#Pengumpulan bukti korupsi
Explore tagged Tumblr posts
Text
Kepala Desa Nanga Tangkit Terlibat Korupsi? Dana Desa 2022-2023 Tidak Digunakan Untuk Pembangunan
KABARDAERAH.OR.ID, MELAWI KALBAR || Kasus dugaan korupsi oleh Kepala Desa Nanga Tangkit, PU, menjadi sorotan. Publik mempertanyakan tidak adanya pembangunan desa meski dana desa tahun 2022 dan 2023 telah disalurkan. S, warga yang siap melaporkan kasus ini, sedang mengumpulkan bukti dan saksi untuk dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Sintang. Kasus dugaan penyalahgunaan Dana Desa Nanga Tangkit,…
#Berita Terkini#Bukti Korupsi#Dana Desa#Dana Desa 2022#Hukum Dan Keuangan Desa#Kalimantan Barat#Kasus Korupsi Kalbar#Kejaksaan Negeri Sintang#Kepala Desa#Kepala Desa Korupsi#Kepala Desa PU#Korupsi#Korupsi Dana Desa#korupsi dana desa PU#Melawi#Nanga Tangkit#Pengumpulan bukti korupsi#Penyalahgunaan Dana Desa#Penyelidikan Dana Desa#penyelidikan kepala desa#saksi kasus korupsi#Saksi Korupsi
0 notes
Text
KPK Terus Menyelidiki Skandal Demurrage Beras Sebesar Rp294,5 Miliar
JAKARTA, Cinews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengejar dan menyelidiki skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar. Lembaga anti-rasuah yang berkantor di Kuningan, Jakarta Selatan ini, sedang menyiapkan bukti baru terkait skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar. “Saat ini, kami terus melakukan pengumpulan bukti serta pendalaman…
0 notes
Text
KPK Cegah 3 Orang ke Luar Negeri Terkait Penyidikan Lahan Tol
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberlakukan cegah ke luar negeri terhadap tiga orang terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan untuk Tol Trans Sumatera. “Pengumpulan alat bukti yang sudah mulai dilakukan dan agar proses penyidikan juga dapat efektif, KPK kemudian ajukan cegah untuk tidak melakukan perjalanan keluar negeri pada tiga orang ke Direktorat Jenderal Imigrasi…
View On WordPress
0 notes
Text
Kasus Korupsi Dana BOS, 4 Orang Tersangka dan Barang Bukti Telah Diterima Kejaksaan Tinggi
Kejaksaaan Tinggi (Kejati) Lampung telah menerima 4 tersangka dan barang bukti dari Penyidik Polda Lampung, perkara tindak pidana korupsi Dana Bos Afirmasi dan Bos Kinerja SD dan SMP se-Kabupaten Tanggamus pada pengadaan Meubelair yang bersumber dari Dana APBN Tahun Anggaran (TA) 2020, yang terjadi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Menurut Kasipenkum Kejati Lampung Ricky Ramadan, dugaan Tipikor ini dilakukan oleh tersangka DA, bersama-sama dengan MU, AR dan PE. Kejadian periode Oktober 2020 s/d 31 Desember 2020, sebanyak 170 sekolah penerima dana BOS Afirmasi dan BOS Kinerja TA 2020, memesan Meubelair melalui akun SIPLah, masing-masing sekolah dengan cara meng-klik link yang telah di bagikan, dimana link tersebut langsung mengarahkan pada Meubelair di Toko yang telah ditentukan dengan harga sebesar Rp23.000.000,00. “Sehingga kepala sekolah tidak dapat membandingkan harga dan jenis-jenis barang meubelair dengan toko lain di aplikasi SIPLah,” kata Ricky Ramadan dalam keterangan tertulisnya, pada Rabu, (17/1/ 2024) Dijelaskan Riki, berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan (LHAP), kerugian keuangan Negara dari Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Lampung nomor: PE.03/SR-1506/PW08/5/2022, tanggal 15 Agustus 2022 terdapat penyimpangan yang mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp606.347.357,00. (enam ratus enam juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu tiga ratus lima puluh tujuh rupiah). Para tersangka dan Barang Bukti telah diterima Kejati Lampung dan terhadap para tersangka dilakukan penahanan selanjutnya diteruskan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanggamus untuk segera dilimpahkan ke pengadilan Tipikor Bandar Lampung. Mereka dijerat dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Diketahui, sebelumnya Penyidik Tipikor Polres Tanggamus mulai memanggil sejumlah Kepala Sekolah (Kepsek) SD dan SMP di Kabupaten Tanggamus guna pengumpulan bahan keterangan terkait dugaan mark up atau penggelembungan anggaran tersebut, sejak Agustus 2021. Kasus itu naik ke tahap penyidikan setelah penyidik Polres Tanggamus telah mengantongi dua alat bukti terkait dugaan korupsi mark up pengadaan barang dan jasa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi Kabupaten Tanggamus tahun 2020. Kenaikan status perkara ini dari penyelidikan ke penyidikan belum disertai penetapan tersangka. Kasus tersebut selanjutnya ditangani Polda Lampung. Dari beberapa saksi yang telah dimintai keterangan oleh penyidik, ada nama mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tanggamus, AD, dan H, yang merupakan oknum PBJ atau pengadaan barang dan jasa di sekolah. H ini merupakan anak seorang oknum pejabat Dinas Pendidikan Tanggamus. AD yang saat itu tahun 2021 menjadi Kepala Dinas Pendidikan, diduga kuat mengarahkan sekolah penerima BOS Afirmasi tahun 2020 dalam pembelian barang ke salah satu vendor, sehingga terjadinya mark up dan barang tidak sesuai spesifikasi. Modus intervensi AD ini diduga dilakukan lewat sosialisasi BOS Afirmasi dengan mengundang kepala sekolah penerima BOS Afirmasi. Kegiatan ini dimanfaatkan untuk mengarahkan sekolah membeli semua komponen dan perangkat pada penyedia tertentu. Caranya dengan menawarkan dan menyodorkan nota pesanan kepada kepala sekolah yang hadir. (Rls/Hadi) Read the full article
0 notes
Text
Denny JA dan Perjuangannya Melawan Korupsi: Inspirasimu untuk Bangsa
Dalam dunia perjuangan melawan korupsi, ada seorang pahlawan yang telah menunjukkan inspirasi luar biasa bagi bangsa Indonesia. Nama pahlawan ini adalah Denny JA, seorang tokoh yang gigih dan berdedikasi dalam memerangi praktik korupsi di negara kita. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi perjalanan Denny JA dan perjuangannya yang menginspirasi untuk membangun negara yang bersih dan adil. Denny ja, lahir dengan nama lengkap Denny Januar Ali, adalah seorang intelektual dan aktivis reformasi yang telah berkontribusi secara signifikan dalam memerangi korupsi di Indonesia. Denny JA terkenal karena keberaniannya dalam mengungkap kasuskasus korupsi yang merugikan negara dan rakyatnya. Ia memiliki visi yang kuat untuk menciptakan negara yang bebas korupsi, adil, dan berkualitas. Perjalanan perjuangan Denny ja dalam melawan korupsi dimulai pada awal tahun 1990an, ketika ia bergabung dengan Gerakan Reformasi yang sedang bergulir di Indonesia. Melalui organisasiorganisasi kemasyarakatan yang ia dirikan, seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Pusat Kajian Kebijakan Publik (Puskapol), Denny JA aktif dalam mengadvokasi transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Salah satu langkah awal yang diambil oleh Denny JA adalah dengan melakukan survei opini publik terkait permasalahan korupsi di Indonesia. Melalui LSI, ia mengumpulkan data dan informasi yang akurat mengenai persepsi masyarakat terhadap korupsi. Hasil survei tersebut kemudian ia gunakan sebagai alat untuk memberikan bukti nyata kepada pemerintah dan masyarakat mengenai tingkat keparahan korupsi di negara ini. Namun, Denny JA tidak hanya berhenti pada pengumpulan data dan informasi. Ia terus berjuang untuk menciptakan perubahan nyata dalam sistem pemerintahan. Salah satu langkah kongkrit yang diambilnya adalah dengan mendirikan Puskapol, sebuah lembaga yang fokus pada penelitian dan advokasi kebijakan publik. Puskapol menjadi basis bagi Denny JA untuk melibatkan diri dalam proses pembuatan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat dan mengurangi risiko korupsi. Denny JA juga memanfaatkan teknologi dan media sosial sebagai alat untuk memperjuangkan keadilan dan transparansi. Melalui akun Twitter dan Facebook pribadinya, ia sering kali mengangkat isuisu korupsi yang terjadi di Indonesia. Dengan penggunaan media sosial yang cerdas, Denny JA mampu menjangkau jutaan orang dan menginspirasi mereka untuk bergabung dalam perjuangan melawan korupsi. Selain itu, Denny JA juga aktif dalam memberikan pelatihan dan pendidikan kepada generasi muda Indonesia. Ia percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah mentalitas dan perilaku koruptif. Melalui programprogram pendidikan yang ia dirikan, seperti Forum Indonesia Muda (FIM), Denny JA mengajarkan nilainilai integritas, kejujuran, dan tanggung jawab kepada para pemuda Indonesia. Tidak hanya itu, Denny JA juga menjadi salah satu pendiri dan penggerak Institut Pengembangan Kepemimpinan (IPK), sebuah lembaga yang fokus pada pembentukan karakter dan kepemimpinan yang bersih dan bertanggung jawab. Melalui IPK, Denny JA berusaha menciptakan generasi pemimpin masa depan yang memiliki integritas tinggi dan mampu melawan korupsi di segala aspek kehidupan. Perjuangan Denny JA dalam melawan korupsi telah menginspirasi banyak orang, terutama para aktivis, mahasiswa, dan generasi muda Indonesia. Prestasinya yang luar biasa dalam memerangi korupsi menjadikan Denny JA sebagai teladan bagi kita semua.
Cek Selengkapnya: Denny JA dan Perjuangannya Melawan Korupsi: Inspirasimu untuk Bangsa
0 notes
Text
Tentang Profesionalisme Dalam Webinar Denny JA: Korupsi Punya Seribu Nyawa
Dalam era digital yang semakin berkembang ini, webinar telah menjadi salah satu alat komunikasi yang sangat penting. Webinar memungkinkan para pemimpin pendapat, ahli, dan praktisi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka dengan audiens yang lebih luas, tanpa batasan geografis. Salah satu webinar yang menarik perhatian adalah webinar yang diadakan oleh Denny JA, seorang tokoh terkenal di Indonesia. Webinar ini berjudul "Korupsi Punya Seribu Nyawa" dan membahas profesionalisme dalam konteks pemberantasan korupsi. Dalam webinar ini, Denny ja berbagi pemikirannya tentang pentingnya profesionalisme dalam upaya memerangi korupsi. Dia menekankan bahwa profesionalisme adalah kunci untuk menciptakan sistem yang transparan dan akuntabel. Dalam konteks pemberantasan korupsi, profesionalisme sangat penting dalam semua tahap, mulai dari pencegahan, deteksi, hingga penindakan. Denny ja menyoroti bahwa profesionalisme dalam pemberantasan korupsi melibatkan beberapa aspek utama. Pertama, integritas. Para pejabat dan penegak hukum harus memiliki integritas yang tinggi, agar dapat menjalankan tugas mereka dengan jujur dan adil. Mereka harus tahu bahwa korupsi tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. Kedua, kompetensi. Profesionalisme dalam pemberantasan korupsi membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Penegak hukum harus dilengkapi dengan pengetahuan yang mendalam tentang hukum, investigasi, dan pengumpulan bukti. Mereka juga harus mampu mengikuti perkembangan teknologi untuk melacak jejak kejahatan korupsi yang semakin kompleks. Selanjutnya, independensi. Para penegak hukum harus bekerja secara independen, tanpa adanya tekanan politik atau kepentingan pribadi. Mereka harus berani melawan korupsi, tanpa memedulikan siapa yang terlibat. Denny JA menekankan bahwa independensi adalah pondasi yang kuat dalam membangun sistem pemberantasan korupsi yang efektif. Dalam webinar ini, Denny JA juga membahas peran teknologi dalam mendukung profesionalisme dalam pemberantasan korupsi. Teknologi dapat digunakan untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas. Contohnya, sistem elektronik yang dapat mempermudah proses administrasi dan mengurangi risiko penyuapan. Selain itu, teknologi juga dapat digunakan untuk melacak aliran uang dalam kasus korupsi yang melibatkan transaksi online. Webinar ini juga mengundang para peserta untuk berbagi pengalaman dan ide mereka tentang bagaimana meningkatkan profesionalisme dalam pemberantasan korupsi. Berbagai saran dan masukan diberikan, termasuk pentingnya pelatihan dan pendidikan yang kontinu untuk para penegak hukum, serta peran masyarakat dalam melaporkan kasus korupsi. Dalam menghadapi tantangan pemberantasan korupsi, Denny JA menggarisbawahi pentingnya kerjasama antara pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat. Semua pihak harus saling mendukung dan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang tidak memungkinkan adanya korupsi. Denny JA juga menyoroti perlunya kebijakan yang progresif dan efektif dalam pemberantasan korupsi, termasuk perlindungan bagi para pelapor korupsi. Webinar tentang profesionalisme dalam pemberantasan korupsi ini telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Peserta webinar meninggalkan sesi tersebut dengan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya profesionalisme dalam upaya pemberantasan korupsi. Mereka juga memperoleh wawasan baru tentang peran teknologi dan kerjasama dalam menciptakan sistem yang lebih baik.
Cek Selengkapnya: Membahas Profesionalisme Dalam Webinar Denny JA: Korupsi Punya Seribu Nyawa
0 notes
Text
Fantastis! KPK Sita Aset Rp 60 M Hasil Pencucian Uang Eks Bupati Cantik Probolinggo
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menyita aset senilai Rp60 miliar yang diduga hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) milik mantan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari (PTS) dan suaminya, Hasan Aminuddin (HA).
Saat ini, penyidik KPK juga masih terus menelusuri aset pencucian uang Puput dan Hasan lainnya yang diduga berasal dari TPPU.
"Hasil perhitungan sementara yang diperoleh tim penyidik dengan nilai perkiraan aset yang disita mencapai Rp60 Miliar dalam bentuk berbagai aset bernilai ekonomis," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jumat (15/7/2022).
KPK juga telah merampungkan berkas penyidikan kasus dugaan suap terkait jual beli jabatan kepala desa (kades) di Probolinggo yang menyeret Puput dan Hasan. Pasangan suami istri tersebut bakal segera diadili atas perkara dugaan suapnya.
Sementara itu, KPK masih terus mengumpulkan bukti lainnya terkait perkara dugaan pencucian uang Puput dan Hasan. Saat ini, dibeberkan Ali, pihaknya masih menelusuri sejumlah aset yang diduga hasil pencucian Puput dan Hasan.
"Penyidikan perkara dugaan TPPU dengan tersangka keduanya, saat ini proses pengumpulan alat bukti termasuk penelusuran dugaan kepemilikan aset-aset dan penyitaannya dari para tersangka masih terus dilakukan oleh tim penyidik," terangnya.
Sekadar informasi, KPK kembali menetapkan Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin sebagai tersangka. Kali ini, pasangan suami-istri (pasutri) itu ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Penetapan tersangka gratifikasi serta TPPU terhadap Puput dan Hasan merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya. Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menetapkan Puput dan Hasan yang merupakan mantan Anggota DPR RI sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait jual beli jabatan kepala desa (kades) di Probolinggo.
KPK juga menetapkan 20 orang lainnya yang mayoritas para calon kepala desa sebagai tersangka. Adapun, 20 orang tersangka lainnya itu yakni, Sumarto; Ali Wafa; Mawardi; Mashudi; Maliha; Mohammad Bambang; Masruhen.
Kemudian, Abdul Wafi; Kho'im; Akhmad Saifullah; Jaelani; Uhar; Nurul Hadi; Nuruh Huda; Hasan; Sahir; Sugito; Samsuddin; Doddy Kurniawan; serta Muhamad Ridwan. Mereka adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Probolinggo.
Dalam perkara suapnya, Hasan Aminuddin dan Puput Tantriana diduga mematok harga sekira Rp20 juta ditambah upeti penyewaan tanah kas desa Rp5 juta per hektar, untuk jabatan kepala desa di Probolinggo
Hasan dan Puput meminta uang suap dari para calon kepala desa melalui camat atau pejabat desa. KPK berhasil menyita uang Rp362,5 juta saat OTT yang diduga merupakan suap dari para calon kepala desa untuk Puput Tantriana dan Hasan.
Kasus suap jual beli jabatan kepala desa tersebut sudah masuk proses persidangan. Bahkan, sejumlah pihak yang terlibat sudah diputus bersalah. Saat ini, KPK masih menyidik dugaan penerimaan gratifikasi serta TPPU Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin.
0 notes
Text
Kumpulkan Bukti, Kejagung Cari Pihak yang Bertanggung Jawab Proyek Satkomhan
Kumpulkan Bukti, Kejagung Cari Pihak yang Bertanggung Jawab Proyek Satkomhan
OtoMobile.id – Kejaksaan Agung sudah memeriksa 11 orang saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) tahun 2015. Pengumpulan dokumen dan hal-hal yang berkaitan dengan kasus tersebut terus dilengkapi. Jampidsus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan, setelah semua bukti lengkap. Pihaknya akan melakukan gelar perkara untuk mencari siapa pihak paling…
View On WordPress
0 notes
Photo
Jayapura (7/07),- Kejaksaan Tinggi Papua telah meningkatkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan hotel Tabita Convention Center Sentani pada dinas pertanahan, perumahan dan kawasan pemukiman Kab. Jayapura dinaikan menjadi Penyidikan. Dalam press release yang di sampaikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo,S.H.,M.H bahwa pada hari ini rabu tanggal 07 Juli 2021, Kejaksaan Tinggi Papua telah meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan, kasus tersebut adalah Penyidikan umum dugaan Tindak Pidana korupsi dalam pekerjaan pembangunan Hotel Tabita Convention Center Sentani pada Dinas Pertanahan, Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kab. Jayapura dengan pelaksanaan pekerjaan PT. PCI (KSO dengan PT. M) pada tahun anggaran 2019. Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Prin-06/R.1/Fd.1/07/2021, tanggal 07 Juli 2021. Kajati juga menyampaikan bahwa Pemda Jayapura (DP2KP) pada Pembangunan Hotel Tabita menganggarkan dana sebesar Rp. 72.824.338.000,00 ( tujuh puluh dua miliar delapan ratus dua puluh empat juta tiga ratus tiga puluh delapan ribu rupiah), dan jangka waktu pekerjaan adalah selama 330 (tiga ratus tiga puluh) hari kalender sejak tanggal 20 september 2019 s/d 15 agustus 2020 dan sampai saat ini pekerjaan tersebut belum selesai dikerjakan dan Total dana yang telah dibayarkan atau di terima PT. PCI adalah sebesar Rp. 24.294.994.000.00 (Tahap I). Berdasarkan LHP BPK RI terhadap pembayaran tersebut adalah kelebihan pembayaran sebesar Rp. 3.429.024.455,88 akibat terdapat deviasi progres penyelesaian pekerjaan dan sampai saat ini PT. PCI (KSO) belum mengembalikan kelebihan pembayaran ke Kas Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan pencarian dan pengumpulan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang perkara tindak pidana yang terjadi, guna menemukan tersangkanya. Perlu diketahui bahwa penyampaian press release tersebut dilaksanakan secara virtual dan dikuti oleh Para media Lokal yang tergabung dalam group Wartawan Kejati Papua. (@w) #KejaksaanRI #KejatiPapua #PidsusKejatiPapua #HumasKejatiPapua #LawanKorupsi https://www.instagram.com/p/CRBbt1_nke8/?utm_medium=tumblr
0 notes
Text
KPK Sambangi Rumah Wali Kota, Ada Kasus Apa?
KPK Sambangi Rumah Wali Kota, Ada Kasus Apa?
JAKARTA – Tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi rumah Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial hari ini. Ada kasus apa? Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan KPK melakukan kegiatan di rumah Walkot Tanjungbalai. Ali mengatakan KPK sedang mengumpulkan alat bukti. “Namun demikian, benar ada kegiatan tim KPK di sana dalam rangka pengumpulan bukti, di rumah dinas,” kata Ali kepada…
View On WordPress
0 notes
Photo
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan pihaknya tengah melakukan pemeriksaan dugaan kasus korupsi yang menyeret Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna. . Saat ini, KPK masih melakukan pemeriksaan saksi dan pengumpulan barang bukti. KPK sendiri menggeledah dua lokasi yakni kediaman pribadi Aa Umbara Sutisna di Jalan Murhadi, Desa Lembang, Kecamatan Lembang, serta di Kantor Bupati Bandung Barat di Ngamprah, Selasa (16/3/2021). . "KPK sedang melakukan beberapa kegiatan terkait dengan pemeriksaan saksi maupun pencarian barang bukti tentang dugaan perkara suatu pidana," ujar Firli kepada wartawan di Mason Pine, Padalarang, Selasa (16/3/2021). . Firli menyebut pihaknya segera menyampaikan perkara korupsi yang tengah ditangani dan siapa saja pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. . "Nanti pada saatnya akan disampaikan apa korupsi yang terjadi dan apa saja yang terjadi, siapa saja yang terlibat serta barang bukti apa saja. Nanti kita akan sampaikan kepada publik," terangnya. . "Kita ke depankan azas praduga tak bersalah dan kita junjung tinggi azas manusia, tetapi setiap orang yang terlibat suatu perkara korupsi harus juga kita minta pertanggungjawabannya," kata Firli menambahkan. . Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kediaman Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna di Jalan Murhadi, RT 03/02, Desa Lembang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Selasa (16/3/2021). . Tak cuma kediaman orang nomor satu di Bandung Barat sang didatangi, KPK didampingi pihak kepolisian turut menyambangi rumah milik Andri Wibawa yang tak lain merupakan anak Aa Umbara. . KPK juga memeriksa ruang kerja bupati di Kantor Pemkab Bandung Barat. Gedung kantor bupati pun saat ini masih dijaga oleh kepolisian bersenjata lengkap. Sementara petugas KPK masuk ke dalam gedung untuk melakukan pemeriksaan. . Sumber: Detik.com (di Kabupaten Bandung Barat) https://www.instagram.com/p/CMeeyuEHeCk/?igshid=p3x7v4x3xw1m
0 notes
Text
Harta Hasil Korupsi Rp 3,8 Triliun Eks Diktator Nigeria Berhasil Disita
Forbes - Harta sebesar USD 267 juta atau sekitar Rp 3,8 triliun milik bekas diktator Nigeria, Sani Abacha, disita dari sebuah rekening bank di Jersey, sebuah wilayah suaka pajak yang terletak antara Inggris dan Prancis. Harta ini "diperoleh melalui korupsi" yang dilakukan ketika Abacha menjabat presiden di Nigeria pada dekade 1990-an menurut Jersey's Civil Asset Recovery Fund. Sebuah perusahaan cangkang bernama Doraville mengelola dana tersebut dan dibekukan pada tahun 2014. Sesudah melalui sengketa hukum selama lima tahun, harta tersebut berhasil dikembalikan dan akan dibagi antara Jersey, Amerika Serikat dan Nigeria. Jaksa Agung Jersey, Robert McRae QC, mengatakan penyitaan tersebut "memperlihatkan komitmen Jersey untuk mengatasi kejahatan keuangan dan pencucian uang internasional". Sani Abacha berkuasa di Nigeria dari tahun 1993 hingga meninggal dunia pada tahun 1998. Tidak jelas berapa jumlah uang yang akan dibagi kepada masing-masing negara yang terlibat dalam penyitaan ini. Pejabat Departemen Kehakiman Jersey menolak berkomentar mengenai distribusi akhir dana tersebut karena bisa "mempengaruhi diskusi yang sedang berlangsung".
JEAN-PHILIPPEKSIAZEK/AFP/GETTY ImagesSaniAbacha bertemu dengan Paus JohannesPaulus II bulan Maret 1998, sesaat sebelum kematiannya. Pemerintah Jersey mengatakan mereka telah mendekati Amerika Serikat pada 2007 untuk memohon proses hukum di pengadilan Amerika seputar pencucian uang. Kementerian Kehakiman Amerika sendiri telah menghanguskan jutaan dolar dana dan mengembalikannya ke Nigeria lewat putusan yang menyatakan Abacha dan rekannya telah melakukan pencucian uang melalui industri perbankan Amerika Serikat. Mengikuti pengumpulan bukti yang "ekstensif" di berbagai yurisdiksi internasional, dana-dana tersebut dibekukan oleh Royal Court di tahun 2014 dan akhirnya dibayarkan ke Asset Recovery Fund pada tanggal 31 Mei. Uang ini hanya sebagian kecil dari miliaran dolar yang diduga dicuri dan dicuci semasa Abacha menjabat presiden Nigeria. TommySuharto pernah menyimpan uang di Guernsey Pihak berwenang Swiss tahun lalu mengembalikan US$300 juta (sekitar Rp4,3 triliun) kepada pemerintah Nigeria. Dana ini dibayarkan kepada 300.000 kepala keluarga di Nigeria dalam waktu enam tahun. Juru bicara Departemen Kehakiman Jersey mengatakan mereka menghadapi "tantangan dan banding" hingga ke tingkat pengadilan tinggi, sekaligus juga "proses hukum terpisah" yang dilakukan oleh pihak ketiga di pengadilan Amerika Serikat. Jersey dan juga Guernsey adalah pulau milik Inggris dekat Selat Channel yang memisahkan Inggris dan Prancis. Dua pulau ini sejak lama menjadi kawasan bebas pajak dan digunakan sebagai tempat penyimpanan uang orang-orang mancanegara, meskipun secara fisik uangnya tidak berada di sana. Salah satu orang Indonesia yang pernah menaruh uang di sana adalah Tommy Soeharto, anak mantan Presiden Soeharto. Pada akhir 1990-an, sebuah akun atas nama Tommy dibuka di sebuah bank di Guernsey berisi dana sebesar 36 juta euro atau setara Rp573 miliar. Read the full article
0 notes
Text
Menyoal Konsep First Mover Advantage dalam Polemik KPK vs DPR
21 Juli 2017
Yth. Kawanku El Luthfie Arif
(yang semoga selalu terjaga api semangatnya)
di Kampus Perjuangan, Universitas Indonesia
Assalamu alaikum wr. wb.
Apa kabar kawan seperjuangan? Senang rasanya bahwa kita berdua masih konsisten pada jalur ini. Walaupun saya secara formal telah memilih medan yang lain –yang sejujurnya membuat saya tertatih-tatih mengejar ketertinggalan, namun saya berani dengan tegas mengklaim bahwa saya masih menyertai saudara dalam mengawal isu-isu sosial politik di tataran kampus dan nasional.
Saya ingin menyatakan di awal bahwa tulisan ini ada untuk menyampaikan beberapa ketidaksepahaman dan koreksi saya mengenai tulisan saudara berjudul “Menilik Konflik KPK vs DPR RI dari Sudut Pandang Bisnis” yang dimuat oleh redaksi Selasar. Untuk lebih lengkapnya, bisa dibaca di sini. Saya sengaja menuliskannya di blog pribadi saya, bukan ke Selasar maupun koran sebagaimana biasanya, karena ini memang sekedar tanggapan pribadi saja. Akan tetapi, biarpun hanya blog pribadi, insya allah tidak mencederai substansi yang ingin saya sampaikan.
Dalam tulisan saudara tersebut, dengan menggunakan konsep First Mover Advantage dari David Montgomery dan Marvin Lieberman, saudara mengatakan bahwa dalam konflik antara KPK dan DPR yang kini tengah hangat diperbincangkan, KPK menempati posisi pole position. Posisi ini berarti lembaga antirasuah inilah yang membuka dan memimpin jalannya perseturuan ini (dalam bahasa saudara: diperseterukan) melalui tindakannya menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka Korupsi megaproyek KTP Elektronik.
Selanjutnya, saudara memberikan peran fast follower kepada DPR dengan asumsi dasar bahwa penetapan Setya Novanto sebagai tersangka (yang menempatkan KPK pada pole position) sebagai awal mula konflik antarlembaga ini. Dalam penerapan konsep First Mover Advantage, peristiwa ini dianalogikan sebagai awal penetrasi produk ke pasar (dalam bahasa saudara: serangan balik pertama kali). Singkatnya, KPK adalah perusahaan yang meluncurkan produk baru ke kawasan blue ocean (karena belum ada pesaingnya sama sekali), sedangkan DPR adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang sudah ada aktornya (KPK) dan tengah mencoba merebut pasar.
Dengan asumsi semacam itu, saudara berpendapat bahwa KPK memiliki keunggulan tersendiri karena mampu memimpin dan menentukan arah konflik ini. Namun rupanya first mover tak selalu mujur. Buktinya, berdasarkan data yang saudara nukil, penelitian David Montgomery dan co-author Marvin Lieberman mengungkapkan bahwa 47% first mover gagal. Sebaliknya, disebutkan bahwa hanya 8% fast followers yang gagal. Hal ini, menurut saudara, bukanlah hal yang menyenangkan bagi KPK atau pun berbagai elemen masyarakat yang mendukungnya.
Saya membaca tulisan ini pertama kali saat berada dalam rangkaian KRL menuju Depok, seusai menghadiri diskusi ilmiah di Maarif Institute, Tebet Jakarta Selatan sore tadi (21/7). Ketika pertama kali melahap habis tulisan panjang itu, saya menemukan ada sesuatu yang mengganjal dalam benak saya. Pasalnya, selama ini saya melihat bahwa drama panjang KPK vs DPR ini sejatinya adalah akibat dari sikap reaktif DPR yang merasa terancam oleh penyidikan dan penyelidikan Korupsi E-KTP yang tengah dilakukan KPK. Sikap tersebut kemudian melahirkan undangan KPK ke DPR dalam Rapat Dengar Pendapat tertanggal 17 April 2017. Sebagaimana yang kita berdua ketahui, dalam rapat tersebut KPK menolak memperdengarkan rekaman penyidikan Miryam S. Haryani sebagaimana yang diminta oleh DPR. Tak lama berselang, DPR membentuk panitia khusus (pansus) Hak Angket KPK pada 30 Mei 2017. Apa yang membikin gaduh negara kita pada hari ini adalah buntut daripada polemik tersebut.
Pertama, saya ingin mengatakan bahwa penempatan KPK dalam pole position yang kemudian membagi peran first mover dan fast follower dalam konflik ini dalam hemat saya tidaklah tepat. Terlebih, ketika hal itu disandarkan pada penetapan Setya Novanto sebagai tersangka. Bagi saya, Setya Novanto hanyalah salah satu dari beberapa nama yang terlibat dalam korupsi E-KTP yang memang telah lama diselidiki oleh KPK sejak beberapa waktu lalu. Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, dalam kesempatan wawancara di sebuah stasiun televisi pernah berujar bahwa terkadang, KPK menunda mengumumkan nama seseorang yang dicurigai melakukan tipikor, karena sedang memperkuat alat bukti atau disebabkan oleh strategi KPK agar bisa mengakses lebih banyak informasi dari yang bersangkutan. Pun begitu dalam kasus Setya Novanto ini. Menurut saya tidak bijak memposisikan Setya Novanto seolah-olah sebagai korban ambisi KPK dalam memberikan sinyal perlawanan (serangan balik) kepada DPR, melainkan memang tengah melalui serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan yang panjang. Ia bukanlah sesuatu yang memulai dikotomi antara first mover dan fast follower.
Bagi saya, pada akhirnya yang pantas disalahkan sebagai pemicu konflik berkepanjangan ini adalah DPR. Sikap reaktif yang berlebihan itulah yang menyebabkan semuanya. Ialah yang membuka jalannya konflik ini, namun kemudian senjata makan tuan dalam permainannya sendiri. Ibarat kata ingin mendeligitimasi kebesaran nama KPK, justru dianggap sebagai upaya pelemahan KPK yang kontraproduktif dengan cita-cita reformasi. Adapun KPK hanya menjalankan tugasnya sebagaimana yang diamanatkan undang-undang. Artinya, ia hanya berusaha proaktif sesuai dengan tupoksi yang diberikan.
Kedua, saya sebenarnya tidak begitu sepakat bahwa konsep First Mover Advantage bisa diaplikasikan dalam memandang masalah ini. Perlu diketahui bahwa konsep ini berlaku dalam persaingan usaha yang memiliki model bisnis yang sama. Di sini, first mover berperan sebagai inovator sedangkan fast follower berperan sebagai peniru inovasi dan model bisnis dari kompetitornya. Fast follower memiliki posibilitas yang lebih tinggi untuk berhasil karena ia dapat mengikuti “dengan cepat” dan dapat melihat sisi yang kurang dari first mover. Kata “mengikuti dengan cepat” di sini juga mengindikasikan bahwa sistem kerja yang ia miliki sangatlah adaptif dan efektif sehingga dalam waktu yang relatif lebih singkat, mampu mencapai bahkan melampaui apa yang diraih oleh first mover yang memerlukan waktu lama. Dengan kondisi demikian, bukankah rasanya tidak adil mengatakan bahwa KPK dan DPR sedang bersaing dalam “model bisnis” yang sama? Kita harus mengakui bahwa publik amat mengagungkan KPK dan memandang sebelah mata DPR. Ada perbedaan tingkat kepercayaan yang nyata antara dua lembaga tersebut. Subjektivitas semacam ini tidak ada dalam konsep First Mover Advantage dimana pasar beralih preferensi karena memang menemukan bahwa produk yang satu lebih baik daripada produk lainnya. Bukan karena sentimen yang terbangun sejak awal untuk mempercayai satu dan menolak lainnya. Saya yakin, mau sebaik apapun fast follower nya (DPR) tidak akan merebut pasar (public trust) dari Sang first mover (KPK) jika konsep tersebut saudara terapkan dalam masalah ini. Karena memang sejak awal sudah ada subjektivitas massal. Fast follower harus dilihat sebagai sesuatu yang baru (pendatang baru) yang benar-benar bersih, tanpa sentimen apapun agar konsep ini sesuai. Hal itu sekaligus menyampaikan ketidaksepahaman saya dengan saudara soal peran yang diberikan, baik first mover maupun fast follower karena tidak applicable.
Ketiga, saya ingin mengoreksi penelitian yang mengungkapkan bahwa 47% first mover gagal bukanlah dilakukan oleh David Montgomery dan Marvin Lieberman sebagaimana yang saudara sebutkan, melainkan oleh Peter N, Golder dan Gerard J. Tellis dari Duke University’s Fuqua School of Business berjudul “Pioneer Advantage: Marketing Logic or Marketing Legend?” yang dimuat dalam Journal of Marketing Research,Vol. 30, No. 2 (May, 1993), pp. 158-170. Penelitian tersebut memiliki batasan-batasan terkait tingkat kepercayaan basis data yang sudah ada sebelumnya, pengecualian pada perusahaan yang tidak bertahan (non-survivors), serta penggunaan informan tunggal dalam pelaporan dan pengumpulan data.
Begitulah sedikit pandangan saya mengenai tulisan saudara. Tentunya sebagai seorang mahasiswa Geografi yang tidak terlalu paham mengenai Ekonomi dan teori-teorinya yang amat banyak itu (dan sepertinya amat sulit), saya mohon maaf atas keterbatasan-keterbatasan saya. Termasuk mungkin jika pengertian yang saya peroleh berbeda dengan apa yang saudara maksud. Jika demikian, tentunya saya akan sangat senang jika saudara berkenan memberikan penjelasan kepada saya.
Akhir kata, sebagaimana yang saudara sampaikan di tulisan tersebut, keberpihakan dan pilihan untuk bergerak saudara serahkan sepenuhnya kepada pembaca. Dan dalam ini, demi Tuhan saya selalu berada di pihak saudara. Semoga surat saya ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang ingin melemahkan, namun lebih ke usaha untuk menumbuhkan budaya ilmiah yang baik. Sebagaimana yang saya yakini selama ini, lawan dalam diskusi adalah teman dalam berpikir.
Dengan ikhlas,
VYAN TASHWIRUL AFKAR
4 notes
·
View notes
Text
Wagub Akademi AU Tersangka Korupsi Helikopter AW 101
Wagub Akademi AU Tersangka Korupsi Helikopter AW 101
Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI resmi menetapkan Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara (Wagub AAU) Marsekal Pertama TNI Fachri Adamy sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan satu helikopter AgustaWestland 101 (AW 101) senilai Rp738 miliar tahun anggaran 2016.
Penetapan Marsma TNI Fachri Adamy bersama Letnan Kolonel (Letkol) TNI AU berinisial WW dan Pembantu Letnan Dua (Pelda) TNI AU berinisial SS diumumkan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Sebelum pengumuman penetapan tersangka, panglima TNI, KSAU, dan jajaran termasuk Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Mayor Jenderal TNI Dodik Wijanarko bertemu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan KPK dan jajaran guna membahas tentang penanganan kasus dugaan korupsi satu helikopter AW 101 senilai Rp738 miliar tahun anggaran 2016.
Saat konferensi pers Panglima TNI, KSAU, dan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Wuryanto didampingi Ketua KPK Agus Rahardjo dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan, pengadaan helikopter jenis AgustaWestland 101 (AW 101) senilai Rp738 miliar tahun anggaran 2016 sudah menjadi perhatian masyarakat. Bahkan, panglima TNI pernah dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dengan kerja sama penyelidikan KPK dan Puspom TNI sudah dilakukan pemeriksaan terhadap enam orang dari unsur TNI dan nonmiliter atau sipil tujuh orang kemudian disimpulkan penyidik POM TNI sudah memiliki alat bukti yang cukup untuk menaikkan kasusnya ke tahap penyidikan. Kemudian ditetapkan tiga orang dari unsur militer sebagai tersangka.
“Satu, Marsma TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat akte komitmen atau PPK dalam pengadaan barang dan jasa. Dua, Letkol administrasi WW pejabat pemegang kas atau pekas. Tiga, Pelda SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu,” tegas Jenderal Gatot saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Selain melakukan pemeriksaan saksi-saksi, Gatot membeberkan, penyidik POM TNI sudah memblokir rekening atas nama Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang sebesar Rp139 miliar. Panglima menggariskan, dari hasil hasil penyelidikan gabungan Puspom TNI, KPK, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap dugaan penyimpangan pengadaan Heli AW 101 TNI AU, kemudian ditemukan hasil perhitungan kerugian sementara yang sangat fantastis.
“Hasil sementara perhitungan ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp220 miliar, dengan basis perhitungan saat itu nilai USD1 sama dengan Rp13 ribu,” ujarnya.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, KPK sangat bersyukur karena hari ini KPK mendapatkan komitmen yang sangat besar dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Sebelumnya KPK dan TNI sudah bekerja sama melakukan penyelidikan bersama lebih dari tiga bulan disertai pengumpulan data. Terutama terkait dengan pengadaan heli angkut AW 101.
“Diketahui nilai proyek pengadaannya sebesar Rp738 miliar. Kemudian unsur KPK dan TNI melakukan penyelidikan bersama dan nanti secara gamlang akan disampaikan Bapak Panglima dengan gamblang mengenai temuan-temuan. Sebetulnya konpers ini terkait tersangka dari pihak TNI-nya sudah dinaikkan, kemudian swastanya yang menangani KPK. Dalam waktu tidak terlalu lama swastanya akan kita (KPK) naikkan (tetapkan sebagai tersangka),” tegas Agus.
Dia menegaskan, dalam koordinasi kemarin juga disepakati bahwa tersangka dari unsur TNI akan ditangani dan disidangkan di peradilan militer, sedangkan swastanya akan disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) biasa atau peradilan umum.
“Kemungkinan koordinasi akan berlanjut. Karena sebelumnya kita berkoordinasi untuk PT PAL dan sebelumnya juga sudah Bakamla,” imbuhnya.
Sekali lagi atas nama KPK dan seluruh rakyat Indonesia, Agus mengucapkan terima kasih ke panglima TNI atas kerja sama dan komitmen yang sangat baik. Mudah-mudahan penetapan tersangka dan penanganan kasus ini menjadi momentum untuk melakukan perbaikan ke depan.
“Dengan cepat semuanya demi kejayaan negara kita,” ucapnya.
Dari penelusuran SINDO, tersangka Marsekal Pertama (Marsma) TNI AU Fachri Adamy menjabat sebagai Kepala Staf Pengadaan TNI AU (Kadisadaau) 2016-2017 saat pengadaan helikopter AW-101 terjadi. Selepas itu, Fachri yang memiliki call sign “Oryx” ini menjabat sebagai Kepala Staf Komando Operasi Angkatan Udara I ( Kaskoopsau I) 2017. Kemudian, mantan penerbang pesawat tempur dengan jam terbang lebih dari 3.000 jam ini dipromosikan dan menjabat sebagai Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara (Wagub AAU).
sumber : sindonews
Sumber : Source link
0 notes
Text
Kejagung Siap Supervisi dengan KPK di Kasus Pinangki-Djoko Tjandra
Kejaksaan Agung (Kejagung) berjanji melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani perkara dugaan pemberian suap kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari terpidana Djoko Tjandra untuk membantu pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono mengungkapkan, pelibatan itu nantinya akan berbentuk koordinasi-supervisi antar lembaga ketika perkara tersebut disiapkan untuk naik ke tahap penuntutan. "Untuk menjawab keraguan publik, pasti nanti kami akan koordinasi dan supervisi. Ketika nanti perkara akan naik ke penuntutan, kami akan lakukan koordinasi dengan KPK," kata Hari kepada wartawan di Kompleks Kejagung, Jakarta, Senin (31/8/2020). Dia pun mengatakan bahwa nantinya juga akan mengundang penyidik dari KPK selama proses gelar perkara. Hal itu lagi-lagi, kata Hari, untuk menjawab keraguan publik terhadap penanganan perkara tersebut di Kejagung. Hari kembali menegaskan, pihaknya sangat terbuka terhadap proses pelibatan KPK dalam perkara Pinangki ini. Menurutnya, Kejaksaan selalu terbuka apabila KPK maupun aparat penegak hukum lain turut membantu penanganan perkara. "Artinya, setiap saat teman-teman KPK bisa menanyakan, menambah, memberikan data, memberi informasi. Kami bekerja maksimal. Kami terbuka, oleh karena itu kami akan secara transparan melakukan kegiatan itu," jelas Hari. Meski demikian, Hari engga menjelaskan secara rinci ihwal waktu gelar perkara bersama dengan KPK itu akan dilakukan. Hanya saja, dia menegaskan bahwa kegiatan tersebut akan digelar saat penyidik akan melimpahkan berkas perkara untuk masuk tahap penututan. Diberitakan sebelumnya, penanganan perkara Jaksa Pinangki di Kejaksaan memang menuai polemik. Banyak pihak yang meminta agar KPK turun tangan dalam menangani perkara tersebut untuk menghindari konflik kepentingan. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Ali Mukartono pun mengakui bahwa hingga saat ini pihaknya belum melakukan komunikasi dengan komisi antirasuah tersebut terkait penanganan perkara Pinangki. Namun, dia tetap mempertimbangkan pelibatan KPK dalam penanganan perkara ini. Fokus penyidik, kata Ali, saat ini masih mengumpulkan sejumlah bukti-bukti yang menguatkan tindak pidana korupsi dalam peristiwa tersebut. "Masih mengumpulkan bukti. Nanti penyampaian pengumpulan bukti, timnya mengusulkan perlu KPK atau tidak. Nanti kita tunggu," kata dia lagi. Dalam kasus ini, Pinangki diduga menerima hadiah senilai Rp7 miliar untuk membantu proses pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) perkara dari terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. Dia kini disebut telah ditahan di Rutan Kejagung cabang Salemba sejak Rabu (12/8/2020) lalu. Djoko Tjandra pun telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap kepada Pinangki pada Kamis (27/8/2020). Pengurusan fatwa MA itu diduga merupakan permintaan dari Djoko sehingga tidak perlu dieksekusi pada 2009 silam. from Blogger https://ift.tt/2QEO5Z5 via IFTTT
0 notes