#Penentu
Explore tagged Tumblr posts
Text
Dengar Keluhan Milenial, Anies:Anak Muda Penentu Arah Indonesia ke Depan
JAKARTA | KBA – Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan mengatakan anak muda adalah penentu arah Indonesia ke depan. Hal itu disampaikan Anies Baswedan saat bertemu dan menyerap aspirasi kaum milenial di acara Titip Harapan ‘Milenial Menyampaikan, Anies Baswedan Mengerjakan’. “Mereka (anak muda) pemilik masa depan dan kita berbicara tentang Pemilihan Presiden…
View On WordPress
0 notes
Text
Tuhan menciptakan penyesalan agar kita tahu bahwa tidak semua hal boleh diulang kembali, dan. Tuhan juga menciptakan kesempatan bukan untuk memenangkanmu, melainkan untuk membuatmu berkaca pada masa lalu.
Antara rasa dan pilihan, salah satunya menjadi penentu masa depanmu.
193 notes
·
View notes
Text
Apa yang kamu tunggu? Apa yang kamu cari?
Sedang tidak menunggu siapa-siapa, sedang tidak mengharapkan apa-apa.
Semua kini aku serahkan kepada Pemilik dan Penentu takdir, Dia-lah sebaik-baiknya penjaga, pelindung, penolong. Jika sudah Allah izinkan, jika sudah waktunya, Allah sendirilah yang akan memberikan apa yang aku butuhkan.
Setenang dan semelegakan itu rasanya.
94 notes
·
View notes
Text
Kenyataannya, hidup ini bukanlah sebuah drama yang bisa diatur seperti apa yang kita mau.
Tidak bisa kita menjadi penentu jalan hidup kita , meski kita begitu ingin.
Maka, kau tidak hisa hidup dalam anganmu saja. Berhentilah. Berhenti untuk berangan-angan bahwa hidupmu baik-baik saja. Sebab kenyataanya hidupmu tidak demikian.
Hidup nyata bukanlah drama bahagia saja. Hidup nyata itu pahit. kau tidak boleh hidup dalam angan-anganmu semata.
Melepaskan itu memang menyakitkan. Namun akan sangat menyakitkan lagi, bila kau hidup dalam bahagia namun itu hanya anganmu saja. Jangan begitu. .
Jangan sesak sendiri, jangan pilu sendiri, ini hidupmu. Maka hadapi dengan segala kemungkinan rasa sakit. Percayalah, dalam perjalananmu, kelak akan kau temukan banyak kebaikan yang Allah berikan untukmu...
Bila kau jatuh, dan semakin jauh karna tak percaya padaNya. Maka tak ada kebaikan dan ketenangan yang akan kau peroleh. Tak ada penolong untukmu, sebab kau akan dibiarkan dengan apa yang menjadi sandaranmu.
Maka jangan begitu, jangan percaya was-was syaithan yang dihembuskan padamu. Melembutlah jiwa-jiwa yang hanif. Mintalah pertolongan Allah dengan sabar dan sholat.
ruang 02/07/2018
77 notes
·
View notes
Text
Biduk rumah tangga itu, sejak dulu telah dikabarkan bahwa kepalanya adalah suami. Maka semua aturan yang bersumber darinya - terlebih sudah berkaitan dengan dalil atas agama ini - tidak ada lagi alasan untuk membantah dan menolak.
Maka kabar ini harusnya menjadi kabar bahagia untuk seorang istri. Jikalau kehidupannya pasca menikah, justru lebih banyak diatur oleh suaminya.
Bahkan meski pada hal-hal kecil serupa pakaian, cara bersolek ataupun berinteraksi dengan orang lain.
Karena penilaian suami terhadap istrinya akan menjadi penentu di akhirat kelak, apakah suami tersebut ridho atau tidak?
07 November 2024 || 09.34 a.m
72 notes
·
View notes
Text
dari hari ke hari, semoga kita tak pernah lupa bahwa peran kita hanya sebatas perencana, bukan penentu segalanya.
79 notes
·
View notes
Text
Di Balik Keshalihan Pemuda Ismail, ada Ayah dan Bunda yang Tangguh
(Poin-poin Khutbah Idul Adha yang disampaikan @edgarhamas di Masjid Al Jihad Kranggan, Kota Bekasi 10 Dzulhijjah 1444 H)
Ibrahim, nama mulia itu terulang 69 kali dalam lembar suci Al Qur'an. Beliau, kisahnya menjadi inspirasi bagi milyaran umat manusia. Namun kali ini aku akan mengajakmu lebih dekat dengan sosok istimewa yang tak kalah hebatnya: sang putra, Ismail alaihissalam. Tadabbur tentang beliau akan ku mulai dengan sebuah pertanyaan: di usia berapakah Ismail kecil saat beliau ditinggal di lembah Bakkah bersama ibunya?
Dalam Kitab Umdatul Qari karya Al Ainiy, kala itu usia Nabi Ismail baru 2 tahun; sedang banyak butuh bonding dengan ayah dan ibunya, sedang saat itu sang ayah pergi ke medan juang di Palestina. Namun lihatlah; sang Ismail bertumbuh menjadi manusia hebat yang lurus pembawaannya, santun akhlaqnya dan lembut budi pakertinya. "Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar..." (QS Ash Shaffat 101)
Betapa takjubnya kalau kita peka, ada fakta penting ketika Ismail mendengarkan perintah Allah lewat lisan ayahnya untuk menyembelihnya. Ayat 102 surat Ash Shaffat mengabadikan momen itu, ketika Nabi Ibrahim berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”
Apa jawaban Ismail? Apakah beliau berkilah? Kabur? Lari tunggang-langgang? Menganggap orangtuanya sebagai toxic?
Ternyata jawaban Ismail begitu tulus sekaligus berhati besar menyambut perintah Allah itu, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” Jawaban yang hanya datang dari lisan manusia yang keyakinannya utuh dan murni, akidahnya kokoh tanpa banyak basa-basi. Aku semakin bergetar ketika membaca tafsiran ulama, berapa usia nabi Ismail saat ada di momen berat itu?
Ya, para mufassir mengatakan bahwa kala itu usia nabi Ismail sekitar 13-16 tahun!
Muda, tapi cara pandangnya bijaksana, bahkan melebihi orang-orang yang lebih tua dari beliau. Itulah yang membuatku ingin mengajakmu untuk mentadabburi: apa faktor-faktor yang mampu menciptakan mentalitas seperti yang dimiliki oleh Nabi Ismail muda?
1. Kemurnian Akidah jadi faktor penentu lingkungan sebelum yang lain.
Simak apa yang didoakan oleh Nabi Ibrahim ketika pertama kali menempatkan istri dan anaknya di lembah Makkah, "Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat..." (QS Ibrahim 37)
Yang jadi faktor utama yang membuat Nabi Ibrahim tenang menempatkan keluarga di lembah Makkah, bukan karena fasilitas, bukan karena resource melimpah; tapi karena di situ ada Baitullah! Dan visi Nabi Ibrahim begitu murni: agar anak keturunannya melaksanakan shalat. Barulah kemudian Nabi Ibrahim melanjutkan doanya sebagai pelengkap, "maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur..." (QS Ibrahim 37)
2. Ayah dan Ibu yang Shalih Shalihah
Ismail muda mendapat contoh terbaik tentang keyakinan total pada Allah sekaligus mentalitas ikhtiar yang terbaik dari ibunya: Ibunda Hajar. Kala Nabi Ibrahim meninggalkan keduanya di lembah Makkah yang tandus tak bertanaman itu, Ibunda Hajar bertanya pada suaminya, "apakah yang engkau lakukan ini adalah perintah Allah?"
Ketika Nabi Ibrahim menjawab, "ya", respon Ibunda Hajar begitu dahsyat, "jika memang begitu, maka Allah sekali-kali tak akan meninggalkan kami!"
3. Kedekatan emosional antara orangtua dan sang anak.
Jika kita memerhatikan, saat Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk menyembelih Ismail, beliau tidak langsung melakukannya dengan tergesa dan kasar. Tidak. Justru, Nabi Ibrahim dengan bijaknya mengabarkan lebih dulu pada anaknya dengan panggilan yang sangat baik, "yaa bunayya!" Wahai anakku sayang. Dan setelah Nabi Ibrahim selesai menyampaikan perintah Allah itu, beliau mengakhirinya dengan sebuah kalimat dialogis, "Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu..." (QS Ash Shaffat 102)
Seorang anak akan tumbuh mencintai model hidup orangtuanya jika memang terjadi dialog yang hangat dan kedekatan yang baik. Moga kita bisa mengambil inspirasinya!
#renungan#catatan#kontemplasi#islamic#inspirasi#islamicquotes#daily reminder#quotation#tadabbur#edgarhamas
310 notes
·
View notes
Text
It's okay if it takes a long time and a long journey for us to find the right one.
Kadang ya, kita gak pernah meniatkan untuk mencari tahu suatu hal, tetapi hal-hal tersebut selalu saja punya cara untuk ditemukan oleh kita bahkan secara tak sengaja.
Contohnya membaca berita.
Kita bisa saja memilih untuk tidak mencari tahu apa yang sedang atau marak terjadi. Tetapi selama kita masih bermain media sosial, algoritma kita setidaknya sekali—pasti akan memunculkan berita-berita tersebut dan membuat kita tidak sengaja membacanya.
Berita-berita tentang perselingkuhan, perceraian, KDRT, dan kegagalan dalam rumah tangga lainnya seakan memenuhi lini masa kita saat ini. Kita yang bisa jadi semula menganggap hal-hal tersebut adalah suatu hal yang biasa saja untuk diberitakan. Namun, saat berita tentang tersebut seakan menjelma menjadi banjir yang tidak ada surutnya, lambat laun membuat pemikiran kita juga pasti akan berubah.
Tidak ada hal di dunia ini yang kita alami bahkan hal-hal yang sering kita pikir tidak disengaja tadi terlepas dari campur tangan takdir. Aku percaya, bahkan di sehelai rambut yang jatuh pun itu semua telah ada dalam ketetapan-Nya. Meskipun kebanyakan dari takdir-takdir tersebut gak pernah kita ketahui maknanya apa. Sebab lagi-lagi karena ilmu kita yang terbatas.
Begitupun tentang berita-berita tersebut.
Kalau ingin menggunakan sikap sok tahuku ini. Berita-berita tersebut bertujuan untuk mengingatkan akan betapa pentingnya untuk tidak menjadikan pernikahan sebagai suatu tujuan yang harus dipenuhi dalam hidup. Bahwa pernikahan bukanlah akhir dalam proses seseorang. Bahwa cepat atau lambatnya seseorang menikah bukanlah sebuah penentu kesuksesan dan kegagalannya dalam hidup. Bahwa pernikahan tidak menjamin seseorang akan bahagia selamanya. Bahwa pernikahan seharusnya tidak dijadikan sebagai garis finish kita sebagai seorang manusia.
Dulu, aku pernah bercita-cita untuk menikah paling lambat di umur 25 tahun. Namun, setelah melihat apa yang terjadi, kualami sendiri, dan orang-orang terdekatku lalui. Cita-cita tersebut akhirnya menjadi semakin kabur dan terlupakan. Sedikit banyak pengalaman-pengalaman tentang pernikahan orang-orang di sekelilingku mengubah sudut pandangku dalam memahami cinta dan pernikahan itu sendiri. Aku yang saat ini menuju 23 tahun, perlahan mulai melemaskan ego. Berpikir, bahwa nggak papa if it takes a long time and long journey for me to find the right one.
Karena emang nggak papa. Sebab masih banyak hal yang penting untuk dipikirkan sekedar dengan memikirkan siapa kelak yang akan menjadi jodoh kita. Aku tidak mau mendahului takdir dalam membuat keputusan. Oleh karena itu, aku membiarkan waktu menuntunku akan ke mana nantinya semua ini. Entah berakhir di pelaminan atau kematian. Lihat saja nanti.
31 notes
·
View notes
Text
Serial Opini—Dampak dan Upaya Menumbuhkan Kembali Figur Filosofis
"Lalu bagaimana sebenarnya dampak dari hilangnya figur filosofis ini terhadap gerakan dakwah kampus? Dan yang lebih penting, bagaimana kita bisa menumbuhkan kembali pemikir-pemikir konseptual yang dibutuhkan?"
Menjawab pertanyaan di atas sekaligus menjadi lanjutan tulisan serial "Hilangnya Figur Filosofis Dakwah Kampus Hari Ini" yang pertama (kalau belum baca saran saya baca dulu hehe), maka pada tulisan kedua ini akan membahas dampak hilangnya figur filosofis dan bagaimana kiat dalam menumbuhkan kembali.
Dampak dari hilangnya figur filosofis terhadap gerakan dakwah kampus? di kepala saya sebenarnya ada 7 poin, tetapi untuk meringkas saya sampaikan 3 saja.
1. Kehilangan Narasi Besar dan Arah Strategis
Figur filosofis adalah penentu arah gerakan, tugasnya adalah membuat peta dan memegang kompas dalam menavigasi sebuah bahtera dalam mengarungi lautan. Mereka bukan hanya menyusun strategi, tetapi juga memastikan gerakan dakwah berlandaskan nilai-nilai Islam dan pergerakan secara mendalam. Ketika peranan dari figur ini hilang, maka gerakan dakwah akan kehilangan narasi besar yang menjadi pondasi perjuangan. Tanpa narasi besar, dakwah kampus cenderung akan terjebak pada aktivitas teknis tanpa visi jangka panjang, yang akhirnya membuat gerakan kehilangan daya tarik dan relevansi terhadap perubahan zaman.
2. Dakwah Menjadi Prosedural, Bukan Substansial
Tanpa pembinaan filosofis, aktivitas dakwah cenderung hanya akan menjadi rutinitas administratif saja. Kader akan beralih fokus pada mindset "apapun yang menting program berjalan" daripada memahami esensi dan nilai dakwah yang seharusnya menjadi ruh di setiap aktivitas. Akibatnya, kaderisasi kehilangan makna pembentukan karakter dan lebih mengutamakan hasil teknis. Ketika mindset yang demikian terus dirawat, maka keluhan/tudingan "Kader zaman sekarang gampang ngeluh, lemah komitmen dan kurang militansi." hanya akan terus bermunculan, sebab mereka mengerjakan sesuatu tanpa keterikatan dan kepahaman nilai serta bekal ilmu yang cukup.
3. Menurunnya Kepercayaan Diri Gerakan
Ketika gerakan dakwah kehilangan arah dan tidak memiliki narasi besar yang menginspirasi, yang memunculkan semangat pada diri kader, maka dampaknya dalah kepercayaan diri para kader juga akan ikut melemah. Mereka merasa aktivitas yang dijalankan tidak memberikan dampak besar atau signifikan, sehingga semangat juang menurun atau yang lebih parah, mulai mempertanyakan kejelasan gerakan pada hal yang 'fundamental' sekalipun. Bagi mereka yang peduli dan memiliki daya pikir kritis, akan mulai mempertanyakan persoalan-persoalan yang sejak dulu sebetulnya sudah selesai. Namun karena ketiadaan sosok yang mampu menjadi 'jawaban' di tengah kekeruhan itu, akhirnya mereka yang tadinya kader produktif justru mulai kontra-produktif, menjadi destruktif dari luar gerakan.
Dari tiga poin di atas saya rasa sudah menunjukkan seberapa vitalnya kader filosofis di dalam sebuah manajemen dakwah. Lantas sekarang, bagaimana upaya dalam melahirkan figur filosofis itu?
1. Studi Literatur Sejarah Gerakan Dakwah
Ini adalah cara paling mudah. Upaya untuk menumbuhkan filsuf gerakan ini bisa dimulai dari membaca buku-buku yang mengkaji manajemen dakwah era dahulu. Ambil hal-hal yang esensial; nilai perjuangan, kunci keberhasilan, termasuk sebab-sebab kehancuran. Ada berbagai macam buku-buku yang bisa dibaca, @mamadkhalik mungkin boleh dibantu buatkan daftarnya hehe.
2. Menghidupkan Tradisi Diskusi Kritis dan Reflektif
Diskusi adalah ruang bagi kader untuk melatih kemampuan berpikir kritis, mematangkan ide, dan mengeksplorasi pemahaman mendalam tentang dakwah itu sendiri. Pendekatan diskusi semisal analisis kasus dakwah lintas waktu sebagai komparasi dalam mencari celah (gap), untuk menemukan jembatan penghubung adalah salah satu solusi yang menurut hemat saya bisa dicoba.
2. Membentuk Komunitas Pemikir Dakwah
Bentuk komunitas kecil yang fokus pada pengembangan konsep dan strategi dakwah. Komunitas ini bertugas mempelajari isu-isu besar keumatan dan menyusun strategi dakwah berbasis nilai. Komunitas ini juga menjadi wadah untuk menyalurkan kader dengan minat intelektual tinggi. Teringat ketika Abi menyampaikan tadzkirah tentang QS. At-Taubah : 122. QS. At-Taubah: 122 menegaskan bahwa tidak semua orang perlu berada di garis depan untuk menjalankan tugas dakwah yang bersifat teknis atau operasional. Sebaliknya, ada kebutuhan untuk sebagian kelompok yang mendalami ilmu agama secara serius agar dapat memberikan arahan, nasihat, dan panduan. Saya rasa ini visi terselubung komunitas yang dibentuk mentor saya @kayyishwr dengan komunitas aamalacom nyahehe. Bagaimana menumbuhkan semangat keilmuan dan melandasi amal dengan keilmuan yang kokoh.
3. Mendorong Produksi Karya dan Pemikiran
Mungkin kader perlu distimulan dengan kebiasaan menuangkan ide dalam bentuk tulisan ataupun karya. Dengan sistematika penulisan yang jelas, misalnya menggunakan teori Golden Circle-nya Simon Sinek. Berangkat dari why, lalu how dan what, yang poin intinya, membangun cara berpikir/mengonsep ide dalam pendekatan sistematis dan komprehensif, baik itu keresahan yang mendalam, tujuan yang terukur, dsb. Sehingga harapannya dari situ tercipta basis-basis pemikir yang kuat di kalangan kader.
Kesimpulan
Dakwah kampus tidak perlu kembali sepenuhnya ke cara-cara lama, (pun saya juga paling nggak suka meromantisasi masa lalu hehe), tetapi perlu mengadaptasi nilai-nilai esensial dalam pendekatan baru. Figur filosofis yang kuat tidak hanya diperlukan untuk masa sekarang, tetapi juga untuk memastikan gerakan dakwah tetap relevan di masa depan, baik dalam programnya maupun dalam membentuk kader-kader penerusnya.
Jadi, apakah kita siap untuk mengambil langkah nyata dalam menumbuhkan kembali figur-figur filosofis ini? Jawabannya ada di tangan kita semua—para kader yang masih peduli pada urgensi dan keberlanjutan dakwah kampus.
Wallahua'lam.
10 notes
·
View notes
Text
🌹Berkata Habib Umar Bin Hafidz🌹
Pentingnya kita memperhatikan setiap niat hati kita dalam melakukan apa saja ibadah agar setiap ketaatan yang kita lakukan tidak menjadi sia-sia.
Untuk mendatangkan niat yang benar itu memerlukan pengetahuan makrifah kepada Allah SWT.
Dan untuk mendatangkan makrifah kepada Allah SWT itu memerlukan hati yang bersih.
Ibadah hati adalah penentu sama ada amal diterima atau ditolak. Utamakanlah kualiti hati. Istiqomahkan kualiti hati.
Barangsiapa yang membuka satu pintu NIAT yang baik, maka Allah SWT akan membukakan 70 pintu TAUFIQ baginya.
Bersungguhlah kepada Allah SWT. Tuluskan niat kalian ketika beribadah kepadaNya.
Keluarkan semua isi dunia dari benak kalian. Fokuslah Tujuanmu semata hanya kerena Allah SWT.
8 notes
·
View notes
Text
Kornas FK- GMNU: Khofifah Kunci Penentu Kemenangan Anies Baswedan
JAKARTA | KBA – Bursa Bakal Calon Wakil Presiden (Cawapres) terus bergulir. Banyak nama yang muncul ikut bertarung memperebutkan orang nomor dua di Republik ini. Mulai dari politisi, orang partai, pejabat negara, pengusaha, menteri hingga dari kalangan TNI dan Polri. Tak terkecuali tokoh Nahdlatul Ulama yang saat ini sedang naik daun bakal masuk dan ambil peran pada Pemilu 2024. Koordinator…
View On WordPress
0 notes
Text
The One
Orang-orang yang sedang jatuh cinta memiliki militansi dan cinta mati yang luar biasa. Mereka tak kenal lelah mendukung dan berharap agar "The One"-nya dapat bersama mereka.
Dalam pandangan mereka, hanya ada satu faktor penentu, yaitu "The One" itu sendiri. Mereka berargumen bahwa semua yang dilakukan adalah karena cinta yang tulus.
Namun, mereka lupa bahwa kehidupan ini bukanlah seperti kisah cinta yang romantis. Hubungan antar manusia bukan sekadar tentang siapa bersama siapa, tetapi lebih tentang bagaimana kita bisa mencapai kebahagiaan dan kemaslahatan yang lebih besar. Ini bukan soal terobsesi pada satu orang, seolah-olah hanya "The One" yang bisa memberikan kebahagiaan sejati, dan lainnya tidak.
Saya salut dengan orang-orang yang jatuh cinta seperti mereka yang memiliki idealisme tinggi, kecerdasan, dan komitmen yang kuat. Namun, saran saya adalah memahami dinamika kehidupan lebih dalam lagi.
Sejarah mengajarkan kita bahwa kesetiaan dan cinta buta pada satu individu atau entitas bisa berujung pada kesalahan. Kehidupan bukanlah hitam putih, melainkan penuh dengan berbagai nuansa yang membutuhkan pemahaman yang mendalam.
Dalam kasus ini, pemujaan berlebihan pada "The One"-nya membuat mereka kehilangan objektivitas. Mereka terus-menerus mendorong orang-orang untuk mendekatkan "The One" dengan mereka, sementara mereka membiarkan "The One" tersebut terlihat berkompromi dengan kesalahan nya.
Mungkin mereka akan mengatakan bahwa semua itu karena cinta yang besar.
Namun, cinta yang sejati dimulai dari mengenal dan memahami. Di sinilah mereka tampaknya gagal. Mereka gagal memahami bagaimana orang-orang yang mencintainya telah berjuang selama bertahun-tahun dengan kesetiaan dan pengorbanan yang besar. Mereka juga gagal memahami bahwa dalam hidup, ada prinsip-prinsip yang tetap dan ada yang berubah. Perubahan strategi dan pendekatan dalam hubungan tidak selalu berarti pengkhianatan.
Cinta yang berlebihan pada satu sosok telah membuat mereka kehilangan keadilannya. Mereka tidak adil dalam menilai situasi dan bahkan mungkin menutup mata pada kenyataan yang lebih luas. Inilah tantangan bagi mereka yang jatuh cinta: untuk tetap jujur dan adil, bahkan ketika hati mereka dipenuhi cinta.
12 notes
·
View notes
Text
Sehebat apapun impian kita, tetap sebaik-baik penentu hanya Allah.
Langitkan rencana-rencana dan impian hebatmu itu. Semoga selalu dimampukan.
Bumi, huruf ke 2 di 5.
09-06-2024
14 notes
·
View notes
Text
Urgensi ilmu sebelum amal itu memang perlu ditekankan, seperti yang disampaikan Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah, “Siapa yang beribadah kepada Allah ﷻ tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang ia perbuat lebih banyak daripada maslahat yang diperoleh.” (Majmu’ Al Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2: 282)
Barangkali, tentang wajah juga telapak tangan sebagai bagian yang diperbolehkan terlihat ketika salat sudah akrab didengar di telinga, namun bagi sebagian muslimah terdapat bagian lain yang kurang mendapat perhatian, yang ternyata justru menjadi bagian yang tidak boleh terlihat ketika salat, karena bagian tersebut merupakan aurat yaitu bagian bawah dagu.
Seringkali, ketika memilih mukena yang menjadi perhatian adalah bahannya, warnanya, modelnya, namun kurang diperhatikan apakah bagian bawah dagunya tertutupi dengan sempurna atau tidak.
Padahal, bagian tersebut juga menjadi salah satu penentu sah atau tidaknya salat, sebab salah satu syarat sahnya salat adalah menutup aurat. Wallahu a'lam bish-shawabi.
Biidznillah, sekarang ini juga banyak penjual mukena yang mulai memperhatikan tentang hal ini, dan apabila mukena teman-teman di rumah dalam kondisi masih bagus, namun bagian bawah dagunya kurang menutupi, di marketplace juga sudah banyak yang menjual inner dagunya saja.
Wallahu waliyyut taufiq.
24 notes
·
View notes
Text
Fisik penentu awal rasa suka, harta awal penentu restu orang tua. Keturunan penentu regenerasi setelah tutup usia, sedangkan agama penentu jalannya masuk kedalam surga.
Wahai keturunan anak cucu Adam dan Siti Hawa, selamat bertempur melawan dunia yang fana. Kau tidak akan tersesat dan celaka, jika mengikuti petunjuk yang sudah diturunkan oleh Allah SWT.
"Dia (Allah) berfirman, "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka."
(QS. Ta-Ha 20: Ayat 123)
12 notes
·
View notes
Text
I fell in love with you before i even realized that i did.
25 januari 2020
Dalam dunia penerbangan terdapat istilah yang namanya Critical Eleven, sebelas menit paling krusial dimana kecelakaan pesawat kerap kali terjadi yakni, tiga menit pertama setelah pesawat take-off atau lepas landas dan delapan menit sebelum pesawat landing atau mendarat.
Critical Eleven sejatinya tidak hanya mendeskripsikan mengenai pesawat terbang saja, namun juga bisa digunakan untuk menggambarkan pertemuan pertama dengan seseorang. Tiga menit pertama saat kesan pertama tercipta dan delapan menit terakhir ketika segala perangai juga raut wajahnya, menjadi penentu apakah akhir pertemuan itu akan menjadi sesuatu yang lebih atau justru berakhir sebagai perpisahan.
Awalnya Maya menyangka pertemuan pertamanya dengan Hannah kemarin akan berakhir sebagai perpisahan juga dan di penerbangan berikutnya ia tidak akan bersua lagi dengan Hannah, akan tetapi takdir berkata lain kejadian kemarin malah membawa mereka pada pertemuan lainnya entah secara kebetulan atau memang sudah garis takdir Tuhan.
Di malam ini Maya ingin memenuhi janjinya dengan Hannah untuk fine dining yang sudah mereka rencanakan tempo hari, meskipun sempat di buat hopeless karena Hannah tak kunjung mengabarinya selama dua minggu namun semangatnya seketika kembali manakala perempuan itu mengiriminya pesan dan sudah menyiapkan segalanya untuk fine dining mereka.
Penampilan Maya nampak sangat elok malam ini dengan dress hitam membalut tubuhnya, tidak banyak aksesoris yang melengkapi ia hanya mengenakan kalung berliontin kupu kupu pemberian sang ibu, yang memang selalu ia kenakan kemanapun ia pergi, terlihat sederhana namun bisa memikat semua mata yang memandang. Begitu ayu penampilannya untuk di pandang.
Kedua tungkainya melangkah masuk ke dalam hotel bintang lima dan menuju restoran mewah yang berada di lantai paling atas tempat janjiannya dengan Hannah, sesampainya disana seorang pelayan menghampiri Maya dan dengan ramah bertanya,
"Selamat malam kak, meja untuk berapa orang?"
Perhatian Maya teralihkan kepada sang pelayan, "Eh kemarin temen saya udah reservasi deh kayanya." Jawabnya
"Oh, kalau begitu boleh tau atas nama siapa kak?"
"Hannah Katherine."
Pelayan tersebut untuk sementara beralih ke kasir, melihat ke monitor komputer dan kembali lagi ke hadapan Maya segera mengantarkan perempuan kelahiran januari itu menuju ke meja yang telah di reservasi atas nama Hannah, berada tepat di sebelah jendela yang mengarah langsung pada pemandangan lampu lampu kota.
Sang pelayan pergi dan Maya duduk di salah satu kursi di meja itu, kepalanya menoleh memandangi view kota yang berada dibawah sebelum ia di distraksi oleh notifikasi ponselnya.
Dari Hannah.
hannah : Saya sudah sampai, kamu?
Lantas Maya segera mengetikkan balasan untuknya.
maya : aku udah di dalem restonya hannah
Tak ada balasan lagi dari sang pilot, mungkin saja ia juga sudah naik ke lantai atas. Maya kembali meletakkan ponselnya di atas meja, dan balik memandangi pemandangan diluar jendela sembari menopang dagunya menunggu kedatangan Hannah.
"Maya?"
Kepalanya menoleh ke arah sumber suara, mendapati presensi Hannah di hadapannya dalam balutan blazer berwarna gelap dan juga celana hitam, rambut panjangnya di kuncir rapi penampilannya nampak elegan juga berkelas, kecantikannya bertambah. Ia mengumbar senyuman manis yang bisa membuat siapapun terpana termasuk Maya sendiri.
"Udah lama ya nunggunya? Maaf saya agak terlambat." Hannah mendudukkan diri di kursi yang berada tepat di hadapan Maya, sementara Maya masih diam termangu memandanginya sebelum akhirnya tersadar dari lamunan.
"O–ohh belum lama kok han..."
Hannah masih mempertahankan senyumannya sembari menganggukkan kepala, ia memandangi wanita di hadapannya sejenak memusatkan seluruh atensinya hanya pada Maya seorang.
"You look beautiful tonight."
Maya setengah mati menahan senyum, ungkapan itu berhasil membuatnya tersipu malu, untung saja keadaan restoran yang agak remang remang ini mampu menyamarkan semburat merah di pipinya.
"Thank you, kamu juga han. You look so gorgeous." Ia balik memuji Hannah, benar benar tabiat wanita sekali yang kalau di puji mesti akan balas memuji.
"Haha terimakasih, anyway kamu sudah pesan?"
Maya menggelengkan kepala sebagai jawaban, dan Hannah pun segera memanggil pelayan ke meja mereka, sambil membawa buku menu dan menyerahkannya kepada dua puan itu.
Mata Maya menelisik setiap makanan yang tertera pada buku menu tersebut, harganya yang lumayan tinggi membuat Maya agak memelotot, untuk appetizer saja bisa meraup hampir 200 ribu? Itu bisa Maya gunakan untuk makan selama 2 bulan jika sedang di mess.
"Kamu mau apa?"
Aduh, ditanya begini Maya jadi kelimpungan sendiri.
Menyadari tak ada respon dari lawan bicaranya membuat Hannah segera mengalihkan pandangannya ke Maya, "Kenapa Maya?" Tanyanya lembut.
Maya agak tergemap bingung mau menjawab bagaimana, beruntung Hannah merupakan wanita dengan tingkat kepekaan yang tinggi. Seolah tau apa yang Maya khawatirkan ia berujar,
"Pesan apapun yang kamu mau, gausah mikirin soal harga. Bills on me kok."
Jujur Maya jadi tidak enak, sebenarnya dia mampu mampu saja membayar makanan yang harganya tak masuk akal itu dengan gajinya yang di atas rata rata, tapi karena ia merupakan tipe orang yang agak perhitungan segalanya harus ia pikirkan matang matang sebelum mengeluarkan uang.
"Mmm gausah deh han, aku aja yang bayar gapapa."
Hannah tersenyum simpul, "Saya yang ngajak kamu dinner Maya, udah seharusnya saya yang nanggung semua. Lagian juga saya mau menebus rasa bersalah saya karena udah marahin kamu kemarin. Pesan aja yang kamu mau jangan mikirin soal harganya, okay?" Ucapnya berusaha meyakinkan Maya, membuat perempuan di hadapannya itu termangu sejenak sebelum menganggukkan kepala disertai senyuman hangat diwajah.
"Okay...once again thank you so much Hannah. Aku berutang budi banget sama kamu, lain kali aku bakalan bales ya?"
Figur pilot itu menggelengkan kepala, "Don't think about it. Nikmatin aja malam ini."
Beres dengan urusan memesan makanan, dua puan itu akhirnya saling bercengkrama mengenal satu sama lain lebih dekat, menceritakan perjalanan karir mereka dan bagaimana rasanya bekerja di dunia penerbangan sambil di selingi dengan candaan, kalau di lihat lihat keduanya nampak seperti sudah kenal lama padahal baru bertemu dua minggu yang lalu. Obrolan itu terus berlanjut, sampai hidangan utama telah tiba.
"So... kamu termotivasi jadi pramugari because your mom is also a flight attendant?" Hannah bertanya sembari memasukkan irisan daging ke dalam mulutnya.
"Mhm, sebenarnya aku gak pernah kepikiran pengen jadi pramugari sih dari sma tuh aku pengen banget jadi...jaksa?" Maya selingi dengan kekehan sebelum melanjutkan,
"Tapi mengingat jurusan aku yang gak ada hubungannya dengan hukum lebih tepatnya bukan hukum, jadinya aku milih untuk meneruskan perjalanan karirnya bunda menjadi pramugari."
Hannah fokus mendengarkan sembari memperhatikan wajah cantik nan lucu wanita di hadapannya, ingatkan Hannah untuk berkedip bola matanya bisa saja keluar gara gara terlalu asik memperhatikan Maya.
"Bunda masih jadi pramugari atau sudah berhenti?"
Maya hentikan kegiatan makannya sejenak ketika mendengarkan pertanyaan itu terlontar dari mulut Hannah.
"Udah berhenti han."
"Kenapa?"
"Beliau udah meninggal beberapa tahun yang lalu."
Dan rasa bersalah seketika menggerogoti hati sang pilot merasa lancang telah menanyakan hal yang tidak sepatutnya ia tanyakan, segera ia bersihkan tenggorokannya sebelum menyampaikan maaf.
"Maaf maya, saya turut berduka cita."
Maya menganggukkan kepala dan menjawab dengan senyuman manis menyertai wajah moleknya,
"It's okay, udah biasa kok."
Hannah memutar otak mencari topik obrolan lain agar sekiranya mereka tidak canggung setelah obrolan sebelumnya, "Kamu masih single atau sudah punya pasangan?"
To the point sekali ibu pilot ini.
"Aku masih single, what about you?"
"Same, saya juga masih single."
"Really? Aku kirain udah punya."
Hannah mendengus penuh humor, "Saya gak mungkin ngajak kamu dinner kalau saya sudah punya pasangan maya."
Ya ada benarnya juga, Maya merutuki dirinya sendiri akan pertanyaan bodoh itu.
"Tapi pernah pacaran?"
Hannah menatap lawan bicaranya ia nampak berfikir sejenak sebelum menggelengkan kepala, sontak membuat figur pramugari yang melontarkan pertanyaan tadi terheran-heran.
"Demi apa? Kamu gak pernah pacaran?" Kedua manik karamel yang membola, jujur Maya sedikit terkejut mengetahui fakta baru mengenai Hannah, perempuan berumur 28 tahun itu belum pernah berpacaran? Yang benar saja.
"Iya....?" Hannah menjawab, bingung dengan reaksi terkejut Maya.
Di umurnya yang hampir mendekati kepala tiga ini sudah seharusnya Hannah mencari pasangan juga, karena kalau kata keluarganya usia produktif menikah itu sebelum menginjak 30 tahun. Pertanyaan 'Kapan menikah?' Entah dari keluarga atau kerabat dekat selalu menghantui Hannah di setiap acara kumpul keluarga, namun Hannah selalu punya jawaban setiap pertanyaan tersebut di lontarkan.
"Jodoh, maut semuanya sudah ada yang atur. Kalau saya tau siapa jodoh saya sudah saya samperin dari lulus kuliah, saya ajak nikah saat itu juga. Saya yakin kok, kalau sudah waktunya pasti akan diberikan saya tinggal nunggu aja kaya yang saya bilang sebelumnya. Semuanya sudah ada yang atur."
Itu katanya.
"Kamu kenapa kaget banget?" Hannah bertanya sembari memperhatikan Maya yang keliatannya masih agak shock.
"Nggak gitu... soalnya aku liat, kamu tuh kaya tipe yang mungkin pernah lah satu dua kali punya pacar bahkan aku sempet ngira maaf ya, kamu suka gonta ganti pasangan..." Jangan heran, Maya memang agak blak blakan orangnya untungnya Hannah tidak gampang tersinggung, perempuan itu malah terkekeh gemas melihat wajah polos nan lucu yang ditampilkan Maya.
"Saya gak ada waktu buat pacaran, sibuk sama kerjaan."
Hannah menempatkan garpu dan pisaunya di tengah piring, mengarah ke angka 12 jarum jam tanda ia sudah selesai dengan kegiatan makannya, ia melipat kedua tangannya di atas meja mata teduh itu memperhatikan presensi Maya yang berada di hadapannya.
"Saya juga belum nemu orang yang tepat."
"Oh ya?" Si pramugari meletakkan garpu beserta sendoknya di atas piring membentuk huruf V terbalik, ia tertarik dengan topik obrolan ini.
"Kamu udah pernah coba ikut blind date atau download app dating gitu?" Pertanyaannya di jawab gelengan oleh Hannah.
"Saya gak suka pakai gituan."
Maya mengernyit, "Kenapa?"
"Gak suka aja, pernah coba dating app satu kali tapi baru sehari udah saya hapus. Isinya orang aneh semua."
"Kok aneh?"
"Banyak yang horny."
Ungkapan tersebut mengundang tawa dari Maya, si pemilik pipi tembam itu menutup mulutnya menggunakan punggung tangan sembari tertawa kecil dengan begitu anggunnya, merdu suara tawa si cantik berhasil membuat figur pilot di hadapannya terlena.
Iris sabit terbentuk manakala ia tersenyum dan malam itu untuk pertama kalinya, Hannah temukan wanita dengan senyuman paling menawan pemilik rambut panjang berwarna coklat, yang membuatnya tertawan akan sejuta pesonanya...
Maya Delilah.
31 notes
·
View notes