#adh yaps
Explore tagged Tumblr posts
Text
Introducing Me/My Blog‼️🔆🩷
Name: Aubrey‼️
Me in emojis: 😛🤘🏾😒👑🏳️🌈🇺🇸🤷🏾♀️
My fave emojis: 😛‼️😭😒🫶🏾🖕🏾😂
Sport: 🏀
Height: 6’2 (no I’m not joking😒)
Pronouns: cis girl - she/her💕
Favorite colors: 💜🩷🩵
Sexuality: pansexual🩷💛💙
Main Fandom: Marauders (Harry Potter)🌙🐀🐾🦌💫🥀🗡️
Kin: James at heart🔅
Favorite Characters: Regulus🙌🏾, Evan💋, Remus🫶🏾, Dorcas👑
Fave Ships: JEGULUS, Rosekiller, Dorlene, Jartylus, Pandalily
Other Fandoms: Lightning Era (Harry Potter)⚡️,Simon Snow (getting back into it)🪄🐉, Hamilton (sorta)📜✒️, RED QUEEN👑🩸(is there a fandom for this!?! I can’t find it)
Favorite quote: "There will be times in life where you crank that soujia boy, and there be times when that soujia boy cranks you, respond accordingly"‼️🔥
Random Fun Facts: i LOVE emojis‼️, I can do the splits🤸🏾♀️💪🏾, and I squat 215🏋🏾♀️🔥
Inbox: always open‼️ talk about ANYTHING‼️
Messages: I’ll answer EVERYONE😇 I LOVE to talk😋
Tip for viewing my posts/reblogs: more typos = more funny/fun😛✍🏾. Less typos = more “serious” (kinda)😭
My little introduction: Heyyy y’all, I’m Aubrey! 🙋🏾♀️I play basketball and I love to read and write! I write oneshots on Wattpad in my free time cause I got nun better to do😭😛.I don’t really give a fuck about anyone’s opinions, ima do and say what I want. I swear im not mean, im actually nice js don’t piss me off for no reason‼️🗣️ Arguing about a ship or something? Sure. Being rude for no god damn reason? No.😒 I’m prolly a tad 🤏🏾narcissistic but i don’t do allat self diagnosing shit🙅🏾♀️❌. I love talking, like I talk so damn much that it’s annoying👄🗣️. I love looking at my own story after I get all cute💋. 90% of my camera roll is pictures of me‼️👑
Picture(s) of me:
#introducing me#introducing myself#marauders kin#marauders era#the marauders#mauraders#james potter#james kinnie#hamilton musical#simon snow#lightning era#red queen#jegulus#rosekiller#evan rosier#dorlene#Dorcas#dorcas meadowes#adh yaps
35 notes
·
View notes
Text
Perjalanan Panjang dengan Al Qur'an (1)
1. Masa Kecil sampai SD
“Setiap perjalanan jauh, dimulai dari langkah pertama.”
Begitu orang bijak pernah berkata. Dan dalam renungan sore saya kali ini, tiba-tiba saya terpikir untuk sedikit berbagi tentang sebuah perjalanan panjang. Ya, perjalanan panjang saya bersama Al Qur'an.
Semoga penuh hikmah, ya. Dan karena pos ini direncanakan akan panjang, maka akan saya bagi pos ini ke beberapa bagian.
Semua bermula sejak saya masih berusia belia, empat tahun tepatnya. Saat itu–selain mengaji di rumah–saya juga mulai belajar Iqro’ di TPA, dengan guru yang sudah sangat familiar, Ummi sendiri. Hahaha. Walaupun anaknya yang satu ini suka kabur-kaburan dan nggak bisa diem, tapi selesai TK A, saya –alhamdulillah– mampu menyelesaikan Iqro’, dan sudah hafal surat pendek hingga Adh Dhuha.
Masuk SD (karena saya tidak ke TK B, melainkan langsung “akselerasi”), saya melanjutkan program mengaji tiap hari di rumah, dan menambahnya dengan berguru kepada seorang ustadz di lingkungan sekolah. Pak Nono Darsono namanya. Setiap sore, saya belajar mengaji pada beliau; menyetorkan hafalan baru yang saya hafalkan di rumah, dan melanjutkan tilawah harian. Dan di rumah, Ummi-Abi tak pernah alpa mengingatkan, pun membimbing saya mengaji, menyiapkan setoran esok hari.
Ada sedikit cerita lucu. Suatu hari, saya berhasil menyetorkan hafalan, dan guru ngaji saya memberikan snack yang amat saya sukai. Sebuah snack cokelat. Dan saya–yang ketika itu nggak bisa kalau nggak ngasih laporan sama Ummi–bilang ke Ummi, “Mi, tadi aku dapet snack dari Pak Nono.” Belakangan, saya akhirnya mengetahui bahwa ternyata yang menaruh snack cokelat di guru saya, adalah Ummi sendiri. Jadilah saya terkekeh dibuatnya.
Setiap hari, saya menjalani rutinitas saya sebagai seorang anak SD full-day. Pergi jam 7, pulang jam 4. Waktu wajib mengaji saya adalah ba'da maghrib. Abi punya pakem, bahwa ba'da maghrib sampai isya tak ada kegiatan selain mengaji. Alhasil, setiap maghrib rumah selalu penuh dengan sayup-sayup anggota keluarga yang sedang mengaji. Dengan waktu yang ada dan coba saya manfaatkan, juga orang tua yang bimbingannya tak pernah lepas dari saya ketika saya menghafal, dan tentunya taufik dari Allah, saya mampu menyelesaikan 6 juz (26-30, plus juz 1) sampai lulus SD, dan selalu bisa wisuda hafalan setiap tahunnya. Alhamdulillah.
Orang tua saya adalah contoh terbaik buat saya dalam mengajarkan anaknya mengaji. Mereka tak sekadar menyuruh, tapi turun langsung membantu anaknya mengaji. Bahkan tak jarang, kami balap-balapan menghafal. Biasanya, Ummi juara kalau soal ini. Tapi, ketika hafalan yang kemarinnya dibaca lagi di esok harinya, ternyata saya yang masih ingat. Hehehe.
2. SMP (Bagian 1)
Gagal lolos ke SMP favorit, akhirnya pilihan saya jatuh pada sebuah pesantren yang baru seumur jagung kala itu. Darul Qur'an Mulia namanya. Tapi awalnya, saya menolak untuk ke sana. Ngapain sih, pesantren? Namun Ummi meminta saya untuk bersabar. Diajaknya saya beserta anggota keluarga yang lain untuk survey. Dan hanya butuh satu kali kunjungan untuk mengubah rasa ogah menjadi jatuh cinta dan suka! Alasan saya saat itu simpel. Hati saya sejuk melihat anak-anak pesantren–yang nantinya akan menjadi kakak-kakak kelas saya–yang di mana pun mereka berada, selalu membawa mushaf, sambil merapal hafalan mereka. Akhirnya saya memutuskan ikut tes masuk, dan alhamdulillah, lulus.
Setelah saya lulus, apakah saya langsung melanjutkan hafalan? Jawabannya, TIDAK! Saya harus menjalani kelas tahsin hingga dinyatakan lulus dan layak untuk menghafal. Dan alhamdulillah-nya, dalam waktu dua bulan, saya lulus kelas tahsin.
Langsung menghafal? Tidak juga! Kami diminta untuk menyetorkan ulang hafalan kami yang sudah dihafal sebelum masuk ke pesantren, sebelum kami melanjutkan hafalan baru.
Setelah semua setoran selesai, barulah saya memulai apa yang saya sudah tunggu-tunggu sejak lama; menambah hafalan alias ziyadah. Saya memang bukan anak yang rajin ketika awal menghafal. Ini terbukti, ketika jam tahfizh tiba, saya sering tertangkap basah tidur di halaqoh (kelompok) (yang ini jangan ditiru ya. Hahaha). Ini juga sepertinya yang menjadi penyebab saya lama sekali beranjak dari juz pertama yang saya hafal di pesantren (kala itu saya menghafal juz 2). Sekitar sebulan, barulah saya beranjak ke juz 3. Dan belum lama sejak saya memulai ziyadah juz 3… Bruk. Saya terkapar tak berdaya di ranjang kamar. Yap, saya sakit. Tapi karena niat saya bulat ingin menyelesaikan 5 juz hafalan, akhirnya saya–dengan sisa kekuatan yang ada–masuk ke halaqoh dan tetap menyetorkan hafalan. Ya, meskipun setelah setoran saya kembali lagi ke ranjang dan beristirahat di kamar. Hahaha. Singkat cerita, memang saya tak bisa menyelesaikan hafalan sampai juz 5 di semester itu. Namun, semester pertama itu cukup menyenangkan, salah satunya adalah karena saya termasuk di antara santri yang mendapat beasiswa (berupa uang saku bulanan) karena hafalannya memenuhi standar ketika dites. Alhamdulillah.
Di semester kedua, saya semakin terpacu untuk menghafal. Saking terpacunya, sampai lupa muroja'ah. Saat itu saya sudah menyelesaikan setoran sampai juz 9. Tapi, ketika dites juz satu saja saya kelabakan bukan main. Disuruh baca juz delapan, apalagi. Akhirnya saya disuruh berhenti dulu menghafal untuk satu bulan. Fokus untuk mengulang lagi hafalan yang sudah disetorkan. Setelah menyelesaikan setoran muroja'ah, barulah saya diizinkan menghafal. Itu pun, hanya boleh menambah satu juz lagi sepanjang semester. Tak boleh lebih. Meski tak bisa menambah lebih dari itu, saya bersyukur. Saya pernah merasakan “kayaknya dulu pernah hafal, deh”, namun dengan izin Allah, hafalan yang “tadinya pernah hafal” itu akhirnya kembali. Alhamdulillah, tsumma-lhamdulillah. Dan menambah nikmat muroja'ah yang sudah didapat di semester itu, alhamdulillah, saya juga terpilih sebagai terbaik kedua di ajang MHQ 10 Juz di pesantren. An icing on a cake.
Bersambung ke bagian selanjutnya …
#pengalaman#experience#al qur'an#al quran#catatan sore#pesan sore#nasehat sore#perjalanan bersama al quran
2 notes
·
View notes
Text
Mar 19
If Don’t Say Goat Balls isn’t funny the morning after it needs to go back to the story board. The Rarity ramble by Dave in his underpants is a good start, need to find a long enough clip of Martin to see if that would work better. Need to figure out some drawerings to be pixelated for Simon anyway.
I know what I was trying to edit.
I know what clip I need, The Cure holding up their drawings on that Japanese talk show to Mike Meyer’s Simon theme.
youtube
Mad props to any Simon Gallup impersonator who does this.
Sigh.
Had to frog a few rows of the crochet shawl and add more fans at the side to get it to fit how I want. That’s what happens when you’re winging it and making your own pattern. I might go a different way for the other colored one. I’ve tried circular shawls but I’m already circular enough that I don’t want one to add more bulk.
Been doing some thinking about stories and writing while I’ve been crocheting and watching this and that but right now I need the contentment of repetitive actions.
Hoping to get some silence to enjoy, and a somewhat beautiful day, while others run errands. The real life around here isn’t any better, different, whatever.
Did half reason I should get some of those price tags on strings and put them on some of the dolls so people know what they are and if they had a name. I need to photograph and catalog the hoard anyway.
Just generally feeling lost as to what I can do to make my situation better. I enjoy getting sinus pain that’s so bad it makes my teeth hurt as the latest manifestation of my stress.
And of you’re some forms of ADH-squirrel and/or brain injury mediation and all that calming shit nerotypicals swear by only makes things worse. Literally don’t tell me to calm down if I’m upset about something, that means reach out punch face to me (lucky you I don’t want to hurt my art hand). Help me filter out why I’m angry and what I can do to mitigate the situation.
We’ll start with the Life Ruiner constantly yapping violent and sexual things at the top of her lungs and not accepting she has some sort of something that needs help.
Every day and every night constantly.
Hopefully though the paint box charm I ordered will arrive today before the six inches of rain that’s due.
Don’t say goat balls.
0 notes
Text
Tanjung Kapal Squad
Malam, genk ❤
Akhirnya kesampaian juga mau berbagi perihal kehidupan selama dua bulan di Pulau Rupat, tepatnya di Tanjung Kapal. Nah, aku kebetulan “terdampar” kukerta di Tanjung Kapal, Rupat. Kenapa terdampar? Gini, sejak awal aku memang niat mau kukerta ke Rupat, tapi nenek aku ngelarang dengan alasan jaooh, dan berpindahlah haluanlah aku ke Kuantan Singingi, yap tempat terfavorit dan paling diperebutkan oleh mahasiswa/i yg kukerta. Finally, setelah berjuang ngisi pemdaftaran kukerta dari pukul 08.00 wib sampai 20.00 wib, seorang wr ini ternyata terdampar di Tanjung Kapal, Rupat. Rupat? Oh, no! Pertama rada kesal, tapi demi Hapis yang udah berbaik hati ngerekom itu tempat ke aku, maka aku sedikit berpositifria. Untung aja di Rupat ada beberapa anak IP, sebut aja ni Wawan si korcam Rupat yang masyaa allah, trus Rocky yang hoby lanjalan selama kukerta, trus ada Afi, Febriza, dan Hapis pastinya. Selama kukerta suka duka itu biasa, lebih biasa malah dukanya. Di hari pertama datang, yaa Allah, pengen pulaaaang.. Serius. Pengen kali pulaaaang.. Tanjung Kapal itu yaa:
Sepiiii bgt. Berasa di planet lain. Apalagi seorang wr yang super duper heboh ini tinggal selama 2 bulan di sana yaaampun, ga kebayanglah,
No sinyal no jaringan internet. Ini adalah cobaan yang sebetul betulnya cobaan untuk aku khususnya. Mesti manjat pagar biar bisa nelpon. Mesti ke pelabuhan biar bisa internetan. Intinya mesti berkorban biar dapat yang dipengen.
Toiletnya di luar rumah. Ini juga cobaan. Tapi gamasalah. Yang masalahnya toiletnya gada penerangan. Kebayangkan kalo malam gimana? Horor.
Posko yang seadanya. Tidur sempit²an, no lemari, no tv, no sofa, aaaa.. Pokoknya seadanya.
Jauh dari peradaban. Kenapa aku nulis gini? Gimana nggak, kalo mau beli something gitu harus naik motor dulu ke ibukota kecamatan dengan jarak ±30 menitan. Kalo mau beli ice cream harus jalan jauh jugaaaak. Cediih..
Jalan yang jelek. Ini gausah ditanya yaa, aku gabisa menjelaskan, karna jalannya itu masyaa allah, jeleknya luar biasa. Berlobang, becek, berdebu, semuanyaa.
Piket. Ini jadi poin penting, karna apa? Karna rempong.
Nah yang di atas itu sedikit duka, trus sukanya apa? Sukanya datang dari sikon di atas. Karna sinyal yg gada kami ber13 jadi kompak, cerita² bareng. Alhamdulillah, setiap disinte yg terjadi di dalam posko bisa terselesaikan dg baik, berkat kekompakan dan kelapangan hati masing². Eh aku lupa nyebutin sesiapa sih Tanjung Kapal Squad itu?
Dari kiri atas Ridwan Bongak (kordes), Bg Kirin, Pak Daeng, Bg Een, (turun ke bawah-kiri) Zaky Kuyus, Erna Mie, Yolanda kamu dimana?, (turun ke kiri bawah) Ikii ayank together, mamak Sapta, Wirda comel, Adhe tukang makan, (turun ke bawah) Yandri bucuk, Juli tukang masak, Pak Unus, Eka si tukang shopping, Netty kiting, Eva miss baper.
Poto yg di atas diambil pas malam perpisahan. Sedih kali, tetiba dua bulan itu berasa bentar, padahal pas pertama datang, “ih, dua bulan di sini, dg org² yg ga aku kenal lg.”. Dan ternyata..
"Dua bulan di pulau penuh cinta, di Rupat adalah dua bulan yang teramat singkat. Dua bulan yang mengagumkan. Dua bulan yang gaakan keulang. Dua bulan yang gaakan terlupakan. Terimakasih genk, tuk seluruh cerita ���."
0 notes