#dibalik jendela
Explore tagged Tumblr posts
Text
Selasa Bercerita
Hujan mengguyur kota kecil ini, seharusnya aku menyeduh secangkir kopi, duduk di teras rumah dan menulis puisi rindu dan cinta.
Tapi yang ditawarkan kenyataan adalah, hanya ubi gorong gosong sebab lambung sudah tidak bersahabat dengan kopi, duduk dibalik jendela sebab teras rumah kena tempias, menulis utas sebab penyair butuh pengalaman sedang aku tak memiliki rindu dan cinta.
—@nonaabuabu
59 notes
·
View notes
Text
Tidak ada new york hari ini
Tidak ada new york kemarin
Aku sendiri dan tidak berada di sini
Semua orang adalah orang lain
Bahasa ibu adalah kamar tidurku
Kupeluk tubuh sendiri
Dan cinta, kau tak ingin aku
Mematikan mata lampu
Jendela terbuka
dan masa lampau memasukiku sebagai angin
Meriang.. Meriang.. Aku meriang
Kau yang panas di kening
Kau yang dingin di kenang
Hari ini tidak pernah ada
Kemarin tidak nyata
Aku sendiri dan tidak menulis puisi ini
Semua kata tubuh mati semata
Puisi adalah museum lengang
Masa remaja dan negeri jauh
Jatuh dan patah
Foto-foto hitam putih
Aroma kemeja ayah dan senyum perempuan,
yang tidak membiarkanku merindukan senyum lain
Tidak ada pengunjung.. Tidak ada pengunjung..
Dibalik jendela, langit sedang mendung
Tidak ada puisi hari ini
Tidak ada puisi kemarin
Aku menghapus seluruh kata sebelum sempat menuliskannya
4 notes
·
View notes
Text
terima kasih
#draft
senja ditutup dengan gerimis dingin, selaras mengikut prakiraan tentang ketidakstabilan iklim pada kuartal dua tahun ini. siluet pohon-pohon baja makin terlihat mengabu, beserta dengannya gemerlap hingar-bingar videotron kian nampak beradu satu sama lain.
sistem pembuluh sistemik kurasa adalah pengibaratan yang layak bagi tol dalam kota malam ini; kepadatan lalu lintas kearah kota-kota satelit tengah berisikan jiwa-jiwa yang lelah dan suntuk, sangat mual dengan karbondioksida hedonisme dan polusi kepentingan golongan yang lengket mencipta kantuk.
dibalik jendela mobil yang berembun, matanya lihai menatap pendar ibukota secara dalam. suasana yang kian syahdu setelah lagu-lagu chrisye diputar menemani sisa perjalanan, cukup untuk memutar selaksa kenangan baginya.
mobil timor keluaran 1999 itu melesat, membelah jalan protokol nasional sembari mencipta deru-deru sekelebat. dibawanya pria kecil yang baru saja menenun kepatah-hatian dari seseorang yang disukanya, harap-harap baginya hal itu akan nampak lebih dari sekedar sela diksi tak berjiwa dengan nama:
"Kapan Ku Harus Berterimakasih?"
#
Angkasa begitu lihai meredup # Pada makhluk yang tak sepenuhnya hidup
Deras batin bergejolak # Untuk apa dirimu mengelak?
Ujarku disergap jerit hati # Intuisimu melengking, menebas mati
Siang-siang yang kian usang # Melepas sauh menghadap pasang
Bersiap kembali pada semula # Tiada kasih membelah cakrawala
Batin ini regas # nyatanya, tercerabut pada alasan yang sama sekali tak berlandas
Resah # tak terbilang tiap singgah. Ku hampir menyerah
Hilang arah # Berlarut-larut menjelma gelisah
dibinanya arwah-arwah bisu 'tuk menghadap pada palung berwajah firdaus;
sebuah realita penuh kegelapan yang berideologikan pemaknaan surgawi dibalik perang nafsu yang kian teruk.
dalam sudut pandang penonton, palung firdaus ialah manifestasi yang logis atas hipokritisme rasa insan. mengalir seakan hal itu adalah solusi paling simetris dalam membunuh perasaan.
dan kau, adalah sekian dari penuntun yang menggiringku pada jurang itu. kau lihai memilih alur, seakan kau tengah membawa bom waktu yang sewaktu-waktu meledak. kau menghindar seiring perjalanan, memilih tuli disamping ragaku yang terus-terusan kelimpungan mencari makna akhir kita.
hingga tepi jurang, kita saling tatap. kulihat manik mata indah yang dulu sangat kudambakan. kulihat lesung di pipimu, yang dulu menjadi alasanku untuk tetap bersemangat menjalani hari sebagai seorang teman. kulihat hidungmu yang memerah, yang menjadi bahan bagiku untuk selalu menjahilimu kala kita semeja.
entah kapan kali terakhir kudengar suara mungil itu, yang dengannya jantungku berdegup begitu indah.
dan ya, hingga akhir, tak ada satupun dialog terujar diantara kita. kita berakhir menjadi makhluk yang tak sepenuhnya hidup. batin kita bergolak pada raga masing-masing, bertanya, berputar dalam logika semrawut yang kita ciptakan sendiri.
kau tinggalkan jasad ini, disaat penuntun lain mendorong jiwa yang dibawanya. kau sisakan diriku seorang untuk lantas memilih pilihannya sendiri, entah mengikuti mu kembali, atau jatuh lantas menjadi jiwa yang baru.
namun kala itu, satu hal yang begitu janggal terlintas, suatu hal yang selalu kuucapkan pada setiap yang kutemui, begitu rumit untuk kukatakan.
aku membusuk kebingungan, terus berdiri dimulut jurang. termenung atas kapan waktu yang tepat untukku mengucap terima kasih.
hingga kau sirna, dan aku terjatuh.
###
#sajak#sajak puisi#sajak cinta#patah hati#heartbreak#love#poetry#seriously though#puisi#long reads#writing
8 notes
·
View notes
Text
random, teringat bagaimana bapak duduk memakai sarung sambil mengajak cucu laki-lakinya, mengintip takbir keliling dibalik jendela tempat sholat dirumah bagian depan. duduk lesehan, hampir mirip seperti tersungkur tak punya tenaga, tapi raut wajahnya bahagia. wajah yg tidak bisa dilihat lagi kemudian.
entah meriah atau tidak, entah banyak tidaknya orang2 yg mengingat bapak, pada akhirnya tetap sama. nyatanya senyum bapak tidak kembali ada, dan wajah bapak yang dingin hari itu telah menjadi tanda tegas, sekejam itu waktu tidak bisa diulang. ia hilang.
bapak jarang meminta banyak hal besar, karenanya ketika bapak meminta suatu hal sudah seperti wajib bagiku menjalankannya, namun tidak ku duga permintaan bapak untukku pergi melanjutkan pendidikan adalah permintaan besar terakhirnya. aku sudah ingin menikmati masa masa bersama bapak di hari tua, pekerjaan atau validasi orang2 bukan hal besar bagiku, tapi kemudian kini justru aku sedikit menyesal, kenapa aku memenuhi permintaan itu dan kehilangan masa-masa terakhir untuk berpamitan.
sampai akhir, waktu bersama bapak tidak ku dapatkan.
bahasa cinta waktu berkualitas ku dibantai, kini sepertinya bahasa cinta satu itu tak akan lagi ada dalam pikiran dan hatiku. tidak berguna. ia sudah hilang, pergi, bersama hilangnya cintaku bersama bapak.
3 notes
·
View notes
Text
MALAM ITU, DAN MALAM INI (TENTANG AYAH)
Oleh: Arfat Ardi Setiawan
Dahulu, suatu malam saat aku masih kecil, tangan mungilku memeluk erat ayahku dari belakang, Kami mengitari kota dengan motor Supranya, lampu jalan yang redup, jalanan yang masih basah setelah diguyur gerimis, kendaraan yang lalu lalang, sebuah rekaman sudut kota kecilku yang masih melekat di dalam benak.
Potongan kenangan itu hadir kembali dalam bentuk siluet yang lewat satu persatu. Malam itu aku sering memerhatikan dengan penuh takjub lelaki-lelaki lusuh di pinggiran jalan; pejaja koran yang mendekap semua lembaran itu ke dadanya, pemilik toko kelontong yang menatap stoples jajan yang masih penuh, tukang parkir yang bising dengan peluitnya, pedagang sate yang membolak balik arang padahal tidak ada pembeli, pengumpul rongsok yang sampai membungkuk menarik gerobak reyotnya.
Malam itu sesekali aku bertanya, apa yang mereka lakukan? Mengapa harus sampai selarut ini? Apa mereka tidak lelah? Apa mereka tidak ngantuk?.
Seiring bergulirnya waktu sekarang aku sepenuhnya mengerti. Ternyata di balik peluh pejaja koran itu ada beras yang habis, di balik tatapan kosong pemilik toko kelontong itu ada tagihan sekolah anak-anak yang belum terbayarkan, di balik nyaringnya peluit tukang parkir itu ada istri yang sebentar lagi melahirkan, di balik goretan arang pedagang sate itu ada sewa kontrakan yang harus segera disetorkan, dibalik tumpukan rongsok itu ada harapan untuk kehidupan lebih baik bagi anak dan istrinya. Semua kemungkinan itu aku gambar sendiri dalam benak setelah statusku berubah menjadi seorang ayah.
Malam itu aku mengira mereka yang tengah termenung di pinggir jalan, atau sekedar mengasingkan diri di bangku taman, menatap langit sambil sesekali mengusap muka, aku kira mereka tengah menikmati malam, terpesona dengan kerlip bintang dan rembulan. Namun ternyata mereka tengah berdebat dengan pikiran, berdiskusi dengan jiwa yang begitu lelah, tentang satu perkara, yang menjadi alasan semua perjuanganya, ‘bagaimana cara mencukupi kebutuhan anak dan istri serta membahagiakan mereka’, sebuah alasan yang sederhana, namun telah membatu dari masa ke masa.
Memang ayah tidak seperti ibu yang menunggumu di hari-hari pertamamu sekolah, mengintip dari sudut jendela memastikanmu tak menangis di dalam, namun ia yang berkelahi dengan dunia agar sekolahmu tak terputus di tengah jalan. Memang ayah tidak seperti ibu yang meninabobokanmu di waktu malam, namun ia yang selalu menanyakanmu dari jauh dan mendekap kerinduan itu dalam-dalam. Memang ayah tidak seperti ibu yang mengajarkanmu tentang lemah lembut dan kasih sayang, namun ia yang memberimu contoh tentang kerja keras dan tanggung jawab.
Pernah tidak kau meminta sesuatu kepada ayahmu, mungkin sepeda baru seperti milik kawanmu, atau tas baru dengan gambar karakter favoritmu, atau mungkin hanya sekedar mainan baru yang sedang ngetren zaman itu, lalu ayahmu hanya berkata “In sya Allah Nak, doa dulu ya biar dikasih sama Allah”, pernahkah? Ketahuilah saat itu jawaban yang tak kau tau adalah ia tengah tak memiliki uang yang cukup untuk permintaanmu, atau sedang ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk didahulukan. Karena ayahmu, selama ia mampu untuk mengukir senyum di bibir mungilmu, atau mampu untuk menghilangkan sedih dari hati polosmu, ia akan pergi membelikanmu mainan yang kau minta walau harus dengan berjalan tanpa alas kaki. Bagaimana dengan keinginannya sendiri? Hah, telah lama ia telan semua itu bulat-bulat. Mengubur lalu melupakannya.
Tahukah kau, saat ayahmu mampu mengabulkan permintaanmu, atau saat menenteng sebuah kejutan kecil untukmu, selama perjalanan pulang, yang ada dalam hati dan pikirannya hanya lukisan senyum dan kebahagiaanmu, percayalah. Letih, peluh, luka, semua terabaikan hanya dengan bayangan senyum dari keceriaanmu.
Kalau ibu diibaratkan seperti rumah yang memberikan kehangatan dan kenyamanan, maka ayah merupakan pondasinya yang menopang semua beban rumah itu. kalau ibu diibaratkan sinar lentera yang menerangi, maka ayah adalah batang lilin yang rela meleleh untuk menjaga lentera itu tetap bercahaya. Kalau ibu diibaratkan bahtera yang melindungi kita dari terjangan ombak, maka ayah adalah angin yang senantiasa berhembus agar bahtera itu dapat berlayar.
Sayangnya, semua berbicara tentang kasih sayang ibu, namun sedikit yang merenungi perjuangan seorang ayah. Angin yang tak tampak namun selalu ada, gula yang larut namun selalu terasa, itulah ayah. Kadang ia tak pandai mengungkapkan kasih sayangnya melalui untaian kata atau bahasa kelembutan, namun dirimu sepanjang hidupnya akan menjadi alasan baginya untuk tetap kuat dan bertahan.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
جَاءَ رَجُلٌ إلى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، فَقالَ: مَن أَحَقُّ النَّاسِ بحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قالَ: أُمُّكَ قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: ثُمَّ أُمُّكَ قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: ثُمَّ أُمُّكَ قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: ثُمَّ أَبُوكَ.
"Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Beliau menjawab, 'Ibumu.' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi,' Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Kemudian ayahmu.'" (HR. Imam Bukhari No. 5971, dan Imam Muslim No. 2548).
Dalam hadits di atas walaupun seorang ibu di sebutkan tiga kali, namun ada ayah di situ, ia disebutkan terakhir bukan berarti tak ada atau terabaikan. Maka kewajiban untuk berbakti dan menyayangi berlaku juga untuknya.
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا، وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’”. (Qs. Al-Isra: 23-24).
Malam ini, melalui tulisan sederhana ini, sebuah pesan singkat untuk semua anak “Ayahmu, masih menyayangimu seperti dulu, dengan kasih sayang yang tak pernah luntur, dan masih menjadi salah satu pintu surga bagimu”, dan teruntuk semua ayah “Kalian hebat, perjuanganmu semoga menjadi ladang pahala bagimu, jazakumullah khoiron, semoga Allah ﷻ membalas kalian dengan seindah-indah balasan di dunia dan akhirat”.
Makkah, 15 November 2023
6 notes
·
View notes
Text
asal dia tahu ya yaaRabb…
aku selalu menunggunya di balik pintu. sambil mendoakan keselamatannya, kebahagiaannya, kesuksesannya, di jalan yang lurus dan penuh dengan berkah dan ridhaMu. aku sangat memahi sekali saat ini dirinya sendiri lah yang menjadi musuh terbesar. egonya, nafsu, dan hal hal duniawi.
asal dia tahu selelah apapun diriku menunggunya di balik pintu ini. keinginanku ialah tetap sama yaitu menunggu kedatangannya.
asal dia tahu berkali kali aku ingin menyerah dan ingin berbalik atau bahkan keluar dari pintu ini, doaku selalu dan tetap indah untuknya.
asal dia tahu betapa inginnya diriku dirinyalah yang aku harapkan untuk pulang dan mengetuk pintu ini. pulang memelukku, mengecup keningku lalu mengatakan, “aku selamat, terimakasih doanya selama ini. sekarang kamu tidak sendiri lagi. mari mulai berdoa bersama sama. diriku, dirimu, dan Tuhan kita”. kemudian dengan rasa syukur terbaik, dalam hatiku terdalam aku berterimakasih kepadaMu bahwa doaku tepat sasaran persis seperti apa yang aku munajatkan kepada Rabbku. terimakasih telah menyelamatkannya. terimakasih telah menyatukan kita Allah Rabbul’alamin. akhirnya setelah sekian lama aku berdoa untuk meminta hati, engkau berikan aku ia yang Engkau letakan indah dalam hati dan doaku. dengan jalan yang indah dan penuh dengan berkah, rahmah, dan ridhaMu. lalu kemudian doaku berubah kuminta dunia dan akhirat terbaik untuk kita berdua.
yaaruhhhii.. aku masih di balik pintu menunggu kedatanganmu, tidak duduk apalagi berbalik arah. aku masih tegap berdiri dengan kokoh karena Allah yang menopang tubuhku. aku selalu menunggumu pulang kemana doa itu mengarah. kemana hati itu menuju. aku tahu. aku juga merasakannya. sayang sekali Allah tidak menaruh jendela pada rumah ini, jadi aku tak bisa mengintip langkahmu masih jauh ataukah sudah dekat. dengan yakin aku pastikan pintu ini hanya untukmu karena hanya dirimulah yang tahu dimana tempat indah ini berada. pasti sangat sulit dan menyakitkan di luar sana. maafkan aku, demi Tuhanku ragaku belum bisa menemanimu, membersamaimu. tapi jangan khawatir doaku selalu membersamaimu, meniti jalanmu untuk menemuiNya dan menuju kepadaku. aku memintakan cinta yang agung, keberkahan yang mudah, dan kesabaran yang tiada batasnya kepada Rabbul’alamin. semoga semuanya sampai dengan baik dan tepat kepadamu.
selama Allah masih menempatkanmu di hatiku, selama itu aku masih disini dan tetap akan selalu dibalik pintu ini. aku menunggumu yaaruhhii. Allah bersamamu. fiiammanillah.
3 notes
·
View notes
Text
Mulai Kini, Aku Cukupkan Segala Doa Tentangmu
"Kamu tau ekspetasi orang-orang terhadap perempuan bercadar ?" Tanyanya dikala kereta sedang melaju dengan kecepatan standart. Aku yang dibalik jendela kaca kereta api, hanya mampu terdiam lalu menjawab
" tidak tau, emang orang-orang mengekspetasikan apa ?" Tanyaku dengan pandangan kosong.
" perempuan bercadar itu valuenya tinggi banget. Harus dijaga, dilindungi. Aku takut kamu bertemu dengan seseorang yang salah dan memanfaatkan keluguanmu. Bukan berarti aku seseorang yang baik yaa .. Tapi karna aku tau bahwa kehidupan di luar sana memang tidak sebaik apa yang kamu fikirkan". Terangnya kepadaku dengan tatapan yang sulit diartikan.
Aku mencoba mencerna setiap kata yang dia jabarkan. Dan, yaa.. Fikiranku terfokus pada kalimat "aku takut kamu bertemu dengan seseorang yang salah". Ku coba mencerna, mentela'ah apa maksud dari kalimat yang baru saja ia lontarkan dihadapanku itu.
"Apakah ini sebuah kalimat perpisahan ?" Aku masih terdiam, sedangkan batinku bertanya kepada langit malam beserta pancaran lampu-lampu yang menerangi dari kejauhan.
" sudah ku katakan jika aku tidak meragukanmu. Namun, ada hal yang di dalam diriku seperti sesuatu yang belum selesai. Tapi aku nggak tau itu apa " terangnya kepadaku.
Lagi-lagi, aku masih terdiam. Mencoba mencerna satu persatu kalimat yang ia katakan padaku.
Aku menghela nafas panjang ..
" Tuhan, jika memang ini adalah titik dari sebuah pengabulan doa yang aku yakini jika di dalamnya pasti yang terbaik, maka fahamkan aku, luaskan sabarku, ikhlaskan diriku untuk menerima apapun yang telah Engkau tetapkan kepadaku. Mulai detik ini, aku tidak ingin mendikte tentang sebuah nama kepadaMu, akupun juga sudah tidak ingin menargetkan harus dengan sosok yang seperti apa aku harus bersama. Namun, sekarang telah ku pasrahkan segalanya kepadaMu. Tentang rasa, tentang sebuah doa, dan tentang keyakinan ini. Jika Engkau pasti akan menghadirkan dia sesuai dengan kadar yang aku butuhkan bukan yang aku inginkan. Karna banyaknya luka yang ada pada diriku, jadi ku mohon kepadamu ya rabb.. Untuk menghadirkannya tanpa ekspetasi yang tinggi terhadapku. Karna aku takut, jika itu akan menyakitinya karna banyaknya kekuranganku".
"Mulai saat ini, aku lepaskan engkau bersama doa-doa yang pernah ku langitkan. Biarlah ia mengudara bersama semesta. Aku cukupkan doaku tentangmu, dan mempersilahkan doa-doa lain untuk menyebutkan namamu".
Jum'at 20 Januari 2023 pada jam 18.52 Wib.
15 notes
·
View notes
Text
Sebotol anggur buruh pemula
Bunyi pesan masuk berlomba lomba memecah keheningan, tetapi aku hanya terfokus pada ingatan perjanjian mabuk malam nanti ; tempat beli minuman, tempat tujuan, apa yang akan dilakukan, sampai bunyi telepon menyadarkanmu beberapa detik kemudian.
Setelah makan malam dan menunggu beberapa jam dan membikin janji pertemuan dengan seorang lelaki-yang sedikit jarang kuajak berinteraksi- di gerbang sebuah komplek perumahan, aku mulai menstarter manual motor dan mengeluarkan uang dua ribu rupiah untuk jasa parkir yang membantuku. Aku berangkat dari cafe kecil di pinggir jalan besar, tidak jauh dari gerbang kompleks yang akan kutuju. Jam menunjukkan pukul dua belas. Laki-laki berjaket warna jingga sudah sedia dipinggir jalan dua arah tidak jauh dari titik perjanjian.
“Kau dari mana ?” Sapa ahmad sambil mengantongi kedua tangannya dalam jaket tudungnya. Aku membalas senyum lebar petanda maaf karena membuatnya menunggu lama. “Kita harus pakai motormu, motorku ban nya bocor” lanjutnya.
Lima belas menit perjalanan menuju indekos sederhananya. Ahmad mengambil alih setir motorku siap melaju dengan kecepatan sedang. Aku menggeser duduk ku sedikit kebelakang, dan membiarkan kaki ku menggantung untuk kuayunkan selama perjalanan, berharap malam ini akan membuat perasaanku stabil dan mulai melamun lagi.
“Kau mau beli minum dimana?” teriak ahmad ditengah deru angin malam. “Tidak tau, kau tau penjual minum dimana?” Aku balas berteriak dismping telinga kanannya. Motor melaju pelan, kita singgah di sebuah ruko usang dengan sedikit jendela persegi panjang di tengahnya -ciri khas toko minuman- dan memulai kata kunci pembeli pada tiap jualan “belii,, permisi, beli..” tidak ada yang menyaut, toko tampaknya sudah kosong sejak lama, seperti tidak sedang berjualan. “Kutau satu penjual minuman, dia di paccerakkang”, ahmad mulai menstarter manual motor biruku, dan melaju ke tempat yang kusebut.
Memori, khayalku. Beberapa minggu yang lalu, kawanku yang lain yang memperkenalkan tempat ini, meski sedikit mahal tetapi tidak terlalu jauh dari tempat kami. Saat tiba, Sepasang mata muncul dibalik jendela kecil bagian pintu ruko “mau beli apa?” Katanya. “Amer satu” kata ahmad, lalu berbalik sebentar untuk memastikan ia sudah memesan porsi yang cukup. Aku mengangguk tanda benar. Kami melanjutkan perjalanan menuju indekos sederhana.
“Kau kerja dimana? Bagaimana pekerjaanmu?” Ahmad tiba tiba menegur, “nanti saja, kita tampung bahasan ini saat minum” sedikit teriak, Ahmad mengangguk setuju.
————————————
“Kau mau pake seloki?” Ahmad menawarkan. “Tidak, minuman begini enaknya gelas besar” jawabku “okelah, sans” ahmad menimpali. Kami meneguk anggur merah ditemani kerupuk harga seribuan. Setengah botol masih tersisa, aku sudah merasa mual dan kesulitan meneguk gelas gelas berikutnya. Ahmad yang menyadari hal tersebut “kau sudah? Cepat sekali”, “uwek tidak enak” jawabku dengan ekspresi masam. Sisanya dihabiskan ahmad dan tidak terlihat mabuk. Aku bergumam “deh, kuatnya. Saya nda bisa ma”.
Percakapan tentang pekerjaan dimulai, aku menunjukkan penyesalanku karena pilihan yang keliru dan kejadian kejadian minggu pertama. “Seharusnya saya nda minta pekerjaan itu, jadi buruh itu sulit. Kita memang dipaksa bekerja dibawah tekanan”. Sambil menggoyangkan kepalanya keatas dan kebawah secara berulang, ahmad menimpali “sudahlah, sebulan setelah kau terima upah, keluar saja. Itu eksploitasi cok”. Aku merenung “iya, nanti deh. Kunikmati dulu”.
Kupandangi Ahmad meneguk slot terakhir anggur, merenung “kuat sekali anak ini, apa karena dia terbiasa minum yang lebih keras, makanya dia seperti minum air putih -tidak berpengaruh apa apa-“.
“Kau kalau ngantuk, tidur saja d kasur! Saya bisa ji di lantai. Sans kalau disini” ahamd menyadari kantukku saat mataku tidak sepenuhnya terbuka. Aku bersandar di tembok dengan rasa tenang dan sedikit pusing yang dihasilkan anggur merah, aku memperbaiki posisi duduk ku, menyusun satu sampai dua bantal dibagian ujung kasur, dan siap merabahkan tubuh.
kami terlelap.
————————————
Apr 23
6 notes
·
View notes
Photo
Hai setan merah yang berjalan dibalik jendela. Mau bersamamu berjalan bersama penguin menghajar pembawa paket tak dikenal dengan intensitas yang lebih intens..
2 notes
·
View notes
Text
Menyelami Dunia Buku : Perjalanan Tanpa Batas dalam Setiap Halaman
Buku adalah jendela dunia yang tak terbatas. Dengan setiap lembar yang dibalik, kita melangkah ke dalam dunia yang berbeda, menjelajahi imajinasi, dan merasakan petualangan yang tak pernah berakhir. Sama seperti menemukan kejutan kecil dalam scatter hitam pragmatic, dunia buku penuh dengan misteri yang menunggu untuk diungkap.
1. Buku sebagai Portal ke Dunia Lain
Setiap buku adalah pintu menuju alam semesta yang berbeda dan bertema yang sangat menarik dan memberikan informasi yang tidak diketahui. Apakah itu fiksi ilmiah yang membawa kita ke masa depan, atau novel sejarah yang menggali kedalaman masa lalu, buku memberikan kebebasan untuk melintasi batas-batas waktu dan ruang. Di dalam halaman-halaman itu, kita bisa menjadi pahlawan, penjelajah, atau bahkan penyihir—semua tergantung pada pilihan cerita yang kita ambil.
2. Kata-kata yang Menghidupkan Imajinasi
Ada kekuatan dalam kata-kata. Saat kita membaca, kita menghidupkan karakter, tempat, dan perasaan yang hanya ada dalam imajinasi. Setiap kalimat membangun dunia, dan setiap paragraf mengundang kita untuk lebih mendalam terlibat. Seperti menemukan elemen kejutan dalam "scatter hitam pragmatic", kata-kata dalam buku sering kali memberi kita pelajaran yang tak terduga dan momen pencerahan.
3. Buku sebagai Teman Setia
Buku bukan hanya benda mati; mereka adalah teman yang selalu siap menemani dalam setiap kondisi. Ketika dunia terasa berat, buku menawarkan pelarian. Ketika merasa kesepian, karakter-karakter di dalam buku menjadi sahabat. Dalam setiap halaman, buku mengajarkan kita untuk terus maju, menemukan kebijaksanaan, dan mencari arti dalam kehidupan.
4. Perjalanan Melalui Genre yang Berbeda
Sama seperti petualangan yang tak terduga, dunia buku menawarkan berbagai genre untuk dijelajahi. Dari kisah-kisah petualangan yang mendebarkan, drama yang menguras emosi, hingga misteri yang penuh teka-teki—setiap genre memberi pengalaman yang unik. Dalam pencarian kita, mungkin kita akan menemukan cerita yang lebih dekat dengan hati, seperti kejutan kecil yang datang tak terduga.
Kesimpulan
Buku adalah dunia tanpa batas yang mengundang kita untuk terus menjelajah. Setiap halaman adalah kesempatan untuk menemukan hal baru—kehidupan, perasaan, dan petualangan yang tak terbayangkan sebelumnya. Sama seperti "scatter hitam pragmatic", dunia buku mengajarkan kita untuk terbuka pada kejutan-kejutan kecil yang memberi makna besar dalam hidup kita
0 notes
Text
Ending scene
Hujan deras sekali di luar. Aku melihat dari balik jendela. Pemandangan yang sama selama 2 bulan terakhir. Langit abu-abu, seperti tidak ada tanda-tanda untuk reda. Hujan masih deras di luar. Kata rindu buat hati semakin tidak mengerti harus bagaimana.
Tentang hari (-hari) yang tidak ingin diingat, tapi masih ingin diingat. Sebagai tanda bahwa kita pernah melewati hari melelahkan, hari menyedihkan, dan hari yang menguatkan.
Menjalani hari-hari yang sama. Pergi pagi pulang sore/malam. Kembali ke ruangan kotak yang tidak terlalu besar tapi sangat cukup untuk tinggal sendiri.
Pagi itu dingin sekali. Masih musim dingin. Bekas salju masih terlihat di beberapa sudut jalan raya besar. Hari kamis. Kemarin aku meninggalkan sepeda di kampus. Alhasil aku harus pergi dengan transportasi umum untuk sampai ke kampus. Ditanganku, ada sebuah bingkisan untuk orang yang saat itu mengisi hari-hariku. Bingkisan kecil sekaligus sebagai perayaan kecil ulang tahun adikku saat itu.
Berkutat sedari pagi dengan tulisan yang tidak bisa dipahami hanya dengan dilihat. Sesekali berbincang dengan orang-orang. Menebar tawa dan canda. Rasanya ingatan rinci tentang hal itu satu-satu sudah menghilang.
Hingga pada akhirnya sore hari tiba.
Ponsel ku berdering berkali-kali. Membicarakan hal yang sama. Kekhawatiran itu banyak muncul. Kesedihan. Semua menjadi satu. Aku pun tidak tau harus seperti apa. Aku membuka laman reservasi penerbangan padahal belum tau apakah bisa pulang atau tidak. Mencari-cari tiket untuk pulang meski entah apa benar pulang atau tidak.
Teman satu ruanganku pasti bingung, kenapa tiba-tiba aku menjadi panik. Menangis.
Pada akhirnya aku meninggalkan ruangan dan pulang bersama sepeda yang kemarin aku tinggalkan di kampus. Sebelum pulang, aku sempat berjanji untuk pulang bersama sahabatku.
Masih ingat betul. Ba'da maghrib itu, di persimpangan dekat kantin teknik. Lebih tepatnya di depan kantin teknik, aku memarkir sepedaku sembari menunggu sahabatku. Untuk kesekian kalinya, ponselku berdering. Panggilan masuk dari Ibu- mengatakan apa yang kami khawatirkan- yang ternyata menjadi nyata.
Suara isak dibalik telepon. Aku ikut menangis. Aku tidak tau harus bagaimana. Beberapa kali, Ibu menelpon untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja. Padahal Ibu juga tidak baik-baik saja. Menyuruhku untuk berhenti menangis padahal aku tidak pernah menangis di depannya atau dibalik telepon.
Malam itu dan beberapa malam setelahnya, orang-orang baik benar-benar tidak pernah membiarkanku sendiri. Meski aku ingin sendiri, atau aku ingin menangis sejadi-jadinya, orang-orang baik tidak pernah membiarkanku sendiri.
Jumat sore itu, aku pergi sendiri ke belakang stasiun. Berjalan dari tempat tinggalku. Ada lapangan baseball di sana. Tenang sekali suasana sore itu. Meski hatiku masih berantakan, aku menemukan diriku yang duduk sendiri menunggu matahari tenggelam, membawa satu tas kecil berisi minuman yang aku beli sebelumnya- aku membeli dua entah satu untuk siapa. aku saja yang tidak suka membeli satu. terlihat menyedihkan karena sendiri- dan foto bapak ibu.
Banyak hal terjadi. Hujan di luar sudah reda entah pukul berapa tadi. Rasa ingin bertemu sering hadir- meski nyatanya sulit untuk hadir dan bertemu.
0 notes
Text
Di balik tembok besar itu, aku melihatmu sedang duduk sendiri di kursi itu.
Aku melihatmu dibalik pentilasi udara, sungguh mudah menebak jelas itu dirimu.
Yang punya badan mungil dan serba menutup pikiranku kala itu.
Aku duduk disini, mematrimu dari balik tembok besar.
Aku kehujanan, tapi berteduh di balik jendela
Tak lama, urusanmu selesai.
Aku menyemprotkan anti bacterial seperti biasa ke lenganmu dan lenganku.
Kau bertanya apa kabarku, aku menjawab ‘ habis jatuh, lututku berdarah’ kau panik tapi aku suka.
“ jatoh di mana? Ada ada ajaaa” aku hanya tertawa, lalu kamu mencubit ku kecil
Tak lama aku mengajakmu makan, entah kamu suka atau tidak. Tapi akhir-akhir ini, nampak banyak keterpaksaan.
Kau tidak jelaskan punyamu, dan aku pun sama.
Entah ini hubungan macam apa, seperti tulisan ini kita banyak tanda koma, titik. Dan spasi yang panjang.
Dan sekarang, nampaknya telah selesai.
0 notes
Video
youtube
Imelda, Remaco, Irama Mas
00:00 Nusantara II - Tony K./Yok K./Yon K. 02:19 Percaya Padaku - Yok K./Yon K. 04:28 Kolam Susu - Yok K. 06:48 Mana Hatimu - Yok K. 09:36 Buat Apa Susah - Murry/Tony K./Yon K. 12:37 Diana - Tonny K./Yon K. 14:50 Tiada Lain Dihatiku - Tony K./Yok K./Yon K. 17:52 Kembalilah Kepadaku - Tonny K./Yon K. 19:45 Waktu - Yok K./Yon K. 22:08 Desember - Tonny K./Yon K. 24:59 Semanis Rayuanmu - Murry/Tony K./Yon K. 26:12 Tak Mungkin Kembali - Yon K 28:54 Terpaut Di Pekanbaru (Zaenal Arifin) 32:11 Iklan Cinta (Chilung R./Zaenal) 34:37 Tangis Dalam Cinta (Chilung R./Zaenal) 38:18 Mencari Idaman Hati (Zaenal) 40:53 Wanita (Chilung R./Zaenal) 43:23 Aku Sangat Sayang Padamu (Chilung R./Zaenal) 46:14 Ditinggal Pergi (Zaenal Arifin) 50:18 Dibalik Jendela (Chilung R./Zaenal) 53:13 Cinta Dalam Hati (Chilung R./Zaenal)
0 notes
Text
*note
Jadi dulu tu, teh titi punya kasus. Setahun pertama mb may masuk kantor, mb may banyak cerita sedih² ke w. Kebetulan mb may sama adminnya, teh titi kan sama² seangkatan masuk kerjanya. Beliau cerita klo teh titi ketahuan make uang sisa realisasi buanyak banget. Emang beliau juga punya andil setahunan ngga ngecek realisasi, dan baru ketahuan menjelang akhir tahun. (Boom, she's get me, she's get my attention.)
Aku yang sok belagak pahlawan ngga terima dong, bisa²nya orang baru, admin pula ngelakuin fraud dan sibuk nguatin mb lia buat bikin laporan ke pak haji (soalnya ini fraud).
Mb may ngambil peran jd atasan yang kayak peri nan bijak. Ngga mau ngungkap ini, kasian sm teh titi soalnya dia tulang punggung keluarga krn pisah sama suaminya, TAPI LUCUNYA ngasih aku buanyak cerita yang mendiskritkan beliau di luar karyawan ( pacaran sama suami orang, nginep tanpa bawa anak, main klenik, banyak bohong).
Diantara banyak bom ini, aku cuman kepengaruh sama fraud. Fatal soalnya. Klo yang lain kan itu di luar kantor ya urusan dia, kenapa w judge.
Aku ngga tau gmn mb may ngarahin aku, yang aku tau tiba² aku juga cerita ke admin yang satu lagi soal kinerja admin mb may. Aku bahkan volunteer ke 2 orang kru lapangan buat bantuin mb may ngawasin realisasi cek. Buat apaaaaaa cobaaa, ini gw baru sadar beliau tu lagi bikin aliansi klo ada orang yang lagi butuh ditreatment versi beliau. Dan w kepancing. Asyem emang.
Balik ke cerita sekarang.
Terus setelah insiden w kabur dari ruangan mb may itu, kondisi kantor berubah. Wkwk w dicuekin sama ciwi² kantor beserta 1 admin lagi. Tebak siapa yang paling getol ngebela mb may, mojokin w dan ngasih side eye, plus sindiran di sosmed? Iyap teh titi
Wkwk giliran w ternyata.
Etapi ada yang menarik sih ini. Abis w ketemu 2 psikolog. W dapet buanyaaaaak insight dari psikolog kedua. Beliau bilang, ada perbedaan antara ngebangun boundaries sama ngasih silent treatment.
Boundaries itu, kita ngutarain kita punya batasan ini dan ini, baru pasang pager.
Silent treatment itu klo kita kabur, menolak membuka saluran komunikasi, tau² pasang pager, nutup pintu sama jendela (wkwk lah iya, aku gini. Pinter banget ini dokter pas ngasih perumpamaan. Bikin w gampang mudengnya. masyaAllah. Psikolog ke dua ini SpKj btw mungkin itu sebabnya penjelasannya runut, paham ngasih pertanyaan buat cari pola pikir w, keren w kebantu banget)
Abis dari psikolog, w butuh 2 minggu tu buat mroses dan behave, biar bisa bersikap senormal mungkin sama mb may sekaligus sama admin yang ngejulidin w, pokoknya pengn ku lawan stigma yg seakan w bermasalah sama 2 admin lain. Padahal kan mereka tau w cuma ngambek ke mb may.
Mau tau apa yg lucu di perjalanan w bersikap normal?
Pernah w sakit perut, w pamit ke mb may mau ke kosan sakit perut. Balik² mb may, teh titi, admin satu lagi pergi naik mobil mb may, tanpa basa basi ngajak w.
Atau klo mau pulang, w juga pamit ke mb may dan teh titi, pernah bahkan mb may sendirian lagi di ruangan, kupamiti pulang "mb may duluan". Beliau jawab iya ati² dengan muka masih nunduk ngga nengok aku. Aih nasib bawahan yak. Ngga bileh marah ke atasan.
Sementara teh titi masih pasang sindiran macem mirroring aja, beres. Atau klo dicuekin ya cuekin balik lah.
Lah ini w yang dicuekin weii, bukan satu tapi tigaaa 😂
Tapiii. Klo kuinget² mb may tu udah mulai narik diri sebelum insiden mei. Klo pagi kan masih longgar, suka ngobrol² tu, pas aku masuk ruangan buat nimbrung, tau² yang ngobrol cuman aku sesekali teh titi nimpali. Mb may sama sekali ngga minat buat nimpali. Bahkan gesture duduk santai sender kursi berganti dengan nyembunyiin kepala natap HP, atau dibalik layar komputer. Ku kira itu aku aja yang baper. Atau mb may mungkin lagi g mood. Tapi pas yang masuk cuplis, dan mb may bisa nimpalin hahahihi, ya auto nyadar dong w. Beliau narik diri.
Rentetan kejadian ini tu bikin w ngerucutin beberapa hal.
1. for all the traits that she do, yes she means it. And we all just a pion for her.
2. Framing. Polanya, pembiaran kesalahan sebagai bahan baku gosip. W baru ngeh, klo w tanya apa udah dibahas sama ybs, beliau akan bilang "udah tua, ngga perlu dibilangin". Opini populer, klo di kerjaan ada yang salah, dibahas dikit sama yg bikin kesalahan, tapi beliau sbg atasan enggan memastikan prosedurnya sudah berjalan atau tidak, DAN berakhir jadi desas desus sampe luar divisi, berarti goalsnya si leader memang bukan untuk diselesaiin, tapi untuk dijadiin bahan gossip.
0 notes
Text
Dari novel, saya jadi tau kalau membaca itu menyenangkan. Melihat sisi lain dunia, melihat cara berpikir beberapa pihak dalam memandang dunia, merasakan jadi orang baik dan orang jahat, bermain-main dan terlibat dalam dunia fantasi, semua dilakukan tanpa benar-benar terlibat di dalamnya. Hanya seorang pembaca yang melihat banyak hal dari jendela.
Dari komik, saya jadi tau kalau membaca tidak harus langsung selesai dalam satu kali duduk. Komik dibagi dalam beberapa chapter yang masing-masing hanya terdiri dari 19 - 50 halaman. Paling kesal kalau cerita belum selesai di akhir chapter lalu harus menunggu release chapter berikutnya. Dibalik itu semua, komik mengajarkan kalau tidak apa-apa untuk berhenti membaca beberapa saat, kembali pada realita, lalu kembali lagi membaca. Manusia bisa mengingat kembali apa yang pernah dia baca seminggu, sebulan, bahkan setahun yang lalu asalkan ada sesuatu yang membuatnya ingat.
Dari cerita pendek, saya jadi tau kalau cerita tak perlu panjang-panjang. Menceritakan hanya satu inti cerita saja tidak apa-apa. Tak perlu ada cerita dari sisi A, cerita dari sisi B, cukup satu masalah dengan satu jawaban dari sudut pandang satu orang saja sudah bisa membuka jendela baru bagi pembacanya.
Dari puisi, saya jadi tau kalau tak perlu banyak kata untuk menggerakkan hati orang lain. Cukup beberapa kata yang disusun dengan baik, ia akan mengungkit sedikit-sedikit cerita dalam diri masing-masing pembacanya.
1 note
·
View note
Text
on the drive home
malam itu cahaya bulan purnama bersinar dengan terangnya di langit hitam di penghujung hari. jalan raya besar yang gelap di pesisir pantai yang lampunya tidak terlalu banyak tampak sedikit terbantu oleh terangnya sinar bulan malam itu. ada beberapa mobil yang lalu lalang, salah satunya mobil hitam yang berpenghuni dua orang di dalamnya. keduanya terdiam satu sama lain, hanya ditemani oleh iringan lagu beautiful birds dari passenger.
helaan nafas terdengar dari salah satunya, tepatnya yang duduk di kursi penumpang. yang duduk di kursi kemudi menoleh sebentar ke arah samping lalu kembali memfokuskan pandangannya ke depan.
“kenapa, liv?”
suara berat itu memenuhi pendengaran wanita bernama olivie yang duduk di kursi penumpang. segera mata hazelnya menoleh ke arah pria di sampingnya.
“bingung juan,”jawabnya pendek lalu kembali menoleh ke arah luar jendela.
juan, pria itu mengernyitkan dahinya melirik beberapa detik ke arah olivie. “bingung soal apa?”tanyanya lagi.
olivie kini menolehkan kepalanya penuh ke arah juan dan memandang pria itu dari samping. tidak sepenuhnya ia bisa melihat raut wajah juan sebab pria itu sedang memakai topi yang menyembunyikan sedikit wajah atasnya.
“why…you asking me, padahal kamu sendiri udah tau jawabannya bingung karena apa…”
olivie bergumam, ia menyandarkan badannya dan hanya memandang lurus ke depan. selama ia diam menunggu sahutan lain dari juan, pria itu hanya menghela nafas, lebih berat dari helaan nafasnya tadi.
“aku ga pernah kepikiran bahwa kita akan sampai di titik ini,” ujar juan kemudian, setelah beberapa menit mereka diam satu sama lain.
“harusnya kamu udah kepikiran juan, apa yang terjadi beberapa minggu, bahkan beberapa bulan ini. semuanya…harusnya kamu mikir kalau semuanya ga baik-baik aja,”sahut olivie.
“im sorry…”
“it’s just empty apologize…”
juan tidak menjawab apapun, ia terdiam, kini pikirannya terbagi dua menjadi fokus ke jalan dan memikirkan olivie. wanita yang bersamanya selama empat tahun terakhir ini.
“it’s all my fault yah?”tanyanya lagi.
olivie tidak menjawab, ia hanya menatap kosong ke arah luar. tangan juan satunya kini beralih memegang tangan milik olivie. wanita itu melirik genggaman tangan juan.
“juan…”
“ya?” juan menoleh sekilas, genggaman tangannya makin erat.
“juan, just keep your eyes on the road ya? we talk about this later at home.”
dengan itu olivie melepaskan tangan juan dari tangannya, dan detik itu jantung juan rasanya seperti jatuh karena ini pertama kalinya olivie menolak genggaman tangannya. sedangkan olivie, hanya bisa menggigit bibirnya, menahan tangis, menyadari bahwa semuanya sepertinya sia-sia selama ini.
empat tahun lamanya, juan dan olivie saling mengisi hari masing-masing. entah apa yang terjadi setahun belakangan ini hubungan mereka memburuk. keduanya sadar, keegoisan mereka lah yang menjadi dasar utama penyebab retaknya hubungan mereka. masalah kecil menjadi masalah besar.
juan sulit mengekspresikan perasaannya, sibuk dengan dirinya sendiri, dan terkesan lari dari segala masalah kemudian datang dengan mudah seolah semuanya baik-baik saja. sementara olivie, suka menyimpulkan semuanya sendirian, kontrol dirinya tidak bagus sehingga pengambilan keputusannya selalu berakhir penyesalan, dan juga benci ketika ditinggal oleh juan tiba-tiba. olivie benci dengan sifat juan yang selalu berpura-pura baik-baik saja, sementara juan benci dengan sikap olivie yang selalu suka menyimpulkan semuanya sendiri.
olivie tidak tahu jalan mana yang harus ia ambil. hatinya masih sangat mencintai pria di sampingnya itu, namun jika bertahan, ia akan membohongi dan menyakiti dirinya sendiri. olivie tidak mengerti apa yang harus ia lakukan dengan keadaan seperti ini. sama halnya dengan juan, dibalik kediamannya detik ini, ia memikirkan jalan apa yang harus ia ambil. juan merasa apa yang ia inginkan dari olivie selalu berbeda jauh dari apa yang diberikan olivie untuknya.
juan menghela nafas berat untuk yang kesekian kalinya. kali ini ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan, tepat di bawah lampu jalanan. olivie tersadar bahwa mobil berhenti, ia menoleh dan mengernyitkan alis.
“kenapa berhenti?”
“oliv, kamu harus tau kalau selama ini engga pernah sedetik pun aku berpikir kalau aku harus berpisah sama kamu,”
“but you act like you want it,”
“we’ve been together for like four fucking years sayang, kamu udah tau gimana jelek dan baiknya aku….i think we already talk about this before.”
“betul…dan aku rasa aku ga bisa toleransi dengan sikap kamu yang tiba-tiba menghilang lalu kembali dengan sok baik-baik aja sementara masalah belum selesai. aku engga bisa seumur hidup bersama dengan orang seperti itu juan…”
“but how about you yang selalu suka menyimpulkan semuanya sendiri? tanpa tahu gimana perasaan aku sebenernya?”
olivie menoleh ke arah juan, lalu menatap mata hitam pria itu. sekilas ia melihat wajah juan di bawah topi yang dipakai pria itu.
“that’s why i told you to talk about your feeling, not just running away like that. instead of running, why don’t you just ask and tell everything to me. tell every little thing inside your fucking head to me juan. itu yang harusnya dilakukan oleh pasangan. telling each other things.”
keduanya saling menatap selama beberapa menit sampai akhirnya juan menunduk dan menghela nafas untuk kesekian kalinya.
“this is always my fault right?” ujarnya kembali sembari membenahi topi dan menghidupkan kembali mesin mobil.
“let’s just going home first,” ucap juan.
“iyaa, after that i’m just going to pick up my things in your apartement.”
juan terdiam sebelum melajukan mobilnya kembali, ia hanya memandang ke depan sembari memegang erat setir dengan kedua tangannya. pria itu memejamkan mata lalu menghela nafas lagi.
“okay, if that’s what you want. maybe it’s for the best, oliv.” juan menoleh dan menatap olivie, wanita itu hanya memandang lurus ke depan. “thank you for everything liv,” ujarnya kembali.
olivie mengangguk, menggigir bibirnya lagi dan mencoba menahan air matanya. “iyaa, thanks juga, juan,” ujarnya pendek.
olivie menyadari bahwa malam itu semuanya sudah jelas. juan tidak menahannya, juan tidak mencoba menjelaskan dan tidak mencoba untuk berdebat dengannya lagi, dan juan yang tidak mencoba untuk membicarakan semuanya lagi. itu semua terlihat jelas dari perilaku dan perkataan pria itu. mungkin memang benar, daripada menahan tali dengan tangan yang sudah penuh luka lebih baik kita melepasnya sehingga tangan kita tidak bertambah sakit lagi.
di perjalanan pulang malam itu, hanya ada dua bayangan di jendela mobil yang saling menangis di dalam pikiran mereka. heningnya suasana mobil menjadi saksi bahwa perjalanan pulang kali ini menjadi yang terakhir untuk mereka berdua.
0 notes