#kalau memang rezeki gak akan kemana
Explore tagged Tumblr posts
Text
Tapi mengapa orang-orang yang tidak pernah ibadah itu justru mendapatkan rezeki yang banyak?
Terlepas ada penjelasannya dari ustad, satu hal yang harusnya ditanyakan balik pada orang yang punya pertanyaan tersebut:
Sesusah apa hidupmu, sampai harus mempermasalahkan dan iri pada rezeki orang yang tidak beriman? Apakah terbesit dalam pikiranmu untuk menanggalkan ibadahmu demi rezeki duniawi?
Pertanyaan selanjutnya:
Berapa banyak sih jumlah orang yang gak pernah ibadah dan rezekinya banyak vs yang rezekinya seret? Mana yang lebih banyak?
Berapa banyak sih jumlah orang yang rajin ibadah dan rezekinya seret vs rezekinya banyak?
Dari keempat kriteria itu, apa kamu yakin jumlahnya mana yang lebih banyak?
Lantas jika kamu tidak dapat memastikannya, mengapa kamu begitu yakin?
Bagaimana jika begini:
Sebagian dari manusia yang tidak pernah ibadah, merasa menggunakan utang untuk kesenangannya adalah hal yang wajar. Sehingga terlihat rezekinya sangat lancar, padahal dibalik layar utang mereka menumpuk, yang siap menjerat mereka di masa depan. Apa masih bisa dibilang apa yang mereka miliki sebagai rezeki atau harta yang berkah?
Bagaimana jika ternyata orang yang terlihat rajin ibadah itu, ternyata ibadahnya ternyata hanya dipermukaan saja?
Atau bagaimana jika ternyata memang orang yang rajin ibadah dan rezekinya lancar itu sebenarnya sangat banyak, tapi mereka memilih untuk tidak menunjukan karena iman mereka?
Maka dari itu, tidak perlu lah kita mempertanyakan rezeki orang lain. Fokuslah pada diri kita sendiri.
Apa perlu kita merasa iri dengan rezeki orang lain, sedangkan kita ternyata ibadahnya belum benar, belum tulus, dan ikhtiar kita kurang jauh?
0 notes
Text
Rezeki Gak Akan Kemana, y g y?
Halo temen-temen budiman dimana pun berada, semoga senantiasa dalam perlindungan Allah SWT. Aku pengen banget sharing mengenai sebuah kisah sederhana tapi lumayan dalem gitu hikmahnya. Ini kisah pribadi yang aku alami sendiri, hehe. Cerita sederhana ini berawal dari huru-hara film yang lagi viral itu, KKN di Desa Penari. Udah tiga tahun nungguin tuh film tayang tapi enggak tayang juga. Dan Qadarullah tahun ini bisa tayang juga ya, nonton dong!
Perkara war tiket nonton hari kemarin, bikin aku excited banget buat berangkat ke bioskop hari ini. Ya, gimana lagi, prosesi panjang hari kemarin─panas-panasan, antri panjang, dan kecapekan, cuma demi sobekan kertas putih yang biasa disebut tiket, pun yang tersedia untuk slot untuk hari besoknya (hari ini) dan tersisa kursi bagian depan. Mana harga tiketnya bisa dapet mie ayam dua mangkuk + udah sama es tehnya ya kan. Gak boleh kelewat dong!
Udah menyiapkan mental, jiwa, dan raga, Insya Allah cuss. Eh dapet kabar kalau keluarga besar dari Bapak mau dateng ke rumah. Dan kemudian Mamaku pun minta, biar aku gak perlu pergi ke bioskop. Aduh, hancur sudah harapanku. Tapi temen-temen tahu gak sih perkara rezeki itu? Dalam suatu hadits yang mana familiar banget gitu ya cuplikannya: “…Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya…” (Hadist Riwayat Bukhori dan Muslim). Nah, hari itu banyak pelajaran yang kuambil mengenai rezeki. Yuk simak yuk!
Di sela-sela kedatangan keluarga besar, aku diminta mamaku buat beli ayam krispi alias Kentucky. Sontak, aku sarankanlah sebuah restoran Kentucky yang menjual paket murah satu kotak nasi. Mamaku yang tadinya ingin membeli Kentucky di bakul asongan pun menyetujui perubahan plan yang kusarankan.
Di resto yang kumaksud, “Mbak saya mau beli Paket Ayam Murahnya 25 apakah bisa?”, tanyaku. “Paket Ayam Murahnya habis.” Balas Mbak-Mbak kasir restoran. Yah, baiklah, aku bergegas panik dan kebingungan. Kuambil sepeda motorku dan berpikir. Namun, aku tak menemukan ide atau solusi bagus hingga aku menyalakan motor dan bergegas pergi. Naluriku menggerakkan tanganku untuk kembali pulang. Di tengah perjalanan, aku berpikir, sepertinya aku salah mengambil keputusan. Ku berhenti sejenak dan merenung.
“Kayanya aku harus beli Kentucky sesuai planning awal?”, pikirku dalam hati. Gejolak di otakku membuatku kebingungan hingga hatiku ikut bersuara, “Gak bakalan salah, akan lebih salah kalau aku pulang tanpa bawa apapun.” Baiklah, langsung putar balik dan berniat membeli Kentucky di pedagang asongan manapun yang pertama kulihat.
Waktu kulihat pedagang Kentucky disana, pikiranku kembali berkecamuk, “Ya Allah, aku ke cabang resto Ayam Murah desa sebelah saja!” Jaraknya tidak jauh pula dekat, 5 km. Ngebutlah aku, tiba-tiba “byurr,” guyuran air dari langit. Aku kebingungan tetapi mencoba terus ngegas─ngenggg. Semakin kesana makin deras, wah wajib balik nih. “Memang harusnya beli Kentucky di pedagang tadi aja yah? Ya Allah?” heranku seolah diusir untuk kembali oleh Kuasa-Nya.
Saat kembali, hujan pun mereda sampai aku menyesal karena berbalik. Di tengah kekesalan ini, kusadari ada pedagang lain selain yang pertama kulihat. Tanpa pikir lagi, aku menepi dan membeli disana. Baru beberapa detik turun dan duduk disana, guyuran hujan makin tak kira-kira. “Yah, hujan Mbak”, ucap Ibu tersebut. “Aduh, iya, tiba-tiba hujan deres ya Bu. Ibu, mau beli Kentucky 25 ada?” tanyaku. Tidak ada guys, hanya ada 13 buah. Baiklah tidak apa.
Hujan terlihat tak akan berhenti beberapa menit bahkan jam ke depan. Aku menatap langit dan mengingat sepertinya bioskop yang kudambakan, yang kuperjuangkan dari kemarin tidak akan bisa kugapai. Mengingat sejam lagi pemutaran film dimulai. Melupakan semua itu aku bergegas ke motor, berhujan-hujanan, dan pergi menuju ke penjual Kentucky yang pertama kulihat. Terlupa, kebaikan Ibu penjual tersebut memberikan kresek doble agar Kentucky yang kubeli tidak basah.
Lanjut… Saat sampai di pedagang Kentucky, “Pak beli 12 ya Pak!” ucapku. Tiba-tiba aku berpikir, “Sepertinya aku terlalu banyak membeli Kentucky.” Menghasilkan keputusan, “Eh Pak, jadinya 10 aja ya!” Tak lama hujan tiba-tiba berhenti. Aku keluar dari tenda pedagang itu dan menatap langit. Waktu yang sangat pas untuk melihat awan-awan membuka tirainya untuk sang Mentari, silau sekali. “Kok bisa?”, heranku. Langit tiba-tiba berubah menjadi biru, awan-awan gelap mulai menyingkir dan lenyap.
Tak kupikirkan hal aneh yang serba kebetulan tadi terjadi, bergegas pulang menuju rumah tersayang. Waktu sampai, aku terkejut melihat semua orang sudah bersiap untuk masuk ke mobil. “Loh, mana nasi ayamnya?” Tanya Mamaku kebingungan. “Habis Ma, Cuma beli Kentucky.” Hal tersebut membuat Bulikku mengambil satu kresek saja untuk bekal di jalan dan meninggalkan satu kresek lainnya untuk keluargaku. Akhir kata, selamat jalan keluargaku~
Pas sekali! Pemutaran film tinggal 30 menit lagi. Dengan cepat, aku bersiap diri dan menjemput Kakak sepupuku-nonton bareng. Di sana, kita sampai tepat waktu sesuai jadwal. Tertatih-tatih berjalan, khawatir film sudah diputar. Dan ternyata belum, senang sekali. Tiga jam berlalu, film pun telah usai. Akhirnya, setelah penantian 3 tahun, bisa juga kutonton film ini.
Sesuai rencana awal, mau beli Thai Tea dulu hehe. Waktu sampai disana, “Nur, tadi di film ada bakul cilok ya, kamu pengen cilok gak?” Tanya Kakak sepupuku itu. Sontak aku pun tertawa, “Nonton film bikin ngidam cilok ya Mba? Ayo Mba cari!” Ajakku. Memang tadi saat dilewati kulihat banyak penjual di pinggir jalan, mungkin cilok salah satunya. Karena melihat telur gulung yang sangat kusukai, aku pun mampir dulu. Kebetulan sebelahnya ada penjual Bakso Pentol Mercon, “Mba? Pentol ini cilok bukan sih?” tanyaku belum kutemukan deskripsi lebih lanjut-batu melihat tulisan “pentol”. “Bukan Ning, itu bakso tuh tulisannya, lihat gambarnya juga deh.” Oh iya, betul.
Di tengah-tengah penggulungan telur, “Aku beli Bakso Merconnya juga deh Ning!” ucapnya. “Oke.” Sepupuku itu membelinya, sepertinya sedap juga kulihat. Setelah telor gulung dan bakso pentol usai, “Gimana Mba? Masih mau beli cilok?” tanyaku. Dia melihat kea rah depan, aku pun mengikutinya. Terlihat para pedagang sudah tidak begitu ramai dan sepertinya banyak yang sudah pergi. “Tadi kamu lihat Siomay kan?” tanyanya. “Iya, lihat Mba.” Jawabku. “Aku agak kepengen siomay kan rada mirip ya sama cilok, hehe.” Ungkapnya. Sontak aku kembali teringat lagi dengan film KKN di Desa Penari tadi. “Iya, ayo Mba.”
Berjalan dan terus berjalan, perasaan tadi penjualnya dekat. “Kok jauh ya Mba?” ucapku sembari tertawa. “Iya hehe, padahal kukira tadi disini.” Balasnya. Aku setuju dengannya. Saat kulihat ke belakang, sungguh sudah sangat jauh dari tempatku beli Thai Tea. Kakak sepupuku itu mulai ragu, ia memperlambat jalannya dan mencoba mengatakan untuk berbalik saja karena takut aku merasa capek. “Ih gak papa Mba, kan udah sejauh ini, tanggung kalau balik lagi dengan tangan kosong.”
Berjalan dan terus berjalan, kok gak nyampe-nyampe ya? Aku teringat sesuatu, “Mba jangan-jangan bakul siomaynya ada di depan Alfamart ya?! Aku barusan keinget gitu.” Dia pun mengiyakan hal tersebut. Tandanya, ini masih setengah jalan. “Tok tok tok” suara ketukan bambu dari jalanan. “Siomay Mbak!” Seruku. Kakak sepupuku itu terlihat panik, sama sepertiku. Mungkin kalau aku yang beli, akan aku panggil tukang Siomay yang sedari tadi menatap ke arahku. Tapi ini dia yang beli, seharusnya dia yang memutuskan.
Aku hanya saling menatap dan menunjukkan gerak-gerik panic satu sama lain. Bakul siomay tu sudah melewati kami berdua, sebelum terlalu jauh, “Gimana Mba? Mau gak? Kupanggillin nih!” Kesalku karena jujur aku lelah. Tetapi sepupuku itu menunjukkan ekspresi menolak di tengah raut wajahnya yang kepanikan. Hal itu membuatku ragu untuk berteriak memanggil bakul siomay tersebut. Dan, siomay itu pun berlalu, wkwk.Setelah jauh, kami berdua saling tertawa dan keheranan atas apa yang barusan terjadi. Entahlah, aku pun masih heran.
Di tengah lelahnyaberjalan, aku kembali mengingat hari ini. Saat ingin pergi ke cabang resto yang lain, eh dicegah hujan. Kemudian, membeli 23 Kentucky dengan membaginya ke dua penjual berbeda. Pulang-pulang keluarga besarku dari Ayah, sudah hendak pergi. Alhasil mendapatkan satu kresek Kentucky dan bisa pergi ke bioskop. Sampai di bioskop pun tepat waktu dan film pun belum diputar. Terakhir, parkara panic dan ngefreeze membuat sepupuku melewatkan bakul siomay. Sepertinya memang semuanya sudah diatur oleh Sang Khaliq.
Langkah demi langkah sampai di depan Alfamart tempat siomay itu berada. “Mungkin memang sudah rezeki penjual siomay ini.” Pikirku. Karena rasa lelah tadi pun aku akhirnya berpikiran untuk ikut membeli dan membelikan juga ketiga adikku yang ada di rumah. Baru kusadari, tanda-tanda kebesaran-Nya dengan kisah yang kualami ini. Rezeki bakul Kentucky, siomay, keluargaku yang mendapat Kentucky, dan rezekiku menonton film, tersalurkan lewatku, tersalurkan lewat kisahku.
Bahkan kalian sadar gak sih? Secara gak langsung ceritaku ini akan pula menjelaskan perkara rezeki para tim pembuat film KKN di Desa Penari. Dari tahun 2019 silam, film itu ditunda rilisnya hingga 3 tahun ke depan. Banyak pihak yang berspekulasi dan pesimis film ini tidak akan laris sebab digadang-gadang sudah kehilangan hype-nya yang tergerus 3 tahun lamanya. Tapi nyatanya? Dengan strategi yang ciamik film ini berhasil mematahkan spekulasi-spekulasi. Bahkan film ini disebut-sebut sebagai film terlaris sepanjang masa yang per tanggal 19 Mei kemarin sudah ditonton 7 juta penonton. Dan akan terus bertambah mengingat film ini masih dalam penayangan.
Jadi itulah kisah sederhana dariku, tapi temen-temen dapet kan pesan moralnya? Hehe. Perkara masa depan termasuk rezeki, sudah Allah tuliskan jalannya di Lauful Mahfuz. Namun perkara takdir itu rahasia Ilahi, yang bisa kita lakukan adalah berusaha dan bertawakkal kepada Allah SWT. Kita tidak tahu usaha mana dan do’a mana yang akan mendatangkan rezeki. Sekian kisah rezeki dariku, mari sering perhatikan sekitar kita dan sadari tanda-tanda kebesaran Allah agar kita semakin bertaqwa. Keep Hamasah!
4 notes
·
View notes
Text
#KEJUQQ#Kalau memang rezeki gak akan kemana#Permainan bandarq sedang onfire dan jadilah pemenang berikutnya#Bonus Rollingan 0.5%#BOnus Refferall 20%#Contact Us :#📞WA : +85560368068#📌LINK :https://joy.link/superkejuqq
0 notes
Text
Orang tua itu hebat gak, sih?
Mungkin ini yang kurang aku sadari sebelumnya. Sehingga kali ini aku ingin melihat betapa hebatnya orang tua kita dari perspektif keuangan.
Setelah aku membuat rencana keuangan barusan. Aku sadar bahwa mencari uang dan menabung itu adalah hal yang sangat amat sulit. Direncanaku barusan, aku kira bisa menabung satu juta juga perbulan saja sudah merupakan hal yang cukup bagus ditengah gaji umrku.
Namun, aku sadar kalau pemikiran itu bukanlah pemikiran orang dewasa. Setelah dipikir lagi, bisa menambung 1 juta perbulan adalah hal yang kecil bagi orang dewasa. Maksudku, jika kamu bisa menabung sebanyak itu selama satu tahun saja pun, itu hanyalah cukup untuk menabung dana darurat, gak bisa dipake buat yang lain. Itu juga kalau beneran bisa konsisten menabung dan uangnya gak dipake buat yang lain.
Mungkin itu memang cukup, jika asumsinya kamu masih hidup sendiri, dan akan terus hidup sendiri, tanpa tanggungan apapun.
Sekarang, coba bayangkan menjadi orang tua yang harus bisa menghidupi kehidupan 5 orang. Berkerja keras memenuhi kebutuhan sehari-hari, mengatur ini dan itu. Membayar cicilan rumah, kendaraan, sekolah, makan, dll.
Apakah tabungan 1jt perbulan cukup? Kalau 5jt? Kalau 10jt?
Coba tulis berapa kebutuhan perbulanmu saat ini. Kali kan dengan jumlah anggota keluargamu. Dan itulah minimal pendapatan yang orang tuamu harus coba kejar setiap bulannya. Bisa memenuhi kebetuhan sebesar itu, kebayang gak sih betapa hebatnya orang tua kita?
Menjadi orang tua itu adalah hal yang sangat berat. Oleh karena itu, aku sangat bersyukur memiliki orang tua hebat seperti mereka.
Kurasa ini adalah salah satu pergesaran mindset menjadi dewasa yang perlu aku pelajari. Kalau akan ada momen di mana kita hidup bukan hanya untuk diri kita sendiri saja. Semakin cepat kita menyadarinya, maka akan semakin baik.
Tentu ini bukan untuk menakut-nakuti untuk menjadi dewasa, menikah, ataupun menjadi orang tua. Namun, ini hanyalah pengingat ada banyak tanggung jawab besar yang mungkin tidak kamu sadari sebelumnya.
Sering kali aku berpikir agar bisa menjadi lebih kuat. Namun, aku selalu gagal mencapainya. Mungkin saja itu karena pemikiran itu tidak berlandaskan alasan yang kuat. Aku ingin kuat, hanya karena ingin menjadi lebih kuat.
Namun, sekarang aku belajar, bahwa orang-orang yang aku anggap kuat dan hebat sekarang bukan hanya karena mereka sekedar ingin saja. Tapi sering kali situasi merekalah yang membuat mereka seperti itu. Orang dewasa bisa menjadi kuat karena mereka memiliki tanggung jawab besar. Dan menjadi kuat adalah satu-satunya jalannya.
Jadi, kalau kamu ingin menjadi lebih kuat, menjadi lebih hebat, menjadi lebih berani, yang kamu butuhkan bukanlah motivasi. Namun, mungkin saja yang kamu butuhkan adalah sebuah tanggung jawab yang lebih besar.
Karena mereka bukan melangkah karena mereka kuat, tapi justru mereka kuat karena mereka melangkah.
Dan sekarang, aku percaya kamu bisa melakukannya juga.
-
Kembali ke cerita uang tadi. Refleksi tadi bukan bermaksud berkata bahwa bisa menabung 1jt tidak bagus. Bukan berarti aku tidak bersyukur aku setidaknya punya penghasilan sekarang. Ada banyak orang yang bahkan tidak bisa menabung sama sekali walaupun sudah berkerja keras. Namun, refleksi ini adalah untuk bahan pelajaran bagi diriku sendiri.
Karena, coba deh bayangin, dengan besar tabungan segitu, butuh waktu berapa lama bisa menikah yang biayanya puluhan juta itu? Butuh berapa lama untuk bisa memiliki rumah yang harganya ratusan juta itu?
Memikirkan uang bukan berarti kita mata duitan dan hanya berpikir tentang uang. Namun, itu adalah cara menghadapi masa depan dengan lebih bijak. Karena ketika kita berpikir dengan masa depan, maka uang adalah salah satu faktor utamanya.
Rezeki memang tidak akan kemana. Aku saat ini tidak khawatir tidak punya cukup uang. Hanya saja, menurutku sekarang, seberapa bijak kita dengan masalah uang bisa menjadikan indikator kedewasaan kita.
Secara tidak langsung, mau diterima atau tidak, kenyatannya besarnya penghasilan yang kita peroleh adalah salah satu faktor utama yang menentukan value kita di mata orang lain.
Mau gak mau, mau diterima atau nggak, ketika masih kesulitan finasial, maka mimpi2 kita juga akan semakin sulit dicapai.
Nih, misalnya contoh nyatanya saja, menikah. Denger-denger banyak orang yang biayanya sampai ratusan juga. Dan itu masih dianggap biaya yang normal.
Sekarang, anggep biaya agak hematnya 72 juta. Jika kamu nabung sebulan 1 juta, maka perlu nabung 6 tahun buatmu akhirnya bisa punya tabungan untuk menikah :) Mana habis itu juga langsung habis semua tabungan...
Belum lagi beli rumah. Misal harganya di 600jt. Jikalau masih cuma bisa nabung 1 juta sebulan, maka kamu perlu nabung 50 tahun baru bisa lunas :)
Dan sekarang orang-orang pada menjadikan indikator kesuksesan adalah bisa nikah dan punya rumah di bawah umur 30 tahun... Gila emang. Bisa punya tabungan untuk menikah di bawah umur 30 tahun aja menurutku sudah hal yang hebat.
Tiba-tiba jadi makin kesel sama orang-orang yang nyuruh segera nikah hanya sekedar karena udah mencapai umur tertentu. Heiii, emangnya situ yang mau bayarin nikahan dan beliin rumah?
Jadi mikir, orang-orang yang bicara gitu kayaknya gak tau betapa sulitnya nyari duit, mungkin mereka punya warisan orang tua atau punya mertua kaya raya yang bikin mereka gak relate dengan orang muda zaman sekarang.
Kalau dipikir lagi, aku bukan anak tertua, deh. Tapi kenapa yang paling ditanya jodoh itu aku terus, ya? Oke sepertinya aku sudah terlalu lelah jadi mikir kemana-mana.
Sepertinya, gak baik juga terlalu memikirkan masa depan yang belum pasti. Rezeki juga gak akan kemana. Setidaknya, ini bisa mejadi refleksi diri dan pengingat bahwa untuk segera meningkatkan diri.
Dan sekarang setidaknya tujuanku sudah jadi lebih jelas.
Berusaha untuk meningkatkan nilai diri dan menjadi manusia yang lebih baik agar... bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar :)
Mungkin ini bisa menjadi motivasi dan pengingat yang lebih baik,
"Kerja keras! Ingat biaya nikah dan beli rumah itu mahal" :')
Aku juga jadi berpikir, menjadi hal yang gak logis ketika mengkhawatirkan tentang jodoh saat ini. Buat apa khawatir masalah jodoh kalau buat punya tabungan buat nikah aja masih perlu bertahun-tahun lagi :)
Yah, dengan ini semakin terlihat bahwa masalah jodoh itu semakin lama menjadi proritas yang makin rendah. Banyak banget masalah diri yang harus diselesaikan sebelum memikirkan ke arah sana.
Masalah kematian, masalah ibadah, masalah kontrol diri, masalah karir, masalah tujuan hidup, menerima diri, menerima masa lalu, membanggakan orang tua, menyekolahkan adik, hubungan dengan teman, menjalani hobi, mengejar mimpi, memiliki finansial yang baik, mengatasi kebiasaan buruk... dan mungkin setelah itu aku baru bisa layak memikirkan jodoh.
Sebuah perjalanan yang panjang....
Apakah waktunya akan cukup?
Hmm... sepertinya aku overthinking lagi.
Dan tidak terasa sudah jam 3 pagi :)
0 notes
Text
#14 slice of joy
Tercepot-cepot
Hari Kamis pagi di Mekah, kami ada jadwal city tour menggunakan bus. Kemana aja? Ke Jabal Tsur, Arafah, Muzdalifah, Mina, Jabal Nur, Masjid Ji'ronah. Sebelumnya, jamaah sudah disounding oleh muthowif untuk berkumpul di lobby jam sekian. Turunlah, saya dan mbak I ke lobby. Saat di lift turun, baru inget hape sendiri masih diisi daya, alias ketinggalan di atas meja di kamar wkwkw.
Bukan qifti, kalau gak tercepot-cepot😂. (tercepot-cepot pertama pernah saya ceritakan saat 30hbc tahun ini, di sini) Akhirnya saya balik lagi ke kamar naik lift. Agak lari sedikit, buru-buru ambil hape di atas meja karena gak enak ditunggu para jamaah yang lain. Alhamdulillah, sudah di lift turun. Saat pintu lift terbuka, saya mendapati mbak I dan mas G yang menunggu saya (dengan setia wkwk) di lobby. Terima kasih, Mbak-Mas!😆🙌🏻.
Ngobrol lucu
*foto di area Jabal Rahmah, Arafah
Tempat pertama yang kami sambangi adalah Jabal Tsur. Di puncak atasnya ada gua tempat Nabi bersembunyi dengan sahabat Abu Bakar dari kejaran kaum Quraisy. Setelah itu, lanjut ke Arafah. Kalau sedang tidak musim haji, Arafah sepi. Begitupun Muzdalifah dan Mina. Karena ketiga tempat itu memang dikhususkan untuk bulan haji saja. Semoga kita semua diberi rezeki ke Arafah untuk menunaikan haji, ya! (((aamiinn)))
Saat bertanya ke muthowif tentang Mina Jadid, beliau menunjukkan lokasinya. Anw, muthowif di Mekah berbeda dengan di Medina. Kalau di Medina dengan ustaz R, di Mekah dengan ustaz J. Keduanya, seru! Dalam artian, dua muthowif ini terlihat seperti saudara (raket ((baca: e seperti dalam kata teman)) dalam bahasa Jawa, bukan raket alat untuk bulutangkis😂). Pas tiba di Mekah, ustaz R masih tetap mendampingi jamaah namun tidak hadir secara penuh. How they explain, they tell stories, they guide, merapal doa, I just like the way it is.
Lalu, turunlah kami di parkiran bus Arafah. Kami berjalan kaki mendekat ke Jabal Rahmah. Belum terlalu siang, tapi matahari sudah terik sekali. Di Arafah, mas G bertanya, "Oh, kamu yang jadi asisten tour leader, ya?" Mungkin karena terlihat sering membantu membawa perlengkapan travel, seperti sekarang, saya sedang membawa bendera. Ada kaget sedetik sambil menahan tawa, tapi akhirnya saya tertawa juga wkwkw. "Kata siapa, mas?" "Lah. Nanti kerjaan bu Y tergusur." Kami berdua tertawa wkwkw.
Setelah foto-foto, kami menunggu beberapa jamaah yang masih di toilet. Saya izin ke ustaz J, "Ustaz, ini boleh dijadikan lemek, gak?" sambil menunjukkan banner perlengkapan travel. Pasalnya gak ada tempat duduk dan baju yang saya kenakan berwarna putih wkwk.
"Ustaz, tau lemek, kan? Apa, ya? Oh, alas!" Saya menjelaskan sambil tertawa😂. Beliau menjawab, "Iya, tau. Gapapa, mbak. Pakai aja." Saya pun bertanya ke mas G yang mengira saya asisten tour leader, "Mas, tau lemek, gak?" Lalu dia menanggapi, "Tau, dong." Kami berdua tertawa lagi wkwkw😂.
Setelah semua naik, kami bergerak menuju Muzdalifah menggunakan bus. Di Muzdalifah, jamaah laki-laki bersiap memakai kain ihram. Sehingga saat tiba di masjid Ji'ronah tidak perlu antri lama untuk ambil miqat niat umrah karena diperkirakan crowdnya akan penuh.
Umrah siang
Ini adalah kali pertama umrah di siang hari. Kalau bareng ayah dulu, lebih suka berangkat pagi ke Tan'im untuk ambil miqat. Sehingga sebelum atau saat duhur sudah selesai tartib umrah. Kali ini, terik sekaliii. Tapi, ingat, ini umrah. Tidak baik, mengeluh. Tapi, tidak apa soalnya pakai baju baru, hasil jahitan kerabat dari Ibuk. Tapi, kainnya punya Ibuk, yang sudah dibeli 4 tahunan ada di lemari pating klumbruk. Jadi, saya senang bisa umrah pakai baju kainnya Ibuk, meski panas menusuk.
(Sudah niat, hati senang. Tapi ada yang membuat kepikiran. Nantikan di cerita #15 bagian pertama)
Saat di lobby, receiver yang saya pakai, saya pinjamkan ke pak H, suami bu M. Soalnya punya beliau baterainya habis. Karena pengalaman pertama menggunakan receiver kurang menyenangkan jadi umrah kali ini saya mau gunakan untuk baca Al Quran dan dzikir sendiri. Kalau dulu, manut saja kepada Ayah sudah berapa putaran, sekarang beda. Sepengalaman pendek saya, lebih mudah membawa tasbih digital untuk menghitung sudah berapa kali putaran thawaf.
Kalau terpisah dengan rombongan, gapapa. Biasanya di Hajar Aswad sampai Hijir Ismail yang paling ramai crowdnya. Yakin saja, Allah kumpulkan kembali.
Mantra untuk meyakinkan diri sendiri, sudah oke. Barang jamaah lain, oh, belum tentu. Ada banget, beliau-beliau paniknya. Kadang kalau desak-desakan, kita bisa terbawa arusnya. Bisa jadi, yang di kerumunan, terbawa arus sudah berada di depan, atau malah tertinggal di belakang. Itulah kenapa, kalau umrah sunnah sama Ayah lebih suka agak menjauh dari kerumunan. Mendekat kalau ada space longgar. Dulu ayah punya rematik, asam urat, dkk, nanti kalau kegencet malah tambah tidak bisa ibadah. Jadi, jalannya di-nik-ma-ti, tidak grasa-grusu. Sing penting selamet.
Lanjut sa'i. Saya berjalan bersebelahan dengan bu K. Sebab, bu K meminta saya membetulkan settingan kamera hape beliau. Sambil jalan di mas'a, sambil mencoba otak-atik hape beliau. Ternyata memang ada yang aneh. Saat buka aplikasi kamera, malah masuknya ke Facebook. Sejujurnya saya pun tidak begitu pandai otak-atik hape. Lha wong hape sendiri memorinya kolot (gak ada hubungan otak-atik hape dengan memori kolot, sih wkwk). Lupa, saya apakan hape bu K. Tapi, saya ingat bu K berterima kasih kepada saya selepas salat ashar di mas'a. Senang bisa membantu, Bu.
Ingat, ini umrah. Jadi, saya senang. second umrah, done🙌🏻. alhamdulillaah.
(bersambung)
…
*ini adalah cerita-cerita umrah di akhir bulan Safar-Rabiul Awal (sebelum maulid) 1446H, yang (kemungkinan) akan kuromantisasi habis-habisan. sebagai pengingat pribadi dan semoga ada manfaat yang bisa diambil, yah!
0 notes
Text
Bahasan pertama: Tentang dirinya
“Hatinya telah lama ditabur sunyi dan dibalut luka,” Sosok Arandelio Kelana begitu mahir pasang bulan sabit di wajah yang biasa kita sebut itu senyum. Setiap hari, Ia taburkan sapaan hangat— hanya semata untuk tutupi kisahnya yang ia kubur dalam supaya tidak diketahui dunia.
Elio lahir dan dibesarkan di kota singkawang, beserta keluarganya yang setiap hari memasak choi pan dan bubur pekong di kedai warisan. Kedua orang tua nya selalu menghabiskan waktu mengais pundi rezeki. Adiknya, Satyagraha terpaut usia dua tahun darinya dan gemar membuat kreasi konten. Kalau dirinya sendiri lebih suka berada di belakang layar, menjadi pengurus kreatif di berbagai acara ternama.
Semenjak merasa kalau dia perlu hidup mandiri, Ia berkelana cukup jauh ke Jakarta untuk menempuh pendidikan disana. Bertemu banyak orang, menambah daftar nama di daftar kontak seolah makan nasi— bisa dipastikan delapan puluh persen sudah menjadi asing sebab Elio tidak begitu pandai mempertahankan hubungan jangka lama.
Hobinya seperti remaja pada umumnya, nonton film subuh— filmnya harus angst atau romance! Pokoknya ia lebih pilih menangisi kisah hidup fiksi ketimbang dirinya sendiri. Hobi lain? Baca puisi, seolah dirinya ditarik ke masa lampau atau menjadi bagian dari orang yang dikupasi jeruk. Ah elio sangat suka jeruk!
Salahkan puisi romantis yang sering dibacanya itu. “Katanya kalau kita udah sayang orang, kita reflek kupasin jeruk buat orang itu!” Genggam jeruk super asam di tangan, saksikan film, dan mondar mandir pinterest untuk mencari referensi puisi; sangat menggambarkan kelakuan remaja jaman sekarang kan? Spesis Elio salah satunya.
“Pindah kost lagi, pindah kost lagi. Ganti nomor lagi, ganti nomor lagi. Jatuh cinta lagi, jatuh cinta lagi. Patah hati lagi, lagi, lagi!” Mau sampai kapanpun Elio memang tidak ahli berteman dengan kata pasti. Mungkin ada kutukan tersendiri dari nama belakangnya itu. Berkelana tapi tidak juga temu tujuan akhirnya apa. Mungkin suatu hari Elio akan bertemu bahagia di ujung jalan, tapi hari itu kapan datangnya?
“Dulu aku pernah suka orang delapan tahun!” Ucap Elio sangat teramat bangga, “Kayanya gak pernah ada sosok yang bisa bikin aku jatuh cinta selama itu, itu pun aku gak yakin beneran cinta atau hanya jatuh saja” panggilan pun berlanjut. Elio mengenang sebagian kisah hidupnya ketika pertama kali merasakan jatuh cinta, Ia yakin rasa suka tanpa hubungan hanya akan bertahan paling lama tiga tahun saja.
Tapi nyatanya kontrak yearning Elio lebih panjang daripada kontrak sewa kost. “Tiap bulan, orang ini mampir terus ke mimpi” Elio bingung, sudah jelas ia tinggalkan semua kenangannya di singkawang. Mengapa ada saja yang masih memaksa ikut di antara kopernya.
Elio pikir kelak Ia bisa juga bahagia, andai saja Ia tidak berpergian kemana-mana karena selalu takut disapa penolakan. Bagi Elio, penyakit yearning nya ini harus segera diobati. Bagi Elio, sudah saatnya Ia naik ambulance ketimbang berlari-lari tanpa tujuan. Tapi kalau dunia terus menyuruhnya berkelana? Apa boleh buat?
“Aku gak butuh tuh cinta-cintaan! Kayanya cintaku udah habis duluan buat diriku sendiri dan adikku saja!” Percaya diri layaknya zodiak leo, tapi dalam hati— Elio paling tahu rasanya sakit sampai terasa ingin mati ditikam patah hati. Bukan, bukan sebab cinta delapan tahun-nya itu— ini akan menjadi cerita untuk lain hari.
Ah, rasanya begitu rindu dipeluk.
0 notes
Text
Blabbering Mamak Baru.
Banyak orang yang mungkin tidak merasakan betapa beratnya jadi ibu, terutama di masa awal kelahirannya. Lelahnya fisik dan jiwa. Bukan mengeluh, tapi memang kenyataannya seperti itu.
"Masih mending kamu langsung dikasih anak, banyak yang berjuang bertahun-tahun buat bisa hamil", sering banget aku dikasih tau kayak gini.
Padahal bukan ituloh poinnya. Setiap orang tentu punya perjuangan di fasenya masing-masing. Ada yang berjuang mencari jodohnya, ada yang berjuang memperbaiki diri dan menyiapkan bekal pernikahan, ada juga yang berjuang menjalankan program hamilnya. Namun, merasa lelah saat punya anak bukan berarti tidak menghargai perjuangan orang lain; bukan berarti nggak bersyukur punya anak.
Bagaimana? Bukankah kenikmatan itu juga ujian?
"Jangan mau kalah sama orang dulu. Sekarang baru punya anak satu aja udah ngeluh", sampe ada yang bilang gitu juga.
Aku diemin dan cuma senyum aja. Mungkin dia nggak pernah ngerasain shock therapy dari masa jomblo-nikah-punya anak, shock culture, punya anak laki-laki yang frekuensi nyusunya lebih banyak dan aktif pwolll, terus kedepannya harus ngejar BB dan TB di usia bayi secara normalnya.
Asliii saat itu kayak merasa belum sanggup dan pantas. Awal nikah masih banyak adaptasi banyak hal, belum siap adaptasi yang makin kompleks lagi. Makanya pas kehamilan (yg kedua) lebih memilih nggak cerita, cuma ke teman terdekat aja. Juga menghindari orang lain hasad, syok dan entahlah..
Yap kehamilan (yg kedua), karena kehamilan pertama Qaddarallaah keguguran. Jadi bisa dibilang ini, kehamilan kedua tapi anak pertama. Okeh lanjut!~
Sempet denial karena nggak siap dewasa dengan segala keriweuh-annya.
Ada pergolakan batin yang sering berbicara. Berusaha buat tanamkan mindset ke diri bahwa anak itu rezeki, anak itu amanah. Nanti punya anak bukan berarti punya batas untuk bertumbuh. Anak itu investasi akhirat yang mana jadi PR besar buat aku untuk mendidiknya.
Belajar untuk menerima, bersyukur, dan mempersiapkan banyak hal buat kehadiran si kecil. Sebab, ada di luar sana yang menunggu kehadiran buah hati dengan cara ini itu, jungkir balik mencari cara selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, menghabiskan banyak biaya, tenaga, juga menjaga mental saat dapat nyinyiran kenapa kok belum punya anak, dsb, hadeh.
Eh tapi beneran deh, kasih sayang ibu itu naluriah kok. Mau secapek apapun, stressnya kayak gimanapun, tetep sayang sama anak. Kalau ada support dari sekitar alhamdulillah, supaya ibu tetap bisa waras saat ngurus anak. Charge energi :")
Kadang aku sendiripun juga nggak nyangka sudah punya anak. Wkwkwkwk emanggg.. mau ngakak ya gimana.
Salah satu skill yang harus kita punya untuk mengarungi kehidupan ini adalah mudah beradaptasi. Sebab, hidup ini memang dinamis. Bersiaplah dengan kemungkinan-kemungkinan yang Allah kehendaki, hingga akhirnya kita banyak belajar dari sana.
Dah gitu jadi berasa banget, setelah menikah temennya bener2 makin sedikit, jadi hilangnya beneran kerasa. Hadoh.
Mungkin kalau ditanya sanggup apa enggak mengurus anak, egoku akan menjawab, "Tidak sanggup".
Luar biasa say, merawat bayi bersama suami saja, jauh dari orang-orang terdekat, tidak adanya yang membantu selain suami. Disini support dari pasangan berpengaruh besar. Sungguh ku tak sanggup kalau sendiri
Bener-bener fase krusial jadi ibu weehh..
Gak ambis dulu, capek bener ngejar dunia tu nggak ada habisnya. Lagian apa yang dikejar? Harus merasa lebih dari orang lain? Wkwkwk gak dulu lah
Soalnya ya jadi ibu tuh rasanya kaya gimana yaaaa pokonya capeeeeee luar biasa. Stress nggak karuan; uring-uringan, sampe berpikir nggak sanggup punya anak, astaghfirullah memang kadang mulut sama pikiran ini perlu di solatip biar ga kemana mana.
Mungkin aku cuma belum bisa menyesuaikan diri dengan banyak hal baru. Atau terlalu memaksakan diri untuk menerima hal baru dalam waktu singkat. Jadi kayak ngos-ngosan gitu. Tapi gatau istirahatnya gimana dan kapan. Sedi bgd sbnrnya tuwww. Kayak mo nanges tapi ga ada waktu.
Umur 1-4 bulan banyak cape fisik. Umur 5,5 bulan-7 bulan MP-ASI aman, sesuai. 8-9 bulan mulai berantakan. Sampai masuk 10 bulan, pusing gimana cara dia mau makan dan ga minta ASI terozz. Sekarang memasuki masa toddler, duh capenya bukan lagi di fisik tapi psikis juga. Apa dikit nangis. Wkwk. Hadeh hadeh la pokoknya tiap hari. Belum lagi nih anak memang dekat dan nempel teroossss ke bapaknya dari bayek. Terutama kalau lagi cranky. Huwaaaah, hiks. Entahlah.. mamak angkat tangan. Ok, ini drama banget sih.
Padahal ya aku tau anak ini juga manusia, sama halnya kita. Dia punya perasaan, dia punya keìnginan, dia punya selera, dia punya rasa ingin dicintai
Memang tidak mudah menjadi ibu, tapi mudah bagi Allah untuk menyadarkan kita; menjadikan kita sebagai manusia yang tidak pernah berhenti belajar dan melihat diri sendiri. Penuh cinta dan rasanya terharu sekaliiiiiii :') Tapi sepanjang perjalanan jadi ibu ini aku mrebes mili. Ya Allah, alhamdulillah, aku tu dikasih hidup begini.
Makanya, kadang jadi males mau cerita ke orang lain, nanti dibilang nggak bersyukur teros wkwk. Lebih baik tanya ke yang tau ilmunya, sambil belajar sendiri dengan memperbanyak literasi.
Ntar kalau aku ceritaa... Dan jeng jeng.... hasilnya adalah podo ae wkwk. Yo yo'opo rek. Sekeras apapun, sedetail gimanapun kita menjelaskan sesuatu pada orang lain, mereka akan selalu punya penilaiannya sendiri; mereka hanya akan memahami apa yang mereka lihat; mereka juga hanya akan percaya dengan apa yang ingin mereka percayai. Yakann
Jadi ibu kayak nggak boleh capek, nggak boleh lemah, harus bisa semuanya. Nanti dibilang nggak bersyukur, lagi wkwk.
Mungkin ceritaku juga bisa jadi pelajaran. Bahwa ketika kita memutuskan untuk menikah, kita juga harus siap punya anak. Siap dalam artian harus mau belajar tentang perkembangan janin, hal2 di masa kehamilan, menjelang kelahiran, laktasi, mpasi, tumbuh kembang anak, dll. Aku merasa KURANG BANYAK belajar secara detail sebelum nikah, jadi syok. Karena realitanya nggak seperti yang dibayangkan.
Dan yang belajar nggak cuma perempuan aja, laki-laki juga banyak baca dan cari tau, biar paham gimana kondisi istri di masa kehamilan sampai pasca melahirkan; melaksanakan peran yang tidak hanya sebagai suami atau ayah, tapi juga support system untuk keluarganya.
Tapi alhamdulillah Allah Maha Adil, dikasih suami sabar, penyayang, humoris (bukan humoris sih, lebih tepatnya agak aneh aja dia wkwk) dan mau ikut andil sama kerjaan rumah & anak dari A-Z. Meski di awal jadi bapak kadang2 ada nggak peka nya, harus disentil dulu, hehe gapapa sih memang itu karakter dari laki2. Aku pun masih belajar. Sejauh dan selama ini timku tetap suami number one. Ekekek. Makasih banyak paksu. Sehat-sehat nggeh..
Cuma sekarang makin dewasa berusaha belajar untuk mengutarakan sesuatu, biar aku ga kebiasaan silent treatment ke orang lain hehe belajar berkomunikasi dengan orang lain, meskipun belum tau hasilnya gimana. Eh tapi, tetep slow, menjadi cuek di ranah yang tidak bisa kita kontrol merupakan sebuah keharusan :')
Namun, aku sadar ini merupakan peran besar yang mendulang banyak pahala untuk diri—seonggok daging yang amal-amalnya masih berantakan
Tidak semua harus dijawab dengan ego. Tidak semua harus diukur dengan takaran manusia. Terkadang kita hanya butuh satu, yaitu iman (yakin).
Iman : Meyakini Janji Allah.
Semoga yang hadir itu semata atas izin Allah, supaya kita bisa mendapat pelajaran darinya untuk diri kita sendiri. Dimana kita diajarkan untuk belajar sabar dan siapa tau itu adalah sebagian balasan karena dosa-dosa kita di masa lalu. Maka, berbaiksangkalah atas setiap takdir-Nya
Disaat aku merasa hidup ini berat dan penat, aku selalu memohon pada Ia untuk memberiku kekuatan. Sungguh, kita—manusia ini tidak memiliki daya dan upaya, kecuali atas kehendak-Nya
Nikmat Allah sungguh melimpah, namun manusia memang seringkali berkeluhkesah. Semoga kita tak lupa untuk meletakkan iman (keyakinan), bahwa segala sesuatu telah Allah takdirkan untuk kita sebagai anugerah; pelajaran; rasa gembira yang sepaket dengan rasa gundah
Bersyukur, ketika memiliki pasangan yang baik dan pengertian. Sampai terkadang aku balik ke masa-masa manis, asem, asin, pahit jaman masih gadis dulu. Doa spesifik ini memang sungguh bertemu dengan muaranya, maasyaaAllah alhamdulillah
Perlu lagi kuingat, bahwa tidak semuanya harus dipikir dengan akal pikiran—yang amat terbatas. Barangsiapa yang mengimani janji-janji Allah, semoga Allah limpahkan kesabaran dan ketenangan. Allah akan beri banyak pelajaran untuk kita, agar menjadi pribadi yang lebih baik
Bersungguh-sungguhlah dalam meminta, walau banyak derai air matanya. Terima kasih.. sudah mau berbesar hati melewati setiap perjalanan.
Berterima kasih..
Banyak-banyaklah berterimakasih pada orang lain yang banyak membantu kita, terutama saat di masa-masa sulit. Jangan pernah melupakan mereka yang banyak berbuat baik pada kita, minimal dengan cara mendoakan
Semoga Allah berikan kesehatan, ketenangan hati, rezeki dan umur yang berkah
Semoga Allah lembutkan hati kita untuk terus berbuat baik. Yaa karena seringnya manusia sudah merasa banyak beramal secara kuantitas, tapi lupa sesungguhnya yang diterima Allah, ialah kualitas dengan dua syarat; yaitu sesuai yang diajarkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, dan ikhlas karena Allah
Ketika manusia merencanakan sesuatu, tertunda karena ada satu dua hal tak terduga atau hal-hal lainnya. Namun kalau sudah jujur berniat baik, insyaaAllah akan ada jalannya.
Begitulah kehidupan, lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Setiap orang punya cara berjuangnya masing-masing. Biasanya tergantung latarbelakang setiap individu, karakter, juga lingkungannya.
Paling tidak ketika kita menemui kesenjangan-kesenjangan tersebut, kita bisa lebih memahami dan tidak menilai dari satu sisi saja. Banyak-banyak memberi udzur dan berempati dengan kondisi atau pilihan orang lain.
Semoga Allah memberikan kita hati yang luas; yang mudah lapang; yang mudah memaafkan; yang mau memahami orang lain; yang mau belajar melihat kesalahan diri; yang mudah berbaiksangka; yang melihat setiap masalah dari kacamata agama.
Dari situ aku berusaha untuk mengontrol diriku, berdoa sepanjang hari supaya Allah memberiku kekuatan, supaya Allah juga melembutkan hatiku.
Setiap hari di waktu tidur maupun ia terjaga, aku selalu mengajaknya berdzikir, mengaji, berbicara sembari mendoakannya, juga mendoakan diriku sendiri. Akupun tidak ingin anakku mendapat luka pengasuhan
Aku tidak menyalahkan orangtuaku, sebab, merekapun dulunya juga memiliki luka serupa. Dan merekapun tidak sadar melakukan itu pada anaknya
Aku harus menyadari, bahwa yang harus memutus rantai itu adalah diriku sendiri
Luka pengasuhan adalah luka yang paling kami takuti tertoreh pada diri anak-anak kami. Orang tua kami telah begitu luar biasa membesarkan dan mendidik kami, tapi kami ingin jadi orang tua yang lebih baik lagi.
Semoga aku kuat, semoga aku mampu, sebab, manusia memang lemah, segala kekuatan hanyalah milik Allah. Semoga bisa menjadi orang tua yang baik untuk anakku, bisa mendidik dan mengayomi, dan berbenah menjadi lebih baik.
Refleksi menuju 1,5 tahun mamak baru, aih haru sendiri aku mbacanee. Panjang juga cerita mamak baru ˘ᵕ˘
Bersambung dulu ya, low bat niccch
0 notes
Text
Hikmah Sepotong Es Lilin
Pagi tadi setibanya Ai di rumah, setelah menaruh barang bawaan dan menidurkan Ghazi, Ai buru-buru menawariku:
"Neng, mau es potong?"
"Mauuu, mana? Memang Ai bawa?"
"Nanti tunggu, bentar lagi Si Emangnya lewat gera."
Oooh Ai memang sudah niat mau beli toh,terdengarlah suara lonceng khas es lilin.
"Sini mau neng yang beli gak?"
"Gak usah sama Ai aja. Neng mau rasa apa?"
"Bebas, kalau ada alpukat."
Lalu Ai masuk rumah dengan 5 lenjar es lilin.
"Buat Ai bawa pulang nanti? Kok banyak banget? 2 potong juga cukup kali."
"Tadinya mau beli buat Ai sama Neng doang, tapi yang jualnya udah sepuh. Terus si Abahnya keliatan seneng pas Ai beli. Jadi gak apa-apalah berbagi kebahagiaan."
"Ya tapi kan gak sebanyak ini juga. Berapa coba ini? Buat beli es potong doang. Siapa yang mau habisin es sebanyak ini?"
"Kan es nya bisa dibagiin ke bocah-bocah yang lagi main tuh disana."
Karakter Ai yang satu ini gak pernah berubah (Alhamdulillah). Iya sih betul ini baik tapi kadang juga malah dimanfaatkan oleh oknum. Aku hendak protes. Tapiiii. Melihat aku yang hanya diam dan larut dengan pikiranku sendiri. Tetiba Ai bilang:
"Udah gak apa-apa. InsyaAllah rezeki gak akan kemana. Coba neng bayangin mungkin sebelum berangkat jualan si Abah nya berdoa, supaya hari ini es yang terjual lebih banyak."
"Mmm iya sih ya."
Melihat aku yang masih terlihat berpikir. Ai menambahkan:
"Neng, siapa tahu Neng lupa, Ai ingatkan lagi. Kalau uang yang kita punya saat ini belum tentu jadi rezeki kita. Dan kalau bukan rezeki kita pasti harus dikeluarkan bagaimanapun caranya. Mungkin bulan ini Ai kurang sedekahnya, makanya Allah takdirkan bertemu dengan peluang kebaikan. Itu aja yang harus kita pegang, jadi jangan dipikirkan, lurus aja, berbuah atau tidak, tolong saja, lakukan lalu lupakan. Kenyataannya benar atau tidak, itu urusan orang itu. Urusan kita cuma berbuat baik saja."
Ah, aku jadi malu. Iya ya, bertemunya Ai dengan Abah penjual es potong adalah takdir Allah. Kadar rezeki itu sudah ditetapkan. Dan aku yang dibuat belajar dari kejadian pagi ini juga atas kehendak dan izin-Nya. MasyaAllah....
"Ya udah neng potong-potong dulu ya buat bocil-bocil."
"Juug...."
Ai, terima kasih telah banyak memberikan contoh yang baik untuk aku teladani. Semoga Allah jaga Ai dan keluarga selalu ❤
Ai...... Hehehe (rahasia) :D
4 notes
·
View notes
Text
Ta’aruf Bukan Pacaran Syariah
Kalau kita berbicara mengenai kehidupan, rasanya belum ‘perfect’ kalau belum memiliki pasangan (walau sebenarnya gak selalu demikian), sebagai seorang Muslim yang walaupun beragamanya hanya karena warisan orangtua, sedikit banyak pasti mikirin soal pernikahan, apalagi jika memasuki umur 20-an keatas.
Namun, ternyata tidak semua muslim warisan mau bersusah-susah payah mempelajari agamanya. Hidup dalam masyarakat yang tidak diatur dengan aturan Islam menjadikan kita terbiasa dengan perkara-perkara haram, semisal pacaran, makan riba, toal toel antara perempuan dan laki-laki ajnabi, campur-baur tidak berkepentingan, dsj.
Nah pada persoalan mengenal pasangan, banyak muslim yang ternyata sangat-sangat awam dengan istilah ta’aruf kalaupun dia mengetahui maka yang dia ketahui adalah ta’aruf = menikah dengan dia.
Karena menganggap ta’aruf = menikah dengan dia, tidak sedikit orang yang ta’aruf terjebak dengan aktivitas pacaran. Kekeliruan generasi milenial ini adalah tidak mau berpusing-pusing ria dalam belajar, maunya instan, tidak suka dengan perkara komplex.
Padahal sehari-hari hidup kita harus selalu terikat dengan hukum syara, dalam perkara ta’arufpun demikian, ada kaidah yang harus diperhatikan pertama menyoal interaksi, interaksi dalam ta’aruf tidaklah sama dengan interaksi dengan orang pacaran, dalam ta’aruf interaksi hanya dilakukan jika perlu, jika tidak perlu maka menahan diri adalah lebih baik.
Wah kalau begitu gimana bisa kenalnya? sebelum melempar pertanyaan demikian, sebaiknya jangan memulai ta’aruf kalau kamu sendiri aja masih bingung dengan kepribadianmu, kalau kamu sendiri aja masih gak tau hidup ini untuk apa, darimana, dan akan kemana.
Kalau kamu sendiri saja hidup tidak memiliki visi-misi yang ada hanya membiarkan seperti air yang mengalir, kalau kamu sendiri saja masih tidak tau cara menyelesaikan masalah, kalau kamu sendiri saja masih kasar dengan orangtuamu, jangan terlalu banyak berhalusinasi mengenai kesiapan menikah, bisa jadi secara biologis kamu memang sudah siap menikah, tapi secara ilmu dan mental kamu belum siap.
Orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, tidak akan muncul pertanyaan sejenis ‘gimana cara kenalan dengan orang yang ingin kita nikahi kalau interaksi dibatasi dan harus pake perantara?’ kenapa? karena dia sudah tahu apa yang perlu dia tanyakan, apa yang perlu dia pastikan mengenai orang yang sedang ta’aruf dengan dia.
Sehingga romantisme berkenalan hanya akan dia lakukan jika sudah sah, jika akad sudah terucap, namun kalau anda hanya modal nekat dalam ta’aruf, jodoh itu bagian dari rezeki, Allah akan kasih kalau Allah mau entah anda siap atau tidak, namun jika rezeki berupa jodoh ini datang disaat anda tidak siap, maka bersiap-siaplah bukanlah sakinah yang akan anda dapatkan dari pernikahan anda melainkan masalah demi masalah.
Namun jika ta’aruf anda hanya berisi romanitsme berkenalan, ketahuilah jangan sekali-kali anda menyebut itu dengan ta’aruf karena anda sedang merusak syiar Islam.
Tidak ada dalam ajaran Islam berkenalan dengan intensitas komunikasi seperti orang pacaran karena akan terhalang dengan pengharaman khalwat, anda chat-chat berdua dengan pasangan ta’aruf anda dengan suasana romantis bisa terhitung khalwat walau itu hanya dengan chattingan.
Maka nasihat saya pada wanita-wanita diluar sana, pasangan ta’aruf anda belum tentu jodoh anda, maka taruhlah syariat diatas segala-galanya, agar tak kecewa anda jika tak bersama, agar tak ada luka yang perlu anda perban.
Laki-laki engkau ditakdirkan untuk memimpin, pantaskan diri anda untuk memimpin dengan ilmu mau anda bawa kemana pernikahan anda jika mengajak orang ta’aruf tapi anda sendiri tidak memiliki ilmu.
91 notes
·
View notes
Text
Hari ini memgajarkanku tentang sebuah kejadian yang terjadi di luar rencana. Tidak diduga, dan cukup menguras waktu. Akibat buruknya, beberapa list yang sudah direncanakan harus tanggal. Dan akibat baiknya, melalui hal itu, Allah memberitahukan kuasaNya yang begitu besar dalam menentukan hasil manusia. Dan ini lebih berharga dari segala rencana yang kubuat tadi malam.
Betapa manusia memang tempatnya khilaf. Seringkali lupa bahwa dirinya adalah mutlak milik Yang Maha Esa. Maka bukankah Dia yang Maha Mengetahui segala yang terbaik untuk ciptaanNya?
Ya hanya saja, kita tidak bisa langsung tau apa yang terbaik menurutNya. Itu sebabnya kita perlu usaha. Beramal dengan segala kiat-kiat yang membuat kita dekat padaNya. Sekalian berusaha, mending usaha yang baik kan?
Ada yang bertanya begini, "Yasudah gak usah capek-capek usaha ini itu, rebahan juga boleh dong, kan rezeki dah diatur. Kalau rezeki gak akan kemana."
Emang gak akan kemana-mana. Yang artinya juga gak akan berjalan sendiri kalau kamu tidak menjemputnya.
Jadi jemput dengan usaha yang baik. Raih dengan usaha maksimal. Tanpa melupakan bahwa hasil itu mutlak hak prerogatif Allah.
Dan aku mencoba kembali mengingat kenapa aku membuat list to do. Lalu aku sadar bahwa aku tidak benar-benar gagal dalam list to do yang tanggal ini. Melainkan aku telah Allah pertemukan dengan salah satu kunci kesuksesan. Tujuan yang kumanifestasikan pada kehidupan yang kekal, telah terinterpretasi dalam kegagalan yang menggambarkan keberhasilan, yakni sebuah jembatan untuk lebih mengenalNya.
Alhamdulillah.
Malam ini aku juga menulis rencana harian untuk esok. Ada beberapa kegiatan yang berbeda sebagai upaya penambahan wawasan. Semoga esok, Allah masih memberi kesempatan untuk bertaubat.
Sumenep, 3 Oktober 2020
1 note
·
View note
Text
"New normal"
Dulu, seorang kawan pernah berkata kepadaku.
"Kamu itu seperti bidak catur." singkat, aku diam, kemudian ia melanjutkan "Iya, kamu tau kan kalau main catur itu harus atur strategi, selangkah atau bahkan dua langkah dan beberapa langkah ke depan, ada kemungkinan-kemungkinan yang harus dipersiapkan, nah seperti itu pola pikirmu."
"Kok bisa gitu, emang iya?" tanyaku
"Iya, overthinking yang sering kau keluhkan itu tidak serta merta buruk kok. Kamu jadi penuh pertimbangan, visioner, dan strategis. Taktis. "
"Taktis? Licik maksudnya?!" tanyaku lagi
"Hahaha iya, sedikit. Tapi ya jangan dirubah, gitu aja, senyamanmu, kamu nyaman kan kalau apa-apa sudah terpikirkan dengan matang? Kamu nyaman merancang segala sesuatunya untuk setahun atau dua tahun kedepan, kamu terbiasa well prepared, bawa bekal, dan dengan kantong ajaib mu itu, kamu tak pernah membawa barang yang sedikit. Gakpapa.. Sebagian orang bakalan ada yang berkomentar kamu gak simple, tapi menurutku itu cara simple mu sendiri, in case sesuatu terjadi kamu gak perlu repot minjem atau cari barang sana-sini karena kamu udah bawa. Solutif. Visoner.. Dan sebagian lagi bakal ada yang berkomentar kalau mikirmu kejauhan, dia yang berkomentar itu pasti belum pernah mengarungi badai sekencang badaimu. Padahal kamu juga sudah pasti tahu, merancang segala sesuatunya dengan baik itu sudah sepaket dengan konsekuensinya, kecewa jika tidak terlaksana sesuai rencana. Its okay, and keep being you"
Aku diam. Kemudian bertanya-tanya bagaimana mungkin pemikiranku ia analogikan seperti strategi bermain catur, sedangkan aku sendiri tidak piawai bermain catur. Ish.
Ah sudahlah..
Pada kenyataanya aku memang kerap kali menemukan kenyamanan atas kesiap-siagaanku, buah atas overthinking dan persiapan serta 'kantong ajaib'ku.
Perempuan lain slingbagnya unyu-unyu, tasku? Selalu harus muat beberapa elemen barang yang mungkin 'gak wajar' untuk dibawa.
Ransel atau daypack menjadi pilihan terbaik untuk dibawa kemana saja. Terlihat tidak feminim? Biar saja.
Pada prakteknya aku nyaman dan tidak kepayahan, justru senang karena penuh persiapan, sesederhana ketika di dalam kereta ada penumpang lain yang tanganya tergores jendela, aku bisa menawarkan bantuan karena membawa kassa, perban, dan bethadine. Sesederhana ketika seminar atau menghadiri acara dapat jatah nasi box tapi cateringnya lupa ngasih sendok aku sudah bawa alat makan sendiri, dan masih banyak hal yang bisa aku syukuri.
Terkait pemikiranku yang telah diprediksi oleh kawanku akan berguna satu atau dua tahun lagi. Sekarang mulai terbaca.
Aku sering punya pemikiran liar tentang beberapa hal yg ketoke 'raumum' tp mending dibiasakan / ada baiknya dilakukan, beberapa diantaranya:
1. "Normalisasi jenguk bayi lahir tanpa sentuh-sentuh, towel-towel, apalagi gendong-gendong, please" (tau sendiri bahayanya gimana. Segemes-gemesnya ya nahan lah. Soalnya kalau aku sendiri tidak yakin tanganku bersih dan bebas virus. Jadi kalau ketemu bayi/batita/balita plis jangan asal cium-cium dan towel-towel apalagi gendong-gendong. Kalaupun mau pegang jangan area muka dan telapak tangan, lengan atau siku paling aman.) Itupun kalau sudah ada izin dari orang tuanya. Plis, hormati penjagaan orang tuanya.
Mulai aware tentang hal ini baru th 2017 akhir, sejak semakin sering kenal dengan ibu-ibu di komunitas dan justru suka kzl kalau liat kawan yang asal 'ngegemesin bayi'
2. "Normalisasi jajan bawa wadah sendiri, bawa alat makan sendiri"
Awal mulanya karena aku kesulitan mengendalikan sampah plastik di rumah. Lalu aku berpikir, ada berapa orang yang sepertiku "war wer" seenaknya, tidak tanggung jawab sama kotoran sendiri, iya, sampah yang dihasilkan diri sendiri itu sama kayak kotoran kita. Malu kan kalau dilihat orang? malu dong ya kalau dibuang sembarangan. Berangkat dari hal itu, aku mulai membiasakan diri untuk mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai.
Selain itu juga lebih higenis kan bawa wadah dan alat makan sendiri?
See, baru-baru ini, bagaimana dengan protokol new normal? Ehehe..
Ternyata nunggu corona dulu baru pada aware sama begituan. #berkahcorona
3. "Normalisasi nikah tanpa resepsi" (tim gak mau ribet pasti paham. Ehehe. Cukup akad, walimah. Yang datang ya orang-orang terdekat yang erat hubunganya saja. Dah kelar.. Tidak perlu 'embyeh-embyeh' dan hingar bingar.. pengenyaaa. Ditambah aku banyak mendengar keluhan teman-teman yg menggaung-gaungkan nikah mahal dan curhatan terkait bahwa dirinya cukup terbebani dengan persoalan biaya)
Tapi hal demikian, penyederhanaan itu, sering dibilang raumum. Karena adat dan budaya yang masih kental seremoni dibanding esensi.
E e eh. Maret April Mei beneran dong pemikiran liar tentang normalisasi itu mulai dilaksanakan oleh banyak orang, kebijakan bayi baru lahir yang tidak boleh dijeguk dan adanha penerapan jaga jarak, kawan-kawan yang mulai membawa alat makan dan sedotan sendiri, serta pelaksanaan pernikahan sederhana oleh kawan-kawan yang memang sudah diberikan rezeki untuk menikah.
Dan sepertinya akan terus berlangsung aturan "New Normal" termasuk soal pernikahan. Soal menyederhanakan jumlah tamu undangan, soal duduk ketika makan, dua hal itu merupakan point yang sering aku garis bawahi.
Lagi-lagi #berkahcorona
Memang ya tidak ada yang bisa menebak akan bagaimana kedepanya. Hehe
Tidak ada yang tau juga akan terjadi hal apa di depan. Aku juga tidak cenayang. Hehe
Tapi semua bisa dipersiapkan, dan tentu saja dibiasakan.
Lalu? Yaa karena ketidaktahuan itu, mari mengusahakan apapun yang terbaik yang bisa kita lakukan.
Tetap hidup, tetap semangat, jaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya.
Kalau bukan kita sendiri? Siapa lagi?!
Virus boleh pergi, kebiasaan baiknya jangan. Yuk teruskan!
Kulon Progo, 17 Juni 2020
Khusnasani
3 notes
·
View notes
Text
Mengatur Keuangan Ala Nisa
Disclaimer: Jangan berharap kalau kalian akan jadi lebih hemat setelah baca post ini, karena mengatur keuangan ala aku itu jauh dari kata hemat. Tapi tenang aja, insya Allah bermanfaat.
1. Menulis dan Menghitung Pengeluaran Tiap Bulan
Seperti yang tertulis di disclaimer, tujuan aku menulis dan menghitung pengeluaran tiap bulan bukan untuk bisa jadi hemat, cuman memang jadi lebih rasional saat menggunakan uang. Dengan melakukan ini, kita jadi tau pos-pos pengeluaran kita tiap bulan kemana aja. Kalau aku sendiri, 30% ke makanan dan minuman alias jajan, 30% ke personal care semacam skin care dll, 10% untuk transport, dan sisa 30% untuk hal lainnya. Tentu aja, jumlahnya gak akan sama setiap bulan. Bisa jadi pas bulan itu aku bepergian ke luar kota kolom transpor dan F&B jadi dua kali lipat lebih besar dari biasanya. Tapi ya gak apa-apa, dinikmatin aja. haha
Ada satu aplikasi di Play store, namanya Money Lover yang selalu aku pake buat nulis pengeluaran. Di sana kita juga bisa budgeting tiap bulan pengeluaran kita mau berapa maksimalnya, jadi kalau melebihi budget diingetin trus sama aplikasinya.
2. Membeli Barang Sesuai dengan Kemampuan - Hindari Riba / Kredit
Dari dulu aku sama sekali gak bermasalah dengan orang-orang yang beli tas harga jutaan atau beli gadget terbaru tiap bulan, asalkan mereka memang mampu untuk membelinya. Ini betul-betul pendapat pribadi ya, mungkin ada banyak yang gak setuju tapi membeli barang dengan cara kredit itu sangat merugikan bagi aku. Selain juga ini di anggap riba dan dilarang oleh agama, kamu juga jadi harus membayar berkali-kali lipat dari harga normal. Kenapa sih gak beli barang tuh sesuai kemampuan aja? kalau belum sanggup beli mobil secara cash ya beli motor aja, kalau belum sanggup beli motor baru kan bisa beli motor second aja, masih kerasa berat juga kalau beli cash? Sambil nabung ya naik tranportasi umum dulu. Apalagi yang namanya pinjaman online ya, it’s a bi no no. Kalau menurut teori ekonomi, sebetulnya meminjam itu boleh aja asalkan uangnya dipake buat hal produktif, misalkan KPR motor lalu motor nya dipake buat usaha, nah itu boleh, economically tapi ya. Kalau dari segi agama, meminjam boleh asalkan tidak ada bunga atau riba nya. KPR ada riba nya atau engga? pembahasannya panjang sih ini, tapi temen-temen pasti udah tau jawabannya.
3. Siapin Dana Darurat
Guys, dana darurat ini penting banget loh. Aku baru nyadar akhir-akhir ini. Kita bener-bener gak tau apa yang akan terjadi kemudian hari kan, bisa aja tiba-tiba HP rusak, rumah kebanjiran, trus kayak sekarang lagi ada pandemi corona. Kalau bener-bener gak ada darurat di situasi gitu bahaya banget sih, pada akhir nya pasti berakhir ke minjem. jadi jangan lupa siapin dana darurat ya. Jumlahnya sebisa kamu aja, bisa sebulan gaji mungkin?
4. Menabung dalam Bentuk Lain Selain Rupiah
Tau sendiri kan kalau rupiah itu gampang banget buat tergonjang-ganjing. Jadi biar gak ngerasa rugi banget kita bisa nyimpen uang kita dalam bentuk lain, emas atau mata uang asing kayak dollar. Aku pribadi gak nganggep ini sebagai investasi, cuman menjaga nilai uang aku aja biar meskipun di simpen nilai nya sama aja gak jadi turun.
5.Jangan Lupa Sedekah
Ini ditulis terakhir tapi bukan berarti gak penting ya. Penting banget nget nget, karena separuh dari harta kita adalah sedekah. Jadi harus banget buat sedekah tiap bulan. Sebagai ungkapan rasa syukur juga karena dikasih rezeki oleh Allah SWT, masih banyak orang yang gak seberuntung kita.
Aku emang bukan orang yang hemat, karena menurutku pertumbuhan ekonomi tuh penting. Kalau aku gak jajan, si amang cilok jadi gak ada pemasukan, padahal itu mungkin satu-satunya usaha dia untuk mencari nafkah. Tapi kita juga harus pinter ngatur keuangan, jangan sampai saking borosnya jadi nyusahin orang. Akhir bulan gaji abis, gak punya dana darurat. Guys, we are old enough to take care of our selves.
Mungkin di antara teman-teman ada yang investasi, kalau aku sendiri belum bisa buat inves karena beberpa hal. Salah satu alasannya karena aku ngehindari riba. Gak semua inves riba sih tau. Yaa pokoknya mau belajar lebih banyak dulu lah soal ini.
3 notes
·
View notes
Text
Solusi Overthinking
Karena saat ini aku sedang overthinking dengan masalah yang sebenarnya gak penting-penting amat, mari kita coba buat tulisan tentang solusi overthinking.
Jadi saat ini aku sedang bingung apakah aku harus menggunakan aplikasi todo list yang sudah aku bayar gara-gara bodohnya aku terjebak subscription otomatis, atau menggunakan buku planner yang baru aku beli. Kalau gak mau sayang, mungkin sebaiknya aku pakai dua-duanya. Tapi ya tentu itu akan jadi sangat tidak efiesien.
Kurasa solusi dari overthinking atas dua pilihan itu adalah dengan mencoba saja keduanya. Iya, kurasa kita bisa membagi keputusan antara yang esensial dan yang tidak esensial. Hal yang esensial seperti memilih pekerjaan atau membeli barang yang cukup mahal adalah hal yang wajar untuk dioverthinkingkan. Tapi ada hal sederhana yang tidak perlu dioverthinkingkan seperti memilih baju, atau mau jalan-jalan ke mana di hari minggu. Karena kamu bisa memilih satu pilihan dan pilihan lainnya di waktu lain.
Itu di kasusku ini, ya sebenarnya aku tinggal coba menggunakan planner digital dan planner fisik secara bergantian dan lihat mana yang lebih berkerja. Agak aneh juga memang kenapa bisa aku bisa overthinking dengan masalah sederhana ini. Kurasa ini mungkin dikarena aku yang gak mau rugi, deh. Iya, karena pada akhirnya, aku hanya bisa menggunakan salah satu planner dan aku harus meninggalkan yang satunya. Yang berarti ada pembelian yang sia-sia yang aku lakukan. Mungkin aku sulit menerima itu, karena 'sayang'.
Tapi kurasa aku pernah istilah tentang ini. Kurasa namanya adalah sunk cost (semoga aku tidak salah). Ya, sunk cost ini seingatku adalah harga yang harus kita bayar atas pilihan yang kita ambil. Kita gak bisa 100% selalu gak rugi. Contohnya adalah ketika kuliah, mungkin akan ada banyak materi kuliah yang gak akan pernah kita pakai di dunia kerja, atau membeli makanan yang ternyata rasanya gak enak. Di situasi itu kita harus menerima kalau ada hal yang kita "bayar", kalau gak semua ilmu akan bisa kita aplikasikan, kalau akan makanan yang kita beli yang gak kita makan, kalau gak semua rasa harus disampaikan. Kalau kita tidak menerimanya justru mungkin kita yang malah akan rugi sendiri, memaksakan diri dengan situasi yang gak enak karena 'sayang'.
Dan... tulisan ini malah kemana-mana.
Intinya aku harus siap meralakan hal yang sudah aku beli meskipun itu jatuhnya seperti rugi. Karena di dunia yang diisi dengan limpahan rezeki ini, rasanya tidak worth untuk selalu khawatir atas hanya sekedar kehilangan uang yang tidak seberapa, yang sebenarnya tidak bisa kembali lagi juga.
Kurasa yang lebih harus kamu khawatirkan adalah bagaimana menggunakan waktumu yang sering kamu sia-siakan itu.
P.S. Hmm... ya, seperti biasa isi melenceng dari judul.
0 notes
Text
Selingan pagi
Lagi lagi selalu ingin mengeluarkan semua pikiran yang ada di kepala. Pas lagi ga ada kerjaan di kantor, kerjanya cuma bolak balik buka tab chrome, liat inbox gmail yahoo padahal yang masuk spam semua. Liatin status wa ga ada yang menarik. Hiya ujung ujungnya bengong lagi kan. Pengen liat isu yang lagi rame di twitter tapi entah kenapa lola buka di hp, ngeloading terus, kan jadinya males.
Akhirnya memikirkan suatu bahasan yang rasanya tak kunjung habis. Terpikirkan ceramah seorang ustadz kemarin tentang rumah tangga adalah miniatur negara. Se wow itukah? Pasti dibilang terlalu idealis kalau aku ngomong gitu. Ketika dihadapkan pada pertanyaan kriteria yang diinginkan mungkin memang itu yang akan aku jawab. Satu visi satu tujuan? Bagaimana mau mengarungi lautan dengan tenang jika di dalam bahteranya sendiri terasa tidak nyaman? Bukankah ombak disana akan lebih keras dan dahsyat?
Aku selalu beranggapan bahwa rumah tangga itu bukan sesuatu hal yang mudah dan bisa dilakukan tanpa persiapan apa apa. Suka gemes sendiri sama kenalan atau bahkan sahabat dekat yang keliatannya sudah sangat ngebet tapi ketika ditanya bagaimana persiapannya, sudah siap ini itu dan sebagainya, dia cuma menggeleng sambil nyengir mesem. Entahlah apa motivasinya. Aku ga bisa menyalahkan siapa pun karena setiap orang punya kondisi yang berbeda beda. Siapa tahu dia memang sudah lebih siap? Dia yang Maha menghendaki semua kejadian tentu lebih tahu.
Tapi aku juga gemas sama mereka yang terlalu banyak alasan untuk menundanya. Terlalu overthingking itu tidak bagus (halah seperti kau tidak saja). Dia bilang belum persiapan mental, finansial, belum mendapatkan apa yang dia mau, dan sebagainya list panjang sepanjang kiaracondong hingga lempuyangan 😥
Padahal rezeki sudah ada yang mengatur. Rezeki itu bukan sekedar materi saja. Hati yang cukup, merasa tenang, mental yang kuat, lingkungan yang nyaman, itu semua rezeki yang tidak akan bisa kita hitung saking banyaknya.
Satu lagi hal yang terpikirkan suatu saat ketika sedang di motor (heu pikiran ini terlalu loncat loncat aku sampe pusing sendiri 😂). Ketika seseorang menikah, pesan atau ucapan paling klasik yang ditujukan kepada pengantin baru adalah
"Selamat Menempuh hidup baru"
Kenapa hidup baru sih? Memangnya dia terlahir kembali? Reinkarnasi?
Ternyata memang rumah tangga itu bisa merubah seseorang 360 derajat. Seorang lelaki yang galak dan menyeramkan 10 tahun kemudian dia bisa melunak berkat istrinya yang lemah lembut. Seorang perempuan tomboy bisa berubah jadi perempuan anggun nan alim karena suaminya menghendaki seperti itu dan lain sebagainya.
Kaya bayi lagi mungkin ya menjalani hidup baru, yang selama ini dia di dalam rahim sekarang hidup di dunia. Meraba raba, belajar duduk, belajar berjalan meski harus terjatuh dan terjatuh lagi (hiya malah nyanyi). Belajar mengeluarkan suara, memahami respon orang lain, meniru orang lain. Semuanya tidak ada yang salah karena itu semua adalah proses belajar.
Mungkin rumah tangga bisa diibaratkan seperti itu? Sayangnya tidak ada tempat belajar karena harus prak saat itu juga. Dan dalam kondisi kita sudah dewasa sehingga dituntut benar, jika ada yang salah akan diomongkan atau bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Ah terkadang sungguh jahat masyarakat yang seringkali tidak tahu menahu tapi sudah men judge duluan.
Nah balik lagi ke awal, tentang miniatur negara. Memang benar jika diibaratkan seperti itu. Di dalamnya ada pemimpin, ada rakyat, ada aturan, ada ideologi, ada tujuan. Jangan sampai semua itu mengalir aja seperti air mengalir. Mau dibawa kemana? Ikutin aja orang orang terdahulu yang sudah ada? Kan gak gitu. Masa setengah din ini mau diombang ambing ga jelas.
Kalau kata seorang suhu,
"Ini itu bukan main main!"
1 note
·
View note
Text
Pagi ini seperti biasa saya booking grab ke kantor yang jaraknya sekitar 6-7 km dari tempat saya tinggal.
Dan saya liat layar grab, ternyata yang pick up adalah seorang chinesse malaysia. Tapi apa yang membuat berbeda adalah, awalan namanya dimulai dengan kata ahmad. Seketika saya berpikir, ini kemungkinan chinesse malaysia muslim nih, yang kalau di Indo, jarang sekali nemu (mungkin saya mainnya kurang jauh, haha).
Beberapa saat kemudian, tibalah pak cik ini.
Awalnya saya ragu untuk memulai pembicaraan, tapi ketika setelan musiknya adalah nasyid, saya beranikan diri untuk bertanya saja. Dan seingat saya waktu saya masuk ke mobil dia juga mengucapkan assalamualaikum.
Pertanyaan tentang religion seseorang itu sangat sensitive, jadi saya berpikir berulang kali untuk bertanya. Tapi karena penasaran, saya tanya aja, haha.
"Dari kecik dah muslim ke atau baru je?", sangat straighforward. Ini karena saya liat orang nya ramah, jadi we nanya kayak gitu.
"Baru je, baru 6 tahun", dia reply.
(auto bahasa indonesia)
Oh udah 6 tahun, Alhamdulillah.
Gimana ceritanya bisa convert to muslim?
Lalu dia jelaskan bahwa, dia masuk islam karena menikah dengan orang indonesia yang kerja di malaysia, asal istrinya adalah jawa tengah. Ketemunya dulu ketika masih sama2 kerja di sebuah pabrik, alias cinlok.
Dulu katanya dia banyak bisnis, dan bisnisnya kayak supermarket gitu. Nah kebayankan yang dijual dan untungnya paling besar adalah bir.
Trus ketika dia menikah, dan sudah tahu halal haram, semua bisnisnya colaps, dan tutup. Sehingga sekarang dia full time menjadi driver grab.
Saya berpikir, memang gitu kali ya rahasia Allah, umat muslim ini kedunia memang dengan beberapa ketentuan yang harus dihindari, khususnya perkara halal haram. Dan ternyata, ketika beliau dulu belum menjadi muslim, rezekinya mengalir sangat deras, tapi gak berkah, sekarang ketika sudah menjadi muslim, Allah bersihkan hartanya, walaupun menjadi sedikit, tapi keberkahannya banyak.
Katanya tahun ini adalah tahun paling sempurna baginya untuk berpuasa. Batinnya sangat tenang, dan puasa bulan Ramadhan kemaren full dijalankan dengan istri. Dimana katanya, tahun2 sebelumnya, sabtu minggu puasa diliburkan dikeluarganya, dan mereka makan2 keluar. Haha, dalam hati, kocak juga nih. Kepala keluarga menentukan kemana keluarganya dibawa. Dan sebagai mualaf mungkin memang belum sempurna semangatnya untuk benar2 patuh pada ajarannya.
Tapi Alhamdulillah, dengan intonasinya yang dalam, dia bisa merasakan ramadhan kali ini lebih baik, lebih tenang hatinya, dan walaupun penghasilan dari grab saja karena istrinya tidak bekerja, gelak sumbringah tetap terpancar di raut mukanya. Ah, dalam hati, kalah banget saya yang apa2 Allah seolah2 mudahkan, tapi semangat untuk menambah2 ilmu agama dan pemahamannya masih sangat kurang.
Mobil grab terus melaju, saya masih bertanya lagi, apakah ada penolakan dari keluarganya. Dan beliau menjawab Alhamdulillah keluarganya menerima saja, dan sampai sekarang masih tetap seperti biasa.
Dalam hati saya, karena sering juga melihat kisah orang yang ketika masuk islam, jadi mualaf, tidak diterima lagi dikeluarganya, bahkan dimusuhi.
Seorang mualaf yang bisa jadi alasannya masuk Islam dulu adalah karena beristrikan seorang muslim, tapi ketika Allah tentukan cara mereka berhidayah dengan cara itu, maka lama kelamaan, cahaya itu akan masuk dan bisa jadi kedudukan mereka di mata Allah lebih baik. Karena mereka memulai dari nol lagi ketika mereka menjadi mualaf. Sementara kita, dosa2 kita terus dihitung semenjak akhir baligh, so, sudah banyak banget kan?
Semoga Allah mudahkan rezeki pakcik ahmad, Allah istiqomahkan hingga jannah. Dan berbahagia selalu.
Haru pagi ini dipersembahkan oleh kisah ini.
Wallahualam.
1 note
·
View note
Text
Jurnal #36
Kegedean Gengsi
Untuk mencapai apa-apa yang kamu inginkan saja, kamu enggan mengusahakan lebih. Dengan dalih "kalau rezeki gak kemana". Padahal akan hasil akan selalu diikuti dengan usaha. Memang, sesuatu yang sudah menjadi rezeki kita, tidak akan ke mana. Tapi segala usaha kita juga akan menjadi pembeda akan cepat atau lambatnya ia datang, kualitasnya, rasanya, juga maknanya. Jangan-jangan hanya gengsi kita yang terlalu besar, yang menahan diri ini berjuang lebih. Jika memang mau, ya perjuangkan. Jika sudah tahu bagaimana alurnya, ya dijalani aja.
Atau mungkin ada pikiran "ah, aku mah gak bisa...", "seandainya dulu aku begini dan begitu, pasti aku gak harus kayak gini...", "udahlah, udah gagal ini mah, gak bisa lagi...". Kalo ada kata-kata begitu, mungkin kamu gengsi untuk berjuang lebih. Mungkin kamu gengsi untuk mengakui bahwa kamu belum bisa mencapai itu. Mungkin kamu kegedean gengsi.
1 note
·
View note