#Murtad
Explore tagged Tumblr posts
Text
Sadar dari Kesalahannya, Rapper Inggris asal Nigeria Bertobat dan Menjadi Muslim Lagi
KANO (Arrahmah.id) — Penulis lagu, penyanyi, pemenang penghargaan, dan juga pembuat, Abdulrasheed Bello, mengatakan telah kembali memeluk Islam. Rapper Inggris asal Nigeria itu mengungkapkan berita tersebut dalam serangkaian postingan di akun Instagram terverifikasinya pada Jumat (20/1/2023). “Aku tersesat tapi sekarang aku ditemukan. Ya Allah, aku mohon ampunan dan kesejahteraan-Mu di kehidupan…
View On WordPress
1 note
·
View note
Text
Ibadah Terlama, Bukan Menikah
Menikah memang ibadah jangka panjang, tapi bukan berarti adalah ibadah terlama.
Jadi, beberapa waktu lalu aku melihat video anak-anak Palestina yang penampilannya lusuh berlumuran noda sisa peperangan. Namun sinar wajah mereka begitu memancarkan keteguhan dan keyakinan.
Sang pengambil video mengajukan beberpa pertanyaan padanya, pertanyaan khas kanak-kanak seperti:
"Siapa tuhanmu?"
Allah
"Apa agamamu?"
Islam
"Siapa nabimu?"
Muhammad, shalallahu 'alaihi wassalam
"Apa kitabmu?"
Qur'an
"Apa ibadah yang paling utama?"
Jujur, aku kaget pas denger jawaban anak-anak kecil itu ketika ditanya tentang "Apa ibadah paling utama?"
Karena ternyata, jawaban mereka bukan shalat, bukan puasa, bukan zakat, sedekah, haji apalagi menikah.
Jawaban mereka adalah, Tauhid.
Yup! Tauhid.
Ibadah paling utama sekaligus paling lama. Karena menjalaninya perlu waktu seumur hidup. Gak peduli kamu masih bujang, gadis, menikah, gak menikah, janda, duda, selama kamu masih bernyawa, selama itu pulalah kamu wajib menggenggam erat tauhid.
Eh, kamu paham gak maksudnya? Bukan, ini bukan perkara murtad gak murtad aja.
Gini, ketika kamu hidup bertauhid. Ketika kamu yakin bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Esa, yang tidak membutuhkan siapa-siapa, yang maha berkuasa atas segalanya,
Maka, ketika suatu saat nanti kehidupan kamu berada di titik terendah yang paling rendah sekali pun, kamu gak akan pernah terpikir untuk bunuh diri, untuk menyerah.
Karena kamu yakin bahwa Allah pasti akan menolong kamu, entah bagaimana pun caranya. Akhirnya kamu dipaksa ikhlas untuk melepaskan semuanya... dan hanya berpasrah kepada-Nya.
Inilah kenapa surat Al-Ikhlas (Qul huwallahu Ahad) justru isinya tentang tauhid, bukan tentang 'ikhlas'.
Karena esensi dari kata 'ikhlas' sendiri akan merujuk pada tauhid. Dzat yang tunggal. Dzat yang nasib semua makhluk bergantung pada-Nya. Dzat yang tidak mempunyai sifat seperti makhluk-Nya (beranak dan diperanak). Dzat yang tidak ada sesuatu apa pun yang bisa setara dengan-Nya.
Iya, karena hanya ketika kita berada di titik terbawah sajalah kita baru menyadari tentang betapa kecilnya diri kita. Betapa kita membutuhkan Yang Lebih Besar dari kita, yang hanya satu-satunya, yang mampu menolong kita, suatu Dzat yang lebih besar, yang tidak terjangkau oleh akal makhluk-Nya, tapi dapat menjangkau seluruh urusan makhluk-Nya.
🌸🌸🌸
Jadi, please tolong jangan lagi bilang kalau "menikah adalah ibadah terlama", dan kalau ada yang posting kata-kata kayak gitu, tolong diingetin, dikasih tau.. please... karena efeknya fatal banget..
Ketika seseorang menganggap bahwa "menikah adalah ibadah terlama", maka yang belum menikah jadi takut buat menikah. Dan yang sudah menikah tapi malah saling mendzalimi sesama, jadi takut untuk bercerai.
Padahal cerai itu halal lho. Cerai itu solusi, bukan parameter kualitas diri.
🌸🌸🌸
Ketika kita paham bahwa tauhid adalah ibadah paling utama dan paling lama, maka kita gak akan mempermasalahkan lagi kenapa seseorang di usia sekian belum menikah juga, atau apakah seseorang itu bisa membina rumah tangga atau malah gagal, karena kita tahu bahwa takdir setiap manusia itu digenggam Allah.
Menikah dan mempertahankan keutuhan rumah tangga itu perbuatan yang mulia, tapi tolong diingat bahwa kehidupan, dan planet Bumi ini, bukan hanya milik orang-orang yang menikah.
Hey, menikah bahkan gak termasuk rukun Islam?!
#writers on tumblr#kontemplasi#tulisan#female writers#self love#self worth#self care#love#pernikahan#menikah#nikah
315 notes
·
View notes
Text
Did you know Sālîh Fâwzān never smiled in his life, except for that murtad MBS? He doesn't smile at Mûslîms!!
Only the faces of apostates bring joy to Fâwzān's hypocritical heart!!
29 notes
·
View notes
Text
Palestina selalu memberi pelajaran berharga. Tentang bangkitnya sebuah kaum, tentang sejarah yang berulang, tentang musuh berbaris hendak menerjang, dan tak lupa orang-orang munafik yang selalu hadir melemahkan persatuan.
Palestina memberi pelajaran akan pentingnya menjaga prasangka. Dengan tak mudahnya melabeli sesama saudara hanya dari penilaian dini, kata-kata orang munafik, atau bahkan hanya karena tak sama harokahnya. Bahkan dalam memutuskan suatu perkara misal murtad, berzina, dan maksiat lainya, ada kaidah-kaidah ketat yang harus dilewati, maka dari itu, berhati-hatilah dalam setiap perkataan dan juga prasangka.
Palestina mengingatkan tentang lemahnya seorang manusia. Kondisi yang nyaman dengan mudahnya menggoda iman, sedikit demi sedikit melemahkan badan, sampai akhirnya melemahkan daya juang melihat yang haq dan bathil.
Guru kami berpesan, pentingnya setiap muslim untuk menjaga iman, melihat peluang dengan keoptimisan, dan yang paling penting banyaknya mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Sekali lagi, tiada masa tuk berpangku tangan.
Inilah kami, wahai Palestina, Kau ajarkan artinya keberanian, Walaupun tak seperti anak-anakmu, Tekad kami tetap s'lalu bersamamu.
Shoutul Harokah - Palestina Milik Kita
135 notes
·
View notes
Text
Anyway I love you "kafir/kuffar" I love you "murtad" I love you "infidel"
#my three lord denying girlfriends. and yes. they smoke week#*weed#but fr they are like reclaimed slurs to me. as soon as i get tf outta here and have to stop hearing them used AS slurs to me#psii.txt#ex muslim tag
13 notes
·
View notes
Text
Diantara Manusia Ada yang berjihad membela agama Allah dan ada pula yang berjihad Membela Thogut..
Lalu mau diposisi manakah kita sekarang?
Karena yang membela Agama Allah itu tidaklah banyak bahkan diantara manusia ada yang murtad dan malah memusuhi Dien ini...?
Persiapkan diri kita untuk Meraih Syahid membela Dienullah karena hakekat kemenangan adalah mati masuk Jannah dan itu kemenangan yang sebenarnya..
4 notes
·
View notes
Text
Yang paling aku suka adalah kita bisa menjadi apa adanya. Dan apa-apa yang ingin kusampaikan, biarlah diwakilkan oleh Tulus dalam Tujuh Belas.
Yang tak ku sangka namun ini nyata adanya adalah saat ku bercerita dan kau menangkap tanda-tanda, ku teringat Abu Bakar ra kepada Rasulullah SAW. Turunnya ayat terakhir itu menjadi kabar gembira bagi umat muslim. Namun Abu Bakar dapat merasa, sempurnalah amanah Rasulullah SAW di dunia dan semakin dekatlah perpisahan dengan beliau.
Kabar dariku memang mengejutkan dan membahagiakan tapi alasanmu menitikkan air mata juga karena kita tidak tahu kapankah perjumpaan kita yang selanjutnya.
Sama seperti Abu Bakar ra kepada Rasulullah SAW. Di saat yang lain bercucuran air mata tak percaya, Abu Bakar ra menjadi sosok yang tenang dan menenangkan.
"Siapa yang menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah Maha Hidup tak pernah mati."
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh engkau berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Q.S. Ali Imran:144)
Kita bukan pemuda yang mendramatisir keadaan. Buru-buru mengambil tisu, mengerjapkan mata dan mendongakkan kepala sebelum air mata itu betul-betul turun. Berganti dengan lawakan receh dan kata-kata yang memberikan kekuatan.
Jelas sekali, masih jauh level kita dengan keimanan Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. Berani sekali aku mengaitkan air mata dan senda gurau remeh kita dengan peristiwa dahsyat manusia-manusia mulia ini.
Namun, boleh lah kita berdoa dan berupaya ya, agar lingkaran pertemanan yang masih compang-camping imannya ini sedikit demi sedikit dapat diperbaiki hingga pantaslah kita berjumpa Rasulullah SAW dan salafus shalihin dengan bangga.
n.b. bonus foto kulineran kita di kopitiam
See u when I see u. Terima kasih untuk seluruh doa baiknya. Hanya Allah yang bisa membalas🥹🤗❤️
3 notes
·
View notes
Text
Hijrah Begitu Berat Namun Aku Tahu Pengadilan Allaah di Akhir Jauh lebih Berat
"Karena amalan seseorang tergantung pada akhirnya"
Sahl bin Sa’ad As-sa’idi berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat ada yang membunuh orang-orang musyrik dan ia merupakan salah seorang prajurit muslimin yang gagah berani. Namun anehnya beliau malah berujar, “
Siapa yang ingin melihat seorang penduduk neraka, silakan lihat orang ini.” Kontan seseorang menguntitnya, dan terus ia kuntit hingga prajurit tadi terluka dan ia sendiri ingin segera mati (tak kuat menahan sakit, pen.).
Lalu serta merta, ia ambil ujung pedangnya dan ia letakkan di dadanya, lantas ia hunjamkan hingga menembus di antara kedua lengannya.
Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka.
Sebaliknya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan-amalan penduduk neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga. Sungguh amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6493)
Dalam riwayat lain disebutkan,
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607)
Amalan yang dimaksud di sini adalah amalan shalih, bisa juga amalan jelek. Yang dimaksud ‘bil khawatim’ adalah amalan yang dilakukan di akhir umurnya atau akhir hayatnya.
Az-zarqani dalam Syarh Al-Muwatha’ menyatakan bahwa amalan akhir manusia itulah yang jadi penentu dan atas amalan itulah akan dibalas. Siapa yang beramal jelek lalu beralih beramal baik, maka ia dinilai sebagai orang yang bertaubat. Sebaliknya, siapa yang berpindah dari iman menjadi kufur, maka ia dianggap murtad.
13 notes
·
View notes
Text
Perhatikan Baik-Baik Calon Pasanganmu
Pict from Pinterest
Seiring dengan bertambahnya usia, kita akan dihadapkan pada kekhawatiran-kekhawatiran tentang masa depan: pekerjaan, pernikahan dan kematian.
Sering diri kita bertanya-tanya, "apakah pekerjaanku saat ini cukup layak untuk diandalkan lima belas tahun ke depan?", "apakah aku sudah cukup layak untuk dipertemukan dengan jodoh yang sepadan?" atau "apakah amal salihku sudah lebih banyak daripada dosaku untuk dijadikan bekal ketika sewaktu-waktu Allah memanggilku untuk pulang?"
Walau kita mengerti bahwa tiga hal seperti rezeki, jodoh serta maut sudah ada yang menakar, sebagai seorang hamba terkadang kita masih saja merasa khawatir soal masa depan. Terutama bagi seorang perempuan yang banyak kubaca keluhan-keluhannya di media sosial karena masih belum mendapatkan pasangan di usia lewat dua puluh enam. Mereka bekerja mati-matian untuk menghilangkan rasa jenuh dan kesepian, ada yang karena tuntutan keluarga dan tanggungan, pun ada yang bahkan bekerja untuk mendapatkan jodoh yang sepadan.
Omong-omong soal kekhawatiran untuk menikah dan memilih pasangan, aku jadi teringat dengan salah satu tulisan Mas Kurniawan Gunadi dalam kumcernya yang berjudul Lautan Langit, tentang nasehat Ibu pada anak perempuannya dalam memilih pasangan. Cara agar kita tahu bahwa dia adalah pasangan yang tepat yaitu dengan mengetahui bagaimana ia memperlakukan orang-orang terdekatnya terutama keluarga dan mengetahui bagaimana cara dan keputusan yang ia ambil sebelum bertemu dengan kita. Kesimpulannya adalah dalam memilih pasangan kita harus mengutamakan sikap dan personality mereka karena sikap dan kepribadian seseorang merupakan cerminan iman dan agamanya sehingga jika ia baik dalam berhubungan dengan sesama manusia maka insya Allah akan baik juga hubungan ia dengan Rabbnya.
Lalu aku juga jadi teringat dengan ucapan Ustadz Felix Siauw dalam kanal YouTubenya tentang pernikahan. Beliau mengatakan, "ada dua hal yang tidak bisa saya toleransi dalam pernikahan. Hanya dua ini saja, yaitu ketika pasangan memilih murtad dan berselingkuh." Bagi beliau murtad berarti meninggalkan agama Islam dan tidak mungkin pernikahan yang begitu sakral dan merupakan ibadah terpanjang tersebut diisi oleh pasangan yang tak satu visi-misi dan tak satu tujuan. Yang kedua adalah perselingkuhan, bagi beliau selingkuh merupakan hal yang mencederai martabat seseorang dan merupakan dosa besar zina yang membuat pernikahan hancur lebur.
Pr sekali bagi perempuan masa kini yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam diri mereka terutama dalam memandang sebuah pernikahan, jangan sampai kita memilih pasangan hanya berdasarkan rasa nyaman saja. Pun jangan sampai kita masuk ke jurang sesal pernikahan hanya karena kita memilih pasangan sebab rupa di awal saja. Di antara maraknya jenis modern relationship yang mengerikan akhir-akhir ini, semoga kita senantiasa dijauhkan oleh tipu muslihat syaitan untuk tidak masuk ke dalam jurang maksiat serta semoga Allah senantiasa menjaga keistiqomahan kita untuk selalu berada di jalan yang tepat.
Pertanyaan serta kekhawatiran berikutnya adalah, "bagaimana cara kita agar mendapatkan pasangan yang sepadan?"
Menurutku, cara kita mendapatkan pasangan yang sepadan adalah dengan belajar lebih dalam soal agamamu sendiri. Semakin kita mengenal Islam, semakin kita tahu bahwa ada kriteria yang cukup tinggi atas seorang suami dan istri dalam rumah tangga, maka kita akan menjadi lebih mudah untuk mengetahui apakah calon pasangan kita memiliki visi-misi serta pandangan yang sama terhadap pernikahan. Pun akan mempermudah juga bagi calon pasangan kita untuk mengetahui value yang kita punya.
Maynuverse
2 notes
·
View notes
Text
Seseorang yang sudah memiliki niat tidak baik dan atau setengah-setengah dalam memiliki niatan untuk memahami Allah, ia akan cenderung tersesat dengan hal-hal yang menjadi pikirannya sendiri. Ia mencari-cari kesalahan atas argumen serampangannya itu dan pada akhirnya ia memiliki pembenaran atas pikirannya dan hatinya untuk tidak beriman kepada Allah.
Memang kaitannya tentang wujud Allah, seorang mukmin acap kali diperdaya oleh setan yang masuk melalui pemikiran-pemikiran yang rancu. Agar kemudian mereka tidak beriman dan murtad. Dan orang yang kafir akan semakin yakin kepada berhalanya itu.
Orang-orang yang telah belajar dengan benar dan dianugerahi ilmu, pasti akan beriman kepada Allah. Karena apa yang dilihat daripada orang yang berilmu adalah segalanya kepemilikan Allah. Dan itu juga buah pikir dari orang yang berakal dengan benar.
Kemudian setelah itu, berdoalah. Agar ditetapkan iman kita itu. 🌻
2 notes
·
View notes
Text
Thanks 2023!
Tahun dimana fase hidup yang luar biasa naik turun. Tapi sangat bikin bersyukur banyak-banyak atas semua yang sudah aku lewati selama satu tahun.
Semua atas kehendak Allah. Ada yang selaras dengan keinginan, meleset dikit, banyak, lebih, kurang. Bagaimanapun hasilnya, semua tidak akan sia-sia. Boleh jadi jika meleset, dalam ikhtiar perlu ditingkatkan. Boleh jadi jika selaras dengan keinginan, Allah ingin menunjukkan bahwa dalam perkara tersebut, Allah dan hambaNya sedang sepemikiran.
Tahun dimana full time menjadi budak corporate. Dengan segala tuntutan hidup di Ibukota, ekspektasi tinggi dari orang sekitar karena kerja di perusahaan yang ternama walaupun status OS, gaji gaseberapa dan murtad dari bidang keilmuan. Sejujurnya masih bingung karir ke depannya gimana. Tapi Alhamdulillah sangat bahagia karena berada di lingkungan yang sehat, atasan yang baik dan suportif. Harapannya semoga aku bisa tetep kerja dan kalau diizinkan dapet status organik atau dapet baru di Jawa Timur. Aamiin.
Tahun dimana cerita cinta sangat kompleks dan indah! Memiliki dan dimiliki oleh manusia yang super baik dan hangat. Mendampingi di segala mood dan sifat bocilku. Mewujudkan wishlist receh dan randomku. Semoga di tahun ini progress kisah cintaku bisa naik level. Tanpa halangan suatu hal apapun. Aamiin.
Tahun dimana kisah keluarga yang sangat tidak terduga. Musibah sana sini, tapi bahagianya juga banyak. Saling sayang, saling melengkapi, saling menguatkan. Tahun dimana resmi memutuskan balik ke tempat asal, karena ada tanah tapi gaboleh dijual sama sesepuh haha. Yaudah yang muda ngalah. Harapannya semoga bisa hidup damai sesuai rencana. Diberikan kesehatan dan rezeki yang cukup. Aamiin.
Dan untuk diriku sendiri. Terima kasih banyak sudah kuat. Semoga semakin menjadi penerang untuk sekitar. Hal-hal buruk dijauhkan. Dihilangkan sifat tercela yang bikin orang sakit hati. Yang paling penting, ibadahnya jangan ditinggalkan dan gak jadi sumbu pendek!
📍Ngk-Jkt, 010124
3 notes
·
View notes
Text
Ramlah binti Abu Sufyan atau yang biasa dipanggil Ummu Habibah, sosok wanita yang terpelihara. Dia adalah keponakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak ada di antara istri-istri beliau yang lebih dekat garis keturunannya dengan beliau, dan lebih banyak sedekahnya daripada Ummu Habibah. Sebelum menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Ummu Habibah menikah dengan Ubaidullah bin Jahsy.
Suatu malam, Ummu Habibah terbangun dari tidurnya. Ia bermimpi buruk tentang suaminya. "Aku melihat di dalam mimpi, suamiku Ubaidullah bin Jahsy dengan bentuk yang sangat buruk dan menakutkan. Maka aku terperanjat dan terbangun, kemudian aku memohon kepada Allah dari hal itu. Ternyata tatkala pagi, suamiku telah memeluk agama Nasrani. Maka aku ceritakan mimpiku kepadanya namun dia tidak menggubrisku," ujarnya.
Pagi harinya, Ubaidullah bin Jahsy berkata, "Ummu Habibah, aku berpikir tentang agama, dan menurutku tidak ada agama yang lebih baik dari agama Nasrani. Aku memeluknya dulu. Kemudian aku bergabung dengan agama Muhammad, tetapi sekarang aku kembali memeluk Nasrani."
Ummu Habibah berkata, "Demi Allah, tidak ada kebaikan bersamamu!" Kemudian ia menceritakan kepada suaminya tentang mimpi itu, tetapi Ubaidullah tak menghiraukannya. Ubaidullah kemudian murtad dan mabuk-mabukan sampai akhir hayatnya.
Ummu Habibah membesarkan anaknya sendirian di Habasyah. Peristiwa yang menimpa Ummu Habibah didengar oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah masa iddahnya selesai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta bantuan Negus, penguasa Habasyah untuk melamarkan Ummu Habibah.
Negus kemudian mengutus Abrahah, seorang budak perempuannya untuk menjumpai Ummu Habibah. Ia menerima lamaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mahar sebesar 400 dinar. Pernikahan itu terjadi sekitar tahun ke-7 H.
Setelah kemenangan kaum muslimin dalam perang Khaibar, rombongan muhajirin dari Habasyah termasuk Ummu Habibah kembali ke Madinah dan menetap bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ummu Habibah selalu tegas, dan berpegang teguh kepada Islam termasuk dalam menghadapi Abu Sufyan, bapaknya. Salah satu ucapannya kepada Abu Sufyan adalah, "Ayahku adalah Islam. Aku tidak mempunyai ayah selainnya, selama mereka masih membanggakan Bani Qais atau Bani Tamim."
Beberapa tahun setelah berkumpul dengan Ummu Habibah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia benar-benar menyibukkan diri dengan beribadah dan berbuat kebaikan. Dia berpegang teguh pada nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan senantiasa berusaha mempersatukan kaum Muslimin dengan segala kemampuannya sampai ia meninggal dunia pada tahun ke-46 H.
Menjelang wafatnya, Aisyah berkata pada Ummu Habibah, "Terkadang di antara kita sebagai istri-istri Nabi ada suatu khilaf, semoga Allah mengampuniku dan mengampunimu dari perbuatan atau sikap itu."
Ummu Habibah membalas, "Engkau telah membahagiakan diriku, semoga Allah juga membahagiakan dirimu."
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
27 notes
·
View notes
Text
[Takfīr upon the specific individual according to the Ā’įmmāh]
Shaykh ‘Abdullāh Ibn ‘Abdîr-Rahmān Abā Butăyn (رحمه الله) said in a letter in response to a question which read:
“Is it permissible to specify a person with kufr when he commits something from the mukaffirāt (things that make one a kāfir)?”
He stated: “The matter upon which the Book, the Sunnâh, the consensus of the scholars are upon is the likes of shirk by worshipping others besides Allāh is kufr, so whoever commits anything from this type, or justifies and beautifies it, then there is no doubt regarding his kufr, and there is no problem in declaring such things that are a reality, saying, ‘So-and-so has disbelieved due to this action.’
This is clarified by the fuqahā’ when they mention many different issues in the chapter ‘Ruling on The Apostate’, and the different ways the Muslim can become a murtad kāfir.
They open the chapter by stating that one who commits shirk with Allāh has certainly disbelieved, and his ruling is that he must be asked to repent.
If he repents, leave him or otherwise his life is taken, and asking for one’s repentance can only be concerning a specific individual. As well, when some people of innovation said near ash-Shāfi’ī (رحمه الله) that, “The Qur’ān is created,” he said, “You have disbelieved in Allāh, the Mighty.”
The sayings of the scholars regarding takfīr of a specific individual are numerous and many. The greatest of which is when one commits shirk by worshipping other than Allāh, and this is kufr by consensus of the Muslimīn, there is nothing to prevent takfīr of those who commit it, and it is as the one who commits zinā is a called a “zānī” and the one who deals in ribā is called a “rābī”.”
[Majmū’ Ar-Rasāʼil wal-Masāʼil an- Najdiyyah (1/657)]
And he (Shaykh Abū Butăyn) also said:
“We say regarding the takfīr of the specific individual: what is apparent in the Āyāt, ahādīth, and the saying of the majority of the scholars indicates the kufr of the one who commits shirk, so worships with Him others.
There is no difference in the evidences between the specific individual and others besides him. He (تعالى) said,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ
“Allāh does not forgive that partners should be set up with Him…” [4:48].
There are also statements regarding dealing with the mushrikīn in Sūrah Tawbah.
This is general regarding everyone from the mushrikīn. All the scholars mention in the books of fiqh the ruling regarding the apostate, the first of which they mention about different types of shirk that is kufr and riddāh.
So they say, ‘Verily, whoever commits shirk with Allāh disbelieves’, and they did not make an exception to the ignorant.
As well, whoever thinks that Allāh has a companion or a son has disbelieved and they did not make an exception to the ignorant. Whoever slanders ‘Ā’ishah has disbelieved, and whoever mocks Allāh, or His messengers, or His Books has disbelieved by consensus due to His (تعالى) saying,
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ
“Make no excuse; you have disbelieved after you had believed.” [9:66].
They mention many different types which have a consensus regarding the kufr of the one who falls into them, and they did not differentiate with regards to a specific individual or other than him.
Then they would say, ‘Whoever apostates from Islām, his life is taken after he is asked to repent.’
So they judged him with riddāh before they judged that his repentance is to be sought, so asking one to repent is after the ruling of his riddāh, and the asking for repentance can only be with regards to the specific individual.”
[Ad-Durâr as-Sanįyyāh (10/401)].
Shaykh al-‘Allāmâh Sulaymān Ibn Sahmān (رحمه الله) said:
“As for the sayings of Shaykh al-Islām Ibn Taymįyyāh regarding not making takfīr on the specific individual, then what was intended was in relation to specific matters which the evidence is hidden from some people, such as matters of qadr, irjā’, and its like from what was stated by the people of desires.
Certainly, some of their sayings include matters of kufr based on proofs from the Book and the widespread Sunnāh, so the saying which includes rejection of some of the texts is kufr, but the one who said it is not judged with kufr for the possibility of the existence of a preventive factor, like ignorance, and not having knowledge about the (specific) text or what it indicates.
Thus, the laws are not binding except only after it reaches a person, and this is why this is mentioned in the speech against the people of innovation and desires. The text concerning this is that he said regarding takfīr of specific individuals who said that only after they had admitted to and acknowledged this issue, so he said if it is in the hidden matters then not making takfīr can be said, but when it is in the known clear matters or what should be known from the Dīn by necessity, then making takfīr on the one who says it is not brought to a halt.” [Kashf Shubahātayn (page 83)].
This is due to the fact that clear matters fall under Asl ad-Dīn; the foundations of the religion, which there is no excuse of ignorance in.
Asl ad-Dīn is what affirms a person’s Islām through the Fitrāh and ‘Aql (intellect) without the need for a Messenger, such as the Tawhīd of Allāh and abandoning Major Shirk. This is why there is no excuse of ignorance in Asl ad-Dīn due to it being apart of Fitrāh and ‘Aql.
The Imām of the scholars of tafsīr, Ibn Jarīr at-Tabarī (رحمه الله) said after mentioning an issue of asl ad-Dīn, “There is no excuse of ignorance for whoever reached the age of taklīf (legally held responsible), whether he was from those whom a messenger came to or did not come to, or whether he saw others besides himself or he did not see anyone else.”
[At-Tabsīr fī Ma’ālam ad-Dīn (page 126)].
Also, Shaykh al-Islām Ibn Taymįyyāh (رحمه الله) stated, “Asl ad-Dīn is the worship of Allāh [Alone], which its foundation is love and turning away from others. This is the fitrāh that mankind was fashioned upon.”
[Majmū’ al-Fatāwā (15/438)].
And Ibn Qayyîm (رحمه الله) said, “What could be considered as a sound ‘Aql if it does not recognise the ugliness of Shirk in and of itself? Knowing its heinousness is self-evident, known by necessity of the ‘Aql, and the Messengers alerted the nations of what is in their own intellects and innate nature regarding its ugliness.”
[Madārij as-Sālikīn (1/253)].
Therefore, it is only necessary to make takfīr upon the individual who falls into kufr upon clear matters of the Dīn.
Shaykh al-Islām Muhammad Ibn ‘Abdîl-Wahhāb (رحمه الله) also said in response to a question pertaining a statement of Ibn Taymiyyah (رحمه الله):
“As for the phrase of the Shaykh (i.e. Ibn Taymįyyāh) which confused you was greater than all of what was mentioned, and if we say what it states, we would declare takfīr upon many parties specifically. So he states clearly that the specific individual would not be declared takfīr upon until the hujjah is established upon him, so if the hujjah is not established upon him, he would not be declared a kāfir.
From that which is known is that establishing it does not mean that he understands the words of Allāh and His Messenger like the understanding of Abū Bakr (رضي الله عنه). Rather, when the words of Allāh and His Messenger reach him, and he is free from having an excuse (like being deaf or in need of a translator), then he is a kāfir, as upon all the kuffār the hujjāh is established with the Qur’ān.
Allāh said,
إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ
“And We have set veils on their hearts, so they understand it not…” [18:57]
Then reflect on his (i.e. Ibn Taymįyyāh) words and how he made a difference between the hidden matters and between what we are in, the matter of making takfīr of the specific individual. Ponder over his takfīr of their heads (i.e. their leaders): so-and-so, and so-and-so specifically, and (he) mentioned their riddāh as clear riddāh.
So would it be appropriate that you understand from his words, after all this, that the specific individual is not declared as a kāfir?”
“Ad-Durâr as-Sanįyyāh” (10/63-73)].
Shaykh Ishāq Ibn ‘Abdîr-Rahmān Ibn Hasân (رحمه الله) said:
“Indeed it has reached us, and we have heard from those who claim knowledge, Dīn, and who thinks himself as a follower of Shaykh Muhammad Ibn ‘Abdîl-Wahhāb, that the one who commits shirk with Allāh and worships the idols, that kufr and shirk cannot be issued against him specifically. Some of those who spoke with me about this heard from some brothers that he issued kufr and shirk on a man who made du’ā to the Prophet (صلى الله عليه وسلم) and sought help from him, so he said to the one who made takfīr, “Do not issue kufr on him until you make him familiar with it,” and that this person, and his like, do not care about mixing with the mushrikīn in their travels and in their lands, but instead they seek knowledge from some of the biggest disbelievers of the mushrikīn and they have fought with it from some of the lower people from their followers, those who have no knowledge, and those who do not know their situation.
Those who have no sense of differentiating nor understanding, who retreat from their brothers physically and from the shuyūkh with their hearts. They were afraid and what frightened them was what they showed from doubts and what has become apparent on them from the trials because of their mixing with the evil doers and mushrikīn.
After looking into the matter they do not make takfīr of the mushrik except in general, and they hesitate amongst themselves even from this. Then their innovation and doubt spread until it reached those who are from the closest brothers. The reason for this, and Allāh knows best, is their leaving the books of the fundamentals, their not caring about it, and not fearing misguidance. They turned away from the treatises of Shaykh Muhammad Ibn ‘Abdîl-Wahhāb (may Allāh sanctify his soul) and the treatises of his sons for those would explain all of the doubts, as will come. Whoever has just a little knowledge, when he looks at the status of people today, and the beliefs of the shuyūkh mentioned, he would be astonished, and lā hawlā wā lā quwattā ilā billāh.
Because amongst those, whom we have pointed out regarding his saying on this issue that, “We will say to the people of the domes, who used to worship it and whoever is involved in it, ‘Your action is shirk but he is not a mushrik.’” So reflect, you will see and praise your Lord and ask from Him well being.” [Refer to “Hukm Takfīr al-Mu’ayyan wal-Farq Bayna Qiyām al-Hujjah wa Fahm al-Hujjah” (pp. 169-170)].
And Shaykh Sultān al-‘Utaybī (تقبله الله) said, “So ponder over how Shaykh Ishāq sees not making takfīr of the specific individual as a bid’ah.”
The obligation of making takfīr upon a specific individual is very clear. Imām ‘Abdîr-Rahmān Ibn Hasân (رحمه الله) said, “And Allāh has labelled the people of shirk with ‘kufr’ in countless Āyāt. Thus, it is obligatory to do Takfīr of them, since this is a requisite of Lā ilāha ilā Allāh, the Kalįmāh of Ikhlās, its meaning is deficient without doing Takfīr of whosoever associates a partner in ‘Ibādah to Allāh — for these are matters which are not protected — for these are matters which are related to the completeness of Tawhīd.”
[Refer to “Ad-Durâr As-Sanįyyāh” (2/205-206)].
Imām Abā Batīn (رحمه الله) said regarding those who call upon the graves and sacrifice for the dead saints, “Whosoever does this is a kāfir. And those who do these acts of ‘Ibādah at the graves, they are kuffār without a doubt. And the claim of the ignorant people “You are doing Takfīr of Muslims” — whoever says this, has not understood Islām nor Tawhīd; rather what is apparent regarding this ignorant person is that his Islām is invalid.
For whosoever does not prohibit (Inkār) the actions which the mushrikūn are doing today, and doesn’t see it as evil — then he is not a Muslim.”
[Refer to “Majmū’at Ar-Rasā’il Wal-Masā’il An-Najdįyyāh” (1/654-655), and “Ad-Durâr As-Sanįyyāh” (10/416)]
Imām Abā Batīn (رحمه الله) also said, “The Muslims are at consensus (Ijmā’) upon the infidelity of the person who doesn’t make Takfīr of the Jews and Christians, and also united upon the (infidelity of the) one who doubts the kufr (of the Jews and Christians). And we are certain that most of such people (who refrain from their Takfīr) are ignorant.”
[Refer to “Ad-Durâr As-Sanįyyāh” (12/69)]
Also Ibn Taymįyyāh (رحمه الله) said, “Whoever curses the Sahābah or one of them, and also claims that ‘Alī has a right to be worshipped, and that Jibrīl was in error — then there is no doubt in such a person’s kufr. And not only this, there is no doubt in the kufr of the one who does not make Takfīr of that person.”
[Refer to “Ad-Durâr As-Sanįyyâh” (12/69), and “‘Aqīdāh Al-Muwāhhîdīn” (23)]
So, this Affirmation and Negation together are what is known as the foundation of Islām and its principle — which is also known as Millât Ibrāhīm — and this Affirmation and Negation was the dā’wāh of all the Messengers.
Although the proofs are many, to conclude, Imām ‘Abdûr-Rahmān Ibn Hasân (رحمه الله) said, “And if someone were to realise the meaning of “None is worthy of being worshipped, except Allāh”, then he would also realise that whosoever doubts the kufr of those who join partners with Allāh — that, that person has not disbelieved in the Tāghūt.”
[Refer to “Ad-Durâr as-Sanįyyāh” (11/523)]
8 notes
·
View notes
Text
Cerita Haji
Kita semua saat kecil (nggak tau sih semua atau nggak) pasti pernah punya cita-cita :
Saya ingin naik haji. Kalau sudah dewasa ingin memberangkatkan orang tua.
Hingga sampai ke suatu masa :
Gaji belum seberapa. Cicilan banyak. Punya rumah atau mobil dulu. Umroh atau haji. Furoda atau haji plus. Toriq haji 2 bulan.
Tapi, hari ini saya disadarkan kembali tentang hakikat kehidupan dari sudut pandang haji.
Pertama, Allah itu Maha Kaya. Urusan doa tentang dunia dan isinya itu sangat mudah. Dan kita semua paham bahwa tanah suci adalah tempat yang doanya mustajab.
Mungkin kita banyak mendengar kisah orang yang secara status sosial belum siap berangkat haji. Tapi kenyataanya banyak yang berangkat, dapat melihat ka'bah, dicukupkan sandang panganya, dan sebagian mereka berumur tua.
Kedua, haji itu ujian. Belum tentu yang dimudahkan secara materi mendapat ketenangan batin.
Saya jadi teringat quote Buya Hamka, "Kita itu akan dipertemukan dengan apa yang kita cari"
Ada yang haji tapi tidak berbanding lurus dengan perilaku. Ada yang murtad. Atau bahkan pamer produk boikot di depan ka'bah untuk mendapat atensi. Kurang kerjaan.
Ust. Kasori Mujahid menjelaskan perihal haji bahwa semua itu perlu dipersiapkan dengan baik. Sama seperti poin pertama, urusan doa tentang materi itu sangat kecil. Allah itu Maha Kaya.
Tapi apa untuk itu saja kita ke tanah suci? Ada 2 hal penting yang perlu dilakukan :
1. Haji itu perjalanan spiritualitas. Mintalah untuk diberikan kemudahan dalam setiap urusan, diperhalus hatinya, diminimalkan dari perbuatan cela, dan yang terpenting mendapat ridha dari-Nya.
2. Haji juga adalah pertemuan dengan Rasullullah Shallahu alaihi wasallam. Aturlah adab saat mengunjungiNya. Siapkan diri dengan semaksimal mungkin. Di akhir mintalah syafaat dengan setulus hati.
2 hal diatas menurut Beliau tak sekadar dilakukan saat di Tanah Suci, tapi dipersiapkan sejak dini, hari ini juga.
Kita membiasakan untuk menata niat dalam hati. Kita membiasakan diri dengan shalawat dan mencontoh perilaku Beliau.
Berdoa soal dunia dan materi boleh-boleh saja. Lebih lanjut, Beliau memberikan tips untuk itu diselesaikan saat awal-awal, dan diakhir agar fokus kepada taskiyatun nafs meliputi 2 hal itu.
Tentu nasihat Ust. Kasori ini dapat diimplementasikan di kehidupan sehari hari. Bahwa ada saatnya kita memikirkan urusan dunia, tapi jangan sampai kita melupakan tentang hakikat dari ibadah itu sendiri : Mencapai ketenangan jiwa dan mendapakan ridha Allah semata.
Yuk semangat lagi. Bareng-bareng ya!
Bumi Allah, 22 Juli 2024
*) Catatan silaturahim haji dengan Ust. Kasori Ketua Yayasan Nur Hidayah Surakarta dengan sedikit penambahan
9 notes
·
View notes
Text
ya sebenernya ya, boleh boleh aja kalo mau ancur setres copot jilbab pindah agama murtad mabok apapun lah serah dah, tapi gue kata sih kalo buat hidup gue sendiri gue akan dengan berani bilang "NGGAK!! NGGAK BOLEH" yang bener aja rugi dong, banyak tanggung jawab yang harus dipikirin, orang tua, mimpi mimpi yang udah diperjuangkan sejak lama. Gak boleh mleyot cuma gara gara cinta, hidupku, tanggung jawabku. Kalo udah mleyot ga punya motivasi, emang terus mau berharap ditolongin sama temen temen lo? ya mungkin ada yang peduli, tapi pada akhirnya ga ada yang bener bener bisa nolongin lo, yakan. Jaga diri baik baik biar ga gampang mleyot, karena gawat kalo udah mleyot ngerti ngga!
2 notes
·
View notes
Text
ANTARA AKU, KAMU & ALLAAH
Islam tidak pernah melarang manusia untuk jatuh cinta. Islam hanya melarang zina dan segala sesuatu yang mendekatinya.
Aku teringat do’a-do’a dan segala bentuk kriteria calon pasangan yang pernah ku panjatkan sejak tahun 2017 berubah 180 derajat.
Yang dulunya berikan aku pasangan yang baik dan mencintai aku (de-el-el) berubah menjadi pasangan yang baik agama dan akhlaknya, yang rupanya aku sukai, yang tidak merokok, yang senang memakmurkan masjid, yang sholat Jum’atnya tidak ketinggalan, yang sama-sama mau belajar mengenal islam lebih baik, yang memuliakan istrinya, yang senang berbagi, yang mencintai aku dan kelurgaku, yang nge-treat aku layaknya seorang ratu, yang mau menjemput pertemuan kami dengan cara yang terjaga, yang aku hanya akan jatuh cinta padanya hanya setelah menikah.
Sejak 2017 aku benar-benar mendoakan perihal jodoh sedetil itu pada Allaah. Sejak tahun itu pula aku menjadi orang yang lebih tertutup kepada lawan jenis. Sebab seyakin itu aku akan dipertemukan dengan do’a-do’aku.
Hari-hari berlalu, silih berganti orang-orang datang. Namun tidak ada yang membuat aku berkata “iya”. Banyak yang bilang sulit menemukan kriteria seperti itu di zaman sekarang. Sebab laki-laki yang merokok itu sudah biasa, sebab tidak ada pernikahan yang tidak dilalui tanpa pacaran, sebab tidak ada manusia yang sempurna, dan sebab ini itu dan lain-lain.
Tentu beberapa kali pendirianku nyaris goyah. Perihal umur(lah), tentang diri sendiri(lah) yang masih belum sesuai standar itu, dan tentang-tentang yang lain yang menggoyahkan pendirian.
Alhamdulillah ternyata Allaah menolongku. Hingga seseorang datang kepada bibiku sesaat setelah selesai sholat idul adha, meminta diri untuk mengenalku secara terhormat.
Aku yang belum sempat melihatmu tapi sudah jenuh dengan berbagai macam pertemuan memilih mencari cara melarikan diri. Aku yang sudah pernah mengenal baik seorang teman yang pernah (muallaf tapi kemudian murtad) memilih menutup pintu hati darimu hanya karena menyamakanmu dengan temanku itu.
Kita yang tidak sempat bertemu, tapi keluargaku sepakat membiarkanmu bertamu. Ringkas, padat dan jelas. Kali kedua kau datang dengan berani menemui Ayahku dengan alasan yang sama. Katamu kau ingin menikah dengan seseorang yang mampu mengajakmu untuk lebih dekat lagi dengan Allaah. Agar semakin menguat akar keimananmu.
Maka semakin terpukaulah Ayah dan keluargaku kepadamu. Mengingat keistiqomahanmu belasan tahun memeluk islam. Dalam pencarian yang tidak mudah dengan pertahanan yang kuat ditengah beragam rintangan.
Lalu kita bertemu sepintas malam itu. Aku yang sepulang dari rumah pasienku sedang mengenakan gamis maroon dengan kerudung hitam, sepaket dengan masker diwajah. Lalu kau mengenakan batik bernuansa kebiruan amat serasi dengan kulit putihmu. Kita yang hanya saling melirik sejenak. Mencuri pandang diantara kata pamit yang kau ucapkan.
Hari itu kau semakin yakin untuk meminangku. Tapi aku masih ragu-ragu padamu. Sedang keluargaku sudah lebih dulu tertarik padamu. Waktu itu sungguh rumit. Tapi aku tetap meminta Biodatamu pada sepupuku yang menjadi perantara kita saat itu.
Waktu berlalu cepat, istikhorohku semakin sering. Sedang keluargaku sudah sepakat. Dan aku masih tetap ragu. Padahal hampir 70% segala kriteria calon pasanganku ada padamu. Hanya saja aku belum pernah melihatnya. Sampai akhirnya ada saudara jauh yang tidak sengaja melihatmu sholat isya di Masjid Agung lalu disampaikanlah padaku kesaksian itu.
Kita bertemu untuk pertama kalinya di rumah kakakku untuk menceritakan visi misi pernikahan kita. Maka cenderunglah aku padamu. Hingga dua minggu sebelum kita menikah, kita yang tak sengaja bertemu di masjid Al furqan saat itu semakin membuatku yakin bahwa istikhorohku telah menemui jawaban.
Hingga pernikahan kita pun berlangsung lalu cinta tumbuh dari hari-hari kita. Aku yang baru menyadari betapa baiknya Allaah yang mengabulkan do’aku. Aku menemukan laki-laki yang menjadi do’a-do’a ku sejak 2017. Diantara banyak ketidakmungkinan tapi Allaah memberi kemungkinan dengan caraNya yang paling indah.
Tidak pernah ku sangka 2017 aku mulai mendo’akanmu. 2021 lah Allaah mengabulkan do’aku. Tentu bukan waktu yang sebentar. Tapi ternyata Maha Indah Allaah mengabulkan do’a hambaNya dengan cara yang indah pula. Kau adalah jawaban do’a-do’aku yang dengan sabar ku pinta padaNya. Maha suci Allaah yang menjaga kesucian pernikahan kita. Betapa bersyukurnya aku menjadi istri dari seorang lelaki yang benar-benar meratukan aku, mencintai agama ini dengan caranya, istiqomah sampai akhir hayatnya. Aku mencintainya, sungguh mencintainya karena Allaah. Allaah memurnikan cinta kami setelah menikah. Allaah menjaga cinta kami, Allaah memang paling mencintai kami.
6 notes
·
View notes