#pustaka nagari
Explore tagged Tumblr posts
Text
TURISIAN.com – Buat Sobat Turisian yang suka wisata budaya dan sejarah, bisa mengunjungi Kompleks Candi Tanjung Medan, Kabupaten Pasaman. Kerennya lagi di sini kalian bisa menemukan enam situs candi. Lokasi tepatnya di daerah Jorong Tanjung Medan, Desa Nagari Petok, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Penemuan pertama kali kompleks candi tersebut saat proyek pembuatan saluran irigasi. Rencana awal saluran itu melewati lahan yang kemudian merupakan Situs Candi Tanjung Medan I. Area tersebut pada awalnya merupakan lahan pertanian masyarakat setempat. Sebelumnya pernah menjadi lahan perkebunan kelapa milik negara. Setelah ada penelitian arkeologi melalui ekskavasi, kompleks situs tersebut memiliki enam sisa reruntuhan candi yang tersebar di area seluas 15.477 m². Dari total enam sisa reruntuhan, hanya ada empat candi yang berhasil pemugarannya. Keempatnya yaitu Candi Tanjung Medan I, II, V, dan VI. Sedangkan candi III dan IV tidak berhasil pemugarannya karena sisa reruntuhan yang ada tidak memungkinkan. Setelah selesai pendokumentasian sisa reruntuhan, candi III dan IV ini diurug kembali. Pemugaran kompleks candi ini sendiri oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Batusangkar yang kini menjadi BPCB Batusangkar. Baca juga: Air Terjun Sipagogo, Emas Biru yang Tersembunyi di Pasaman Barat Kompleks Percandian Buddha Mahāyāna Berdasarkan penelusuran sumber pustaka, keberadaan Kompleks Candi Tanjung Medan kali pertama berasal dari laporan dari Gubernur Pantai Barat Sumatera (Gouverneur Sumatra’s Weskust). Kepada Pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Watenschappen pada 1866. Dalam laporannya itu ia menyebutkan adanya reruntuhan bangunan bata berupa gundukan berbentuk seperti menara di daerah Pasaman (NBG 1866). Pada 1887, W.P. Groeneveldt menyebutkan pula adanya temuan prasasti dari reruntuhan Candi Tanjung Medan. Dalam Catalogus der Archaeologische Verzameling van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Prasasti ini tertera pada lempengan emas berukuran 21,1 cm x 7 cm dengan Aksara Nāgāri. Bergambar bunga teratai dengan delapan helai daun bunga di atas wiśwawajra. Tulisannya terbaca “hum aksobya……phat”, “hum amoghasiddhi….. phat”, “hum….. ratasambhāwa….. phat” dan “dhyanibuddha” (Groeneveldt 1887:224). Aksobhya, Amoghasiddi, dan Ratnasambhāwa merupakan dewa-dewa agama Buddha yang berkedudukan di penjuru arah mata angin. Selanjutnya, temuan dari Candi Tanjung Medan ini pembahasannya oleh N.J. Krom (1912:36), W.F. Stutterheim (1925:11–14), dan F.D.K. Bosch (1930:133). Berdasarkan bentuk bunga teratai dan isi prasasti emas tersebut, kesimpulannya bahwa Kompleks Candi Tanjung Medan merupakan kompleks percandian agama Buddha Mahāyāna. Berasal dari masa sekitar abad ke-12–13 Masehi. Menurut cerita rakyat setempat, candi tersebut terkenal pula sebagai Candi Puti Sangkar Bulan. Enam Situs Candi Dari enam situs ini, yang pertama ada Candi Tanjung Medan I berdenah bujur sangkar berukuran 8,50 x 8,50 m. Candi tersebut mempunyai satu tangga di depan pintu dengan pelengkap bagian penampil yang terletak di sisi tenggara. Baca juga: Menguak Eksotisme Pantai Gandoriah, Pantai Favorit Kebanggaan Warga Pariaman Berikutnya ada Candi III dan IV yang tidak berhasil pemugarannya karena sudah sangat rusak, sehingga tidak memungkinkan ada pemugaran kembali. Meski begitu, candi nomor III masih dapat mengetahui denahnya, yaitu bujur sangkar berukuran 8,80 x 8,80 m. Sementara Candi Tanjung Medan IV sudah tidak dapat mengetahui bentuk dan ukurannya. Kedua candi itu pun setelah pendokumentasian langsung diurug kembali. Lanjut lagi ke candi V yang berdenah empat persegi dengan ukuran 5,65 x 5,95 m dan tinggi kaki yang tersisa sekitar 0,67 m. Kaki candinya tidak berkonstruksi bata secara keseluruhan. Namun menyerupai bak, yang bagian dalamnya terisi dengan tanah. Tangga masuknya terletak di sisi tenggara. Di atas konstruksi inilah seharusnya terdapat hamparan lantai yang merupakan bagian permukaan kaki candi tempat badan bangunan ini berdiri.
Namun di atas permukaan tanah isian kaki Candi Tanjung Medan V terdapat penemuan empat batu kali. Masing-masing berukuran sekitar 30–40 cm. Perkiraannya merupakan sisa umpak tiang kayu yang berfungsi untuk penyangga cungkup yang menaungi badan candi. Candi ini mempunyai satu tangga yang terletak di sisi timur. Tangga tersebut tidak mempunyai bagian penampil. Di halaman sisi depan dekat sudut selatan kaki candi ada satu batu puncak berbentuk stupa. Mungkin merupakan bagian puncak dari atap candi. Baca juga: Lassy Dairy Farm, Objek Wisata Peternakan yang lagi Hits di Sumbar Terakhir, ada Candi Tanjung Medan VI yang berdenah kaki candi berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 11,70 x 11,70 m. Bangunan yang satu ini memiliki satu tangga di sisi tenggara dengan bentuk menjorok agak panjang ke depan.* Sumber & Foto: kebudayaan.kemdikbud
0 notes
Text
Babaliak Ka Pustaka Nagari - Padang Ekspres
Babaliak Ka Pustaka Nagari – Padang Ekspres
Aktivitas Komunitas Gubuk Kopi, Solok
26 January 2017 11:09 WIB – Sumber : Riki Chandra – Padang Ekspres – Editor : Riyon Dibaca : 24 kali
Jadi Rumah Seni Bagi Generasi Muda
Berawal dari candu ngopi dan nongkrong bareng, sekelompok anak muda pecinta seni di Solok tergugah mendirikan sebuah komunitas diberi nama “Komunitas Gubuk Kopi”. Terbentuknya komunitas ini untuk mewadahi aspirasi seni…
View On WordPress
0 notes
Text
Pasbar Juara Harapan 1 Tingkat Sumbar Sebagai Perpustakaan Umum Terbaik
Pasbar Juara Harapan 1 Tingkat Sumbar Sebagai Perpustakaan Umum��Terbaik
Pasbar, Sumbarlivetv.com- Pasbar Juara Harapan 1 Tingkat Sumbar Sebagai Perpustakaan Umum Terbaik, Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang mewakili Kabupaten Pasaman Barat dalam lomba Perpustakaan Umum Terbaik (Nagari/Desa dan Kelurahan) tingkat Provinsi Sumatera Barat. Dalam kompetisi itu, Pasbar berhasil meraih juara harapan 1 sebagai perpustakaan umum terbaik. “Alhamdulilah pustaka…
View On WordPress
0 notes
Photo
[KKN WEEK-1] Kegiatan yang telah dilakukan: 1. Melakukan diskusi dengan teman-teman KKN Tim II UNDIP yang berada di Kab. Solok dan Kota Solok. 2. Melakukan studi pustaka tentang daerah Nagari Cupak tempat dilakukan KKN. 3. Melakukan Survey lapangan tempat dilaksanakannya KKN. 4. Mengunjungi kantor Wali Nagari Cupak untuk menyerahkan surat perizinan lanjutan KKN dari Kabupaten kepada Walinagari Cupak. 5. Melakukan diskusi dengan salah satu pengurus Kantor Walinagari Cupak tentang program yang ada di nagari. 6. Melakukan peremajaan Kantor Walinagari Cupak. 7. Melakukan pemaparan program yang akan dilaksanakan kepada kepengurusan Nagari Cupak. #p2kkn #lppmundip #kkntimiiundip2020 #kkntimiiperiode2020 #undip @sujiantountung (at Cupak Solok) https://www.instagram.com/p/CCoJ5djhdI8IVlBMduYnY0dGuOA_SlpoiFjnVg0/?igshid=15pvkwprx4eja
0 notes
Photo
MANGALUA Penulis : Idris Pasaribu Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia ISBN : 978-979-461-974-2 Dimensi : 11 x 17 cm Jenis Cover : Softcover Jenis Kertas : Book Paper Halaman : vi + 296 halaman Tahun : Terbit 2015 Original Harga Rp85.000 diskon 20% Rp68.000 Sinopsis Sampai sekarang, Mangalua, masih melembaga di tengah masyarakat Batak. Adat dan Agama, baik Islam, Kristen (Katolik/Protestan) bahkan juga agama leluhur Batak PARMALIM, masih melaksanakannya. Bedanya, dahulu Mangalua, terjadi karena beberapa faktor. Pertama, karena mahar (Sinamot) yang tak sanggup dibayar oleh pihak lelaki. Kedua karena tidak adanya persesuaian, sebab antar kampung masih terjadi perseteruan. Jogal, anak Mangaraja Parhujinjang, justru ingin menghapus perseteruan itu. Agar kedua Huta (kampung) bisa berdamai, dia mangaluahon sang Putri Si Boru Anting na Rumondang, anak Raja Huta Bariba. Mangalua, biasanya memakan proses lama. Terlebih Belanda tak menginginkan ada Huta yang memiliki kekuatan. Perseteruan antarhuta selalu terjadi, tak lepas dari peran Belanda membesarkan perseteruan itu. Misi perkawinan, selain cinta, juga memiliki unsur politik untuk menyatukan kekuatan, tak terpenuhi. Belanda kemudian mengangkat Raja Huta Bariba menjadi Nagari. Putrinya diambil kembali. Perang antar kampung tak terelakkan. #poetry #reader #authorsofinstagram #bookshelf #goodreads #booklove #bookreview #bookblogger #amreading #chediociaiuti #film #nonfiction #writingcommunity #mediaset #writers #amwriting #tv #scifi #bookclub #bookphotography #lallieva #canale #booklovers #story #cinema #fictionbooks #sciencefiction #thriller #movie #laportarossa https://www.instagram.com/p/CA8Cb6hhWo_/?igshid=6xv1xuletkjq
#poetry#reader#authorsofinstagram#bookshelf#goodreads#booklove#bookreview#bookblogger#amreading#chediociaiuti#film#nonfiction#writingcommunity#mediaset#writers#amwriting#tv#scifi#bookclub#bookphotography#lallieva#canale#booklovers#story#cinema#fictionbooks#sciencefiction#thriller#movie#laportarossa
0 notes
Text
Diskerpus Sebut Minat Baca Pelajar di Pesisir Selatan Masih Rendah
Diskerpus Sebut Minat Baca Pelajar di Pesisir Selatan Masih Rendah
PESISIR SELATAN, SUMBAR — Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Diskerpus) Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat menyebutkan, minat baca pelajar di daerah tersebut masih rendah. Hal tersebut disebabkan kurangnya upaya memancing minat serta kurangnya ketersediaan buku di Pustaka Nagari/Desa.
Kepala Bidang Kearsipan Diskerpus Pesisir Selatan, Nurlaini mengatakan, di daerah nya banyak tersebar…
View On WordPress
0 notes
Photo
#InfoMinang PADANG – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sumbar menargetkan 13 ribu eksemplar penambahan buku di pustaka daerah (Pusda) pada 2018. Penambahan buku diprioritaskan pada buku-buku kesehatan. Selama ini ketika pengunjung yang datang dari kampus-kampus kesehatan mereka sering tidak mendapatkan buku yang mereka cari. Sekarang baru tersedia 74 ribu eksamplar buku kesehatan atau sekitar 12 ribu judul buku. “Kedepan penambahan buku kami arahkan kepada buku-buku kesehatan seperti buku kedokteran, keperawatan. Selain itu kami juga fokus menanbah koleksi elektroni e-sumbarmembaca,” ungkap Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sumbar, Alwis kemarin. Alwis menjelaskan, koleksi buku di pustaka daerah sebanyak 239. 759 eksemplar atau sekitar 39 ribu lebih judul, terdiri dari buku pendidikan ilmu sosial, buku umum, filsafat, agama bahasa, sains dan teknologi, kesenian, sususastraan, geografi sejarah, serta buku cerita remaja dan anak. “Tiap tahun ditargetkan penambahan sebanyak 13 ribu eksemplar dari berbagai jenis buku,” jelasnya. Selain itu, penambahan buku bersumber dari APBN berupa dana dekonsentrasi yang dipusatkan untuk menambah koleksi buku di pustaka di nagari-nagari. Tahun lalu 9 kabupaten kota di Sumbar mendapatkan penambahan buku dari dana APBN. “Bukunya diserahkan untuk nagari dan desa,” ulas Alwis Menurunya, bertambahnya koleksi pustaka, serta meningkatnnya pelayanan di pustaka akan mendorong para pengunjung untuk datang. Peningkatan program juga berpengaru terhadap minat baca masyarakat. “Sejak kami mulai program sumbar membaca awal tahun lalu, berbagai program telah dilaksanakan untuk menunjang kegiatan itu, sekarang masyarakat juga sudah bias mengakses buku elektronik dengan aplikasi e-sumbarmembaca,” tuturnya. Kabid Perpustakaan Sosy Findra menyampaikan, sebenarnya koleksi buku di pusda cukub banyak , namun karena gempa yang menimpa Sumbar pada tahun 2009 lalu, buku pustaka banyak yang rusak dan tidak bisa dipakai. Akibat gempa tersebut Dinas berusaha membangun dan menambah koleksi kembali. “Penambahan buku kami upayakan sesuai dengan permintaan pemustaka dan anggaran yang tersedia,” tambahnya.(yose) sumber : www.hariansinggalang.co.id
0 notes
Text
Motif batik kawung merupakan salah satu jenis motif batik tulis kuno yang muncul dan berkembang di Nagari Ngayogjokarto Hadiningrat pada era mataram baru. Namun kita wajib mengetahui motif batik kawung ini beserta makna yang terkandung dalam setiap guratan motif batik yang terbentuk dari selembar kain batik kawung.
Sejarah Motif Batik Kawung
Sejarah motif batik kawung dan penjelasannya perlu kita ungkap secara mendetail agar kita lebih mengenal batik kawung secara keseluruhan, Hal ini kita mulai dari awal yaitu dimana motif batik kawung merupakan salah satu jenis motif batik larangan pada waktu itu.
Motif batik kawung sudah dikenal mulai abad ke 13 yang diciptakan oleh sultan mataram pada waktu itu, kawung sendiri menjadi motif yang diilhami oleh buah kolang-kaling dari batang pohon aren, sumber lain juga mengatakan bahwa motif batik kawung dikaitkan dengan binatang kuwangwung. Filosofi yang terkandung pada pohon aren mulai dari atas (ujung daun) hingga pada akarnya sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, hal tersebut menyiratkan agar manusia berguna bagi semua orang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, juga bernegara.
“Ajining diri ana ing lathi, ajining raga ana ing busana, agama ageming diri”
Harga diri tercermin dari ucapan, harga diri juga tercermin dari cara berpakaian, agama adalah tuntunan bagi kita.
Dalam beberapa buku sejarah motif batik kawung menyebutkan bahwa motif batik kawung hanya dikhususkan bagi para keluarga bangsawan atau para pejabat keraton. Motif batik kawung mempunyai pola geometris yang juga memiliki makna khusus dalam filosofi adat jawa yaitu mencerminkan adanya satu titik pusat kekuatan dan kekuasaan didalam alam semesta, pun juga pada manusia. Episentrum power atau kekuasaan didalam motif batik kawung yaitu motif kawung (kolang-kaling) dikelilingi oleh empat bulatan atau persegi empat, atau kumpulan bintang sebagai wujud penyatuan unsur yang selaras, yaitu unsur alam (Makro Kosmos) dan unsur manusia (Mikro Kosmos). Jika kita menilik sudut pandang lain dari motif batik kawung yaitu sebagai perlambang papat madhep limo pancer yaitu Empat titik membentuk garis yang melambangkan persaudaraan berjumlah empat menghadap satu titik ditengah yang dianggap sebagai pusat kekuatan alam semesta, oleh karena itu motif batik kawung juga sebagai lambang persatuan. Sehingga motif batik kawung merepresentasikan bahwa seorang raja merupakan inti atau pusat kekuatan semesta, pemimpin manusia, pelindung yang lemah dan benar, dan juga seorang wakil tuhan atau representasi dari dewa dalam agama kapitayan yang dianut oleh masyarakat jawa kuno atau ada juga yang menyebut orang jawa kuno merupakan orang lemurian.
Batik yogyakarta klasik Motif Kawung
Pada awalnya motif batik kawung ini hanya boleh dikenakan kalangan keluarga kerajaan, namun setelah Kerajaan Mataram terbagi dua, peruntukannya dikenakan pada golongan yang berbeda juga. Keraton Surakarta, motif batik kawung ini dikenakan oleh para Punokawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong) dan para Abdi dalem jajar priyantaka.
Motif Batik Kawung dan Penjelasannya
Sejarah batik kawung yang lain menyebutkan bahwa terdapat cerita rakyat dimana seorang pemuda dari desa yang berwibawa juga disegani oleh lingkungannya karena tutur kata yang santun dan bijak hingga menjadi perhatian oleh kalangan keraton Mataram. Pihak keraton mataram memiliki rasa penasaran yang tinggi atas kemashuran pemuda tersebut, hingga diutuslah seorang telik sandi kepada pemuda tersebut untuk menghadap sang raja. Sang ibu mendengar dari masyarakat setempat bahwa sang putra diundang oleh raja mataram. Hal ini membuat sang ibunda menjadi terharu dan menggantungkan banyak harapan kepada pemuda tersebut. Untuk itulah sang ibunda tersebut membuatkan batik dengan motif kawung, dengan harapan putranya bisa menjaga diri dari hawa nafsu juga menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat banyak. Singkat cerita pemuda tersebut naik pangkat menjadi adipati Wonobodro. Dalam prosesi pengangkatannya sebagai adipati, pemuda tersebut memakai model baju batik motif kawung pemberian ibundanya.
Pada umumnya turunan motif batik kawung diberi nama berdasarkan ukuran bentuk bulat-lonjong yang ada pada suatu motif batik kawung tertentu. Misalnya,
motif batik kawung picis yang merupakan motif kawung yang tersusun oleh bentuk bulat-lonjong yang berukuran kecil menyerupai mata uang picis senilai dengan sepuluh senyang.
Motif batik kawung bribil merupakan salah satu jenis motif kawung yang tersusun oleh bentuk bulat-lonjong yang ukurannya menyerupai mata uang bribil senilai setengah sen.
Motif batik kawung sen merupakan salah satu jenis motif kawung dimana ukuran isen-isennya sebesar mata uang sen. Seringkali mata uang sen digunakan untuk ditebar sepanjang jalan sebagai pengiring jenasah hingga pada akhirnya kain batik kawung ini digunakan sebagai penutup orang mayat sebelum di kafani atau disemayamkan. Sumber lain mengatakan bahwa karena filosofi dari motif batik kawung sen yang memaknai kehidupan akan kembali ke alam sawung.
Gambar Motif Batik Kawung
Berikut ini kami tampilkan ketiga jenis motif batik kawung mulai dari kawung picis, kawung bribil hingga kawung sen.
motif batik kawung
motif batik kawung sen
batik kawung picis
motif batik kawung bribil
Daftar Pustaka Sejarah Motif Batik Kawung
fitinline,2013. Keunikan Makna Filosofi Batik Klasik: Motif Kawung. Online: http://goo.gl/A7U9l1 diakses 6 Januari 2015
Andika Varian,2014.Batik Kawung. Online: https://goo.gl/1sbIcM diakses 6 Januari 2015
Save
Sejarah Motif Batik Kawung dan Penjelasannya Motif batik kawung merupakan salah satu jenis motif batik tulis kuno yang muncul dan berkembang di Nagari Ngayogjokarto Hadiningrat pada era mataram baru.
0 notes
Photo
VBS, teringat dulu pernah bertapa di pustaka ngoprek vx make vbs 😜 (at Atm Bank Nagari)
0 notes
Text
Padang Tv - Tumbuhkan Minat BAca Anak Nagari
Padang Tv – Tumbuhkan Minat BAca Anak Nagari
Liputan media Padang Tv.
Klarifikasi dari Komunitas Gubuak Kopi, bahwa perpustakaan nagari ini bukan didirikan oleh Komunitas Gubuak Kopi. Dalam konteks ini konteks ini Komunitas Gubuak Kopi hanya berperan mendorong pemuda dan remaja untuk mengativasi perpustakaan ini melalui kegiatan seni dan kreatif. (more…)
View On WordPress
0 notes
Photo
Babaliak ka Pustaka Nagari. . . @Regrann from @gubuakkopi - Sambutan oleh @albertrahmanp selaku ketua Komunitas Gubuak Kopi. . doc. Pesta Babaliak ka Pustaka Nagari. Sabtu, 21 Januari 2017. • Halaman Pustaka Nagari Kelurahan Kampung Jawa, Solok. • #gubuakkopi #kampungjawarumahbersama #solokcadas #solokmilikwarga #solokkotakita - #regrann
0 notes
Text
Pesta Babaliak ka Pustaka Nagari
Pesta Babaliak ka Pustaka Nagari
Dalam rangka mengaktivasi ruang publik sebagai ajang berbagai pengetahuan dan kreativitas warga dan remaja, Komunitas Gubuak Kopi bersama pemuda serta remaja Kelurahan Kampung Jawa, Solok, menggelar kegiatan gotong royong, mural, dan latihan bersama di Perpustakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa sejak satu bulan terakhir. Untuk merayakan ini, Komunitas Gubuak Kopi bersama remaja Kampung Jawa,…
View On WordPress
0 notes
Text
Oleh Raenaldy Andrean
Sebuah dinding pustaka tua yang biasanya kusam dan tak berwarna, sekarang mulai terlihat penuh dengan banyak gambar dan tulisan yang mengundang tawa, hingga membuat banyak mata mulai melirik dan memperhatikan. Banyak warga yang berhenti sejenak, bertanya apa yang pemuda dan remaja lakukan di sana.
Beberapa waktu lalu, sejak 28 Desember 2016 hingga 08 Januari 2017, di Perpustakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa, Solok, Komunitas Gubuak Kopi dan pemuda, serta remaja lokal melakukan kegiatan menggambar di dinding, atau yang juga dikenal dengan seni mural. Kegiatan yang mencolok di persimpangan kelurahan itu, mulai menarik perhatian warga dan banyak orang yang berlalu lalang. Mural dan coretan di dinding sebenarnya masih dianggap hal yang baru untuk sebagian besar warga Solok, termasuk di Kelurahan Kampung Jawa. Sempat beberapa warga mengangap yang dikerjakan oleh pemuda-pemuda tersebut adalah aksi merusak dinding perpustakaan saja. Memang sewaktu itu muralnya belum selesai, dan warga kebingungan.
Sebelumnya, memang Komunitas Gubuak Kopi sempat beberapa kali melakukan kegiatan mural di kelurahan yang sama, namun posisinya sedikit lebih ke dalam dan tidak banyak orang yang bisa menjangkaunya. Namun, kali ini Komunitas Gubuak Kopi mengajak warga untuk terlibat dan mengalami dalam proses yang menyenangkan itu. Sejak hari itu, warga Kampung Jawa, memproduksi karya mural pertamanya untuk kelurahan kita.
***
Jpeg
Jpeg
Selama ini, banyak yang mengira bahwa ke perpustakaan itu hanya untuk membaca, tapi kalau dipahami lagi fungsinya, di sana kita bisa melakukan banyak kegiatan bermanfaat. Seperti di Perpustakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa, yang pada dasarnya dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan masyarakat satu kelurahan. Di sana pada dasarnya kita bisa bertemu dan berinteraksi dengan banyak tetangga kita, berbagi ilmu, pengalaman, dan berbagi pandangan tentang hal yang terjadi di sekitar kita, serta bekreativitas. Hal inilah salah satu landasan bagi pegiat komunitas Gubuak Kopi untuk melakukan kegiatan di perpustakaan ini. Kita melihat beberapa tahun terakhir perpustakaan yang memiliki posisi dan fungsi strategis ini, terkesan terabaikan dan tidak dikelola dengan baik. Melihat keadaan tersebut, setelah satu tahun berkarya di Kampung Jawa, Komunitas Gubuak Kopi berniat untuk mengaktivasi ruang strategis ini, dengan kemungkinan fungsi lainnya yang sangat dibutuhkan oleh warga Kampung Jawa dan warga lainnya. Terutama kebutuhan untuk bertemu, berinteraksi, dan berbagi pengetahuan tentang kebudayaan lokal bersama generasi-generasi berikutnya. Hal ini lah salah satu poin utama yang dihimpun oleh Komunitas Gubuak Kopi setelah mengunjungi berbagai tokoh masyarakat di Kelurahan ini. Bahkan, ada sikap pesimis dari generasi tua terhadap remaja yang jarang sekali melakukan sesuatu dalam konteks Kelurahan Kampung Jawa. Seperti yang diceritakan oleh dua orang teman peneliti di Komunitas Gubuak Kopi, Albert Rahman Putra dan Delva Rahman, bahwa setelah riset beberapa bulan terakhir, tidak jarak generasi tua bilang, “kalau di sini, mengumpulkan anak muda susah, yang tua-tua pun harus dijanjikan minimal uang transport atau makan untuk berkarya di sini. Tapi mereka percaya, kalau kamu bisa mengumpulkan generasi muda yang sekarang ini, itu berarti mudah bagi kamu untuk melakukan di luar kelurahan ini,”
Kelurahan ini sebagaian besar diisi oleh perantau, di sini hidup beragam etnis, di antaranya oleh tokoh setempat disebut dengan istilah, JAMBAK. Bukan salah satu nama jenis buah jambu, melainkan singkatan dari Jawa, Minang, Batak, dan Kaliang (India). Kelurahan Kampung Jawa sendiri, secara tidak sadar juga telah terbagi menjadi dua kelompok, Kampunga Jawa bawah dan Kampung Jawa atas. Kampung Jawa atas, oleh warga kelurahan Kampung Jawa bawah sendiri diakui lebih kompak, lain halnya dengan warga Kampung Jawa bawah yang bersikap “siapa lu siapa, gue”. Dan menurut generasi tua, hal ini-lah yang terjadi sekarang. Sebelumnya, kelurahan ini sangat disegani orang luar, karena biar-pun di Kampung Jawa atas, maupun bawah, kita semua sering berkreativitas bersama dan terlihat kompak, orang luar pun takut membuat rusuh.
Dalam konteks ini, Perpustakaan Nagari Kelurahan Kampung Jawa, berada di pusat Kampung Jawa bawah. Memang awalnya agak sulit mengumpulkan pemuda dan remaja di sini. Seperti generasi kuliahan, tersebar di kota tetangga: Padang, Bukittinggi, dan Padangpanjang. Generasi SMA, di beberapa titik cukup ramai, tapi dalam satu kerumunan hanya satu anak kelurahan sini, lebih banyak teman-temannya dari luar, tapi mereka inilah yang akhirnya terlibat banyak dan kemudian mengumpulkan generasi remaja lainnya untuk mengaktivasi ruang itu: Perpustakaan Nagari.
Bersama beberapa pemuda dan remaja di kelurahan Kampung Jawa, Solok, Komunitas Gubuak Kopi mendorong terdapatnya sebuah kegiatan mural dan kegiatan kreatif lainnya di perpustakaan yang sudah lama dibiarkan murung itu. Para pemuda yang berhasil kami himpun-pun, berniat merubah pola pikir generasi muda yang menurut mereka sendiri sudah mulai tercemar dengan latah gadged yang sudah banyak merubah cara kita bersosial. Perpustakaan, kita yakini dapat menjadi salah satu jawabannya.Sepinya perpustakaan sebenarnya tidak hanya terjadi di Kelurahan Kampung Jawa, banyak pula perpustakaan di daerah lain yang tak terpakai dan di biarkan begitu saja, tapi tidak jarang pula banyak kampung yang memimpikan sebuah perpustakaan. Untuk itu yang pernah ada ini, harus dimanfaatkan dengan baik.
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Minggu, 08 Januari 2017 lalu, coretan-coretan di dinding sudah hampir selesai, warga sudah bisa menikmati wajah baru perpustakaan kelurahan kita. Wajah baru yang dihiasi oleh remaja-remaja Kelurahan Kampung Jawa. Para orang tua dan generasi muda lainnya mulai mendekat dan berbagi saran serta pikiran yang selama ini tertahan. Hari itu pepustakaan kita sudah terlihat cerah, kini PR kita adalah bagaimana ini kemudian bisa dikeloka dengan baik untuk kepentingan bersama.
Gambar-gambar di Dinding Pustaka Kita.
Kini, di dinding bagian luar perpustakaan kita terdapat beragam gambar lucu dan unik. Seperti mural “BANYAK BACA BIAR TETAP WARAS” dilatari oleh pazel-pazel penuh warna seakan pecah berserakan memenuhi dinding dihiasi oleh bunga-bunga,daun, dan awanDi sini kita menertawakan diri kita sendiri, yang selama ini sibuk sendiri dengan dunia yang kita genggam hingga berlarut-larut, kita yang selama ini hanya tahu bagian-bagian kulit lalu berlagak banyak tahu. Saat itu kita percaya, agar tetap waras kita harus terus menggali ilmu, dengan membaca. Membaca dalam artian seluas-luasnya, menyimak dan memahami, baik itu buku ataupun persitiwa apapun di sekitar kita.
Di bagian depan pustaka, ada juga sebuah komik yang berjudul “DIHANTUI BUKU” di sebelah pintu sebelum masuk pustaka, yang dibuat oleh Zekalver, salah satu pegiat Gubuak Kopi.Menurutnya, kebanyakan anak-anak sekarang mengganggap membaca/membuka buku itu hal yang mebosankan dan menakutkan. Mereka lebih memilih kena marah dari pada membaca, makanya dia membuat komik yang diselingi lelucon seperti ”Pocong hantu buku goyang bro” menakuti si Udin dalam mimpinya, sehingga Udin pun bertanya kepada pak ustad tentang mimpinya dan akhirnya diberi penjelasan oleh pak ustad. Zekal melontarkan pertanyaan kepada saya,
“coba lu pikir deh, pas lu kecil lebih milih baca buku yang isi nya tulisan doang atau yang pake gambar? begitu juga anak sekarang, makanya gua bikin komik di dinding biar anak-anak yang ngeliat penasaran dan nge-baca tu komik.”
“…Komik ini sengaja gua bikin di dinding sebelum masuk ke perpustakaan nggak mungkin juga kan dia ngebaca tu komik di depan pintu pustaka, trus dia langsung pergi, pasti dia juga akan masuk ke dalam pustaka,” tambah Zekal sambil tertawa.
Masih banyak lagi gambar menarik lainnya di dinding perpustakaan, baik itu ajakan untuk berkebun, belajar, berkenalan dengan alam dan sebagainya. Ada pula di bagian belakang perpustakaan, terlukis nama adik-adik yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan bersejarah itu, dan masih banyak lagi. Semoga karya-karya mural ini dapat memancing atensi masyarakat dalam melihat perpustakaan sebagai ruang berkreativitas, belajar, dan berbagi pengetahuan.
This slideshow requires JavaScript.
_________
* Raenaldy Andrean, adalah pegiat Komunitas Gubuak Kopi. Saat ini mementori Taman Belajar Gubuak Kopi dan media Solok Milik Warga. Aktif mendalami seni rupa dan terlibat di berbagai pameran seni rupa di Padang, Bukittinggi, dan di Solok.
Editor: Albert Rahman Putra
Foto: Arsip Gubuakkopi, 2017
Mural di Dinding Pustaka Kita Oleh Raenaldy Andrean Sebuah dinding pustaka tua yang biasanya kusam dan tak berwarna, sekarang mulai terlihat penuh dengan banyak gambar dan tulisan yang mengundang tawa, hingga membuat banyak mata mulai melirik dan memperhatikan.
0 notes
Text
Tiara Sasmita
Babaliak ka Pustaka Nagari (Kembali ke Pustaka Nagari) adalah salah satu kegiatan yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi bersama pemuda di Kelurahan Kampung Jawa, Solok, untuk mengaktikan kembali serta meningkatkan fungsi pustaka di tengah bagi warga kelurahan maupun di sekitarnya. Sejak bulan September lalu, rekan saya Albert Rahman Putra dan Delva Rahman telah memulai risetnya mengenai lembaga-lembaga milik warga yang stategis untuk berbagi pengetahuan. Selain itu beberapa bulan terakhir kita yang kurang lebih satu tahun di Kelurahan ini, mulai lebih giat lagi bertemu par tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh adat, pemuda, untuk menggali persoalan-persoalan yang mungkin selama ini kami lengah. Hal ini sejalan dengan tema besar yang akan diangkat Komunitas Gubuak Kopi selama 2017 nantinya, yakni: Mengembangkan peran partisipasi warga dalam mengaktivasi ruang-ruang distribusi pengetahuan melalui kegiatan berbasis media tentang lingkungan dan kebudayaan lokal, salah satunya ruang itu terdapat dalam bentuk fisik: Pustaka Nagari.
Setelah melihat perpustakaan sebagai ruang yang penting untuk dikembangkan, Albert dan Delva telah mensurvey langsung ke Pustaka Kampung Jawa yang berlokasi di seberang Madrasah Ibtidaiyah, Kelurahan Kampung Jawa, di depan Masjid Nurul Yaqin. Menurut Delva, keadaan Pustaka Nagari saat ini sangat memprihatinkan. Terutama, ketika kita tahu bahwa perpustakaan ini sebelumnya adalah tempat yang sering dikunjungi warga dan anak-anak setempat. Namun belakangan mulai sepi, oleh banyak sebab tentunya. Yang paling general, adalah kurangnya minat membaca dari warga, serta tidak adanya pendistribusian buku-buku baru dari pemerintah maupun lembaga lain yang membuat pustaka ini seolah-olah mati suri. Maka dari itu, Komunitas Gubuak Kopi berusaha untuk menghidupkan kembali perpustakaan di Kampung Jawa serta wilayah Kota Solok lainnya. Menghidupkan kembali tidak semata-mata menjadikannya ramai saja, tapi harapan kami adalah bagaimana perpustakaan ini nantinya tidak hanya sebagai tempat tersimpannya buku-buku yang bisa dipinjam saja, tetapi juga menjadi ruang bertemunya warga, berbagi informasi disekitar, berkreatifitas, tempat arsip-arsip muatan lokal, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan berbagi pengetahuan.
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Jpeg
Kegiatan yang disusun oleh Komunitas Gubuak Kopi ini, pada dasarnya sangat didukung oleh tokoh masyarakat setempat, dan kelurahan. Kelurahan sendiri juga mengaharapkan hal yang sama, dan mempercayakan tugas ini pada Komunitas Gubuak Kopi. Langkah awal yang kami lakukan adalah merenovasi Pustaka Nagari Kampung Jawa. Maksudnya adalah merubah wajah perpustakan itu terlebih dahulu, bahwa perpustakaan adalah tempat yang tidak berjarak dengan kita dari segala generasi, tua, muda, remaja, anak-anak. Untuk itu Komunitas Gubuak Kopi, mencoba mengumpulkan kawan-kawan pemuda di Kelurahan Kampung Jawa. Walaupun tidak banyak yang bisa berkumpul waktu itu, tapi mereka sangat bersemangat, terutama generasi anak-anak setingkat SD sampai SMA.
Pemuda-pemuda kampung Jawa juga mendukung kegiatan positif ini. Komunitas Gubuak Kopi bersama Pemuda Kampung Jawa mencoba menyulap pustaka tersebut menjadi lebih bersih, indah dan menarik. Minggu, 25 Desember, semuanya telah terencana dan kami segera mempersiapkan poster yang akan disebar kepada penduduk Kampung Jawa. Siang itu, rekan saya Albert segera menghubungi Pak Lurah serta Bu Rosmini (Kepala perpustakaan) dan mereka juga sangat tertarik dengan apa yang akan kami kerjakan. Saya, bersama Albert, Volta, dan Renal mendatangi Bu Rosmini untuk menyediakan cat alat-alat yang kami butuhkan. Selain itu, Bu Rosmini kembali mengingatkan Albert tentang rencana sebelumnya untuk melatih Ibu-ibu Bundo Kanduang (organisasi ibu-ibu kelurahan berbasis adat) di Kampung Jawa untuk bermain talempong (kesenian tradisi Minangkabau). Albert menanyakan ketersediaan talempong dan mengecek bunyi dari semua talempong yang ada. Semua talempong nampak baru dan sepertinya jarang dipakai dan bunyinya pun masih sangat bagus. Setelah Albert selesai mengecek semua Talempong, kami berpamitan kepada Bu Rosmini, sebelumnya Albert menyatakan kesediannya untuk melatih ibu-ibu, dan meminta latihannya tidak usah di kantor Komunitas Gubuak Kopi, tetapi di perpustakaan saja.
Sorenya, saya beserta rekan-rekan Gubuak Kopi bersama Uda Yoga,pemuda kampung Jawa menyebarkan poster pemberitahuan kegiatan ini. Poster-poster itu kami sebarkan di warung-warung sekitaran Kampung Jawa, Pondok Jus, Masjid, serta di titik-titik tertentu wilayah Kampung Jawa lainnya.
Senin pagi, 26 Desember, kami segera mendatangi Pustaka Nagari Kampung Jawa. Kedatangan kami disambut antusias oleh warga di sana. Uni Des yang berjualan lontong tepat di depan pintu masuk Pustaka menyuguhkan kami pregedel untuk sarapan. Setelah makan, Volta dan Renal mulai membersihkan dinding-dinding pustaka yang akan disulap untuk menampilkan kesan yang baru dari Perpustakaan Nagari. Mereka mulai dari ujung dinding pustaka agar warga yang menyantap sarapan di depan pintu pustaka tadi tidak terganggu. Kami beristirahat sejenak setelah beberapa jam membersihkan dinding-dinding dan akan kembali siangnya. Setelah Zuhur, kami lanjut bekerja. Kegiatan kami kali ini didominasi oleh warga cilik Kampung Jawa. Saya bersama Zaza dan beberapa adik-adik lainnya mendaur ulang botol-botol oli bekas yang kami dapatkan di bengkel Andeska yang tak jauh dari kantor Komunitas Gubuak Kopi. Anak laki-laki yang lain bertugas membersihkan dinding dari sisa-sisa cat. Volta bertugas menyusun sketsa dan membuat garis-garis yang nantinya bisa ikut dicat oleh adik-adik yang tertarik ikut membantu. Renovasi perpustakaan ini kita targetkan untuk selesai selama dua minggu ke depan. Selanjutnya, kami akan berusaha menyediakan buku-buku baru bagi Pustaka Nagari ini agar kita semua, dapat meng-upgrade pengetahuan kita. Setidaknya hingga April 2017, Komunitas Gubuak Kopi telah mengagendakan beberapa kegiatan bersama perpustkaan dan melibatkan warga setempat dan seniman-seniman jejaring untuk berpatisipasi. Kedepannya Kami harapkan dengan adanya perpustakaan ini warga dapat memanfaatkan untuk segala kemungkinan yang bisa mempererat solidaritas, menjaga lingkungan, beraksi lokal dengan wawasan global.
Latihan Talempong
Seperti yang telah dijadwalkan sebelumnya, Albert melatih ibu-ibu Bundo Kanduang untuk bermain talempong. Hari itu, Jumat sore, 30 Desember 2017, ibu-ibu Bundo Kanduang memanfaatkan perpustkaan untuk mengadakan pertemuan rutin mereka. Seperti biasa, pertemuan ini diawali dengan pembacaan ayat suci alquran, menyanyikan lagu “Bundo Kanduang” dan mengaupdate informasi-informasi terbaru terkait organisasi Bundo Kanduang sambil menyantap kolak durian. Setelah itu barulah Albert diminta untuk melatih ibu-ibu ini untuk bermain talempong.
Sebelumnya, Albert memperkenalkan gambaran besar tentang kesenian talmpong itu sendiri. Seperti yang dikatakan Albert, alat music talempong adalah salah-satu alat music yang terdapat hampir diseluruh kenagarian (kampung) di Minangkabau. Berbeda dengan kesenian Gandang Tambua Tasa yang hanya terdapat di Maninjau dan Pariaman, Indang, Rabono, dan kesenian lainya yang hanya tumbuh di daerah-daerah tertentu. KEberadaan Talempong yang tersebar di setiap kampung itu juga memberikan keberagaman terkain permainan kesenian talempong itu sendiri. Seperti lagu yang berbeda-beda dan khas di setiap kampung. Lalu Albert juga menjelaskan tentang kapan saja kesenian talempong dimainkan, dalam kegiatan apa saja ia dimainkan selain agenda-agenda pariwisata atau festival kekinian. Lalu Albert juga menambahkan bagaimana permainan talempong ini telah berkembang, menjadi talempong goyang, pengiring band, dan lain sebagainya.
Latihan dimulai dengan lagu (pola permainan) yang paling sederhana. Albert meminta setiap ibu-ibu yang hadir mencobakannya secara bergilir. Ibu-ibu sangat girang dapat mencoba memainkan talempong ini. Tidak terasa, latihan telah lebih dari satu jam, dan di luar dugaan ternyata hari itu satu lagu langsung dapat dimainkan dengan cukup baik oleh ibu-ibu ini. Sebelum pulang tidak lupa Albert mengingatkan ibu-ibu untuk terus berlatih dan sering-sering ke pustaka yang elok ini.
______________
Kampung Jawa, Solok.
02 Desember 2017
Proses “Babaliak ka Pustaka Nagari” Tiara Sasmita Babaliak ka Pustaka Nagari (Kembali ke Pustaka Nagari) adalah salah satu kegiatan yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi bersama pemuda di Kelurahan Kampung Jawa, Solok, untuk mengaktikan kembali serta meningkatkan fungsi pustaka di tengah bagi warga kelurahan maupun di sekitarnya.
0 notes