Tumgik
#aktivasi ruang publik
turisiancom · 27 days
Text
TURISIAN.com - Pemerintah Kota Bandung baru saja memperkenalkan dua destinasi wisata anyar di kawasan Braga yang diberi nama Selasar Menyala dan Jembatan Menyala. Terletak di RW 08, Kelurahan Braga, kedua fasilitas publik ini hadir sebagai bagian dari upaya memperkuat aktivasi sosial ekonomi di Kampung Braga. Dengan efek glow-in-the-dark yang memikat, Selasar dan Jembatan Menyala diproyeksikan menjadi magnet baru bagi para wisatawan yang gemar berfoto atau berswafoto di malam hari. Kedua destinasi tersebut secara simbolis diresmikan pada Sabtu, 17 Agustus 2024 lalu.  Bertepatan dengan peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI. BACA JUGA: Rencana Pembangunan Jalan Tol Dalam Kota Bandung Dilanjutkan Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Eric Mohamad Atthauriq, hadir mewakili Pj Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono, dalam acara peresmian ini. Didampingi oleh Pj Ketua TP PKK Kota Bandung, Linda Nurani Hapsah, serta Kepala Dinas Sosial, Soni Bakhtiar, kehadiran destinasi wisata ini diharapkan mampu menyuntikkan energi baru dalam pengembangan kawasan Braga. "Program ini merupakan langkah inovatif Social Economy Development yang bertujuan mengaktifkan potensi sosial ekonomi di Kampung Braga," ujar Eric. BACA JUGA: 47 Hotel di Kota Bandung Diserang Hacker, Menipu Calon Pemesan Kamar Lebih jauh, ia berharap pengembangan wisata ini tak hanya menarik lebih banyak wisatawan, tetapi juga memberdayakan warga setempat agar terlibat aktif dalam geliat ekonomi lokal. Selain Selasar dan Jembatan Menyala, para pengunjung juga akan disuguhi pemandangan mural artistik yang menghiasi dinding-dinding di sepanjang RW 08. Serta pusat kuliner yang dikelola oleh warga sekitar. Dengan demikian, wisata di kawasan Braga tak hanya soal jalan-jalan dan fotografi. Namun,  juga menjadi ajang untuk mencicipi kuliner khas yang dijajakan masyarakat lokal. BACA JUGA: Pekan Kerajinan Jawa Barat Diisi Seabrek Event Menarik, Saatnya ke Kota Bandung Social Economy Development Dalam kerangka besar program Social Economy Development, Pemerintah Kota Bandung berusaha mengintegrasikan pemberdayaan ekonomi warga melalui kolaborasi pentahelix. Yakni sinergi antara pemerintah, akademisi, komunitas, pelaku usaha, dan media. Kawasan Braga pun dijadikan sebagai laboratorium pertama untuk menguji model pemberdayaan ini. Sedangkan Kepala Dinas Sosial, Soni Bakhtiar, menjelaskan bahwa inti dari program ini adalah mendorong warga untuk lebih mandiri secara ekonomi. BACA JUGA: Pendopo Kota Bandung Kini Dibuka Sebagai Destinasi Wisata Gratis Penuh Sejarah "Kami menyediakan ruang dan dukungan bagi mereka yang ingin memulai atau mengembangkan usaha. Termasuk pelatihan manajemen, pemasaran, hingga pengembangan produk," paparnya terkait dua destinasi anyar tersebut. Dengan prinsip "dari, oleh, dan untuk masyarakat," komunitas bisnis yang dikelola warga menjadi kunci keberlanjutan program ini. Soni menambahkan, dengan adanya inisiatif ini, diharapkan warga Braga tak lagi bergantung pada bantuan pemerintah. Seperti Program Keluarga Harapan (PKH) atau Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). BACA JUGA: Menapaki Jejak Kreativitas dan Sejarah Tiongkok di Kota Bandung "Tujuannya adalah agar warga mampu mandiri secara ekonomi dan terus berkembang bersama-sama," tandasnya. Ke depan, kehadiran destinasi wisata baru ini diharapkan dapat memperkuat daya tarik wisata Kota Bandung. Sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemkot Bandung juga berpesan agar masyarakat selalu menjaga ketertiban, kebersihan. Termasuk,  keindahan kawasan tersebut agar manfaat yang dihasilkan bisa terus dirasakan dalam jangka panjang. ***
0 notes
jurnalsultra · 1 year
Text
Gelar Aktivasi IKD di Ruang Terbuka Kali Kadia, Pemkot Kendari Libatkan Ribuan Warga
Kendari, JurnalSultra.com – Pemerintah Kota Kendari menggelar pelaksanaan Aktivasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Ruang Terbuka Publik (RTP) Kali Kadia, Jumat (1/9/2023). Pelaksanaan Aktivasi IKD ini diikuti ribuan warga kota Kendari. Acara diawali dengan senam jantung sehat dan penyerahan bantuan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Kendari. Direktur Jendral (Dirjen) Kependudukan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
gubuakkopi · 7 years
Text
Pada Januari 2017 lalu, Komunitas Gubuak Kopi bersama pemuda Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok menggelar lokakarya aktivasi ruang publik melalui pendidikan literasi media. Dalam lokakarya ini terlibat 7 orang partisipan diantaranya: Volta Ahmad Jonneva, Raenaldy Andrean, Zola Alfitra, Tiara Sasmita, Zekalver Muharam, Muhammad Risky, bersama fasilitator: Albert Rahman Putra dan Delva Rahman. Dalam rangkaian lokakarya ini juga terdapat beberapa lokakarya lainnya oleh partisipan bersama warga dan remaja sekitar Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok, seperti: lokakarya mural, musik tradisi talempong pacik, membaca puisi, dan mendaur ulang. Kegiatan ini diselenggarakan di Solok, dengan pusat lokakarya di Galeri Gubuak Kopi dan Perpustakaan Kelurahan Kampung Jawa.
Kegiatan ini dipresentasikan di Perpustakaan Nagari, Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok, pada 21 Januari, terdiri dari rangkaian pameran dan pertunjukan.
Dokementasi Proses
This slideshow requires JavaScript.
Presentasi Publik “Babaliak Ka Pustaka Nagari” Pada Januari 2017 lalu, Komunitas Gubuak Kopi bersama pemuda Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok menggelar lokakarya aktivasi ruang publik melalui pendidikan literasi media.
0 notes
smokesbomb · 5 years
Text
REVISI, AKTIVASI, AKSI
Tumblr media
gambar: lukisan djoko pekik- berburu celeng
Korupsi adalah parasit. Serupa kanker bagi sebuah negara. Seperti wabah bagi suatu generasi bangsa. Semenjak VOC bangkrut sampai jelata yang bertransaksi di suatu razia kendaraan bermotor. Korupsi adalah musuh bersama yang sudah menjadi bahaya laten.
Di saat yang bersamaan, revisi adalah kata yang populer belakangan ini. revisi berarti perbaikan.  Bila biasanya revisi selalu dikaitkan dengan karya ilmiah –skripsi, tesis,disertai dan lainnya, kali ini revisi menemukan tandem barunya, korupsi. Revisi dan korupsi  tak ubahnya momok yang menakutkan bagi orang-orang yang punya harapan.
Adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) korban kita hari ini, dirinya dianiaya oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).  Sebagai pelaku yang akan purna jabatan, DPR melakukan sesuatu yang mewakili akal miringnya secara berjamaah. DPR melakukan ‘aksi penyelamatan diri di masa depan’ dengan cara mengajukan revisi UU KPK.
Revisi ini menjadi bermasalah karena:
Penyadapan,     penyadapan dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK.
Pencegahan Tipikor:     setiap instansi, kementerian, dan lembaga wajib menyelenggarakan     pengelolaan Laporan Harta Kekayaan terhadap penyelenggaraan Negara sebelum     dan setelah berakhir masa jabatan.
Dewan Pengawas:     dalam menjalankan tugas dan wewenang diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang     berjumlah lima orang.
Penghentian     penyidikan dan penuntutan (SP3):
KPK berwenang     menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tipikor yang     penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama     satu tahun
Penghentian ini     harus dilaporkan ke Dewan Pengawas dan diumukan ke publik.KPK dengan tegas menolak Revisi UU KPK. 
KPK menganggap revisi UU KPK ini rentan melumpuhkan fungsi-fungsi KPK sebagai lembaga independen pemberantasan korupsi. Sehingga revisi UU KPK berisiko melemahkan KPK seperti:
Idependensi KPK terancam
Penyadapan dipersulit dan dibatasi
Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
Sumber Penyidik dan Penyidik dibatasi
Penuntutan Perkara Korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung
Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
Kewenangan pengambilan Perkara di Penuntutan dipangkas
Kewenangan strategi proses penuntutan dihilangkan
KPK bisa menghentikan Penyidikan (SP3)
Kewenangan mengelola LHKPN dipangkas
Lalu bagaimana dengan nasib rakyat yang berharap penuh kepada KPK? Malang nian memang setelah disibukan oleh rutinitas menafkahi diri di hidup yang kian rudin, rakyat harus terhempas di hadapan hukum yang selalu timpang. Harapan mereka kepada KPK harus ditimbun dalam-dalam oleh gunungan korupsi yang kian berbukit.
Di situasi seperti ini watak DPR tak ubahnya seperti malapetaka. Energi kita diviralkan lalu dikuras habis-habisan oleh peristiwa-peristiwa politik yang semakin hari semakin memamah biakkan apatisme. yakni sikap tidak peduli terhadap politik, sebab politik selalu diidentikan dengan sesuatu yang tidak bermoral. 
Ketidakpedulian inilah yang selalu dimanfaatkan oleh para pembegal DPR untuk mengumpulkan kekayaannya lewat jalur legal. Revisi UU KPK adalah satu contoh. Salah satu bukti kekalahan rakyat di hadapan wakilnya sendiri. Ibarat kita--rakyat menggantungkan nasib kita kepada jagal yang kita pilih secara sukarela. Sebuah jalan bunuh diri yang puitik.
Kita bisa memaki DPR sebagai begal, maling, atau kumpulan bahasa paling kasar sedunia. Tapi bagaimanapun juga mereka menjadi wakil rakyat dengan segala pengakuan dari kita. Apa buktinya? SURAT SUARA.
Jadi bagaimana selanjutnya? Ada 2 cara bagaimana kita agar membuat keadaan berubah:
Pertama melakukan revolusi. Kita semua turun ke jalan menuntut pemerintah menjadi seperti apa yang rakyat mau—melakukan gerakan ektra parlementer.
Kedua masuk ke dalam parlemen. masuk jalur pemerintah dengan merubah segala sesuatu seperti yang rakyat mau dengan cara membuat kebijakan pro rakyat.
Untuk yang pertama, kita tidak punya kapasitas, solidaritas, dan disiplin. Adapun melakukan aksi turun ke jalan berbulan-bulan, akan ada umpatan ‘bikin macet aja lu’
Sedangkan untuk melakukan yang kedua, kita pun semakin frustrasi terhadap mereka yang sudah masuk parlemen (entah karena aksi heroik turun ke jalan atau karena hasil jilat sana- sini), niat hati ingin memberantas korupsi, malahan lenyap ditelan lobi-lobi, sogok menyogok dan berakhir pada Operasi Tangkap Tangan (OTT). 
Yang harus kita lakukan adalah:
Berhenti jijik terhadap politik. Politik sudah sedemikian buruk citranya, seakan akan dia adalah lumpur, dan kita adalah manusia steril yang tak akan kena debu setitik pun, bahkan setara dengan najis. Dan jijik pun tak akan membawa kita kemana-mana.
Berhenti sebagai orang yang mengawasi jalannya pemerintahan dari luar sistem. Sebab kita tidak bisa membuat kebijakan. Berhentilah menjadi pengawas kekuasaan sambil bersikap netral  seakan tidak ada Urutsewu hari ini, dan pelanggaran HAM tidak terjadi. 
Masuk parlemen, rebut ruang suara publik. Kendati akan banyak sinisme bertebaran.  Tapi jangan lupa membentuk basis massa akar rumput. Agar perjuangan bisa dilakukan secara dua arah. Gerakan para ibu yang menuntut negara bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM di Argentina tidak akan berhasil menjebloskan Presiden Vidella ke pengadilan. Jika hanya membuka payung hitam di Plazza del Mayo saja.—tapi karena para aktivis bergabung ke partai kiri dan berjuang di parlemen. Dari sanalah seharusnya Aksi Kamisan belajar.
Disiplin. Jangan malas. Sebab disiplin bukan hanya baris berbaris ala militer. Tanpa disiplin yang keras. Mentalitas tak tumbuh. Idealisme bisa bengkok.
Tanpa adanya kesadaran politik, jangan pernah berharap ada perubahan ke depan. Seperti kata Brecht seorang dramawan dari Jerman ‘Buta terburuk adalah buta politik’. Kita tidak buta politik, tapi kita hanya betah menutup mata. Sial memang
Juni D Anggoro
Pelajar Kere
0 notes
musslimnavis · 5 years
Text
Review: The Case For Colonialism (2017)
Ulasan kritis ini sebenarnya saya tulis di awal 2018, ketika tulisan Bruce Gilley sedang hangat-hangatnya. Sementara Tumblr adalah satu-satunya open acces medium yang saya punya, kegiatan publishing pun terpaksa saya hentikan menyusul pemblokiran terhadap Tumblr oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, ditengah kondisi ketimpangan ekonomi yang makin curam, disusul kemunculan gerakan kanan dan paham ultranasionalis di berbagai penjuru dunia hari ini, saya rasa, tulisan Gilley masih layak untuk diperbincangkan. Gilley setidaknya berhasil memantik nalar kita untuk mengembangkan perspektif guna menjawab persoalan-persoalan di atas.
Bruce Gilley, seorang profesor ilmu politik dari Universitas Portland melalui tulisannya The Case For Colonialism (2017), berhasil menyajikan ruang diskursus akademis yang sengit terlebih kontroversial. Ia membangun narasi dekonstruktif yang mempertanyakan ulang anggapan sinis terhadap kolonialisme Barat. Secara gamblang ia menuliskan: “For the last 100 years, Western colonialism has had a bad name. It is high time to question this orthodoxy” (Gilley, 2017: 1). Dengan logika terbalik, Gilley menyoroti bagaimana anti-kolonialisme justru adalah sikap yang keliru.
Tulisan Gilley kemudian bermuara pada kritik tajam. Pertama, mengusung ulang wacana kolonialisme adalah hasil dari kelirunya penalaran. Bagi Gilley, adopsi sistem pemerintahan kolonial oleh negara-negara berkembang akan menjadi stimulus dalam upaya mewujudkan kemajuan sebagaimana Singapura, Belize, dan Botswana. Oleh karena itu, perlu adanya rekolonialisasi oleh negara-negara Barat dengan cara membangun koloni baru dari nol (Gilley, 2017: 1-2). Anthony Burke dalam tulisannya Order and Decolonisastion in Southeast Asia (2008) menggambarkan bagaimana kolonialisme mengakibatkan negara-negara Asia Tenggara ‘terbelakang’ dalam istilah modern. Sebagaimana yang terjadi di Indonesia, kekuatan kolonial telah mengambil alih tanah dari kaum tani dan memaksa mereka melakukan pertanian untuk diekspor ke Eropa yang berimplikasi pada kemelaratan. Kekuatan kolonial berusaha untuk mengkooptasi elit lokal dan melakukan pendekatan represif terhadap mereka yang menantang kekuasaan kolonialisme dengan cara memenjarakan hingga mengasingkan pemimpin yang memberontak. Dalam kasus seperti Bali dan Aceh, kekuatan kolonialis bahkan mencetuskan perang yang berlarut-larut dan berdarah untuk menaklukkan penduduk.
Kekuatan Eropa (merujuk pada istilah kolonialisme Barat Gilley) melihat Asia Tenggara dengan istilah yang sangat tidak masuk akal: sebagai sumber kekayaan dan bahan baku penting (rempah-rempah, gula dan minyak dari Indonesia, timah dan karet dari Malaysia, jati dari Thailand dan Burma), pasar baru, dan tenaga kerja murah (Elson dalam Burke, 2008: 214). Lebih jauh, Joshua Dwayne (1996) menegaskan bahwa kolonialisme bertujuan untuk mengeksploitasi fisik, manusia, dan sumber daya alam demi keuntungan negara penjajah melalui cara perbudakan. Eksploitasi dan perbudakan terjadi pada masa kolonialisasi Inggris di Afrika tahun 1807 melalui ‘slave trade’. Afrika dijadikan sebagai sumber bahan mentah untuk menopang industrialisasi di Eropa dan rakyat Afrika dijadikan budak pekerja industri (Dwayne, 1996: 3). Melalui pandangan Burke dan Dwayne kita mampu menarik kesimpulan bahwa kolonialisme adalah konsep yang sarat dengan unsur eksploitatif. Eksploitasi kemanusiaan oleh kolonialisme dipandang Anthony Burke sebagai situasi yang kemudian melahirkan generasi pemimpin kemerdekaan yang terinspirasi oleh Pencerahan Eropa tentang gagasan kebebasan, emansipasi dan penentuan nasib sendiri (Burke, 2008: 2014). Artinya, perjuangan negara-negara koloni untuk lepas dari kolonialisme didorong oleh keinginan suatu bangsa untuk terbebas dari belenggu eksploitasi sehingga mereka mampu menentukan nasibnya sendiri. Gilley yang mencoba mendekonstruksi kebenaran dalam konteks kolonialisme nampaknya gagal memahami konsep dan tinjauan sejarah kolonialisme itu sendiri.
Selanjutnya Gilley menyebut minimnya kapasitas negara dalam menegakkan supremasi hukum dan memberikan layanan publik sebagai sebuah tragedi utama 'kemerdekaan' di Dunia Ketiga (Gilley, 2017: 7). Secara substantif, sikap Gilley yang membenturkan kegagalan agenda good governance negara pasca kolonial dengan kurangnya kapasitas dan pengetahuan sebagai alasan utama kesenjangan sehingga diperlukannya rekolonialisasi adalah sebuah bentuk miskonsepsi yang begitu fatal. Ia mencontohkan kemajuan Singapura sebagai hasil dari kolonialisme. Padahal Singapura mendapatkan kemajuan tidak pada masa kolonialisasi. Fase kemajuan negara bekas koloni seperti Singapura, Malaysia, dan India dihasilkan oleh sistem kerjasama persemakmuran Inggris setelah adanya pengakuan kemerdekaan. Anthony Burke menerangkan bahwa pengakuan kemerdekaan dilakukan karena Inggris tak mampu melawan arus nasionalis dari negara koloninya yang menghendaki kemerdekaan (Burke, 2008: 214). Nahasnya, Gilley tidak memahami konsep good governance sebagai alat suatu negara yang merdeka dalam upayanya mewujudkan kesejahteraan. Sementara kolonialisasi adalah lawan dari konsep negara merdeka dengan alatnya yang dikenal sebagai eksploitasi. Mengganti good governance dengan kolonialisasi jelas sebuah hasil dari sebuah kedunguan pikir seorang Gilley.
Kritik selanjutnya berkutat seputar argumen Gilley tentang peran negara-negara barat sebagai pelaksana agenda rekolonialisasi. Gilley berargumen bahwa dengan kemampuan yang dimiliki negara-negara barat memungkinkan bagi terbantunya kondisi yang buruk di negara-negara pasca kolonial. Ia menulis; “The people of Bangladesh will have to wait another 244 years at their current rate to reach a high-capacity state” (Gilley, 2017: 6). Kemudian ia menggunakan contoh petugas bea cukai Indonesia yang diganti dengan perusahaan Swiss untuk menggambarkan kegunaan negara bagian barat dalam memperbaiki aspek sektor publik. Dia juga menggunakan pengaturan "penandatanganan bersama" Bank Dunia dan A.S. di Liberia dan Chad pada 1990-an sebagai contoh bagaimana aktor asing dapat membangun dan memperbaiki birokrasi pemerintah (Gilley, 2017: 8). Berangkat dari kasus tersebut, Gilley memercayai keterlibatan negara-negara barat akan bersumbangsih pada percepatan kemajuan di negara-negara pasca kolonial. Kerjasama Indonesia dengan Swiss dilakukan pada 1985 dan kerjasama A.S di Liberia dilakukan pada 1990-an, tahun dimana kedua negara tersebut telah mendapatkan pengakuan kemerdekaan. Hal yang harus digaris bawahi adalah bahwa kesuksesan tersebut tidak digerakkan oleh kolonialisasi melainkan oleh kerangka kerjasama yang telah lazim di dunia modern. Membawa kasus diatas sebagai langkah aktivasi kolonialisme adalah hal yang tidak sesuai pada tempatnya. Sekali lagi, Gilley menunjukkan ketidakpahamannya terhadap konsep kolonialisme.
Pada subbab yang menentukan dalam tulisannya yang berjudul The case for recolonisation, Gilley menarik tiga pertanyaan yang mengusung pengejawantahan rekolonialisasi; (1) bagaimana menjadikan kolonialisme diterima oleh para koloni; (2) bagaimana meyakinkan negara barat untuk merangkul kolonialisme kembali; dan (3) bagaimana kolonialisme bisa menghasilkan hasil positif yang langgeng (Gilley, 2017: 8). Gilley kemudian mencoba menjawab pertanyaan diatas dengan membayangkan dibangunnya koloni baru yang disebut ‘charter cities’ seperti yang direkomendasikan Paul Romer. Di bawah model ini, sebagian besar lahan kosong disewakan kepada negara asing atau kelompok negara-negara bahwa kedaulatan mereka memungkinkan terciptanya daerah modern, seperti yang terjadi di Hong Kong (Gilley, 2017: 11). Hal ini serupa dengan kritik pada paragraf sebelumnya. Bahwasanya Hong Kong bukanlah sebuah negara koloni dan Charter cities merupakan hasil dari kerjasama ekonomi modern bukan hasil dari kolonialisme. Gilley mencoba melakukan dekonstruksi pandangan terkait kolonialisme dengan meminjam data-data serta argumen untuk menguatkan upaya dekonstruksinya. Sikap ini dapat dibaca sebagai narasi manipulatif yang mencoba mengaburkan makna teks dengan realita, fakta, dan kebenaran sejarah yang sepatutnya tidak lahir dari rahim pemikiran seorang bergelar profesor.
Referensi:
Burke, Anthony. 2008. “Order and Decoloniasation in Southeast Asia” dalam Richard Devtak 7Anthony Burke, dkk (eds). An Introduction to International Relations: Australian Perspective. New York; Cambridge University Press.
Dwayne Settles, Joshua. 1996. The Impact of Colonialism on African Economic Development. Trace: Tennessee Research and Creative Exchange.
0 notes
tobasatu · 7 years
Link
tobasatu.com, Medan | Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menggandeng pihak PT Pertamina dan PT Inalum untuk penyediaan panel edukasi dan informasi di kawasan Geopark Kaldera Toba (GKT). Hal ini dalam upaya untuk memenuhi persyaratan menjadi anggota jaringan UNESCO Global Geopark (UGG).
“Mari kita terus percepatan pembenahan dan penataan kawasan Kaldera Toba agar bisa menjadi anggota UNESCO Global Geopark (UGG) sebagai destinasi wisata Internasional, ” tutur Wakil Gubernur Nurhajizah Marpaung didampingi  Kadis Lingkungan Hidup Wan Hidayati saat melaksanakan pertemuan dengan PT. Inalum dan PT. Pertamina (Persero) di ruang kerja Wagubsu Lt. 9 Kantor Gubsu, Medan, Kamis (1/2/2018).
Lebih lanjut disampaikan Wagubsu Nurhajizah bahwa mendukung Geopark Kaldera Toba (GKT) masuk Unesco Global Geopark UGG, maka tim percepatan GKT harus memenuhi rekomendasi Unesco, diantaranya aktivasi edukasi terpadu pada masing-masing geoarea dan geosite dengan tema Geopark Supervolcano, kemudian harus mempunyai panel edukasi dan informasi yang lebih focus pada informasi publik.
Disamping itu kita perlukan strategi pemasaran dan promosi seperti papan petunjuk, peta wisata, website, gapura dan lainnya, kemudian  pengembangan budaya perlu lebih ditingkatkan dan lebih banyak.
Karena waktu penilai semakin dekat, maka diharapkan semua instansi yang ikut berpartipasi diharapkan segera melaksanakan penataan seluruh geosite kawasan Kaldera Toba di 7 Kabupaten/Kota di Sumut, ujar Nurhajizah.
Dalam pertemuan ini pihak Inalum dan Pertamina memaparkan bantuan CSR yang akan mereka berikan dalam rangka mendukung GKT.
Dari PT. Inalum, Direktur Keuangan Oggy Achmad Kosasi memaparkan program yang akan dilaksanakan melalui CSR diantaranya mempersiapkan pusat informasi sebagai pendukung edukasi, mempersiapkan geosite sebagai titik edukasi, pembenahan geosite danau toba dan pelatihan pramuwisata GKT.
Sementara itu dari CSR dan SMEPP Officer PT. Pertamina (Persero) MOR I, Yanti, melalui CSR nya akan melakukan penataan pusat informasi untuk menggencarkan sosialisasi terkait GKT sekaligus menjaga puluhan situs geologi yang tersebar di seluruh penjuru kawasan kaldera, melakukan rehabilitasi sanggar seni dipergunakan masyarakat setempat, komunitas ataupun wisatawan untuk berkegiatan seni, pembuatan papan informasi, obyek wisata, taman edukasi serta pemberdayaan ekonomi dengan melakukan pelatihan pengelolaan hasil kerajinan tangan kesenian, capacity building dan pemasaran produk. (ts-02)
The post Pemprov Sumut Gandeng Swasta dalam Penataan Kawasan Geopark Kaldera Toba appeared first on tobasatu.com.
0 notes
turisiancom · 3 months
Text
TURISIAN.com - Hiruk-pikuk tampak menyeruak dari  kawasan Kota Tua Jakarta, pada malam Sabtu 22 Juni 2024. Ribuan pengunjung berbondong-bondong memadati area ini. Inilah suasana menjelang pertunjukan video mapping spektakuler dalam rangka HUT DKI Jakarta ke-497. Rencanannya acara  megah ini merupakan bagian dari Jakarta Light Festival 2024 yang dijadwalkan mulai pukul 19.00 WIB dan berlangsung selama dua hari hingga Minggu, 23 Juni 2024. Hasil pemantauan di lapangan,  area depan Museum Fatahillah Kota Tua sudah dipenuhi pengunjung pada pukul 19.00 WIB. BACA JUGA: Bertepatan Dengan HUT DKI Jakarta, Ini Rekomendasi Destinasi Wisata Keren Terliat, wisatawan duduk berlesehan, sebagian menggunakan alas tikar, sementara lainnya langsung duduk di atas permukaan tanah. Sementara itu, suasana semakin meriah dengan penampilan live music band yang bergantian menghibur penonton. Riuh tepuk tangan dan sorak sorai terdengar memenuhi udara, menyambut setiap penampilan musisi sebelum tayangan video mapping dimulai. BACA JUGA: Ada Banyak Diskon Menarik dari PT KA di Jakarta Fair Kemayoran, Apa Saja? Jakarta sebagai kota global Sepuluh menit menjelang pertunjukan utama, band terakhir masih setia menyapa dan menghibur seluruh pengunjung yang hadir. Program video mapping ini bukan hanya sekedar hiburan, melainkan juga bentuk aktivasi ruang publik. Khususnya, dalam merepresentasikan upaya Jakarta sebagai kota global yang terbuka terhadap tren dan kultur internasional. Sedangkan, kondisi lalu lintas menuju Kota Tua terpantau lebih lancar dibandingkan rute menuju Monas pada waktu yang sama, Sabtu sore. BACA JUGA: MRT Jakarta Perpanjang Jam Operasional Saat Konser The Dream Show 3 Dream Scape Sebut saja, bus TransJakarta yang melayani rute Kota Tua tersedia banyak dan tidak terlalu penuh. Sebaliknya, TransJakarta menuju Monas terlihat sesak oleh penumpang, membuat perjalanan menuju pusat kota ini menjadi lebih sulit ditempuh dalam waktu singkat. Perlu diketahui, Monas juga menyelenggarakan puncak perayaan HUT DKI Jakarta ke-497 dengan berbagai sajian. Mulai dari  musik, video mapping, hingga kembang api yang tak kalah megah. ***
0 notes
turisiancom · 2 years
Text
TURISIAN.com – Mural sepanjang 12 meter bertemakan God Of War Ragnarök hadir pada Jakarta Experience Board (JXB) mulai 8-14 November 2022. Even ini digelar bersama Sony Interactive Entertainment Singapore (PlayStation) dan Pemprov DKI Jakarta melalui Disparekraf DKI Jakarta dan UPK Kota Tua. Hadirnya mural yang memiliki panjang 12 meter itu, merupakan kolaborasi yang unik dengan memadukan unsur jelajah kota, aktivitas anak muda dan tren global. Diharapkan kolaborasi ini memberikan pengalaman baru di kawasan Kota Tua seraya mendekatkan euforia peluncuran terbaru game God of War Ragnarök di Indonesia. BACA JUGA: Rekreasi Sambil Edukasi ke Museum Sejarah Jakarta di Kawasan Kota Tua "Aktivasi Ruang Publik kali ini menggabungkan unsur jelajah kota, aktivasi anak muda dan tren global. Diharapkan kegiatan ini memberikan nuansa baru di Kota Tua," ungkap Direktur Utama JXB, Novita Dewi di Kota Tua, Jakarta, Selasa 8 November 2022. Novita Dewi mengatakan, pihaknya berharap dengan adanya kolaborasi ini akan dapat membawa kesadaran masyarakat muda untuk mengunjungi lokasi wisata yang baru saja di renovasi. Sehingga, tidak hanya orang tua yang berwisata, melainkan muda-mudi juga akan akrab dengan lokasi yang penuh sejarah. "Kami ingin menyampaikan pesan bahwa Kota Tua itu tidak hanya untuk orang tua. Tapi anak-anak muda juga berhak untuk mengunjungi lokasi ini. Dan kolaborasi ini sangat cocok untuk menarik perhatian generasi muda datang ke lokasi ini," kata dia. BACA JUGA: Mengunjungi Kota Tua dengan Berbagai Spot Menarik Tempoe Doloe Ruang Publik di Batavia Kota Tua Kepala Disparekraf Provinsi DKI Jakarta Andhika Permata mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendukung dan akan memberikan ruang bagi para pelaku industri kreatif. Khususnya,  untuk ikut serta memanfaatkan ruang publik di Batavia Kota Tua. "Belakangan ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang giat membangun dan merevitalisasi ruang publik yang ada. Salah satunya Kawasan Batavia Kota tua. Ini  sebagai ruang interaksi antar individu atau komunitas untuk berbagai tujuan,” paparnya. “Kolaborasi dengan PlayStation dan Jakarta Experience Board adalah satu upaya untuk mempercantik ibu kota. Dan meningkatkan daya tarik masyarakat untuk dapat mengeksplorasi wajah baru Batavia Kota Tua," sambung Andhika. Ia juga mengeharapkan depannya kolaborasi serupa dapat terus kita lakukan. “Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki berbagai ruang publik yang bisa dimanfaatkan bagi para pelaku kreatif untuk memamerkan karya-karyanya," tambah dia. BACA JUGA: Plaza Senayan Pekan Ini Hadirkan Paguyuban Burger Jakarta, Ada Apa Saja? Nantinya, Mural sepanjang 12 meter ini akan terpasang di Plaza Fatahillah dan melibatkan seniman berbakat. Seperti, Cep Toha dari komunitas seni IMural yang menggambarkan dua karakter utama God of War Ragnarök. Yaitu Kratos dan Atreus saat berperang melawan Thor dalam perjalanan mereka melewati Sembilan Alam. Kegiatan itu juga akan melibatkan generasi muda yang akan diajak untuk mengeksplorasi kawasan Kota Tua. Caranya, melalui kegiatan Jelajah sembilan Sudut Kota Tua, sebuah kegiatan yang terinspirasi dari konsep sembilan Alam dalam kisah God of War Ragnarök. *** Sumber: Antaranews
0 notes
gubuakkopi · 8 years
Text
Video - BABALIAK KA PUSTAKA NAGARI
Video – BABALIAK KA PUSTAKA NAGARI
Dokumentasi proses belajar dan bermain remaja-remaja Kelurahan Kampung Jawa bersama Komunitas Gubuak Kopi, menjelang Pesta BABALIAK KA PUSTAKA NAGARI
______ Babaliak ka Pustaka Nagari adalah salah satu implementasi program Komunitas Gubuak Kopi dalam memperkuat masyarakat sipil melalui gotong royong serta mengaktivasi ruang publik…
View On WordPress
0 notes
gubuakkopi · 8 years
Text
Komunitas Gubuak Kopi; Komunitas yang Mengaktivasi Perpustakaan Nagari Melalui Kesenian
Sabtu malam, 21 Januari 2017 lalu, Komunitas Gubuak Kopi bersama kelompok pemuda Kelurahan Kampung Jawa Solok, menggelar pentas kesenian remaja kelurahan di Persputakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa, Solok. Kegiatan ini terdiri dari pertunjukan kesenian talempong pacik, beatbox, pembacaan puisi, serta pameran gambar, mural (melukis dinding), dan buku-buku.
Perhelatan ini dihadiri oleh sejumlah tokoh masyarakat, para orang tua remaja, dan sejumlah tamu undangan, baik itu dari kalangan pegiat komunitas ataupun organisasi kepemudaan lainnya. Kegiatan ini dibuka dengan sambutan oleh Bapak Riko selaku Kepala Lurah Kampung Jawa, Solok. Riko, menyampaikan kebanggannya atas keberadaan Komunitas Gubuak Kopi di Kelurahan ini, yang mampu menggerakan dan membimbing generasi muda ke arah yang positif.
????????????????????????????????????
Hal senada juga disampaikan oleh Haji Eri selaku tokoh masyarakat setempat yang turut memberikan sambutan dalam kegiatan tersebut,
“kami sangat berterima kasih pada Komunitas Gubuak Kopi, telah membimbing adik-adiknya di sini, yang sebelumnya keluyuran tidak jelas, kemudian kini hadir dengan kreativitas.” Puji Haji Eri dalam sambutannya.
Dalam perhelatan tersebut hadir pula Ibu Rosmini, ketua Bundo Kanduang dan pengelola perpustakaan Nagari, yang menyampaikan terimakasih atas renovasi wajah perpustakaan yang dikerjakan oleh pegiat Komunitas Gubuak Kopi.
Albert Rahman Putra, selaku ketua Komunitas Gubuak Kopi meyebutkan bahwa, ada beberapa tujuan utama yang ingin dicapai oleh Lembaga penelitian penegembangan seni dan media ini. Di antaranya, mengaktivasi ruang publik yang dalam hal ini ada perpustakaan. Menurut Albert, Perpustakaan adalah ruang distribusi pengetahuan yang sangat strategis dalam menyebarkan pengetahuan, serta memperkuat masyarakat sipil.
“Pustaka kelurahan tidak hanya gudang penyimpanan buku, tetapi juga terminal pengetahuan, ruang untuk kita bertemu, berdiskusi, berinteraksi, berbagi informasi, dan berkreativitas, untuk itu kita ingin semua elemen masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan ini,” Ungkap Albert saat diwawancarai.
Albert menegaskan, perpustakaan tidak hanya milik para orang tua, pemuda, tapi juga milik remaja dan anak-anak. Dari riset sebelumnya kita melihat, ada rasa malu bagi remaja kelurahan untuk berkunjung dan berkegiatan di perpustakaan. Tiga minggu sebelumnya, remaja-remaja dan anak-anak yang berhasil dijangkau, lalu dikumpulkan dan diberi penjelasan tentang potensi-potensi perpustakaan. Untuk itu lah, kakak-kakak mereka di Komunitas Gubuak Kopi membimbing remaja ini melakukan sejumlah kreativitas di perpustakaan ini, seperti membaca puisi, mural, berlatih talempong pacik, dan daur ulang. Hal ini pertama sekali bertujuan untuk menghilangkan jarak antara perpustakaan dengan mereka.
Selain itu tidak tertutup pula para orang tua untuk berkegiatan di perpustakaan. Desember lalu, Komunitas Gubuak Kopi, bersama ibu-ibu Bundo Kanduang juga berlatih talempong pacik atas inisiatif ibu-ibu ini. Serta dalam perhelatan ini, selain memamerkan karya gambar-gambar, juga memamerkan buku-buku pertanian, perkebunan, dan peternakan yang berpotensi di kelurahan ini.
“Berdasarkan riset kita sejak Agustus 2016 lalu, kita melihat potensi-potensi pertanian maupun peternakan yang dimiliki oleh kelurahan ini, dan ternyata semua referensi itu ada di perpustakaan ini.”
Kegiatan yang bertajuk “Pesta Babaliak Ka Pustaka Nagari” ini dikerjakan secara gotong royong antara Komunitas Gubuak Kopi, pemuda, dan remaja. Dalam kegiatan ini di antaranya terlibat Albert Rahman Putra selaku kurator, serta terdapat sejumlah seniman partisipan yang menyumbangkan pikiran dan waktu mereka untuk membimbing remaja Kelurahan Kampung Jawa, yakni: Volta Ahmad Joneva, Delva Rahman, Dhela Pertiwi, Raenaldi Andrean, Zola Alfiatra, Zekalver Muharam, Teguh Wahyuandri, Tiara Sasmita, Muhammad Risky, dan Rafli Hidayat.
Komunitas Gubuak Kopi adalah sebuah lembaga nirlaba yang berkerja mengembangkan pengetahuan seni dan media bagi warga, serta mengaktivasi ruang public sebagai ruang berbgai pengetahuan, melalui kegiatan kesenian dan kreatif. Organisasi ini berdiri sejak tahun 2011, berbasis di Solok dan dikelola oleh pemuda yang terdiri dari pegiat seni, penulis, jurnalis, dan mahasiswa. Sejak tahun 2016, Komunitas Gubuak Kopi berbasis di Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok.
_______________
artikel ini sebelumnya telah dipublikasi di media infosumbar.net
Komunitas Gubuak Kopi; Komunitas yang Mengaktivasi Perpustakaan Nagari Melalui Kesenian
By infosumbar Media Posted on 29 Jan 2017 – 02:15
  Mengaktivasi Perpustakaan Nagari Melalui Kesenian – infoSumbar.net Komunitas Gubuak Kopi; Komunitas yang Mengaktivasi Perpustakaan Nagari Melalui Kesenian Sabtu malam, 21 Januari 2017 lalu, Komunitas Gubuak Kopi bersama kelompok pemuda Kelurahan Kampung Jawa Solok, menggelar pentas kesenian remaja kelurahan di Persputakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa, Solok.
0 notes
gubuakkopi · 8 years
Text
Pesta Babaliak ka Pustaka Nagari
Pesta Babaliak ka Pustaka Nagari
Dalam rangka mengaktivasi ruang publik sebagai ajang berbagai pengetahuan dan kreativitas warga dan remaja, Komunitas Gubuak Kopi bersama pemuda serta remaja Kelurahan Kampung Jawa, Solok, menggelar kegiatan gotong royong, mural, dan latihan bersama di Perpustakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa sejak satu bulan terakhir.   Untuk merayakan ini, Komunitas Gubuak Kopi bersama remaja Kampung Jawa,…
View On WordPress
0 notes
gubuakkopi · 8 years
Text
Oleh Raenaldy Andrean
Sebuah dinding pustaka tua yang biasanya kusam dan tak berwarna, sekarang mulai terlihat penuh dengan banyak gambar dan tulisan yang mengundang tawa, hingga membuat banyak mata mulai melirik dan memperhatikan. Banyak warga yang berhenti sejenak, bertanya apa yang pemuda dan remaja lakukan di sana.
Beberapa waktu lalu, sejak 28 Desember 2016 hingga 08 Januari 2017, di Perpustakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa, Solok, Komunitas Gubuak Kopi dan pemuda, serta remaja lokal melakukan kegiatan menggambar di dinding, atau yang juga dikenal dengan seni mural. Kegiatan yang mencolok di persimpangan kelurahan itu, mulai menarik perhatian warga dan banyak orang yang berlalu lalang. Mural dan coretan di dinding sebenarnya masih dianggap hal yang baru untuk sebagian besar warga Solok, termasuk di Kelurahan Kampung Jawa. Sempat beberapa warga mengangap yang dikerjakan oleh pemuda-pemuda tersebut adalah aksi merusak dinding perpustakaan saja. Memang sewaktu itu muralnya belum selesai, dan warga kebingungan.
Sebelumnya, memang Komunitas Gubuak Kopi sempat beberapa kali melakukan kegiatan mural di kelurahan yang sama, namun posisinya sedikit lebih ke dalam dan tidak banyak orang yang bisa menjangkaunya. Namun, kali ini Komunitas Gubuak Kopi mengajak warga untuk terlibat dan mengalami dalam proses yang menyenangkan itu. Sejak hari itu, warga Kampung Jawa, memproduksi karya mural pertamanya untuk kelurahan kita.
***
Jpeg
Jpeg
Selama ini, banyak yang mengira bahwa ke perpustakaan itu hanya untuk membaca, tapi kalau dipahami lagi fungsinya, di sana kita bisa melakukan banyak kegiatan bermanfaat. Seperti di Perpustakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa, yang pada dasarnya dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan masyarakat satu kelurahan. Di sana pada dasarnya kita bisa bertemu dan berinteraksi dengan banyak tetangga kita, berbagi ilmu, pengalaman, dan berbagi pandangan tentang hal yang terjadi di sekitar kita, serta bekreativitas. Hal inilah salah satu landasan bagi pegiat komunitas Gubuak Kopi untuk melakukan kegiatan di perpustakaan ini. Kita melihat beberapa tahun terakhir perpustakaan yang memiliki posisi dan fungsi strategis ini, terkesan terabaikan dan tidak dikelola dengan baik. Melihat keadaan tersebut, setelah satu tahun berkarya di Kampung Jawa, Komunitas Gubuak Kopi berniat untuk mengaktivasi ruang strategis ini, dengan kemungkinan fungsi lainnya yang sangat dibutuhkan oleh warga Kampung Jawa dan warga lainnya. Terutama kebutuhan untuk bertemu, berinteraksi, dan berbagi pengetahuan tentang kebudayaan lokal bersama generasi-generasi berikutnya. Hal ini lah salah satu poin utama yang dihimpun oleh Komunitas Gubuak Kopi setelah mengunjungi berbagai tokoh masyarakat di Kelurahan ini. Bahkan, ada sikap pesimis dari generasi tua terhadap remaja yang jarang sekali melakukan sesuatu dalam konteks Kelurahan Kampung Jawa. Seperti yang diceritakan oleh dua orang teman peneliti di Komunitas Gubuak Kopi, Albert Rahman Putra dan Delva Rahman, bahwa setelah riset beberapa bulan terakhir, tidak jarak generasi tua bilang, “kalau di sini, mengumpulkan anak muda susah, yang tua-tua pun harus dijanjikan minimal uang transport atau makan untuk berkarya di sini. Tapi mereka percaya, kalau kamu bisa mengumpulkan generasi muda yang sekarang ini, itu berarti mudah bagi kamu untuk melakukan di luar kelurahan ini,”
Kelurahan ini sebagaian besar diisi oleh perantau, di sini hidup beragam etnis, di antaranya oleh tokoh setempat disebut dengan istilah, JAMBAK. Bukan salah satu nama jenis buah jambu, melainkan singkatan dari Jawa, Minang, Batak, dan Kaliang (India). Kelurahan Kampung Jawa sendiri, secara tidak sadar juga telah terbagi menjadi dua kelompok, Kampunga Jawa bawah dan Kampung Jawa atas. Kampung Jawa atas, oleh warga kelurahan Kampung Jawa bawah sendiri diakui lebih kompak, lain halnya dengan warga Kampung Jawa bawah yang bersikap “siapa lu siapa, gue”. Dan menurut generasi tua, hal ini-lah yang terjadi sekarang. Sebelumnya, kelurahan ini sangat disegani orang luar, karena biar-pun di Kampung Jawa atas, maupun bawah, kita semua sering berkreativitas bersama dan terlihat kompak, orang luar pun takut membuat rusuh.
Dalam konteks ini, Perpustakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa, berada di pusat Kampung Jawa bawah. Memang awalnya agak sulit mengumpulkan pemuda dan remaja di sini. Seperti generasi kuliahan, tersebar di kota tetangga: Padang, Bukittinggi, dan Padangpanjang. Generasi SMA, di beberapa titik cukup ramai, tapi dalam satu kerumunan hanya satu anak kelurahan sini, lebih banyak teman-temannya dari luar, tapi mereka inilah yang akhirnya terlibat banyak dan kemudian mengumpulkan generasi remaja lainnya untuk mengaktivasi ruang itu: Perpustakaan Nagari.
Bersama beberapa pemuda dan remaja di  kelurahan Kampung Jawa, Solok, Komunitas Gubuak Kopi mendorong terdapatnya sebuah kegiatan mural dan kegiatan kreatif lainnya di  perpustakaan yang sudah lama dibiarkan murung itu. Para pemuda yang berhasil kami himpun-pun, berniat merubah pola pikir generasi muda yang menurut mereka sendiri sudah mulai tercemar dengan latah gadged yang sudah banyak merubah cara kita bersosial. Perpustakaan, kita yakini dapat menjadi salah satu jawabannya.Sepinya perpustakaan sebenarnya tidak hanya terjadi di Kelurahan Kampung Jawa, banyak pula perpustakaan di daerah lain yang tak terpakai dan di biarkan begitu saja, tapi tidak jarang pula banyak kampung yang memimpikan sebuah perpustakaan. Untuk itu yang pernah ada ini, harus dimanfaatkan dengan baik.
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Minggu, 08 Januari 2017 lalu, coretan-coretan di dinding sudah hampir selesai, warga sudah bisa menikmati wajah baru perpustakaan kelurahan kita. Wajah baru yang dihiasi oleh remaja-remaja Kelurahan Kampung Jawa. Para orang tua dan generasi muda lainnya mulai mendekat dan berbagi saran serta pikiran yang selama ini tertahan. Hari itu pepustakaan kita sudah terlihat cerah, kini PR kita adalah bagaimana ini kemudian bisa dikeloka dengan baik untuk kepentingan bersama.
Gambar-gambar di Dinding Pustaka Kita.
Kini, di dinding bagian luar perpustakaan kita terdapat beragam gambar lucu dan unik. Seperti  mural “BANYAK BACA BIAR TETAP WARAS”  dilatari oleh pazel-pazel penuh warna seakan pecah berserakan memenuhi dinding dihiasi oleh bunga-bunga,daun, dan awanDi sini kita menertawakan diri kita sendiri, yang selama ini sibuk sendiri dengan dunia yang kita genggam hingga berlarut-larut, kita yang selama ini hanya tahu bagian-bagian kulit lalu berlagak banyak tahu. Saat itu kita percaya, agar tetap waras kita harus terus menggali ilmu, dengan membaca. Membaca dalam artian seluas-luasnya, menyimak dan memahami, baik itu buku ataupun persitiwa apapun di sekitar kita.
Di bagian depan pustaka, ada juga sebuah komik yang berjudul “DIHANTUI BUKU” di sebelah pintu sebelum masuk pustaka, yang dibuat oleh Zekalver, salah satu pegiat Gubuak Kopi.Menurutnya, kebanyakan anak-anak sekarang mengganggap membaca/membuka buku itu hal yang mebosankan dan menakutkan. Mereka lebih memilih kena marah dari pada membaca, makanya dia membuat komik yang diselingi lelucon seperti ”Pocong hantu buku goyang bro” menakuti si Udin dalam mimpinya, sehingga Udin pun bertanya kepada pak ustad tentang mimpinya dan akhirnya diberi penjelasan oleh pak ustad.  Zekal melontarkan pertanyaan kepada saya,
“coba lu  pikir deh, pas lu kecil lebih milih baca buku yang isi nya tulisan doang atau yang pake gambar? begitu juga anak sekarang, makanya gua bikin komik di dinding biar anak-anak yang ngeliat penasaran dan nge-baca tu komik.”
“…Komik ini sengaja gua bikin di dinding sebelum masuk ke perpustakaan nggak mungkin juga kan dia ngebaca tu komik di depan pintu pustaka, trus dia langsung pergi, pasti dia juga akan masuk ke dalam pustaka,” tambah Zekal sambil tertawa.
Masih banyak lagi gambar menarik lainnya di dinding perpustakaan, baik itu ajakan untuk berkebun, belajar, berkenalan dengan alam dan sebagainya. Ada pula di bagian belakang perpustakaan, terlukis nama adik-adik yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan bersejarah itu, dan masih banyak lagi. Semoga karya-karya mural ini dapat memancing atensi masyarakat dalam melihat perpustakaan sebagai ruang berkreativitas, belajar, dan berbagi pengetahuan.
This slideshow requires JavaScript.
_________
* Raenaldy Andrean, adalah pegiat Komunitas Gubuak Kopi. Saat ini mementori Taman Belajar Gubuak Kopi dan media Solok Milik Warga. Aktif mendalami seni rupa dan terlibat di berbagai pameran seni rupa di Padang, Bukittinggi, dan di Solok.
Editor: Albert Rahman Putra
Foto: Arsip Gubuakkopi, 2017
Mural di Dinding Pustaka Kita Oleh Raenaldy Andrean Sebuah dinding pustaka tua yang biasanya kusam dan tak berwarna, sekarang mulai terlihat penuh dengan banyak gambar dan tulisan yang mengundang tawa, hingga membuat banyak mata mulai melirik dan memperhatikan.
0 notes
gubuakkopi · 8 years
Text
Tiara Sasmita
Babaliak ka Pustaka Nagari (Kembali ke Pustaka Nagari) adalah salah satu kegiatan yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi bersama pemuda di Kelurahan Kampung Jawa, Solok, untuk mengaktikan kembali serta meningkatkan fungsi pustaka di tengah bagi warga kelurahan maupun di sekitarnya. Sejak bulan September lalu, rekan saya Albert Rahman Putra dan Delva Rahman telah memulai risetnya mengenai lembaga-lembaga milik warga yang stategis untuk berbagi pengetahuan. Selain itu beberapa bulan terakhir kita yang kurang lebih satu tahun di Kelurahan ini, mulai lebih giat lagi bertemu par tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh adat, pemuda, untuk menggali persoalan-persoalan yang mungkin selama ini kami lengah. Hal ini sejalan dengan tema besar yang akan diangkat Komunitas Gubuak Kopi selama 2017 nantinya, yakni: Mengembangkan peran partisipasi warga dalam mengaktivasi ruang-ruang distribusi pengetahuan melalui kegiatan berbasis media tentang lingkungan dan kebudayaan lokal, salah satunya ruang itu terdapat dalam bentuk fisik: Pustaka Nagari.
Setelah melihat perpustakaan sebagai ruang yang penting untuk dikembangkan, Albert dan Delva telah mensurvey langsung ke Pustaka Kampung Jawa yang berlokasi di seberang Madrasah Ibtidaiyah, Kelurahan Kampung Jawa, di depan Masjid Nurul Yaqin. Menurut Delva, keadaan Pustaka Nagari saat ini sangat memprihatinkan. Terutama, ketika kita tahu bahwa perpustakaan ini sebelumnya adalah tempat yang sering dikunjungi warga dan anak-anak setempat. Namun belakangan mulai sepi, oleh banyak sebab tentunya. Yang paling general, adalah kurangnya minat membaca dari warga, serta tidak adanya pendistribusian buku-buku baru dari pemerintah maupun lembaga lain yang membuat pustaka ini seolah-olah mati suri. Maka dari itu, Komunitas Gubuak Kopi berusaha untuk menghidupkan kembali perpustakaan di Kampung Jawa serta wilayah Kota Solok lainnya. Menghidupkan kembali tidak semata-mata menjadikannya ramai saja, tapi harapan kami adalah bagaimana perpustakaan ini nantinya tidak hanya sebagai tempat tersimpannya buku-buku yang bisa dipinjam saja, tetapi juga menjadi ruang bertemunya warga, berbagi informasi disekitar, berkreatifitas, tempat arsip-arsip muatan lokal, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan berbagi pengetahuan.
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Kegiatan yang disusun oleh Komunitas Gubuak Kopi ini, pada dasarnya sangat didukung oleh tokoh masyarakat setempat, dan kelurahan. Kelurahan sendiri juga mengaharapkan hal yang sama, dan mempercayakan tugas ini pada Komunitas Gubuak Kopi. Langkah awal yang kami lakukan adalah merenovasi Pustaka Nagari Kampung Jawa. Maksudnya adalah merubah wajah perpustakan itu terlebih dahulu, bahwa perpustakaan adalah tempat yang tidak berjarak dengan kita dari segala generasi, tua, muda, remaja, anak-anak. Untuk itu Komunitas Gubuak Kopi, mencoba mengumpulkan kawan-kawan pemuda di Kelurahan Kampung Jawa. Walaupun tidak banyak yang bisa berkumpul waktu itu, tapi mereka sangat bersemangat, terutama generasi anak-anak setingkat SD sampai SMA.
Pemuda-pemuda kampung Jawa juga mendukung kegiatan positif ini. Komunitas Gubuak Kopi bersama Pemuda Kampung Jawa mencoba menyulap pustaka tersebut menjadi lebih bersih, indah dan menarik. Minggu, 25 Desember, semuanya telah terencana dan kami segera mempersiapkan poster yang akan disebar kepada penduduk Kampung Jawa. Siang itu, rekan saya Albert segera menghubungi Pak Lurah serta Bu Rosmini (Kepala perpustakaan) dan mereka juga sangat tertarik dengan apa yang akan kami kerjakan. Saya, bersama Albert, Volta, dan Renal mendatangi Bu Rosmini untuk menyediakan cat alat-alat yang kami butuhkan. Selain itu, Bu Rosmini kembali mengingatkan Albert tentang rencana sebelumnya untuk melatih  Ibu-ibu Bundo Kanduang (organisasi ibu-ibu kelurahan berbasis adat) di Kampung Jawa untuk bermain talempong (kesenian tradisi Minangkabau). Albert menanyakan ketersediaan talempong dan mengecek bunyi dari semua talempong yang ada. Semua talempong nampak baru dan sepertinya jarang dipakai dan bunyinya pun masih sangat bagus. Setelah Albert selesai mengecek semua Talempong,  kami berpamitan kepada Bu Rosmini, sebelumnya Albert menyatakan kesediannya untuk melatih ibu-ibu, dan meminta latihannya tidak usah di kantor Komunitas Gubuak Kopi, tetapi di perpustakaan saja.
Sorenya, saya beserta rekan-rekan Gubuak Kopi bersama Uda Yoga,pemuda kampung Jawa menyebarkan poster pemberitahuan kegiatan ini. Poster-poster itu kami sebarkan di warung-warung sekitaran Kampung Jawa, Pondok Jus, Masjid, serta di titik-titik tertentu wilayah Kampung Jawa lainnya.
Senin pagi, 26 Desember, kami segera mendatangi Pustaka Nagari Kampung Jawa. Kedatangan kami disambut antusias oleh warga di sana. Uni Des yang berjualan lontong tepat di depan pintu masuk Pustaka menyuguhkan kami pregedel untuk sarapan. Setelah makan, Volta dan Renal mulai membersihkan dinding-dinding pustaka yang akan disulap untuk menampilkan kesan yang baru dari Perpustakaan Nagari. Mereka mulai dari ujung dinding pustaka agar warga yang menyantap sarapan di depan pintu pustaka tadi tidak terganggu. Kami beristirahat sejenak setelah beberapa jam membersihkan dinding-dinding dan akan kembali siangnya. Setelah Zuhur, kami lanjut bekerja. Kegiatan kami kali ini didominasi oleh warga cilik Kampung Jawa. Saya bersama Zaza dan beberapa adik-adik lainnya mendaur ulang botol-botol oli bekas yang kami dapatkan di bengkel Andeska yang tak jauh dari kantor Komunitas Gubuak Kopi. Anak laki-laki yang lain bertugas membersihkan dinding dari sisa-sisa cat. Volta bertugas menyusun sketsa  dan membuat garis-garis yang nantinya bisa ikut dicat oleh adik-adik yang tertarik ikut membantu. Renovasi perpustakaan ini kita targetkan untuk selesai selama dua minggu ke depan. Selanjutnya, kami akan berusaha menyediakan buku-buku baru bagi Pustaka Nagari ini agar kita semua, dapat meng-upgrade pengetahuan kita. Setidaknya hingga April 2017, Komunitas Gubuak Kopi telah mengagendakan beberapa kegiatan bersama perpustkaan dan melibatkan warga setempat dan seniman-seniman jejaring untuk berpatisipasi. Kedepannya Kami harapkan dengan adanya perpustakaan ini warga dapat memanfaatkan untuk segala kemungkinan yang bisa mempererat solidaritas, menjaga lingkungan, beraksi lokal dengan wawasan global.
Latihan Talempong
Seperti yang telah dijadwalkan sebelumnya, Albert melatih ibu-ibu Bundo Kanduang untuk bermain talempong. Hari itu, Jumat sore, 30 Desember 2017, ibu-ibu Bundo Kanduang memanfaatkan perpustkaan untuk mengadakan pertemuan rutin mereka. Seperti biasa, pertemuan ini diawali dengan pembacaan ayat suci alquran, menyanyikan lagu “Bundo Kanduang” dan mengaupdate informasi-informasi terbaru terkait organisasi Bundo Kanduang sambil menyantap kolak durian. Setelah itu barulah Albert diminta untuk melatih ibu-ibu ini untuk bermain talempong.
Sebelumnya, Albert memperkenalkan gambaran besar tentang kesenian talmpong itu sendiri. Seperti yang dikatakan Albert, alat music talempong adalah salah-satu alat music yang terdapat hampir diseluruh kenagarian (kampung) di Minangkabau. Berbeda dengan kesenian Gandang Tambua Tasa yang hanya terdapat di Maninjau dan Pariaman, Indang, Rabono, dan kesenian lainya yang hanya tumbuh di daerah-daerah tertentu. KEberadaan Talempong yang tersebar di setiap kampung itu juga memberikan keberagaman terkain permainan kesenian talempong itu sendiri. Seperti lagu yang berbeda-beda dan khas di setiap kampung. Lalu Albert juga menjelaskan tentang kapan saja kesenian talempong dimainkan, dalam kegiatan apa saja ia dimainkan selain agenda-agenda pariwisata atau festival kekinian. Lalu Albert juga menambahkan bagaimana permainan talempong ini telah berkembang, menjadi talempong goyang, pengiring band, dan lain sebagainya.
Latihan dimulai dengan lagu (pola permainan) yang paling sederhana. Albert meminta setiap ibu-ibu yang hadir mencobakannya secara bergilir. Ibu-ibu sangat girang dapat mencoba memainkan talempong ini. Tidak terasa, latihan telah lebih dari satu jam, dan di luar dugaan ternyata hari itu satu lagu langsung dapat dimainkan dengan cukup baik oleh ibu-ibu ini. Sebelum pulang tidak lupa Albert mengingatkan ibu-ibu untuk terus berlatih dan sering-sering ke pustaka yang elok ini.
______________
Kampung Jawa, Solok.
02 Desember 2017
Proses “Babaliak ka Pustaka Nagari” Tiara Sasmita Babaliak ka Pustaka Nagari (Kembali ke Pustaka Nagari) adalah salah satu kegiatan yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi bersama pemuda di Kelurahan Kampung Jawa, Solok, untuk mengaktikan kembali serta meningkatkan fungsi pustaka di tengah bagi warga kelurahan maupun di sekitarnya.
0 notes
gubuakkopi · 5 years
Text
Solok Mural Competition
Solok Mural Competition adalah sebuah perhelatan mural yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi bersama Gajah Maharam Photography, dan didukung oleh Dinas Pariwisata Kota Solok. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya aktivasi sejumlah ruang publik sebagai wadah bagi para seniman untuk mengkritisi dan menyampaikan cita-cita kota dari sudut pandang para seniman itu sendiri. Pada perhelatan pertama…
View On WordPress
0 notes