga, eh atau empat. Untuk anak-anak HAHA. Di kamar tidur utama, akan ada wardrobe besar sekali! Untuk meletakkan bajumu yang ga seberapa itu dan baju-bajuku yang sebenarnya banyak tapi masih sering mengeluh "duh aku gapunya baju". Sebenarnya, aku ingin ada kamar mandi di kamar sih, ah tapi ini bisa kita bicarakan. Yang jelas, ukuran tempat tidurnya harus king size, queen juga gapapa. Lalu diposisikan di tengah, kanan kirinya ada cuppoard kecil untuk menyimpan lampu tidur dan beberapa buku yang kita baca sebelum tidur. Tidak perlu TV di kamar ya! Aku ingin kita mengobrol saja tanpa bantuan TV! Tapi, kalau boleh, aku ingin cermin yang besaaaaar sekali di kamar utama kita. Oiya, boleh ada meja rias? Boleh ya? Ternyata skincare dan alat make up ku banyak!
Di kamar anak-anak, nanti masing-masingnya akan disesuaikan dengan teman yang dia mau. Aku ingin mereka punya tema kamar seperti tata surya, sains, dan robotik, walaupun mereka perempuan! Aku ingin mereka mengetahui seberapa cintanya orang tua mereka dengan ilmu! Hehehe
Lalu, di toiletnya, nanti sebenarnya aku ingin toilet dan bathroomnya terpisah. Tapi, nanti bagaimana baiknya saja yaa. Aku tidak meminta bathub, tapi boleh ya punya shower dan water heater? Oiya, di dekat bathroom nanti, aku ingin punya satu lemari kaca lagi untuk menyimpan tas dan sepatuku. Sungguh, Mas, aku tidak berniat menumpuk benda-benda itu, tapi entah kenapa stoknya banyak -_-". Aku harus menyesuaikan dengan acara kan? Tidak mungkin aku pakai sepatu kets ke kondangan! Tidak mungkin juga aku pakai heels formal saat bermain cantik ke mall denganmu kan?
Oiya, Mas. Hampir kelupaan! Yang tidak kalah penting! Ruang kerja! Nanti, akan ada 2 meja dan 2 kursi. Jadi, aku tidak berebut meja denganmu sata kita harus bersama-sama bekerja atau belajar. Tapi kalau bisa ruang kerjanya akan menghadap ke taman belakang rumah kita ya? Sebagaimana ruang kerja pada umumnya, akan banyak tumpukan buku, file, kertas, dan banyak lainnya. Dannn.. nanti, boleh ya Mas aku beli iMac? Sungguh Mas, mengajar online seharian pakai MacBook melelahkan! Tenang! Aku sudah mengumpulkan uang untuk membeli iMac kok!
Ini opsional sih, boleh ada boleh tidak. Aku ingin punya kebun kecil di belakang untuk menanam cabe, tomat, sayur, ehhehe tapi kayaknya maintenancenya akan susah dan kita tidak akan punya waktu untuk ini. jadi, yaudah bunga matahari aja! Oiya, di lantai 2 nanti tolong sisakan space untukku mencuci dan menjemur baju ya? Jangan lupa juga mushollah kecil ya! HEHEHEH
Yaampun! Apalagi yaaa. Banyak ya sepertinya? Tapi tenang kok, tidak akan kubebankan banyak inginku padamu. Kita sama sama mengusahakan ya! Kan aku juga kerja dan sudah mulai mencicil menabung :) Nanti, kita usahakan rumah itu!
Jember, saat kok tiba-tiba kepikiran sangat halu, 26 April 2023
30 notes · View notes
maseive · 1 year ago
Text
Tumblr media
"kiss your friend for fun and find out"
I did. I did kiss my friend and I found out how it felt.
Suatu sore tanpa rencana yang matang seseorang mendatangiku atas keinginannya untuk mencari tahu bagaimana rasanya night drive. Aku menyetujuinya, dia menjemputku di dekat rumah sebab mobilnya terkepung jalanan ramai namun sempit. Andai aku tahu seberapa pengecut ia hingga tidak menghampiriku tepat di depan pagar yang siap menyambutnya.
Aku mempengaruhi adikku agar dia mau mengantarku ke lokasi di mana temanku memarkirkan mobilnya, dengan iming-iming bahwa itu dekat hingga adikku sampai hati mengantarku. Hari itu kali pertama Ibu mempersilakanku pergi tanpa banyak tanya sebab aku mengenakan baju santai yang berarti aku tidak akan pergi jauh. Ibu tertipu.
Membuka pintu mobil bewarna putih yang aku kenali, beberapa kali aku duduk di kursi penumpang prioritas. Di sebelahnya. Tidak ada bau mobil yang terkadang membuatku mual, hanya sekelebat harum dari parfumnya. Harum, tidak cukup membuatku untuk jatuh hati.
Perlu digarisbawahi; aku pernah jatuh hati namun ditolak dengan segelintir alasan untuk kebaikannya, kebaikan kami berdua, katanya.
Tentu aku menyetujuinya untuk menjadi teman saja. Kami akrab, tidak pernah ada perseteruan yang sampai menarik urat. Kami sudah sama-sama melalui banyak hal dari masa lalu, jadi masa kini bukan hal yang terlalu penting untuk meributkan perihal memberi dan menerima kasih.
"Hai! maaf lama ya kamu nunggunya?" Sapaan pertamaku saat membuka percapakan sembari memasang sabuk pengaman. Seingatku air wajahnya bahagia menerima kehadiranku di sebelahnya.
Kami bertukar kabar setelah hampir satu bulan tidak bertemu, bulan bulan sebelumnya kami beberapa kali pergi bersama sampai dipisahkan oleh jarak seratus kilo meter.
Aku menunjukkan rambut baruku yang ku cat hitam beberapa hari sebelumnya, terakhir kali dia melihatku, rambutku masih berwarna oranye. Pada hari itu juga kali pertama dia melihatku mengenakan kacamata.
"Bangs? kamu cocok deh dengan rambut yang sekarang!" Dia mulai memperhatikan kanan kiri sebelum mobilnya masuk ke jalan raya, waspada apa ada kendaraan lain di belakang kami.
Sepanjang perjalanan kami berbicara dengan aku yang berceloteh menyebut tempat yang menarik ketika kami melewati jalan-jalan yang sudah aku hafal di luar kepala, dari lampu merah mana saja yang memaksa kami menunggu lama sampai orang berseragam transformer yang kami sapa. Tujuannya aku yang tentukan, seperti yang aku bilang dia tidak memiliki rencana tapi aku selalu punya ratusan bahkan ribuan rencanan di kepalaku yang belum terwujud satu-persatu.
Pasar Santa.
Aku mengenali tempat tersebut karena beberapa kali semesta menunjukkan video yang lucu tentang tempat itu. Jadi, aku ajak dia untuk berbagi kelucuan dan keseruan.
Ketika sampai di Pasar Santa, temanku itu menolak ajuan bayar parkirku, uangnya lebih banyak. mungkin. Di dalam Pasar Santa kami disambut beberapa lorong yang sepi ada juga yang masih buka, tujuan utama kami salah satunya. Tempatnya tidak begitu ramai namun cukup membuat temanku menghela nafas sebab tidak ada pendingin ruangan yang memadai seperti di rumahnya.
Aku merasa tidak enak hati dan kerap menanyakan keadaannya serta menawarkan untuk pindah tempat supaya tidak hanya aku yang menikmati hari itu. Matahari telah tenggelam dan digantikan bulan yang tidak timbul, hujan melanda. Beruntung kami naik mobil.
Pindah ke tempat yang lebih cocok untuk temanku, namun tidak cocok untukku. Subway terlalu dingin, kami memesan chicken wrap dengan rasa yang berbeda dan aku memesan mushroom soup sebagai ekstra untuk menghangatkan tubuhku yang hampir dimakan oleh dinginnya ruangan.
Lupa aku sebut, aku hanya mengenakan kaos abu-abu tipis dengan jaket yang tidak berhasil menghangatkanku. Kami makan dengan tenang sesekali bertukar rasa, kue yang juga dia beli rasanya enak. tidak terlalu manis, cocok dengan seleraku. mushroom soup yang aku beli juga menurutnya cukup enak walau tidak memberi banyak rasa kaya. Matanya teduh sekali, jantungku hampir loncat setiap kali pandangan kami bertemu. Pun saat memilih menu aku memberanikan diri bersandar pada bahunya, dia lebih tinggi tiga centi meter.
Setelah usai dengan makanan, kami bergegas keluar berharap bisa menghabiskan waktu lebih lama. Aku bilang aku masih ingin mempertahankan nikmat waktu bersamanya dan dia setuju. Sepanjang perjalanan ke arah yang bukan Ibu kota, dia memilih lewat jalan tol guna menghindari kemacetan. Jalan tol begitu sepi sehingga aku pikir ini tanda bahwa kami dipersilakan bercengkrama dengan khidmat.
Kami memainkan permainan saling melempar pertanyaan dan jawaban, dari makanan kesukaan sampai bagaimana kami melihat dunia dan isinya. Tanpa aku duga dia menginisiasi pertanyaan baru.
"Apa harapan kamu sebelum tahun baru, apa yang mau kamu lakukan?"
Tentu sebagai seseorang yang gemar berkelana aku menjawab ingin pergi ke Bali, aku lupa bahwa tahun baru tinggal hitungan jari. Ia menyadarkanku bahwa harapan itu terlihat mustahil untuk dilakukan. Aku tanyakan hal serupa padanya, jawaban dia benar-benar membuatku termenung.
"I want to kiss someone other than my ex, it has been a long time. I crave to be kissed by someone else."
Aku sadar persis yang dia maksud adalah aku. Bukan manusia jika aku tidak bisa mengendus maksud di balik kalimatnya itu. Kepalang kaget, aku mengalihkan pertanyaan takut suasana kami menjadi canggung.
Menyusuri jalanan yang terbalut sedikit angin canggung kami tetap bercengkrama tanpa henti, mengitari malam yang mulai dingin. Aku mendekapnya lebih lama di dilam celotehan-celotahanku.
Tiba di penghujung waktu bersama, dia menawarkan tangan kirinya untuk ku genggam dengan senang hati aku menerima. Belum pernah ada yang menawarkan tangannya padaku, dia kali pertama setelah sekian banyaknya aku yang memulai duluan. Putaran lagu sedih yang dinyanyikan oleh Nicole Zefanya merengkuh kami berdua, andai aku lebih dulu tahu makna lagu On The Drive Home. Harapan yang takkan pernah terealisasikan. Hubungan kami sebatas teman.
Tangan yang mulai berkeringat ini enggan melepaskan, aku menolak keras kebaikannya untuk menurunkanku di depan rumah. Sudah terlalu larut sehingga batas keamanan dia mulai kuperhatikan. Dia menurunkanku di Cafe dekat rumah.
Sebelum kami berpisah aku menawarkannya mimpi akhir tahun, sebuah ciuman di bibir. Bodoh memang, bukan pahlawan bukan siapapun namun berani hati bertanya, "Can I kiss you?"
Dia terkejut aku mengetahui mimpinya adalah bibir ranum yang aku rasa rasa manis adanya. Aku telah mempersiapkan diri sejak pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Kepalanya mengangguk tanda setuju. Dalam hitungan kurang dari satu detik aku merengkuh pipinya dan mendekatkan wajah. Aku menciumnya, menyapa lidahnya yang hangat dengan dia yang juga melakukan hal yang sama. Menyudahi mimpi sesaat itu jantung kami berdua memukul-mukul dada. Aku menjauhkan diri dan menutup wajah yang disemprot warna merah malu.
Tidak sampai merutuki diri, kami benar-benar terkejut. Setelah mengambil beberapa nafas dan menenggak minuman yang aku sempat beli, aku berusaha terlihat baik-baik saja sampai satu kekehan dilayangkan, "Kamu keliatan baik-baik aja."
Tidak. Sama sekali tidak. Aku menyanggah itu dan membalasnya dengan "No, i am freaking out, too!" kami berdua membiarkan kecanggungan terbang ke angkasa, aku pamit keluar dan mengecup bibirnya sekali lagi beserta meninggalkan ucapan terima kasih atas hari ini.
Mobilnya mulai hilang dari pandanganku, yang tersisa hanya aku dan jantungku yang berdegup kencang. Gila.
Aku segera pulang ke rumah dengan memesan ojek online, sesampainya di rumah aku masih dimakan dengan suasana di dalam mobil itu, suara decakan bibir kami tertanam di tulangku.
Kami melanjutkan percakapan yang terputus karena malam memisahkan, jantungku kembali berdetak setelah sekian lama beristirahat di dalam kubangan yang aku jaga. Kami bahagia selama dua hari. Dia terbang ke negara Transkontinental bersama perasaan bahagiaku. Meski kembali setelah sepuluh hari. Bahagiaku benar-benar hilang. Dia tidak pernah siap dengan harapanku yang mencuat.
Mimpi yang aku beri menjadi kenangan, kami kembali berteman.
2 notes · View notes
hitamputihh · 2 years ago
Text
Kukira menjadi dewasa artinya menghapus hal-hal tidak masuk akal di antara kita. Seharusnya kita memesan kopi, bicara soal politik, dan rencana masa depan duapuluhempat jam setiap harinya. Melakukan hal-hal membosankan, menangisi penyakit tua yang muncul, atau berpelukan saja sampai Neraka tiba di pelupuk mata. Tapi ternyata hal-hal tidak masuk akal malah muncul di tubuh kita yang tua dan umur yang kita lupakan. Satu, dua, sepuluh, seribu dalam duapuluhempat jam setiap harinya. Bertumbuh, menumpuk, pecah di kepala.
Tidak masuk akal bukan?
Lalu kita tidak lagi bicara soal politik dan kawan-kawannya, malah meracau lelucon soal siapa publik figur yang memiliki pom bensin di dunia kita. Lain hari kita menertawakan kawan lama yang mengaku dirasuki arwah tetuanya, atau soal betapa bodohnya aku membaca peta karena salah memilih lajur mobil dengan motor, kita jadi tersesat di jalan tikus, kita jadi tersesat di perjalanan masa depan.
Hal-hal tidak masuk akal lainnya muncul ketika akhir tahun lalu kamu memutuskan hilang dan bicara hal-hal bodoh, sedang aku sibuk mencari di mana letak salahnya. Kita jadi menggila dan habis kata. Berulang tidak sampai seratus hari, kita binasa. Mereka bilang aku gila dan keras kepala. Kalau semua hanya halusinasi dan aku yg bersikeras tinggal. Mereka bilang kamu sakit jiwa dan bahaya lainnya. Menawarkan bentuk patah hati lainnya, menghanguskan rencana-rencana dalam kepala. Jadi siapa yang menggilai siapa? Atau siapa yang lebih dulu sakit jiwa?
Kita bertanya hal-hal tidak masuk akal lainnya pada tembok stasiun, pada batu di halaman rumah, pada panci, kursi, lampu, karcis parkir, lobby hotel. Pada kota-kota yang kita jumpai di tengah perjalanan, tp tidak menemukan apa yang seharusnya selalu. Memang benar kita sepenuhnya gila, memang kita seharusnya selesai saja.
Pada akhirnya, menjadi dewasa adalah menelan seutuh-utuhnya kecemasan tidak masuk akal dan malam penuh kesunyian– mimpi yg gagal kita selamatkan.
4 notes · View notes