#berdialog dengan diri
Explore tagged Tumblr posts
Text
303/366
Percakapan Retoris Yang Berulang
Sering banget ketemu situasi yang memunculkan pertanyaan ajaib ini, "Yaah, kenapa sih baru taunya sekarang? Coba aja....... Seandainya...... Kan harusnya.... Dst".
Di waktu bersamaan sisi lain di otak langsung nyahutin, "Ya nggak kenapa-napa sih, berarti emang kaya gini alurnya yang paling tepat untuk kamu. Allah baru mau kasih tau kamu tuh sekarang. Pasti ada alasan dan hikmahnya, yang ujungnya itu adalah kebaikan untuk kamu. Qadarullah Wa Masya Fa'ala".
Case closed.
The end.
***Kembali fokus melanjutkan hidup, fokus pada masa sekarang, dan segala upaya terbaik yang bisa dikerahkan.
Alhamdulillah, semoga senantiasa dalam rahmat & hidayah Allah. Senantiasa terpaut dan terikat kepada-Nya dalam setiap urusan dan kondisi. Karena benar, hanya dengan mengingat-Nya hatiku menjadi tenang. Semoga senantiasa dalam penjagaan dan lindungan-Nya.
Alhamdulillah Ala Kulli Haal.
🤍🤍🤍
Arosuka, 29/10/24
11.57 AM
@zahralwina
#selftalk #refleksidiri #notetoself #selflove
0 notes
Link
Keku Tekanan pekerjaan, tuntutan lingkungan, dan penilaian orang lain terhadap kita dapat menimbulkan gangguan pada psikologi kita. Gangguan tersebut dapat berupa stres, depresi, frustasi, overthinking, insecure, dan sebagainya. Untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut, kita perlu menyelam lebih jauh ke dalam diri kita sendiri. Kita perlu berdialog dengan diri sendiri untuk menemukan kekuatan alamiah yang bisa mengalahkan segala bentuk tekanan psikologis yang kita alami. atan Alami dalam Menghadapi Tekanan Psikologis
#tekanan psikologis#berdialog dengan diri sendiri#kesehatan mental#meditasi#menerima kelemahan dan kerentanan
2 notes
·
View notes
Text
Terimakasih, Pak Anies.
Barangkali, itu kalimat pertama yang ingin aku ungkapkan, jika ditanya tentang kesan di Pemilu 2024.
Terimakasih ya Pak, sudah berjuang untuk maju, menjadi salah satu calon presiden yang membuat kontestasi Pemilu terasa lebih ada 'ghirah'nya.
Jujur, di 2014 dan 2019, rasanya jengah sekali. Setiap membuka medsos, isu-isu SARA yang menjadi bahasan. Kampanye yang begitu-begitu saja, membuat bosan untukku pribadi melihat perjalanan kampanyenya. Karena paling ya, begitu saja tren-nya. Blusukan ke warga-warga, kampanye di atas pentas sembari bermonolog di bawah terik matahari, juga bagi-bagi amplop *eh.
Di 2024, Pak Anies dan tim menciptakan atmosfer yang berbeda. Desak Anies dan Slepet Imin, menjadi model kampanye yang berani tampil beda di sejarah pesta demokrasi Indonesia.
Dalam Desak Anies dan Slepet Imin, terjadi dialog antara capres-cawapres, dengan audiens. Audiens bisa menanyakan apa pun, bahkan mengadukan keresahan apa pun.
Ini menarik.
Melihat bagaimana para calon pemimpin kita berdialog dengan rakyat biasa maupun para mahasiswa, yang penuh dengan keluhan dan kritik yang beraneka ragam. Gaya kampanye ini meruntuhkan gaya konservatif, dan aku tidak bisa bilang tidak, gaya kampanye ini adalah gaya yang mendidik rakyat.
Buatku pribadi, ini mengagumkan. Bagaimana capres-cawapres bahkan memperhatikan bagaimana strategi dalam berkampanye. Memperhatikan bahwa proses pesta demokrasi, bukanlah sekedar pesta untuk yang akan maju mencalonkan diri. Tapi senyatanya, pesta demokrasi haruslah dirasakan sebagai 'pesta' oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Meski tidak bisa langsung mengikuti agenda Desak Anies, aku adalah salah satu pendengar setia rekamannya di Youtube. Pak Anies selalu menyampaikan di setiap dialog, bahwa Desak Anies adalah cara paslon 01 menawarkan 'cara berpikir' mereka. Menurut beliau, rakyat harus tahu bagaimana cara pemimpinnya membuat keputusan, dimana keputusan lahir dari cara berpikir. Menurut beliau lagi, pemimpin itu tugasnya membuat keputusan, maka sudah seharusnya rakyat memilih pemimpin dengan cara berpikir yang paling relevan. Aku semakin kagum dengan strategi beliau.
Terbayang, menghadiri berbagai dialog pasti adalah hal yang menguras pikiran dan tenaga. Belum lagi jika ada kritik-kritik yang perlu dijawab, betapa melelahkannya. Tapi Pak Anies dan segenap tim, tetap memilih proses yang 'out of the box' ini demi mendidik rakyat dalam proses pemilu. Selain juga pasti ada misi menjaring suara.
Pak Anies, kuakui adalah sosok yang memiliki kelebihan dalam public speaking nya. Beberapa pihak bersentimen negatif, menyebut kelebihan ini sebagai 'omon-omon' belaka, atau 'janji manis' tanpa eksekusi nyata. Beberapa juga berpandangan, orang yang ucapannya manis di mulut, tidak selalu baik dalam bekerja. Tapi, kurasa itu logika yang tidak selalu benar dan tidak bisa dipukul rata. Kecerdasan berbicara tidak berarti payah dalam kerja nyata. Tidak bisa dihakimi begitu saja. Dan lagi, rekam jejak selama Pak Anies menjabat Gubernur Jakarta pun dapat kita pelajari di berbagai platform media sosial.
Ada lagi yang menarik menurutku. Performa Pak Anies saat debat. Aku kebetulan menyimak debat ketiga secara live via Youtube. Disana, Pak Anies tampak begitu 'menyerang'. Jujur, sebagai orang yang tidak suka dengan konflik, aku agak jengah menonton serangan demi serangan tersebut. Tapi, secara jernih aku mencoba berpikir. Acaranya ini judulnya debat, lagipula saat itu temanya adalah pertahanan, dimana salah satu paslon adalah juga menteri pertahanan. Wajar kalau terjadi kritik yang pedas, dan harapannya yang bersangkutan piawai dalam menjawab. Namun, seperti yang kita lihat dan saksikan sendiri, yang terjadi justru sebaliknya. Ah, sepertinya tidak perlu kujelaskan, netizen bisa menilai sendiri dengan mindsetnya masing-masing :)
Aku tersadar, bahwa saat itu Pak Anies sedang menjalankan peran, sebagai seorang kontestan yang berdebat. Terimakasih Pak, sudah menjalankan peran sesuai dengan situasinya.
Lalu tentang visi-misi. Aku belum membaca dokumen visi-misi paslon secara lengkap. Tapi beberapa kali, aku melihat postingan yang mengutip visi-misi dari para paslon. Dan, aku melihat hampir di setiap aspek, Pak Anies selalu memiliki visi-misi yang digagas. Di isu kesehatan, ekonomi, sampai diaspora pun beliau tuangkan gagasan. Dokumen visi-misi yang lengkap ini amat membantu jika kita ingin mencari isu yang menjadi fokus kita. Dan rata-rata mostly isu-isu tersebut ada di dokumen paslon 01.
Tidak hanya itu, muncul juga berbagai gerakan organik seperti aniesbubble, humanies, senimanbersatu, dll yang mendukung perjalanan kampanye Pak Anies. Pak, rasanya saya susah membayangkan gerakan-gerakan seperti itu terbentuk jika tidak ada ketulusan (apalagi tanpa bayaran), karena satu tujuan menginginkan perubahan.
Oh ya, aku juga respect dengan para pendukungnya yang tetap objektif meski mendukung paslon AMIN. Contohnya, pada saat debat cawapres. Patut diakui Cak Imin masih sangat blunder ketika itu. Tapi, para pendukung mengkritik dan menasihati, bukan menutup mata atas kekurangan itu. Dan alhamdulillah, Cak Imin pun terbuka dan menerima kritik. Di debat berikutnya, performanya lebih baik daripada sebelumnya. Membayangkan Indonesia dengan pempimpin yang terbuka, berkepala dingin, mampu memproses (bukan hanya menampung lalu jadi angin lalu) kritikan, luar biasa sekali rasanya.
Pak Anies, aku berharap, apapun yang terjadi selepas Pemilu, Pak Anies tetaplah menjadi Pak Anies yang seperti ini. Pak Anies yang menginspirasi, dan terus menyuarakan suara rakyat, terlepas apa pun pilihan politik Pak Anies. Aku sudah di titik pasrah dengan hasil Pemilu. Pak Anies terpilih ataupun tidak, Allah sudah mengaturnya, bukan.
Namun, setidaknya rakyat mendapat pendidikan yang berharga sepanjang perjalanan pesta demokrasi ini. Dan semoga, terus terdidik dan naik kelas demokrasi di Indonesia.
Pak Anies, terimakasih karena banyak kalimat Pak Anies yang menggugah dan terngiang di banyak orang. Aku jadi teringat salah satu ayat Al Quran,
Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit (QS. Ibrahim ayat 24).
Salah satu kalimat yang aku ingat dari Pak Anies adalah saat Pak Anies membicarakan prinsip kebijakan. Kata beliau, "Membesarkan yang kecil, tanpa mengecilkan yang besar.". Maknanya, dalam sekali. Dan kalau itu menjadi basis dari setiap kebijakan, rasanya Indonesia Adil Makmur untuk semua bisa terlaksana.
And, the last. Terimakasih Pak Anies, sudah menggerakkan saya untuk menulis. Baru pertama ini, saya mendukung dan memilih calon pemimpin sampai dituangkan dalam sebentuk tulisan.
Semoga, Allah memberikan yang terbaik untuk Indonesia.
278 notes
·
View notes
Text
(Kembali) Baik-baik Saja
Dua pekan yang lalu, saat hari-hari yang berat sedang hadir, saya sempat merasa khawatir tentang diri saya sendiri. Sampai-sampai, saya mengatakan kepada suami, "Mas, setelah ini aku gimana, ya? Apakah aku benar-benar akan baik-baik saja?" Bukan tanpa alasan, saat itu rasanya memang begitu berat, terpukul, sedih, dsb. Sebenarnya saya sudah pernah melewati hari-hari berat sebelumnya, tetapi untuk yang ini, saya seperti tidak bisa melihat adanya harapan akan kebaikan yang tersedia di depan.
Selama beberapa hari, kekhawatiran itu ternyata masih tetap ada. Saya bukan tidak ingin berbahagia, tetapi rasanya seperti sedang berada dalam kondisi anhedonia: sulit untuk berbahagia dan merasakan kesenangan. Saya pun mudah menangis (bahkan saat sedang diam atau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak membuat saya sedih), merasa kehilangan energi untuk melakukan apapun, tidak nafsu makan, dan rasanya tidak tertarik untuk tertawa meski sebenarnya saya adalah orang yang mudah terhibur oleh hal-hal yang sederhana. Dalam kondisi demikian, saya bertanya-tanya,
"Ya Allah, saya memahami bahwa saya tidak seharusnya merasakan ini. Saya tahu apa yang seharusnya saya pikirkan dan lakukan terhadap ketetapan yang sedang Engkau hadirkan ini. Tapi mengapa semua rasanya seperti di luar kendali?"
Begitulah, saya merasa ingin bangkit, tapi tidak bisa. Ingin kembali mengambil kendali atas diri, tapi tidak bisa. Ingin bisa tertawa, tapi pun saya tidak bisa melakukannya. Saya bingung, mengapa saya begitu lama bersedih? Mengapa rasa-rasanya ini bukan saya yang biasanya? Saya tetap berupaya (berdialog dengan orang-orang terdekat, menata pola pikir, mengelola emosi, terus berdoa dan berdzikir, dsb), meski saat itu saya tidak tahu apa yang akan menjadi akhir dan jawaban dari upaya yang saya coba lakukan. Namun, saya kemudian menyadari bahwa di titik itu saya sepertinya sedang dididik oleh Allah untuk memahami lebih dalam sebuah ayat yang pernah saya tuliskan di buku Mendewasakan Rasa,
"Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan manusia tertawa dan menangis." - QS. An-Najm: 43
Yup! Emosi memang datang dan pergi, tertawa dan menangis memang datang silih berganti, namun kendali atas semuanya ternyata tidak pernah benar-benar ada pada diri kita melainkan pada Allah saja. Sekuat apapun kita mengusahakan agar kita bisa segera baik-baik saja, kalau menurut Allah ujian untuk kita belum selesai maka ya belum selesailah kita dengan kondisi tidak baik-baik saja yang sedang terasa. Pun sebaliknya, seterpuruk apapun kondisi diri kita, kalau menurut Allah sudah saatnya kita kembali tenang dan tertawa, maka semua akan mudahlah adanya. Pada akhirnya, ranah kita memang hanya di ranah upaya; mengupayakan yang terbaik untuk kembali baik-baik saja. Soal hasilnya? Semua tentang bagaimana Allah "bekerja" dan senantiasa mengurus hidup kita.
Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat. Atas seizin Allah, terlepas dari apapun yang teralami di hari-hari sebelumnya, hari ini ternyata saya kembali baik-baik saja: saya kembali merasakan energi yang menyala di dalam diri untuk bisa melakukan berbagai aktivitas dan menunaikan amanah-amanah yang ada, saya kembali tertawa hanya karena melihat reels lucu di Instagram, saya kembali merapikan rumah dan mencuci baju, saya kembali memimpin rapat, saya kembali berolahraga, dan saya pun kembali berpraktik sebagai psikolog dan menangani klien-klien dengan kondisi perasaan yang sudah jauh lebih stabil dari sebelumnya. Ya Allah, saya pikir saya tidak akan seperti ini lagi :")
Rupanya benar bahwa semua yang ada di hidup dan kehidupan kita itu ada dalam genggaman Allah. Selepas hari-hari yang berat datang, kita pun tidak semata-mata akan bisa mendewasakan rasa dan kembali menjalani hidup sebagaimana mestinya kalau bukan karena kehendak Allah.
Kalau kamu sedang merasa tidak baik-baik saja di hari ini, tetaplah mengupayakan yang terbaik yang bisa kamu lakukan untuk menjemput kondisi diri yang lebih baik. Itulah ranahmu, amal shalihmu. Sisanya, bergantunglah sepenuh utuh kepada Allah. Sebab, jika menurut Allah durasi ujianmu sudah selesai, maka semua akan selesai dan atas seizin-Nya kamu akan kembali baik-baik saja. Semangat, ya!
Wallahu 'alam bishawab.
78 notes
·
View notes
Text
bias
belasan tahun berproses mengenali diri sendiri juga berarti harus bertarung melawan banyak sekali bias. Di blog ini, gue sering bercerita tentang betapa psikolog dan psikiater banyak membantu kehidupan gue.
Tapi di sisi lain, gue juga merasa perlu berbagi pandangan realistis bahwa di antara psikolog-psikolog yang pernah gue temui tuh ada juga yang judgemental dan terjebak bias. Gue berbagi kayak gini karena berharap kalau ada yang sampai dapet psikolog yang judgemental, kita bisa banget nyari second opinion atau pause dulu kemudian bercermin:
"Di sebelah mana biasnya?"
Contoh paling sederhana adalah lebih dari satu psikolog yang nge-asses gue menuliskan bahwa gue minder dengan fisik gue sehingga gue menarik diri dari lingkungan.
Pada sesi wawancara, gue tuh udah menjelaskan dengan gamblang bahwa gue sama sekali tidak punya masalah dengan fisik gue. Nggak ada minder sedikitpun. Yang jadi permasalahan gue di masa kecil sehingga gue merasa terasing adalah karena gue kerapkali dijudge sebagai anak nakal yang tidak tahu sopan santun. Karena di kelas tuh gue sering nggak fokus, gue nggak bisa menyimak penjelasan guru dengan baik dan sangat terdistraksi, gue juga sering dinilai tidak sopan karena sering memotong pembicaraan orang.
Ini sebenarnya gejala khas ADHD namun beberapa psikolog terjebak biasnya sendiri sehingga diagnosa tentang potensi psikopatologis yang dikeluarkan ya sebatas:
,,,,, punya kecenderungan mengasingkan diri untuk melindungi diri sendiri akibat fisik yang berbeda.
Pernah juga gue tuh cerita bahwa dalam kerja ternyata gue lebih nyaman berkomunikasi dengan gen Z. Karena gen Z relatif lebih jujur dengan perasaan mereka sehingga banyak uncomfortable conversation yang bisa gue lakuin justeru dengan orang-orang yang lebih muda dari gue.
Sementara orang-orang yang lebih senior dari gue tidak terbiasa memproses emosinya dengan baik. Sehingga saat ada masalah, mereka cenderung menghindari pembicaraan yang tidak nyaman dan langsung menggunakan kartu jabatan.
Tentu gue sendiri menyadari bahwa sangat mungkin gue punya bias dalam menilai gen Z dan orang di atas gue. Sementara yang muncul di laporan diagnosa adalah:
......cenderung menyelesaikan permasalahan secara parsial sehingga tidak mampu berempati.
Gue mendapatkan diagnosa semacam itu setelah 8 tahun bekerja. Tentunya selama 8 tahun bekerja, gue udah mengamati banyak hal. Selama sesi wawancara, psikolog tidak menggali lebih jauh kenapa gue mengambil kesimpulan seperti itu. Nggak pernah menggali juga berapa kali gue harus dealing dengan awkward situation menghadapi orang-orang yang lebih tua dari gue tantrum dan nggak mau diajak berdialog.
Ada banyak pengalaman-pengalaman semacam ini yang nggak bisa gue bagi semua. Gue memilih tetap ke psikolog karena pertanyaan dan diagnosa mereka membantu gue mengenali diri sendiri. Tapi menyuruh orang sakit langsung ke psikolog tanpa cautions bahwa ada psikolog yang judgemental tuh ngebuat gue khawatir. Khawatir kalo temen gue ketemu yang kayak gini, bukan malah sembuh tapi trauma.
Instrumen-instrumen assesment yang digunakan oleh psikolog sangat membantu kita mengecek kesehatan mental kita. Tapi balik lagi, jiwa manusia itu seperti lautan luas. Assesment-assesment tersebut tidak menggambarkan kondisi kita keseluruhan karena assesment itu bersifat parsial. Butuh kejelian psikolog untuk mencari instrumen assesment yang bisa menyentuh inti masalah.
Maka kalau kamu merasa deskripsi yang dituliskan oleh psikolog kurang tepat, kamu bisa banget bertanya lebih jauh detailnya. Tapi kalau kamu merasa semakin terhakimi, kamu boleh banget nyari psikolog yang lain.
Semoga kita semua bisa mendapatkan kehidupan yang baik dengan jiwa yang lebih sehat :)
56 notes
·
View notes
Text
Cara Terbaik Membalas Jasa Guru
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh dr. Detty.. apa kabar dok? semoga dalam keadaan sehat dokter & keluarga🙏🏻
Terima kasih banyak inspirasi dokter selama ini, terutama percakapan dengan dokter di Melbourne saat 2019. Mungkin dokter lupa namun bagi saya sangat berkesan, sebagai murid yang saat itu sedang exchange namun berkesempatan berdialog bahkan jalan-jalan dengan dokter Detty.. belajar banyaak hal saat itu.
Saya hendak memberi kabar baik dokter, insyaAllah saya akan melanjutkan studi S2. Alhamdulillah saat ini sudah diterima di Harvard Medical School dengan beasiswa LPDP. Mohon doa restu dan nasehat dokter..
Setelah beberapa hari lalu mendapat letter of acceptance dari Harvard, aku mengabari beberapa guru dan dosen. Salah satu dosenku yang kuhubungi adalah dr. Detty Siti Nurdiati, MPH, PhD, SpOG(K).
Beberapa jam kemudian, ada pesan masuk.
Ternyata beliau sedang berada di tanah para Nabi, bumi yang diberkahi Allah. Tanah Syams: Palestina.
“MasyaAllah Tabarakallah. Saya merinding membacanya. Doa terbaik saya untuk dr. Habibah dari tanah para nabi yg diberkahi Allah, Palestina”
Beliau kemudian menambahkan:
Aku yang jadi merinding.
Kilas balik ke 2019 ketika dirizqikan berjumpa beliau di Melbourne tanpa sengaja. Allah memang pembuat skenario terbaik. Saat jauh di negeri seberang justru bisa bertemu secara eksklusif, karena di kampus kami terpisah oleh kesibukan. Hanya dapat mengagumi Director of Cochrane Indonesia ini di kelas, saat lecture-lecture beliau.
"Dulu saya bela-belain menjadi asisten dosen untuk 3 departemen, demi menghidupi diri saat kuliah."
Sore itu, sambil menysuri St. Hilda Beach diiringi angin kencang, Allah mengajarkanku tentang kegigihan.
Kegigihan dr. Detty meniti pendidikan. Dengan latar belakang keluarga beliau yang kurang mampu, dokter Obgyn ini harus berjuang dengan beasiswa sejak bangku sekolah.. hingga S3.
Jadi asdos satu departemen aja berat, ini tiga. Batinku.
Setelah lulus menjadi dokter, beliau mendapat beasiswa dari Dikti untuk studi S2 di Swedia. Maka setelah menyelesaikan program wajib kerja 5 tahun sebagai obsgyn, beliau berangkat. Ternyata, setelah lulus.. beliau ditawarkan melanjutkan S3 oleh pemerintah Swedia.
Wah semangat sekali ya beliau sekolah terus.. MasyaAllah..
Awalnya beliau enggan karena harus meninggalkan anak-anak di Indonesia untuk periode waktu yang panjang. Namun berbekal ridha suami, beliau akhirnya mengambil tawaran tersebut.
Suami saya justru yang memotivasi saya. Kata suami saya: kesempatan tidak datang dua kali.
Alhamdulillah selama perkuliahan beliau diizinkan untuk pulang ke Indonesia dan menemui keluarga. Tidak hanya sekali, dua kali: 4x! dan itu semua dibiayai.
Beliau tersenyum sambil berkata,
Mungkin jarang yaa saat itu, ada seorang wanita, berjilbab pula, yang mau sekolah jauh-jauh (di tempat yang musim dinginnya -44 derajat Celsius).
Maka saya disekolahkan, tanpa harus ada tanggung jawab moral dan syarat mengabdi ke pemerintahan Swedia. Alhamdulillah.
Ternyata dengan niat yang baik, Allah mudahkan beliau mengikuti banyak courses di kota lain di Eropa (Geneva, London, dll.) secara cuma-cuma, selama studi S3 tersebut.
Kami terus mengobrol bahkan ketika di atas tram (kereta listrik di Melbourne). Aku sungkan dan canggung. Maklum, ini kali pertama aku belajar networking. Hehe. Apalagi dengan prestasi dr. Detty yang luar biasa. Minder sekali.
Namun.. beliau adalah dokter yang keibuan, rendah hati dan bersahaja. Terbukti dari hangatnya beliau menyimak cerita-cerita recehku tentang exchange hehe..
Wah, alhamdulillah ya dek masih muda sudah bisa dapat banyak pengalaman di luar negeri. Saya jadi ingat, pertama kali saya berangkat ke luar negeri. Saat itu saya kuliah semester 3. Saya diminta mewakili Indonesia untuk konferensi di Bangkok. Saat berangkat di bandara Adisucipto, saya diiringi seakan saya hendak berangkat haji.
dr. Detty tertawa mengenang ramainya keluarga dan dosen (dosen-dosen legendarisnya FK UGM) yang melepas kepergian beliau saat itu ke bandara. Memang di era tersebut, masih sedikit sekali orang Indonesia yang dapat berangkat ke luar negeri. Apalagi dengan ekonomi keluarganya saat itu.
Pertemuan itu membekas sekali. Aku terharu, juga tertampar. Ya Allah, banyak hal yang perlu kusyukuri. Banyak privilege yang Allah berikan padaku. Hari itu aku membatin, ingin mensyukuri nikmat ini dengan terus menuntut ilmu. Dengan terus mencari ladang amal yang bermanfaat untuk ummat. Hari itu terbersit di hati (dari Allah): semoga bisa bersekolah lagi, jika memang studi tinggi dapat meluaskan kebermanfaatan diriku.
Beliau satu dari sekian banyak guru-guru yang berjasa dalam hidupku.
Seorang kakak dulu mengingatkanku: jasa guru dan dosen tidak akan dapat terbayar,
Maka cara terbaik membalas jasanya adalah dengan mengamalkan ilmu yang diberikannya. Cara terbaik membalas jasanya adalah dengan mendoakannya. Doa agar Allah melipatgandakan kebaikan untuknya dan keluarganya.
Maka jika sekarang aku berdiri di titik ini, tidak lain dan bukan adalah akumulasi dari jasa banyak sekali manusia. Hanya Allah-lah yang dapat membalas kebaikan mereka, keikhlasan mereka.
Selamat terus bertumbuh, merely standing on the shoulders of giants.
-h.a.
Saya tidak pintar, namun saya dibiasakan dan dimudahkan mengamalkan satu amalan ketika saya belajar. Dari kecil, saya selalu belajar dalam keadaan berwudhu.
-dr. Detty Siti Nurdiati, MPH, PhD, SpOG(K)
Mohon doa untuk guru-guru kami..
47 notes
·
View notes
Text
Saat sepi menjadi teman
Selalu ingat saat-saat kamu butuh ketenangan
Kapan kamu merasa perlu berdialog dengan diri
Dengan kepala yang isinya wara-wiri
14 notes
·
View notes
Text
Sore itu air terjun Singokromo sepi pengunjung. Entah kenapa mentari seolah malas menampakkan diri, hingga turun milyaran tetesan air dari langit. Suhu pun semakin dingin, melengkapi sore yang begitu sendu.
Terlihat lelaki bertuguh tegap, duduk di antara bebatuan yang di aliri air terjun Singokromo. Tangannya memegang sebuah foto wanita sedang tersenyum manis, dengan balutan pakaian syar'i, yang tidak lain adalah almarhumah istrinya.
Genap satu tahun kepergian sang istri. Padahal umur rumah tangga mereka masih seumur jagung. Sakit Gerd yang parah, membuat istrinya tidak mampu bertahan lama untuk hidup.
Arya berdialog dengan dirinya sendiri. Dia berimajinasi bahwa sang istri berada dekat dengannya saat ini.
"Dek, kamu ingat tempat ini? Ini adalah tempat yang paling kamu suka. Kamu bilang, gemericik air, suara kicauan burung di alam terasa merdu, membuat hatimu bahagia. Dulu, aku merasakan bahagia tidak terkira berada di tempat ini. Tapi, hari ini aku merasakan luka terdalam di tempat ini. Bahagiaku seolah sirna bersama kepergianmu."
Tanpa terasa bulir air mata berjatuhan. Setegar apapun seorang lelaki, ketika kehilangan wanita yang di cintainya pergi, itu adalah titik terendahnya.
Arya masih berusaha menguasai emosinya. Lalu, kembali berkata, "Apa kamu masih bisa melihatku di atas sana, Dek? Apa kamu melihat aku begitu rapuh tanpamu? Tuhan yang sudah menguatkan aku, tapi nyatanya aku masih enggan menerima takdir perpisahan kita. Rasanya aku masih begitu dalam mencintaimu. Sehebat apapun aku melupakanmu, nyatanya kenangan bersamamu tetap menjadi pemenangnya, Dek. Mas sulit menerima takdir pahit ini. Mas belum ikhlas kamu pergi!"
Tangisnya Arya pecah seketika. Meraung penuh kesakitan. Setelah lelah menangis, Arya membasuh wajahnya dengan air sungai. Hawa dingin air tersebut menjalar ke permukaan kulitnya, hingga memberikan efek tenang dan damai. Kemudian dia beristirahat dengan menyandarkan tubuhnya, di pohon besar. Memejamkan mata, lalu kemudian tertidur lelap seketika.
Dalam mimpinya, Arya melihat sang Istri duduk di sampingnya. Istrinya membelai lembut wajah Arya dengan penuh kasih sayang. Seolah dia memahami keperihan batin yang dirasakan suaminya.
Kemudian sang Istri berkata, "Mas, aku tahu ini berat. Aku pun tidak menghendaki takdir demikian. Jika aku boleh meminta kepada Allah, tentu aku ingin bersamamu lebih lama. Melayani kamu, mencurahkan semuanya. Aku ingat saat hari perayaan kita. Aku benar-benar seperti wanita paling beruntung di dunia karena memiliki lelaki sepertimu. Tapi takdir berkata lain, Mas. Belajarlah untuk ikhlas, agar aku bisa tenang di sisi-Nya. Aku pamit ya, Mas. Jaga diri. Insyaallah kita akan bertemu lagi di kehidupan abadi."
Arya kemudian terbangun dari tidurnya. Mimpi itu seolah seperti nyata. Di detik itulah, dia menyadari pentingnya menerima dan mengikhlaskan takdir terpahit agar tidak melukai diri dan menjadi hambanya yang taat kembali.
Sity Hana Nurjanah
#NomorPeserta39
#Tugaspekan1
#Kopling
16 notes
·
View notes
Text
01
Udah lama ga nulis di Tumblr tapi di H-1 pemilu ini aku merasa perlu banget menulis dan menyatakan bahwa besok aku akan nyoblos 01. Anies-Muhaimin. Dan siapa tau tulisanku bisa meyakinkan kamu-kamu yang masih belum yakin mau coblos siapa tapi jelas gak mau golput. Dan please, for everyone's sake.... jangan coblos 02.
Alasan utama aku pilih 01 sih karena (1) Asal bukan Prabowo, dan (2) Gak mau coblos PDIP. Cuma ya kalau realistis dan gak gengsi untuk mengakui dan diri mau obyektif, Anies Baswedan memang adalah orang yang paling pantas untuk jadi presiden Indonesia di antara ketiga capres yang kita punya sekarang. Secara pendidikan, rekam jejaknya sedari bangku sekolah, kuliah, menjadi rektor termuda Indonesia, menggagas dan menjalankan Indonesia Mengajar, menjadi Mendikbud walau dicopot tak sampai 2 tahun menjabat, dan yang paling baru adalah Gubernur DKI Jakarta.
Karena dari awal aku memang condong ke Anies, ya otomatis aku memang lebih ingin mengkonsumsi dan mencari konten mengenai beliau. Awalnya tentu aja kemakan ribut-ribut kontroversi deklarasi Cak Imin yang tiba-tiba maju jadi cawapres Anies padahal (1) awalnya AHY digadang-gadang jadi cawapres beliau, dan (2) awalnya Cak Imin akan dipasangkan jadi cawapres Prabowo. Langsung deh dicap dobel oportunis - yang satu "mengkhianati" Demokrat, dan yang satu lihai oportunistik mengambil kesempatan menjadi cawapres di koalisi yang hampir runtuh karena gak sampai 20% presidential treshold.
Kalau mau denger Pak Anies address tuduhan satu ini, bisa tonton di video berikut:
youtube
Cuma asli deh kalau u emang serius pengen tahu kebenaran dan ingin mendengarkan untuk paham, kalau cari di Youtube semua penjelasan mengenai isu-isu Anies dan Muhaimin semuanya ada, kok. Dan semuanya bisa aku terima dengan akal sehat. Balik lagi, semua tergantung niat.
Banyak banget konten Bocor Alus Politik yang udah w konsumsi di sebulan terakhir haha.
Poin kedua yang bikin aku semakin bulat untuk coblos beliau adalah karena pendekatan kampanye-nya yang.... berbeda. Berbasis dialog, sungguh idealis, menyediakan ruang untuk siapapun, di berbagai kota dan berbagai setting, dengan berbagai partisipan yang dengan bersemangat menyampaikan masalah dan kegelisahan apa yang ingin mereka cari jalan keluarnya. Sebenarnya untuk bisa merasa cukup aman dan nyaman untuk angkat suara di sebuah forum sangat besar, itu juga adalah hal yang nggak semua pemimpin dan calon pemimpin bisa ciptakan.
Ada dua episode Desak Anies yang bikin w nangis selama nonton... yang pertama adalah tentang perempuan:
youtube
Dan tentang buruh dan ojol.....
youtube
Pas denger para audiens ngomong w rasanya sedih banget. Banyak banget ragam masalah yang dihadapi banyak lapisan masyarakat... masalah-masalah yang tak terbayang. Bahwa ada banyak yang masih belum mendapatkan keadilan dan kelayakan hidup seperti "mitra" ojol dan juga pekerja rumah tangga.
****
Cara pikir beliau runtut, punya kerangka pikir yang jelas, berbasis nilai, bisa menyampaikan semua ide dengan baik, jelas, sopan, dan memberikan ruang untuk berdialog. Sempet juga liat video dimana Pak Anies menjelaskan gimana akhirnya dia bisa meyakinkan pemilik lahan untuk menjual lahannya ke pemerintah melalui diskusi... gimana akhirnya dia bisa meyakinkan sebuah musholla untuk memberikan persetujuan pendirian gereja dengan berdiskusi juga... bagaimana cara pikir beliau sampai akhirnya beliau kembali memperbolehkan ojek untuk lewat Jl Thamrin. Dimana sebelumnya Ahok mensterilkan ruas jalan itu dari kendaraan roda dua.
Anies bilang bahwa Jakarta itu untuk semua orang, inilah demokrasi yang sebenarnya, dimana jalan termahal di republik ini bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, dari yang paling miskin sampai ke yang paling kaya sekalipun. W juga jadi mikir, bahwa ya pernah banget w mikir bahwa motor tuh ganggu di jalan, bikin macet - tapi w melupakan bahwa w dan mereka adalah sama-sama penduduk kota ini. Yang haknya seharusnya sama, tidak dibedakan. (Cuma ya tolong lah tetep tau aturan).
Untuk lengkapnya tonton deh di sini (bisa start di menit ke 40):
youtube
Fyi di tahun 2019 w nyoblos Prabowo. Waktu itu sih karena memang gak suka sama Jokowi sekaligus kasian sama Prabowo karena kok kayaknya pengen banget jadi presiden (kasih lah). Cuma ya di 2019 dan 2024 spirit w tetap sama: mencari perubahan.
Di tahun 2024 ini kita sangat beruntung bisa mendapatkan capres seperti Anies Baswedan, yang bikin anak-anak muda bisa lebih kritis dan berpartisipasi melalui dialog dan juga gerakan-gerakan sangat pop seperti kpopification dari fandomo Pak Anies di @aniesbubble dan juga menggerakkan volunteer untuk bikin event-event independent self-funded juga website yang keren banget seperti ini (harus dibuka di hp):
Inti dari intinya adalah.... w takut sih jujur menyambut pemilu esok hari.
****
Semoga Allah merahmati kita semua.
23 notes
·
View notes
Text
Buat apa Hemat?
Hemat waktu, hemat uang, hemat tenaga. Kita selalu diimbau untuk berhemat. Apakah memang penting?
Pola pikir berhemat biasanya sudah ditanamkan sejak dini pada anak. Jangan boros ya, ayo nabung. Jangan tidur terlalu malam ya, nanti kecapekan. Jangan menunda-nunda pekerjaan, hasilnya tidak akan maksimal. Secara logika, kita tahu bahwa menghemat waktu, tenaga, dan pikiran adalah hal yang logis dan baik untuk dilakukan.
Lantas, ketika sudah punya waktu luang, tabungan yang cukup, energi yang banyak, apa yang ingin Anda lakukan? Lucu bahwa kita selalu dianjurkan untuk melakukan penghematan tapi tidak diajari tentang menggunakan dengan bijak.
Ada yang punya banyak uang lalu tidak tahu bagaimana menggunakannya dengan baik. Shopping baju sebanyak mungkin, beli makanan enak, liburan ke tempat-tempat mahal, apapun itu untuk memuaskan keinginan. Anehnya, menuruti keinginan itu tidak membawa kebahagiaan juga. Mengapa masih terasa kosong dan kurang?
Ada yang punya banyak energi tapi tidak tahu mau diapakan. Akhinya disalurkan untuk kegiatan yang tidak baik, merugikan orang lain, bahkan melanggar hukum. Orang berkomentar, "Ya begitu kalau orang tidak punya kerjaan!" Mungkin sebetulnya punya, tapi ia tidak pernah diajari menggunakan energinya untuk hal-hal yang positif.
Ada orang yang punya banyak waktu luang kemudian malah bingung. Mau ngapain ya? Karena tidak ada kegiatan, akhirnya ia mindlessly scrolling media sosial. Hal yang seakan-akan tidak buruk, tapi tiba-tiba sudah 1 jam lebih terbuang. Setelah itu baru menyesal, aku ngapain sih sejam ini?
Seperti biasa, saya iseng berdialog dengan diri. Apa sebetulnya yang bisa kita lakukan setelah menjalankan semua upaya penghematan?
Sepertinya kita perlu mencari tahu apa yang benar-benar memberi makna dalam hidup. Berhemat jelas perlu, tetapi bagaimana kita menggunakan uang-waktu-pikiran juga tak kalah penting. Rencanakan kesenangan apa yang positif dan rewarding untuk diri sendiri. Setiap orang tentu berbeda, tergantung kesenangan dan preferensi masing-masing.
Salah satu contohnya, alih-alih membeli (lagi) benda-benda yang sudah dimiliki atau kurang penting, coba alihkan pengeluaran untuk hobi dan pengalaman. Kurangi beli baju/sepatu/tas, gunakan uang untuk mengasah skill tertentu, mencoba hobi baru, atau melakukan olahraga untuk kebugaran. Daripada makan segala macam junk food secara berlebihan karena mengikuti nafsu, gunakan uang untuk beli makanan yang lebih mahal tapi bergizi.
Dalam kegiatan menghemat - menggunakan, kita juga perlu berhenti berpikir secara biner atau ekstrem. Hidup sangat jauh dari situasi hitam-putih, kebanyakan berada di ranah abu-abu.
Berhemat bukan berarti tidak menggunakan uang sepeser pun, tapi bukan juga menghambur-hamburkan tabungan untuk kesenangan duniawi. Sesekali memanjakan diri boleh, tapi jangan terbawa arus budaya konsumtif dengan dalih self reward. Bekerja jangan terlalu serius hingga tak pernah mengambil cuti untuk menunjukkan dedikasi, tetapi jangan juga mencuri-curi kesempatan untuk mangkir dari jam kerja. Temukan keseimbangan di antara keduanya. Ada waktu untuk mencintai diri, ada juga waktu untuk menahan diri.
Mungkin anjuran berhemat sebetulnya mencoba mengajak kita menjadi sosok yang lebih baik. Manusia bukan sekadar seonggok daging yang selalu disetir oleh nafsu akan kekayaan, kelezatan, atau kenikmatan lain yang bersifat duniawi. Di sisi lain, menggunakan juga merupakan seni yang perlu dipelajari setiap hari. Kita pasti akan menjadi orang yang lebih baik jika tahu bagaimana menghemat dan menggunakan dengan bijak.
9 notes
·
View notes
Text
Entah.
Babak belur beberapa waktu yang lalu, membuatku memutuskan untuk berhenti menulis, lebih tepatnya berhenti mengurai pergumulan isi kepala dan hatiku sebab yang kulakukan beberapa waktu belakangan hanya menelan, menelan, dan menelan.
Caraku memilih legawa terhadap takdir membuatku berhenti menjadi kritis terhadap apa yang terjadi dan apa yang kualami. Alhasil, kelegawaan itu membuatku memilih untuk menelan saja.
Aku mulai melupakan bagaimana 'serunya' meluangkan waktu untuk diriku sendiri mengurai isi kepala dan hatiku.
Aku mulai melupakan bagaimana cara berdialog dengan diri sendiri melalui medium aksara.
Aku mulai sibuk berbincang dengan diriku di dalam keheningan dan tatap mata yang entah ke mana tujunya. Bengong menjadi andalanku, entah sejak kapan.
Aku mulai terbiasa tidak lagi bercerita, padahal ini menjadi keseruan yang kurasakan sejak bertahun-tahun lamanya.
Aku terbentuk menjadi orang lain setelah ditampar habis-habisan oleh keadaan tahun lalu.
Buku-buku yang kubeli hanya bertengger di rak, belum kusentuh satu halaman pun. Film-film yang kudownload di Netflix hanya tersimpan di list, belum kutonton sedetik pun. Aku terlalu sibuk memahami keadaan, terlalu sibuk mencerna kondisiku yang harus realistis untuk tetap kokoh melangkah walau rasanya sekujur tubuhku ingin luluh lantak. Tak jarang, caraku menyalurkan emosi itu dengan menangis di setiap malam hanya untuk menenangkan dan menguatkan diriku sendiri.
Aku menjelma menjadi pribadi baru sambil terus-menerus menghela napas panjang dan bergumam, "Seperti ini rasanya menjadi manusia dewasa yang banyak yaudah-nya dan alhamdulillah-nya."
Aku tidak lagi melontarkan banyak pertanyaan "Kenapa" seperti aku yang dulu dan menggantinya dengan penerimaan "Qodarullah, Ca. Terima, terima, terima".
Keberserahan dan kelegawaan atas hiruk pikuk kehidupan yang kualami menjadikan kumelepas kesenangan menulis, padahal aku bisa saja tetap bercerita tentang keseharian, sudut pandangku terhadap banyaknya sisi kehidupan, atau hal-hal menyenangkan yang kualami. Namun, aku belum menemukan titik balik untuk itu. Aku belum kembali tertarik untuk banyak bercerita seperti dulu. Aku masih ingin menelan banyak hal, entah sampai kapan.
Beberapa menit yang lalu, aku membaca sebuah caption foto seorang sutradara film di Indonesia, terkenal. Ia bercerita tentang pengalamannya travelling bersama keluarganya. Sebelumnya, aku mendengarkan podcastnya dan ia bercerita tentang betapa ia bersyukur dipertemukan dengan istrinya dan membangun rumah tangga bersama orang yang tepat. Well, hal itu pun termasuk bercerita, bukan? Bisa saja aku melakukannya juga, tetapi gairah untuk kembali bercerita baru sebatas kembali menulis unggahan ini dan tidak ada jaminan esok hari atau seterusnya.
Sebelumnya, aku tidak pernah membayangkan seorang aku akan berhenti menulis sepenuhnya. Sebelumnya, kukira menulis dan bercerita adalah lilin yang akan terus menyala di dalam tubuhku. Ternyata aku salah, aku lupa bahwa lilin yang terus menyala akan bisa habis meleleh dan padam.
Lantas, bagaimana aku selanjutnya? Entah. Aku hanya akan terus menjalani hari-hari seperti biasa.
- ca
8 notes
·
View notes
Text
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Butuh waktu bertahun-tahun untuk akhirnya benar-benar paham dan mengerti tentang ini :
🍃 Kita hanyalah Hamba, cuma menjalankan peran sebagaimana yang Dia mau. Bukan soal perannya apa atau atribut apa yang dipinjamkan untuk mendukung peran itu, tapi soal gimana caranya menjalankan peran dengan sebaik-baiknya.
Dalam sebuah film, tokoh utamanya bisa jadi apa aja kan? Bukan soal dia perannya sebagai apa, tapi gimana dia memerankan peran yang ditugaskan ke dia, betul?
So, untuk jadi bernilai, cakupan sudut pandangnya luas banget. Nggak harus jadi ini itu dulu. Setiap peran, apapun itu, bisa bernilai asal dilakukan dengan sebaik-baiknya.
🍃 Dalam berjuang, ternyata semangat dan konsisten aja tuh nggak cukup. Jika hanya mengandalkan kedua itu, akan lama tumbuhnya. Untuk pertumbuhan yang lebih cepat, butuh yang namanya ilmu dan skill yang cukup, butuh informasi yang up to date, dan butuh strategi yang sesuai. Mau belajar, membuka diri, dan beradaptasi adalah kunci untuk semua itu. Fokus!
So, teruslah mau belajar dan selalu menyisakan ruang kosong yang selalu siap menerima hal-hal baru dan selalu siap untuk diisi.
🍃 Selalu libatkan Allah sedari awal memulai apapun. Selalu libatkan Allah dalam setiap langkah dan pilihan-pilihan yang diambil. Berusahalah semaksimal mungkin, sebaik mungkin, jangan dengan sengaja dan sadar melakukan kesalahan, berdo'a tanpa henti dan tawakkal. Sisakan ruang untuk ikhlas dengan apapun hasil yang nantinya didapat. Karena, kerja keras nggak selalu linier dengan hasil yang sesuai harapan. Tetap saja, pada akhirnya hasil yang kita dapat sesuai 'approve' yang Maha Kuasa. Apapun itu entah sesuai harapan ataupun tidak, insyaAllah itu yang paling tepat dan terbaik.
Kalau sesuai harapan, ya Alhamdulillah. Hadza Min Fadhli Rabbi. Bersyukur. Jangan congkak. Jangan merasa, "ini karena kehebatan aku". No! Kalau nggak sesuai harapan, ya Alhamdulillah. Tetap bersabar dan lanjutkan ikhtiarnya. Bukan alasan untuk merajuk atau menyalahkan diri. InsyaAllah ada rencana lain dari-Nya yang lebih tepat menurut-Nya.
MasyaAllah Tabarallah.
Alhamdulillah Ala Kulli Haal
🤍🤍🤍
YZW, 17/10/24
0 notes
Text
Aku ingin menunggu - mengetik seharian denganmu
Berceloteh membahas makanan apa hari ini, soal harga buah sekarang, dan banyak hal lagi selain itu
Bercanda yg tak canggung, bahkan berbisik yg tak menganggu
Berdialog pikiran serta belajar dari peristiwa kemarin yg sudah menjadi sejarah
Kita hari ini melakukannya dalam tempo seharian meski tetap dengan jeda
Semoga ada alasan untuk kita memulai lagi cerita dan memperbaharui banyak hal dalam diri
Itu harapannya
16 notes
·
View notes
Text
Menikmati waktu sendiri adalah bagian dari self talk. Seringkali telinga dan mata lebih sering memandang diluar yang terjadi, akibatnya lupa dengan diri sendiri.
Barangkali ada niat yang butuh diluruskan kembali, ada impian yang perlu untuk dikuatkan lagi, ada perasaan diri yang kita pun kadang tidak memahami karena tidak pernah menyelami lebih dalam.
Sering berdialog dengan diri sendiri adalah bagian dari upaya untuk menjadikan diri lebih baik, mengevaluasi apa yang telah dilakukan, dan berbenah untuk langkah selanjutnya.
Merawat hati dan pikiran untuk selalu jernih memang tidak mudah. Tapi dengan latihan mengelolanya tidak ada yang tidak mungkin. Termasuk belajar membaca keadaan sekitar dan meninggikan harap kepada-Nya.
Menyadari status hamba yang hanya boleh taat kepada rabb-Nya. Mengajari diri untuk selalu menjadikan setiap langkah sebagai salah satu bentuk cinta kepada-Nya. Kembali lagi ke Intention.
Dear diriku, yuk banyak-banyak refleksi!
- 28 Mei 2023 -
44 notes
·
View notes
Text
For the first time, sengaja ambil cuti 3 hari nyambung ke weekend karena ngerasa udah ada sinyal kenceng banget untuk ambil jeda dari semua rutinitas.
Yup, cuti ini bener-bener dialokasikan untuk berdialog dengan diri sendiri tentang; apa sih sebenernya yang lagi "dikejar"? Apa tujuan akhirnya udah bener? Lalu sejauh ini, jalurnya udah tepat apa belum? Energinya tersalurkan pada hal yang esensial atau sebaliknya? Upaya dan keseriusannya udah sebesar apa?
Alhamdulillah, ternyata semua pertanyaan bisa kujawab. Meskipun jawabannya hampir bikin kaget semua. Menyadari BETAPA banyak sekali waktu dihabiskan bukan untuk hal yang benar-benar penting. Dan sekarang, imbasnya ya bener-bener bisa dirasain (bahkan secara fisik).
Ketidaktenangan bikin badan lemes nggak bergairah. Males-malesan nggak ada motivasi. Dari sisi emosi, juga nggak terkontrol. Bahaya banget ini kalau dibiarkan berlarut.
Muaranya sebenernya pada satu ketakutan. Saya takut kelak, mati dalam keadaan tidak sadar dengan apa yang dikerjakan disini (dunia). Takut kalau ternyata kebiasaan yang saya jalani sehari-hari, bukan kebiasaan yang cukup baik. Padahal kita akan dimatikan sesuai kebiasaan kita... naudzubillahimindzalik.
Ya Allah, meski begitu banyak penyesalan atas waktu yang berlalu sia-sia, tapi hamba meyakini bahwa dorongan untuk memperbaiki diri yang saat ini aku rasakan adalah hidayah dari Mu. Maka yaa Allah, bimbinglah aku.. jaga aku.. hindarkan aku dari hal-hal yang tidak bermanfaat.. bantu aku meniti langkah baru, untuk menjadi manusia yang sesuai dengan misi penciptaan Mu..
Rabbana dzalamna anfusana.. Wa illamtagfirlana.. Wa tarhamna.. Lanakuunanna minal khaasyirin..
28 notes
·
View notes
Text
Serunya, "Dek, kenapa diem aja? Ayo main air."
Aku hanya tersenyum seraya menjawab sebisanya, "Disini aja, mbak. Liat ombak."
Dalam hati,
"Aku tidak diam, kepalaku sungguh penuh tanya. Dan hatiku sibuk berdialog dengan Tuhan. Berharap Allah menjawabnya dengan ketenangan.
Ya, Rabb. Laut-Mu yang tidak terbatas itu, bagaimana kalau aku menjadikan hatiku seperti itu? Pastinya; asam, manis, pait yang dituang tak kan merubah rasa didalamnya, kan?! Karna begitu luasnya penerimaannya. Tapi untuk menuju luasnya sebuah penerimaan. Apa lagi yang harus aku lalui, Ya Rabb.."
Hati kita harus diperluas sebagai sabar itu yang tiada batas. Luasnya hari untuk menerima segala ketetapan baik ataupun yang dirasakan kurang baik. Yang sejatinya diri ini sering kali alfa memaknai hal yang tidak kita suka sebagai hal yang tidak baik. Sehingga tak kala hal itu datang menerpa kita bisa menempatkan diri. Bahagia dan bersedih secukupnya. Tidak berlarut-larut lama.
Sebagaimana air laut yang diberi gula/pemanis. Sebanyak apapun yang diberikan tidak akan mengubah rasa asin dari air laut.
45 notes
·
View notes