#Serba Masakan Tahu
Explore tagged Tumblr posts
Text
bantu
pukul 7 kurang 12 menit, aku sudah sampai di sebuah rumah berwarna putih gading. rumah itu cukup luas dengan halaman depan yang dihiasi dengan aneka tanaman hias.
setelah memarkirkan motorku, aku segera menuju pintu depan rumah itu, berniat untuk memencet bel.
*tingtong* bel pertama tidak ada jawaban.
*tingtong* barulah bel kedua mendapat jawaban dari sang tuan rumah.
pintu rumah itu terbuka, menampilkan sesosok laki-laki tinggi besar yang mengenakan kaos berwarna hijau army.
"eh, udah dateng lu, Ta." ujarnya.
"hehe. iya, Bang. tadi Mama nelpon katanya gue disuruh ke sini." jawabku. laki-laki yang aku panggil bang tadi adalah Ryno. anak sulung Mama.
Ryno langsung mempersilahkanku masuk.
"langsung ke meja makan aja ya, Ta." ujarnya.
aku hanya menanggapi dengan anggukan sopan.
aku melangkahkan kaki menuju ruang makan keluarga itu tanpa ragu sedikitpun karena aku seolah sudah hapal denah rumah ini secara keseluruhan. hal ini bisa terjadi karena aku sudah menghabiskan lebih dari separuh hidupku mengenal keluarga ini. mulai dari Mama, Papa, Ryno, Axton, Thea, Mbak Isah, bahkan hewan-hewan peliharaan keluarga ini. Maru si kelinci; Coconut, Mizu, dan Tedy si marmut; Kousuke si hamster; serta Chipsy si long haired chihuahua yang suka menggigiti boneka-boneka milik Thea.
"eh, udah dateng kamu?" itu adalah suara Mama.
"iya, Ma." jawabku.
"kena macet ngga?" tanya Mama sambil menyiapkan piring di meja makan.
"ngga, Ma. Asta naik motor, jadi bisa nyelip-nyelip." jawabku sambil membantu Mama menata piring yang tadi dibawa olehnya.
tidak perlu waktu lama untuk makanan siap di atas meja. setelah semua siap, seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang makan. Papa duduk di kursi paling ujung, kursi yang biasanya ditempati oleh para kepala keluarga seperti di film-film. di samping kanannya ada Mama, disusul dengan Axton. sedangkan di samping kiri Papa ada Ryno yang duduk bersebelahan denganku. aku sedikit heran karena ada satu anggota keluarga yang kurang. Thea tidak ada di sana.
"ayo, pada nyobain rendang sama ketupat bikinan Mama kolaborasi sama Mbak Isah." ujar Mama. "yang kurang suka ketupat, ini juga ada nasi putih." lanjutnya.
semua orang yang berada di meja makan saat itu menyantap masakan Mama dan Mbak Isah dengan lahap. sudah tidak diragukan lagi skill memasak Mama. masakannya lah yang paling enak se-antero Jabodetabek kalau aku boleh hiperbola.
30 menit berlalu, semua sudah selesai makan. Papa, Ryno, dan Axton memutuskan untuk kembali ke kamar mereka masing-masing karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan, sedangkan aku membantu Mama membereskan piring bekas makan bersama tadi.
"kamu pasti heran ya kenapa Thea ngga ada?" ujar Mama seolah bisa membaca isi pikiranku sedari tadi.
"eh?" aku menatap Mama dengan tatapan terkejut.
"Thea ke Sydney, Ta." jelas Mama.
seketika aku membulatkan mataku. "Sydney?" tanyaku.
Mama menjawab dengan anggukan. "iya, Sydney, Australia." jelas Mama.
"dia berangkat sehari sebelum lebaran." lanjut Mama.
"kok ngga ngabarin Asta?" tanyaku.
iya, aku tahu. mungkin pertanyaanku terdengar seolah aku adalah orang yang harus serba tahu apapun yang dilakukan oleh Thea, tapi aku benar-benar keheranan kenapa Thea pergi (bahkan ke luar negeri) tanpa memberitahuku sama sekali.
"jangankan ngabarin kamu. Mama tau dia ke Sydney aja sehari setelah dia sampai sana." jelas Mama.
aku semakin mengerutkan dahi mendengar penjelasan dari Mama barusan.
"dia ngga cerita ke kamu sama sekali?" tanya Mama.
aku menjawab dengan gelengan. "terakhir ketemu sama Thea sekitar tiga hari sebelum lebaran, Ma. dia ngga cerita apapun yang menyinggung sama keberangkatan dia ke Sydney." jelasku.
"dia berangkat sama temen-temennya. Mama tau karena waktu sampai sana, dia video call Mama buat ngabarin kalau dia baik-baik aja dan dia ngga ngelakuin hal yang aneh-aneh." ujar Mama.
"terus Thea kapan balik, Ma?" tanyaku.
"harusnya sih flight malem ini ya. kalau ngga salah nanti jam 11an pesawatnya udah landing."
"oke. kalau gitu nanti biar Asta yang jemput Thea ya, Ma." ujarku.
"ngga usah, Ta. biar nanti Ryno sama Axton aja yang jemput di bandara. kasian kamu nanti jadi pulang kemaleman." jelas Mama.
aku tidak bisa mengelak perkataan Mama karena aku juga sadar bahwa besok aku harus berangkat pagi ke kantor label rekaman karena ada beberapa klien yang ingin bertemu.
"kamu ketemu dia besok aja habis pulang kerja. gimana?" ujar Mama.
aku hanya bisa menjawab dengan anggukan.
"Ta, Mama tau kalau kamu sayang sama Thea." ucap Mama tiba-tiba.
aku hanya bisa menautkan kedua alisku saat mendengar perkataan Mama barusan.
"kenapa? kamu kok kaya kaget gitu? lagipula tanpa kamu bilang pun, semua perlakuan kamu ke Thea itu udah mengindikasikan dengan jelas kalau kamu sayang sama dia." ujar Mama.
"Mama juga udah kenal kamu bukan cuma setahun dua tahun. Mama kenal kamu sejak kalian berdua masih lari-larian pakai kaos dalem sambil mainan pasir di halaman rumahmu dulu. Mama percaya sama kamu, Ta. Mama percaya kalau kamu ngga mau Thea kenapa-kenapa, jadi bantu Mama buat jagain anak bungsu Mama terus ya, Ta?" lanjutnya.
entah kenapa tiba-tiba udara di sekitarku terasa sesak, namun dalam waktu yang bersamaan ada perasaan hangat yang aku rasakan di dalam dadaku. "iya, Ma. Asta bakal berusaha untuk selalu ada buat Thea." jawabku.
selanjutnya, Mama maju untuk memeluk dan mengelus kepalaku.
"terimakasih, Ta." ujar Mama.
"you don't need to, Ma." jawabku.
0 notes
Text
Satu Hari Satu Cerita #CeritaRamadhan29
RENUNGAN AKHIR RAMADHAN. Tak terasa bulan suci Ramadhan akan berlalu. Begitu dinanti-nantikannya bulan ini, hingga saat menjelang kepergiannya, kita merasakan kesedihan dan kehilangan. Suasana Ramadhan memang berbeda, ada sahur, berbuka, shalat tarawih dan witir, shalat malam, tadarrus Al-Qur`an, dan sebagainya. Semangat ibadah menjadi meningkat, semangat sosial pun demikian.
Di penghujung Ramadhan ini, izinkan diri kita merenung sejenak. Apa yang sudah kita lakukan untuk mengisi bulan Ramadhan ini? Apakah puasa kita, tadarrus Al-Qur`an kita sudah maksimal? Apakah sudah terisi dengan kegiatan, amal ibadah kebaikan, ataukah masih dengan ego kita melakukan hal-hal yang kurang Allah sukai? Apakah kita menikmati detik demi detik indahnya kehadiran bulan suci Ramadhan? Atauah kita terlena dengan gemerlap dan fananya dunia, tak memandang sedang di bulan Ramadhan atau tidak?
Lihat kembali menu Ramadhan yang sudah kita buat? Apakah terisi semua, apakah sebagian bolong, atau bahkan banyak yang tak terisi? Dari sini, sebagaimana yang sudah pernah disampaikan di tulisan ke 15, kita bisa melihat kembali apakah menu yang kita buat untuk seterusnya bisa dilanjutkan, diganti dengan yang mungkin kita lebih mampu lakukan.
Lebih jauh dari ini, tengok hati kita. Apakah hati kita sedih ditinggalkan Ramadhan? Sebaliknya, apakah kita merasa biasa-biasa saja? Apakah kita senang Ramadhan pergi? Kita sering menengok hingga sekarang, diakhir-akhir Ramadhan – khususnya di negeri Indonesia ini – banyak masyarakat yang mulai memadati pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan lebaran, seperti pakaian baru, bahan-bahan masakan yang akan diolah untuk sajian lebaran. Sementara masjid-masjid dan mushalla-mushalla mulai sepi, shafnya mulai maju ke depan. Padahal, kita paham bahwa pahala shalat di malam sepuluh akhir Ramadhan itu lebih berlipat ganda dibandingkan malam-malam biasa. Tapi, kita tetap ingin memenuhi keinginan kita untuk perfomance serba baru di hari raya, tanpa sadar mengeyampingkan ibadah sunnah.
Akhir Ramadhan, adalah momentum penting bagi kita untuk introspeksi diri. Akhir Ramadhan, hendaknya kita memanfaatkannya dengan istiqomah melaksanakan ibadah dan amalan kebaikan. Jangan sampai ibadah kita yang dari awal sudah diupayakan untuk dilakukan tergerus dengan keinginan mempersiapkan hari raya Idul Fitri. Ramadhan adalah bulan pendidikan, bulan menanam bibit kebaikan, yang semoga bisa terus dilanjutkan di 11 bulan berikutnya. Dengan pembelajaran di bulan Ramadhan, diharapkan kita akan terbiasa melaksanakan ibadah dan amal kebaikan di bulan-bulan selanjutnya. Hingga bertemu Ramadhan berikutnya, semoga ibadah dan amal kebaikan kita terus terjaga oleh Allah SWT.
Ramadhan memang akan selalu datang dan pergi, namun kita tak pernah tahu apakah kita bisa merasakan kembali hangat hadirnya atau tidak. Tapi, kita iringi doa semoga Allah SWT masih memberikan kesempatan untuk kita bertemu kembali dengan Ramadhan berikutnya. Satu hal lagi yang tak boleh lupa, berterimakasihlah dengan Ramadhan, berterima kasih atas segala pembelajarannya, memohon maaf atas segala kekurangan kita selama beribadah di dalamnya.
Ramadhan, maafkan kami, terima kasih banyak. Selamat jalan, semoga kita bertemu lagi, wahai Ramadhan, bulan yang penuh kemuliaan.
0 notes
Text
Menyelusuri Khasiat Bahan Makanan Sehat yang Menyehatkan Tubuh
Dalam kehidupan yang serba cepat dan penuh tekanan ini, menjaga kesehatan tubuh menjadi suatu keniscayaan. Salah satu kunci utama menuju gaya hidup sehat adalah melalui asupan makanan yang tepat dan bergizi. Dalam artikel ini, kita akan menyelusuri keberagaman bahan makanan sehat yang dapat memberikan kekuatan luar biasa untuk tubuh kita.
Menilik Keajaiban Bahan Makanan Sehat Dalam bagian ini, kita akan membahas lebih mendalam mengenai keajaiban yang tersimpan di dalam bahan makanan sehat. Dari sayuran hijau hingga buah-buahan, setiap gigitan merupakan langkah kecil menuju kehidupan yang lebih sehat dan bertenaga.
Sayuran Hijau: Si Kecil yang Penuh Manfaat Besar Sayuran hijau bukan sekadar pelengkap warna pada piring, melainkan sumber kebaikan yang melimpah. Brokoli, bayam, dan kangkung, misalnya, mengandung serat tinggi yang memperbaiki pencernaan dan memberikan rasa kenyang lebih lama. Tak hanya itu, kandungan vitamin dan mineral, seperti vitamin K dan zat besi, membuat sayuran hijau menjadi pilihan tepat untuk memperkuat tulang dan mencegah anemia.
Namun, keunggulan sayuran hijau tak hanya terletak pada nutrisi. Mereka juga kaya akan antioksidan, melawan radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh. Jadi, tak heran jika sayuran hijau menjadi teman setia bagi mereka yang menginginkan kulit sehat dan awet muda.
Protein Alami untuk Kekuatan Tubuh yang Tidak Terbantahkan Protein seringkali diidentikkan dengan daging merah, tapi dunia protein lebih luas daripada yang kita bayangkan. Kacang-kacangan, biji-bijian, dan tahu adalah sumber protein nabati yang dapat memberikan kekuatan tanpa membawa beban kolesterol tinggi. Kandungan asam amino esensial dalam protein ini mendukung regenerasi sel, mempercepat pemulihan otot setelah beraktivitas, dan menjaga keseimbangan hormon.
Penting untuk memahami bahwa pilihan protein tidak hanya tentang membangun otot, tetapi juga memelihara berbagai fungsi tubuh. Dengan mengintegrasikan protein alami ke dalam pola makan, kita tidak hanya merawat fisik, tetapi juga memberi dukungan bagi sistem metabolisme dan imunitas tubuh.
Memanfaatkan Kekuatan Rempah-rempah: Kelezatan yang Berkhasiat Rempah-rempah bukan sekadar penambah rasa, tetapi juga penyedia manfaat kesehatan yang luar biasa. Jahe, kunyit, dan lada hitam, misalnya, bukan hanya memberikan sentuhan cita rasa unik pada hidangan, tetapi juga memiliki sifat antiinflamasi dan antioksidan. Ini menjadikan rempah-rempah sebagai pilihan bijak untuk menjaga kesehatan tubuh.
Selain itu, beberapa rempah-rempah juga dikenal dapat meningkatkan metabolisme dan membantu manajemen berat badan. Dengan memahami cara menggabungkan rempah-rempah dalam masakan sehari-hari, kita tidak hanya mengubah pengalaman kuliner, tetapi juga memberikan suntikan kesehatan yang menyeluruh.
Dengan merenungi keajaiban bahan makanan sehat ini, kita memahami bahwa kesehatan bukanlah kompromi, melainkan investasi. Jadi, mari kita jadikan setiap suapan sebagai langkah kecil menuju kesehatan optimal dan kebahagiaan yang abadi.
Menutup Perjalanan Menuju Sehat Dalam mengakhiri perjalanan kita melalui keajaiban bahan makanan sehat ini, mari kita merangkum penemuan-penemuan menarik yang telah kita bahas. Kesimpulan ini bukan hanya sekadar penutup, tetapi juga panggilan untuk tindakan nyata dalam meningkatkan kualitas hidup melalui pola makan sehat.
Kesimpulan Sebuah piring makanan yang sehat adalah kunci utama bagi tubuh yang kuat dan bertenaga. Dengan menjelajahi keberagaman bahan makanan sehat, kita dapat meraih kekuatan luar biasa yang memperkaya setiap aspek kehidupan kita. Jadi, mari kita bersama-sama menggali potensi kesehatan di setiap suapan dan menjadikan makanan sehat sebagai kunci menuju kehidupan yang lebih baik.
1 note
·
View note
Text
Akan ada masanya rasa jenuh tinggal dinegara orang, yang mungkin orang lain pikir tinggal di negara lain itu Senang, setiap hari jalan-jalan, hidup di lingkungan baru, liat bule, punya teman bule..
Oh. Beda ekspektasi dan realita, kenyataan nya Culture dan kebiasaan suatu negara berbeda dengan negara yang lain, yang dimana di negara Eropa sampai ke barat itu orang-orangnya independen and agak cuek, jadi kalau kamu suka tidak dipedulikan memang cocok tinggal di negara Eropa dan barat..
mungkin ini salah satu Culture shock buat orang Indonesia yang tinggal di negara Eropa dan barat, yang sulit berbaur dengan orang yang cuek dan independen, dimana orang Indonesia berasal dari negara lingkungannya yg ramah tamah, salam, sapa dan mudah banget untuk berbaur…
Beda jika sudah negara lain, apalagi di Eropa n barat senyum aja sulit bahkan kadang disalh artikan orang, ujung”nya bisa lapor polisi karena merasa risi, segitu sensitifnya orang bule Eropa n barat, apalagi sebelumnya dia tidak pernah kenal kamu, pertama kali liat atau berpapasan tiba” kamu senyum ajak ngobrol santai ? Humm itu jarang terlihat di negara Eropa yg orang” nya seperti kanebo kering … heheh
Ada yang merasa selama tinggal di negara Eropa itu kurang pergaulan, kebanyakan dirumah, keluar rumah juga hanya main di taman dan susah berkenalan dengan warga di daerah tempat mereka tinggal. Yes karena memang orang bule tidak suka berinteraksi banyak apalagi dengan orang asing…
mau keluar jalan mikir panjang karena takut terjadi apa-apa dan walaupun sudah menikah dengan orang di negara tersebut, justru malah lebih protektif banyak larangan, tidak boleh kemana” sendiri harus berdua terus, padahal mungkin ekspektasinya tinggal di negara tersebut bisa jadi IRT serta sekaligus traveling kemana saja diinginkan tapi nyatanya hanya angan-angan …
Pastinya ada rasa kesepian, bosan yang akhirnya hanya bisa berdiam didalam rumah karena tidak tahu mau kemana, keluar pun juga hanya bisa ke tempat terdekat, di tempat itu” saja, mau ke tempat” wisata harus nunggu pasangan libur dulu atau izin, yah emang dalam Islam ga boleh keluar tanpa izin suami tapi yang namanya manusia butuh suatu yang baru… apalagi ibu” butuh refresing hehehe
Sehingga selama tinggal diluar negeri benar-benar jadi IRT bagi yang menikah dengan bule, seharian dirumah setiap hari seperti itu dan nunggu suami pulang kerja bersoknya begitu seterusnya… yes bosan pastinya, melakukan hal berulang dan setiap hari..
Beda kalau di Indonesia lebih banyak tempat wisata yg bisa dikunjungi, yg tidak akan membuat bosan apalagi orang Indonesia ramah lingkungan, respek…
Yah beda lagi kalau nikah sama yg bule kerjaannya memang traveling yah, cuman umumnya yang nikah sama bule yg bener” kerja tiap hari seperti pada umumnya. Namanya manusia kamu pasti mempunyai rasa bosan dirumah, apalagi rumah di Eropa rata” tinggal di apartemen dan kamu tidak punya teman kenalan, dan ketika ketemu sesama orang Indonesia di negara orang itu sama halnya ketemu keluarga sendiri, sebab karakter orang Indonesia itu suka bergaul dan ramah …
Jadi di pikirkan lagi jika ingin menikah dengan bule Eropa dan barat, tp kalau kamu orang tipikal cuek, introver dan suka independen cocoklah tinggal di negara” Eropa yang dimana kamu bisa karapa rapa sendiri…
Semua dikerjakan sendiri, masak sendiri, makanan nya serba gandum roti, daging”an, yg frozen, bumbu tidak seberapa banyak, varian masakan tidak jelas tidak semedok Indonesia, cari bahan masakan lumayan susah, interaksi sama tetangga itu jarang bahkan tetangga apartemen kadang ga kenal siapa..
Jadi Jangan pikir enaknya dulu, jangan ekspektasi tinggi dulu, karena realita kadang berbeda… wkwkw
Tinggal diluar negeri tidak selamanya enak dan menyenangkan, hanya orang” mental kuat dan pejuang itu bisa bertahan dinegara barat, apalagi kamu anaknya Indonesia banget jd jangan pernah cari yang tidak ada, jangan suka membandingkan, jangan pernah menghitung karena standar setiap negara berbeda.. 👍
Jumat 17 nove 2023🇹🇷
0 notes
Text
6 Resep Masak Tahu Putih yang Tidak Biasa Tapi Enak dan Mudah
6 Resep Masak Tahu Putih yang Tidak Biasa Tapi Enak dan Mudah
Dikutip Konten App dari Cookpad Rabu (18/11). Berikut Resep Masak Tahu Putih yang bisa kamu coba!
Resep Masak Tahu Putih: Tahu Krispi
Foto Tahu Krispi oleh Dapur Jusee
Bahan-bahan:
10 buah tahu putih
3 sdm tepung maizena
1/2 sdm penyedap rasa ayam
1/2 gelas air untuk mengencerkan maizena
Langkah-langkah memasak:
Cuci bersih tahu, lalu potong-potong kecil sesuai selera besarnya.…
View On WordPress
#Kumpulan Resep Masakan Tahu#Olahan Tahu Putih Dan Wortel#Resep Masak Tahu Kecap#Resep Masak Tahu Putih#Resep Masakan Tahu#Resep Masakan Tahu Putih Pedas#Resep Olahan Tahu Berkuah#Resep Olahan Tahu Putih#Serba Masakan Tahu
0 notes
Text
Tentang Ibuku
Kedua,
Tentang ibuku yang lucu.
Dunia ini menjadi keras dan lunak, jika bersama ibu.
Tidak banyak memori mengharukan bersama ibu. Lebih tepatnya, mungkin aku sudah tidak ingat. Yang kuingat dari ibuku adalah, ibu sangat senang jika anaknya rajin. Rajin membantu urusan rumah tangga di rumah, dan rajin bekerja. Bagi ibuku, perempuan harus bangun pagi. Lalu mengurus rumah. Urusan rumah harus selesai pada pagi hari, baru setelah itu pergi bekerja. Ibu adalah orang yang pekerja keras, rela ribet-ribet mengurusi pekerjaan sampai beres. Terkadang Sabtu dan Minggu masih bekerja, mungkin karena senang, dan menikmati pekerjaannya. Sedikit momen mengharukan yang tercipta bersama ibu, mungkin juga karena ibu sangat tidak melankolis. Tegas cenderung tidak mau kalah.
Banyak konflik yang sudah kulalui bersama ibuku dari kecil hingga dewasa. Namanya juga orang tua dan anak. Pasti mengalami masalah. Akan tetapi, itu tidak membuat aku membencinya. Jika sedang marah-marahan, aku memilih menjauh. Soalnya, ibuku orangnya keras, sulit diubah pendiriannya.
Tidak melulu momen-momen tegang, kok. Banyak juga momen-momen lucu yang kami lalui. Menurutku, ibu termasuk orang yang humoris. Ada salah satu cerita yang menurutku lucu, begini….
Ibu meneleponku.
Ibu : “Ibu lagi di pasar mau beli seprai. Kamu mau warna apa?”
Aku : “Biru.”
Lalu aku menunggu ibu pulang dengan hati gembira. Yeayy, seprai baru!
Sampai di rumah, aku mendapatkan seprai baruku dengan merasa serba salah. Haruskah aku bahagia? Atau sedih, atau prihatin, atau bagaimana?
Aku : “Kok motifnya spider-man?”
Ibu : “Ya orang yang ada warna biru cuma itu. Kamu bilangnya warna biru, ya sudah ibu belikan yang biru.”
Ya, iya, sih. Birunya benar, tapi mohon maaf. Aku ini kan perempuan. Mana lagi spider-man-nya sedang terbang-terbang sambil ngangkang. Lihat saja bajunya ketat begitu, melebihi ketat baju renang. Bagaimana aku tidur dengan background seprai seperti itu? Namun ku coba. Ternyata tidak terlalu buruk, yang aku butuhkan adalah berpikir positif, ya anggap saja itu hanya sebuah gambar.
Ibuku juga kalau pergi dari rumah sering tidak bilang-bilang. Tahu-tahu dari mana, lewat depan rumah pakai motor. Sliwar-sliwer. Kalau lewat depan rumah, tidak berusaha klakson. Yang ada aku cuma liatin belio bolak-balik habis sit in ke rumah tetangga sebelah mana. Hobinya memang mengurus masyarakat.
Ada juga cerita tentang masakan. Ceritanya ibuku mau masak tumis putren (jagung sayur yang masih muda). Aku ikut membantu belio. Tiba-tiba, belio tambahkan kuah bakso ke tumis itu. Lumayan banyak. Aku kan khawatir, “memang nggak kebanyakan?” tanyaku. “Sudah, yakin aja sama ibu” kata belio. Nah, kalau sudah begini, menyadari ibuku yang susah diubah pendiriannya, aku hanya nurut. Benar saja dong, tumisnya keasinan, lalu oleh belio ditambah air. Makin banyaklah kuahnya. Akhirnya belio memutuskan, “kita buat oncom saja (oncom di Jawa=tumis yang kuahnya banyak).” Heh, jadi, nggak jadi numis?....Hikmah: perubahan rencana dibutuhkan ketika situasi sudah tidak mendukung. Karena kuahnya kebanyakan, akhirnya, ditambah lagi irisan putren dan wortel. Makin banyaklah masakannya. “Siapa yang mau ngabisin?” tanyaku khawatir lagi. “Tenang aja, nanti abis.” Nah, lagi-lagi, melihat keyakinan ibu. Aku hanya bisa nurut. Hikmah: Keyakinan terhadap diri sendiri itu memang penting ya teman-teman, tapi lihat-lihat situasinya.
Begitulah sedikit cerita tentang ibuku. Semoga orang tuaku selalu sehat. Aamiin ya Rabb.
2 notes
·
View notes
Text
Hidangan Laut terenak dan murah di purwokerto
lesehan resto seafood di purwokerto
📷@ikanbakar.putriyayat
📷 📷 Writer
Kini warga banyumas purwokerto tidak kebingun lagi untuk mencari dan menyantap hidangan iklan laut dan seafood.Karena telah hadir Lesehan resto ikan bakar dan seafood"Ikan bakar putri yayat"Disini menunya cukup lengkap, ada ikan bakar kakap, bawal, kerapu, gembung. Dan juga bisa pilih ukuran besar kecilnya tergantung kantong keuangan semuanya.Kalian bisa pilih, ingin ikan bakar biasa, ikan bakar manis atau ikan bakar cobek pedas.Jika tidak suka ikan bakar, ada juga ayam bakar. Atau ikan goreng biasa dan ikan goreng tepung crispy.Selain ikan bakar dan ikan goreng, kalian bisa icip juga hidangan laut lainya, seperti :Udang, cumi, kerang ijo dan kepiting ranjungan. Semua seafood ini bisa dimasak sesuai bumbu yang kalian suka, adaSaos padang, asam manis, saos tiram, bahkan untuk udang dan cumi bisa di goreng tepung crispy.Menu pelengkapnya juga ada, seperti cah kangkung, cah toge, goreng tahu dan tempe, telor dadar dllMenu yang paling popular dan rekomendasi banget di "ikan bakar putri yayat" ini adalah paket ikan bakar.Paket ikan bakar harganya cuman Rp.20.000 saja sudah dapet menu lengkap, ikan bakar, nasi, lalapan, sambel kecap, sambel terasi dan es teh manis.Keutamaan di lesehan resto ikan bakar putri yayat ini penyajian nya serba dadakan, jadi kualitas masakan nya di jamin masih panas, dan masih fresh.Jika kalian suka dengan hidangan laut, patut di coba nih.. " Atau ingin kepoin dulu dan ingin tau promo menarik dari ikan bakar putri yayat.Cek di instagram @ikan bakar.putriyayat
2 notes
·
View notes
Photo
Belajar Sebelum Mengajar (Pelatihan)
2019 cukup menjadi tahun yang sarat makna buatku, di 2019 aku berhasil menemukan kebosananku, di 2019 aku berhasil mempertanyakan kebosananku, di 2019 aku berhasil menemukan salah satu hal yang paling aku inginkan di hidupku. Ya, Pengajar Muda. Perjalanan nya tak selalu mudah, tak selalu sulit, karna dunia ini sama sekali baru untukku, ketertarikanku pada ilmu dan manusia di dalamnya membuatku serba penasaran, mungkin hal sekecil penasaran lah yang selalu hadir dan membuatku bertahan sampai di pelatihan offline (tatap muka).
Oiya, sebelum pelatihan offline, sebenarnya ada pelatihan online, berbasis google classroom, dan grup whatsapp. Banyak pembicara handal di bidangnya memberikan keahlian nya masing masing. Sekitar satu bulan pelatihan online diisi dengan ilmu ilmu baru yang sejujurnya cukup menarik bagiku, tapi maaf kalo ada officer Indonesia Mengajar membaca tulisan ini, saya lebih banyak ketiduran nya daripada memantau nya, hehe. Tatap muka via online pun ku dengarkan sembari menyelesaikan career fifa 17 (ya belum diupgrade game nya) ku, tapi percayalah, saya tetap mendengarkan dan membaca ulang karna setelah itu ada tugas nya.
24 Juni 2019, “hah (hela nafas)”, menjadi hari yang cukup penting bagiku. Pada hari itu, aku meninggalkan rumah untuk belajar hal yang aku perlukan selama di penempatan nanti, yap, pelatihan offline. Bertempat di Ancol, 33 manusia yang tak banyak aku tahu latar belakangnya, karakternya, dipertemukan dalam satu ruangan berbentuk persegi panjang untuk sekitar dua bulan ke depan.
“Gatoi” senyumku melambai dengan juluran tangan khas perkenalan diri, “beti”, “bonar”, “ben”, “heppy”, dan satu persatu nama baru mulai masuk ke otak ku. Nambah nambahin memori aja. Haha, tak lama untukku beradaptasi dengan mereka, mereka unik, luar biasa berbeda beda, dari pemikiran sampai gaya berpakaian, aku sangat senang berada di camp pelatihan itu. Sesungguhnya tak banyak ku rindukan keluargaku, semua buram ketika hari hari dipenuhi dengan mereka. Pada hari itu, mereka kedamaianku, penetral asam manis kekhawatiran. “aku ga sendiri, ada mereka, tenang” ucapku dalam hati waktu itu.
Dalam dua bulan, hari hariku di mulai dengan berolahraga, tak peduli jam berapa aku tidur, setengah enam pagi selalu setia menyambut kantung mataku dengan bisikkan “jogging lu dasar males!”, lalu sarapan, lalu mandi, lalu masuk ke ruang berbentuk persegi panjang, ya, itu adalah kelasku. Kelasnya tidak hanya dijadikan tempat belajar, juga bercanda, menangis, curhat, bernyanyi, menari, semua bisa dilakukan di kelas, kecuali mandi. Kata temanku “jangan mandi dikelas, nanti takut lantainya basah”, aku setuju dengannya.
Materi tetang Indonesia Mengajar, Pedagogi, bahkan pelatihan dasar survival. Mungkin aku dipersiapkan untuk bisa bertahan dalam kondisi apapun nanti di tempat tugasku. Di pelatihan offline, aku ditemani oleh tiga kakak pendamping (fasilitator kalo bahasa IM nya) untuk 34 Calon Pengajar Muda (CPM) sebutan nya waktu itu. Anehnya, mereka selalu punya cara untuk membuat kelas terasa baru, unik sekali, dandanan plastik dikepala, palu palu Thor, dan lain nya. Penyampaian unik, materi materi baru, tak kunjung menghadirkan rasa penasaranku tentang “abis ini ngapain lagi mereka ya”.
Aku belajar sebelum mengajar. aku belajar banyak hal baru. Aku dikenalkan pada dunia ini sedikit lebih dalam dari sebelumnya. Aku bersyukur, sangat bersyukur, mereka semua hadir dalam masa belajarku sebelum mengajar. 34 teman teman CPM, tiga kakak pendamping, officer Indonesia mengajar. Semua punya andil yang sama pentingnya di masa itu.
Sampai pada minggu ke tiga pelatihan, penempatanku diumumkan. Dengan iringan melodi lagu tanah airku, setiap orang ditugaskan mencari kertas kecil bertuliskan nama nya masing masing, kertas kecil itu ditemani lilin, lampu ruangan dimatikan, gelap, hanya ada lilin, melodi, dan 34 CPM berdiri disebelah nama nya masing masing. Aku buka kertas nya, dibaliknya terdapat potongan pulau, pulau itu harus disatukan, aku harus mencari pasangan pasangan pulauku, ya, ini seperti permainan bongkar pasang, bongkar pasang berjalan, satu menit, dua menit, aku menemukan pecahan pecahan pulau besarku, ada tujuh pecahan pulau, bongkar pasangku jadi, walau bentuknya tak 100% benar, tapi aku yakin enam bongkar pasang lain nya adalah pasangan pulau kecilku. Akhirnya lampu di nyalakan, dan ada satu orang mendatangi kami bertujuh, dia bilang, “pulau apa itu?”, “tidak tahu kak!” jawab kami dengan lugas, “itu Konawe, selamat ya, kalian akan ditempatkan di Konawe”. Hatiku tak tahu harus senang atau sedih waktu itu, senang karna aku semakin mendekati keberangkatanku,sedih karna aku akan berpisah dengan teman penempatan penempatan lain nya. Pada momen itu ada yang menangis, ada yang tersenyum entah bahagia atau sedih. Aku, aku hanya ingin berpelukan, tak mau menganalisa apa yang dirasakan pada momen itu.
Sebenarnya banyak sekali cerita di pelatihan, mungkin itu sedikit gambaran tentang persiapanku sebelum berangkat ke Konawe, banyak sekali momen momen lucu, haru, suka, duka, sedih, senang, semua rasa tak bisa dirangkum dalam satu penggal tulisan ini. Pengalaman tidur di Hutan tiga malam, pengalaman praktik mengajar di Sekolah Dasar di Jakarta Utara, Pengalaman pengalaman pengalaman pengalaman pengalaman pengalaman lain nya yang cukup membuatku rindu malam ini, kepada semua teman teman Pengajar Muda 18, Kakak kakak fasilitator, Officer Indonesia Mengajar, Bapak penjaga logistik Ecopark Ancol, Masakan Mas boy dan Mas Abi, penjaga sepeda Ecopark, Satpam Ecopark, Pantai Indah Ancol.
Kutitipkan rinduku pada jakarta
akan kuambil kembali saat ku tiba
aku ingin menangis lagi di lautmu
Konawe, Juli 2020.
3 notes
·
View notes
Text
Perkenalan untuk Catatan-Catatan Berikutnya
LUBABUN NI’AM
Saya tak pernah membayangkan akan berada di Belanda di tengah wabah korona, tapi saya juga tak sanggup untuk berandai-andai di mana seharusnya saat ini berada kalau bukan di Belanda.
Saya tinggal di Wageningen, sebuah kota kecil di tengah Negeri Belanda. Mungkin tidak tengah betul. Utrecht lebih tepat disebut paling tengah, dengan stasiun kereta yang dapat menghubungkan kita ke mana pun ingin pergi di Belanda. Sementara itu, Wageningen mungkin hidup sebagai sebuah kota lebih karena ada kampusnya, Wageningen University & Research (WUR). Kalau mahasiswa dan orang-orang kampus dikeluarkan semua dari kota ini, Wageningen tentu masih tetap ada sebagai sebuah kota, tapi suasananya mungkin akan lebih sepi bahkan daripada karantina oleh korona.
Wageningen bukan kota asing bagi saya, meski saya juga tak bisa berkata saya tahu betul kota ini. Saya kuliah S-2 dari 2017 hingga 2019 di WUR. Ingatan saya tentang masa itu tak lebih dari kegiatan perkuliahan dan lingkungan seputar kampus, meski tentu saja ada sejumlah kegiatan selingan di luar perkuliahan di sekitar Wageningen, seperti jalan-jalan di taman atau bersepeda. Tapi, jujur, semua itu sangat jarang saya lakukan.
Pada Oktober 2019, saya lulus S-2. Saya kembali ke Indonesia, mencoba mencari penghidupan di sana. Kegiatan seperti menerjemahkan buku dan melakukan penelitian lapangan sempat memberi sedikit bantuan hidup bagi saya. Tetapi, secara umum saya belum mendapatkan pekerjaan permanen yang mampu menghidupi saya. Upaya melamar menjadi dosen belum ada hasilnya, begitu juga terhadap dua atau tiga aplikasi beasiswa S3. Entah kenapa, dorongan untuk mendapatkan pengalaman penelitian atau pengajaran di Belanda lebih memikat saya, betapapun itu masih sekadar angan belaka. Memanfaatkan visa pencari kerja, saya akhirnya kembali ke Belanda pada akhir Februari silam.
Setelah hampir sebulan saya menyewa kamar secara bawah tangan, saya akhirnya mendapatkan kamar permanen di dekat pusat kota. Dari empat penghuni kamar di rumah baru ini, hanya seorang pemuda Pakistan yang bisa saya sapa, Aqil namanya. Perempuan Brasil yang menyewa salah satu kamar sedang tinggal di tempat pacarnya. Satu kamar lagi disewa oleh pemuda Maroko, tapi dia tinggal bersama kawannya; sudah berbulan-bulan tidak menampakkan batang hidungnya, kata Aqil sambil membenarkan letak kacamata tebalnya.
Saya merasa beruntung mendapatkan kamar tetap ini, meski tidak sepenuhnya bisa disyukuri. Dengan alamat tetap ini, saya bisa mendaftarkan diri secara legal ke pemerintah kota. Hanya saja, rumahnya sangat berantakan dan kotor sehingga membuat saya tidak betah, setidaknya untuk beberapa hari pertama. Oleh pemiliknya, rumah ini ingin disewakan dengan harga murah meski banyak kerusakan yang sudah seharusnya dibereskan. Ada oven besar yang rusak, tapi dibiarkan mangkrak. Begitu juga dengan mesin pencuci piring. Sebuah organisasi mahasiswa yang mengurus orang-orang magang dari luar Belanda kemudian mengajukan diri untuk membantu si pemilik rumah. Karena ditujukan bagi orang-orang magang, yang hanya tinggal dalam hitungan bulan, berbagai kekurangan yang ada di dalam rumah ini pun dianggap lumrah.
Aqil di ruang tamu rumah kami di Wageningen.
Tapi rumah tetaplah rumah. Berbagai fasilitas memasak sudah lengkap. Bahkan kami memiliki ruang tamu yang sangat besar untuk hanya kami berdua, dengan pengeras suara yang tersebar di sudut-sudut ruangan. Kami bisa memutar musik sekencang yang kami mau dengan bass yang empuk di telinga. Pada beberapa hari awal saya masuk ke rumah ini, saya sibuk membereskan rumah yang berantakan; mulai dari membersihkan langit-langit sampai mengepel lantai. Setelah sepekan, saya baru menyadari bahwa rumah tiga lantai ini—lantai pertama untuk parkir sepeda, lantai kedua untuk dapur dan ruang tamu, dan lantai ketiga untuk kamar-kamar—terlalu besar untuk kami rawat sendiri. Meski begitu, saya tetap tidak bisa menerima kalau kelewat berantakan. Saya lebih banyak membereskan barang-barang, sedangkan Aqil sudah mulai menawarkan diri untuk memasak makan malam, tentu dengan masakan ala Pakistan. Saya kira kami mulai menemukan titik keseimbangan.
Di tengah fase penyesuaian diri di rumah ini, dan tinggal lagi di Belanda secara lebih umum, saya bekerja paruh waktu dari Senin hingga Rabu di sebuah gudang toko serba ada. Dalam sehari, saya bekerja selama 8 jam. Pada shift pagi, saya harus sudah berada di tempat kerja pukul 6.30 pagi. Untuk itu, saya berangkat naik sepeda pukul 5.30 pagi. Pada shift sore, saya baru pulang kerja pukul 12 malam. Saya baru tiba di rumah pukul 1 dini hari. Saya merasa belum terbiasa untuk bersepeda selama satu jam per sekali jalan, apalagi dengan suhu di bawah 5˚ Celsius dengan disertai angin Belanda yang konon lebih kejam daripada kenangan.
Untuk melawan hawa dingin, saya pun membangun pertemanan, sehingga setidaknya ada teman jalan, baik ketika berangkat maupun pulang kerja. Saya mulai dekat dengan Douwe, pemuda Belanda seumuran saya, yang masih bisa mengingat sejumlah kata dalam Bahasa Indonesia yang dipelajarinya beberapa tahun lalu ketika keliling Indonesia selama enam bulan. Saya juga berteman dengan Lisette, perempuan Belanda yang akhir tahun ini mau meneruskan S-2 dan harus bekerja (untuk membayar sewa kamar dan lain-lain) sampai sebelum masuk masa perkuliahan.
Di luar hari kerja, saya memiliki akhir pekan yang panjang, dari Kamis sampai Minggu. Jadi, hari libur saya memang lebih panjang daripada hari kerja. Hahaha. Inilah yang dinamakan degrowth, kawan-kawan! Tetapi, beban hari libur saya tampaknya lebih berat daripada hari kerja. Saya berharap dapat memanfaatkan akhir pekan yang panjang tersebut untuk menulis lamaran S-3, atau menyunting artikel yang diangkat dari tesis saya, atau melamar pekerjaan terkait penelitian atau pengajaran yang bisa dikerjakan dari rumah, atau belajar Bahasa Belanda, atau mencari pacar baru, atau kegiatan-kegiatan lain yang menyenangkan.
Masalahnya, apa masih ada kegiatan yang menyenangkan di tengah ketegangan dan krisis akibat korona? Apa saya sama sekali tidak diliputi kecemasan dengan menggantungkan sejumlah harapan di tengah situasi korona saat ini? Niat saya, saya akan menuliskan kisah hidup saya di sini di tengah pandemi korona dalam catatan-catatan berikutnya.
Wageningen, 30 Maret 2020
3 notes
·
View notes
Text
Solitude
Beberapa waktu lalu, Papa saya diterpa kesendirian. Mama berangkat ke Yogya untuk menemani proses persalinan Nia akhir Februari lalu. Dan ternyata semesta memiliki alur cerita yang lain bagi Mama. Pertengahan Maret (mungkin sekitar itu, saya tidak ingat persis), tanpa diduga corona melancong ke negara ini, setelah sekian olok-olok para elit politik dan meme ejekan yang bertebaran. Situasi itu menjebak Mama. Mama tidak bisa dan tidak boleh keluar Yogya untuk waktu yang belum bisa ditentukan saat itu. Walhasil, Mama tinggal di rumah kontrakanku selama kurang lebih 3 bulan.
Tentu kondisi seperti itu membuat kami dilema. Saya dilema antara mengizinkan Mama pulang atau tetap bertahan. Dilema Mama lebih pada keadaan dan kondisi Papa di Bangka. Memang, Papa tidak sendiri. Ada Maksu dan Jelita dan Makngah di rumah sana. Tapi mereka tidak selincah Mama dalam menyelesaikan urusan rumah. Maksu dikenal sangat lamban dalam bekerja. Memasak pun hanya sekadarnya. Sementara, Makngah selalu mendaku dirinya serba bisa, bisa masak ini-itu. Tapi saat kita mencicipi makanannya, hanya akan membuat kita terpaksa memasang mimik kewajaran. Dan hati yang mau tidak mau memaklumi. Bagaimana tidak, Makngah sampai hari ini belum juga menikah, padahal seumuran dengan Mama. Ia masih perawan sampai saat ini. Saya rasa, kesendiriannya itulah yang melahirkan arogansi, sebab tidak ada yang memberi sekadar saran atau kritik pada apa yang ia lakukan.
Saya paham tentu saja, bagaimana kesendirian Papa. Apalagi Papa selalu mengeluhkan ketidaknyamanannya satu rumah dengan Maksu, adik iparnya yang bukan muhrim secara syariat. Maksu adalah janda yang ditinggal lari suaminya. Mama akhirnya menerima Maksu dan jelita di rumah. Itu terjadi satu dekade lalu. Cerita tentang Maksu akan saya tulis lain waktu.
Tapi kesendirian Papa akhirnya berakhir, Mama terbang ke Bangka awal Juni kemarin, dengan sekian kerumitan prosedur tentunya, yang malas saya ceritakan di sini. Meskipun Mama mesti menjalani karantina di rumah selama 14 hari, saya rasa tidak jadi masalah. Yang penting Mama kembali membuat masakan untuk Papa.
Namun, semesta seperti melimpahkan keadilan, atau memberi pelajaran tentang karma, atau apalah itu pada saya. Seminggu setelah keberangkatan Mama, Nia berkeinginan kuat untuk pulang ke Indramayu, dengan membawa serta Ishana tentunya. Apalagi ibunya juga sudah tidak sabar untuk ketemu cucunya.
Berapa lama, kata saya. Ia bilang sekitar 3-4 minggu. Karena saya rasa kondisi sudah agak membaik, saya izinkan dia pulang. Minggu sore, adiknya datang menjemput dengan mobil. Aman.
Dan di sinilah saya kini. Akhirnya saya sendiri, dan mungkin seperti inilah yang dirasakan Papa beberapa waktu lalu. Jika saya masih hidup di kos, mungkin bukan masalah. Tapi dua tahun terakhir saya terbiasa hidup di rumah kontrakan yang lumayan besar, dengan makanan yang tersedia di atas meja, rumah yang bersih, dan segala macamnya itu. Keadaan akan berbanding terbalik saat ada hal yang kurang lengkap, ternyata. Dan saya baru pertama kali beradaptasi dengan kondisi yang berbeda.
Saya tidak bermaksud mengeluhkan situasi ini. Maafkan. Tapi anggaplah ini sebagai bentuk penuangan segala yang saya alami, yang jiwa saya pelajari terkait kondisi yang datang pada saya. Selain itu, mungkin saya tengah ditatar untuk lebih dalam menyelami apa yang pernah dirasakan orang lain. Apa yang dirasakan Papa kemarin. Saya tengah digembleng untuk memahami rasa empati.
Terlepas dari itu semua, saya juga kembali menyadari, bahwa manusia, sejatinya hanyalah makhluk yang sewaktu-waktu akan kembali sendiri. Aristoteles boleh saja mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang butuh pihak lain. Namun itu pengertian dengan rangka motif kepentingan, bukan? Manusia membutuhkan manusia lain hanya untuk memenuhi kepentingan. Butuh teman ngobrol untuk mengusir bosan, contoh kecilnya.
Saya tidak sedang membawa semangat religiusitas, yang mengatakan bahwa kesendirianlah yang akan kita alami pada akhirnya, bahwa kematian adalah kesendirian yang paling mencekam nantinya. Tidak. Saya hanya ingin menuliskan apa yang saat ini saya rasakan dan saya terjemahkan. Senaif-naifnya, katakanlah bahwa ini kontemplasi yang manusiawi.
Saya tidak tahu, apakah kondisi yang begini akan menerbitkan turunan pemahaman yang lain. Seperti melepaskan kemelekatan, misalnya. Jika sudah menyadari bahwa kita akan mengalami kesunyian yang hakiki, apalagi yang akan dirasakan selain lepas dari segala hal di luar diri? Begitu, bukan?
Tapi saya belum sanggup, sepertinya. Setidaknya untuk saat ini. Gila saja.
1 note
·
View note
Text
Abnormal, Up Normal dan New Normal
Kata-kata “Preparing for the worst and hoping for the best”, kalimat ini singkat namun sarat, padat dan dalam makna, situasi saat ini bukanlah NORMAL namun sudah menjadi ABNORMAL, manusia di hadapkan pada kenyataan melawan musuh yang tidak terlihat, kecil, renik namun mematikan...
Umat manusia pernah belajar dan gagal belajar ketika cobaan yang sama datang berulang setiap seratus tahun, menukil berita dari liputan6.com, ditahun 1720 dunia dikejutkan dengan wabah Plague yang membunuh ratusan ribu jiwa, ditahun 1820 terjadi wabah kolera yang membawa banyak kematian dengan jumlah yang hampir sama, kemudian ditahun 1920 terjadi wabah yang lebih hebat lagi Spanish flue konon merengut hampir 50 juta jiwa, dan kini ditahun 2020 wabah yang tak kalah mengerikan, Covid 19!!!, Seakan memberi isyarat pada manusia “musuh yang sesungguhnya tidak selalu terlihat mata”, bahkan di abad teknologi seakan kecolongan, seolah ingin mengingatkan ketidak seimbangan perlakuan manusia terhadap kehidupan dan alam, namun diatas semua itu manusia diciptakan dengan daya survival yang luar biasa, jadi percayalah situasi ABNORMAL ini pasti akan berakhir, dan manusia akan keluar sebagai pemenang.
Di tengah situasi ABNORMAL ini kemenangan hanya akan diraih oleh mereka yang mau berlaku UPNORMAL, berperilaku di atas rata-rata, di atas kebiasaan, di atas zona nyaman selama ini..
Saya pernah pesan makanan melalui Grabfood, entah mengapa rasa kesal muncul hanya karena lama menunggu seolah mengganggu kenikmatan yang sudah terbayang, suatu saat saya makan di restoran, ditengah rasa nikmat muncul rasa tidak nyaman karena pegawai restoran lambat membawakan minum yang dipesan, pernah juga waktu makan siang tiba disaat WFH saya turun ke bawah dan ternyata masakan belum tersaji alias belum matang, ingin mengumpat tapi takut... nah sekarang masuk bulan puasa, tambah susah mau makan, minum semua tertunda, tidak sebebas biasanya, ada rasa tidak senang, tidak suka, tidak nyaman dan tidak mengenakan semua serba tertunda tidak NORMAL seperti biasanya...
Namun karena ada Purpose yang lebih tinggi, Iman kepada perintah ALLAH SWT, semua ketidaknyamanan ini harus dipatuhi dan percaya akan kenikmatan atas ganjaran dibaliknya terhadap kesehatan fisik dan mental, semua dijalankan dengan penuh iklas dan taqwa, barangkali satu hadist ini dapat menggambarkan secara tepat situasi diatas :
إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ
“Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudhorot (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu.” (HR. Muslim no. 1270).
Umar bin Khatab RA seorang sahabat tidak mau mencium batu, namun ketika ia melihat Rasullullah melakukannya, karena kecintaan dan keimanannya, beliau juga melakukan. Imani bahwa perilaku UPNORMAL di saat bulan puasa ini pasti membawa kita menuju kemenangan...
NEW NORMAL, kondisi ini pasti terjadi sebagai konsekuensi logis, meski prosesnya banyak hal yang sangat tidak kita sukai untuk dilakukan, dimonitor, dikejar, dituntut belajar cepat, bekerja lintas SBU, meeting dimalam hari, tidak kenal week end, ditegur, di ingatkan, seakan tidak kenal siang atau malam, namun bila ingin keluar sebagai pemenang, teruslah bersama membangun perilaku UPNORMAL terlebih lagi selama bulan Ramadhan, imani, percayalah ini semua akan membawa kita menuju kemenangan... AAMIIN, - Yumei Sulstyo (Board of Director Proxsis)
26 April 2020
2 notes
·
View notes
Text
Fun fact
About Felix #1
"Chef"
Bukan, Felix bukan seorang chef kok. Tapi sungguh hasil masakannya selalu seperti hasil masakan restoran. Felix jago banget masak loh. Mau makan apa hampir semua dia bisa. Tanya bumbu resep spaghetti aglio e olio? Felix tempatnya. Cara memasak telur setengah matang yang tepat? Me-remake masakan? You name it, Felix jagonya.
"Sejak kapan si ko jadi bisa masak?", tanya saya suatu malam di perjalanan pulang ketika rasa penasaran menggelitiki pikiran saya. "Ya, dari kecil aja udah bantu potong-potong di dapur, jadi lama-lama yah bisa", dia jawab dengan santai sambil satu tangannya dengan mantap memegang setir mobil dan tangan yang lain menggenggam tangan saya.
Kalau melihat penampilan Felix mungkin orang tidak akan menyangka laki-laki ini jago masak. Penampilannya cuek tidak ada tanda-tanda kalau dia tahu bedanya ketumbar dan merica. Saya membayangkan, mungkin kalau Felix ke supermarket belanja bahan-bahan masakan sendirian, cewe yang ada di sebelahnya di sana akan heran dan bertanya-tanya dalam hati, "Are you sure you know what you're doing, Mister?". Dan 5 menit setelah itu dia akan melirik ke jari di tangan kirinya berharap laki-laki ganteng yang sedang belanja bumbu-bumbu dapur ini belum memakai cincin. Hahaha im sorry missy, but he's my sugar bear.
Daridulu, saya adalah tipe orang yang selalu ingin melihat orang lain mengembangkan bakatnya. Tipe orang yang selalu menyemangati dan mendorong orang lain agar bakatnya tersalurkan. Dan saya tahu Felix lebih dari berbakat untuk memasak. "Buat restoran aja coba, Ko", kata-kata ini entah sudah berapa kali saya ucapkan dan kali ini saya ucapkan lagi setelah saya memakan nasi goreng cabai hijau yang enaknya keterlaluan, buatannya. "Ah engga ah", jawab Felix untuk kesekian kalinya menolak bujukan saya untuk membuka restoran. "Aku itu masaknya ngga pernah ada ukurannya, semua serba kira-kira aja. Sedangkan kalau buat restoran kan harus ada takarannya yang pas", lanjutnya.
"Aku jadi chef cuma buat kamu aja".
1 note
·
View note
Text
FANA VISUAL
Perempuan muda yang di dunia nyata sulit diajak bicara.
Serba tidak tahu atau kasarnya, kurang cerdas. Beruntungnya dia ahli berdandan. Dalam satu tahun karirnya di Instagram sebagai Instagrammers, followers-nya langsung mencapai 50ribu. Karena apa?
Karena ia sesuai dengan definisi ideal perempuan cantik. Dagu lancip, kulit putih bersih, senyum manis menggoda. Orang tidak peduli mereka sering typo atau salah menggunakan istilah bahasa asing di bagian caption fotonya. Yang penting enak dilihat, maka followers berbaris-baris.
Satu lagi perempuan yang tidak terlalu cantik, dia juga gemar berdandan. Dia bahkan sudah bertahun-tahun sharing tips dan trik make up melalui blog pribadinya, atau beauty blogger istilah kerennya. Mem-posting jenis foto yang sama dengan si perempuan pertama, sudah dua tahun followers-nya belum juga mencapai 10ribu. Lima ribu pun sepertiganya online shop.
Ironis.
Percaya tidak percaya, kisah itu nyata. Instagram membuat banyak orang jadi merasa punya tekanan visual alias secara visual jadi tertekan!
Bagaimana lagi, jangankan penampilan jasmani, makanan pun sebisa mungkin harus dihias agar Instagram menjadi worthy. Bubur bayi yang hambar pun jadi tidak membosankan dengan taplak meja warna-warni, sendok lucu, dan buah-buahan pun dibentuk sedemikian rupa agar menyerupai bentuk binatang.
Urusan travelling pun tidak jauh berbeda, yang dipikirkan pertama adalah “spot mana yang bagus untuk difoto?” Jepret sana jepret sini, yang penting ada langit biru! Tidak lupa bawa buku ke pantai padahal membaca saja malas, karena kebanyakan buku di pantai itu bukan untuk dibaca tapi untuk jadi properti. Untuk apa? Ya, untuk Instagram! Apa lagi kalau bukan untuk caption ‘vitamin sea.’
Belum lagi tren #minimalismscene. Kenapa orang-orang itu sering menemukan tembok lucu?
Tagar yang kemudian membuat kecewa, sebab setelah melihat sekeliling diri sendiri, kantor, rumah, tongkrongan, hampir semua temboknya kotor, lusuh, dan tidak enak dipandang. Di mana orang temukan tembok lucu berkelir warna-warni untuk background foto #ootd?
Pasti ada yang salah dengan lingkungan! Artinya butuh liburan untuk mencari tembok objek foto! Kota tua bisa sepertinya ya?
Kafe-kafe pun tidak mau ketinggalan.
Mereka menghias interior dengan segala pernak-pernik yang layak difoto dan masuk Instagram. Dengan dinding penuh kutipan soal makanan dan sofa warna-warni. Sialnya, kafe-kafe itu kenapa seringnya remang-remang? Apa yang diharapkan orang-orang dari interior yang lucu bila ketika difoto orang butuh lighting tambahan. Tolong, aku tidak masalah makan terang benderang seperti lampu minimarket yang 24 jam. Hentikan pemakaian lampu kuning di kafe karena itu membuat foto jadi gelap. Editnya sulit! Butuh aplikasi berbayar!
Begitu pula rumah.
Semua orang jadi tertekan ingin ikut pula menghias rumah. Kamar yang sebelumnya adalah area paling pribadi kemudian dipaksa agar bisa lebih sharing-able. Fungsi rumah pun bergeser, bukan lagi hanya tempat tinggal, tapi tempat untuk menilai kepribadian orang lain.
Dari rumah serba hitam putih sampai rumah warna-warni. Rumah yang bagus memberi inspirasi, yang kurang bagus jadi dikasihani, “Rumah seperti itu kok difoto?” Tidak perlu lagi menunggu wawancara majalah desain interior, cukup bermodalkan satu akun dengan tagar berbaris tentang hunian nyaman.
Dan yang paling memuakkan, uang tabungan pun mendadak punya sasaran baru: Membeli kamera.
Dengan lensa fix yang membuat objek belakang jadi tidak fokus. Semakin “bokeh” alias semakin blur itu kau buat background, semacam jadi jaminan semakin banyak likes yang akan diterima. Kameranya harus punya wifi agar setiap selesai jepret, bisa langsung masuk ke handphone dan terbagikan pada dunia.
Kamera dengan lensa fix membantu ini semua, tinggal simpan objek di teras pagi-pagi dengan background taman depan rumah, voila! Minimal pasti dapat bokeh lah! Bokeh is my life!
Ya, karena tanpa foto yang bagus, objek bagus pun belum tentu jadi menarik. Contoh saja foto makanan, dengan angle yang tepat, makanan yang seharusnya membuat ngiler jadi biasa saja. Make up yang packagingnya menarik jadi tidak membuat orang ingin membeli karena meja putih terganggu noise. Ilustrasi yang seharusnya bagus jadi biasa saja karena diambil dalam kondisi ruangan gelap. Maka editing pun harus mahir, rajin lah tanya para selebgram “Editnya pake aplikasi apa kak?”
Demi likes. Demi followers yang lebih banyak. Demi pujian dari orang lain yang bahkan kadang belum pernah bertatap muka.
Saya pernah berusaha memetakan, walaupun hanya analisis gembel.
Orang yang seperti apa yang demikian serius di Instagram? Maksudnya yang sampai memikirkan grid, memikirkan color scheme, memikirkan setelah upload foto ini akan upload foto apa.
Apa yang di dunia nyata juga senang bersolek?
Tidak juga, banyak perempuan yang justru malah hobi foto masakan di Instagram. Masakan yang dulu cukup menuai pujian suami kini harus juga difoto dulu sebelum dimakan. Yang ini jujur membuat iri, karena masak pun saya tidak pernah.
Apa kurang pengakuan dari lingkungan?
Rasanya tidak juga, banyak yang di kantor bahagia dan tidak kurang apresiasi, tapi tetap terobsesi dengan feed Instagram. Apa yang kesepian? Tidak juga ya, banyak yang fotonya seperti tidak kesepian. Cafe-hopping bersama teman-teman atau liburan bersama keluarga.
Instagram seperti jalan keluar, dunia yang berbeda. Manusia selalu haus pujian.
Bagaimana nasib orang-orang yang kurang cantik? Yang jarang travelling? Yang di rumah terus seharian? Apa tidak boleh main Instagram? Yang jarang ke kafe? Boleh saja, tapi jangan harapkan followers cepat bertambah atau likes mengalir setiap kali. Pengakuan semu tapi membahagiakan bukan?
Terdengar menyedihkan. Sebuah media sosial menjadi patokan kehidupan.
Lihatlah, seberapa banyak dari kita yang kemudian terinspirasi liburan ke suatu tempat semudah alasan “Karena liat dia upload di Instagram bagus deh.” Belum lagi urusan online shop, seberapa banyak dari kita lebih percaya pada online shop yang fotonya tampak profesional dibanding online shop yang foto seadanya?
Tapi hidup tidak boleh melulu negatif.
Biarlah orang lain haus likes dan haus pujian. Kita harus tetap positif dan percaya bahwa dunia tidak seseram penghamba likes di Instagram. Karena sebetulnya banyak juga yang tidak peduli. Tidak peduli followers sedikit, tidak peduli foto noisy, tidak peduli grid feed yang rapi. Yang penting upload sajalah.
Instagram gue, ya suka-suka gue.
Ini adalah golongan orang yang tidak peduli followers-nya terganggu karena dia mengunggah ribuan kali foto yang tidak aestethic. Kadang fotonya foto bayi, blur, dan tidak jelas sedang melakukan apa. Sehari 10 kali. Anak sedang tidur, anak sedang mandi, anak sedang makan, dengan caption anakku ganteng sekali. Yaiyalah anak sendiri, menurut situ? Tidak suka? Kalau tidak suka ya unfollow saja lah. Gampang.
Dari saya yang sedih karena sering tertekan secara visual di Instagram.
#jatuh#cinta#patah#hati#tulisan#sedih#quotes#k#writers#writers on tumblr#hidup#kritik#sosial#instagram#media#fana#visual#perempuan#ironi#sarkas#rumah#kafe#kamera#rasa#aesthetic#bokeh#marah#followers#caption
22 notes
·
View notes
Text
youtube
DINAMIKA ; RASA ; MONOCHROME.
Lebih dari sekedar luka, permen coklat, dan bebek kuning.
Upaya merangkai "bentuk" album ketiga.
Sebuah Uraian "Untuk Hati Yang Terluka" - Isyana Sarasvati Created By. isyanastory #AdminAmatir
................
Halo semua, ntah kenapa tibatiba dapet ilham masuk, keresahan bergejolak didalam fikiran dan jiwa, jadi salah satu alasan kuat dibalik ini sebagai wujud uraian fikiran. Uraian ini ditulis pada Tgl 1/09/19 tepat 2 hari setelah resmi dirilis single "Untuk Hati Yang Terluka."
Mungkin sebagian dari kalian (isyanation, sobad timeline, sobad IG, sobad media sosial addict) sudah tahu kalau beberapa hari yang lalu, tanggal 30 Agustus, penyanyi/ musisi muda berkarakter Isyana Sarasvati merilis single terbaru sekaligus Musik Video terbarunya berjudul "Untuk Hati Yang Terluka." lagu ini sebagai jembatan yang mengantarkan menuju album ke 3.
Kenapa MV dirilis bareng sekalian ?
IMHO : Selain demi efektif & efisien waktu, pasti biar ngga bolak balik PressCon yaa Syaann... WKWKWK.. Bercanda.. (Biar ngga tegang merangkai kata setelah ini)
Seperti yang dikutip dalam salah satu postingan dimedia sosial (IG) pribadinya, penyanyi muda berumur 25 tahun tersebut mengatakan bahwa ia ingin mencoba lebih jujur, terbuka, menunjukkan sisi asli Isyana, serta menambahkan rasa baru, dan tentunya musik klasik.
Single terbaru yang cukup kental nuansa klasik, yang jauh berbeda dari lagu² Isyana sebelumnya, mampu menjadi suguhan yang segar. Bunyi² yang baru, mulai dari Xylophone (ting, ting, ting) mempermanis dinamika piano yang klasik, pattern drum yang acak, drum nggak tertebak sama sekali, hingga melodi² baru mampu memberi Nyawa yang solid, menjadi karakter kuat dalam lagu ini. Sedih, ikhlas, semangat, inspiring jadi satu.
ASIK JUGA YA !!?!
Mulai dari 00:00-04:17 sepanjang memutar Musik Video "UHYT" cuman bisa terdiam, mengandalkan bahasa tubuh, geleng-geleng angguk-angguk kepala,
keluar sepatah kata : "W.O.W, Asik juga yaa..."
Lagu berdurasi 04:17 menit itu harus diulang², jadi nagih, dalam hati kecil : Wow, barusan denger musik apasih, siapasih ?? Yang upload channel Isyana Sarasvati ? Masa sih ?? tetap ngotot dalam konotasi positif. Ibarat lagi makan ada lauk yang "Rasa" familiar, pengenya nambah lagi nambah terus...
Ehh.. Kok jadi laperr..
Bunyi yang terdengar disetiap menitnya, harmonisasi, dinamika lagu naik turun adalah satu kesatuan racikan dari setiap elemen menjadi mahal & berkelas. Ngga kurang manis atau kemanisan, manisnya pas. Ibarat masakan, rempah²nya berasa, gurih, asem, segarnya ada.
Sekilas Dari judul lagu "Untuk Hati Yang Terluka", entah disengaja atau tidak, pemilihan yang dipakai cukup personal, hangat, intim, familiar. Sama seperti ketika kita menggunakan kata yang sama untuk orang terkasih : Untuk Ibu, Untuk Nenek, Untuk Ayah, Untuk Orang special.
Lirik " untuk hati yang terluka, tenanglah kau 'tak sendiri. Untuk jiwa yang teriris, tenang kau 'kan temani" kata yang empatik menjadi sebuah pembuka lagu. Kata yang multi tafsih, IMHO : Terkadang sebagian orang terlalu sibuk menjadi tegar, menjadi terdepan menenangan dan menemani luka orang lain. Mereka lupa dengan luka mereka sendiri. Dari lirik ini adalah bentuk self talk, bagaimana bernegosiasi, berbicara dengan diri, penerimaan luka jiwa, tau luka itu ada, dan berdamai dengan luka. Pentingnya "mental health" diri kita setelah itu baru menemani luka orang lain.
Lirik lain,
"Biarkan kegelapanmu, menemukan titik terang baru"
Setelah penerimaan, sadar-luka, berdamai-luka, merelakan luka yg menjadi bagian fase terendah menemukan titik terangnya sendiri diwaktu yang tepat adalah keputusan yg bijak drpd mengalihkan ke hal lain diwaktu yang salah..
Anjaayyy.. Ngomong apasiii..
KENAPA GAK DARI DULU ?
Sangat wajar kalau kalimat diatas terbesit dalam fikiran kalian.
Secara pribadi selalu percaya
"Karya yang baik, tulus, jujur, selalu punya cara yang unik untuk sampai disetiap penikmatnya yang tepat diwaktu yang tepat."
Kata yang selalu jadi dasar untuk memulai, melihat, mengapresiasi sebuah karya, sendiri- atau orang lain.
Hal ini mungkin juga "berpotensi" terjadi pada proses bermusik Isyana. Mampu bertahan diindustri musik Indonesia, produktif, konsintensi selama 5 tahun bukan waktu yang sebentar, bukan sesuatu yang mudah.
Sebagai penyanyi/musisi/manusia biasa, dinamika kehidupan, mulai perasaan senang, sedih, jenuh, bangga, bahagia pasti menjadi bagian perjalanan berkarya selama ini.
Mulai dari exploratif dari album explore. Darah klasik yang mengalir-pencapaian sukses dikenal sebagai penyanyi pop, secara sengaja atau tidak sengaja- sadar atau tidak sadar, secara langsung atau tidak langsung membentuk menjadi "Chaos" dalam jiwa yang kemudian dikemas tema paradoxical dari album Paradox. Kemudian bentuk bentuk keresahan antara kata hati, jati diri, jiwa, dan realitas. Melalui single "UHYT" isyana mencoba memberi suguhan menuju upaya merangkai "bentuk" album ketiganya nanti.
Setelah melihat, mendengar UHYT, seperti yang tertulis diatas mungkin ini adalah waktu yang tepat ; memang sudah waktunya. Tidak ada yang terlalu dini, tidak ada yang terlalu lama, ini bukan tentang masalah waktu, melainkan sebuah karya yang sudah menemukan jalannya sendiri, dan akan selalu begitu. Sedikit demi sedikit, perlahan tapi pasti, bersiap sembari semua siap.
Anjjayy.. azeek gak tuh..
Selain itu, kesiapan secara mental, fisik, psikis, lahir, dan batin juga sangat penting terlepas sebagai bentuk aktualisasi diri seorang musisi/ penyanyi/ manusia biasa. Sebagai seorang introvert, keberanian mengambil resiko dengan segala konsekuensinya patut diapresiasi.
LUKA, PERMEN COKLAT MANIS, & SI BEBEK KUNING.
Jadi inget kaliat, lupa entah dari mana dan punya siapa.
Bunyinya seperti ini :
"ketika kamu bertemu luka, cara terbaik bukan menyesali, dan meratapi luka. Melainkan berdamai, memeluk-merawat, kemudian merayakan luka itu."
Begitupula yang terjadi ketika melihat MV UHYT : Mulai dari aspek rasio square, ruang serba putih, kursi, meja, bathub, sendok, kasur serba putih, selimut, kemeja hitam Isyana, kabut kabur putih di tirai jendela, warna hijau toska jadi aksen ranjang tempat tidur, permen manis coklat warna warni, sekumpulan orang dari balik jendela, si bebek kuning kecil, dan warna didominasi monochrome.
Sebagai yang melihat MV melalui kacamata penonton. Sepanjang menikmati lagu merasa emosi berhasil dimainkan melalui dinamika melodio yang naik turun. Pemilihan warna monochrome menambah kesan "pekat, emosi yg tebal, dan nyawa pada representasi lagu.
Berikut beberapa poin yang mampu menarik perhatian dan nempel dikepala dalam adegan MV UHYT :
*BERENDAM, NGOBROL DENGAN SI BEBEK KUNING DI BATHUB.
Sempat terbawa suasana diawal lagu..
"Sial, kok sedih gini.."
Tbtb scene dibathub.. Salfok sama properti si bebek bebek kuning. Entah disengaja atau engga, kehadiran bebek kuning memberi kesan fun/ menyenangkan, menambah rasa baru. Bebek juga identik dengan air, pantai, holiday. Secara tidak langsung mengingatkan jangan lupa piknik.. Hehehe
Cara regulasi depresi orang lain dan isyana.
Kalau biasanya orang galau/ depresi berendam sendirian, merenung. Isyana beda, pas galau/ depresi kalau ngga makan gurita hidup ya ngobrol sama si bebek kuning..
FunFact : Sampai sini jadi tau. Ternyata selain hobi ngobrol sama ikan, Hobi baru Isyan ngobrol sama Si bebek kuning HAHAHA.
*MBAK² YANG SELALU MENYOROT ISYANA DENGAN PONSELNYA DARI BALIK JENDELA.
Dari sekumpulan orang dari balik jendela, mulai dari satu per satu datang, dengan karakter masing², ada yang berusaha meraih, mengetuk jendela, teriak, ngeliatin. Ada satu orang yang menarik, yaitu perempuan dengan ponsel ditangannya yang selalu mengikuti Isyana. Cukup penasaran makna dibalik kehadiran karakter itu.
Kalau boleh berasumsi, IMHO : karakter itu adalah bentuk representatif konsekuensi seorang Isyana sebagai penyanyi/ musisi/ publik figure yang tak lepas dari sorotan kamera.
*SENYUMAN PAMUNGKAS
Metode senyum seperti ini cukup dengan menarik salah satu sisi bibir, beri sedikit anggukan kepala, jangan lupa ucapkan dalam hati..
"HKkheeh!!".... "MAMPU NIHHH" "KITA PASTI BISSAA"..
Kemudian berbalik bergegas meninggalkannya. Senyuman khas semacam ini emang andalan dan jadi senyata pamungkas..
*PERMEN COKLAT MANIS DIATAS MEJA.
Hampir sama si bebek kuning, hadirnya permen coklat bisa menambah kesan manis ditengah suasana optimis merayakan kesedihan. Secara psikologis Rasa coklat mampu meningkatkan mood dan rasa bahagia. Jadi selain jangan lupa piknik, refreshing, jangan lupa bahagia :).
Gimana ? Sobad rapuh sudah bahagiakah hari ini ? WKWKWK
* MELEMPAR KURSI ; KACA PECAH.
Setelah senyuman pemungkas sebagai wujud keberanian. Scene berlanjut dengan melempar kursi kearah jendela. Siapapun, alasan apapun dibalik ide cemerlang ini patut diapresiasi. Salut, antara musik, visual, effect suara menyatu jadi klimaks yang solid. Terbaik sihh... Mahal banget ide sampai eksekusinya..
*BERJALAN DIATAS PECAHAN KACA ; KELUAR JENDELA.
Kalau diperhatikan secara detail, setelah melempar kursi ; kaca pecah. Isyana berjalan melangkah keluar jendela ; terdengar suara efek pecahan kaca terinjak.
Sedikit syok, kaget, kagum..
"W.O.W.. Ternyata selain jago main instruments, bakat terpendam lain Isyana adalah debus dengan berjalan diatas pecahan kaca. Ini isyana sering main sama limbad, atau jangan² masih ada hubungan sodara jauh".
Sefruit selipan atraksi dari seorang Ms. Isyana Limbad Saravati.
Terkedjooed..
Fun Fact : Dalam MV Winter Song Isyan main rante-rantean.. Untuk meningkatkan levelnya, kali ini berjalan dipecahan kaca.
KATANYA INI KESIMPULAN, PESAN, KESAN.
Denger-denger kalimat setelah ini adalah kesimpulan. Setelah di scroll keatas ternyata panjang juga, jarang² bisa ngobrol, cerita, menguraikan isi fikiran sepanjang ini. Dari ide iseng, trus nyempetin nulis, sampe sub bab penutup adalah sebuah pencapaian. Apalagi untuk tipe orang yang berpegang teguh peribahasa "baca bentar, ngantuk kemudian" tentu menulis bukan sesuatu yang mudah.
Untuk yang baca sampai habis, terimakasih banyak ya.. Semoga bisa sampai, dan dicerna dengan baik :)
Sudah mulai masuk kesimpulan nih... Seperti uraian diatas "mungkin ini waktu yang tepat, memang sudah waktunya. Apalagi setelah mendengar, melihat MV UHYT jadi semakin yakin si karya sudah menemukan jalannya sendiri. MV UHYT salah satu wujud pendewasaan Isyana sebagai penyanyi/ musisi/ manusia biasa. Semoga selalu jujur, jadi diri sendiri untuk karya² berikutnya, lebih berani mengambil resiko. Secara pribadi selalu penasaran menanti "bentuk" karya² lain Isyana..
"Kira² gimana ya ? Mau kasih kejutan apalagi ya.."
Apapun itu moga² selalu bahagia, dikelilingi orang² yang positif.
Created with love, ©isyanastory #AdminAmatir #AdminA #ismin #IsyanaStoryAdmin
04/09/19 | Tepat hari ini, ngga kerasa, tenyata sudah setahun lahirnya akun @isyanastory. Much Love :)
1 note
·
View note
Text
Isteri diceraikan suami kerana bergaduh dengan ibu mentua
Selepas berkahwin, pasangan suami isteri amatlah digalakkan tinggal di rumah sendiri agar dapat membina rumah tangga yang bahagia berdasarkan persefahaman mereka sendiri tanpa campurtangan dari pihak lain.
Namun ada yang tinggal bersama ibu bapa selepas berkahwin. Adakah itu salah? Tidak sama sekali. Apa yang penting, suami isteri dan mentua haruslah bertoleransi terutamanya menantu yang baru saja menjadi sebahagian keluarga pasangannya.
Tidak dinafikan ada juga yang terkandas dek perselisihan faham dengan mentua. Pasangan pula tersepit di tengah-tengah, tidak tahu hendak memenangkan sesiapa. Akhirnya bila tewas, anak tiada pilihan kecuali menceraikan isterinya. Inilah yang tidak diinginkan.
Siapa yang bersalah dalam hal ini? Manfaatkanlah perkongsian di bawah.
HARI itu, ada klien kes cerai. Menantu perempuan bergaduh dengan mak mentua, si suami tak tahan lalu menceraikan isterinya. Nak ceraikan mak memang tak bolehlah kan? Tak pasal-pasal nanti dapat status anak derhaka pula. Tapi nak buang satu, maka isteri yang dibuang.
Mereka sudah berkahwin selama 12 tahun, ada tiga anak. Sejak berkahwin, mereka memang tinggal bersama ibu bapa kepada si suami kerana dia merupakan anak tunggal.
Masa nak balik, si suami sempat berkata, "Kenapa lelaki boleh hidup dalam keluarga mentua tetapi perempuan tak boleh? Sebab perempuan cerewet! Semua benda nak menang," katanya sambil berlalu pergi meninggalkan pejabat kami dengan riak kesal.
Terfikir juga, memang betul apa yang dia katakan. Jarang kita dengar menantu lelaki berselisih faham dengan mentuanya kalau tinggal bersama. Tetapi kita selalu dengar menantu perempuan berselisih faham dengan mak mentuanya mahupun ipar duai jika tinggal bersama.
Di manakah silapnya? Menantu kah? Mentua kah? Suami kah? Isteri kah? Lelaki kah? Atau perempuan kah?
Tetapi kalau difikirkan sedalamnya, menantu lelaki nak berselisih faham dengan mentua mengenai apa? Potong bawang salah? Masak nasi lembik sangat? Masakan masin? Kopi tawar? Tak pandai masak? Tak pandai melipat kain? Tak pandai menjaga anak? Tak pandai menjaga isteri? Tak pandai mengemas rumah? Tak pandai itu, tak pandai ini? Tak ada satu pun menantu lelaki terlibat dalam hal ini. Cukuplah andai dia boleh bekerja dan menyara hidup anak isteri.
Sedangkan kalau menantu perempuan, terlalu banyak perkara remeh yang nak dipertikaikan. Itu tak betul, ini tak betul, sentiasa nak menantu itu ikut cara keluarga suami sedangkan dia dibesarkan dalam keluarga yang lain, yang mungkin dari cara hidup yang tidak sama. Hendak pula ada ipar duai yang ada perasaan cemburu kerana ada perempuan lain masuk dalam keluarganya?
Suami pula bila isteri mengadu, dimarahnya isteri dan dikatanya isteri yang tidak mahu bertolak ansur. 12 tahun masih lagi isteri tak bertolak ansur? Mulalah mengungkit.
"Dulu masa belum kahwin, saya dah kata bahawa kita akan tinggal dengan mak saya dan awak setuju. Sekarang kenapa tak boleh pula?!
Haa, siapa kata lelaki tak pandai mengungkit? Tapi suami lupa bahawa masa nak berkahwin dia juga berjanji tidak akan mengabaikan isteri walaupun tinggal bersama ibu bapanya.
Bila isteri berselisihan faham dengan mak, suami keluar rumah pergi melepak dengan kawan. Malas nak masuk campur dengan harapan kedua-dua pihak akan okey. Selepas itu kata serba salah, dua-dua pun sayang. Tak tahu nak pertahankan siapa. Huh!
Sebab itu digalakkan pasang yang sudah berkahwin tinggallah secara berasingan dari keluarganya. Bukan nak buang keluarga tetapi demi menjaga keharmonian keluarga. Biarlah susah, makan nasi dengan kicap saja. Tak apa, asalkan hati tidak susah.
Jika anak tunggal, carilah rumah yang dekat. Ziarahlah ibu bapa selalu. Mula-mula akan ada bunyi sebab sanggup tinggalkan mak dan ayah selepas berkahwin. Lama kelamaan kelaka akan okey, bergantung pada layanan kita pada mak dan ayah. Itu lebih baik dari mula-mula manis, tetapi lama-lama menjadi pahit.
Cuba selidik semula kenapa Hawa dicipta? Adalah untuk menemani sang Adam. Bukannya menemani orang lain, bukannya menemani anak Adam sekalipun. Perempuan dicipta dengan hati yang halus. Agar hatinya penuh dengan kasih sayang.
Kenapa lelaki boleh berkahwin empat tetapi perempuan tidak boleh? Kerana mereka dicipta sebagai pemimpin yang mampu melindungi. Mereka sepatutnya berlaku adil. Tetapi perempuan tidak mampu melakukan apa yang lelaki mampu kerana ciptaan dan tujuan ciptaan perempuan tidak sama.
Jika semua insan faham kenapa setiap ciptaan Tuhan itu begitu dan begini, tiada perkara yang tak boleh diselesaikan. Bahkan poligami pun akan menjadi manis. Lelaki pasti senyum kalau cakap begini kan?
Kepada para lelaki, sila baca sejarah. Sekian.
Sumber: Farizal Radzali
from The Reporter http://bit.ly/2G6UTJz via IFTTT from Cerita Terkini Sensasi Dan Tepat http://bit.ly/2IbzKRN via IFTTT
3 notes
·
View notes
Text
MOTHER OF FUTURE
“Ibu Masa Depan”—kami santriwati Gontor Putri disiapkan untuk menjadi ibu-ibu masa depan. Kata “ibu” memiliki cakupan yang amat luas dilihat dari segi makna dan padanan kata. Sangat-sangat luas.
Kami santriwati Gontor Putri tidak merasa asing dengan mata pelajaran “Nisaiyyah” yang dalam bahasa Indonesia berarti kewanitaan. Tujuan utama pembelajaran tentu agar semua santriwatinya menjadi santriwati sebenarnya, menjadi wanita seutuhnya, feminine, dan memperhatikan betul-betul sisi kewanitaannya. Di sini kami belajar tentang sikap duduk, berjalan, berpakaian, di tempat umum, resep masakan, DIY, cara lipat serbet, sampai cara berpenampilan. Inilah kelemahan santri-santri Gontor, mereka tidak memiliki pelajaran Nisaiyyah.
Ketika duduk di bangku kelas 5 dan 6 atau setara dengan kelas 2 dan 3 SMA, pengajar atau pengampu berbagai mata pelajaran kami adalah ustadz dan ustadzah senior yaitu para kader pondok dan umumnya sudah berkeluarga. Suatu ketika pengampu pelajaran Tauhid kelas kami adalah Pengasuh Pondok yaitu Al Ustadz KH. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi, MA yang kebetulan istrinya pun pengampu Nisaiyyah. Hanya saja Al Ustadzah Nihayah Achwan, istri beliau tak pernah sekalipun mengisi kelas. Memang ada anggapan bahwa pelajaran Nisaiyyah ini pelajaran enteng, tak perlu belajar, dan biasa diletakkan pada jam-jam terakhir.
Selesai materi Tauhid tersisa waktu beberapa menit, kami yang penasaran dan berhasrat untuk merasakan bagaimana diajar oleh Bu Nyai lantas bertanya kepada Pak Kyai.
“Ustadz, satu pertanyaan (sambil mengacungkan jari) .”
“Aiwah, tafaddholi! Baik silakan! ”
“Ustadz, kenapa Ustadzah Nihayah tidak pernah masuk kelas dan mengajar kami? Beliau adalah pengampu mata pelajaran Nisaiyyah di kelas kami.”
Sambil tersenyum beliau berkata “Kalau istri saya mengajar kalian, lalu siapa yang akan menyambut saya di rumah usai mengajar?”
Hmm… so sweet. Istri beliau yang dipuji, kami yang terbang. Haha. Lantas kami secara berjamaah membayangkan romantisme antara beliau berdua dan berharap kelak itu pun terjadi pada kami. Bayangan buyar mendengar lonceng pergantian jam dan salam beliau menutup kelas. Sedikit gambaran betapa berharganya kami anak-anak beliau yang secara nilai sudah dibangun dengan qudwah yang sedemikian rupa. Bagi kami Bu Nyai adalah sosok istri yang sempurna, begitu pula dengan Pak Kyai sosok suami yang sempurna. Intinya, kami ini dipingin-pingini supaya kelak menjadi wanita dan istri idaman para suami.
Kami memiliki 2 termin liburan setiap tahunnya. Pertama adalah pertengahan tahun atau setelah Ujian Akhir Gasal selama 10 hari dan kedua setelah Ujian Kenaikan Kelas selama 50 hari. Ups, jangan jealous! Setiap sebelum perpulangan tepatnya setelah selesai masa ujian, kami mendapatkan pesan dan nasehat dari guru-guru kami, nasehatnya luas namun ringkas dan disertai praktik termasuk tentang Nisaiyyah. Pasalnya, pihak pengasuhan menunjuk beberapa santriwati yang cantik sebagai model agar mereka berjalan di atas panggung bak peragawati memberi gambaran bagaimana berpenampilan. Peragaan pakaian yang pas dipakai untuk jalan-jalan, piknik, dan sebagainya agar pikiran kami tidak abstrak.
Pembicara pada malam itu adalah Ustadz Sunanto, ustadz senior di kampus Gontor Putri 1, ayah teman kami satu angkatan. Ketika itu, sedang hitz baju-baju atasan dengan potongan zig-zag di bagian bawah yang dipakai salah satu model yang kebetulan kakak kelas kami. Ustadz kemudian menjelaskan, “Nah, kalau untuk jalan-jalan pakai baju yang baik, pakaian yang rapi. Lha ini? Baju sobek-sobek kok dipakai?!” Perkataan beliau sontak menimbulkan riuh dan gelak tawa di dalam auditorium. Kami dengan polos akan menanggapi bahwa beliau ini tidak tahu menahu bab mode.
Ustadz Hidayatullah selalu membangun mindset kami agar menjadi wanita modern yang tidak meninggalkan nilai-nilai tradisional dan budaya. Beliau selalu mengatakan bahwa kami ini singa betina, kami adalah wanita-wanita kuat pembangun generasi masa depan. Singa betina adalah ibu rumah tangga, mencari makan, dan menjaga anak-anaknya. Sedang singa jantan bertugas menjaga daerah teritorial. Begitu yang beliau harapkan terhadap kami, agar seperti singa betina yang kuat, berani, dan mandiri. Kami dibentuk agar menjadi mar’ah atau wanita yang “Sittil Kull” atau “Sayyidatul Kull” yaitu serba bisa atau pandai dalam segala hal dari mengurus rumah tangga sampai urusan keluarga. Kami harus menjadi pribadi menyejukkan dan membuat suami-suami kami sujud syukur memiliki kami, bukan sujud sahwi. Beliau selalu berkata, “Jadikan suami kalian itu setelah menikah sujud syukur, bukan sujud sahwi!”. Beliau tidak pernah membatasi kami untuk berkarir, namun pesan beliau adalah untuk selalu memperhatikan keluarga.
Usai shalat berjamaah beliau selalu mendoakan kami agar menjadi anak yang baik dan istri yang baik. Doa beliau “Ya Allah, Ya Tuhan kami, berikanlah kami anak-anak yang baik dan perbaikilah anak-anak kami, berikanlah kami istri-istri yang baik dan perbaikilah istri-istri kami”. Pada lain kesempatan pula, di dalam kelas ada seorang teman yang bertanya kepada beliau tentang peran Ustadzah Nihayah bagi beliau. Beliau berkata “Istri saya itu ya adik saya, ya kakak saya, ya anak saya, ya ibu saya, ya murid saya, ya guru saya. Saat istri saya salah, ya saya nasehati”. Mendengar kalimat itu langsung memotivasi diri saya pribadi (penulis) agar menjadi istri yang tidak manja atau jika manja ya pada waktunya.
Setelah berhasil wisuda S2, teman dari Lombok sempat berlibur ke rumah untuk menikmati keindahan dan kesejukan Kabupaten Semarang. Kebetulan ia menyelesaikan S1-nya di Universitas Darussalam (Unida). Kami sebagai sesama perempuan memiliki banyak kesempatan untuk curhat, ngobrol kesana-sini ngalor ngidul ngetan ngulon. Teman saya bercerita bahwa Ustadz Hidayatullah berpesan kepada teman-teman yang lulus S1 di Unida agar setiap harinya meluangkan waktu 10 menit untuk memikirkan pernikahan. Pesan yang diriwayatkan teman saya ini saya simpan dan saya praktikan setiap harinya dan alhamdulillah atas izin dan ridha Allah SWT saya kini sudah menikah. Semoga Allah SWT meridhai kami dan menjadikan suami saya selalu bersyukur memiliki saya serta menuntun saya menuju jalan-Nya menjadi mother of future. Aamiiin.
6 notes
·
View notes