Tumgik
#Pengumuman Ujian Hidup SBMPTN
adamanugraha-blog · 7 years
Text
[Mengapresiasi Gerakan Pelajar – Bimbingan SBMPTN Gratis]
Tumblr media
Hari H Pengumuman SBMPTN
Studi Kasus: Yudi Priyatno (Anak Bangsa, Anak Tanjungsari, Gunung Kidul)
.
.
Seperti yang kita ketahui bahwa tingkat akses Pergutuan Tinggi di Indonesia sangat tendah, berkisar antara 22.95% (BPS, 2015). Sederhananya, jika ada 100 orang yang baru lulus SMA/MA kemarin, sebanyak 77 orang tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Apabila pada tahun ajaran 2015/2016 saja ada 1.423.607 lulusan, maka dapat dipastikan tahun kemarin lebih dari satu juta orang lulusan SMA/MA harus langsung ambil bagian di dunia kerja, tentunya tanpa bekal yang memadai karena mereka lulusan SMA bukan SMK (Kemendikbud, 2016). Lantas mereka akan memilih; akan menjadi entrepreneur atau staff tingkat bawah sehingga bisa cepet menikah atau membiarkan ‘bojone ditikung’ karena memilih menjadi orang biasanya, menganggur dan tidak jelas mau ngapain.
.
Sehingga tidak mengherankan, apabila saat ini perusahaan yang bernama bimbingan belajar (bimbel) menjamur dimana mana dengan disupport pangsa pasar yang sangat besar. Kalau njenengan ingin kaya mendadak selama 15 tahun ini. Saranku, bukalah bimbel! Karena paling tidak akan ada 70,1 juta anak Indonesia (usia 0-15 tahun) yang siap memberikan demand (katadata, 2016). Mengapa hal ini bisa terjadi? Bagi aku sederhana, karena pelajar sudah tidak percaya dengan sistem pendidikan di sekolah. Kualitas guru sekolah yang rendah. Sampai mindset generasi micin kekinian yang suka produk instant; hura hura selama 2 tahun, belajar di bimbel selama satu tahun. Semua ini dapat ditarik benang merahnya, bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih belum konkret!
.
Kemudian aku sedikit merenung.. Apabila hal ini dibiarkan, roda takdir si-kaya dan si-miskin tidak akan pernah berputar. Tidak dapat dipungkiri, bahwa ketika kita bisa kuliah. Kita berada satu step didepan untuk menjadi orang kaya bukan? Ketika kita ikut bimbel, maka kita akan berada satu step didepan untuk bisa masuk kuliah. Aku masih ingat, cost yang harus dikelurkan untuk ikut bimbel cukup besar. Sebuah perusahaan kuning penyedia layanan bimbel terbesar di Indonesia adalah sekitar 6 juta-15 juta (mulai dari kelas reguler, sampai kelas platinum yang duitnya sama seperti beli Honda Vario). Yaa sederhananya, kalau ada anak ngebet ingin ikut bimbel, Bapaknya berdomisili di Kota Pelajar, dan hanya digaji setingkat UMK, Rp. 1.572.200 (GajiUMR.com, 2017). Pastinya se-keluarga akan puasa selama empat bulan. Kesimpulannya adalah anak keluarga kurang mampu tadi: dilarang ikut bimbel, bisa masuk kuliah, dan memperbaiki takdir perkonomiannya; Tetapi ada pengecualian, kalau si-anak memang jenius~
.
Menjadi sebuah kehormatan yang luar biasa. Pertama, saat aku diizinkan berinteraksi dengan gerakan bimbingan gratis dari alumni OSN untuk para pejuang SBMPTN yang terkendala secara ekonomi (read: tidak ikut bimbel). Yupss.. Bimbingan Antar Teman (BAT) - Yogyakarta, yang kata Bos-nya; anak FEB UGM yang kampusnya biasanya dipakai untuk kegiatan. Gerakan ini sudah berjalan selama dua tahun, kalau tahun pertamanya baru bisa mengakomodasi mimpi 40 pelajar di kota pelajar yang memiliki keterbatasan ekonomi tentunya. Tahun ini, BAT mencoba memfasilitasi 105 pelajar dari Kota Pelajar dan Kota Kembang agar dapat menggerakan roda takdir mereka. Oiyaa, BOS BAT juga berucap kalau masih menunggu volunteer dari kota kota besar untuk franchise bimbel kebaikan ini, karena target mereka, tahun depan BAT hadir di 5 Kota. Apakah kamu adalah harapannya? Mari kita doakan aja, Al-Fatihah! Aamiin
.
Kehormatan Kedua, adalah saat aku dipertemukan Gusti Allah dengan Yudi Priyatno. Seorang putra bangsa; putra Mendang, Ngestirejo, Tanjungsari, Gunung Kidul. Seorang putra asli Batam, ibunya seorang ibu rumah tangga, sedangkan bapaknya membuka bengkel kecil kecilan di tanah keliharannya. Seorang pemimpi yang menyukai semua hal yang berbau hitungan, rancangan, serta desain dan seorang pejuang yang bercita cita masuk Fakultas Teknik UGM. Beliau sebenarnya satu angkatan denganku, hanya saja pada ujian sebelumnya Gusti Allah mengujinya untuk lebih bersabar. Satu hal yang menyentuh hati; saat Kang Yudi ikut BAT, waktu belajar yang beliau dapatkan lebih cepat 1 jam dari rata rata waktu yang dihabiskan dijalan (3 jam; +- 120 km). Tapi satu hal yang pasti, tekadnya untuk menjadi orang pertama yang masuk S1 UGM sejak 20 tahun berdirinya sekolah Kang Yudi akan selalu tsabat. Bukankah seperti sosok Lintang dalam lagunya Netral(?)
.
Hari Ini, setelah pukul 14.00. Mungkin akan ada banyak success stories tentang orang yang memiliki keterbatasan dengan semangat militansi yang tinggi. Bisa jadi, diluar sana masih banyak pejuang semacam Yudi Yudi lain yang berusaha membuktikan pada dunia..
Walau berlatar belakang apapun, setiap pejuang patut diapresiasi.
Pejuang dengan keterbatasan, berhak untuk diapresiasi lebih.
Tetapi tetap! apresiasi terbesar dipersembahkan kepada gerakan kebaikan dan ketulusan.
.
.
Duhai adik dan temanku, apapun hasilnya hari ini..
Hanya akan ada 148.066 dari 797.748 nama pejuang SBMPTN 2017 yang akan berwarna hijau (Kemristekdikti, 2017)
Artinya.. jika ada yang terjun langsung membangun masyarakat
Selalu ada yang  akan membawa amanah kursi orang lain
Untuk para ‘abangan’, Gusti Allah pasti akan membukakan jalan terbaik untuk kalian
Untuk para ‘hijauan’, ingin kuhantarkan pesan dari Pidi Baiq:
.
“Dulu, nama besar kampus disebabkan oleh mahasiswanya.. Sekarang, mahasiswa ingin hebat karena nama besar kampusnya”
.
Di Malam Turunnya Al Quran
Adam A. N.
2 notes · View notes
wedangrondehangat · 4 years
Text
Lolos
Sebuah chat masuk.
'Makasih, kak.' bunyinya.
'Hah? Chatnya belum selesai?' tanyaku.
Aneh. Seseorang tiba-tiba mengucapkan terim kasih. Rupanya chatnya masih berlanjut.
'From this to this.'
Dia mengirimkan dua buah gambar, yang pertama kertas-kertas soal ujian masuk univ yang pernah aku berikan kepadanya dan foto kedua, sebuah pengumuman lolos masuk univ jalur beasiswa hafidz dan ada namanya tertera di sana.
'MasyaaAllah barakallah!' Kataku, turut senang.
Duh, lolos keterima di univ itu senangnya senang banget kalau ingat waktu itu aku juga nangis karena keterima ptn jalur sbmptn. Nangis soalnya nggak percaya bisa lolos karena aku cuma ngisi satu nomor doang untuk soal matematikanya, hahahaha.
'Makasih juga sudah belajar dengan sungguh-sungguh :)' kataku padanya.
'Makasih kak, soal-soal yang diujikan kebanyakan keluar dari soal-soal yang kakak kasih.' balasnya.
'Kertas soal dari aku nggak ada apa-apanya kalau kamunya nggak mempelajari juga.. jadi bilang makasih ke diri sendiri dong hahaha' ujarku.
'Oh iyaaa hehe makasih juga aku' balasnya, wkwk.
'MasyaaAllah yaa kalau dekat sama Allah, sama Qur'an segala urusannya dipermudah :')' kataku.
Kamu nggak percaya? Cobain aja hahahaha. Cobain dahsyatnya hidupmu berubah setelah selalu berlama-lama dengan Qur'an.
Hidup dengan Qur'an nggak pernah menjadi pilihan yang salah. Keberkahannya langsung dikasih sama Allah. Selalu dapat rejeki dari arah yang tidak terduga. Dan entah gimana, tapi rasanya apa-apanya selalu dipermudah. Tapi yang paling utama adalah memperoleh hati yang lapang. Tenang dan ridho dengan segala takdir yang Allah berikan. ❤️
Oh iya, Qur'an juga bisa menjadi teman kita kelak di alam kubur :') dan di dunia ini, Qur'an bisa menjadi salah satu tameng kita dari perbuatan maksiat. Karena apa? Karena kalau mau buat maksiat, tiba-tiba kepikiran,
"Kok aku berbuat maksiat, sih? Padahal aku baca Qur'an, hafalin Qur'an, shalat juga. Harusnya aku nggak melakukan ini! Aku tahu kalau ini salah! Aku nggak boleh melakukan ini lagi! Allah nggak suka! Gimana kalau karena dosaku, nanti Allah cabut nikmat hidup bersama Qur'an, nikmat khusyu' dalam shalat?! Gimana?"
Bdg, 21 Juli 2020 | 17.15
11 notes · View notes
tashwirul · 4 years
Text
Bertahan Hidup Sebagai Mahasiswa
Pada tahun 2014, setelah saya diterima SIMAK UI, ayah mengajak diskusi dan merekomendasikan saya untuk kuliah di UGM saja. Waktu itu saya sudah diterima di UGM melalui SBMPTN dan bahkan sudah daftar ulang. Alasannya masuk akal, saya memiliki kakak yang ketika itu masih menjadi mahasiswa aktif di UGM dan ayah merasakan sendiri bahwa biaya kuliah di Jogja itu relatif lebih terjangkau, bahkan lebih murah daripada ketika kakak saya masih SMA. Saya bisa memahami itu, apalagi kakak saya adalah mahasiswa Bidikmisi yang biaya kuliah dan uang bulanannya ditanggung oleh negara, sementara saya bukan. Saya sudah daftar ulang di UGM dan mendapat besaran UKT 1 juta rupiah per semester, belum termasuk biaya hidupnya. 
Ayah saya adalah seorang mantan kepala desa. Sejak purna jabatan pada tahun 2008 sampai sekarang, praktis beliau tidak punya penghasilan tetap. Baik ayah maupun ibu, keduanya lulusan SMA. Di keluarga kami, kakak saya yang mahasiswa Bidikmisi di UGM adalah orang pertama yang kuliah. Itupun ayah saya awalnya sangat takut untuk mengizinkan kakak kuliah, lagi-lagi dengan kendala finansial yang bisa dimaklumi. Ayah terlihat sangat senang dan lega ketika kakak mendapat Bidikmisi, katanya baru merasakan sendiri ternyata beasiswa kuliah gratis itu memang ada. Sementara dalam bayangan ayah, UI berada di kelas yang berbeda. Lokasinya di Ibukota Negara, di kota metropolitan yang serba mahal, berisikan anak-anak orang kaya yang membawa mobil ke kampus, tentu membuat ayah cukup gentar untuk mengizinkan saya memilihnya. UI adalah mitos bagi keluarga kami saat itu. Saya punya sepupu yang menjadi mahasiswa UI, tetapi orang tuanya memang punya bisnis dengan omset puluhan hingga ratusan juta rupiah. Saya adalah anak kedua dari lima bersaudara, masih banyak adik-adik yang harus ditanggung biaya sekolahnya, sehingga kekhawatiran ayah sangat bisa saya mengerti.
Saya ingat, ketika saya sedang senang-senangnya mendapat pengumuman SIMAK UI, ayah justru tampak gusar. Ia berbicara pada ibu agar membujuk saya memilih yang di UGM saja. Tapi untungnya ibu berada di pihak saya. Sebagai seseorang yang belum pernah merasakan kuliah, ia sangat ingin anak-anaknya bisa kuliah di universitas ternama. Tiga kampus yang selalu disebut-sebut ibu adalah UI, ITB, dan UGM. Berhubung kakak sudah di UGM, ia ingin agar saya ke UI. Saya berusaha meyakinkan ayah dan memaparkan alasan mengapa ingin merantau sendiri ke Jakarta. Misalnya, saya ingin belajar hidup mandiri, tidak bergantung terus pada orang lain, dan juga UI adalah kampus impian saya sejak SMA. Hasil dari perundingan itu, ayah akhirnya merestui rencana studi saya sambil mewanti-wanti “Tapi kamu harus siap kalau sewaktu-waktu harus menahan lapar dan menahan sakit. Jangan sering mengeluh dan merengek. Harus mandiri dan kuat.” tentu saya siap akan hal itu.
Di awal-awal masa kuliah, ternyata saya benar-benar mengalami kesulitan itu. Yang paling terasa, waktu itu saya masih memakai hp jadul, belum punya ponsel android sehingga tidak bisa bergabung ke grup kelas dan grup angkatan yang kebanyakan dibuat di aplikasi LINE dan Whatsapp. Saya sering tertinggal informasi tugas, terutama yang berkaitan dengan ospek dan kuliah. Di semester satu, saya juga sering hanya makan sekali sehari, spesifiknya setiap setelah maghrib, untuk menjamak sarapan dan makan malam. Saya membeli nasi putih, tahu atau tempe, dan sayur di kantin asrama, lalu makan sendirian di kamar karena malu. Suatu kali saya makan sambil menangis karena bosan dengan menunya, tetapi tidak ada pilihan lain. Semua lowongan pekerjaan mengajar bimbel saya coba, tapi tidak pernah tembus karena kebanyakan mensyaratkan IPK tertentu yang baru akan keluar di akhir semester. Pernah sekalinya dapat job tutor privat, lokasinya di Jakarta Utara. Sangat jauh dari lokasi saya yang berada di Depok. Itupun tetap saya ambil karena memang butuh uang, meski dapatnya tak seberapa karena banyak habis untuk transport.
Oh iya, awalnya saya adalah mahasiswa reguler di UI, dengan UKT 500.000 per semester. Itu masih terasa sangat berat karena belum termasuk uang asrama dan uang makan sehari-hari. Karena itu, saya hanya makan sekali atau dua kali sehari dan tidak pernah jajan di kampus untuk menghemat uang kiriman dari orang tua. Saya pernah berjualan donat dan gorengan untuk diri sendiri, walaupun kalau ditanya teman, saya bilang untuk danus kepanitiaan yang saya ikuti. Saya pernah jualan aqua di CFD, karena setiap akhir pekan banyak masyarakat Jabodetabek yang berolahraga di UI. Banyak usaha yang pernah saya coba di tahun pertama. Sampai akhirnya di pertengahan tahun ada pengumuman ketersediaan kuota Bidikmisi gelombang dua. Saya segera mendaftar, melengkapi berkasnya, dan alhamdulillah lolos. Tetapi uang bulanan beasiswa ini baru saya terima di awal tahun kedua.
Di semester kedua, saya sudah tidak perlu membayar uang kuliah lagi. Saya juga menerima bantuan biaya hidup sebesar 3.600.000 untuk satu semester. Uang ini syukurlah sangat membantu, walaupun masih belum cukup. Karena untuk tinggal di asrama saja, yang relatif paling murah di sekitar UI, sudah menghabiskan 300.000, setengah dari uang bulanan Bidikmisi. Setelah mendapat beasiswa ini, akhirnya saya bisa membeli ponsel android dan bisa berkomunikasi dengan lancar. Saya juga membeli sepeda yang saya gunakan untuk berangkat ke kampus sehari-hari. Kiriman dari orang tua mulai berkurang, meskipun sesekali saya masih meminta kalau benar-benar terpaksa. 
Saya baru bisa lepas dari kiriman orang tua pada tahun 2016, semester 5. Di UI bukan hal yang aneh kalau satu mahasiswa menerima lebih dari satu beasiswa. Saya saat itu memperoleh beasiswa kepemimpinan, sehingga mendapat fasilitas tempat tinggal, makan dua kali sehari, dan uang bulanan sebesar 1.000.000 rupiah. Kondisi keuangan menjadi semakin stabil dan membaik. Saya di kemudian hari juga mendapat proyek menjadi panitia acara yang diadakan oleh DPR RI. Kegiatan itu membuat saya menerima uang 5.000.000 pertama yang saya pegang langsung. Sebagai mahasiswa tahun awal, tentu senang sekali rasanya. 
Di tahun-tahun berikutnya, kondisi ekonomi menjadi semakin meningkat. Setelah punya banyak kenalan, saya jadi sering mendapat kerja-kerja sampingan yang sebenarnya tidak bisa saya lakukan. Misalnya, saya pernah ditanya “Bisa desain atau tidak?”, saya jawab “Bisa” meskipun sebenarnya belum. Lalu dengan waktu yang sesingkat-singkatnya, saya belajar secara otodidak dan berhasil mendapat proyek tetap untuk content writing dan graphic design, yang membuat saya rutin mendapat 3 sampai 5 jutaan. Saya juga mengajar privat intensif UN SMA dan tinggal di rumah siswa tersebut selama masa persiapan UN. Setiap ada kesempatan untuk menambah uang jajan, misalnya dengan menjadi penunggu ujian, saya selalu mendaftar. 
Di tahun ketiga, saya aktif di organisasi kemahasiswaan tingkat universitas. Bahkan menjadi ketua lembaga tingkat universitas di tahun keempat. Saat itu sudah banyak pintu-pintu rejeki sampingan. Saya rutin diundang menjadi pembicara seminar, talkshow, dan diskusi baik di dalam kampus, di kampus lain, sampai keluar kota. Terkadang panitia hanya memberi sertifikat, bingkisan jajanan atau buah, dan barang-barang cinderamata. Terkadang pula ada yang memberikan uang. Saya tidak pernah memasang tarif tertentu apalagi meminta bayaran, tetapi Tuhan selalu punya cara untuk berbagi rejeki. Ada yang memberi 100.000, 500.000, sampai 750.000. Rekor yang paling mahal, saya pernah diberi 3.000.000 untuk bicara satu sesi seminar selama 30 menit. Lagi-lagi lewat jalan yang tidak terduga.
Di tahun keempat dan kelima, sebenarnya kondisi ekonomi sudah stabil. Posisi saya waktu itu memungkinkan saya mendapat honor setiap menghadiri rapat di kampus. Tetapi itu terbagi-bagi untuk menghidupkan organisasi saya (karena tidak mendapat operasional dari kampus), pengeluaran organisasi yang sering mendadak (bahkan pernah uang kiriman Bidikmisi saya berikan seluruhnya untuk proker organisasi karena tidak ada honor rapat), bayar kuliah (beasiswa hanya menanggung selama 4 tahun), uang makan, uang kost, dan lain-lain. Waktu itu, orang tua meminta tolong, kalau bisa, agar saya menanggung uang bulanan dan sekolah adik saya yang masih SMP di pesantren. Ternyata saya sanggup melakukannya sampai saat ini (setelah hampir tiga tahun). Saya berkesempatan untuk bekerja sebelum lulus, dengan gaji yang cukup. Serta beberapa kali mengerjakan proyek-proyek yang membuat saya mendapat honor 30 - 40 juta untuk saya sendiri dalam waktu satu atau dua bulan. Ibaratnya, saya sudah pernah merasakan makan sekali sehari dan menahan lapar seharian, sampai merasakan beli baju, sepatu, elektronik, atau makanan di mall tanpa memikirkan harganya. Ada momen juga ketika saya jadi semacam OKB yang menghabiskan belasan juta sebulan karena terlalu sering jajan dan makan di mall.
Sekarang saya sudah lulus. Tentu ada keinginan untuk lanjut mengerjakan kegiatan-kegiatan semacam itu. Apalagi saya mulai memikirkan menyicil rumah, investasi, dan sebagainya untuk masa tua. Praktis, saya sangat ketat mengatur pengeluaran bulanan saya. Tetapi saya sekarang punya priotitas lain untuk membangun karir sebagai akademisi. Saya tengah secara rutin berkonsultasi dengan profesor di luar negeri untuk proposal thesis S2 di kampusnya. Saya sudah mendapat LoA dan sedang menunggu pengumuman beasiswa untuk pendanaannya. Mungkin nanti, setelah saya menyelesaikan program Doktor, saya akan belajar “mencari uang” lagi. Sebagai anak yang berasal dari orang tua yang tidak pernah kuliah, saya jauh lebih berkeinginan untuk menjadi seorang profesor daripada profesi lain. Untuk sementara, asalkan cukup untuk biaya sehari-hari, menyekolahkan adik, dan rutin menabung, saya sudah bersyukur.
Saya jadi ingin bercerita ini karena di sebuah grup WA bersama para senior, mereka sedang mengingat-ingat susah payahnya dulu. Di tengah masa UTBK dan registrasi ulang mahasiswa baru, saya jadi teringat bagaimana dulu sulitnya mengawali kehidupan di kampus. Tahun 2014 ketika saya menyusun rencana untuk melanjutkan studi, saya punya banyak sekali halangan finansial. Tetapi alhamdulillah, pelan-pelan, satu per satu akhirnya membaik. Semoga siapapun adik-adik dari daerah yang saat ini banyak rintangan dan kekhawatiran, mau tetap memegang teguh mimpinya dan berjuang mewujudkan itu. Terus semangat dan sehat selalu***
Depok, 2020
8 notes · View notes
utbkwarrior · 4 years
Text
#CeritaZenius: Syukur-syukur Sukses
“Kok gak bersyukur banget sih?”, “Syukur-syukur kuliah disana, kok masih pengen yang lain?”, “Udah, jalanin aja, banyak loh yang pengen ada di posisi kamu!”, dan masih banyak lagi.
Yaaaa kira-kira gitu deh, kalimat-kalimat yang sering didengar selama pertengahan tahun 2019 sampai pertengahan tahun 2020 oleh si mahasiswa ‘gak bersyukur’ ini. Gimana nggak, diterima di salah satu PTN di Bandung yang diincer banyak temennya, tapi malah pengen pindah ke kampus lain, gila nih!
Jadi, sebut aja si mahasiswa gak bersyukur itu si gue, ya karena memang gue, hahaha. Gue, lulusan tahun 2019, ditolak SNMPTN di PTN inceran, bingung mau pilih jurusan waktu pendaftaran SBMPTN (karena kalo gue daftar di PTN impian gue otomatis ketendang), mutusin daftar Seleksi Mandiri duluan sebelum daftar SBMPTN, sampai akhirnya daftar SBMPTN di jurusan yang sama sekali gak dipengenin, dan sayangnya keterima.
Jujur, gue lebih milih gapyear daripada harus jalanin sesuatu yang ga gue mau, tapi orang tua ga ngizinin gue gapyear. Awal-awal semester 1, tiap pagi berangkat kuliah gue selalu sambil belajar di kereta. Zenius Learning yang udah pernah gue tonton waktu mau UTBK 2019, gue ulang lagi, inductive reasoning, kodok kuadrat d kodok, sampe kotakin aja boy masih gue inget. Tapi dipikir-pikir, susah juga buat gue belajar yang udah mulai harus kotret-kotret di kereta, lalu ga efektif, akhirnya skip belajar UTBK.
Singkat cerita, beres lah 1 semester gue dengan penuh burn out, dan cuti di semester 2-nya. Pas gue udah cuti, semangat belajar gue jauh lebih tinggi dibanding pas kuliah. Ya, gue lebih semangat belajar UTBK.
Kira-kira Januari, gue start buat serius belajar UTBK. Agak telat memang buat gue pribadi, karena target awal gue ngikutin jadwal persiapan UTBK Zenius. Gue mulai dari Matematika Saintek. Gue yakin, tahun 2020 ini gue pasti bisa. Masa, waktu persiapan UTBK 2019 yang masih keteteran sama UN aja nilai gue bisa buat masuk PTN, masa sekarang nggak? Gue mulai kecanduan belajar, bangun, sarapan, nonton materi Zenius, kerjain soal, repeat. Pokoknya gue marathon belajar dari Zenius.
Sampai tiba-tiba corona muncul, plan gue buat sekali-kali belajar di luar, ga di rumah terus, baru terlaksana 1 kali. Padahal, belajar di luar bikin otak gue lebih lancar, gue bisa kerjain Try Out Zenius dengan jumlah salah yang lebih sedikit dari target gue. Mau ga mau, gue harus bisa enjoy belajar di rumah. Akhirnya, gue nemu spot belajar favorit gue, di ruang tamu. Gue masih berkutat sama Matematika Saintek, Fisika, dan Pengetahuan Kuantitatif, sambil nonton Live Class Zenius di youtube.
Tiba-tiba, ada pengumuman jadwal UTBK mundur, karena corona, dan materi UTBK cuma TPS doang. Gue lupa pengumuman mana yang keluar duluan, tapi pas tau UTBK cuma TPS doang, gue galau berat. Gue inget kata salah seorang guru, “Kalau ujian susah, itu wajar, siapa tau kita lebih bisa dari orang lain, kita yang unggul. Tapi, kalau ujian gampang, justru harus was-was, karena ya everybody can do that, semua orang bilang gampang”. Ya, jujur, gue pribadi ngerasa TPS lebih mudah dari TPA, asalkan teliti. Hari itu, gue tenangin diri gue, istirahat belajar, nyusun strategi baru.
Gue mulai lebih sering kerjain Daily Try Out, baru deh yang ga ngerti gue review. Ternyata, belajar TPS otodidak ga semudah yang gue bayangin. Tapi, semua berubah pas Zenius mempersembahkan Intensif UTBK. Hari-hari gue lebih teratur, tiap hari gue ngerjain Daily Try Out, Deliberate Practice, terus join Live Class Intensif tiap hari. Jujur, Live Class ini ngebantu gue banget, dari yang tadinya gue sering bilang ‘hah?’ sampe ‘ohhh ini mah gini’. Gue ga pernah ketinggalan Live Class tiap harinya, main pun gue pake earphone dengerin Live Class, bikin instastory pun suara Miss K pas Live Class kerecord di instastory, walau kadang sesi terakhir alias sesinya kak Calie gue ketiduran, dan berakhir cuma di screen record, hehe maaf ya kak. Selama Live Class gue bener-bener enjoy banget, otak gue super lancar, gue paham apa yang tutor-tutor jelasin. Semua yang diajarin tutor dan master tutor nyangkut semua di gue, sampe kadang-kadang pas baca soal gue kebayang suara tutor-tutor Zenius, terutama ‘kotakin aja boy’-nya bang Sabda.
Sampai akhirya, Live Class sesi 1 beres, dan gue dapet UTBK di hari pertama, sesi pertama. Karena pas Live hari terakhir gue dapet motivasi dan semangat dari tutor-tutor plus om boss, hari-H UTBK gue ga ada deg-degan sama sekali, tenang banget gue ngerjain. Sampe tiba-tiba alarm handphone gue bunyi di dalem ruangan, pas gue baca remindernya, “Live Class Zenius YouTube”. Memang, Zenius udah banyak banget masuk ke hidup gue, apa-apa Zenius.
Sambil nunggu pengumuman UTBK, gue sedikit bacain blog Zenius, terutama #CeritaZenius dari orang-orang gapyear yang sukses. Sampai tiba tanggal 14 Juli 2020, saatnya pengumuman SBMPTN. Jujur, gue agak hopeless pas mau buka pengumumannya, dan ternyata benar. Gue gagal lagi untuk di terima di PTN impian gue, di Institut terbaik Indonesia. Sedih banget gue, sedih karena harus balik lagi ke jurusan dan kampus gue yang sama sekali ga ada korelasinya sama jurusan yang gue pengen, juga karena kalimat-kalimat “Makanya bersyukur aja lo udah diterima di kampus lo yang lama, gausah banyak tingkah”. Tapi, sebaliknya, saat nilai hasil UTBK udah bisa didownload, gue bangga sama diri gue sendiri. Kemampuan gue udah mengalami improvement. Dari tahun kemarin yang nilai rata-rata gue kurang 130 angka dari nilai rata-rata buat masuk ke fakultas itu, tahun ini gue cuma kurang 30-an. Gue bangga banget sama diri gue, karena gue udah milih Zenius buat jadi temen belajar gue, karena gara-gara Zenius, cara berpikir gue berubah jauh lebih baik.
Gara-gara nilai gue, banyak yang bilang sama gue “Coba kalo lo pilih kampus anu, pasti lo keterima”, atau “Coba aja lo pilih jurusannya yang lain, pasti aja masuk”, tapi, untuk apa gue pindah kampus kalo tetep bukan apa yang gue mau. Gue memang belum sukses buat masuk ke PTN inceran gue, tapi gue udah sukses mengimprove kemampuan gue, bareng Zenius. Beberapa hari setelah pengumuman, gue berambisi untuk ikut UTBK lagi tahun 2021, dan orang tua ngizinin. Tapi, gue punya pikiran kalau gue terlalu tua pas gue lulus nanti, 24 tahun, kalau tepat waktu. Akhirnya, gue cerita sama kak Insi, tutor TPS Zenius, lewat DM Instagram tentang keraguan gue. Kira-kira gini jawabannya:
“Mending kuliah di jurusan yang kamu beneran pengen, soalnya kalo kamu kuliah di jurusan yang ga suka, nanti kerjanya juga kan di yang ga suka. Intinya, mending jalanin dimanapun yang penting kamu bahagia, yang jalanin hidupnya kan kamuuuu”
Berkat jawaban kak Insi, dan juga temen-temen yang dukung gue ikut UTBK lagi, gue jadi yakin kalo gue harus ikut UTBK lagi tahun 2021. Dan ini salah satu bukti kalau Zenius bukan berguna cuma sekedar buat belajar. Banyak banget yang bisa gue dapetin dari Zenius, ubah mind-set, termotivasi dari blog Zenius, juga cerita langsung tentang problem yang kita punya sama tutor-tutornya.
Akhirnya, gue yakin kalo tahun depan gue harus coba lagi. Karena, menurut gue, “satu-satunya waktu kita boleh nyerah itu ya pas kita udah ga punya kesempatan”. Selama kita masih punya kesempatan, ga ada alasan buat nyerah. Lagi pula, “setiap orang punya timing dan porsi suksesnya masing-masing”. Ada yang usia muda udah sukses, ada yang lebih tua dari yang lain baru sukses, dan, suksesnya semua orang itu ga bisa dipukul rata, semua orang punya definisi suksesnya masing-masing. Seperti kata kak Insi, “Intinya, mending jalanin dimanapun yang penting kamu bahagia, yang jalanin hidupnya kan kamuuuu”.
Terakhir, gue mau bilang terimakasih banyak sama Zenius, tutor-tutor, beserta manajernya karena udah nemenin gue 2 tahun ini, dan akan menjadi 3 tahun. See you di persiapan UTBK tahun depan, Zen!
4 notes · View notes
selenaaelia · 4 years
Text
Let me tell you story why my mom is superhero in my life❤
Tumblr media
There's no word can describe how much i truly madly deeply in love with her, my beautiful Mom❤
Hari ini, tiba tiba pengen aja cerita sedikit (eh banyak, deng!) ke kalian tentang super hero of my life, its because of my grateful and happiness feeling to have her in this world. Pernah gak sih, suddenly you thinking a lot awal perjalanan kalian setelah dilahirkan (diceritain ini yaa, ofc aku gak ngerti dewe wkwk) sampe saat ini. Suddenly, ketika kalian berfikir tentang hal itu, ada seorang aktor heroik yang selalu muncul di rollercoaster alias up and down kehidupan kalian. Pasti pernah kan? (kalo gak pernah lets try buat kilas balik kehidupan kalian, ya! Hehe). Nah, td sore sebelum buka ada suatu kejadian yang bikin gue mikir keras buat kilas balik dan yaaa tbtb mberebes mili aja. And i decided to curcol ke kalian sedikit, hehe. Mungkin dengan curcol an malemku ini kalian juga akhirnya memutuskan kilas balik and feeling soooo grateful to have your special person in your life!
My superduper hero person in my life that i wanna tell you is my mom. Mungkin keliatan klise yaa tapi heem i think i have lots of good chemistry w/ her all the time.
Mama.
We all know, struggle terbesar dari seorang ibu adalah ketika dia melahirkan seorang anak. Daan yaa, mama always told me kalo ketika melahirkan aku itu everything doesn't walk fluently. Waktu hpl mama adalah mei 98. All of indonesian know that time is the critical eleven from history of this country. Kerusuhan dimana-mana, krisis moneter, orang pada takut keluar rumah daan masih banyak lagi. My mom, sbg orang hamil jelas makin cemas dengan keadaan sekitar yg lagi kyk gitu. Ditambah, its my mom first time to have a child. Tau kan gimana paniknya seorang perempuan ketika pertama kali melahirkan yaa karena belum berpengalaman yaa.. Alhamdulillah, meskipun gak sesuai HPL, aku lahir dengan normal tapiiii eh tapiii ada kendala dong ternyata. Ketuban mama pecah. Aku lahir dalam keadaan sudah minum air ketuban dan kelilit tali pusar (jaman itu mama pake bidan, jadi kek gaktau gitu yee). So, aku lahir tapi menimbulkan kecemasan dan kata mama dia smpe nangis panik bukan bahagia pas aku lahir. Anaknya lahir dalam keadaan membiru dan gak nangis sama sekali seperti bayi pada biasanya. Tapi Allah masih menakdirkan kehidupan sm aku yaa, alhamdulillah waktu itu ada om mamaku yang dokter and all the things solve karena dia balik badanku gitu (kepala dibawah kaki diatas), ditepuk" biar keluar air ketubannya. And suddenly, i cried and yell a lot hehe. Menurutku, hal itu dramatis dan penuh perjuangan, karena melahirkan itu penuh peluh dan usaha besar dari seorang ibu.
Mama.
Dalam perjalanan awal hidupku, mama is the first person who taught me everything. Dia mengajariku untuk tetap tangguh pada mimpi-mimpiku yang sedari kecil banyaaak bgttt (mulai dari jadi penyanyi, astronot sampe jadi detektif, haha), selalu mendorongku buat percaya diri akan keinginanku (dulu aku suka nyanyi bgt, daan mama selalu kasih kesempatan aku buat ikut lomba sana sini), memberiku banyak pengetahuan ttg dunia (she is the first person yg memperkenalkan aku dengan dunia perbukuan, penulisan, bahasa asing. Masih inget bgttt aku suka novel detektif karena mama ngasih aku novel lima sekawan jaman kelas 1 sd) dan dia yang memberiku kesempatan untuk menjadi teman ceritanya (i mean, she always tells me everything of her life trouble and sifatnya yg friendly sekaligus terbuka sama anaknya ttg apapun) yang dr hal itu mengajarkanku untuk jd orang yg selalu terbuka dan mendiskusikan segala sesuatunya.
Perjuangan mama membesarkan aku dan adek"ku gak semudah yang dibayangkan. Internal or external problems pasti adaaa aja yang menghadang mama. Tapi mama selalu positive thinking dan bilang, "Yakin fel, selama kita believe to Allah, dibalik awan kelabu ini pasti ada hari dimana matahari akan terik". Daan, aku belajar satu hal dari mama mulai saat itu. Ketika kamu sudah menjadi seorang ibu, semua ego, keinginan dan perasaan sedihmu harus perlahan kamu singkirkan jauh jauh, karena semuanya skrng hanya demi anak. Yaa demi anaknya. Aku tahu dan paham, ketika ada some problem, mama gak ingin terlihat nangis alias sedih didepan anak-anaknya, sampai kadang dia nangis sambil pura-pura tidur, atau juga pas tengah malam saat mama shalat malam. I hear that and i know that :( Mama juga menyingkirkan ego dan keinginannya untuk terlihat cantik dengan beli barang" kebutuhannya. Ini semua dikesampingkan yaa demi anak-anaknya :( Waktu itu, meski aku masih sd yaa, tapi aku udh dikit banyak tau ttg rollercoaster external dan internal mama, and because of that aku merasa sedikit mature sebelum waktunya. Bahkan, aku hafal dan tahu betul raut mama yang meski datar tapi hatinya lagi nangis... (mbrebes mili aku:( huhu)
Mama.
Lagi, kalo cerita my heroik actress ini gak bakal ada habisnya memang. Apalagi yang berkaitan sama aku dan moments yg masih fresh and flesh diingatan. You know, i wanna tell you a little bit story of me dr beberapa tahun yg lalu. Perjuanganku dulu (mental dan fisik) pas di pondok gak semudah yang aku bayangkan. Aku sering sakit aneh" (menurutku ini karena homesick ya) dan mentalku kayak selalu terjun jatuh bebas lalu dilempar jauh lagi keatas. Aku dulu sering nangis pas telpon mama (ini dramaku jaman takhasus sama 2 MA). Alasannya satu, aku gak betah dan aku pengen pindah. Dibilang gak betah itu yaa gak sepenuhnya gak betah. Fifty fifty lah yaa. Aku suka hidup dipondok, punya banyak temen dr berbagai kota, pengalaman baru, bisa ngenyam pendidikan agama dan menghafal quran (karena selama ini gue hafalnya lagu aja yee maklum pen jadi penyanyi haha), daaan masih banyak alasan lain. Tapi banyak juga hal hal yang menjatuhkan mentalku sejatuh jatuhnya dan bikin aku overthinking all that time. "Pengen pindah maa, aku pengen kuliahnya samaan kyk temen2 smpku" daaan hal hal yg lain lah yg sulit kutuangkan dalam kata kata disini. Tapi mama, yaa mama, selalu menguatkan aku dengan kata"nya, seolah memberikan perisai hebat yang bikin aku balik lagi menjadi pribadi yg betah (jaman itu ini bertahan seminggu dua minggu nanti balik lagi kadang nangisan atau ngerengek, nelponnya sambil pergi jauh dr anak anak biar gak ada yang tau, haha. Isin soale, fela kok ngrengekan wkwkw). YaAllah, tapi mama superduper sabar dan kasih berbagai cara anaknya biar betah disana. Nasehatnya, bolak balik jengukkannya (padahal mama kdng pas sakit), yaaaang semua itu bikin aku tangguh sampai 5 tahun, akhir pengabdian, lulus, dan darisitulah aku merasakan all the positive things yg aku pelajari dari pondok. Ini semua yaa tidak bukan dan tidak lain karena usaha keras dan doa tiap malam mama yg pada akhirnya membuat anaknya yg begajulan ini betah sampai akhir di penjara suci.
Cerita masih berlanjut (panjang amat yaa! wkwk). The fresh moments that i still remember tentang act mama buat aku adalah awal ketika aku lulus dr pondok. Perjuangan buat kuliahku itu sebenernya penuh suka duka (actually, banyak dukanya, deng!). Pas pengabdian, karena aku telat 2 tahun buat kuliah, i really prepared it. Waktu itu aku pengen kuliah di LN, daan negara yang paling proporsional urusan beasiswa S1 pada waktu itu buat cewek kek aku cuma turki. Karena berkas-berkasnya yg disiapin super duper banyak, sedangkan waktu itu deadline mepet, otomatislah aku butuh bantuan. Mama always gives her hands to help me. Disaat baba gak setuju akan segala sesuatu ttg kuliah (apalagi di LN), mama mendukung aku sepenuh hati. Bantu ngurus berkas sana sini, nemenin belajar toefl tiap sabtu, ngasih ide buat motivation letter yang bagus gimana. Padahal aku tau, mama sebenernya pengen bgtt aku nemenin mama dirumah (i mean, kuliah di jawa lah minimal). Tapi mama bilang, "buat mimpimu apa yang engga". Padahal dia kadang bilang sedih dan mikir bgtt kalo aku diterima turkiye burslari scholarship nanti gimana. Tapi dia ttp dukung penuh akuuu dan mimpiku.
Jaman sbmptn dan ujian mandiri adalah masa sulit sulitnya gengs. Mungkin perjuanganku belum seberapa dibanding kalian disana yang sudah berkali kali tes. Tapi kesempatanku tes cuma tinggal dua, tahun itu (pas aku lulus pengabdian) atau tahun depannya lagi. Dan aku tahu, kalo aku setahun nganggur dirumah buat tes tahun depannya lagi karena gak lulus, bakal jadi big disaster year alias kalo gak disuruh rabi yaa dirumah tok. Jadi aku tekad, mau gak mau yaa harus lulus tahun ini. Dan, over and over again, semua itu karena dukungan mama aku bs bangkit dari jatuh. Sbmptn, udah mbelani tes di jogja demi UGM tercinta, aku gagal. Tes UTUL UGM demi univ impian ke jogja lagi, aku gagal. Dan waktu pengumuman UTUL itu berbarengan besoknya pengumuman turkiye burslari, and i didn't receive any good news. Babaku, yang sejak awal menentang cewek buat kuliah wes hilang kesabaran. Aku tambah ditentang keras buat keinginan kuliah, ditambah lagi beribu alasan yg intinya gak baik lah buat cewek kuliah. Aku, yang saat itu masih disemangati setengah mati sama mama buat ujian mandiri univ lain lemes. I knew something, why i can't go to my dreamy university. I have a feeling. Karena dr awal, mungkin dia (red: baba) kurang rela aku mengenyam pendidikan lagi entah apa alasan sebenarnya. Waktu itu, aku bener" ditentang buat keluar daftar dan lain sebagainya. Udah bisa dikatakan game over lah mentalku buat bangkit pengen kuliah. Nangis ae kerjaane di kamar, gak mau keluar kamar, haduh ws gak karuan. Tapi Mama, yaa sekali lagi mama dan segala kerendahan hatinya lah yang membuat aku bangkit lagi. Mama yang selalu jadi tamengku. Mama that always being front frontier in my life. Mama yang istilahnya kalo orang jawa 'mbelani meski tukaran batin'. Daan yaa mama, yaa mama yang menghidupkan kembali mimpi"ku. Kata-kata yang waktu itu jadi boosterku dr mama ke aku waktu itu, "Fel, menjadi perempuan itu bukan penghalang kamu buat berpendidikan. Karena anakmu kelak butuh ibu yang berpengetahuan luas." Dari situ, aku semakin realize bahwa perjuangan kuliahku ini bukan sekadar perjuangan mengenyam pendidikan aja, tapi ini perjuangan panjang untuk mendidik anak" masa depanku kelak.
Dari situ aku mulai belajar lagi, mulai menata hati dan keinginan lagi (makasih mama!). Dan mama, berusaha mati matian merubah persepsi babaku yang mungkin kerasnya rada kayak batu biar luluh dan membiarkan anaknya tes kuliah lagi (aku ngerti, mungkin there's reason beside of his statement). Daan pada akhirnya dia membolehkan aku tes lagi ke jogja dan sby, sampe bla bla bla akhirnya kuliah di UINSA gaiss! (maaf gak sesuai ekspektasi ke UGM, WKWK). Masuk situ perlu disyukuri, lho! Meski jauh berbeda dari mimpi, tapi perjuangan mama yang bikin aku rasanya pengen nangis waktu diterima di UINSA. Makasih maa!!
Sebenernya, masih banyak peluh dukungan dari mama setelah kejadian itu sampai saat ini. Tapi kalo diceritain detail mungkin bakal sebuku sendiri, haha! Intinya, I'm very and really grateful to Allah that sends me mom like her.
Akhir kata, kita gak tau kapan kita atau orang tersayang kita (disadari atau tidak disadari) dijemput oleh kematian. Selagi ada kesempatan waktu, coba kilas balik perjalanan kita dan ingat siapa saja orang disekitar kita yang banyak membantu rollercoaster kehidupan kita. Jangan lupa bersyukur sama Allah dikasih kesempatan krn bisa dipertemukan dengan mereka, syukuri kehadiran mereka dan thanks to her/him! Jangan sampai karena kesalahan kecil dr mereka, kita sampai terbutakan dan lupa akan segala kebaikan mereka saat disisi kita, yaa!
Once again, thanks mama for everything you give to me:)
5 notes · View notes
pcltlr · 4 years
Text
Salah Langkah
Tumblr media
Salaam..
Hmm.. kurang lebih 5 tahun lalu gue mengenal kampus swasta itu, dan sekarang gue udah jadi alumninya, hahaha. paragraf selanjutnya agak sedikit formal yaa.
Perantauan dimulai ketika aku dan satu temanku melihat brosur tentang kampus itu. dulu kami belum memutuskan kemana akan melangkah selanjutnya, padahal waktu itu kami sudah kelas 3 sma. Melangkah selanjutnya? Iya, karena kami adalah pelajar yang merantau dari umur 12-an tahun. Bagi kami rindu itu sudah biasa, terdidik selama 6 tahun sudah cukup meneguhkan hati kami. Akhirnya kami berdua mencoba mendaftar menjadi mahasiswa baru di kampus tersebut. Kau tau jurusan apa yang aku pilih? Teknik Informatika. Alasannya sangat dangkal, karena aku merasa bosan sekali selama 6 tahun mempelajari pelajaran yang rata-rata dalam bahasa arab, serta nama jurusan itu bagiku terlihat cukup keren. Pikirku saat itu, sepertinya belajar komputer akan membuka sedikit wawasan baru tentang hal lain di dunia ini. bukankah hidup ini tentang mencari hal baru? hal yang belum kita ketahui, agar kita mampu merasa bagaimana orang lain menjalankan setiap perannya sebagai khalifah di dunia. Tapi entahlah, rasanya tak akan cukup juga umur kita untuk mengetahui segala hal yang ada di bumi ini, manusia teramat kecil.
Singkat cerita kami pun diterima di kampus tersebut dengan sedikit test. sampai detik itu, aku belum tau wujud nyata calon kampusku. Ah masa bodo, masalah saat ini saja masih banyak yang belum diselesaikan (karena waktu itu memang sedang banyak ujian untuk siswa akhir), nanti saja mencari tahunya. 
Hingga waktu kelulusan pun tiba, kami biasa menyebutnya dengan Haflah. Namun bagiku acara itu tidak lebih dari hari raya merindu. Kami akan dipisahkan oleh jarak sampai waktu yang tidak ditentukan, dengan sahabat yang telah mengganti peran menjadi keluarga selama 6 tahun. Satu hal yang selalu terpatri dalam hatiku bahwa dalam dunia perantauan, sejatinya sahabat adalah keluarga yang kita pilih. Perasaannya tidak kalah sedih saat berpisah dengan keluarga (orang tua) di hari pertamaku diantar ke tempat suci itu. Dari sudut yang lain, hati ini juga merasa senang atas pencapaian yang telah aku catatkan pada sejarah hidup ini (setidaknya sejarah hidupku untuk kubuka kembali saat menjalani hari tua nanti). Benakku juga selalu berkata, inilah waktuku untuk melakukan pencarian hakikat hidup, mengumpulkan bekal pengalaman untukku tuai nanti. Walau nanti hidupku tak sekaya billgates, setidaknya pengalamanku tak semiskin kamu, yang membaca ini. :v 
Di penantianku memasuki dunia perkuliahan, aku adalah salah satu orang yang tidak mengikuti les dimanapun. Bahkan untuk mendaftar SBMPTN pun tak terbesit di otakku. Aku juga bingung, jangan tanyakan hal itu. Akan tetapi ada kabar mengejutkan setelah pengumuman SBMPTN tersebut, temanku yang dahulu mendaftar kampus bersama, memutuskan untuk pindah dikarenakan dia memiliki pilihan kampus lain untuk melanjutkan pendidikannya. I’am ok with that, sampai hari pertamaku menapakkan kaki dikampus itu tiba.
Inilah cerita awal tentang Salah Langkahku..
Terimakasih sudah mampir, kita berjumpa lagi esok hari jika semesta masih menerima kehadiranku dibumi ini.
Salam hangat #darirumah
@henniarum​ @mathmythic​ @adhit21​ @fadhila-trifani​ @sekotenggg​
5 notes · View notes
blablablibli · 4 years
Text
Takdir Allah tidaklah Nyata
Bismillah
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Perkenalkan, saya Raihan, manusia biasa yang entah tingkat ketaqwaan sudah sampai tahap mana,duh jadi sedih rasanya. Saya ingin sedikit menceritakan kisah yang mungkin cukup biasa tapi  cerita ini yang alhamdulillah nge-backup semua rasa takut dan pesimis ku hingga saat ini.
Info saja, ini banyak cerita nostalgila dan sedikit dakwah. Direkomendasikan untuk skip saja , tapi jika tetap ingin melanjutkan,saya berharap semoga kamu mendapatkan apa yang kamu harapkan.
2018.Des.??
Ketika musim sedang sbm-sbmnya. Saya rasa saya termasuk siswa terpilih yang di beri ketenangan hati saat masa-masa berburu kampus. Tapi terlalu mungkin terlalu tenang. Sejak awal kelas 12 saya sudah memantab kan hati untuk berburu Teknik Mesin, terserah dimana yang penting Teknik mesin.”Mbuh wes neng ndi, le penting jurusane tak senengi”-Raihan,sebelum berakhir menjilat ludah sendiri. Saya tidak tergolong siswa yang pintar apalagi bodoh(?), saya ini PAS. Sedariawal saya ingin sekali masuk ke FTMD ITB. Kenapa FTMD karena mesin, kenapa ITB karena saya pikir ITB adalah tempatnya Teknik karena dari Namanya saja sudah Teknik Lol. Kenapa bandung? Nyari mojang :> astaghfirullah,ini mah  tapi sedikit serius. Pada awalnya saya kebingungan, ITS apa ITB mungkin karena termotivasi sama bapak proklamator dan Big boss Habibie jadi saya memutuskan untuk memilih ITB. Ya siapa tau kan, jadi pembesar selanjutnya hehe. Berharap aja dulu.
Pada suatu malam yang tenang saya tidak sengaja mendengar pengajian ust. Yusuf mansur di yutub, beliau berkata “Kalau kita ingin sesuatu itu mudah, datangin saja terus sholawatin dengan sungguh2. Udah gitu doang”, wah ya saya jelas gak percaya dong,masa hidup sesimpel itu. Tapi karena saya benar-benar ingin mendapatkan FTMD-ITB saya memutuskan untuk melakukan hal tersebut, btw dalam ceramah tersebut sudah ada testimoninya,ceritanya dia ingin mendapatkan sastra UII, dan akhirnya he got it.
Tgl 13-12-2018, saya Bersama teman saya yang juga berminat masuk ITB pergi ke bandung untuk tujuan yang sama. Hunting Mojang skuy. Astaghfirullah,Sholawatan I mean. Setelah sampai ITB dengan semngat yang menggebu-gebu, namun pada akhirnya saya tidak jadi mensholawatkan kampus yang saya idamkan FTMD-ITB. Idk why ,tapi mendadak tidak sreg aja gitu. dan akhirnya saya lebih memilih untuk mensholawatkan masjid Salman ITB dengan harapan saya akan merasakan menjadi Imam di masjid yang tingkat produktifitas dakwah nya MashaAllah ini. Aamiin. Berharap aja dulu.
Btw,Pilihan jurusan SBM saya cukup memberi alasan kepada my beloved friends untuk memberikan segala hujatan mereka wkwk. FTMD-ITB,T.Mesin-ITS,T.Mesin-UGM . Yuhuu parah bukan. Dengan percaya diri, saya memilih jurusan ini. Dan hasilnya.. tentu saja gagal Lol. Jujur saja saya tidak bersedih,karena prinsip saya sudah tertanam dalam diri dan membersamai A-T-G-C dalam DNA. Terserah dimanapun yang penting Teknik mesin. Tapi yang bikin hati ini cukup ngilu, Adalh ketika hanya saya yang tidak diterima diantara 3 teman saya yang membuka pengumuman bareng-bareng dirumah saya tepat setelah sholat ashar berlangsung. Sangat Filling gut lakasud lah pokoknya. Dan akhirnya saya melanjutkan perjuangan saya untuk melalui UTUL UGM demi mewujudkan mimpi saya.
Saya hanya mencoba UTUL UGM. Pilihan UTUL saya yaitu D4-Alat Berat,S1 Teknik Mesin, S1 Teknik Elektro. Kenapa saya memilih D4 terlebih dahulu, alasannya karena saya rasa saya sudah cukup jenuh untuk belajar tanpa mengetahui dimana akan saya pakai ilmu itu kelak. Jadi saya memutuskan untuk memilih SV-UGM,karena Vokasi memiliki SKS/Kurikulum 60% Praktek dan 40% Teori. Dan Alhamdulillah, akhirnya saya mendapatkan Teknik mesin yang saya inginkan selama ini hehe. Saya mendapatkan pilihan pertama saya D4-Alat Berat UGM. Tapi hanya semester 1 saja saya menjalani perkuliahan, setelah itu saya keluar dari UGM hehe. Saya memilih keluar karena alasan orangtua saya tidak ingin saya kerja di daerah pertambangan yang dimana tambang adalah mimpi terbesar Mahasiswa Alat Berat .padahal sebelum memilih saya sudah menjelaskan Panjang lebar pada ibu saya, hadeuh.
Tahun 2019, adalah tahun yang menyebalkan. Saya menganggur di rumah selama setengah tahun dan tidak memiliki tujuan akan mendaftar kemana pada SBMPTN 2019. Btw saya pun tidak belajar untuk untuk persiapan SBMPTN, nganggur aja gitu. Hip hip hura hura. Btw, tahun 2019 sistem SBMPTN berubah. Saya rasa menjadi seperti UN SMP/SD. UTBK adalah ujian mencari nilai, dan SBMPTN adalah ajang beradu nilai untuk mendapatkan kampus yang diimpikan. Benar kan seperti UN?. Saya tidak mendapatkan nilai UTBK yang cukup bagus, hanya PAS. Sesuai dengan kapabilitas ini otak,PAS. Saya yakin sudah cukup menjelaskan dengan bijak kepada ibu saya, tentang system SBMPTN dan nilai UTBK saya, tapi ibu saya tetap memaksa saya untuk memilih KEDOKTERAN UGM. KU UGM WOY,KU. Emejing warbyasah emang.Tapi Ibu saya berkata “bukan kamu han yang membuatmu berhasil, tapi ALLAH. Klo takdir pasti dapat wes. Santai aja”, mantappu jiwa emang ibu saya ini. Akhirnya saya memilih KU UGM dan Elektro UGM. Klo gk salah pilihannya cuman 2 sekarang, jika ternyata 3, saya lupa pilihan ke 3 apa. Dan u know what, sesuai yang saya duga. Saya tidak dapat sama sekali. Sakit? Alhamdulillah tidak, penik? Tidak juga. Karena prinsip saya sudah mendampingi A-T-G-C dalam DNA. Oiya, mimpi saya ganti boy, tidak Mesin lagi. Karena saya merasa bosan wkwk. Saya merasa jauh lebih minat dalam dunia Coding. Saya tidak panik karena saya sudah keterima di AMIKOM JGJ jalur nilai UN hehe. Oiya btw lagi ,saya tidak dapat UTUL UGM juga. Pilihan saya sama seperti SBMPTN dan tambahan pilihan ke 3, Biomedis. Sudah kubilang kan otak saya ini PAS.
Setelah UTUL kelar, mendadak teman  senasib seperjuangan saya mengabari katanya ITB membuka jalur Seleksi Mandiri(SM). Hanya membutuhkan nilai raport dan utbk. Dan hanya 100rb coy biaya pendaftaran, asik bett gak tuh. Yaudah, saya merasa gk ada salahnya saya mencoba peruntungan. Toh ya gk ujian juga. Kalo ujian, sumpah skip. Tapi saya juga tidak berharap apa2 dengan SM ITB ini, karena pertama, nilai UTBK saya kecil dan kedua Nilai raport saya pun kecil. Ranking 10 terakhir seangkatan bos kuh wkwk. Nah, sedangkan teman saya ini dia termasuk dalam 60% yang bisa mendaftar SNMPTN dan nilai raport dia cukup emejing. Jadi saya piker, jika besok dia di tolak maka saya tidak perlu melihat pengumuman saya, dan jika dia diterima saya tidak perlu berharap banyak karena perbedaan nilai yang sangat besar. Nah lagi, teman saya ini sebenarnya sangat minat dengan TEKKIM, tapi karena takut ketolak, dia memilih FITB dan FMIPA. Sedangkan saya dengan tidak tau dirinya, saya memilih STEI dan FTI. Sebenarnya, saya tidak tau ada jurusan apa saja di FTI(Fakultas Teknologi Industri). Tapi karena tidak bisa memilih pilihan yang sama, dan menurut saya ini fakultas dengan nama paling kece, yasudah FTI saja. Fyi, STEI dan FTI setau saya, selalu menjadi fakultas dengan tingkat seleksi tertinggi di ITB.
Akhirnya pengumuman SM pun tiba,tepat pada malam yang tenang di bulan syawal. Teman saya yang ca-FITB itu mengabari saya, kalo dia keterima di FITB-ITB, wajar nilai dia tinggi. saya menjelaskan pada ibu saya, bahwa karena saya tau kondisi nilai saya yang ampas dan mimpi saya yang tinggi, jadi tidak ada harapan apa-apa malam ini. Dan lagi ibu saya menceramahi, “kalo bukan rejeki ya sudah, kamu bisa apa. Rejeki Allah yang ngatur”. Padahal awalnya saya tidak mau membuka, karena ada ibu saya di samping saya wkwkw. Tapi yasudah bismillah saja. Dan ternyata, ALHAMDULILLAH saya keterima di pilihan ke 2 saya. FTI. Saya tidak menyangka,teman saya tidak menyangka, ibu saya tetap santuy. Ternyata benar rejeki tidak akan pernah salah. Nah,akhirnya saya tidak memilih AMIKOM dan lebih memilih ITB yang disana saya tidak belajar koding. Benarkan menjilat ludah sendiri. Tapi yasudah, semoga saja ITB menjadi jalan terbaikku untuk menjadi Khalifah di muka bumi ini, yang ideal di hadapan Allah. Aaamiin paling serius.
Sebenarnya saya ingin bercerita lagi, tapi saya rasa sudah terlalu Panjang . jadi cukup sekian.
KESIMPULAN:
Yakinlah, rejeki Allah tidak akan pernah salah alamat. Apapun yang kamu lakukan, tidak jika Allah berkata Tidak, dan Iya walau kamu berkata tidak. Dan senantiasalah berpikir positif kepada Allah apapun kondisinya,karena Allah tergantung perasangka hambanya.
Terimakasih dan monmap jika ada kesalahan dalam penulisan.
wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
foto belum mandi di samping tugu FTMD saat prosesi sholawatan
Tumblr media
Foto bersama teman yang di FITB saat di kawah putih bandung , kami belum punya foto bagus dengan latar belakang ITB hehe.
Tumblr media
1 note · View note
cancallmenurul · 4 years
Text
KITA SAMA-SAMA BERJUANG
by. pratiwiys
8 April lalu, dikabarkan oleh sebuah media online Indonesia bahwa pengumuman hasil SNMPTN 2020 adalah hari itu. Tentu ada yang ditakdirkan Allah SWT untuk melihat di layar laptop dan gadgetnya "Selamat, Anda lulus SNMPTN 2020 di..." dan ada juga yang ditakdirkan Allah SWT untuk melihat di layar laptop dan gadgetnya "Maaf, Anda tidak lulus SNMPTN 2020." Ya, begitulah kira-kira.
Sebelumnya, untuk yang lulus aku ucapin barakallah, semoga betah di jurusannya, dan buat yang belum lulus tetap berjuang, jangan menyerah begitu saja, hamasah lillah. Hidup memang begitu cara bekerjanya.
Soal SNMPTN, aku adalah salah satu mahasiswi yang lulus lewat jalur SNMPTN pada tahun 2017. Saat itu, bahkan mungkin hingga saat ini, bermunculan anggapan seperti ini "Ah, anak SN kan enak, panjang liburnya." Ada lagi seperti ini "Ah anak SN mah gak berjuang banyak." Ada juga yang seperti ini "Ah anak SN mah gak berjuang. SB dan Mandiri lebih berjuang." Selain itu juga ada yang beranggapan seperti ini "Ah yang lulus SN mah gak seru. Masuk karena nasib."
Masih banyak lagi anggapan-anggapan yang intinya mengatakan siswa/i yang lulus masuk perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN seperti dianggap sepele, sebelah mata, dan lain sebagainya.
Ketahuilah sobat, siswa/i yang masuk perguruan tinggi lewat jalur SNMPTN juga berjuang layaknya siswa/i yang masuk perguruan tinggi lewat jalur SBMPTN dan Ujian Mandiri agar bisa lulus. Apa sobat lupa dengan perjuangan membuat sekian banyak tugas, sekian banyak membaca buku untuk ulangan harian, ujian, dan kuis sejenis, bahkan kita rela nyontek PR temen biar dapat nilai bagus, padahal kita sudah muak dengan pelajaran itu dan udah ngantuk, lelah, capek, tapi tetep harus lakuin itu. Apa sobat lupa dengan perjuangan pagi-pagi berangkat sekolah, sebenarnya enggan mematuhi peraturan sekolah tapi tetap harus kita lakukan, sebenarnya mager buat masuk sekolah tapi tetep pengen masuk, sebenernya males denger guru ngejelasin materi tapi tetep harus didengerin sebagai bentuk penghargaan pada guru, semua kegiatan sekolah yang tidak kita sukai tapi tetep harus kita ikuti. Semua itu harus kita lakuin selama 3 tahun. Apa itu tidak berjuang namanya?
Walaupun sepertinya perjuangannya dianggap sepele, siswa/i yang masuk perguruan tinggi lewat jalur SNMPTN juga merasa harap harap cemas, layaknya siswa/i yang masuk perguruan tinggi jalur SBMPTN atau Ujian Mandiri. Ada yang benar-benar menaruh harapan pada SNMPTN karena mereka tak sanggup melihat soal SBMPTN, ada yang menaruh harapan pada SNMPTN karena menjadi syarat ia mendapat biaya penuh dari orang tuanya, ada juga yang menaruh harapan pada SNMPTN karena dengan itu ia akan mendapat beasiswa, dan alasan menaruh harap lainnya. Mereka berharap setengah mati lulus, tapi mereka juga cemas setengah mati tidak lulus.
Dibalik SNMPTN yang hmm memang untung-untungan, ada banyak siswa/i yang benar-benar menaruh harap pada SNMPTN. Ia berjuang agar bisa lulus dengan tetap menjalani segala kegiatan sekolah yang mungkin sangat membosankan baginya.
Apa bedanya dengan siswa/i yang masuk perguruan tinggi lewat jalur SBMPTN dan Ujian Mandiri? Hanya waktu berjuang yang lebih lama. Syukur lulus SBMPTN dan Ujian Mandiri, bagaimana dengan siswa/i yang belum diizinkan Allah SWT kuliah di tahun lulus SMA-nya alias gap year?
Oke, intinya siswa/i untuk masuk perguruan tinggi sama-sama berjuang, baik lewat jalur SNMPTN, SBMPTN, maupun Ujian Mandiri. Ingat, kita sama-sama berjuang, sobat. Hanya saja, yang berhasil lulus lewat jalur SNMPTN perjuangannya lebih singkat dari yang berhasil masuk lewat jalur SBMPTN dan Ujian Mandiri. Untuk yang masuk perguruan tinggi lewat jalur SBMPTN dan Ujian Mandiri, mungkin saja Allah SWT belum mengizinkan sobat untuk lulus lewat SNMPTN dan meminta untuk tak menyerah berjuang. Wallahu 'alam.
Buanglah jauh-jauh anggapan-anggapan negatif yang telah dijelaskan di atas. Ingat sekali lagi, kita sama-sama berjuang. Tak ada yang lebih berjuang. Tak ada yang mudah saja.
1 note · View note
tulip-kecil · 5 years
Text
"I'm not a failure, i'm a lifetime learner. "
I used to hate myself because I always had to do something a couple of times until it can be called as a success.
I have never done anything properly in the first trial.
For example: frying a fish in the big frying pan.
I would get burnt by the hot oil, or the fish... The fish was the one that got scorched and turned black.
But let me ask myself once again, why should I hate myself for simple trials?
Hari ini bagi sebagian besar orang merupakan hari besar, konon katanya pintu pintu kesuksesan bisa dibuka dari hasil yang mereka dapatkan kali ini.
Tapi.. Siapa berani jamin?
Well, bukannya aku pengen bilang bahwa hari ini hari yang biasa biasa juga.. Karena dulu waktu pengumuman sbmptn aku sama-sama kalutnya seperti kalian.
Istilahnya, lapar tapi makan tak nafsu.
Ingin tidur, tapi tidak mengantuk.
Tapi kembali lagi..
Aku memang belum setua itu, mungkin hanya dua tahun diatas kalian yang hari ini mendapatkan hasil pengumuman.
Jadi aku yang sudah agak berpengalaman ini #cia cuma mau bilang..
Dalam hidup ini.. jikalau satu pintu belum terbuka, tandanya kalian harus membuka lewat pintu dari sisi lainnya.
Capek? Pasti.
tukang kunci pun juga perlu usaha buat kunci duplikat/cadangan, apalagi kalian yang mendobrak sambil membawa mimpi mimpi besar.
aku juga cuma mau bilang jangan terburu-buru mengkotak-kotakkan diri sendiri karena merasa ini dan itu yang diusahakan tidak berhasil.
percayalah, aku pernah berada pada fase itu. Aku-pun sendiri paham sekali kalau itu racun yang diam diam membunuh,butuh beberapa tahun untukku agar akhirnya bisa keluar.
Repot kan? Iya.
Yang lebih repot nanti kalo yang mati mimpi-mimpimu.
Hidup tanpa mimpi itu abu-abu.
Jangan sampai ya.
Dalam hidup ini,mau atau tidak mengakuinya kita perlu mimpi sebagai bahan bakar.
Kalo kata ibuku, mumpung masih muda. mumpung masih diberi umur, mumpung belum terlalu banyak kewajiban yang harus ditunaikan.
Aku juga mau mengucapkan selamat kepada mereka mereka yang berhasil,
Salah satu teman bermainku sejak kecil, salah satu saudaraku, hari ini mendapatkan kabar baik, syukurlah..
Dan percayalah bahwa dia juga menemui banyak kegagalan sebelum pintu untuknya akhirnya dibukakan.
Untuk kalian yang belum mendapatkan hasil sesuai dengan yang kalian inginkan, mari tetap berusaha sambil selalu berprasangka baik, karena dalam hidup ini.. Aku percaya, bahwa setiap mimpi selalu punya waktunya masing masing.
mungkin kamu sedang diajarkan untuk punya sabar yang besar.
mungkin kamu sedang diajarkan untuk punya kegigihan yang tak gampang pudar.
Atau mungkin juga.. kamu sedang diselamatkan. Dari hal-hal yang bahkan di luar nalar.
Siapapun kamu, dengan masalah apapun yang sedang kamu hadapi dalam hidup ini.
Satu pesanku, jangan pernah gampang gampang melabeli diri sendiri.
Karena kita nggak akan tahu sejauh apa kita sanggup berlari apabila tidak pernah belajar berjalan.
Dan untuk adik-adik percayalah padaku, nanti kalau sudah masuk kuliah, akan lebih banyak hal yang bikin kamu stress 7 keliling, karena kuliah ternyata emang nggak se-santai ftv:(.
akademik, ujian,cinta, pergaulan, organisasi, skripsi dan lain lain.
jadi.. jangan menyerah ya?
entah kamu yang baca adik-adik, mas-mas, mbak-mbak, ibuk atau bapak.
Siapapun yang sedang membaca ini, jangan menyerah juga ya?
Kita bisa.
Capek ndak papa, istirahat dulu.
Tapi jangan menyerah.
Karena kita sudah berjalan sejauh ini.
And let me tell you one magic sentence that you probably should repeat everyday:
"I'm not a failure, i'm a lifetime learner."
ps: thx to Aulia Rafi L. aka Rara yang sudah bersedia menjadi penerjemah profesional karena sayanya juga masih belajar grammar.
Untuk siapapun yang sedang menghadapi hal buruk, semangat yaaaa!
"Dream does come true my darling, you just should hold onto it and never let go."
-f
2 notes · View notes
Text
Perempuan Itu Jatuh Cinta Diam-Diam
"Mbak, kalau regresi logistik terlalu cetek gak ya untuk proposal penelitian, aku kuali banget nih, terlalu jetlag kalau bikin kuanti dalam waktu terbatas," Kataku sambil bolak balik buku multivariate.
"Moderasi atau parsial aja lah, jangan regresi, kenapa kamu ga jadi expert kuali aja siih"
"Mbak bisa aja sih. Saya itu cuma beruntung, ya pengenlah bisa baca banyak ragam data, ga narrow minded gitu, bisa diajak ngomong apa aja,"
"Ya elah, tahu boleh, tapi expertnya kuali aja,"
"Kenapa ih, mbak ga mau ya kan ladangnya diambil saya?"
"Ya gaklah, kita kan sering tuh ngomong, 'fakhiii ajarin kuali dong, lalu dijawab kamu, mbak ajarin kuanti dong' tapi cuma ngomong karena kita tahu kita sedang fokus dulu di suatu keahlian, jadi fokus. Kita sedang merayap jadi fokus, diversifikasi itu nanti aja,"
"Duh, mbak, sekarang tuh masih jamannya positivistic, dicarinya peneliti yang bisa baca angka, kalau anak post-positivistik kayak saya belum banyak dicari,"
"Eh, Fakhi, pede an dikit ngapa. Kamu kan kerja keras, typical lulusan UGM, too humble. Songong itu modal hidup."
"Duh, ga penting lulusan UGM apa ga. Yang penting kerja keras. Oh ya, saya lagi ga aktivasi mode songong. Songong itu udah arti nama saya, jadi kayaknya saya perlu ubah nama saya biar ga ada elemen kata songongnya. Biar ga disebut bawakan orok."
"Emang nama kamu yang mana yang ada songongnya?" tanyanya.
"Fakhirah..."
"Emang apa artinya?"
"Orang yang bangga,"
"Bagus dong,"
"Iya, tapi orang yang bangga beda sama orang yang membanggakan,"
"Ya gapapa,"
"Nih mbak, varian artinya kalau di bahasa Arab, Fakhirah itu orang yang bermegah-megahan, orang yang membanggakan dirinya, orang yang gumedhe kalau kata orang Jawa."
"Haha, iya juga. Ya udah kita fokus riset, udah ambil data sana ke Gunung Kidul," kata atasan saya.
Tiba-tiba sebuah pesan masuk dari seorang kawan SMA yang membuat saya tersenyum dan terlempar ke masa lalu.
***
Kita akan selalu bisa menertawai kenaifan di masa muda kita, bukan begitu? Termasuk soal kisah saya dan kawan saya.
***
2019
"Hei, kenalan sama ponakanmu," Ponakan. Kata yang akhir-akhir ini sering mampir untuk menyebut semua bayi-bayi yang lahir dari teman sebaya.
Aku melihat foto bocah imut di layar kaca dan mengamat-amati bocah lucu ini. Dahinya berkerut.
"Iya ih, serius amat. Dahinya udah berkerut. Kecil-kecil sudah mikirin masyarakat nih, dia besok kayaknya ganteng, sholih dan cerdas,. Ulama dah," ketik saya di keypad ponsel pintar warna hitam saya.
"Ya doanya saja ya Onty," balas kawan saya yang kini sedang baru asyik-asyiknya menjadi ibu baru. Saya berharap dia nggak terkena baby blues atau post partum depression yang biasa terjadi bagi ibu hamil baru.
"Iya, onty doain biar jadi orang baik yang berguna untuk banyak orang," balasnya lewat aplikasi chat berlogo hijau itu.
Aku tertawa, "Ah, hidup ini kita emang nggak pernah tahu akan membawa kita kemana,"
Aku merenggangkan tangan dan kembali sibuk membaca sesuatu tentang regresi logistic. Salah satu metode yangs sering dipakai dalam statistika untuk membaca pengaruh variable. Psikologi adalah salah satu rumpun sosial yang sangat kuat budaya riset kuantitatifnya, setelah ekonomi. Konon demikian. Jadi kami juga harus bisa melakukan eksperimen. Konon lagi.
***
9 tahun lalu.
Dia sesenggukan di depanku.
Wajahnya pasi. Aku hanya bisa menunggunya selesai. Wajah putihnya memerah.
"Sudah, nggak usah dipikir, orang kayak gitu kok ditangisi, nggak worth" kataku menepuk-nepuk bahunya. Kita sedang berada di selasar asrama.
"Nggak tahu kenapa, rasanya perih banget. Aku nggak ngerti kenapa aku suka dia. Dia itu apa sih, bengal iya, nakal, tapi aku nggak ngerti setiap dia dihukum kok aku ikutan sakit," dia mengusap air matanya.
Aku menelan ludah tak habis pikir. Dalam semua kenyataan hidup, kadang ini terjadi, sebuah arah rasa yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.
Temanku ini, sudah sholihah, baik, supel, dan aku tahu seseorang di struktur OSIS yang memegang tanggungjawab tinggi menyukainya, malah menyukai seorang kawan di ujung sana yang kerap kali kena hukum karena tingkahnya. Aku tidak mengatakan cowok ini bukan orang baik. Aku hanya bisa mengatakan, cowok ini bukan tipe orang yang harga dirinya dan imagenya terluka dengan menentang norma-norma sosial yang ada. Dia hanya, yah, menjadi dirinya sendiri, yang kadang tidak sesuai norma.
"Kita tahu, bahwa rasa suka itu wajar, kadang akan semakin menjadi dengan adanya pertemuan-pertemuan. Jadi, bertahanlah, nanti kita lulus SMA juga akan pisah. Nggak akan ketemu lagi. Dan kamu akan bertemu orang baru."
Rumusku sederhana, witing tresna jalaran saka kulina. Cinta karena terbiasa. Jadi yang harus dihilangkan adalah kesempatan untuk bertemu dan interaksi-interaksi yang tidak perlu. Yang harus diintervensi adalah itu. Rumusku sederhana, semua bisa hilang jika tidak dirawat. Maka, sejak SMA, itu saranku untuk teman-temanku. Jika ada cewek/cowok yang menghindarimu bisa jadi dia membencimu atau sebaliknya, menyukaimu. Ya, tapi terlalu sulit membedakannya.
"Iyaa, masih lama ya kita lulus SMA-nya," dia kembali mengusap air matanya.
Aku tertawa, ya elah, kita baru aja masuk.
Dan selama masa SMA dia berjuang untuk tidak menangis karena murid laki-laki itu.
"Katanya dia suka sama teman kita," dia melanjutkan pembicaraan.
"Iya, aku tahu, dia gak menutupinya," jawabku jujur.
"Iya, kita semua, satu sekolah tahu, wkwk. Terlalu blak-blakan. Bodoh ya aku, kenapa tetep suka,"
"Iya, emang bodoh,"
"Fakhiii kenapa jujur amat, ih kesel,"
"Ya gimana lagi, emang BODOH." Saya menunjuk ke kepalanya, "Pakai logika logikaaa, dibuang aja dia, ke laut. Urusin itu anak Osis yang suka kamu, dia juga terang-terangan,"
"Nggak mau, kan nggak suka, maaf ya Paki. Tapi, aku juga nggak bisa mengontrol suka siapa,"
Sebenarnya jawaban ini agak naif. Kita selalu punya set kriteria, minimal satu kriteria ada yang terpenuhi sehingga bisa masuk naik tingkat dalam strata dia bisa kita sukai.
"Ya udah, gimana lagi. Emang stupid, baru tahu aku kalau jatuh cinta emang bikin orang bodoh," kataku sambil geleng-geleng kepala.
"Awas kena kutukan, you may act more stupid than me, aku kutuk kamu," katanya bercanda.
Ya semoga aku punya penangkal kutukan itu.
Ah, masa remaja yang naif.
Dalam Islam, rasa suka nggak dilarang, yang dihukumi adalah bagaimana kita menindaklanjuti rasa suka kita dengan jalan yang sesuai aturan Islam atau nggak. Menceritakan beban emosinya menurut saya masih dalam batas wajar. Selama masih dalam batas aman.
***
"Dia dikejar-kejar cewek di Bimbel," kata temanku dalam suatu makan siang.
Kita sedang persiapan ujian perguruan tinggi. UN sudah selesai. Bagi yang tidak diterima jalur undangan biasanya akan melanjutkan perjuangan. Salah satunya bimbel.
Saya kebetulan satu bimbel dengan cowok itu. Tapi jadwal kita beda. Saya IPA dia ambil IPS. Jadi jarang melihat kejadian-kejadian langsung yang berkaitan dengannya.
"Gimana ceritanya?" tanya saya penasaran. Saya melirik sahabat saya yang ikut mendengarkan.
"Iya, ada cewek yang selalu minta dianter ke rumahnya, ngomongnya kayak gini, 'Bareng dong, kebetulan aku searah,' gitu. Sampai dia sembunyi dong di kamar mandi. Ternyata bengal-bengal gitu ketakutan lihat cewek agresif," celetuk yang lain.
Saya tertawa, bengal-bengal gitu, saya tahu si cowok itu masih menganut nggak pacaran. Ya cukup islami lah.
Sahabat cewek saya yang menyukainya ikut tertawa, tapi saya tahu. Dia sedang meringis kecil. Sudah obrolan ke sekian soal daya pikat cowok itu di antara kaum hawa.
"Dia dulu jaman SMP juga idola para cewek-cewek sih," kata teman satu SMPnya.
Aku tertawa saja mendengar biografi dia masih berlanjut dibahas sambil melirik ke sahabatku yang satu itu. Semoga dia baik-baik saja. Sudah kesekian kali, saya mendengar cowok itu dikejar cewek-cewek agresif, haha.
***
6 tahun lalu
Pengumuman SBMPTN dan pengumuman sebaran alumni di Perguruan Tinggi.
"Kamu tahu ngaaaaak?" sebuah chat masuk darinya.
"Apa?" tanyaku singkat. Belum tertarik.
"Dia...dia...Dia satu kompleks kuliah denganku, tanggungjawab, katanya kita tidak akan bertemu lagi, mana teorimu," dia merajuk.
"Duh, gimana ya, aku juga nggak tahu ternyata meski beda jurusan dia keterima di jurusan itu, aku juga ga tahu kalau dia milih univ yang sama denganmu." Aku langsung ngeh kalau itu dia."
Aku tahu kadang takdir itu lucu. Saat kita ingin berlari menjauh, kadang dia mempermainkan kita. Dari sekian banyak nasib yang harus bersilangan, mengapa harus mereka.
"Huhu, aku kemarin ketemu pas daftar ulang, dia masih dengan jaketnya, aku tahu itu dia."
"Gimana perasaanmu?" Jawabku cepat.
"Hem, so far, undercontrol,"
"Sabar yaa, nanti kalau udah mulai kuliah kan jadwalnya nggak sama," jawabku menenangkan.
"Semoga demikian..." Ketiknya cepat.
"Kamu gimana, are you okay?" dia bertanya balik.
"I am good," kupikir demikian. Sementara aku belum tahu akan mendarat di mana.
***
"Aku di PM dia," katanya.
"Urusan apa?" tanyaku.
"Buku tahunan, baru jadi, dia jadi PJ untuk alumni daerah kampusku," ketiknya.
"Oh, jadi ketemu?" Aku penasaran bagaimana perasaannya saat ketemu.
"Iya, kalau kamu nanya aku gimana, aku baik-baik saja,"
"Yang bener?"
"Bener,"
"Kamu masih suka dia?"
"Em... masih, tapi samar-samar,"
"Aku bilang apa. Nanti juga hilang sendiri kalau nggak ketemu lagi. Kamu masih sering ketemuan, papasan di koridor?"
"Yaa sesekali... tapi aku udah nggak apa-apa," katanya lagi. Aku pikir dia sudah bisa mengontrol.
"Baguslah," kataku turut mendoakan dia.
***
5 tahun lalu.
Undangan pernikahan datang dari laki-laki itu dengan temanku yang lain. Salah satu perempuan tercantik di angkatan kami.
"Hei, are you okay?" aku buru-buru mengechatnya begitu aku mendapat undangan itu secara resmi.
"Sejujurnya aku lega, sebenarnya sudah lama sih rumornya, kamu aja yang nggak tahu,"
"Lega kenapa? Mungkin bukan karena aku nggak tahu, tapi you just pay more attention to every news regarding him," jawabku.
"Aku nggak kepo kok," katanya defensive
"Aku nggak bilang kamu kepo,"
"Iya, aku tahu aja," katanya, masih defensive.
"Hem wkwk, aku tahu sih, aku juga nggak terlalu tanya-tanya kabar yang lain, cuma emang kadang ada muncul satu dua info dari pembicaraan dengan teman-teman, wk." aku memutuskan untuk nggak terlalu menyerangnya.
"Nah" katanya senang aku berada satu pihak dengannya.
"Tadi kenapa lega?" Aku bertanya-tanya.
"Ya nggak apa-apa, kalau jadi suami orang artinya emang ga ada celah harapan,"
"Istri kedua, ketiga, keempat?" celetukku.
"Sial," dia langsung misuh.
Lega. Tentang kelegaan.
Aku belajar sesuatu hari itu, bahwa tidak selamanya mendengar pihak yang kita sukai menikah dengan orang lain menjadi sumber rasa sakit. Bisa jadi itu kabar baik. Kabar pembebas. Karena, kita bisa memperjelas dan melandaskan harapan. Harapan muncul karena ada posibilitas.
Posibilitas hilang. Harapan kita karamkan.
Dan kita merasa lega.
***
Pada saat itu aku belajar bahwa selama ini pembicara tentang suka menyukai, biasanya hanya untuk meringankan beban rasa di antara teman-teman perempuan saya. Karena emosi itu memiliki energi yang tidak kecil. Seperti marah, sebal, perasaan suka itu juga memiliki energy yang besar.
Di antara ta'lim dan kajian, di antara amanah organisasi, di antara seabreg kitab yang sedang dikaji. Kadang melepaskan salah satu energi itu perlu, maka dengarkan saja temanmu yang curhat.
Sebab, kita sama-sama tahu, pembicaraan ini hanya untuk melepas beban. Serius atau tidak biar takdir yang menjawab.
***
Hari ini.
Aku melihat nama murid laki-laki itu di sebuah media. Dia memutuskan menjadi fotografer dan jurnalis. Aku tersenyum. Siapa yang menyangka, kebengalannya dahulu, membawanya menjadi orang yang berani menerjang medan-medan sulit yang banyak membuat para jurnalis berpikir ulang. Namun, dia adalah salah satu yang pemberani. Anaknya sudah dua. Istrinya adalah temanku.
Sementara sahabatku kini kulihat menggunakan foto profil dengan suaminya, yang tidak kenal sama sekali pada awalnya. Lalu, akhir-akhir ini berubah menjadi foto anaknya.
***
Kita akan mengenang hari itu, semoga dengan tertawa, karena menertawai kenaifan kita.
Untuk kalian, yang sedang jatuh cinta, nikmati saja, rasa sakitnya, rasa gugupnya, panas dinginnya, dalam koridor yang tepat. Kita tidak pernah dilarang jatuh cinta. Tapi, bagaimana perilaku dalam menindaklanjutinya yang akan dihukumi.
Sekali lagi, saya menulis ini sambil tertawa, kita akan selalu bisa menertawai kenaifan kita di masa lalu. Salah satunya, jangan serius-serius kalau jatuh cinta dan belum bisa menyeriusinya. Kita akan menertawainya suatu saat di masa depan.
Masa-masa ini akan kita tertawai juga. Saya akan menikmati obrolan-obrolan di antara kami. Sebab, suatu saat akan berlalu juga.
2 notes · View notes
kastelku · 5 years
Text
Saya Pernah Kehilangan, Impian.
Tahun 2016-2017 menjadi tahun terberat untuk saya. Impian saya direnggut paksa, begitu pikir saya waktu itu. Padahal sebenarnya impian saya sederhana--kuliah di Kairo, jadi ahli agama. Tapi, ayah tidak merestui. Ayah bilang, “sudah, sekarang tentukan mau kemana, disini saja gausah gengsi-gengsian.”
Waktu itu, keadaannya sudah selesai ujian nasional. Pendaftaran snmptn dan sbmptn juga sudah closed, ah sudah pengumuman malah. Jadi, saya harus apa, nganggur nih setahun?
Saya marah, tapi lebih banyak kecewa, ke ayah. Ke keadaan. Bagaimana mungkin, orang yang selama ini aku gadang-gadang di hidup saya, orang yang selama ini selalu jadi nomor satu di hidup saya justru jadi orang yang mengecewakan saya paling banyak?
Bahkan ayah sempat bilang, “kamu ini gaweannya tidur sama ngabisin uang aja.” Saya marah, marah sekali ke ayah. Saya sampai nangis ga karu-karuan, mengurung diri di kamar. Sampai akhirnya, ayah terus-terusan mengetuk pintu kamarku. Saya masih marah dan nangis, banget.
“Mba, Ayah minta maaf. Ayah salah.” Tidak hanya sekali, berulang kali. “Maafin Ayah ya Mba, Ayah ga bermaksud. Ayah salah.” Hingga akhirnya saya keluar kama, Ayah peluk saya.
Sudah jatuh, tertimpa tangga.
Hingga akhirnya saya memutuskan kembali ke Jogja, les. Apa saja saya jabanin, yang penting ga lagi jadi beban ayah. Tapi saya salah, ternyata saya belum sesiap itu. Saya takut ketemu orang-orang, temen-temen. Sungguh, saya setakut itu. Apalagi kalo ditanyain, “Mba Syifa kuliah dimana sekarang?” waktu itu saya cuma bisa senyum. Saya tinggal pergi.
Ah, barangkali sahabat-sahabat saya dari zaman sma sudah paham betul. Assyifa sedang tidak baik-baik saja.
Ga cuma temen, adik kelas, saya juga takut ketemu temen kantor ayah-ibu saya. Ah namanya juga orang tua, sadar ga sadar anaknya suka dijadikan saingan. Iya ga? Ahahaha
Time flies, sampai akhirnya pendaftaran perkuliahan mulai dibuka. Saya daftarin aja semuanya dan saya yakin sih pasti keterima *dasar sombong!*
Saya keterima sbmptn di UNS, tapi ga saya ambil, kan udah keterima STAN gimana sih. Tapi jujur, saya dulu benci banget, saya sama sekali gamau masuk STAN. Padahal ayah saya dari saya sd sudah pengen banget saya masuk STAN. Ck, jangan main-main sama doa ayah ya, kadang ambisi ayah justru jadi doa paling makbul.
Awal di STAN saya juga belum baik-baik saja, saya sampai berpikir “saya sakit” harus segera ditangani. Sakitnya ga main-main.
Temen-temen pernah ga, setiap hari nangis, sepanjang malam, setiap mau tidur, lagi makan tiba-tiba nangis, sholat-berdoa nangis terus. Iya, hidup saya selama 2016-2017 begitu terus. Saya masih belum bisa ikhlas, karenanya saya juga belum baik-baik saja.
Saya bersyukur, saya ga sampai berpikiran untuk bunuh diri, melukai diri, atau apapun itu. Allah masih jaga saya, saya tahu itu.
Dan selama fase itu, yang saya lakukan cuma nulis-nangis-nulis-nangis. Karena saya merasa, hujan reda setelah menulis.
Tapi saya masih marah ke ayah-ibu. Saya masih suka nyindir di status whatsapp (yang selalu saya privat khusus untuk orang tua saya). Saya tahu, saya gatau diri. Ayah-Ibu hanya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya, katanya.
Sampai desember 2017 saat anniversary pernikahan Ayah-Ibu, saya gamau durhaka karena ga ngucapin. Saya bikin story di whatsapp, dengan sungkan dan malas-malasan. Tahu ibu saya membalas apa?
Sekiranya begini, “Terima kasih, Mba sayang. Ibu minta maaf, kalau selama ini Ayah-Ibu belum menjadi orang tua yang baik untuk Mba. Belum bisa mengerti maunya Mba. Ibu minta maaf ya, Mba.”
Saya nangis, kejer. Ibu saya...tahu saya ga baik-baik aja.
Ah, mengingatnya kembali membuat saya menangis. Sudah berapa banyak kecewa dan sakit hati yang dialami Ayah-Ibu karena saya?
Ibu, maaf. Barangkali sudah terlalu banyak tangis dan sakit hati yang ibu derita karena saya.
Dan akhirnya saya sampai di tahap, “yaudahlah barangkali memang ini yang terbaik dari Allah, Allah yang mau, saya gabisa apa-apa.” Saya belajar ikhlas, berat sekali rasanya. Apalagi untuk manusia dengan ego tinggi seperti saya. Tapi, barangkali memang begini cara Allah mendewasakan saya. Jadi ga apa-apa, alhamdulillah.
Saya juga udah capek, marah terus-terusan sama Ayah-Ibu. Marah sama keadaan. Marah sama diri sendiri. Jadi, daripada tenaga saya habis untuk membenci, lebih baik saya belajar untuk menerima.
Dan dari sini saya belajar, sampai kapanpun kita hidup, kita ga akan (selalu) “memiliki apa yang kita cintai” maka belajarlah untuk “mencintai apa yang kita miliki”. Barangkali begitu, bagaimana saya belajar untuk ikhlas.
Lagi, dari sini saya belajar untuk “pasrah”. Barangkali sekarang mimpi saya sudah ga akan muluk-muluk lagi. Atau bahkan saya gapunya mimpi, karena sampai sekarang saya gatau mau ngapain lagi, setelah ini. Satu yang saya percaya, “ridhonya Allah, ga akan jauh-jauh dari ridho Ayah-Ibu.”
Allah yang menempatkan saya disini, Allah juga yang akan menguatkan saya, hingga akhir. Hingga nanti. Jadi, sampai kapanpun terserah Allah, manut dawuhing Gusti ingkang Maha kuwaos.
Saya gapernah berhak atas apapun dalam hidup saya, Allah yang Mahaberhak atas segalanya. Jadi, terserah Allah.
Karena dengan begitu, saya ga akan kecewa, lagi dan lagi.
Ah ada satu lagi, “jadi ahli agama”. Barangkali saya sudah ga akan bisa, tapi anak-cucu dan keturunan saya masih bisa, insyaaAllah.
Waktu keluarga saya memutuskan ke Baitullah, ada satu doa yang selama ini tidak pernah saya pinta ke Allah. Tapi, qodarullah, di depan Ka’bah dan Raudhah saya berdoa sembari tersedu-sedan ke Allah,
“Allah, semoga kelak anak-cucu dan keturunanku ada yang menjadi ahli agama. Biarkan ia terbang hingga tanah syams, Makkah, Madinah, Kairo. Biarkan ia menjadi penolong keluarganya untuk sampai ke Jannah.”
Dan ibu juga bilang (waktu melewati Ummul-Quro University), “anaknya Mba ya yang besok sekolah disini.”
Aamiin, Ibu. Aamiin aamiin, terima kasih atas doa baiknya, Bu. Ibu selalu tahu, harapan dan doa-doa baik itu, masih ada di hati saya. Semoga Allah kabulkan ya, Ibu.
Dan ada satu hal lagi yang menguatkan saya, sahabat-sahabat saya yang baik sekali hatinya. Saya gatau, tanpa kebaikan mereka saya akan seperti apa.
Mereka yang support saya, selalu ada kalau saya butuh, dan mereka ga meninggalkan saya walaupun hidup saya sedang kacau-balau dan kalang-kabut.
Terima kasih banyak untuk siapapun yang sudah membantu Assyifa hingga berdiri dan bertahan sampai sejauh ini. Assyifa minta maaf, hanya doa yang bisa Assyifa berikan, semoga Allah limpahkan kebaikan dunia-akhirat untuk kamu dan keluargamu.
Saya kira mereka akan menertawakan saya, semacam....
“Hahahaha katanya mau ke Mesir, Syif. Kok gajadi?” atau, “Loh, gajadi ke Mesir Syif?”
Tapi, saya salah. Sahabat-sahabat saya baik sekali hatinya.
“Gimana progress try outnya?” “Kamu jadinya mau ambil yang mana?” “Ayo aku anterin ke tempat ujian.”
Dan sampai suatu ketika, salah satu sahabat saya bilang, “Ga apa-apa, Assyifa. Jangan sedih apalagi malu. Masa depan orang kan ga ada yang tahu. Ga apa-apa.”
Allah, lagi-lagi terima kasih banyak, sudah senantiasa melimpahi kebaikan di hidup saya. Semoga saya ga kufur dan senantiasa menjadi manusia yang rendah hati, aamiin.
Jadi, ga apa-apa kalau hari ini kita kecewa. Barangkali besok kita akan bahagia.
Ga apa-apa hari ini terluka, bersedih. Barangkali kelak, ketika diri sudah mulai bertumbuh, luka ini menjadi pengingat. Bahwa luka yang dulu dibenci dengan sangat, justru menjadi pengingat yang paling hebat.
Ga apa-apa sedih, ga apa-apa kecewa, ga apa-apa terluka.
Asal jangan lupa untuk senantiasa bersyukur, karena selalu ada hal yang bisa disyukuri, bahkan dari kejadian paling menyakitkan sekalipun.
Barakallah, sayang-sayangku, semoga Allah senantiasa melimpahkan kebaikan di hidup kalian ya.
Love, Assyifa.
Tangerang Selatan, 24 April 2019
3 notes · View notes
ceritalala · 5 years
Text
Aku Percaya Mimpi itu Nyata,1
Menjadi anak tunggal tak semudah dan senikmat yang dibayangkan oleh orang-orang. Apalagi menjadi anak tunggal dari keluarga yang termasuk ekonomi menengah. Keluarga ku bukan dari keluarga kekurangan bukan juga dari keluarga yang serba ada di rumah, hanya mengusahakan untuk selalu merasa cukup dibalik keterbatas, jika aku ingin merasakan sebuah barang mewah harus memilih dari beberapa pilih yang kedua orang tuaku ajukan.
seperti kuliah, sejak smp aku sudah bercita-cita ingin bisa kuliah di perguruan tinggi negeri. Yang awalnya bercita-cita ingin ambil kedokteran, sudah dipatahkan oleh orang tua yang mengatakan, “ biaya kuliah kedokteran itu nga murah”, mau ambil psikologi, harus menghadapi presepsi orang tua tentang jurusan psikologi.” ya sudah lah. pasrahkan saja.”   hingga saat kelas XI orang tuaku mengajukan pilihan, saat sekolah sedang akan mengadakan study tour kebali yaitu, pertama jika kamu ikut kebali, maka akan dibiayain semua, dibelikan baju baru buat kesana, uang saku, dsb seperti teman-teman. atau pilihan kedua, kamu kuliahdiluar kota tapi nga usah ikut study tour kebali. Dengan berat hati aku memilih “kuliah” meskipun aku harus mengorbankan tidak ada kenangan bersama teman-teman sekelas, tapi tak apa, semoga dilain waktu bisa kesana. Aamiin,
setelah aku mengambil keputusan kuliah, ternyata tak semudah yang kubayangkan untuk bisa masuk perguruan tinggi negeri, aku harus melewati banyak sekali ujian tidak lolos SNMPTN, SBMPTN yang digadang-gadang aku akan lolos ternyata semua diluar ekspetasiku dan keluarga besar yaitu “TIDAK DITERIMA”. Gunjangan terberat untukku saat aku tidak bisa lolos SBMPTN menjelang bulan lebaran, dipikiranku hanya satu, “AKU GAGAL.” Berhari-hari masih larut dalam kesedihan tidak mau keluar rumah. Namun saat cobaan itu datang aku mendapat hikmah tersendiri, kedua orang tuaku selalu mendukungku tak pernah mengatakan aku gagal, mereka selalu mengatakan, “masih ada jalan lain, kamu gagal kita berdua lebih gagal, kamu merasakan sakit kita berdua juga ikut sakit, kembalilah semangat, masih ada jalur lain untuk masuk perguruan tinggi negeri”.Aku kembali bangkit, dan masih bersikeras, aku tetap harus kuliah di perguruan tinggi negeri di luar kota asalku. 
meskipun di dalam rumah aku merasakan dukungan, tapi saat keluar rumah, hujatan demi hujatan tak henti dilontarkan oleh orang disekitarku, yang mengatakan, “buat apa kuliah jauh? toh sama aja hasilnya.” atau, “nga mungkin kedua orang tuaku yang miskin bisa kuliahkan anaknya dijauh, orang sawah aja nga punya.” Rasanya marah, pasti kecewa dalam diri pasti hancur apalagi. ditambah setelah itu aku masih berkali-kali melakukan test dan masih belum lolos. semakin membuat aku merasa gagal, tapi aku masih keras kepala, aku nga mau kuliah di daerah asalku, aku mau skip kuliah aja kalau nga diterima.
sampai keputusan terakhir dengan modal nekat, test di Universitas Brawijaya, tidak di antarkan orang tua, dan tidak pernah keluar jauh sendiri, karena test- test sebelumya selalu di antarkan keluarga. ke Malang sendiri dengan modal kenal kakak tingkat saat SMA di OSIS dulu untuk numpang tidur, dan tanya-tanya naik bus apa ke malang, dengan modal memilih jurusan sesuai dengan yang orang tua inginkan. Bismillah.
akhirnya saat pengumuman aku lihat pengumuan di pagi buta jam 01.00 aku dinyatan “ Lolos” dan menjadi mahasiswa Universitas Brawijaya. hal yang pertama ku lakukan adalah, teriak dari kamar mengatakan pada orang tua aku lolos, dan bersyukur pada ALLAH , Ya Allah Allhamdulillah aku bisa membuktikan pada orang-orang aku bisa kuliah di perguruan tinggi negeri di Malang.
Hal lain yang masih menjadi kekhawatiran adalah Biaya Kuliah di Malang, karena aku tidak ikut program Bidikmisi untuk Kuliah, tapi dengan bermodalkan Bissmillah dan dalam hati aku berjanji, aku tidak kuliah dari menjual rasa kekurangan orang tua ku, aku jadi harus bisa dapat Beasiswa selama Kuliah. itu wajib hukumnya. 
Akhirnya aku bisa mewujudkan impianku, Merantau, kuliah diLuar kota asalku.. dengan berangkat di antarkan bapak menggunakan bus bersamaku saja, yang mengharuskan beliau menganggkat barang-barang bawaanku yang banyak sendirian, karena aku tak ingin diantarakan menggunakan mobil, sayang uangnya bisa untuk biaya aku hidup di Malang, Meski beliau pulang sendiri dengan menetaskan air mata, meninggalkan ku di Malang, hidup sendiri setelah selama ini aku anak tunggal yang selalu di awasi, dilindungi, dan ia bisa lihat setiap hari, kini hanya suara yang bisa dengarnya. dalam hati aku hanya bisa terucap” Bissmillah, pak rully insyaAllah akan bisa lulus dan berusaha bahagiakan bapak”
-----------Dan dari sinilah cerita perjuangan dikampus Biru di mulai-------------
1 note · View note
syafaqmuth · 6 years
Text
I am Suicidal.
“Some days I’m Van Gogh’s Starry Night, other days I’m his suicide letter.”
TRIGGER WARNING: SUICIDE CONTENT
Beberapa hari yang lalu aku melakukan percobaan bunuh diri yang kelima. Aku bercerita kepada psikiaterku tentang ketakutanku akan percobaan bunuh diri selanjutnya, lalu psikiaterku berkata “Kamu kan suka nulis, Jes. Gimana kalo kamu coba nulis aja? Supaya ketika kamu punya keinginan bunuh diri lagi, kamu ingat bahwa kamu udah melalui itu semua dan itu membuat kamu kuat.” Aku mengiyakan, namun sebenarnya ragu. Aku takut dijadikan bahan gunjingan orang, aku takut dikatakan aku lemah, gak punya iman, kesetanan. Tapi kali ini aku ingin keras kepala, aku ingin menyelamatkanku dari diriku sendiri. Aku menulis untuk diriku sendiri.
Aku terdiagnosa Bipolar Disorder satu tahun yang lalu, tepatnya tanggal 2 Januari 2018. Aku memberanikan diri untuk pergi ke poli jiwa karna aku merasa ada yang aneh dengan keadaan psikisku. Aku merasakan kesedihan yang selalu menghantuiku. Setiap kali aku tertawa bersama teman-teman aku tidak merasakan kebahagiaan, justru aku merasa sedih karna rasanya ada yang melarangku untuk bahagia. Aku putus asa, aku tak punya semangat hidup. Aku dibully, dijauhi teman sekelas, memiliki masalah dengan guru, dan aku tidak akur dengan kedua orang tuaku. Aku benar-benar sendirian. Sampai pada satu malam di tahun 2016 aku mengambil pisau dari dapur. Aku mengiris lengan kiriku. Aku menggigit bibirku agar tak bersuara. Aku tak mau orang tua dan kakakku sampai terbangun. Aku lemas. Darah yang keluar cukup banyak sampai aku pusing. Tapi aku tak mati. Aku belum mati. Aku mengelap darah yang keluar dengan tisu, lalu kubuang tisu itu ke toilet. Aku tak mau sampai ada yang tahu apa yang aku lakukan pada malam itu. Akupun merebahkan tubuhku dikasur. Menangis sambil menutup mulutku. Sampai pada akhirnya aku tertidur. Suara adzan membangunkanku subuh itu. Aku pergi mengambil air wudhu. Aku menangis dalam shalatku. Aku mengeluh, “Tuhan, mengapa aku belum mati?”
Aku menjalani hari setelah malam percobaan bunuh diriku yang pertama dengan kehampaan. Semakin hampa sampai-sampai aku merasa tak hidup. Nilaiku berantakan, aku takut bersosial. Setiap kali aku berjalan, aku merasa kakiku mati rasa. Aku merasa melayang. Keadaan semakin membaik ketika aku melampiaskan kesedihanku dengan self harm. Satu-satunya yang membuatku tenang adalah malam ketika aku mengiris tanganku dengan cutter. Hampir setiap malam aku melakukannya. Ketika aku sedih dan keadaan di sekolah memaksaku untuk menahan tangis, aku pergi ke toilet sekolahku dan mengiris tanganku dengan cutter, atau jarum jika aku lupa membawa cutter. Kesehatanku semakin menurun, di satu bulannya aku pasti izin sekolah karna sakit. Keadaan terus begitu sampai aku naik kelas 12.
“Aku ingin memperbaiki hidupku.” Batinku ketika hari pertama aku berangkat sekolah kelas 12. Aku mulai membuka diri, berhenti self harm, bergaul dengan teman-temanku, mulai memberanikan diri untuk aktif lagi di kelas. Tetapi, semesta menakdirkanku untuk melakukan percobaan bunuh diri yang kedua. Aku memiliki masalah dengan guruku. Masalah sepele sebenarnya, hanya kesalahpahaman. Tapi hal itu membuatku putus asa. Ketika aku pulang sekolah dan sendiri di rumah, aku pergi ke loteng rumahku dan mengambil tali. Aku mencoba untuk menggantungkan diri. Aku sudah memegang talinya tapi aku kebingungan bagaimana aku memulainya. Aku mencoba mencari di internet bagaimana caranya membuat simpul tali untuk bunuh diri. Dengan tangan gemetaran aku gagal membuat simpul. Aku marah dan berteriak. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku gagal bunuh diri lagi.
Hari ke hari semakin gelap. Aku akhirnya memberanikan diri berbicara kepada temanku tentang kekacauan hidupku. Akupun memutuskan untuk pergi ke psikiater. Dengan modal informasi dari teman internetku, aku pergi ke puskesmas untuk meminta rujukan. Aku pergi sendiri, temanku yang berbeda sekolah tak bisa mengantarku, ia sudah masuk sekolah duluan. “Dok mau minta rujukan ke psikiater.” ucapku pada dokter di puskesmas. “Kenapa neng? Yang kerasa apa?” tanya dokter itu. “Depresi dok.” jawabku sambil memelankan suaraku. Dokter itu lalu bertanya lebih lanjut mengenai depresiku dengan ramah. Kemudian aku pergi ke bagian administrasi untuk menyelesaikan surat rujukan. Sesampainya disana aku ditanya petugas “Neng yakin mau ke poli jiwa?” petugas itu menatapku sinis. “Iya pak.” jawabku ragu. “Masih kecil udah depresi. Paling masalah anak sekolah mah PR, tugas, temen. Udah gede mah neng lebih berat.” petugas itu berceloteh sambil mengurus surat rujukan BPJSku. Aku kaget, sungguh. Dengan sekuat tenaga aku menahan air mata, rasanya seperti dicekik. Petugas itu memberi surat rujukannya kepadaku sambil sinis, “Nih neng, coba juga deketin ke Allah ya biar gak depresi.”, “Iya, makasih pak.” aku berusaha tersenyum untuk menyelamatkan hatiku. Aku tidak langsung pergi ke RSUD setelah dari puskesmas, serangan panikku datang karna ucapan petugas puskesmas tadi. Aku lemas, nafasku dingin, tanganku gemetaran, pandanganku kabur. Aku tersungkur dan jatuh. Sialnya aku malah ditertawai anak kecil di sampingku. Rasanya semakin ingin menangis. Sesampainya di rumah aku malah tak bisa menangis, yang ada dipikiranku adalah self harm. Aku langsung mencari cutter dan mulai mengiris tanganku. Akhirnya aku bisa tenang.
Aku pergi ke RSUD siang itu juga, langsung ke poli jiwa dan menunggu antrian. Sambil menunggu, aku memperhatikan sekitar. Perhatianku tertuju pada satu orang perempuan yang berbicara sangat keras, sambil tertawa dia bercerita mengenai kondisinya kepada pasien-pasien lain. Ketika aku melamun, ada satu orang ibu-ibu duduk di sampingku. Aku tersenyum kepada ibu itu, “Neng sama siapa kesini? Sendirian?” ibu itu bertanya sambil meletakkan tanganya pada tanganku yang dingin, ia terlihat iba melihatku. Aku kaget. Aku cuman menjawab dengan senyuman. Akhirnya aku dipanggil, aku masuk ruangan. Aku menceritakan semuanya kepada dokter sambil menangis. Setelah aku sedikit tenang aku mengeluarkan ponselku dan berkata, “Dok, aku kemarin tes online dan aku dapet diagnosa Anxiety Disorder.” dokter melihat hasil tes dalam ponselku, “Nggak, kamu tau bipolar gak?”. Aku diam, lalu dokter berkata lagi “Nanti kamu seminggu sekali konsul ya, ke RS Nurhayati aja jangan ke RSUD biar enak ngobrolnya.” Aku diam dan semakin kaget. “Nih, nanti obatnya kamu makan sehari sekali satu. Minggu depan kita ketemu di Nurhayati ya.” Aku cuman bisa tersenyum.
Tidak, ceritaku belum selesai. Setiap minggu ke psikiater tidak membuatku tenang begitu saja. Aku melakukan percobaan bunuh diri yang ketiga. Aku merasa bosan minum obat tapi hidupku masih begini saja. Aku merasa kebingungan. Orang tuaku tidak setuju aku minum obat. Obatku pernah disita, aku juga pernah dibawa untuk ruqyah. Tapi semua itu malah membuatku semakin merasa tersesat. Keadaan memburuk, tidak ada yang mendukung, aku kelelahan. Disatu malam aku meminum 5 obat paracetamol. Efeknya luar biasa. Aku berkeringat, nafasku sesak, ingin muntah, pusing, lemas. Akupun tak sadarkan diri dan terbangun jam 3 pagi. Aku kira akan mati. Ternyata aku masih diberi kesempatan sekali lagi.
Kehidupan kelas 12 cukup berat bagiku. Sebagai seorang santri di pesantren, ujianku tak cuman UN dan USBN. Ujian hafalan qur’an, hafalan hadits, ujian pesantren, ujian madrasah. Aku tidak mempriroritaskan semua ujian itu, aku fokus belajar untuk tes masuk PTN karna aku sangat ingin kuliah di ITB. Alhasil, nilai ujianku buruk dan aku sampai dikarantina karna hafalan qur’an ku belum mencapai target. Aku berhasil survive. “Peduli setan dengan nilai ijazah, yang penting aku masuk ITB.” pikirku dulu. Tiba saatnya pengumuman SBMPTN yang sangat tepat di tanggal ulang tahunku. Aku berdoa semoga ini hadiah ulang tahun terbaik. Ketika aku membuka pengumuman, warnanya merah. Aku tidak lulus. Aku tidak menangis, aku tidak bisa. Aku diajak orang tuaku makan di luar sebagai hadiah di hari ulang tahunku. Aku sedikit pulih, namun masih sedih.
Aku memutuskan untuk gap year. Satu tahun belajar untuk mengejar ITB di tahun 2019. Aku tau kalaupun aku kuliah, aku pasti akan mengikuti tes SBMPTN lagi. Jadi aku memutuskan untuk gap year. Awalnya berat, berat sekali. Aku malu keluar rumah, minder bertemu teman, aku merasa kesepian. Sampai aku melakukan percobaan bunuh diri yang keempat. Aku meminum obatku melebihi dosis, aku meminum 2 tablet flouxetine yang seharusnya diminum setengah tablet. Aku kejang-kejang, semalaman aku tidak tidur. Tapi aku masih saja belum mati. Aku mulai bangkit, aku tau aku bisa terus berjuang. Aku giat belajar, benar-benar giat sampai akhirnya aku merasa hampa. Aku benar-benar merasa kesepian dan kebingungan. Hari ke hari semakin terasa cepat. Malam ke malam aku kembali self harm. Mengiris lengaku membuatku tenang dan membuatku kuat. Keadaan terus begitu sampai seminggu yang lalu aku tidak sadar menyebrang dan ingin menabrakkan diri di jalan. Seorang bapak-bapak yang mengendarai mobil Xenia hitam yang hampir menabrakku memaki sampai akhirnya aku sadar. Aku pulang, mencari cutterku dan mengiris lenganku lagi.
Beberapa hari setelah kejadian percobaan bunuh diriku yang kelima aku pergi ke psikiaterku. Aku bercerita dan menangis. Aku takut, aku benar-benar takut gagal tes SBMPTN lagi, aku lelah makan obat terus, aku kesepian, aku kebingungan. Dokter menyarankanku untuk menulis kelima kejadian bunuh diriku agar aku bisa merenunginya. Dan disinilah aku sekarang, menangis dan merenungi kelima kejadian itu. Aku tau efeknya akan luar biasa jika aku berhasil melakukan bunuh diri, namun aku kebingungan. Aku tidak merasa hidup, aku masih mengiris lenganku setiap malam, aku masih tidak merasakan kebahagiaan.
Aku kebingungan mengakhiri tulisan ini. Aku belum cukup bijak untuk menyimpulkan mengenai kelima percobaan bunuh diriku. Aku masih berada dititik putus asa. Siapapun yang membaca, aku tak berharap banyak. Kalian semua tidak bisa menolongku, jadi aku hanya berharap doa dari kalian semua untuk kesembuhan dan kekuatanku.
Semoga tidak ada percobaan-percobaan selanjutnya. Aku tau aku kuat. Terima kasih telah membaca ceritaku.
5 notes · View notes
fauzianrifqi · 6 years
Text
Tumblr media
[Seandainya?]
"Pa, kayaknya tehnik sipil ITB keren deh. Prospek kedepannya juga bagus, kayaknya pembangunan gak akan ada hentinya." Celotehku ketika mendekati Ujian Nasional SMA dan harus berpikir mau lanjut sekolah apa.
Padahal sejak dulu punya cita-cita jadi dokter. Tapi entah kenapa di masa-masa akhir SMA jadi labil soal urusan cita-cita.
Singkat cerita, setelah melewati berbagai pergejolakan keinginan, dan nasihat dari orang tua. Akhirnya "Pa, insyaAllah aa pengen daftar ke kedokteran." Kataku yakin.
Ketika pemilihan jurusan dan universitas untuk daftar PMDK, akhirnya aku memutuskan untuk mendaftar di salah satu perguruan tinggi negeri di Solo. Merasa percaya diri dengan nilai yang sudah di tangan, kelewat percaya diri malahan.
Sampailah pada waktu pengumuman PMDK. Apa hasilnya? Kau tahu lah apa hasilnya ketika kau hanya mengandalkan diri sendiri, bukan mengandalkan DIA Sang Pemilik diri ini. Ya, aku gagal masuk lewat PMDK.
Sejak saat itu, semua rasa percaya dirikua runtuh berkeping-keping.
Dan kau tahu apa yg lebih membuat sesak? Kawan seangkatan, yang nilainya gak jauh beriringan denganku, diterima PMDK teknik sipil ITB. Down? Banget, seolah duniaku runtuh hari itu.
Belajar untuk SBMPTN gak fokus, terpikir segala yang jelek-jelek. Waktu pengumuman SBMPTN, ternyata hasilnya gagal lagi masuk kedokteran di Universitas yang diinginkan.
Pikiran selalu dipenuhi "Seandainya dulu daftar ke ITB, Pasti diterima, seandainya gak daftar kedokteran pasti diterima.. Seandainya.." Ah, memang kata 'seandainya' ini selalu menjadi pintu yang terbuka lebar untuk syaitan menggoda dan menanam waswas dalam hati.
Kecewa, waswas, sedih, marah, bercampur menjadi gumpalan hitam pekat, jika memang ia berwarna.
Sampai pada satu titik akhirnya aku memutuskan untuk menyerah mengejar cita-cita sebagai dokter. Banting setir, sebanting-bantingnya. Aku daftar UM di Universitas Pendidikan Indonesia jurusan pendidikan Fisika, mengandalkan nilai SBMPTN yang lalu. Pada saat itu aku berpikir bahwa, mungkin jalanku harus seperti kedua orang tuaku, dan seperti keluarga besarku, menjadi seorang pendidik.
Waktu berjalan, hati mulai menerima, mulai merunduk dihadapan penciptaNya, berpasrah dan percaya akan rencanaNya yang maha dahsyat. Melunturkan semua angkuh dan sombong diri, terciptalah setitik doa dan harap yang masih tersisa, diiringi doa dari orang tua, dan doa dari orang yang diam-diam mendoakanku di tengah sujud-sujudnya di hamparan sajadah sepertiga malam.
Semua doa-doa itu berkelindan dengan suratan takdir yang telah Allah sediakan di jalan cerita hidup ini, melesat dan mengetuk pintu langit untuk kemudian turunlah sebuah "ketetapan" di langit yang membumi menjadi sebuah peluang.
"A, ada kesempatan nih satu lagi di Undip, Penerimaan Seleksi Siswa Berprestasi (PSSB), Tapi uang bangunannya cukup mahal, tapi gak apa-apa, kita ikhtiar." Kata Bapak waktu itu.
"Okeh, kita coba lagi, laa haula walaa kuwwata illaa billaah"
Akhirnya aku ikut seleksi PSSB. Aku ingat sekali waktu itu Ramadhan pertamaku menginjak kaki di Kota Atlas, dengan segala keberpasrahan yang ku bawa. Bukan lagi rasa percaya diri yang berlebih, ataupun kesombongan hati.
Pemberkasan nilai rapor, rangkaian tes tertulis dan wawancara lisan dilalui satu-persatu. Hasilnya? Aku serahkan saja kepada Yang Maha Kuasa yang Maha Tahu apa yang baik bagiku dan apa yang tidak.
Selesai tes, kembali ke kampung halaman, dengan rapalan do'a yang tak henti terpanjat melesat ke langit. Do'a untuk diberikan yang terbaik, bukan lagi meminta apa yang aku inginkan.
Tibalah waktu pengumuman UM di UPI jurusan pendidikan Fisika. "Selamat anda diterima sebagai mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia FKIP jurusan Pendidikan Fisika." Kurang lebih itu yang tertulis di layar pengumuman. Bahagia? Tentu aku bahagia.
"Apakah ini yang terbaik Yaa Rabb?"
Qadarullah pada saat itu, tengat waktu daftar ulang di UPI tanggalnya setelah pengumuman PSSB Undip. Baiklah kita tunggu dulu.
Suatu hari, dikala waktu sangat mustajab untuk melesatkan doa dan bermesra-mesra dengan Sang pencipta. Ketika semua orang di rumah tertidur lelap, aku dengan segala keberpasrahanku membuka apa yang harus aku buka hari itu.
"Allahuakbar! Allahuakbar! Allaaahuakbaar!" refleks aku berteriak.
Orang tuaku terbangun karena teriakanku, tergopoh-gopoh menghampiriku saat itu. "Kenapa a? Ada apa?" sedikit panik meliahtku berteriak.
"Mah, pa, Alhamdulillah Kedokteran Undip...." aku tak kuasa melanjutkan kalimatku saat itu, diiringi derai air mata syukur kami subuh itu.
Waktu terasa singkat berlalu sejak hari itu. Suka, duka, sedih, bahagia, tangis, tawa selama menjalani pendidikan kedokteran berlalu dengan penuh arti. Banyak sekali hal yang bisa aku syukuri. Diberkahi guru-guru yang luar biasa. Diberkahi kawan-kawan yang baik. Diberkahi kawan-kawan yang selalu menjadi pengingat untuk selalu berada di jalan yang benar menurutNya. Diberkahi semua ilmu yang bermanfaat. Diberkahi segala pengalaman dan pembelajaran hidup yang membentuk diriku hingga saat ini. Semua hal yang tak bisa aku sebutkan satu-persatu yang selalu aku syukuri.
Semua ini bukan tentang hasil yang didapat hari ini. Bukan tentang secuil kebahagiaan yang didapat hari ini. Juga bukan tentang pencapaian mimpi yang menjadi kenyataan. Bukan tentang itu.
Semua ini tentang menunjukkan kesungguhan dalam berikhtiar dihadapanNya. Seperti yang ibunda Hajjar ajarkan, dengan berlari-lari bulak-balik saffa marwah sebanyak tujuh kali untuk mencari air untuknya dan Ismail bayi laki-lakinya yang kehausan.
Kalau dipikir dengan akal sehat, bukankah cukup hanya sekali saja berlari dari saffa ke marwah? Toh gak dapet airnya? Tidak, bukan hal semacam itu yang ibunda Hajjar lakukan, ia berpikir bukan hanya dengan akal sehat, ia berpikir dengan iman nya. Ia sedang menunjukkan kesungguhannya kepada Allah, dan menunjukkan bahwa ia tak putus asa dari rahmat Allah.
Akhirnya? Air memancar bukan dari saffa maupun marwah, namun diantaranya, di bawah kaki bayi laki-lakinya Ismail. Sebuah jawaban yang datangnya dari arah yang tak disangka-sangka.
Kesungguhan dalam ikhtiar yang dipupuk iman yang mengakar dalam.
Ditunggu dengan keberserahan, menjulangkan batang dan cabang yang terus bertumbuh. Meninggu dan menguat. Angin sekencang apapun tak sanggup membuatnya putus asa. Lalu segala kesabaran itu akan menghasilkan buah manis, tepat pada waktunya, tepat pada musimnya, atas kehendakNya.
Majalengka, 13 Januari 2019 | fauzianrifqi
5 notes · View notes
dini-kurnia · 6 years
Text
Perjuanganku Hari Ini untuk Apa?
Aku mempersiapkan segalanya. Mulai dari Try Out Sipenmaru Poltekkes Kemenkes ke Padang, masih menjelang Ujian Nasional. Akhirnya, memuaskan. Aku termasuk dalam 10 besar peserta terbaik.
Alhamdulillah, lirihku pada Allah.
Allah memberiku pintu yang rasanya, masyaallah masa depanku sudah di depan mata.
Aku begitu optimis pada masa depanku, bahwa takdirku insyaallah menjadi seorang bidan, yang entah mengapa aku menyukainya, setelah ku fikir masak-masak bahwa dokter tidak mungkin ku jadikan asa sebab rasanya IQ ku tidak mampu menjalani kuliah kedokteran. Paling tidak, kedokteran adalah bagi mereka yang juara umum saja. Akhirnya aku mundur dan memilih yang lebih sedikit bisa ku seimbangkan dengan IQ-ku, fikirku.
Semua soal Try Out Sipenmaru, soal-soal Sipenmaru tahun sebelum-sebelumnya aku persiapkan dengan meminta bantuan kakak sepupu yang sedang menjalani kuliah di jurusan yang menjadi target besarku.
Seemuanya, hampir tidak ada yang tertinggal satu soalpun ku bahas.
Untuk berjaga-jaga, aku juga mempersiapkan diri untuk melanjutkan studi di S1 Kebidanan PTN yang ada di Indonesia. Alhasil aku mengikuti bimbel yang sedikit membosankan dan aku merasakan bimbel begitu "ah payah" ku sebut.
Bimbel, yah anyway aku pengajar bimbel. Namun aku belajar banyak. Bahwa bimbel hanya membentuk anak untuk mengerjakan soal. Ya namanya saja bimbingan belajar. Hanya belajar dan mempelajari materi.
Sepantaran NF sekalipun, aku tidak melihat bahwa bimbel untuk semua jenis anak. Aku yang pendiam, ya sudah lewatkan saja. Sama saja. Emm kok aku jadi nge-review sama kritik ya😂.
Oke lewatkan.
Sampai pada masanya, ujian Sipenmaru untuk Poltekkes Kemenkes sudah di depan mata. Berboyongan dengan rekan-rekan yang lainnya, aku mengikuti ujian dengan lebih kurang 5-7 orang teman teman dari SMA.
Deg deg deg. Aku shalat tahjjud sebelum pengumuman datang. Aku menangis sejadi-jadinya tentang pengharapanku yang begitu besar.
Hasilnya sudah diumumkan. Dan, aku, aku berada pada daftar nama cadangan atau artinya tidak lulus. Tetapi aku masih bisa mengulang tes sebagai cadangan, jika ada yang namanya di list lulus tetapi tidak mengikuti tahap selanjutnya. Atau lebih kurang sebagai pengganti yang tidak jadi kuliah di sana.
Akhirnya aku kembali mengikuti tes selanjutnya dengan hati yang, "loh kok teman aku yang di kelas ada di bawah aku lulus?"
Aku mulai mempertanyakan dimana letak tentang sebuah proses dan ikhtiar yang kulakukan.
Finally, ya aku tidak lulus di tahap apapun setelahnya. Aku gagal.
Aku harus tetap berjuang. Aku harus melanjutkan hidupku. Aku berproses bersiap untuk mengikuti SBMPTN. Walaupun aku sudah dinyatakan lulus di 2 prodi PTN lainnya sebagai undangan dan 1 lainnya melalui proses tes, aku memilih mundur. Aku masih begitu yakin, aku masih begitu ingin untuk meneruskan perjuangan menjadi seorang bidan, S1 Kebidanan.
Aku sudah berkenalan dengan salah satu kakak yang sedang kuliah di Kebidanan UNAND. Aku bertanya banyak hal pada beliau. Seakan-akan aku akan benar-benar ada disana. Aku begitu bahagia berkenalan dengan beliau. Aku merasa, Allah bukakan lagi jalan-Nya.
Aku sedikit lupa, bagaimana rasaku saat menerima kenyataan bahwa aku diterima bukan di Kebidanan tapi jurusan Biologi Universitas Riau. Riau? Lirihku pedih dalam hati. Entah mengapa bisa-bisanya aku mendaftarkan diri di Universitas Riau, Riau ah payah. Bukankah Padang lebih baik? Aku pernah begitu rasis tentang daerah.
Dengan keterpaksaan, maka aku tetap menjalani. Aku memilih untuk mencoba. Dengan sederet rencana untuk melompat kembali pada tahun berikutnya di mimpi yang ku inginkan.
Ke dua kalinya, SBMPTN aku gagal lulus di kebidanan. Iya bagaimana tidak? Persiapan tidak ada sedikitpun seperti sebelumnya. Dulu saja, sudah berjejer soal-soal yang kubahas tidak juga lulus. Apalagi saat ini tanpa persiapan apapun.
Hari ini, aku kembali dalam fase yang hampir sama. Aku sedang memperjuangkan Pascasarjana yang aku seakan akan berada di kampus tujuanku. Aku sedang berusaha mempersiapkan segala sesuatunya.
Tetapi, kejadian sebelumnya membuatku takut untuk berjuang.
Tapi aku begitu yakin, Allah menempatkanku di Universitas Riau adalah sebagai jalan terbaik untukku. Ada beribu hikmah yang ku ambil dari perjalanan kuliah S1. Ada begitu banyak perjuangan dalam menyebut nama Allah dalam meminta pertolongan. Ada begitu banyak pelajaran tentang meminta pertolongan hanya pada Allah.
Aku ditemukan dengan takdir yang Allah tetapkan, inilah Universitasmu. Ini lah lingkunganmu yang akan menempamu. Inilah takdirku.
Jujur saja, hari ini aku memang takut untuk berharap pada perjuangan ini. Tapi aku begitu yakin, hidup yang tidak diperjuangkan itu tidak akan memberikan pelajaran hidup. Aku harus tetap berjuang. Aku harus tetap kuat dalan tekad. Aku harus tetap kuat dalam doa. Aku harus tetap kuat dalam tawakkal.
Dulu, aku ingin jadi bidan biar bisa pakai seragam putih dan finansial tinggi. Sekarang aku sedang mengoreksi, untuk apa aku ingin belajar lagi?
Aku ingin kita meluruskan niat tentang apa-apa yang akan kita jalani ke depannya.
3 notes · View notes
vihantika-blog · 6 years
Text
Galau SNMPTN? Kuliah itu Capek, Tapi Berjuang itu Asik. / A Self Reminder Pt. 3
Holla guys!!
Sepertinya emang aku engga akan kehabisan cerita buat nulis di-blog ini. Selalu ada aja tema atau bahasan yang terlintas di dalam ini otak :-D. Meski isinya engga penting-penting amat, sekali lagi penulis berharap ada hal baik yang nyangkut dari setiap tulisan yang diterbitkan di-blog ini *readers kompak jawab NIHIL…!*
Sesuai dengan judul diatas, 17 April 2018 merupakan pengumuman serentak hasil SNMPTN se-Indonesia. Ok, 2 tahun yang lalu aku juga merasakan apa yang kalian (pejuang calon mahasiswa) rasakan. Bagaimana resah dan gelisahnya nunggu hasil pengumuman SNMPTN. Pada saat itu aku berharap besar ‘keterima’ SNMPTN, which is ketika kita lolos SNMPTN kita engga perlu lagi mikir ataupun belajar untuk SBMPTN yang katanya persentase soalnya lebih susah 2x lipat dibandingkan dengan soal Ujian Nasional. Kebayang dong gimana pusingnya? Ujian Nasional aja udah bikin mabok, apalagi ini soal SBMPTN lebih susah 2x lipatnya. Well pada akhirnya takdir engga memihak aku untuk lolos SNMPTN L Jangan tanya rasanya gimana? Ini lebih sakit dibandingkan ga pegang HP selama sebulan! Galau, nangis, kesel sama diri sendiri, dan bertanya-tanya ‘katanya salahsatu faktor keberhasilan SNMPTN diperoleh dari nilai raport? Apakah gue sebodoh itu selama SMA?’. I don’t know, and nobody knows bagaimana cara biar lolos SNMPTN? Okay, stop dulu cerita kilas balik masa-masa rennaisanse dihidupku beberapa waktu lalu. Jadi gimana hasil SNMPTN kalian? Lolos atau dapet ucapan mohon maaf dan semangat?
Teruntuk kalian kawan-kawanku yang lolos maupun yang belum lolos SNMPTN. Ada beberapa macam hal yang ingin aku ceritakan mengenai kehidupan perkuliahan. Singkatnya kuliah itu engga enak-enak amat! Kalian akan dihadapkan dengan permasalahan internal maupun eksternal. Aku engga akan menceritakan kepada kalian bagaimana senang dan enaknya kuliah. Kebanyakan orang ketika ditanya suatu hal pasti akan menjawab, dari sisi bahagia yang dirasakan. Padahal mah kan hidup teh engga ujug-ujug bahagia. Kenapa kuliah itu engga semenyenangkan yang kalian kira? Dari segi akademis, kalian bakal dihadapkan dengan berbagai tugas yang bejibun. Tugas kuliah dengan tugas ketika kalian SMA engga bisa dibandingkan. Tugas yang seabgreg akan menyita waktu istarahat dan main kalian. Belum lagi mahasiswa itu identik dengan tugas penelitian atau observasi. Tugas bercucuran tanpa henti. Ada kalanya tugas yang kalian kerjakan engga sesuai dengan ekspetasi dosen, well then mau engga mau  kalian mesti ngulang dari awal. Selama kuliah bukan hanya otak dan energi doang yang terkuras, kalian juga butuh duit untuk biaya ngeprint  tugas misalnya, belum tugas yang direvisi kalian harus ngeprint lagi. Biaya untuk penelitian, biasanya juga setiap Program Studi masing-masing kampus suka mengagendakan kegiatan studi banding dan tentunya itu butuh duit juga. Disisi lain selama perkuliahan juga kalian akan mengikuti kegiatan organisasi kampus yang menguras tenaga, waktu, dan pikiran. Rapat yang tiada henti dengan segala tektek bengek lainnya, bingungnya mungkin kalian harus bagi waktu antara organisasi atau akademik. Problema organisasi kampus lebih kompleks lagi dibanding kalian yang sebelumnya pernah mengikuti kegiatan organisasi di SMP atau SMA.
Yah begitulah sekelebat kehidupan kuliah yang umum-umumnya. Jika kalian berpikir kalau kuliah itu mirip kayak yang ada di FTV-FTV yang dikit-dikit nongki sana-sani, ga deh! Buang jauh-jauh bayangan itu guysss.
Kalian mungkin bertanya-tanya, kenapa aku nyeritain kayak begini? Bukan memotivasi adik-adiknya? Sungguh, aku engga ingin berbicara omong kosong. Ketika kalian kuliah memang benar-benar harus belajar mandiri. Menyiapkan segala sesuatunya sendiri. Khususnya bagi anak rantau. Ya, kalian harus terbiasa dengan semua itu. Puter otak ngatur pengeluaran kayak gimana? Belajar hemat. Siapkan mental utamanya. Tentu saat kalian stay disuatu daerah yang baru, kultur lingkungannya pasti akan berbeda dengan daerah asal kalian. Ada yang negatif ada yang positif. Belajar dari pengalaman, aku punya teman dan dia berasal dari lingkungan yang semuanya serba ketat. Saat kuliah dia merasa bebas, ga terkekang dengan segala peraturan dari daerah ia berasal. Hasilnya bukan ilmu yang dia dapat, akademiknya yang terbengkalai. Just for example, niatkan dari awal kalian kuliah buka untuk main-main.
Selanjutnya, dear kawan-kawanku yang belum lolos seleksi masuk perguruan tinggi. Udah galaunya? Udah nangisnya? Udah ngerenungnya? Now, this is the right time for you to wake up! Coba deh dibuat se-elegan mungkin. Kalau kalian jengkel sama temen yang nanya-nanya lolos SNMPTN atau engga, mending offline dulu untuk sementara waktu. Hal pertama yang mesti kalian ucapkan adalah do’a dan bersyukur. Bilang ke Allah SWt terimakasih yang sebesar-besarnya Allah udah memberikan yang terbaik buat kalian. Jangan pernah lupa kalau sebaik-baiknya rencana adalah rencana yang diberikan oleh-Nya. Kegagalan kemarin bukanlah apa-apa. Perang belum dimulai. Gagal SNMPTN bukan berarti dunia kalian akan berakhir. Bergembiralah kawan.. Saat dunia menipumu katakan saja dengan santai “Wah dunia, kali ini kamu benar-benar membuatku takluk..” setelah itu kalian tertawa sepuas mungkin, oke?
Pada waktu-waktu ini, kalian siapkan strategi terbaik. Oh iya, sebetulnya engga semua anak SNMPTN suka dengan jurusan yang telah diperolehnya. Ada jurusan yang dipilihnya hanya coba-coba, ada juga jurusan yang sebenarnya ga sreg dengan passion mereka, dan alasan lain sebagainya. Akibat dari itu dia memutuskan untuk mundur dan tidak mengikuti perkuliahan di kampus yang telah menerimanya. Sayang banget kan kalau udah gitu? Yang rugi bukan hanya dia seorang, tapi itu juga bisa mempengaruhi hasil SNMPTN di Sekolah asal siswa tersebut. Belajar dari sana hal-hal yang bisa dipersiapkan adalah pertama, pikirkan beberapa jurusan yang sesuai dengan passion atau kemampuan kalian. Kenapa? Karena ini berpengaruh kepada input-proses-dan ouput yang akan kalian jalankan. Sesulit apapun tugasnya jika kalian suka jurusan tersebut dan menguasainya, I think everything will be fine. Kedua, dari beberapa jurusan tersebut cari dimana kemungkinan besar kalian akan berhasil. Dalam menentukan pilihan kita juga harus realistis, pasti ada jurusan yang kalian suka dan orang lainpun suka dan otomatis saingan kalian wegelah banyaknya, tapi coba akali dengan mencari jurusan lain yang masih sesuai dengan passion, misalkan kalian suka pada bidang Kesehatan. Pasti yang ada dibenak kalian ingin jadi dokter. Tapi karena kalian tahu persaingan untuk masuk jurusan kedokteran sulit, kalian cari alternatif lain yang jurusannya masih satu lingkup dengan disiplin ilmu kesehatan. Okay you got it dude! Ketiga, universitas manapun sama yang penting itu jurusan yang kalian pilih. Jangan sampai kalian ingin kuliah karena kota universitas itu. Please atuhlah da kalian teh mau belajar sanes ameng wae. And remember it, jangan ikut-ikutan temen apalagi ikut-ikutan si doi. Ini hidup dan mati kalian lho, berdikari cuy! Wkwkwk. Keempat, konsultasikan segala yang kalian inginkan dengan orangtua. Banyak banget yang dapet problem disini. Jelaskan secara baik-baik kedepannya seperti apa? Nanti bagaimana? Sebisa mungkin luluhkan hati orangtua- masa ngeluluhin hati si doi bisa tapi hati orangtua sendiri kagak bisa? Kelima, ya belajarlahhh.. Ga ada hidup yang engga berjuang! Kecuali jika kalian-kalian adalah anak jenderal, keluarga kerajaan, ataupun anak konglomerat yang hartanya ga bakal habis sampai 1000 turunan anak kucing, mungkin fasilitas macam apapun bisa terpenuhi dalam kedipan mata :-D. Ya sadar diri aja, kalau mau kayak mereka makanya berpikir, belajar, berjuang. Mereka kayak gitu tetep aja hasil jungkir balik, jatuh bangun sampai titik darah penghabisan. And then berdoalah tiada akhir, terus menerus, sampai kapanpun. Terus berdoa, jangan memohon untuk kelolosan ataupun kegagalan, tapi memohonlah untuk diberikan yang paling terbaik sama Allah SWt. Jangan mudah kalah, ‘kamu berpikir maka kamu ada (cogito ergo sum), kamu berjuang maka kamu ada (certamen ergo sum)’ itu merupakan kutipan seorang ahli filsuf asal Perancis ‘Rene Descrates’ yang menurut aku emang benar adanya. Ketika kamu berhasil maka kamu akan dianggap ada, dan itu semua didapat melalui hasil berpikir dan berjuang.
Yang sudah berhasil lolos SNMPTN. Weiittss, inget ini awal dari perang perjalan hidup kalian my brother and sister. Jangan mudah merasa puas, dibelakang kalian ada kawan-kawan yang siap menyusul dan bersaing saat perkuliahan nanti. Begitulah adanya hidup man, makan atau dimakan? berjuang atau dikalahkan? Jangan sampai sejarah hidup kalian ditulis oleh omongan orang lain. Buktikan lolos SNMPTN ini bukanlah sebuah keberuntungan semata, tapi karena semua itu adalah takdir. Aku sendiri selalu percaya ga ada yang kebetulan di dunia ini, semuanya itu udah ada yang ngatur dan udah ditakdirkan seperti itu. Seperti aku yang ga sengaja bertemu kamu disuatu tempat lantas berpisah, lalu berdoa lagi semoga bisa ketemu, dan nyatanya kita ketemu lagi. Itu takdir kan? Wkwkwk.
Kuliah itu memang capek, tapi lebih capek lagi kalau kalian ga ngapa-ngapain. Kerja susah dapet, karena di era sekarang ini bukan eranya lagi rodi dan romusha. Saingan kerja bukan lagi orang tetangga sebelah, tapi orang dari Negara lain sudah berlalu-lalang didepan mata. Masa iya sih kita mau jadi budak di Negara kita sendiri? Come on dude! Berjuang itu asik ko! Jangan ngeluh kebanyakan, itu berat, mending dinikmati sambil sesekali minum kopi. Selama berjuang akan banyak pegalaman yang kalian dapat, kayak dapat ilmu, dapat kerjaan plus dapet jodoh, pribahasanya mah sambil menyelam minum air, atau sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui. Cakep ga tuh? Hehe.
Honestly, masih banyak yang ingin aku tulis disini. Tapi lama-lama pegel juga ini ngetik terus, tugas yang lain juga belum selesai. Tuh kan tugas lagi L Tapi oke disantaiin aja semuanya, jangan dibikin kaku. Takutnya nanti kita semua lupa bahagia.
Last but not least. Serius deh, berjuang itu asik! Bye!
2 notes · View notes