#KTP 2024
Explore tagged Tumblr posts
Text
Jelang Pemilu, Kesbangpol Pekanbaru Imbau Warga Pekanbaru di Luar Daerah Mendaftar
PEKANBARU – Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Pekanbaru, Zulfahmi Adrian mengatakan warga dengan KTP Pekanbaru yang berdomisili di luar daerah harus memilih di Pekanbaru pada Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024 mendatang. Oleh karena itu, ia mengimbau warga segera mencek dan mendaftar agar dirinya terdata di Tempat Pemungutan Suara (TPS) nantinya. http://dlvr.it/Scw6Fx
0 notes
Text
Cek Fakta: [SALAH] KTP dan NPWP Ganda Untuk Persiapan 2024
Cek Fakta: [SALAH] KTP dan NPWP Ganda Untuk Persiapan 2024
Hasil periksa fakta Ari Dwi Prasetyo. Informasi yang menyesatkan. Kejadian tersebut terjadi pada tahun 2017 dan tidak ada kaitannya dengan pemilu 2024. ===== KATEGORI: KONTEN YANG MENYESATKAN Sumber: Facebook https://archive.cob.web.id/archive/1661392394.040242/singlefile.html Narasi “MANUSIA BIADAB KLU GINI.” Narasi dalam gambar : “Persiapan 2024 Satu Orang 3 KTP Dan NPWP” Penjelasan: Beredar…
View On WordPress
#Cek Fakta#Hoaks#Hoax#Indonesia#Masyarakat Anti Fitnah Indonesia#Stop Hoaks#Turn Back Hoax#TurnBackHoax
0 notes
Text
Rakarda Cimahi Targetkan 8 Kursi DPRD, Kang Ace Ajak Keluarga Besar TNI Kembali Bersama Golkar
Cimahi - Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat, Tubagus Ace Hasan Syadzily, mengajak keluarga besar dan putra-putri Tentara Nasional Indonesia (TNI) bisa kembali bersama Partai Golkar dalam membangun bangsa. Terutama dalam memperkokoh nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme.
“Kota Cimahi adalah ikon kebangsaan, dengan banyaknya anggota dan keluarga TNI-Polri tinggal di kawasan ini. Apakah Golkar Cimahi sudah mengakomodasi keluarga besar TNI di sini? Karena TNI punya prinsip yang sama dengan Golkar dalam mengedepankan prinsip kebangsaan," tanya Kang Ace, begitu Tubagus Ace Hasan Syadzily disapa, saat memberikan sambutan pada Pendidikan Politik dan Rakerda Partai Golkar Kota Cimahi di GSG Hardjuno Jalan Encep Kartawirya Citeureup Kota Cimahi, Minggu (4/9).
Menurut Kang Ace Partai Golkar harus menjadi garda terdepan dalam melawan politik identitas yang belakangan mengemuka. Sebab itu Golkar harus menang di tengah kelompok-kelompok yang menjadikan isue identitas agar NKRI tetap tegak berdiri.
"Kalau Golkar dikalahkan oleh kelompok-kelompok itu, berarti nilai identitas kebangsaan kita telah dikalahkan. Padahal, bangsa ini hanya akan besar ketika kita sama-sama mengusung prinsip kebangsaan dan nasionalisme," kata Kang Ace dihadapan para peserta Dikpol dan Rakerda yang dihadiri Ketua DPD Golkar Kota Cimahi, H. Ali Hasan dan segenap jajaran pengurus serta fungsionaris Golkar setempat.
Kang Ace yang didampingi Sekretaris DPD Partai Golkar Jawa Barat, MQ. Iswara, Ketua Harian, Daniel Muttaqien serta pengurus DPD Partai Golkar Jabar lainnya, menjelaskan, Golkar lahir tak terlepas dari TNI. “Golkar dilahirkan dari TNI sebagai bentuk perlawanan terhadap kelompok-kelompok yang menginginkan mengubah dasar negara kita disebut dengan Pancasila,” paparnya.
“Golkar dan TNI telah lama bahu-membahu membangun bangsa dan meletakkan dasar-dasar dan konsep pembangunan yang baik dan berkelanjutan dalam semangat kebangsaan dan patriotisme,” sambung Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI itu.
Dalam kesempatan itu, Kang Ace, menegaskan, selaku Ketua DPD Partai di Jawa Barat pihaknya meminta komitmen dan tanggung jawab seluruh kader Golkar Kota Cimahi untuk mencapai target delapan kursi DPRD Kota Cimahi pada Pemilu 2024 mendatang.
"Namun itu semua sulit terwujud jika di setiap TPS kurang dari 10 kader Golkar. Kelompok kader harus bekerja keras meraih simpati rakyat. Jangan berpuas diri dengan hanya ada copy KTP, Karena semua mesti digital, semua harus tercatat by name by address," terang Kang Ace.
Rakerda kemudian diisi dengan pengarahan Wakil Ketua DPP Partai Golkar, Nurul Arifin. Nurul sempat memotivasi kader agar pada 2024, Golkar tak hanya mendapat remah remah kekuasaan.
Terpisah, Ketua DPD Partai Golkar Kota Cimahi, H. Ali Hasan, berjanji akan meningkatkan suara Golkar dari enam kursi saat ini, menjadi 8 kursi. Jumlah itu diyakini cukup untuk bisa menjadi pemenang Pileg dan merebut posisi Ketua DPRD Kota Cimahi.***
0 notes
Text
Per April 2022, Tersisa 369.871 Warga Medan Belum Tercover BPJS
Per April 2022, Tersisa 369.871 Warga Medan Belum Tercover BPJS
MEDAN | TRANSPUBLIK.co.id – Wali Kota Medan, Bobby Nasution terus berupaya mempercepat pencapaian Universal Health Coverage (UHC). Ditargetkan pada 2024 seluruh warga Medan mendapatkan pelayanan kesehatan atau berobat hanya dengan menunjukkan KTP. Langkah yang dilakukan antara lain dengan mengupayakan agar warga yang masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) didaftarkan ke Badan…
View On WordPress
0 notes
Text
DPRD Badung Terancam Batal Tambah Kursi di Pileg 2024
DPRD Badung Terancam Batal Tambah Kursi di Pileg 2024
Mangupura, baliwakenew.com Komisi I DPRD Badung meminta Dinas Kependudukan dan Catatan Siipil segera mendata ulang jumlah penduduk Gumi Keris. Pasalnya, komisi yang dipimpin I Made Ponda Wirawan ini mengendus ada puluhan ribu masyarakat ber-KTP Badung, namun tidak lagi tinggal dan menetap di Badung. Banyaknya penduduk “misterius” ini secara otomatis akan berimbas pada program-program pembangunan…
View On WordPress
0 notes
Text
Pemilu Serentak 2024, KPU Tangsel Sebut Masyarakat Yang Punya E-KTP Bisa Langsung Coblos
Pemilu Serentak 2024, KPU Tangsel Sebut Masyarakat Yang Punya E-KTP Bisa Langsung Coblos
TANGERANGRAYA.NET, Tangsel – Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Selatan (Tangsel) memperbolehkan masyarakat yang tidak sedang berada ditempat tinggal asalnya melakukan pencoblosan pada pemilu serentak 14 Febuari 2024 dengan syarat harus mempunyai E-KTP. Hal itu disampaikan oleh Ketua KPU Kota Tangsel M Taufiq kepada Tangerangraya.net, Senin, 14 Febuari 2022. Taufiq menjelaskan beberapa aturan…
View On WordPress
0 notes
Text
Hati-Hatilah Kalian, HRS Itu Bukan Penjahat
Hati-Hatilah Kalian, HRS Itu Bukan Penjahat
Tuan-tuan yang terhormat, para penguasa Indonesia. Tuan-tuan yang mulia, yang bisa melakukan apa saja sesuka hati.
Kemarin, banyak orang yang meneteskan air mata. Mereka sedih. Terhenyak. Mereka juga marah. Perasaan mereka tertusuk. Karena kalian perlakukan HRS dengan semena-mena. Dengan hina. Dengan angkuh. Dengan sombong.
Ingatlah, wahai para penguasa! HRS bukan meminta perlakuan istimewa. Dia tidak meminta apa-apa dari kalian. Dia hanya meminta agar dihadirkan langsung di ruang sidang PN Jakarta Timur untuk mengikuti persidangan atas dirinya.
Dia meminta itu bukan karena gagah-gagahan. Bukan karena ingin menghambat. Beliau meminta hadir langsung disebabkan rasa tak nyaman mengikuti sidang online (daring). Mengenai peraturan Mahkamah Agung (MA) yang mengharuskan sidang daring, Habib menyebutkan beberapa contoh terdakwa bisa hadir di ruang sidang langsung. Termasuk Joko Tjandra, Pinangki, dan Irjen Napoleon Bonaparte.
HRS tegas menolak sidang daring. Beliau mempersilakan majelis hakim melanjutkan sidang tanpa kehadiran dirinya lewat kamera. Mempersilakan hakim menjatuhkan vonis apa saja. Beliau rela. Belian akan terima. Asalkan dia tidak dipaksa sidang daring.
Beliau digiring dengan paksa untuk duduk di depan kamera yang tersambung ke ruang sidang. Proses pemaksaan inilah yang membuat Habib Rizieq merasa dihinakan. Beliau tidak merasa tinggi dari siapa pun. Tapi, cara dia dipaksa ke depan kamera telah menyinggung perasaan beliau.
Tuan-tuan yang terhormat. Hati-hatilah kalian. HRS itu bukan penjahat seperti yang kalian persepsikan lewat penangkapan, penahanan, pendakwaan dan penyidangan. Dia hanya berusaha memperjuangkan keadilan. Dia berjuang agar bangsa dan negara ini bebas dari berbagai kejahatan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Lihatlah, tuan-tuan yang mulia. HRS tidak melakukan perbuatan yang merugikan rakyat dan negara. Kalian semua tahu itu. Dia hanya didakwa melakukan tindak pidana kerumunan.
Tentu kalian masih ingat ketika Presiden Joko Widodo memicu kerumunan di Maumere, NTT, sewaktu dia melakukan kunjungan pencitraan di sana pada 23 Februari 2021. Dia tidak disentuh hukum. Ada saja alasan yang kalian kemukakan. Padahal, jelas-jelas Jokowi dikerumuni ratusan atau mungkin ribuan orang tanpa protokol kesehatan.
Ingat, tuan-tuan yang terhormat! Habib tidak melakukan kejahatan yang merugikan rakyat, bangsa dan negara.
Yang melakukan kejahatan di Indonesia ini adalah mereka yang rakus, sadis, bengis. Bukan HRS. Merekalah yang menggarong kekayaan rakyat di Kalimantan, Sulawesi, Papua, dlsb. Bukan HRS. Mereka yang menilap dana Covid-19 sampai triliunan rupiah. Bukan HRS.
Mereka pula yang melakukan korupsi lobster, Jiwasraya, Asabri, Bumiputra, Pertamina, BLBI, Century, dll. Bukan HRS. Mereka yang membangkrutkan maskapai Garuda Indonesia. Bukan HRS. Mereka yang membuat PLN tumpur-lebur. Bukan HRS. Mereka yang mencuri uang e-KTP. Bukan HRS.
Mereka yang melindungi Tuan Joko Tjandra (JK). Bukan HRS. Mereka yang membuatkan surat jalan untuk JT ketika dia menyeludup masuk dari pelarian di luar negeri. Bukan HRS. Mereka yang mengusahakan penghapusan “red notice” Interpol Joko Tjandra dengan cara menyogok. Bukan HRS. Mereka yang mau membuatkan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk JT dengan proposal 150 miliar. Bukan HRS.
Mereka yang menerima sogok Buku Merah. Bukan HRS. Mereka yang sedang menumpuk kakayaan ilegal. Bukan HRS. Mereka yang mejerumuskan negara ini ke jurang utang besar. Bukan HRS. Mereka juga yang menggerogoti uang pinjaman ribuan triliun itu. Bukan HRS. Mereka pula yang merusak lingkungan dan hutan di mana-mana. Bukan HRS.
Tapi, mengapa HRS yang dizalimi? Yang dikejar-kejar sampai ke lubang cacing? Yang, konon, diskenariokan akan mendekam di penjara sampai usai Pilpres 2024?
Hati-hatilah, kawan. Jangan kalian hinakan HRS. Dia bukan penjahat. Ingat, dunia ini berputar. Semua orang memperhatikan kezaliman kalian.
20 Maret 2021
By Asyari Usman
(Penulis wartawan senior)
source https://www.kontenislam.com/2021/03/hati-hatilah-kalian-hrs-itu-bukan.html source https://www.ayojalanterus.com/2021/03/hati-hatilah-kalian-hrs-itu-bukan.html
0 notes
Photo
SINERGITAS BNPT & KEMENKUMHAM DALAM PROGRAM REDUKASI . Kementrian Hukum dan HAM bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris melakukan program redukasi dan penyerahan surat keterangan menjadi WNI di Lapas Kelas I Surabaya. Rabu (20/11/2019) . Acara tersebut turut dihadiri Wakapolda Jatim Brigjen Pol. Drs. Djamaludin, Kepala BNPT Komjen Pol. Suhardi Alius, Deputi Bidang Pencegahan Mayjen TNI Marharman Lubis, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Kalapas Kelas I Surabaya Toni Naenggolan. B. CP SH MH. . Surat keterangan menjadi WNI diserahkan kepada istri Umar Patek. Istri Umar Patek yang sekarang bernama Rokayah merupakan warga negara Philipina bernama asli Gina Guteres Luceno, dengan diberikannya surat keterangan WNI maka istri Umar Patek telah sah menjadi warga negara Indonesia dan berhak menjadi tanda identitas diri (KTP) sesuai domisili. . Umar Patek merupakan tahanan teroris yang selama sisa hukuman hingga tahun 2024 bisa diusulkan pembebasan bersyarat dan yang bersangkutan sudah mendapatkan remisi tahanan 7 bulan. . "BNPT sudah mensinergikan 3 lembaga pemerintah dan tahun depan akan menjadi 23 lembaga. Dengan diberikannya surat keterangan tersebut sebagai bentuk kepedulian negara dan hadirnya negara di masyarakat. Hal itu sudah melalui pertimbangan yang sudah ditetapkan bersama dan sudah mendapat restu dari Menkumham RI Prof. DR. Yasonna Lauly" terang Ketua BNPT dalam sambutannya. . Umar Patek dalam keterangannya kepada awak media, "Saya menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pemerintah Indonesia dan kedepan saya akan mengajak para tahanan-tahanan teroris untuk kembali kejalan yang benar cinta kepada Pancasila dan negara Indonesia" pungkas Umar Patek setelah acara penyerahan surat keterangan WNI. . . #LH87 #bagimunegeri (di Polsekparang) https://www.instagram.com/p/B5KHwG5BZzY/?igshid=j2d59o0gqbes
0 notes
Text
Jatuh Karena Pemimpin Yang Korupsi
SELESAI sudah menodai DPR kita. Setelah mantan Ketua DPR, Setya Novanto dinyatakan bersalah atas kasus korupsi dalam akuisisi KTP elektronik (E-ktp). Wakil Presiden Taufik Kurniawan yang tidak aktif dari DPR dijatuhi hukuman 6 tahun Penjara karena korupsinya.
Politis Partai Amanat Nasional (PAN) dinyatakan bersalah menerima suap terkait dengan administrasi dana alokasi khusu (DAK) untuk Kabupaten Kebumen dan Purbalingga. Total suap dari kedua kasus ini mencapai lebih dari Rp3,8 miliar.
Kasus yang menangkap Taufik menjadi gambaran busuknya rantai suap dari pemerintah daerah serta swasta ke pimpinan parlemen. Pengungkapan awal dimulai dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Oktober 2016 oleh KPK.
Lihat juga: FPI: Rizieq Shihab Ingin Kembali ke Indonesia Tetapi Dicegah
Saat itu, dari 6 orang yang terjaring, KPK mengidentifikasi 2 tersangkat, yaitu Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Yudhi Tri Hartanto dan PNS Dinas Pariwisata Pemkab Kebumen Sigit Widodo. Beberapa hari kemudian giliran Direktur PT Otoda Sukses Mandiri Abadi Group, Hartoyo yang menjadi tersangka.
youtube
Permainan itu sangat kotor karena pada saat itu bupati Kebumen Yahya Fuad juga menjadi tersangka. Dia mengendalikan pembelian proyek di wilayahnya dengan meminjam 5 bendera perusahaan. Secara total, ada 11 tersangka yang ditentukan oleh KPK dari jaringan bisnis dan perusahaan.
Pejabat DPR yang seharusnya menjadi benteng terakhir dan paling kuat untuk kepentingan rakyat telah benar-benar membantu memuluskan pekerjaan tikus-tikus dikawasan itu. Korupsi di sidang yang melibatkan banyak orang dari pemerintah, parlemen, dan swasta ini juga terjadi dalam kasus E-KTP.
Lihat juga: Prabowo Bertemu Jokowi,Ibu Pepes Selalu Memberikan Dukungannya
Dalam kasus E-ktp, 7 orang sejauh ini telah dihukum atas kerugian negara total Rp2.3 triliun. KPK baru-baru ini mengumumkan bakal ada tersangka baru dari kasus tersebut.
Setnov dan Taufik seperti puncak gunung es dari moral para wakil rakyat di tingkat pusat dan daerah. DPR periode 2014-2019 barangkali bisa disebut parlemen terburuk karena 2 pemimpinnya tejerat korupsi.
Dalam rapat dengar pendapat di hadapan Komisi III DPR pada tanggal 1 Juli 2019, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan bahwa dalam kasus tipikor yang ditangani lembaga antirasuah pelaku terbanyak adalah anggota DPR dan DPRD.
Besarnya pengaruh dan kekuasaan yang muncul dari kursi parlemen telah membuat posisi ini sangat berbahaya. Kejahatan yang dilakukan oleh anggota parlemen sebenarnya melibatkan banyak pihak, banyak jenjang, dan tentu saja dana negara dalam jumlah besar.
Lihat juga: Ahmad Dhani: Saya akan memotong alat kelamin jika Jokowi menang
Ketika kejahatan terus direplikasi meskipun fakta bahwa ada banyak kasus yang terungkap dan tokoh ditangkap, hukum negara ini harus mengupayakan hukuman semaksimal mungkin. Bukan saja pada denda dan hukuman penjara, hal-hal harus diterapkan pada pencabutan hak politik karena negara harus memastikan bahwa orang-orang dicegah lancung itu sedapat mungkin dijauhkan untuk kembali ke kursi kekuasaan.
Citra kuat DPR / DPRD sebagai sarang penyamun semestinya juga jadi peringatan besar untuk para caleg terpilih yang dilantik Oktober mendatang. Jangan sampai anggota DPR periode 2019-2024 mengikuti jejak pendahulunya. Orang-orang berharap DPR di masa depan mengembalikan citra parlemen yang telah rusak para oleh 2 pemimpin dan beberapa anggotanya yang telah terjebak dalam kasus korupsi.
0 notes
Text
Gagasan : Pasca 100 Hari Kerja Enos Yudha
100 hari kerja sudah H. Lanosin Hamzah, S.T. dan H.M. Adi Nugraha Purna Yudha, S.H. (Enos Yudha) menjalankan tugasnya pasca dilantik sebagai bupati dan wakil bupati OKU Timur. Menilai kinerja hanya dari 100 hari kerja tentu terlalu prematur. Namun, setidaknya 100 hari kerja ini adalah starting point (awalan) dari sebuah rezim politik. Jika 100 hari berjalan mengesankan, maka secara legitimasi politik didapatkan.
Dalam 100 hari kerja Enos Yudha banyak terobosan sudah diluncurkan, yaitu perwakilan Disdukcapil di Kecamatan Belitang, program Satu Pol-PP Satu Desa, OKU Timur TV, dan pengangkatan staf khusus serta penunjukan direktur baru PDAM Way Komering. Terbaru, Enos Yudha melaunching program 100 hari kerja di bidang kesehatan dan pertanian, yaitu Satu Perawat Satu Desa, BPJS untuk Perangkat Desa, mobil Ambulance untuk pengguna narkoba, berobat gratis dengan hanya menggunakan KTP di Puskesmas, dan pendirian Perusahaan Umum Daerah (PUD) Agrobisnis dan Pengelolaan Logistik.
Terobosan tersebut relatif baru untuk Bumi Sebiduk Sehaluan. Bahkan, untuk program Satu Pol PP Satu Desa dan Satu Perawat Satu Desa adalah bisa dikatakan terobosan perdana di Indonesia. Kita patut mengapresiasinya.
100 hari kerja Enos Yudha bagi saya pribadi sangatlah determinan mengingat durasi waktu periode pertama rezim ini tidak seperti normalnya rezim politik di Indonesia, yaitu lima tahun untuk satu periode. Rezim Enos Yudha untuk periode pertamanya hanya 3 tahun 8 bulan. Ini dikarenakan dalam Undang-Undang Pilkada mengamanatkan untuk melakukan pilkada serentak seluruh Indonesia pada tahun 2024.
Kerugian waktu sekitar 1 tahun 4 bulan untuk rezim Enos Yudha menjadikan 100 hari kerja harus dimaksimalkan dengan berlari cepat guna menutupi kerugian waktu. Ini terlihat dari relatif banyaknya launching program kerja dalam 100 hari kerja Enos Yudha.
Saya memandang relatif banyaknya program-program dan kebijakan-kebijakan diluncurkan dalam 100 hari kerja Enos Yudha adalah sebagai bentuk keseriusan pasangan ini untuk mengejar dan menutupi kerugian waktu yang mereka terima. Sebab, bukan perkara yang mudah untuk memberikan signifikansi hasil dalam waktu kurang dari lima tahun. Jadi, menggenjot di awal waktu dengan banyak meluncurkan program-program dan kebijakan-kebijakan adalah cara yang relatif tepat guna menjawab tantangan.
Namun, pertanyaan kita selanjutnya seberapa lama dan konsisten ritme cepat ini bisa dipertahankan oleh Enos Yudha? Bagaimana jika program-program yang relatif banyak banyak tersebut terdapat permasalahan? Apakah cukup waktu dan tenaga Enos Yudha mengantisipasinya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tergantung bagaimana rezim Enos Yudha mampu mengatur strategi guna mengantisipasinya. Namun, setidaknya saya ada sedikit masukan atau bisa juga dikatakan gagasan sebagai bagian dari relawan Enos Yudha dan masyarakat OKU Timur untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, optimalisasi peran staf khusus bupati. Staf khusus bupati merupakan posisi baru dalam pemerintahan OKU Timur. Ini berangkat dari janji kampanye Bupati Enos saat debat pertama di Hotel Excelton Palembang, yang berjanji akan mengangkat staf khusus bupati untuk membantu beliau jika terpilih. Staf khusus notabene diisi dari kalangan non PNS yang telah memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing.
Staf Khusus Bupati OKU Timur menurut informasi saat ini berjumlah tiga orang. Jumlah ini relatif sedikit sebenarnya, namun kita bisa memahami ini dikarenakan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh OKU Timur. Namun, saya berpendapat tiga orang staf khusus bupati bisa dioptimalisasikan oleh Bupati OKU Timur guna mengejar target yang telah ditetapkan dalam durasi periode kepemimpinan Enos Yudha yang relatif singkat dari biasanya.
Staf khusus bupati seperti nomenklaturnya terdapat kata khusus. Kata khusus tersebut harus memiliki kekhususan peran dan fungsi dalam periode kepemimpinan Enos Yudha yang relatif singkat ini guna mengkoordinasikan dan mengevaluasi target-target yang akan dicapai dari setiap program kerja yang telah dilaunching. Jika tidak diberikan tugas yang khusus, maka saya yakin rezim Enos Yudha akan keteteran untuk memenuhi target dari program-program kerja yang telah dibuat.
Hal ini disebabkan bupati dan wakil bupati biasanya akan disibukan dengan urusan-urusan urgen dan politis yang mengakibatkan sulitnya mereka untuk mengawasi perkembangan dan permasalahan dari program kerja yang mereka telah mereka launching dan canangkan. Selain itu juga, staf khusus bupati biasanya diisi oleh orang-orang yang memahami seperti apa keinginan bupati atau bahasa yang lebih gamblangnya staf khusus bupati berasal dari tim pemenanganya yang tahu seluk-beluk janji kampanye Enos Yudha. Jadi, relatif tidak terdapat perbedaan pandangan mengenai goal yang ingin dicapai antara Enos Yudha dan staf khusus.
Berbeda hal dengan jabatan yang berasal dari kalangan ASN seperti kepala dinas dan staf ahli yang cara berpikirnya rigid (kaku) dan bisa jadi kurang memahami latar belakang goal program dan kebijakan yang Enos Yudha canangkan. Maka, menurut saya pribadi sangat tepat jika staf khusus diberikan tugas yang khusus pula oleh Enos Yudha.
Kedua, jangan terjebak kepada kuantitas program kerja dan fokus pada dampak yang dihasilkan. Saya secara pribadi memaklumi ritme cepat dan banyaknya program kerja yang digenjot di 100 hari kerja. Namun, jangan sampai kuantitas program kerja yang relatif banyak ini menjadi boomerang bagi Enos Yudha.
Kuantitas dan kualitas tidak selamanya berjalan beriiringan. Pada kenyataannya kuantitas sering kali mengorbankan kualitas. Saya pikir rezim Enos Yudha dalam satu tahun ke depan untuk fokus kepada program kerja yang sudah diluncurkan pada 100 hari kerja ini. Sebab, sangat tidak mungkin dalam pelaksanaannya program kerja tersebut tidak mengalami permasalahan atau jauh dari yang diharapkan.
Waktu yang singkat periode Enos Yudha memang menuntut untuk gerak cepat tapi bukan berarti terkesan asal-asalan. Berikan waktu untuk melihat dampak yang dihasilkan dari program kerja, sehingga bisa diperbaiki apa saja yang harus diperbaiki dan ditingkatkan.
Ketiga, libatkan masyarakat dalam setiap program kerja. Tentu, masyarakat selalu terlibat dalam setiap program kerja Enos Yudha. Tapi, maksud saya disini adalah pelibatan masyarakat jangan hanya sekadar objek dari setiap kebijakan.
Masyarakat harus merasa sebagai owner (pemilik) dari setiap program kerja Enos Yudha. Sehingga, masyarakat akan secara suka rela ikut menyukseskan setiap program kerja Enos Yudha. Ini selaras dengan prinsip demokrasi yang digaungkan oleh Abraham Lincoln, Goverment of the people, by the people, for the people ( Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat ).
Dengan terlibatnya masyarakat secara aktif dalam setiap program kerja Enos Yudha akan memudahkan Enos Yudha untuk mencapai target yang diharapkan. Sehingga, Enos Yudha bisa menggenjot target program kerja yang dicanangkan dalam periode kepemimpinan yang relatif lebih singkat dari normalnya.
Sumbangan masukan dan gagasan yang saya tulis di atas mungkin bagi sebagian orang terasa bias dan tandensius (berat sebelah). Karena memang saya pribadi merupakan bagian dari tim pemenangan Enos Yudha dalam kampanye pada pilkada 2020 yang lalu. Ya tidak masalah, saya menerima jika ada yang memberikan penilaian atau bahkan judgement (penghakiman) seperti itu. Tapi setidaknya saya telah berusaha untuk seobjektif mungkin memberikan pandangan dan gagasan saya sebagai masyarakat OKU Timur. Untuk di luar itu semua, biarlah publik menilai pandangan saya seperti apa.
Mengakhiri tulisan saya kali ini. Saya sebagai masyarakat OKU Timur dan bagian dari Relawan Enos Yudha pada waktu kampanye lalu, memiliki harapan besar untuk periode kepemimpinan Enos Yudha sampai 2024 bisa terwujud seperti tagline digaungkan, OKU Timur Maju Lebih Mulia. Selamat bekerja Enos Yudha!
0 notes
Link
tobasatu.com, Sergai | Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) KONI Kabupaten Serdang Bedagai telah menetapkan 5 sampai 11 November 2019 sebagai pendaftaran calon Ketua Umum KONI Serdang Bedagai masa bakti 2020-2024.
Plt.Ketua Umum (Ketum) KONI Sergai, Sakarani didampingi Ketua Tim Penjaringan dan Penyaringan Abdul Rahim,SH, anggota, Agus Suriadi, Alpian Purba dan Sekretaris KONI Sergai, dalam konfrensi Senin (4/11) di Sekretariat KONI Kecamatan Pegajahan mengungkapkan pendaftaran Calon Ketua umum KONI ini terbuka bagi masyarakat luas yang ingin mendaftarkan diri. Hal tersebut juga dalam rangka menindaklanjuti rapat KONI beserta Pengurus Cabang Olah raga (Cabor) Kabupaten dan Korcam pada Selasa (8/10) lalu terkait pemilihan Calon Ketum KONI Sergai.
“Untuk transparansi dan terbukanya pendaftaran, kami telah membentuk tim penjaringan. Tugas tim penjaringan ialah untuk menjaring bakal Calon Ketum sesuai dengan AD/ART KONI,” papar Sakarani.
Adapun syarat pendaftaran Caketum KONI Sergai adalah mengisi formulir diantaranya, surat permohonan, surat pernyataan bersedia dicalonkan, daftar riwayat hidup singkat, dan pernyataan kesediaan untuk menyampaikan visi misi.
Kemudian, mendapat dukungan atau diusulkan minimal 5 dari 23 cabang olahraga yang terdaftar di KONI Sergai ditandatangani/distempel oleh ketua dan sekretaris bermaterai 6000. Selanjutnya, melampirkan fotokopi KTP, fotokopi kartu keluarga, dan surat bebas narkoba dari BNNK serta rumah sakit.
Untuk pengambilan formulir pendaftaran dimulai pada Rabu (5/11/2019) dan pengembalian formulir pendaftaran Senin (11/11). Sementara musyawarah olahraga kabupaten (Musorkab) KONI Sergai rencananya akan dilaksanakan pada Selasa (19/11) di Theme Park, Kecamatan Pantaicermin.
Ditambahkan Ketua Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) calon Ketum KONI Sergai bahwa tugas tim adalah menerima pendaftaran mulai terhitung sejak tanggal 5-11 Nopember 2019.
“ Calon ketua umum harus didukung atau dicalonkan oleh sedikitnya 5 suara dari dua unsur, yaitu cabang olahraga dan KONI Kabupaten/Kota. Kalau tidak ada dukungan tersebut, maka tidak bisa ditetapkan sebagai calon Ketum KONI,” bebernya. (ts18)
The post Pendaftaran Dibuka 5-11 November, Calon Ketum Koni Sergai Harus Dapat Dukungan dari 5 Cabang Olahraga appeared first on tobasatu.com.
0 notes
Text
Setnov Bilang dari Dulu Puan Direncanakan Jadi Ketua DPR
JAKARTA – Terpidana kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto (Setnov) mengomentari soal terpilihnya Politikus PDI-Perjuangan, Puan Maharani sebagai Ketua DPR periode 2019-2024. Menurut Setnov, yang juga Mantan Ketua DPR RI ini, pemilihan Puan sebagai Ketua DPR telah direncanakan sejak lama. Demikian diungkapkan Setnov saat menghadiri sidang perkara dugaan korupsi proyek e-KTP untuk terdakwa Markus Nari, ... http://dlvr.it/RFPgbZ
0 notes
Text
Setya Novanto Sebut Puan Maharani Terima Duit Proyek KTP-El
Setya Novanto Sebut Puan Maharani Terima Duit Proyek KTP-El
Pernyataan eks Ketua DPR RI, Setya Novanto yang menyebut Puan Maharani, Ketua DPR RI 2019-2024 telah menerima bagian dalam proyek KTP-el ditanggapi biasa saja oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK mengaku belum mendapat informasi soal dugaan Puan menjadi bagian dalam proyek KTP-el.
Pernyataan itu disampaikan tersangka korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, saat menjalani persidangan…
View On WordPress
0 notes
Text
0 notes
Text
Setya Novanto Ungkap Rencana Lama Puan Jadi Ketua DPR - detikNews
Setya Novanto Ungkap Rencana Lama Puan Jadi Ketua DPR – detikNews
Jakarta– Terpidana korupsi proyek e-KTP,Setya Novanto, ikut mengomentari soal Ketua DPR periode 2019-2024Puan Maharani. Tak heran, sebab Novanto pernah mengemban jabatan yang sama sebelum dijerat KPK.
Mulanya Novanto memuji sosok Puan dan jajaran pimpinan DPR baru, seperti Azis Syamsuddin, Rachmat Gobel, Sufmi Dasco Ahmad, dan Muhaimin Iskandar. Namun ada cerita menarik yang diungkap Novanto.…
View On WordPress
0 notes
Link
PEOPLE POWER, STATE IN EMERGENCY!
(Catatan Untuk Ir. Joko Widodo Presiden RI 2014-2019)
Oleh: Natalius Pigai
Pemilihan Umum 2019 telah memunculkan ketidakpastian di publik. ada yang merasa cemas, was was meskipun kedua Calon Presiden telah menyatakan agar masyarakat tetap menjaga ketertiban dan keamanan. Meskipun demikian dalam dunia politik segalanya mungkin. Apalagi rakyat melihat ada indikasi kuat dugaan manipulasi secara masif dibalik penggiringan opini yang dilakukan oleh lembaga lembaga penggiring opini yang sebagian berafiliasi ke Tim Sukses Petahana, media mainstream alat propaganda penguasa dan para pengamat. Sedangkan sedari awal rakyat merasakan aroma kemenangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Dalam hal ini apa yang akan terjadi apabila ternyata hasil pemilu ditentukan oleh para penghitung suara dan manipulator, bukan oleh pemilik dan pemberi suara. Secara spontan Amin Rais telah melontarkan akan ada people power jika penyelenggara pemilu tidal netral. Tetapi yang patut diduga dan diikuti adalah Petahana memiliki indikasi yang kuat menyiapkan pernyataan negara dalam keadaan darurat. silakan membaca.
Pemilihan Presiden itu Jujur dan Adil
Tulisan ini adalah analisa saya berpedoman pada petunjuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terkait Hak Asasi Manusia (HAM) dan Pemilihan (United Nation Guidelines on Human Right and Election) tahun 1994. Bahwa pelaksaan Pemilu sejatinya adalah momentum terpenting bagi sebuah Negara untuk memperbaiki iklim demokrasi dan meningkatkan nilai hak asasi manusia. Ada 4 variabel utama terkait pemilu yang ditegaskan oleh PBB: 1). Hak untuk memilih (right to vote). 2) Hak untuk dipilih (right to take a part of government and Politics). 3) Pelaksaan Pemilu secara jujur dan adil (free and fair elections). 4. Negara Dalam Keadaan Darurat (State in emergencies) dan People Power.
Pertanyaannya adalah apakah dalam pelaksanaan pemilu serentak 2019, ketiga variabel (1-3) tersebut di atas berlangsung sesuai dengan standar internasional dan prinsip-prinsip demokrasi? Perlu diperdebatkan!.
1. Perdebatan terkait Hak Memilih sedari awal sudah bermasalah. Penentuan jumlah pemilih pada Pemilu Presiden 2014 sebanyak 190 juta, sedangkan DPT Pilpres 2019 sebanyak 192 juta. Peningkatan jumlah DPT sebesar 2 juta tentu tidak rasional. Belum lagi berbagai polemik terkait KTP.
Pada pemilihan 2019 ada kecenderunganm berpotensi munculnya Pemilih Terselubung dan Pemilih Hantu (ghost voters). Negara juga hampir turut mengabaikan kelompok rentan (vurneable groups) khususnya disabilitas sebanyak 20 juta orang. DPT 17,5 juta dan dugaan menyusupnya warga negara asing sebagai pemilih turut menyuburkan dugaan terjadinya manipulasi secara massif penyelenggaraan pemilu 2019.
2. Negara juga belum mampu menjamin warga Negara untuk ikut serta dalam pelaksaan pemilu di negeri ini. Sedari awal, di bawah resim Joko Widodo, Negara dengan sadar dan sengaja melakukan pembatasan setiap warga Negara untuk ikut bertarung dalam pilpres. Pembatasan melalui undang-undang pemilu yang menegaskan Calon Presiden hanya dapat diusung partai politik dengan persentasi dukungan politik sebesar 20%. Partai-partai kecil tidak punya peluang dan kesempatan untuk mengusung kader-kader terbaik untuk menjadi calon presiden. Banyak tokoh-tokoh politik terbaik di Indonesia yang kecewa. Akibatnya puncuk pimpinan nasional hanya dimonopoli oleh sekelompok oligarki politik dan oligarki ekonomi dan berpotensi melahirkan pemimpin kurang kompeten dari kelompok pemilih mayoritas khususnya Pulau Jawa.
3. Penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) yang kurang kompeten, profesional berpengaruh pada penyenggaraan pemilu yang tidak jujur dan adil. Pemberian kisi-kisi kepada Capres dalam debat pertama 17 Januari 2019 menunjukkan bahwa KPU tidak punya visi untuk melahirkan seorang pemimpin yang kompeten. Rakyat cenderung melihat KPU membantu Capres tertentu yang disadari umum memilih kemampuan intelektual, kompetensi kepemimpinan lemah. Demikian pula, penegakan hukum yang tidak berimbang dipertontonkan oleh Bawaslu adalah wujud nyata tidak adil dan jujur.
Proses hukum oleh penyelenggara pemilu lebih cenderung menyulitkan Calon Presiden Prabowo Subianto dan para pendukung untuk meraih kekuasaan secara demokratis. Pentersangkaan terhadap K.H. Slamet Maarif adalah satu satu contoh betapa tidak adilnya para penjaga keadilan. Demikian pula dipihak lain, Luhut Panjaitan, Sri Mulyani di Forum IMF Bali, Gubernur Bali, Bupati Bandung Barat yang memerintahkan pengangkatan Pegawai Honorer dengan jaminan memilih PDIP dan berbagai kesalahan lainnya yang dilakukan oleh Tim Petahana (Joko Widodo) nyaris tidak pernah diproses hukum secara adil. Tindakan tidak netral ini berpotensi mengganggu asas non diskrimasi dihadapan (due proses of law).
Manipulasi Masif
Pemerintah mesti memahami intensi dasar dari sebuah perhelatan demokrasi bahwa pemilihan tidak hanya pemberian kedaulatan kepada seorang Presiden Prabowo atau Joko Widodo, tetapi rakyat juga ikut menentukan masa depan selama 5 tahun. Kedaulatan yang diperoleh seorang Presiden juga merupakan resultante kedaulatan-kedaulatan individu untuk mengelola Negara (summa potestas sive sumum sive imperium dominium). Apakah relevan bahwa hari ini Joko Widodo adalah pemegang kedaulatan dan pengelola kedaulatan? Sebagai Presiden tentu saja benar!, Namun Joko Widodo dalam kapasitas sebagai Calon Presiden 2019-2024 kedaulatannya terkunci atau dikunci oleh sumber kekuasaan yaitu Undang-Undang Pemilu dan Etika Berpolitik dan Berpemerintahan. Karena itu Presiden tidak bisa serta merta menggunakan kekuasan (otoritas) dan sumber daya publik (negara) untuk kepentingan mengdongkrak elektabiltas. Kecenderngan penyalagunaan kekuasaan untuk meningkatkan elektabilitas sangat terang benderang. Apalagi semakin hari semakin membahayakan karena mengancam tata kelolah pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Berbagai kebijakan dan tindakan Joko Widodo yang bersifat bantuan secara lansung maupun tidak langsung makin meyakinkan rakyat bahwa pemerintah secara terencana, terstruktur, sistemtis dan massif menggunakan kekuasaannya hanya untuk kepentingan pemilihan Presiden. Ada beberapa tindakan atau kebijakan Presiden Joko Widodo yang mengancam hak pemilih dalam demokrasi yang dapat berpotensi memupuk kekecewaan rakyat diantaranya:
1. Kobarkan Sindrom Kekuasaan
Menurut ilmu Polemologi, pemimpin yang mengambil keputusan perang adalah pemimpin yang memang haus akan kekuasaan dan bertujuan untuk merebut kekuasaan atau melanggengkan kekuasaan. Selain itu juga pemimpin yang secara terang-terangan mendeklarasikan perang di hadapan rakyatnya jelas membuktikan bahwa dirinya adalah pribadi yang ambisius. Perang dalam ilmu polemologi sendiri tidak hanya berwujud perang fisik melainkan perang non fisik. Perang non fisik adalah kekerasan verbal isinya bertentangan dengan hukum yaitu agitasi, propaganda atau hatespeech. Pidato Presiden Joko Widodo dalam rapat umum relawan di SICC, Bogor, Jawa Barat, Sabtu tanggal 4 Agustus 2018 menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Pasalnya, Joko Widodo yang menjadi petahana pada Pilpres 2019 meminta para relawannya untuk berani jika diajak berantem alias berkelahi. Selain pernyataan-pernyataan yang mengancam dan membahayakan instabilitas sosial dan integritas nasional juga kata-kata seperti sebutan Genderuwo, Sontoloyo, propaganda Rusia, Pernyataan perang total oleh Moeldoko dan pernyataan yang mengejutkan seperti 4 tahun bersabar menghadapi tekanan oposisi oleh Joko Widodo dan yang terakhir serangan kepada Prabowo saat debat capres ke 2 tanggal 17 Pebruari 2019.
Perilaku yang ditunjukkan oleh Joko Widodo tersebut, seakan-akan menyembunyikan ketidakmampuannya (inkompetensi) dalam memenuhi janji-janji pilpres 2014 seperti; Pemantapan Kedaulatan bangsa melalui komitmen tidak impor (beras, garam, kedele, cabe, pembelian kembali indosat), pembukaan lapangan kerja 10 juta, pembukaan lahan pertanian baru sebesar 1 juta Ha dll.
2. Keputusan Eksperimental Dan Blunder
Pernyataan terkait Pembebasan Bersyarat Ustad Abubakar Ba’asyir pada pertengahan Januari 2019 menghebohkan publik Indonesia. Keinginnan Joko Widodo untuk memberi Pembebasan Bersyarat rupanya tidak tulus sehingga tidak dilakukan secara formal sebagai Kepala Negara dengan menggerakan institusi Negara yang terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian, BNPT tetapi justru dilakukan melalui pihak-pihak yang tidak kompeten dan berwenang seperti Yusril Isha Mahendra.
Sebenarnya Joko Widodo maunya memberi isyarat bahwa beliau bisa berbuat baik untuk Ulama, namun ternyata diketahui setelah ditentang oleh orang-orang atau pihak-pihak dilingkungan Joko Widodo sendiri seperti; Mahfud MD, Hasto Kristiyanto, Kuasa Hukum TKN, Kepala KSP Moeldoko bahkan Menkopolhukam Wiranto mengeluarkan pernyataan yang bersifat insubordinatif terhadap atasannya. Polemik pembebasan Ustat Abubakar Ba’asyir telah melecehkan dan merendahkan Ulama dan Umat Islam Indonesia sehingga saat ini Umat Islam makin hari kian tersakiti.
3. Pembagian Uang dan Bingkisan atas Nama Joko Widodo
Tugas dan Kewajiban Presiden Joko Widodo sejatinya adalah memastikan adanya pemenuhan kebutuhan hidup baik pangan, sandang dan papan. Karena itu, tidak tepat mengatakan hanya semata-mata karena “hasrat baik Jokowi” (willingness) ketika pembangian uang dan sembako secara gratis atas nama Presiden kepada rakyat. Namun pembagian uang dan sembako dalam momentum pemilu tidak wajar apalagi bertepatan dengan kunjungan atau bingkisan yang tertulis calon Presiden Petahana. Tindakan-tindakan yang dipertontonkan Joko Widodo ini dapat mencederai perasaan publik bahwa rakyat Indonesia itu gampang dibeli hanya dengan uang, sembako atau gampang dibohongi dengan lantaran kebijakan populis terkait bantuan sosial, dana desa, pengangkatan pegawai.
Pemanfatan jabatan untuk kepentingan pribadi terkait Pilpres termasuk kategori memperdagangkan pengaruh atau dagang pengaruh (trading in influensi) yang bertentangan dengan hukum, etika dan nilai moralitas. Meskipun rakyat tidak akan terpengaruh dengan tindakan-tindakan tersebut, namun demikian perasaan publik tercederai sebagai bangsa miskin yang berharap pada tuan (manunggaling kawulo gusti) atau dianggap hamba sahaja.Jokowi berbuat kurang elok dan tidak mampu meninggalkan legasi moral kepada rakyat. Pemahaman bernegara secara picik yang dipraktekan dalam perilaku birokrasi patrimonial, pemimpin sebagai “patron” dan rakyat diperlakukan sebagai “klain” di Negara Demokrasi Republik Indonesia yang sejatinya “pemimpin” maupun “rakyat” memiliki kedaulatan yaitu Kewajiban Negara dan Hak Asasi Warga Negara sesuai UUD 1945.
4. Pengekangan Kebebasan Sipil, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia
Presiden Joko Widodo dilantik pada 21 Oktober 2014 dengan ekspektasi perubahan demokrasi, hak asasi manusia, kekebasan sipil dan keadilan sosial. Pilar-pilar penting yang merupakan jargon-jargon yang ditulis dalam cita-cita Nawacita, dan diucapkan dalam berbagai kesempatan oleh Joko Wiidodo. Namun berbagai harapan akan perubahan pupus ketika formasi kabinet dan realisasi kebijakan yang jauh dari harapan dan bahkan meninggalkan tujuan dan cita-cita awal. Oposisi sudah mulai kritik Pemerintahan ketika institusi penegak hukum dan lembaha rasuah (KPK) diganggu bahkan diintervensi justru oleh kekuatan-kekuatan yang melingkari Presiden termasuk Partai Politik.
Apapun yang dilakukan oleh kelompok sipil, intelektual, aktivis, komunitas agama dan rakyat mereka menyadari sepenuhnya bahwa untuk membangun negara harus berada dalam dua ranah yaitu partisan dan oposan. Partisan (pemerintah) membangun negara melalui otoritas dan sumber daya pemrintah, sedangkan aspek-aspek yang tidak diisi oleh negara diisi oleh kelompok oposisi. Itulah esensi bernegara yaitu pentingnya chack and balances untuk menjada pilar demokrasi, hak asasi manusia, perdamaian, keadilan sosial terlestari.
Mengingat pentingnya oposisi sebagai penyeimbang kekuatan politik dan saluran persoalan (instrument) artikulator berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, maka kebebasan mengutarakan pikiran, perasaan dan pendapat harus dijamin dan terlestari. Demikian juga pers sebagai pilar penting demokrasi harus dilindungi, bukansebagai alat penguasa (hegemoni) rezim yang berkuasa. Salah satu kegagalan Joko Widodo dalam 4,5 tahun kepemimpinan adalah bahwa seluruh pilar-pilar tersebut diatas tergerus dan terancam.
Masyarakat saat ini terbayangi oleh bahwa ada praktir-praktik tirani kekuasaan hadir ibarat monster leviathan yang menerkam rakyat sipil terutama kelompok oposisi dan pemuka agama. Karena itulah oposisi harus diberikan ruang kebebasan untuk berkreasi menyampaikan pikiran, perasaan, dan pendapat. Hari ini ruang kebebasan terancam mustahil untuk diraih karena seluruh instrumen kekuatan itu dimanfaatkan hanya untuk melanggengkan kekuasaan. Media dimanfaatkan untuk membangun sebuah framing tentang kebaikan-kebaikan dan citra positif pemerintah di atas keterpurukan bangunan ketatanegaraan dan ketataprajaan dan segala sendi kehidupan.
5. Rakyat Tergiring Arus Besar Non Literasi
Media mainstream yang didukung rezim penguasa sebenarnya beracun dan penuh tipu daya serta propaganda busuk. Media-media massa yang sepenuhnya didukung penguasa inilah yang sepenuhnya berfungsi sebagai corong propaganda untuk melanggengkan penjajahan yang menipu para pembacanya.
Hari ini media massa bukan lagi sebagai jendela Indonesia dan dunia. Media hadir sebagai corong penguasa dan telah membangun masyarakat yang tidak cerdas dan mengancam rakyat dalam arus besar nonliterasi. Penyebab utama bukan pada media karena diikat oleh berbagai aturan dan rambuh-rambuh hukum dan etika tetapi akibat Intervensi Negara secara masif dan sistematis melalui pemilik media yang dikuasai oleh para kapitalis, punggawa kuasa dan politikus atau komprador. Di Orde Baru ketika pers dibungkam masih ada sastra sebagai instrument penyaluran ekspresi atas rintian, ratapan, penderitaan ataupun ekspresi hiburan dan kegembiraan sebagaimana dilukiskan dalam buku Omi Intan Naomi berjudul “Anjing-Anjing Penjaga Pers Di Rumah Orde Baru, Ketika Pers dibungkam sastra Harus Bicara”.
Meskipun Tahun 2019-2024 paska pergantian kekuasaan akan terjadi perubahan dengan merevisi Undang Undang Pers atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang substansinya mengatur kepemilikan Media agar media massa tidak boleh dimiliki oleh politisi dan bisnismen. Namun demikian kebebasan yang terkekang akan menjadi ibarat puncak gunung es yang terancam meledak jika kebebasan hakiki tersandera atau disandera.
6. Negara Mengkerdilkan Peran Umat Muslim tetapi Membiarkan Primordialisme
Pernyataan Moeldoko hari ini Tanggal 18 April 2019 bahwa kekuataan agama berpengaruh pada kemenangan Prabowo dan Joko Widodo dijadikan sebagai pemimpin anti tesa Islam mainstream. Komentar Kepala Staf Presiden secara tersirat mengkerdilkan kekuatan sivil societi terutama umat muslim Indonesia. Komentar Moeldoko sangat berbahaya dalam situasi dimana umat Islam merasa disingkirkan dan diamputasi kekuatan negara.
Sangat wajar jika umat Islam marah karena Umat Islam memiliki peran penting dalam historiografi bangsa, pahlawan perintis kemerdekaan diritis oleh kaum bersorban; Teuku Umar, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegro, Cut Nyak Dien, Sultan Hasanudin. Demikian pula ketika negara ini merdeka, secara kuantitas dimerdekakan karena peran tokoh-tokoh Islam. Umat Islam juga merelahkan 7 kata (Syariat Islam) dihapus untuk mendirikan Indonesia yang majemuk dan negara unitarian. Tahun 1955 NU dan Masyumi yang menjadi kekuatan politik besar juga dibonsai dalam senyawa nasionalisme dan komunisme melalui Nasakom. Tahun 1973 umat Islam dikandangkan dalam satu kekuatan partai yaitu PPP, dan lebih sadis lagi di tahun 1982 dimana penerapan asas tunggal, mengancam eksistensi nilai spiritualistas agama dalam pengelolaan negara, tahun 1999 umat muslim mulai bangkit melalui hadirnya Cides, Republika dan BJ Habibie hanya bertahan 8 bulan, demkian pula Gus Dur hanya bertahan 11 bulan.
Setelah Gus Dur tidak ada kekuataan Islam yang menjadi besar, PKB tersandera dalam pragmatisme politik dan menggadaikan spritualitas agama dan nilai Kitha 1926. Ancaman nyata terhadap Umat Islam semakin keras ketika Joko Widodo menjadi Presiden tahun 2014 mulai kriminalisasi, tangkap, aniaya, bunuh terhadap para Ulama, Kiai, Habaib, Ustad, Ustadah dan aktivis Islam.
Saya mesti menegaskan adaikan Joko Widodo dimenangkan melalui manipulasi massif, sistemtis dan terstruktur maka apa yang diucapkan oleh Moeldoko telah secara nyata menenggelamkan dan mengkerdilakn peran umat Islam. Umat Islam tidak akan tinggal diam untuk menentang kezaliman dampknya negara dalam ancaman potensi perpecahan bangsa. Bukan tidak mungkin konflik horizontal suku, agama, ras dan antar golongan dapat mengancam integritas nasional 2019-2024. Sebagaimana diucapkan oleh Joko Widodo pada saat debat ke-4 calon Presiden tanggal 30 maret 2019 bahwa “NKRI bubar bukan karena ancaman negara lain, tetapi labilitas integrasi sosial”. Dengan kata lain bahwa Indonesia dengan jumlah suku sebanyak 714, berbeda agama, ras, dan golongan adalah ancaman nyata jika negara tidak menjadi perekat.
Belum lagi 73 tahun demokrasi hanya dirancang untuk memenangkan mayoritas suku yaitu “maaf saya sebut; Suku Jawa”. Kalau Umat Islam dikucilkan dan negara masih menerapkan demokrasi satu orang, satu suara dan satu nilai diganti dengan demokrasi berbasis perwakilan pada Pilpres 2024, maka tinggal tunggu waktu peristiwa tahun 2000 dimana pengusiran suku Jawa di Aceh, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua akan terulang dan akan makin berbahaya. Itu yang negara harus catat.
Skenario State In Emergency dan People Power
Pernyataan “perang dan lawan” yang dikeluarkan oleh Joko Widodo, Pernyataan “perang total” oleh Moeldoko, dan beberapa pernyataan Wiranto yang “blunder” tentang ancaman pengenaan pidana terorisme bagi mereka mengajak golput. Sejak tahun lalu komunitas Islam dianggap sebagai kelompok radikal dan teroris yang mengancam kepentingan nasional, mengancam ideologi Pancasila yang dimunculkan dengan menuduh sejumlah masjid dan kampus terpapar radikalisme yang dimunculkan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) yang diucapkan oleh Wawan Purwanto juru bicaranya dapat dipahami sebagai skenario dan framing Indonesia dalam seakan-akan ancaman dan bahaya.
Framing yang dibangun negara tersebut selain mereka menyampaikan ke dunia internasional untuk membangkitkan Islamophobia juga memberi signal adanya Indonesia dalam ancaman demokrasi, hak asasi manusia dan perdamaian. Pernyataan Amin Rais tentang People Power dan Konfrensi Pers Panglima TNI hari ini tanggal 18 April 2019 yang mengancam aksi-aksi tuntutan demokrasi sudah bisa menjadi salah satu signal bagi Presiden Joko Widodo berpotensi mengeluarkan pernyataan negara dalam keadaan darurat (state in emergency). Namun perlu diketahui bahwa tanpa melalui indikasi pernyataan darurat untuk merespons ancaman people power juga, Joko Widodo dan kelompok oligarkinya dengan berbagai indikasi di atas sudah bisa ditebak bahwa sedari awal mereka telah menyiapkan kekacauan domestik untuk memuluskan adanya pernyatan darurat (state in emergencies). Saya menyimak betul apa yang diucapkan oleh Prabowo Subianto sebagaimana diberitahu oleh seorang rekannya bahwa “bahwa Prabowo akan terpilih tetapi yang akan dilantik adalah orang lain, bukan Anda”.
Demokrasi berbicara tentang resultante dari satu orang, satu suara dan satu nilai, demokrasi tidak bisa di bypass oleh perspektif opini, survei, quick count atau media dan pendapat ahli dan ekpresi penguasa. Pemilihan juga tidak bisa ditentukan para penghitung suara tetapi penghitung suara mengucapkan keinginan rakyat karena rakyat tidak hanya memilih pemimpin Prabowo atau Joko Widodo, tetapi rakyat ikut menentukan arah perjalanan negara untuk 5 tahun ke depan. Perilaku pongah yang dipertontonkan oleh para elit kuasa, oligarki dan komprador telah membawa negara dalam situasi kacau. Dan hari ini ancaman nyata negara dalam keadaan darurat (state in emergencies) dan people power makin nyata dan kian jadi.
Sebagai pembela kemanusiaan, demokrasi, perdamaian dan keadilan perlu menegaskan bahwa suasana ketidakpastian dan kerusakan tatanan demokrasi, hak asasi manusia dan perdamaian di negeri ini merupakan tanggungjawan negara (state obligation), bukan rakyat, karena negara harus bertanggungjawadan. Oleh karena itu, semua berpulang kepada sikap negarawan Ir. Joko Widodo selaku Presiden RI 2014-2019. Kecuali, negara meyakinkan kepada rakyat atas hasil pemilu yang akuntabel. Seandainya tidak, maka tidak ada jaminan Joko Widodo bertahan sampai 2024. Bangsa ini punya pengalaman 4 Presiden (Sukarno, Suharto, Habibie, Gus Dur) dari 7 Presiden Indonesia pernah diturunkan ditengah jalan. Saya berharap Indonesia tetap aman dan damai.
Natalius Pigai, Aktivis Pro Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Komisioner Komnas HAM 2012-2017
0 notes